TRIGEMINAL NEURALGIA
Oleh:
Pembimbing:
2018
i
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Kasus
TRIGEMINAL NEURALGIA
Oleh :
dr. Mokhamad Munif Rizatul Qusnu
ii
DAFTAR ISI
Halaman Judul................................................................................................................... i
Daftar Isi............................................................................................................................. ii
BAB 1 Pendahuluan........................................................................................................... 1
DAFTAR PUSTAKA………………………….....……………………………........................... 17
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Nyeri merupakan keluhan yang paling banyak dijumpai pada pasien-pasien yang
datang ke rumah sakit maupun ke dokter. Permasalahan nyeri ini tentunya menjadi salah
satu permasalahan yang harus mendapatkan perhatian yang lebih. Nyeri yang tidak
tertangani dengan baik akan dapat mengakibatkan gangguan dalam menjalani aktifitas
sehari-hari maupun dapat menurunkan kualitas hidup seseorang. Sebagian nyeri yang
muncul tersebut dapat diakibatkan oleh adanya gangguan pada sistem saraf secara spesifik,
Trigeminal neuralgia merupakan nyeri hebat unilateral pada wajah seperti sengatan
listrik yang muncul secara tiba-tiba dan berlangsung secara cepat. Nyeri tersebut terbatas
pada satu atau lebih cabang dari saraf trigeminus dan dapat muncul hanya dengan stimulus
yang sangat minimal (Maarbjerg et al., 2017). Nyeri pada trigeminal neuralgia ini dapat
berlangsung dalam rentang harian, mingguan, hingga bulanan. Kondisi ini dapat
menyebabkan gangguan dalam menjalankan aktifitas sehari-hari dan bahkan dapat memicu
Walaupun penyakit ini cukup jarang dijumpai, insiden kejadiannya yaitu sekitar 5,7
kasus per 100.000 penduduk pada wanita, dan sekitar 2,5 kasus per 100.000 penduduk
pada pria (Zakrzewska & Linskey, 2014), penanganan yang tepat sangat diperlukan, baik
penanganan secara farmakologis maupun secara pembedahan. Oleh karena itu, penulis
akan membahas mengenai penyakit tersebut agar dapat menambah wawasan mengenai
1
1.2 Tujuan
1.3 Manfaat
Materi ini diharapkan dapat memberikan pemahaman kepada teman sejawat dokter
umum pada khususnya agar dapat menegakkan diagnosis dan memberikan penanganan
yang tepat pada kasus trigeminal neuralgia serta mengetahuinya pentingnya terapi pada
kasus tersebut.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Trigeminal neuralgia merupakan nyeri hebat unilateral pada wajah seperti sengatan
listrik yang muncul secara tiba-tiba dan berlangsung secara cepat. Nyeri tersebut terbatas
pada satu atau lebih cabang dari saraf trigeminus dan dapat muncul hanya dengan stimulus
yang sangat minimal (Maarbjerg et al., 2017). Frekuensi serangan nyeri ini dapat terjadi
dalam rentang harian, mingguan, hingga bulanan. Nyeri pada trigeminal neuralgia
dideskripsikan sebagai rasa nyeri yang tajam, menusuk-nusuk, bahkan hingga seperti
sengatan listrik yang berat. Stimulus ringan yang dapat memicu nyeri ini antara lain
sentuhan ringan, mengunyah, berbicara, membasuh wajah, hembusan angin, maupun saat
menggosok gigi. Kondisi ini dapat menyebabkan gangguan dalam menjalankan aktifitas
sehari-hari dan bahkan dapat memicu depresi (Zakrzewska & Linskey, 2015).
2.2 Epidemiologi
Trigeminal neuralgia cukup jarang dijumpai, insiden kejadiannya yaitu sekitar 5,7
kasus per 100.000 penduduk pada wanita, dan sekitar 2,5 kasus per 100.000 penduduk
pada pria. Insiden puncaknya terjadi pada penduduk yang berusia 50 - 60 tahun dengan
prevalensi yang terus meningkat seiring pertambahan usia (Zakrzewska & Linskey, 2014).
Onset usia rata-rata terjadinya trigeminal neuralgia adalah pada usia 53 tahun pada
trigeminal neuralgia klasik, sedangkan pada trigeminal neuralgia sekunder onset usia rata-
ratanya pada usia 43 tahun (Maarbjerg et al., 2017). Sebagian besar pasien trigeminal
neuralgia laki-laki mengeluhkan nyeri terjadi pada sisi kiri wajah, yaitu sekitar 67% kasus,
sedangkan pada pasien wanita, sebagian besar mengeluhkan nyeri terjadi pada sisi kanan
wajah, yaitu sekitar 55% kasus (Rothman & Monson, 2017). Trigeminal nerualgia sering
melibatkan cabang ke-2 dan cabang ke-3 dari saraf trigeminus (Maarbjerg et al., 2017).
3
2.3 Anatomi
Setelah serabut aferen nervus trigeminus berkonvergen menjadi satu dari ketiga cabang
utamanya, serabut saraf ini kemudian masuk melewati porus trigeminus, melintasi sisterna,
dan kemudian masuk ke dalam pons. Bagian serabut saraf trigeminus yang ada pada
sepanjang sisterna, selubung myelin yang mengelilingi saraf bertransisi dari yang awalnya
merupakan
derifat dari sel schwan (myelin perifer) menjadi derifat dari oligodendrosit (myelin
sentral). Bagian ini disebut dengan zona transisi. Sedangkan titik dimana serabut saraf
trigeminus memasuki pons disebut root entry point (Hughes et al., 2016).
Gambar 2.1 Gambaran skematik konvergensi dari tiga cabang utama saraf trigeminus
PT: Porus Trigeminus, TZ: Transition Zone, REP: Root Entry Point, V1: Cabang oftalmikus, V2:
Cabang maksilaris, V3: Cabang mandibularis
(Hughes et al., 2016)
2.4 Etiologi
Sekitar 30% dari kasus trigeminal neuralgia disebabkan oleh penekanan pada nervus
trigeminal oleh pembuluh darah, biasanya arteri, pada sisterna cerebellopontine. Studi
anatomis menunjukkan adanya transisi bertahap dari myelinisasi sel schwan menjadi
myelinisasi oligodendroglia pada banyak spesimen sepanjang 25% bagian proksimal saraf.
Hal ini mungkin menunjukkan bahwa zona transisi tersebut merupakan area penekanan
saraf oleh pembuluh darah. Hal ini disebut dengan konflik neurovaskuler disertai perubahan
4
morfologis. Perubahan morfologis tersebut meliputi distorsi, dislokasi, distensi, indentasi,
flattening, maupun atrofi. Perubahan morfologis ini berhubungan erat dengan trigeminal
neuralgia klasik dan dijumpai pada separuh pasien dengan trigeminal neuralgia (Maarbjerg
et al., 2017).
2.5 Patofisiologi
Banyak sumber yang menyatakan bahwa kompresi vaskuler pada saraf trigeminus
berhubungan dengan munculnya trigeminal neuralgia pada sekitar 95% pasien. Namun
trigeminal neuralgia masih spekulatif. Hipotesis yang paling populer mengenai hal tersebut
antara lain adalah kombinasi dari demyelinisasi sentral pada zona akar saraf dan eksitasi
elektrik yang berlebihan. Studi terkini menunjukkan bahwa demyelinisasi ini memicu
terjadinya gangguan pada sistem nosiseptif. Sehingga menyebabkan pasien yang memiliki
riwayat nyeri dapat kehilangan kemampuan inhibisi sistem nosiseptif. Walaupun setelah
somatosensoris tetap terjadi. Faktor lain seperti adanya hubungan genetik mungkin dapat
menjadi pertimbangan penting, karena kasus trigeminal neuralgia yang melibatkan faktor
genetik walaupun jarang namun tetap ada (Zakrzewska & Linskey, 2014).
multipel atau infark lakuna di dalam sistem trigeminal batang otak atau adanya lesi masa
nukleus saraf trigeminus pada batang otak (Zakrzewska & Linskey, 2014). Demyelinisasi
dari saraf aferen trigeminal ini diperkirakan menyebabkan terjadinya hipereksitasi. Impuls
ektopik yang muncul secara spontan sepanjang aferen sensoris maupun yang diakibatkan
adanya stimulus lokal langsung seperti pulsasi arteri merupakan kemungkinan yang dapat
2.6 Klasifikasi
5
Trigeminal neuralgia diklasifikasikan menjadi tipe 1 (sebelumnya disebut trigeminal
neuralgia klasik maupun tipikal), yaitu nyeri episodik yang idiopatik yang berlangsung
beberapa detik dan terdapat interval bebas nyeri diantara serangannya. Yang kedua yaitu
tipe 2, dideskripsikan sebagai nyeri wajah yang berat, berdenyut, maupun seperti rasa
terbakar yang berlangsung secara konstan. Teori menyebutkan bahwa trigeminal neuralgia
tipe 1 dapat berkembang menjadi tipe 2. Pada trigeminal neuralgia tipe 2, abnormalitas
struktural lebih mungkin dapat ditemukan, seperti adanya tumor maupun malformasi
Sedangkan menurut International Association for the Study of Pain (IASP) klasifikasi
2. Trigeminal neuralgia klasik : disebabkan oleh kompresi vaskuler pada akar saraf
2.7 Diagnosis
A. Setidaknya tiga serangan nyeri wajah unilateral yang memenuhi kriteria B dan C
6
B. Terjadi pada satu atau lebih cabang dari nervus trigeminus, dengan tidak disertai
2 menit
2. Intensitasnya berat
4. Dipicu oleh stimulus yang minimal pada sisi wajah yang terkena
Kriteria diagnosis dari trigeminal neuralgia menurut International Association for the
A. Nyeri orofasial yang terdistribusi sesuai nervus trigeminus pada wajah maupun
intraoral
Pemeriksaan tambahan yang dapat dikerjakan antara lain MRI. Pemeriksaan ini
penting untuk menyingkirkan penyebab lain dari nyeri yang membutuhkan penanganan
laboratoris juga dapat dikerjakan untuk memastikan tidak adanya kelainan pada fungsi ginjal
dan liver berkaitan dengan pengobatan yang akan diberikan. EKG juga perlu dilakukan
Diagnosis banding dari trigeminal neuralgia antara lain (Maarbjerg et al., 2017) :
lidah, faring, atau pada telinga bagian dalam. Dipicu oleh faktor yang berbeda
7
Trigeminal neuropati post trauma : nyeri sepertu tertusuk-tusuk dan dipicu oleh
sentuhan ringan seperti pada trigeminal neuralgia, namun nyeri ini didahului
dengan trauma dan biasanya disertai kelainan neurologis yang jelas serta
Nyeri wajah idiopatik persisten : nyeri tumpul yang timbul dipicu sentuhan ringan
Trigeminal neuropati akibat akut herpes zoster : rasa terbakar dan tertusuk-tusuk
yang didahului dengan ruam herpetik pada distribusi nervus trigeminus. Sensasi
gejala otonomik dan kelemahan ipsilateral. Durasi antara 15-180 menit. Berbeda
dengan trigeminal neuralgia, nyeri pada cluster headache dapat berpindah sisi
2.9 Terapi
Pilihan terapi yang dapat digunakan dalam terapi trigeminal neuralgia antara lain
terapi farmakologis dan terapi pembedahan. Terapi farmakologis yang digunakan antara lain
carbamazepine. Guidelines National Institute for Health and Care Excellence (NICE)
Mengawali dan mengakhiri terapi dengan penyesuaian dosis untuk menghindari efek
samping, antara lain reaksi Stevens-Johnson syndrome (Zakrzewska & Linskey, 2015).
Dosis carbamazepine yang digunakan yaitu 200 - 1200 mg/hari. Carbamazepine dapat
mengurangi frekuensi dan intensitas dari nyeri. Selain carbamazepine, sebagai terapi pilihan
pertama yang juga dapat digunakan adalah oxcarbazepine dengan dosis 600 - 1800
mg/hari. Oxcarbazepine sering digunakan karena memiliki tingkat toleransi yang tinggi dan
lebih jarang terjadi interaksi dengan obat lain (Montano et al., 2015).
8
Jika pasien alergi terhadap obat-obat tersebut di atas, maka direkomendasikan untuk
menggantinya dengan baclofen dan lamotrigine (Zakrzewska & Linskey, 2014). Baclofen
memiliki dosis terapeutik 40 - 80 mg/hari. Baclofen merupakan agonis reseptor GABA, yang
berfungsi untuk menurunkan neurotransmisi eksitatori. Efikasi bebas nyeri dalam lima tahun
dari obat ini hanya mencapai 30% dari keseluruhan kasus, sedangkan 17% kasus
mengalami rekurensi dalam tiga sampai enam bulan, dan 22% kasus mengalami rekurensi
dalam 18 bulan (Obermann, 2015). Sedangkan untuk lamotrigine memiliki dosis terapeutik
400 mg/hari. Lamotrigine mengeblok kanal sodium yang sensitif terhadap voltase,
Dosis awal yaitu 25 mg/hari dan harus ditingkatkan secara perlahan hingga 200-400
mg/hari. Efek sampingnya antara lain mual, ataksia, dan pandangan kabur (Obermann,
2015).
Pada krisis neuralgia, terapi yang sering diberikan yaitu fenitoin, yang mana terbukti
efektif dalam meredakan nyeri dengan dosis intravena 14 mg/kgBB. Efek ini hanya
berlangsung sementara, yaitu 1-2 hari. Lidocain 8% yang diadministrasikan dalam bentuk
nasal spray juga dapat digunakan sebagai pereda nyeri sementara pada nyeri neuropatik,
Pada kasus-kasus dengan hasil terapi farmakologis yang tidak memuaskan, maka
mikrovaskuler maupun gamma knife dapat menjadi pilihan (Leclercq, et al., 2013). Terapi
keterlibatan neurovaskuler telah ditemukan. Prosedur ini meliputi kraniotomi dan eksplorasi
fossa posterior untuk mengidentifikasi saraf trigeminus dan pembuluh darah yang
bebas nyeri terlama jika dibandingkan dengan teknik pembedahan lain, seperti yang
dilaporkan yaitu sekitar 73% pasien merasakan bebas nyeri yang signifikan selama lima
tahun setelah pembedahan. Komplikasi minor seperti munculnya nyeri baru maupun rasa
9
terbakar, hilangnya sensoris, dan disfungsi nervus kranialis ringan terjadi pada 2-7% kasus
dengan target ganglion trigeminal, bisa secara kimia dengan blok glycerol, atau secara
thermocoagulation. Pada radiosurgery atau yang sering disebut “gamma knife” ini, targetnya
adalah akar saraf trigeminus. Efikasi dari prosedur ini mencapai 50% dalam lima tahun
setelah tindakan, dengan komplikasi minor seperti hilangnya sensoris (12-50%) dan
munculnya rasa nyeri atau rasa terbakar baru (12%) (Maarbjerg et al., 2017).
2.10 Prognosis
Sekitar 73% pasien merasakan bebas nyeri tanpa pengobatan selama lima tahun
pasca operasi dekompresi mikrovaskuler. Pada pasien yang menjalani prosedur “gamma
knife” akan merasakan bebas nyeri pada 50% kasus selama lima tahun paska prosedur
(Maarbjerg et al., 2017). Sedangkan pada pasien yang menggunakan terapi farmakologis
seperti baclofen, efikasi bebas nyeri dalam lima tahun dari obat ini hanya mencapai 30%
dari keseluruhan kasus, sedangkan 17% kasus mengalami rekurensi dalam tiga sampai
enam bulan, dan 22% kasus mengalami rekurensi dalam 18 bulan (Obermann, 2015).
10
BAB III
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. M
Umur : 72 tahun
Jenis kelamin : Wanita
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Plandaan
Agama : Islam
Status : Menikah
Tanggal Pemeriksaan : 14 November 2018
B. DATA DASAR
1. Anamnesis (Autoanamnesis)
Autoanamnesis dengan pasien di Poliklinik Neurologi RSUD Ploso tanggal 14
November 2018 pukul 12.45 WIB.
Keluhan Utama : Nyeri pada pipi kanan
a. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien mengeluhkan nyeri pada pipi sebelah kanan sejak lama konrol RSUD
Jombang, kurang lebih 1 bulan yang lalu pasien baru kontrol di RSUD Ploso.
Nyeri bersifat tajam dan kadang disertai panas. Dirasakan terus menerus kadang
membuat tidak bisa tidur. Nyeri dirasakan semakin memberat saat mengunyah dan
menggerakkan wajah. Riwayat trauma maupun herpes disangkal. Penglihatan
kabur maupun mata nrocoh juga disangkal. Jika terkena cahaya ataupun bunyi
yang keras menurut pasien tidak bertambah nyeri. Riwayat operasi cabut gigi
maupun operasi mulut yang lain tidak pernah dialami oleh pasien.
c. Riwayat Keluarga
Tidak ada keluarga yang sakit seperti pasien.
11
2. Pemeriksaan Fisik
Glasgow coma scale : 456
Tanda vital : Nadi = 84x/menit, reguler, kuat angkat.
: RR = 20x/menit, reguler
: TD = 140/90 mmHg
: Tax = 36.5o C
KU/Kesadaran : Baik / komposmentis
Kepala : Mesocephal, bentuk dan ukuran normal
Rambut : Hitam beruban
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik(-/-),kornea jernih, pupil
bulat, isokor, refleks pupil (+/+), reflek kornea (+/+), reflek bulu
mata (+/+)
Telinga : Bentuk normal, simetris, discharge (-/-), nyeri tekan
tragus (-/-), nyeri tarik (-/-), tidak bengkak
Hidung : Simetris,sekret (-/-), epistaksis (-/-)
Mulut : Bibir kering (-), sianosis (-), karies dentis (+), lidah kotor (-), gusi
berdarah (-), T0-0Hiperemis (-/-), faring hiperemis(-)
Leher : Simetris, tidak ada pembesaran kelenjar limfe, kaku kuduk (-),
JVP tidak meningkat
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
Palpasi : Iktus kordis teraba di sela iga V, linea midclavikula sinistra
Perkusi : Redup
Batas atas : ICS II linea parasternal kiri
Pinggang : ICS III linea parasternal kiri
Batas kiri bawah : ICS V midclavicularis kiri
Batas kanan : ICS IV linea parasternal kanan
Auskultasi : Bunyi Jantung I & II normal, Murmur (-), Gallop (-).
Paru-paru
Inspeksi : pergerakan hemithorax sinistra dan dextra simetris, tidak ada
retraksi sela iga
Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor seluruh lapangan paru
12
Auskultasi : Suara dasar vesikuler. Suara tambahan: ronkhi -/-, wheezing -/-
Abdomen
Inspeksi : datar, tidak ada gambaran usus ataupun vena, gerak peristaltik (-)
Auskultasi : BU (+) 6x/menit
Palpasi : supel, turgor baik, nyeri tekan (-)
Hepar : tidak teraba
Lien : tidak teraba
Perkusi : timpani 4 regio abdomen
Genital : tidak ada kelainan
Ekstremitas : tidak ada deformitas
Superior Inferior
Sianosis -/- -/-
Akral dingin -/- -/-
Oedem -/- -/-
Capillary refill < 2″ < 2″
Kekuatan motoric 5/5 5/5
3. Pemeriksaan Neurologis
1. Rangsang meningen
- Meningeal sign (-)
2. Gangguan Nervus Cranialis
N I (Olfaktorius) : dbn
N II (Optikus) : tidak dievaluasi
N III, IV, VI (Okulomotorius, Trokhlearis, Abdusen)
- Gerak bola mata: dalam batas normal
Pupil :
- Bentuk : Bulat/Bulat
- Ukuran : 3 mm / 3 mm
- Isokor / anisokor : Isokor
- Letak : Ditengah/Ditengah
- Tepi : Rata/Rata
N V (Trigeminus)
- Motorik :
Membuka dan menutup mulut : terbatas
Gerakan rahang : terbatas
13
Menggigit ( Palpasi ) : terbatas
- Sensorik :
Raba : Baik/Baik
Nyeri : allodinia V1-V2
- Refleks : Kornea : + / +
Maseter :+
N.VII (fasialis): dalam batas normal
N VIII (Vestibulokokhlearis): tidak dievaluasi
N. IX, X (Glosofaringeus, Vagus): dalam batas normal
N .XI (Asesorius) : dalam batas normal
N XII (Hipoglosus) : dalam batas normal
3. Motorik
Motorik
- Power :5|5
5|5
- Tonus : Normotonus
- Trofi : Eutrofi
4. Refleks
Refleks Fisiologis :
- BPR : +2 / +2
- TPR : +2 / +2
- KPR : +2 / +2
- APR : +2 / +2
Refleks Patologis :
- Babinski :-/-
- Chaddock :-/-
- Oppenheim :-/-
- Gordon :-/-
- Schaffer :-/-
- Hoffman Trommer: - / -
4. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium
14
Tanggal 28 November 2018
No Jenis pemeriksaan Hasil Nilai Normal
1 DARAH LENGKAP
Hemoglobin 12 12-14 gr/dl
Leukosit 5.600 4000-10000 sel/mm
Diffcount
Limphosit 31 17,0-48,0 %
Midel 4 4,0-10,0 %
Granulosit 64 43,0-78,0 %
Trombosit 162.000 150.000-400.000 sel/mm
Hematokrit 38 35-45%
Eritrosit 4,6 4,0-5,0 juta/mm
MCV 82 80,0-97,0%
MCH 26 26,5-33,5%
MCHC 31 31,5-35,0%
2 Lemak
Kolesterol total 194 140-200 mg/dl
3 Gula Darah Acak 173 70-200 mg/dl
C. RESUME
Pasien datang dengan keluhan nyeri pada pipi sebelah kanan sejak kurang lebih
1 bulan yang lalu. Nyeri bersifat tajam dan kadang disertai panas. Dirasakan terus
menerus. Nyeri memberat saat mengunyah dan menggerakkan wajah. Pasien memiliki
riwayat penyakit hipertensi rutin berobat. Pada pemeriksaan fisik dalam batas normal.
dan pada sensoriknya didapatkan allodinia pada cabang oftalmikus dan maksilaris.
Pada pemeriksaan laboratorium darah lengkap, kolesterol total dan gula darah acak
dalam baas normal normal. Pemeriksaan penunjang berupa MRI belum dilakukan.
D. DIAGNOSIS
15
Diagnosis Topis : Nervus Trigeminus cabang Oftalmikus (V1), Nervus Trigeminus
cabang Maksilaris (V2)
Diagnosis Etiologis : Trigeminal Neuralgia
Diagnosis Sekunder : Hipertensi stage 1
E. PLANNING
Terapi
1) Non farmakologi :
- (tidak ada terapi non farmakologis)
2) Farmakologi :
- Gabapentin 2x300 mg (po)
- Vit B1 2x1 (po)
- Paracetamol 3x500 (po)
- Herbesser 1x100 mg (po)
Edukasi
Menjelaskan diagnosis, tatalaksana, prognosis dari pasien, serta komplikasi yang
mungkin terjadi.
Tujuan pengobatan dan kemungkinan efek samping.
F. PROGNOSA
Qua ad vitam : dubia ad bonam
Qua ad sanam : dubia ad bonam
Qua ad fungsionam : dubia ad bonam
DAFTAR PUSTAKA
16
Rothman, K. J., & Monson, R. R. (2017). Epidemiology of trigeminal neuralgia. Journal of
Chronic Diseases, 26(1), 3–12. https://doi.org/10.1016/0021-9681(73)90075-1
Zakrzewska, J. M., & Linskey, M. E. (2014). Trigeminal neuralgia. Bmj, 348(feb17 9), g474–
g474. https://doi.org/10.1136/bmj.g474
Zakrzewska, J. M., & Linskey, M. E. (2015). Trigeminal neuralgia. Bmj, 350(mar12 4),
h1238–h1238. https://doi.org/10.1136/bmj.h1238
Leclercq, D., Thiebaut, J.-B., & Héran, F. (2013). Trigeminal neuralgia. Diagnostic and
Interventional Imaging, 94(10), 993–1001. https://doi.org/10.1016/j.diii.2013.08.002
Hughes, M. A., Frederickson, A. M., Branstetter, B. F., Zhu, X., & Sekula, R. F. (2016). MRI
of the trigeminal nerve in patients with trigeminal neuralgia secondary to vascular
compression. American Journal of Roentgenology, 206(3), 595–600.
https://doi.org/10.2214/AJR.14.14156
Muhammad, G., Hussain, I., Zadran, K. K., & Bhatti, S. N. (2015). ORIGINAL ARTICLE
MICROVASCULAR DECOMPRESSION FOR TRIGEMINAL NEURALGIA
Shahbaz Ali Khan , Baynazir Khan , Abdul Aziz Khan , Ehtisham Ahmed Khan Afridi ,
Shakir, 27(3), 539–542.
Maarbjerg, S., Di Stefano, G., Bendtsen, L., & Cruccu, G. (2017). Trigeminal neuralgia -
Diagnosis and treatment. Cephalalgia, 37(7), 648–657.
https://doi.org/10.1177/0333102416687280
Montano, N., Conforti, G., Di Bonaventura, R., Meglio, M., Fernandez, E., & Papacci, F.
(2015). Advances in diagnosis and treatment of trigeminal neuralgia. Therapeutics and
Clinical Risk Management, 11, 289–299. https://doi.org/10.2147/TCRM.S37592
17