Anda di halaman 1dari 18

BAGIAN NEUROLOGI REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN Agustus 2023


UNIVERSITAS HALU OLEO

NEURALGIA TRIGEMINAL

Oleh:

Novia Desi Deria, S.Ked


K1B1 23 007

Pembimbing:
dr. Karman, M. Kes, Sp. S

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN NEUROLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2023
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertandatangan di bawah ini menyatakan bahwa:


Nama : Novia Desi Deria
NIM : K1B1 23 007
Judul Referat : Neuralgia Trigeminal

Telah menyelesaikan Referat dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian


Neurologi, Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo.

Kendari, Agustus 2023


Mengetahui,
Pembimbing

dr. Karman, M.Kes, Sp.S


NEURALGIA TRIGEMINAL
Novia Desi Deria, Karman

A. Pendahuluan
Neuralgia trigeminal adalah kelainan yang ditandai oleh serangan
nyeri berat paroksismal dan singkat dalam cakupan persarafan satu atau lebih
cabang nervus trigeminus, biasanya tanpa bukti penyakit saraf organik.
Penyakit ini menyebabkan nyeri wajah yang berat. Penyakit ini juga dikenal
sebagai tic doulourex atau sindrom Fothergill. Istilah “tic douloureux”
diberikan oleh dokter bernama Nicolaus Andre pada tahun 1756 karena
neural trigeminal menyebabkan kejang pada wajah yang terkadang disertai
dengan serangan yang parah.1
Prevalensi kejadian trigeminal neuralgia pada populasi menurut
International Association for the Study of Pain (2013) yaitu antara 0.01% dan
0.3%, lebih banyak terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki.
Trigeminal neuralgia di negara Amerika yaitu sekitar 3 sampai 13 kasus
setiap tahunnya. Onset Trigeminal neuralgia umumnya terjadi pada pasien di
atas umur 40 tahun.1
Trigeminal neuralgia mempengaruhi 4 sampai 13 per 100.000 orang
setiap tahunnya. Wanita lebih banyak terkena dibandingkan pria. Rasio
prevalensi laki-laki-perempuan berkisar antara 1 hingga 1,5 hingga 1 hingga
1,7. Sebagian besar kasus terjadi setelah usia 50 tahun; beberapa kasus
terlihat pada dekade kedua dan ketiga dan sangat jarang terlihat pada anak-
anak. Prevalensi seumur hidup dalam studi berbasis populasi diperkirakan
sekitar 0,16% hingga 0,3%.13
Kondisi nyeri pada neuralgia trigeminal dapat menyebabkan
disabilitas seumur hidup yang dapat membahayakan penderitanya namun
seringkali mengalami underdiagnosed pada pasien – pasien dengan keluhan
serupa sehingga penting adanya tinjauan pustaka lebih lanjut untuk
membahas tentang Neuralgia trigeminal.3
B. ANATOMI
Saraf trigeminal adalah saraf kranial terbesar dan merupakan saraf
sensorik besar pada kepala dan wajah serta saraf motorik otot pengunyah.
Nervus trigeminus keluar dari lateral mid-pons berupa akar saraf
motoris dan sensoris. Akar saraf sensoris lebih besar (portio major nervi
trigemini) dibandingkan akar saraf motorik (portio minor nervi trigemini).
Akar saraf motorik dari nervus trigeminus akan bercabang mempersarafi M.
Maseter, Temporalis, Pterigoideus Internus et Eksternus, Tensor Timpani,
Omohyoideus, dan bagian anterior M. Digastricus, Akar saraf sensoris
menghantarkan impuls nyeri, suhu, raba, dan proprioseptif, yang akan
berlanjut menjadi Ganglion Gasseri yang akan melepaskan 3 cabang, yaitu
nervus opthalmicus, nervus maxillaris, dan nervus mandibularis.
Nervus opthalmicus akan keluar melalui fissura orbitalis superior lalu
terbagi menjadi 3 cabang, yaitu nervus frontalis, nervus lakrimalis, dan
nervus nasosiliaris. Bersifat sensorik untuk mempersarafi bagian depan
kelopak mata atas, selaput lendir kelopak mata, dan bola mata, juga kulit
bagian frontal.
Nervus maxillaris akan berjalan ke depan bawah sinus kavernosus lalu
terbagi dalam beberapa cabang; sebagian menjadi rami meningea media dan
sisanya memasuki foramen rotundum. Dari foramen rotundum, nervus ini
menyebrangi fossa pterigopalatina dan terbagi atas cabang N. Zygomaticus
Temporalis dan N. Zygomaticus Fascialis. Keseluruhan Nervus Maxillaris
mempesarafi gigi atas, bibir atas, rongga hidung dan sinus maxillaris. Nervus
mandibularis bersifat motoris dan sensoris yang awalnya terpisah namun
bersatu setelah memasuki foramen ovale.
Nervus Mandibularis akan mempersarafi otot pengunyah, dan
mempersarafi gigi bawah, gusi bawah, dan bibir bawah, juga kulit daerah
temporal dan dagu.4
Gambar 1. Distribusi Nervus Trigeminus
(Gunawan, 2018)

C. DEFINISI
Neuralgia trigeminal (TN) atau Tic Douloreux merupakan sindrom

nyeri wajah yang dapat terjadi secara berulang dan bersifat kronik dimana
nyeri umumnya bersifat unilateral mengikuti distribusi sensorik dari nervus
kranialis V (nervus trigeminus) dan sering diikuti oleh spasme wajah atau
fenomena tic (kontraksi spasmodik berulang dari otot) pada wajah.1
Neuralgia trigeminal memberikan dampak yang berat dalam fungsi
dasar manusia seperti membatasi kemampuan bicara, makan, minum, dan
menyentuh wajah sehingga mempengaruhi kualitas hidup.2
D. EPIDEMIOLOGI
Neuralgia trigeminal mempengaruhi 4 sampai 13 per 100.000 orang
setiap tahunnya. Penderita neuralgia trigeminal lebih banyak pada wanita
dibandingkan pria. Sebagian besar kasus terjadi setelah usia 50 tahun namun
pada beberapa kasus terlihat pada dekade kedua dan ketiga dan sangat jarang
terlihat pada anak-anak. Neuralgia trigeminal pada penderita di usia muda
harus harus dicurigai berkembang menjadi multiple sclerosis. Prevalensi TN
pada pasien dengan multiple sclerosis adalah antara 1 dan 6,3%. Juga
dilaporkan bahwa pasien dengan hipertensi memiliki insiden TN yang sedikit
lebih tinggi dibandingkan dengan populasi umum.3

E. ETIOLOGI
Penyebab neuralgia trigeminal bersifat multifaktorial. Kebanyakan
kasus bersifat idiopatik, namun kompresi radiks Trigeminal oleh tumor dan
kelainan vaskular juga dapat menyebabkan Neuralgia trigeminal. The
International Headache Society (IHS) mengklasifikasikan Neuralgia
Trigeminal ke dalam dua kategori etiologi.5
1. Neuralgia trigeminal klasik
Neuralgia trigeminal klasik dianggap memiliki etiologi idiopatik
karena tidak ada penyebab gejala yang dapat diidentifikasi (hampir 80%
kasus) atau hanya terdapat gambaran kompresi saraf oleh jaringan
vaskular yang umumnya di sekitar area masuk saraf trigeminus ke pons.
Kompresi nervus trigeminus paling sering disebabkan oleh arteri (64%
kasus), dengan arteri superior cerebellar yang paling sering mengompresi
saraf trigeminus (81%), sementara 36% sisanya merupakan kompresi dari
vena.
2. Neuralgia trigeminal simtomatik
Neuralgia trigeminal simtomatik memiliki kriteria klinis yang
sama dengan neuralgia trigeminal klasik, tapi ada penyebab lain yang
menyebabkan terjadinya gejala, misalnya tumor, vaskular, dan inflamasi.
Tumor dapat menyebabkan kompresi pada nervus trigeminus, terutama
tumor yang berda di daerah cerebello-pontin, seperti vestibular
schwannoma (acoustic neurinoma), glioma pontin, glioblastoma,
epidermoid, meningioma, dan tumor lainnya. Penyebab vaskular yang
dapat menyebabkan neuralgia trigeminal simtomatik adalah infark pons
atau adanya malformasi arteriovena, atau aneurisma di pembuluh darah
sekitar nervus trigeminus.
Inflamasi juga dapat mencetuskan neuralgia trigeminal, seperti multiple
sclerosis, sarcoidosis, meningitis kronik, atau neuropath akibat penyakit
Lyme atau diabetes mellitus. Diabetes mellitus dapat menjadi faktor risiko
untuk serangan neuralgia trigeminal melalui proses inflamasi saraf. Banyak
kasus neuralgia trigeminal dikaitkan dengan proses pencabutan gigi, namun
beberapa literature kedokteran gigi menyebutkan bahwa proses pencabutan
gigi tidak menyebabkan neuralgia trigeminal, melainkan neuropati trigeminal
akibat rusaknya nervus inferior alveolar saat proses pencabutan gigi,
terutama gigi molar bawah yang mengalami impaksi.5
Etiologi TN dan mekanisme yang mendasari kondisi ini masih kurang
dipahami dan berdasarkan etiologi TN diklasifikasikan dalam: neuralgia
trigeminal idiopatik, trigeminal klasik neuralgia, dan neuralgia trigeminal
sekunder. Yang pertama ditandai dengan penyebab yang tidak diketahui, dan
pada sekitar 10% pasien, bahkan setelah prosedur bedah atau MRI penyakit
tetap tanpa penyebab yang didiagnosis. Neuralgia trigeminal klasik dikaitkan
dengan kompresi neurovaskular di zona masuk akar trigeminal, yang
menyebabkan atrofi atau perpindahan akar saraf. Neuralgia trigeminal
sekunder dapat disebabkan oleh penyakit yang mendasarinya, seperti tumor
atau malformasi arteri dan telah dikaitkan dengan multiple sclerosis (pasien
MS menunjukkan prevalensi tinggi trigeminal neuralgia 20 kali lipat).6
F. PATOGENESIS
Sebagian besar kasus neuralgia trigeminal disebabkan oleh kompresi
saraf trigeminal. Dipercayai bahwa NT terkait dengan demielinasi saraf yang
terjadi di sekitar lokasi kompresi. Mekanisme bagaimana demielinasi
menyebabkan gejala NT tidak diketahui. Hal ini diduga disebabkan oleh
pembentukan impuls ektopik yang dibentuk oleh lesi demielinasi, sehingga
menyebabkan transmisi ephaptik. Tautan ephaptik antara serat yang terlibat
dalam pembentukan nyeri dan serat yang memediasi sentuhan ringan dapat
menyebabkan pengendapan nyeri seperti syok di zona pemicu wajah dengan
stimulasi sentuhan ringan.3
Episode yang dipicu diikuti oleh periode refrakter dan satu rangsangan
yang mengarah ke sensasi nyeri menunjukkan kemungkinan peran
mekanisme nyeri sentral pada NT. Materi abu-abu yang berubah di korteks
sensorik dan motorik juga telah dijelaskan.3
Beberapa teori menggambarkan demielinisasi sekunder diakibatkan
oleh kompresi vaskular dari akar saraf pada pembuluh yang berliku-liku atau
menyimpang. Studi radiologis dan patologis telah menunjukkan kedekatan
akar saraf trigeminal dengan pembuluh tersebut. Pembuluh darah yang paling
terlibat adalah arteri cerebellar superior. Hipotesis ini semakin diperkuat
dengan menghilangnya gejala setelah dilakukan operasi untuk memisahkan
pembuluh yang menyinggung bagian dari saraf.3
Menurut hipotesis bio-resonansi, ketika frekuensi getaran saraf
trigeminal dan struktur di sekitarnya saling berdekatan, serabut saraf
trigeminal rusak, menyebabkan transmisi impuls yang tidak normal, sehingga
mengakibatkan nyeri wajah.
Beberapa kondisi lain seperti infiltrasi amiloid, kompresi tulang,
malformasi arteriovenosa, dan infark kecil di medula dan pons telah
dijelaskan dapat menyebabkan NT.3
G. GEJALA KLINIS
Karateristik neuralgia trigeminal adalah episode nyeri spontan pada
wajah dalam waktu singkat. Nyeri akan terasa seperti tertusuk, tersetrum,
terbakar, tertekan, meledak, tertembak, tebal, dan yang lainnya. Terdapat 2
tipe Neuralgia trigeminal yakni Tipe 1 dengan nyeri intermiten dan Tipe 2
dengan nyeri konstan. Biasanya nyeri akan hilang sepenuhnya diantara setiap
serangan dan tidak akan dirasakan saat pasien tidur. Hal ini mengakibatkan
setidaknya 1 dari 15.000 orang yang mengalami Neuralgia trigeminal tidak
terdiagnosis. Neuralgia trigeminal seringkali hanya melibatkan 1 divisi, dan
merambat secara perlahan ke divisi lainnya. Neuralgia trigeminal seringkali
dikaitkan dengan spasme hemifasial ipsilateral.7
H. DIAGNOSIS
Pada anamnesis yang perlu diperhatikan adalah lokasi nyeri, kapan
dimulainya nyeri, menentukan lamanya, efek samping, dosis dan respon
terhadap pengobatan, menanyakan riwayat penyakit lain. Pada pemeriksaan
fisik neurologi dapat ditemukan sewaktu terjadi serangan, penderita tampak
menderita sedangkan diluar serangan terlihat normal. Diagnosis ditegakkan
berdasarkan anamnesis yang akurat, pemeriksaan klinis dan uji klinis untuk
mengetahui secaca pasti stimulus pencetus dan lokasi nyeri saat pemeriksaan.
Menurut International Headache Society kriteria diagnosis trigeminal
neuralgia adalah sebagai berikut :
1. Serangan-serangan paroxymal pada wajah, nyeri di frontal yang
berlangsung beberapa detik atau menit.
2. Menyebar sepanjang satu atau lebih cabang trigeminal neuralgia tersering
pada cabang mandibularis atau maksilaris.
3. Onset dan terminasinya terjadi tiba-tiba, kuat, tajam dan membakar.
4. Intensitas nyeri hebat, biasanya unilateral, lebih sering disisi kanan.
5. Nyeri dapat timbul spontan atau dipicu oleh aktivitas sehari seperti
makan.
Pemeriksaan penunjang lebih bertujuan untuk membedakan trigeminal
neuralgia yang idiopatik atau simptomatik. CT Scan kepala untuk melihat
keberadaan tumor. Sklerosis multiple dapat terlihat dengan Magnetic
Resonance Imaging (MRI). MRI ini sering digunakan sebelum tindakan
pembedahan untuk melihat kelainan pembuluh darah. Diagnosis trigeminal
neuralgia dibuat dengan mempertimbangkan riwayat kesehatan dan gambaran
rasa sakitnya. Sementara tidak ada pemeriksaan diagnostik yang dapat
mempertegas adanya kelainan ini. Teknologi CT Scan dan MRI sering
digunakan untuk melihat adanya tumor atau abnormalitas lain yang
menyebabkan sakit tersebut. Pemeriksaan MRTA (high-definition MRI
angiography) pada trigeminal neuralgia dan brainstem dapat menunjukan
daerah nervus yang tertekan vena atau arteri (Bryce, 2004).8
I. KRITERIA DIAGNOSIS
Kriteria neuralgia trigeminal berdasarkan International Headache
Society (IHS)10:
1. Kriteria Neuralgia Trigeminal Klasik :
a. Serangan nyeri paroksismal beberapa detik sampai 2 menit
melibatkan 1 atau lebih cabang nervus trigeminus dan memenuhi
kriteria B dan C.
b. Nyeri paling tidak memiliki salah satu dari karakteristik berikut:
Kuat, tajam, superfisial, atau rasa menikam. Dicetuskan dari area
pencetus atau dengan faktor pencetus.
c. Jenis serangan stereotipik pada tiap individu.
d. Tidak ada defisit neurologis.
e. Tidak berkaitan dengan gangguan lain.
2. Kriteria Neuralgia Trigeminal Simtomatik:
a. Serangan nyeri paroksismal beberapa detik sampai 2 menit dengan
atau tanpa adanya nyeri di antara paroksisme, melibatkan 1 atau
lebih cabang nervus trigeminus dan memenuhi kriteria B dan C.
b. Nyeri paling tidak memiliki salah satu dari karakteristik berikut:
 Kuat, tajam, superfisial, atau rasa menikam.
 Dicetuskan dari area pencetus atau dengan faktor pencetus.
 Jenis serangan stereotipik pada tiap individu.
 Ada lesi kausatif selain kompresi vaskular yang diperlihatkan
oleh pemeriksaan khusus dan/atau eksplorasi fossa posterior.
Kriteria neuralgia trigeminal berdasarkan Klasifikasi Liverpool11 :
1. Tipikal
Nyeri wajah unilateral dengan kualitas tajam, menusuk, dan sensasi
tertinggal (lingering aftersensation) yang berlangsung beberapa detik,
dengan periode refrakter dan nyeri tidak berkelanjutan
2. Atipikal
Nyeri wajah unilateral dengan kualitas tajam, menusuk, dengan sensasi
tertinggal (lingering aftersensation), terbakar, atau tersengat, dimana nyeri
berlangsung beberapa detik (sedikit lebih lama dari nyeri tipikal) dengan
periode refrakter dan nyeri yang terus menerus tapi tidak parah.
Perbandingan antara neuralgia trigeminal berdasarkan kriteria IHS dan
Liverpool dan trigeminal neuropati Liverpool.
Tabel 1. Perbandingan Karakteristik Neuralgia Trigeminal Berdasarkan
Beberapa Kriteria Diagnosis

J. DIFERENTIAL DIAGNOSIS1,9
Diagnosis banding Neuralgia trigeminal, yaitu:
1. Nyeri dental, prevalensi sangat sering, durasi nyeri 10 – 20 menit yang
dicetuskan dengan panas, dingin, atau makanan manis, terlokalisir pada
daerah gigi. Karakteristik nyeri tajam, ditusuk – tusuk.
2. Nyeri wajah atipikal, prevalensi relatif sering, durasi nyeri intermiten
atau terus menerus, dicetuskan dengan emosional, stres, perubahan
cuaca, dan pergerakan wajah. Karakteristik nyeri ringan – sedang,
berdenyut dan tajam.
3. Temporomandibular joint syndrome, prevalensi relatif sering. Durasi
nyeri intermiten, dapat berlangsung beberapa jam, dicetuskan dengan
pergerakan sendi seperti membuka lebar mulut dan trauma. Karakteristik
nyeri berdenyut dan tajam.
4. Cluster headache, prevalensi jarang, durasi nyeri 15 – 180 menit,
dicetuskan dengan vasodilator atau alkohol, terjadi pada area orbita atau
supraorbita, dan/atau temporal yang disertai dengan gejala otonom.
Karakteristik nyeri terasa panas dan menyengat.
5. Giant cell arteritis, prevalensi jarang, durasi nyeri terus – menerus,
dicetuskan dengan mengunyah, terjadi birateral pada area sekitar arteri
temporalis. Karakteristik nyeri berdenyut dan tajam.
6. Postherpetic neuralgia, prevalensi jarang, durasi nyeri terus – menerus,
alodinia taktil, terjadi pada divisi pertama nervus trigeminal.
Karakteristik tingling dengan tingkat nyeri bervariasi.
7. Glossopharyngeal neuralgia, prevalensi sangat jarang, durasi nyeri
beberapa detik hingga 2 menit, dicetuskan dengan menelan, mengunyah,
dan berbicara, terjadi pada distribusi intraoral daripada nervus
glosofaringeus. Karakteristik nyeri berat, tajam, ditusuk – tusuk, dan
terbakar.
K. PENATALAKSANAAN12
Pengobatan trigeminal neuralgia dapat bersifat medis atau secara
bedah. Terapi medis adalah pilihan pertama, peralihan ke bedah saraf
fungsional hanya dalam kasus di mana terapi klinis terbukti tidak efektif.
1. Non-medikamentosa
a. Edukasi
Edukasi pasien untuk menghindari maneuver yang memicu rasa
nyeri dan edukasi mengenai perjalanan penyakit, bahwa dapat terjadi
remisi dalam beberapa bulan dan kemungkinan untuk terjadi
rekurensi yang lebih sering dan kemungkinan penambahan obat.
Edukasi juga mengenai efek samping obat terutama antikonvulsan
yang dapat menyebabkan ataksia, sedasi, dan memengaruhi fungsi
hati, serta edukasi pasien untuk mengetahui gejala-gejala dari efek
samping obat.
b. Prosedur perkutan (misal: Percutaneous Retrogasserian Glycerol
Rhizotomy)
Terdapat beberapa metode perkutan untuk pengobatan
neuralgia trigeminal, di antaranya adalah Trigeminal Gangliolysis
(PRTG), Percutaneous Retrogasserian Glycerol Rhizotomy (PRGR)
dan Percutaneous Baloon Microcompression (PBM). Pada PRTG,
dilakukan pemanasan ganglion dengan panas sehingga syaraf
menjadi kebas. Prosedur ini diterima di seluruh dunia, karena pasien
sadar saat prosedur dilakukan, pulih dengan cepat, dan prosedur
hanya memakan waktu sehari, namun angka kekambuhan mencapai
25% dan terkadang terdapat komplikasi seperti kelemahan rahang
atau anestesia kornea.
Pada PRGR, jarum spinal menembus muka ke sisterna
trigeminal, dimana pada jarum terdapat sisternogram yang diisi
material kontras larut air. Kontras larut air kemudian dikeluarkan
dan dimasukan pula anhydrous glycerol, kemudian pasien diminta
untuk duduk selama 2 jam untuk ablasi syaraf yang lebih sempurna.
PRGR memiliki tingkat keberhasilan tinggi dan tingkat rekurensi
yang lebih rendah.
Pada PBM, operator memasukan kateter balon melalui
foramen ovale ke daerah ganglion dan balon dikembangkan selama
1-10 menit. Tingkat rekurensi sesudah prosedur lebih rendah
dibandingkan PRTG. Pada Prosedur ini diutamakan bagi pasien usia
lanjut yang tidak mendapatkan hasil yang baik dengan
farmakoterapi.
c. Bedah (misal: microvascular decompression)
Terdapat beberapa metode bedah, seperti microvascular
decompression dan rhizotomy, tapi microvascular decompression
merupakan metode yang sering digunakan.
Microvascular decompression biasa dilakukan pada pasien yang
usianya lebih muda dan lebih sehat, terutama pasien dengan nyeri
yang terisolasi di cabang optalmik atau di ketiga cabang nervus
trigeminus, atau pasien dengan neuralgia trigeminal sekunder.
Prosedur ini membutuhkan anestesi total. Microvascular
decompression dilakukan dengan membuka lubang di area mastoid
dan membebaskan nervus trigeminus dari kompresi atau lilitan
pembuluh darah dan memasang Teflon di antara nervus dengan
pembuluh darah / sumber kompresi. Tingkat kesembuhan mencapai
80% dan tingkat rekurensi termasuk yang paling rendah di antara
semua prosedur invasif untuk intervensi nyeri (tingkat rekurensi 20%
dalam 1 tahun, 25% dalam 5 tahun).
d. Radiasi (misal: gamma-knife surgery)
2. Medikamentosa
a. Farmakoterapi
Farmakoterapi harus dimulai paling dulu sebelum terapi
invasif lainnya. Karbamazepine adalah obat pilihan dalam mengatasi
neuralgia trigeminal, sementara lamotigrine dan baclofen merupakan
obat lini kedua. Penggunaan obat tunggal dapat memberikan remisi,
namun jika terjadi rekurensi, penggunaan 2-3 obat dapat
dipertimbangkan.
Berikut agen dan dosis yang dapat digunakan dalam
mengobati neuralgia trigeminal:
 Karbamazepin 100 – 600 mg/hari
Karbamazepin merupakan pilihan utama dalam mengobati
neuralgia trigeminal. Karbamazepin berfungsi untuk
menurunkan recovery rate dari voltage-gated sodium channel
dan mengaktivasi sistem penghambat impuls. Efek samping
karbamazepin cukup banyak, mulai dari supresi sistem
hematologi yang paling sering bermanifestasi sebagai
leukopenia, ketidakseimbangan elektrolit berupa hiponatremia,
dizziness, gangguan memori, dan gangguan fungsi hati.
Karbamazepin memiliki interaksi dengan warfarin, sehingga
tidak disarankan untuk digunakan bersamaan. Karbamazepin
memiliki banyak efek samping sehingga jika tidak dapat
ditoleransi, karbamazepin bisa digantikan oleh okskarbazepin.
 Okskarbazepin 300-2400 mg/hari
Okskarbazepin dapat digunakan sebagai pengganti apabila
karbamazepin tidak bisa ditoleransi, karena efek samping yang
lebih sedikit. Okskarbazepin bekerja dengan memblokir
voltage-gated sodium channel dan memodulasi voltage-gated
calcium channel. Efek samping yang mungkin terjadi adalah
dizziness dan gangguan memori.
 Baklofen 60-80 mg/hari
Baklofen merupakan obat pilihan lini kedua dalam
mengobati neuralgia trigeminal yang berkerja dengan
memfasilitasi inhibisi segmental pada kompleks trigeminal. Efek
samping baklofen berupa sulit konsentrasi, dizziness, tremor,
dan juga ataxia.
 Lamotrigin 100-400 mg/hari
Lamotrigin merupakan obat pilihan lini kedua, bersama
dengan baclofen, dalam mengobati neuralgia trigeminal yang
berkerja menghambat voltage- gated sodium channel yang akan
menstabilisasi membrane neural. Efek samping lamotrigin
adalah ataxia, muntah, konstipasi, dan ruam.
 Pregabalin 150-300 mg/hari
 Gabapentin 1200-3600 mg/hari
 Fenitoin 200-400 mg/hari
 Topiramat 150-300 mg/hari
L. PROGNOSIS
Neuralgia trigeminal bukan merupakan kondisi yang mengancam
jiwa. Namun dapat berakibat pada disabilitas seumur hidup. Beberapa pasien
dapat mengalami episode hingga beberapa minggu atau bulan, yang diikuti
dengan interval bebas nyeri. Beberapa pasien juga memiliki saat ketika nyeri
menjadi lebih buruk dengan memendeknya interval bebas nyeri. Efektivitas
dosis obat juga dapat berkurang seiring waktu. Diagnosis yang tepat dan
manajemen yang tepat dapat bermanfaat bagi pasien dan mengarah pada
prognosis yang baik.3
DAFTAR PUSTAKA

1. Headache Classification Committee of the International Headache Society


(IHS) The International Classification of Headache Disorders, 3rd edition.
Cephalalgia. 38(1):1-211. [PubMed]
2. Lambru, G., Zakrzewska, J., Matharu, M. 2021. Trigeminal Neuralgia: A
Practical Guide. BMJ Publishing Group. 21(1): 392–402.
3. Kikkeri, S. N., & Nagalli, S. 2022. Neuralgia Trigeminus.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK554486/ . 8 Agustus 2023 (21.39).
4. Oberman, M. 2019. Review: Recent Advanced in
Understanding/Managing Trigeminal Neuralgia (Version; peer review; 2
approved). F1000 Research. 1(1):1.
5. Gunawan, P.Y., Dinna, A. 2018. Trigeminal Neuralgia: Etiologi, Patofisiologi
dan Tata Laksana. Medicinus. 7(2): 53-60.
6. Gambeta, E., Juliana, G. C., & Gerald, W. Z. 2020. Trigeminal Neuralgia: an
Overview from Phatophysiology to Pharmacological Treatments.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6985973/ . 9 Agustus 2023
(21.44).
7. Ram, Yad., Nishtha, Y., et al. 2017. Neuralgia Trigeminus.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5652082/ . 11 Agustus 2023
(21.36).
8. Bryce, DD. 2004. Trigeminal Neuralgia.
http://FacialNeuralgia.org/conditins . 12 Agustus 2023 (23.44)
9. Zakrzewska JM. Diagnosis and Differential Diagnosis of Trigeminal
Neuralgia. 2002.

10. Netter, Frank H., John T. Hansen, and David R. Lambert. Netter's Clinical
Anatomy. Carlstadt, N.J.: Icon Learning Systems, 2005.
11. Srivastava, R., et al. 2015. Diagnostic Criteria and Management of Trigeminal
Neuralgia: A Review. Asian Pac. J. Health Science. 2(1): 108-118.
12. Al-Quliti, K. W. 2015. Update on Neuropathic Pain Treatment for
Trigeminal Neuralgia.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4727618/ . 14 Agustus 2023
(00.31)
13. Yadav, Y. R., Yadav, Nishtha., et al. 2017. Trigeminal Neuralgia.
https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/29114270/ . 18 Agustus 2023 (22.08).

Anda mungkin juga menyukai