Trigeminal Neuralgia
Trigeminal Neuralgia
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu
Penyakit Saraf RSAU dr. Esnawan Antariksa periode
28 Oktober – 30 November 2019
Disusun oleh:
selaku dokter pembimbing Departemen Ilmu Penyakit Saraf RSAU dr. Esnawan Antariksa
...............................................
dr. Hendra Samanta, Sp. S.
BAB I
PENDAHULUAN
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Trigeminal neuralgia adalah suatu peradangan pada saraf trigeminal yang
menyebabkan rasa sakit yang hebat dan kejang otot di wajah. Serangan intens,
nyeri wajah seperti kejutan listrik dan dapat terjadi secara mendadak atau dipicu
dengan menyentuh area tertentu dari wajah. Namun hingga saat ini penyebab pasti
dari trigeminal neuralgia masih belum dipahami sepenuhnya.5
Trigeminal neuralgia menurut IASP ( International Association for the study
of Pain ) ialah nyeri di wajah yang timbulnya mendadak, biasanya unilateral.
Nyerinya singkat dan berat seperti ditusuk disalah satu atau lebih cabang nervus
trigeminus. Sementara menurut International Headache Society trigeminal
neuralgia nyeri adalah nyeri wajah yang menyakitkan, nyeri singkat seperti
tersengat listrik pada satu atau lebih cabang nervus trigeminus. Nyeri biasanya
muncul akibat stimulus ringan seperti mencuci muka, bercukur, gosok gigi,
berbicara.5
Tabel 1.1 Definisi Trigeminal Neuralgia menurut IASP dan IHS
Definisi menurut IASP Definisi menurut HIS
Tiba-tiba, biasanya unilateral, sifat Nyeri unilateral pada wajah, nyeri
nyeri hebat, menusuk, berulang dan seperti sengatan listrik yang
berdistribusi di salah satu atau lebih berdistribusi ke salah satu atau lebih
cabang dari nervus 5. dari nervus 5.
Nyeri biasanya ditimbulkan oleh hal-
hal sepele seperti mencuci muka,
bercukur, merokok, berbicara, dan
menggosok gigi. Namun juga dapat
terjadi secara mendadak.
2. Anatomi
5
Nervus trigeminus atau saraf otak kelima atau saraf otak trifasial merupakan
saraf otak terbesar diantara 12 saraf otak, bersifat campuran karena terdiri dari
komponen sensorik yang mempunyai daerah persarafan yang luas yang disebut
portio mayor dan komponen motorik yang persarafannya sempit disebut portio
minor. Komponen-komponen ini keluar dari permukaan anterolateral bagian
tengah pons dan berjalan ke anterior pada dasar fossa kranialis posterior melintasi
bagian petrosa tulang pelipis ke fossa kranialis media. Komponen sensorik dan
motorik bergabung didalam ganglion trigeminus atau ganglion gasseri, kemudian
berjalan bersama-sama sebagai saraf otak kelima.6,7
Nervus trigeminal mempersarafi wajah dan kepala. Terdapat 3 divisi yang
menginervasi daerah dahi dan mata (V1 optalmikus), pipi (V2 maksilaris) serta
wajah bagian bawah dan rahang (V3 mandibularis). Fungsi nervus trigeminus
adalah sensasi sentuhan wajah, sakit dan suhu, dan juga kontrol otot pengunyahan.
Fungsi nervus trigeminus harus dibedakan dengan nervus fasialis (nervus cranialis
ke VII) yang mengontrol semua gerakan wajah.8
Tiga divisi nervus trigeminal muncul bersama-sama pada daerah yang disebut
ganglion gaseri. Dari sana, akar nervus trigeminal berjalan kebelakang kearah sisi
brain stem dan masuk ke pons. Dalam brain stem, sinyal akan berjalan terus
mencapai kelompok neuron khusus yang disebut nukleus nervus trigeminal.
Informasi dibawa ke brain stem oleh nervus trigeminus kemudian diproses
sebelum dikirim ke otak dan korteks serebral, dimana persepsi sensasi wajah akan
diturunkan.8
3. Epidemiologi
Banyak literatur yang menyebutkan bahwa 60% penderita neuralgia adalah
wanita. Insidensi kejadian untuk wanita sekitar 5,9 per 100.000 wanita; untuk pria
sekitar 3,4 kasus per 100.000 pria. Kejadian juga berhubungan dengan usia,
dimana neuralgia banyak diderita pada usia antara 50 sampai 70 tahun, walaupun
kadang – kadang ditemukan pada usia muda terutama jenis atipikal atau sekunder.
Berdasarkan laporan yang ada, usia paling muda yaitu 12 bulan terkena neuralgia
trigeminal dan pada anak lain terjadi pada usia 3 sampai 11 tahun. Faktor ras dan
etnik tampaknya tidak terpengaruh terhadap kejadian Neuralgia Trigeminal.
6
Angka prevalensi maupun insidensi untuk Indonesia belum pernah dilaporkan .
Bila insidensi dianggap sama dengan Negara lain maka terdapat ± 8000 penderita
baru pertahun. Akan tetapi mengingat harapan hidup orang Indonesia makin tinggi
maka diperkirakan prevalensi penderita Neuralgia Trigeminal akan meningkat.3,9
4. Etiologi
Ada banyak pendapat yang berbeda tentang etiologi dari trigeminal neuralgia,
namun beberapa dari mereka masih kontroversial karena kurangnya bukti objektif.
Saat ini ada tiga etiologi yang paling populer. Teori pertama berdasarkan pada
penyakit yang berhubungan, kedua adalah trauma langsung pada saraf dan teori
ketiga merambat asal polyetiologic penyakit.10
Penyakit yang berhubungan seperti gangguan dari vaskularisasi, multipel
sclerosis, diabetes melitus, rematoid, dan lain-lain. Pada trauma langsung pada
saraf dibagi menjadi dua bagian yaitu trauma pada bagian perifer dan sentral.
Teori yang ketiga yaitu polyetiologic, faktor yang mungkin dapat berpengaruh dan
menimbulkan demielinisasi dan disatrofi.10
5. Patofisiologi
Hingga saat ini patogenesis trigeminal neuralgia masih kompleks, tidak jelas
dan masih menjadi topik perdebatan di dunia medis. Banyak teori dan hipotesis
yang saat ini menjelaskan mekanisme patofisiologis sentral maupun perifer. Pada
awalnya trigeminal neuralgia dideskripsikan sebagai penyakit fungsional karena
tidak ada bukti kelainan organik (morfologi) pada nervus trigeminus. Sekitar 40
tahun yang lalu, Kerr mengamati spesiment rhizotomi pasien secara histologi dan
menemukan perubahan dari nervus trigeminus secara morfologi yang mirip
dengan neuritis intersitial, demielinisasi serat saraf, dan sklerosis perineural dan
endoneural. Untuk beberapa tahun teori yang dapat diterima dari gangguan
mekanisme perifer yaitu teori hubungan pendek yang diajukan oleh Dott pada
tahun 1956. Menurut teori ini, serangan trigeminal dimulai dari interkoneksi
akson demielinisasi, aktivitas peningkatan impuls ektopik yang spontan.
Kemudian ada data yang diterbitkan tidak hanya perubahan morfologi nervus di
perifer tetapi juga terjadi perubahan di struktur sentral dari nervus trigeminus.
7
Teori mekanisme sentral menyatakan, trigeminal neuralgia dimulai dari thalamus,
nukleus nervus trigeminus, batang otak, atau cedera pada korteks serebri.
Meskipun belum ada teori yang dapat menjelaskan gejala dan perjalanan klinis
penyakit.10
Serangan trigeminal neuralgia seperti reflek multineuronal, yang melibatkan
beberapa struktur: trigeminal dan sistem nervus facial, pembentukan retikularis,
nukleus diensepalon, dan korteks pada otak. Beberapa peneliti mengindikasikan
bahwa stimulus psikologis aferen dari reseptor nervus trigeminal dan menginduksi
fokus eksitasi paroksimal pada struktur sentral sehingga terjadi impuls eferen ke
perifer. 10
Distrofi nervus merupakan kemunduran saraf secara progresif dan akan
berakhir pada cabang perifer dari nervus trigeminus. Berdasarkan perjalanan
penyakit, progresifitas distrofi tidak hanya pada cabang perifer nervus trigeminus
tapi juga terjadi pada bagian nervus intrakranial. Hal ini telah ditunjukkan bahwa
reaksi alergi imun dari cabang nervus trigeminus dengan cepat terjadi degranulasi
sel mast. Agen-agen seperti histamin, serotonin, heparin, bradikinin, dan yang lain
bermigrasi menuju ruang intraseluler selama sel mas berdegranulasi. Degranulasi
sel mast dengan segera membangkitkan reaksi hiperergic. Reaksi ini dimulai
ketika imunoglobulin, terutama IgE memperbaiki reseptor spesifik dari sel mast.
Sel yang memproduksi IgE berada pada jaringan limpoid, telinga, hidung, rongga
mulut, dan membran saluran pernafasan bagian atas. Pada penyakit ini,
konsentrasi dari IgE meningkat pada inflamasi pada telinga, mulut, dan
tenggorokakn sebanyak 3 kali dan pada polip hidung meningkat 5-6 kali. Oleh
karena itu jumlah antibodi IgE meningkat ketika individu mengalami inflamasi
pada daerah tersebut. Histamin meningkat secara signifikan pada periode
trigeminal akut. Histamin adalah suatu regulator aktif aktivitas struktur saraf
fungsional termasuk mediasi reaksi nyeri. Telah terbukti bahwa nervus trigeminus
adalah kemoreseptor trigger zone histamin. Hal ini mungkin menjelaskan
mengapa histamin yang dilepaskan selama reaksi imun lokal akan segera
terakumulasi pada saraf trigeminal. Bundel neurovaskular pada saraf trigeminus
terlokalisasi di osseus kanal. Oleh karena itu, edema saraf perifer ditimbulkan oleh
peradangan sering menyebabkan manifestasi "tunnel syndrome". Ini berarti bahwa
8
kanal osseus akan menjadi sempit sehingga menekan saraf yang dapat
menyebabkan trigeminal neuralgia.10
Karlov mengusulkan "teori patogenesis sentral" sejak hubungan sistem saraf
trigeminus dengan struktur sentral mampu mengerahkan aksi penghambatan pada
formasi segmental dan suprasegmental. Tindakan ini mampu menghambat
pembentukan iritasi fokus stabil tipe paroksismal terletak di SSP. Teori
patogenesis sentral dikonfirmasi lebih lanjut oleh Smith dan McDonald. Mereka
membuktikan bahwa demielinasi bisa menjadi sumber impuls ektopik yang
membangkitkan gangguan fungsional dan nyeri pada pembentukan fokus dominan
dalam segmental batang otak dan di pusat-pusat otak suprasegmental. Dengan
demikian, distrofi di TNS merangsang mekanisme patogenesis pusat neuralgia.
Tidak diragukan lagi, harus ada kondisi yang sesuai dalam tubuh untuk
mekanisme patogenetik. 10
6. Klasifikasi
IHS (International Headache Society) membedakan Neuralgia Trigeminal
menjadi NT klasik dan NT simptomatik. NT klasik dianggap memiliki etiologi
idiopatik karena tidak ada penyebab gejala yang dapat diidentifikasi (hampir 80%
kasus) atau hanya terdapat gambaran kompresi syaraf oleh jaringan vaskular yang
umumnya terjadi di sekitar area masuk syaraf trigeminus ke pons. Kompresi
nervus trigeminus paling sering disebabkan oleh arteri (64% kasus), dengan arteri
superior cerebellar yang paling sering mengompresi syaraf trigeminus (81%),
sementara 36% sisanya merupakan kompresi dari vena.
9
Sedangkan NT simptomatik memiliki kriteria klinis yang sama dengan
neuralgia trigeminal klasik, tapi ada penyebab lain yang menyebabkan terjadinya
gejala, misalnya karena tumor, vaskular, inflamasi, multipel sklerosis atau
kelainan di basis kranii.4 Tumor dapat menyebabkan kompresi pada nervus
trigeminus, terutama tumor yang berada di daerah cerebello-pontin, seperti
vestibular scwannoma (acoustic neurinoma), glioma pontin, glioblastoma,
epidermoid, meningioma, dan tumor lainnya. Penyebab vaskular yang dapat
menyebabkan NT simtomatik adalah infark pons atau adanya malformasi
arteriovena, atau aneurisma di pembuluh darah sekitar nervus trigeminus.
Inflamasi juga dapat mencetuskan NT, seperti multiple sclerosis, sarcoidosis,
meningitis kronik, neuropati akibat penyakit Lyme atau diabetes mellitus.
Diabetes mellitus dapat menjadi faktor risiko untuk serangan neuralgia trigeminal
melalui proses inflamasi syaraf. Banyak kasus NT dikaitkan dengan proses
pencabutan gigi, namun beberapa literatur kedokteran gigi menyebutkan bahwa
proses pencabutan gigi tidak menyebabkan neuralgia NT, melainkan neuropati
trigeminal akibat rusaknya nervus inferior alveolar saat proses pencabutan gigi,
terutama gigi molar bawah yang mengalami implaksi.
Perbedaan neuralgia trigeminus idiopatik dan simptomatik.4
Trigminal Neuralgia Idiopatik:
1. Nyeri bersifat paroksimal dan terasa diwilayah sensorik cabang maksilaris,
sensorik cabang maksilaris dan atau mandibularis.
2. Timbulnya serangan bisa berlangsung 30 menit yang berikutnya menyusul
antara beberapa detik sampai menit.
3. Nyeri merupakan gejala tunggal dan utama.
4. Penderita berusia lebih dari 45 tahun, wanita lebih sering terkena dibanding
laki-laki.
Trigeminal Neuralgia Simptomatik:
1. Nyeri berlangsung terus menerus dan terasa dikawasan cabang optalmikus
atau nervus infra orbitalis.
2. Nyeri timbul terus menerus dengan puncak nyeri lalu hilang timbul kembali.
3. Disamping nyeri terdapat juga anethesia/hipestesia atau kelumpuhan saraf
kranial, berupa gangguan autonom ( Horner syndrom ).
10
4. Tidak memperlihatkan kecenderungan pada wanita atau pria dan tidak terbatas
pada golongan usia.
7. Manifestasi Klinis
Trigeminal neuralgia memberikan gejala dan tanda sebagai berikut :8,11,12
1. Rasa nyeri berupa nyeri neuropatik, yaitu nyeri berat paroksimal, tajam,
seperti menikam, tertembak, tersengat listrik, terkena petir, atau terbakar yang
berlangsung singkat beberapa detik sampai beberapa menit tetapi kurang dari
dua menit, tiba-tiba dan berulang. Diantara serangan biasanya ada interval
bebas nyeri, atau hanya ada rasa tumpul ringan.
2. Lokasi nyeri umumnya terbatas di daerah dermatom nervus trigeminus dan
unilateral. Tersering nyeri didaerah distribusi nervus mandibularis (V2) 19,1%
dan nervus maksilaris (V3) 14,1% atau kombinasi keduanya 35,9% sehingga
paling sering rasa nyeri pada setengah wajah bawah. Jarang sekali hanya
terbatas pada nervus optalmikus (V1) 3,3%. Sebagian pasien nyeri terasa
diseluruh cabang nervus trigeminus (15,5%) atau kombinasi nervus maksilaris
dan optalmikus (11,5%). Jarang ditemukan kombinasi nyeri pada daerah
distribusi nervus optalmikus dan mandibularis (0,6%).
3. Trigeminal neuralgia dapat dicetuskan oleh stimulus non-noksius seperti
perabaan ringan, getaran, atau stimulus mengunyah. Nyeri pada trigeminal
neuralgia dapat mengalami remisi dalam satu tahun atau lebih. Pada periode
aktif neuralgia, karakteristik terjadi peningkatan frekuensi dan beratnya
serangan nyeri secara progresif sesuai dengan berjalannya waktu.
4. Sekitar 18% penderita dengan trigeminal neuralgia, pada awalnya nyeri
atipikal yang makin lama menjadi tipikal, disebut preneuralgia trigeminal.
Nyeri terasa tumpul, terus-menerus pada salah satu rahang yang berlangsung
beberapa hari sampai beberapa tahun. Stimulus termal dapat menimbulkan
nyeri berdenyut sehingga sering dianggap sebagai nyeri dental.
8. Diagnosis
11
Trigeminal neuralgia dapat dibedakan dengan nyeri wajah yang lainnya.
Pemeriksaan kesehatan dan riwayat gejalanya harus dilakukan bersama-sama
pemeriksaan lainnya untuk mengesampingkan masalah yang serius. Diagnosa
ditegakkan berdasarkan anamnesa yang akurat, pemeriksaan klinis dan uji klinis
untuk mengetahui secara pasti stimulus pencetus dan lokasi nyeri saat
pemeriksaan.13
Kriteria diagnosis trigeminal neuralgia menurut International Headache
Society adalah sebagai berikut:13
A. Serangan – serangan paroxysmal pada wajah, nyeri di frontal yang
berlangsung beberapa detik tidak sampai 2 menit.
B. Nyeri setidaknya bercirikan 4 sifat berikut:
1. Menyebar sepanjang satu atau lebih cabang N trigeminus, tersering pada
cabang mandibularis atau maksilaris.
2. Onset dan terminasinya terjadi tiba-tiba , kuat, tajam , superficial, serasa
menikam atau membakar.
3. Intensitas nyeri hebat , biasanya unilateral, lebih sering disisi kanan.
4. Nyeri dapat timbul spontan atau dipicu oleh aktifitas sehari seperti
makan, mencukur, bercakap cakap, mambasuh wajah atau menggosok
gigi, area picu dapat ipsilateral atau kontralateral.
5. Diantara serangan , tidak ada gejala sama sekali.
C. Tidak ada kelainan neurologis.
D. Serangan bersifat stereotipik.
E. Tersingkirnya kasus-kasus nyeri wajah lainnya melalui anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan khusus bila diperlukan.
9. Diagnosis Banding
Neuralgia trigeminal harus dibedakan dari tipe nyeri lainnya yang muncul
pada wajah dan kepala.14
Nyeri neuralgia postherpetikum dapat menyerupai neuralgia trigeminal,
tetapi adanya eskar bekas erupsi vesikel dapat mengarahkan kepada neuralgia
postherpetikum. Neuralgia postherpetikum pada wajah biasanya terbatas pada
daerah yang dipersarafi oleh nervus trigeminus cabang pertama.14
Sindrom Costen yang bermanifestasi sebagai nyeri menjalar ke rahang
bawah dan pelipis saat mengunya) dapat menyerupai neuralgia trigeminal tetapi
hanya dipicu oleh proses mengunyah; biasanya disebabkan oleh artrosis
temporomandibular dan maloklusi gigi.14
Nyeri psikogenik daerah wajah sering menyebabkan kesulitan diagnosis.
Sindrom yang disebut neuralgia fasial atipik ini (nyeri wajah atipikal) sering
ditemukan pada wanita muda atau setengah baya. Nyeri bersifat tumpul dan
menetap, sering kali unilateral pada rahang atas (walaupun dapat menyebar ke
bagian lain kepala dan leher) dan biasanya dihubungkan dengan manifestasi
ansietas kronik dan depresi. Tanda-tanda fisis tidak ditemukan dan pemberian
analgetika tidak mempan. Perbaikan biasanya diperoleh dengan penggunaan
antidepresan dan obat penenang oleh karena itu, penentuan diagnosis harus sebaik
mungkin.14
Neuralgia migrainosa (nyeri kepala sebelah) dapat menyebabkan nyeri
paroksismal berat pada daerah persarafan trigeminal tetapi dapat dibedakan
13
berdasarkan periode, ketiadaan faktor pencetus dan durasi tiap nyeri paroksismal
yang lebih lama.14
Tabel 6.1 Diagnosis Banding Neuralgia Trigeminal
Faktor yang
Diagnosis
Persebaran Karakteristik Klinis Meringankan/
Banding
Memperburuk
14
cabang sensorik keringat
oftalmikus Sikatriks pada kulit
nervus V
Sindrom Unilateral, Nyeri berat berdenyut-denyut Mengunyah,
Costen dibelakang diperberat oleh proses tekanan sendi
atau di mengunyah, temporomandibular
depan Nyeri tekan sendi temporo-
telinga, mandibula.
pelipis,
wajah
Migren Orbito- Nyeri kepala sebelah Alkohol pada
frontal, beberapa kasus
rahang atas,
angulus
nasolabial
10. Tatalaksana
Seperti diketahui terapi dari trigeminal neuralgia ada 2 macam yaitu terapi
medikamentosa dan terapi pembedahan. Telah disepakati bahwa penanganan lini
pertama untuk trigeminal neuralgia adalah terapi medikamentosa. Tindakan bedah
hanya dipertimbangkan apabila terapi medikamentosa mengalami kegagalan
a. Terapi Farmakologi
Peneliti-peneliti dalam bidang nyeri neuropatik telah mengembangkan
beberapa pedoman terapi farmakologik. Dalam guidline EFNS ( European
Federation of Neurological Society ) disarankan terapai neuralgia trigeminal
dengan carbamazepin ( 200-1200 mg sehari ) dan oxcarbamazepin ( 600-1800mg
sehari ) sebagai terapi lini pertama. Sedangkan terapi lini kedua adalah baclofen
dan lamotrigin. Neuralgia trigeminal sering mengalami remisi sehingga pasien
dinasehatkan untuk mengatur dosis obat sesuai dengan frekuensi serangannya.
Dalam pedoman AAN-EFNS ( American Academy of Neurology- European
Federation of Neurological Society ) telah disimpulkan bahwa: carbamazepin
15
efektif dalam pengendalian nyeri, oxcarbazepin juga efektif, baclofen dan
lamotrigin mungkin juga efektif.
Karbamazepine merupakan pengobatan lini pertama dengan dosis pemberian
200-1200 mg/hari dan oxcarbamazepin dengan dosis pemberian 600-1800 mg/hari
sesuai dengan pedoman pengobatan. Tingkat keberhasilan dari karbamazepin jauh
lebih kuat dibandingkan oxcarbamazepin, namun oxcarbamazepin memiliki profil
keamanan yang lebih baik. Sementera pengobatan lini kedua dapat diberikan
lamotrigine dengan dosis 400 mg/ hari, baclofenac 40 – 80 mg/hari, dan pimizoid
4 – 12 mg/hari.2
Selain itu ada juga pilihan pengobatan alternative, yaitu dengan memberikan
obat antiepilepsi yang telah dipelajari dalam kontrol kecil dan studi terbuka yang
disarankan untuk menggunakan fenitoin, clonazepam, gabapentin, pregabalin,
topiramate, levetiracetam, dan valproat.2
Oxykarbamazepin
Oxykarbamazepine merupakan ketoderivat karbamazepine dimana
mempunyai efek samping lebih rendah dibanding dengan karbamazepine dan
dapat meredakan nyeri dengan baik. Pada umumnya dosis dimulai dengan 2 x
300 mg yang secara bertahap ditingkatkan untuk mengontrol rasa sakitnya. Dosis
maksimumnya 2400-3000 mg perhari. Efek samping yang paling sering adalah
nausea, mual, dizziness, fatique dan tremor. Efek samping yang jarang timbul
yaitu rash, infeksi saluran pernafasan, pandangan ganda dan perubahan elektrolit
darah. Seperti obat anti-seizure lainnya, penambahan dan pengurangan obat harus
secara bertahap.2
17
Lamotrigine
Lamotrigin berefek pada saluran natrium, menstabilkan membran saraf dan
menghambat pelepasan rangsangan neurotransmiter. Dosis awal 25 mg/hari secara
perlahan meningkat sampai dosis 200 - 400 mg/hari dibagi dua dosis. Efek
samping dapat berupa pusing, mual, penglihatan kabur dan ataksia. Sekitar 7-
10% pasien dapat terjadi ruam pada kulit selama terapi 4 - 8 minggu. Dapat juga
terjadi kelainan berupa deskuamasi atau terkait gejala parah demam atau
limfadenopati indikasi Stevens - Johnson sindrom yang membutuhkan
penghentian segera.2
Phenitoin
Phenitoin berefek anti konvulsi tanpa menyebabkan depresi umum SSP. Sifat
anti konvulsi obat ini berdasarkan pada penghambatan penjalaran rangsang dari
fokus kebagian lain di otak. Penggunaan phenitoin harus hati-hati dalam
mengkombinasikan dengan karbamazepine karena dapat menurunkan dan kadang-
kadang menaikkan kadar phenitoin dalam plasma, sebaiknya diikuti dengan
pengukuran kadar obat dalam plasma.7,8
Phenitoin dapat mengobati lebih dari setengah penderita trigeminal neuralgia
dengan dosis 300-600mg dibagi dalam 3 dosis perhari. Efek samping yang
ditimbulkannya adalah nystagmus, dysarthria, ophthalmoplegia dan juga
mengantuk serta kebingungan. Efek lainnya adalah hiperplasia gingiva dan
hypertrichosis. 2
Baklofen
Baklofen tidaklah seefektif karbamazepine atau phenytoin, tetapi dapat
dikombinasi dengan obat-obat tersebut. Obat ini berguna pada pasien yang baru
terdiagnosa dengan rasa nyeri relatif ringan dan tidak dapat mentoleransi
karbamazepine.. Dosis untuk menghilangkan rasa sakit secara komplit 40-80 mg
perhari. Baklofen memiliki durasi yang pendek sehingga penderita trigeminal
neuralgia yang berat membutuhkan dosis setiap 2-4 jam.2
Efek samping yang paling sering timbul karena pemakaian baklofen adalah
18
mengantuk, pusing, nausea dan kelemahan kaki. Baklofen tidak boleh dihentikan
secara tiba-tiba setelah pemakaian lama karena dapat terjadi halusinasi atau
serangan jantung.2
Gabapentin
Dosis yang dianjurkan 1200-3600 mg/hari. Obat ini hampir sama efektifnya
dengan karbamazepine tetapi efek sampingnya lebih sedikit. Dosis awal biasanya
3x300 mg/hari dan ditambah hingga dosis maksimal. Reaksi merugikan paling
sering adalah somnolen, ataksia, fatique dan nystagmus. Seperti semua obat,
penghentian secara cepat harus dihindari.2
b. Terapi Pembedahan
Terapi farmakologik umumnya efektif akan tetapi ada juga pasien yang tidak
bereaksi atau timbul efek samping yang tidak diinginkan maka diperlukan terapi
pembedahan.2
Beberapa situasi yang mengindikasikan untuk dilakukannya terapi
pembedahan yaitu: (1) Ketika pengobatan farmakologik tidak menghasilkan
penyembuhan yang berarti, (2) Ketika pasien tidak dapat mentolerir pengobatan
dan gejala semakin memburuk, (3) Adanya gambaran kelainan pembuluh darah
pada MRI.1
Tindakan operatif yang dapat dilakukan adalah prosedur ganglion gasseri,
terapi gamma knife dan dekompresi mikrovaskuler. Pada prosedur perifer
dilakukan blok pada nervus trigeminus bagian distal ganglion gasseri yaitu dengan
suntikan streptomisin, lidokain, alkohol. Prosedur pada ganglion gasseri ialah
rhizotomi melalui foramen ovale dengan radiofrekuensi termoregulasi, suntikan
gliserol atau kompresi dengan balon ke dalam kavum Meckel. Terapi gamma
knife merupakan terapi radiasi yang difokuskan pada radiks nervus trigeminus di
fossa posterior. Dekompresi mikrovaskuler adalah kraniotomi sampai nervus
trigeminus difossa posterior dengan tujuan memisahkan pembuluh darah yang
menekan nervus trigeminus. 2
11. Prognosis
19
Setelah serangan awal, trigeminal neuralgia dapat muncul kembali selama
berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun berikutnya. Setelah itu serangan bisa
menjadi lebih sering, lebih mudah dipicu, dan mungkin memerlukan pengobatan
jangka panjang. Meskipun neuralgia trigeminal tidak terkait dengan hidup singkat,
morbiditas yang terkait dengan nyeri wajah kronis dan berulang dapat
dipertimbangkan jika kondisi tidak cukup terkontrol. Kondisi ini dapat
berkembang menjadi sindrom nyeri kronis, dan pasien dapat menderita depresi
dan kehilangan fungsi sehari-hari. Pasien dapat memilih untuk membatasi
kegiatan yang memicu rasa sakit, seperti mengunyah, sehingga pasien mungkin
kehilangan berat badan dalam keadaan ekstrim.14
KESIMPULAN
Neuralgia Trigeminal adalah suatu keadaan nyeri yang sangat hebat dengan
ditandai serangan nyeri yang mendadak dan terus menerus seperti menusuk atau
seperti tersengat aliran listrik yang berlangsung singkat dan berakhir dalam
beberapa detik sampai beberapa menit. Neuralgia trigeminal kebanyakan bersifat
unilateral dan mengenai daerah yang disarafi nervus trigeminus. Ada dua macam
etiologi yang pertama adalah idiopatik atau disebut Neuralgia Trigeminal primer
dan yang kedua adalah simptomatik yang disebut Neuralgia Trigeminal sekunder
sedangkan patofisiologi sampai sekarang masih belum jelas dan sejauh ini belum
ada pemeriksaan spesifik baik secara klinis maupun laboratorium untuk
mendiagnosa Neuralgia Trigeminal. Pada saat sekarang pengobatan utama adalah
pemberian dengan cara farmakologik dan bila tidak berhasil dapat
dipertimbangkan dengan cara pembedahan
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Gupta SK, Gupta A, Mahajin A, et al. Clinical insights in Trigeminal
Neuralgia. JK Science 2015; 7 (3): 181-184.
2. Mark Obermann. Treatment optionts in trigeminal neuralgia. Therapeutics
Advances in Neurological Disorders 2014; 3(2): 107-115.
3. Meraj NS, Siddiqui S, Ranashinghe JS, et al. Pain management: trigeminal
neuralgia. Hospital Physician 2013; 3: 64-70.
4. Loeser JD. Cranial Neuralgia, In : Banica’s Management of Pain,
Philadelphia, Lipincott William & Wilkins. 2011.
5. Nurmikko TJ and Eldridge PR. Trigeminal neuralgia-pathophysiology,
diagnosis, and current treatment. Brithish Journal of Anaesthesia 2011; 87 (1):
117-132.
6. Sharav Y. Orofacial Pain : Dental Vascular & Neuropathic, In: Pain-An
Updated Review. Seattle: IASP Press. 2012.
7. Bryce DD. Trigeminal Neuralgia. [online] Facial Neuralgia Rerources 2016;
Availabe from: URL: http://www.Facial Neuralgia, org/conditins/tn.html.
8. Kauffman AM and Patel M. Your complete guide to trigeminal neuralgia.
[online] CCND Winnipeg 2011. [cited 2012 June 1]; Available from URL:
http://www.umanitoba.ca/cranial_nerves/trigeminal_neuralgia/manuscript/
9. Mardjono M, Shidarta P. Saraf otak kelima atau nervus trigeminus dalam
neurologi klinis dasar. Diar Rakyat: Jakarta. 2015.
10. Gintautas S, Joudzybalys G, Wang HL. Aetiology and pathogenesis of
trigeminal neuralgia: a comprehensive review. J Oral Maxillofac 2012; 3(4):
1-7
11. Rabinovich A, Fang Y, Scrivani S. Diagnosis and Management of Trigeminal
Neuralgia. Columbia Dental Review 2014; 5: 4-7.
12. Passos JH et al. Trigeminal Neuralgia. [online] Journal of Dentistry & Oral
Medicine 2011; Available from: URL: http://www.epub.org.br.
13. Kleef MV, Genderen WE, Narouze S. Evidence based medicine trigeminal
neuralgia. World Institute of Pain 2019; 9(4): 252-259.
14. Manish KS. Trigeminal neuralgia. [online] Medscape 2013; Available from
URL: http://emedicine.medscape.com/article/1145144-overview
21