Anda di halaman 1dari 28

Laporan Kasus

Limfadenitis TB

Disusun oleh: Regita Tanara (112018179)


Dokter Pembimbing: dr. Ni Wayan Sp.P

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
RSUD TARAKAN
PERIODE 10 JUNI 2019 – 17 AGUSTUS 2019

1
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)
JL.Terusan Arjuna No.6 Kebon Jeruk – Jakarta Barat

KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
Hari/Tanggal Ujian/Presentasi Kasus:Kamis/5 Juli 2019/Limfadenitis TB
SMF PENYAKIT DALAM
RUMAH SAKIT : RSUD TARAKAN

Identitas Pasien
Nama Lengkap : Nn. Bunga Fatimah T. Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal lahir : 31 Maret 2000 Suku Bangsa : Betawi
Status Perkawinan : Belum Menikah Agama : Islam
Pekerjaan : Pegawai kantor Pendidikan : SMK
Alamat : Jl. M. Saidi RT 07/05. Jakarta Selatan.

Anamnesis
Dilakukan autoanamnesis & alloanamnesis dengan ibu pasien pada hari Sabtu tanggal
25 November 2017 Pk.16.00
Keluhan Utama: Sulit BAB sejak 1 minggu SMRS, dan keluhan benjolan pada leher
kiri sejak 6 bulan SMRS.
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien perempuan (19 tahun) datang ke IGD RSUD Tarakan satu hari yang lalu
dengan keluhan nyeri perut dan susah buang air besar sejak 1 minggu yang lalu. Pasien
mengeluhkan sulit BAB dan feses yang keluar hanya sedikit dengan diameter seukuran
pensil. Selain nyeri perut, pasien juga mempunyai keluhan terdapat 2 benjolan pada
leher bagian kiri sejak 6 bulan yang lalu, benjolan berukuran sebesar kacang merah dan
biji beras, benjolan terasa kenyal, terfiksir, pasien mengatakan benjolan tidak terasa
nyeri. Saat ini pasien mengatakan benjolannya sudah mengecil dibanding waktu
pertama kali muncul. Tidak terdapat sesak, batuk, batuk darah nyeri dada, demam ,

2
penurunan berat badan, dan keringat malam. Pasien sudah pernah melakukan biopsi
terhadap benjolan pada leher, pada hasil pemeriksaan didapatkan diagnosa limfadenitis
tuberkulosis. Pasien tidak mempunyai riwayat berobat TB sebelumnya.

Penyakit Dahulu
(-) Cacar (-) Malaria (-) Batu ginjal / saluran
kemih
(-) Cacar air (-) Disentri (-) Burut (hernia)
(-) Difteri (-) Hepatitis (-) Penyakit prostat
(-) Batuk rejan (+) Tifus Abdominalis (-) Wasir
(2012)
(+) Campak (usia 2 tahun) (-) Skrofula (-) Diabetes
(-) Influenza (-) Sifilis (-) Alergi
(-) Tonsilitis (-) Gonore (-) Tumor
(-) Korea (-) Hipertensi (-) Penyakit pembuluh
(-) Demam rematik akut (-) Ulkus ventrikuli (-) Perdarahan otak
(-) Pneumonia (-)Ulkus duodeni (-) Psikosis
(-) Pleuritis (-) Gastritis (-) Neurosis
(+) Tuberkulosis (kelenjar, (-) Batu empedu Lain Lain: (-) Operasi
Desember 2018) (-) Kecelakaan

3
Riwayat Keluarga
Hubungan Umur (Tahun) Jenis Kelamin Keadaan Penyebab
Kesehatan Meninggal
Kakek Ibu: 80 Laki-laki Meninggal Ibu: Penyakit
Ayah: 75 Jantung
Ayah: Penyakit
Jantung
Nenek Ibu: 83 Perempuan Meninggal Ibu: Diare, BAB
Ayah: 63 hitam
Ayah:
Ayah 55 Laki-laki Penyakit -
Jantung
Ibu 47 Perempuan Sehat -
Saudara 13 P Meninggal Gagal ginjal
24 P Sehat -
15 P Sehat -
10 P Sehat -
Anak - - - -

Adakah kerabat yang menderita:


Penyakit Ya Tidak Hubungan
Alergi V
Asma V
Tuberkulosis V
Artritis V
Rematisme V
Hipertensi V
Jantung V Kakek, Ayah
Ginjal V Kakak
Lambung V Ayah

4
ANAMNESIS SISTEM
Kulit
(-) Bisul (-) Rambut (-) Keringat malam
(-) Kuku (-) Kuning/Ikterus (-) Sianosis
(-) Lain-lain
Kepala
(-) Trauma (-) Sakit kepala
(-) Sinkop (-) Nyeri pada sinus
Mata
(-) Nyeri (-) Radang
(-) Sekret (+) Gangguan penglihatan (miopi, astigmatisme)
(-) Kuning / Ikterus (-) Ketajaman penglihatan
Telinga
(-) Nyeri (-) Gangguan pendengaran
(-) Sekret (-) Kehilangan pendengaran
(-) Tinitus

Hidung
(-) Trauma (-) Gejala penyumbatan
(-) Nyeri (-) Gangguan penciuman
(-) Sekret (-) Pilek
(-) Epistaksis
Mulut
(-) Bibir (-) Lidah kotor
(+) Gusi (sariawan) (-) Gangguan pengecap
(-) Selaput (-) Stomatitis
Tenggorokan
(-) Nyeri tenggorokan (-) Perubahan suara
Leher
(+) Benjolan (kiri) (-) Nyeri leher
Dada (Jantung / Paru-paru)
(-) Nyeri dada (-) Sesak napas

5
(-) Berdebar (-) Batuk darah
(-) Ortopnoe (-) Batuk
Abdomen (Lambung/Usus)
(-) Rasa kembung (-) Wasir
(-) Mual (-) Mencret
(-) Muntah (-) Tinja darah
(-) Muntah darah (-) Tinja berwarna dempul
(-) Sukar menelan (-) Tinja berwarna ter
(-) Nyeri perut, kolik (-) Benjolan
(-) Perut membesar
Saluran kemih / Alat kelamin
(-) Disuria (-) Kencing nanah
(-) Stranguri (-) Kolik
(-) Poliuri (-) Oliguria
(-) Polakisuria (-) Anuria
(-) Hematuria (-) Retensi urin
(-) Kencing batu (-) Kencing menetes
(-) Ngompol (tidak disadari) (-) Penyakit prostat
Saraf dan Otot
(-) Anestesi (-) Sukar mengingat
(-) Parestesi (-) Ataksia
(-) Otot lemah (-) Hipo/hiperestesi
(-) Kejang (-) Pingsan
(-) Afasia (-) Kedutan (‘tick)
(-) Amnesia (-) Pusing (Vertigo)
(-) Lain-lain (-) Gangguan bicara (Disarti)
Ekstremitas
(-) Bengkak (-) Deformitas
(-) Nyeri (-) Sianosis

6
BERAT BADAN
Berat badan rata-rata (kg) : 41 Kg
Berat badan tertinggi (kg) : 43 Kg (+- 2 bulan yang lalu, BB tidak menentu)
Berat badan sekarang (kg) : 39 Kg

RIWAYAT HIDUP
Riwayat Kelahiran
Tempat lahir: (-) di rumah (-) rumah bersalin (+) RS bersalin
Ditolong oleh: (-) dokter (+) bidan (-) Dukun (-) Lain-lain

Riwayat Imunisasi
(-) Hepatitis (+) BCG (+) Campak (+) DPT (+) Polio (+) Tetanus

Riwayat Makanan
Frekuensi / hari : 2x/hari
Jumlah / hari : Nasi ½ piring sisanya lauk pauk
Variasi / hari : Lumayan bervariasi, namun jarang konsumsi buah.
Nafsu makan : baik

Pendidikan
(+) SD (+) SMP (-) SLTA (+) Sekolah Kejuruan (-) Akademi
(-) Universitas (-) Kursus (-) Tidak sekolah
Kesulitan:
Keuangan : tidak ada
Pekerjaan : merasa banyak kesibukan karena memegang 2 peran pekerjaan
sekaligus.
Keluarga : tidak ada
Lain-lain : tidak ada

7
B. PEMERIKSAAN JASMANI
Pemeriksaan umum
Kesadaran : Compos Mentis
Tinggi badan : 168 cm
Berat badan : 39 kg
IMT : 13,8 Kg/m2(Berat badan kurang)
Tekanan darah : 100/60 mmHg
Nadi : 110x/menit
Suhu : 36,4oC
Pernapasan (frekuensi dan tipe) : 22x/menit tipe Thorakoabdominal
Saturasi Oksigen : 99%
Sianosis : tidak ada
Udema umum : tidak ada
Habitus : normal
Cara berjalan : normal
Mobilisasi (aktif/pasif) : aktif
Umur menurut perkiraan pemeriksa : 18 tahun

Aspek Kejiwaan
Tingkah laku : Wajar
Alam perasaan : Biasa
Proses pikir : Wajar

Kulit
Warna: kuning langsat Effloresensi: tidak ada
Jaringan parut: tidak ada Pigmentasi: baik, merata
Pertumbuhan rambut: merata Pembuluh darah: normal
Suhu raba: normotermi Kelembaban: baik
Keringat: umum setempat Turgor: normal
Lapisan lemak: tipis Ikterus: tidak ada
Lain-lain: - Edema: tidak ada

8
Kelenjar getah bening
Submandibula: tidak teraba Leher: terdapat benjolan pada leher
kiri
Supraklavikula: tidak teraba Ketiak: tidak teraba
Lipat paha: tidak teraba

Kepala
Ekspresi wajah: baik Simetri muka: simetris
Rambut: hitam, kuat, tidak bercabang Pembuluh darah temporal: tidak
terlihat

Mata
Exophthalmus : ( - ) Enopthalmus :(-)
Kelopak : normal Lensa :
Jernih
Konjungtiva : anemis -/- Visus : Tidak
diperiksa
Sklera : ikterik - / - Gerakan mata :(N)
Lapangan penglihatan : N Tekanan bola mata :(N)
Deviatio konjungae :(-) Nystagmus :(-)
Telinga
Tuli: tidak ada Selaput pendengaran: utuh
Lubang: tidak ada Penyumbatan: tidak ada
Serumen: tidak ada Perdarahan: tidak ada
Cairan: tidak ada
Mulut
Bibir: tidak sianosis, tidak kering Tonsil: T1-T1, tenang
Langit-langit: normal Bau pernapasan: tidak ada
Gigi geligi: normal Trismus: tidak ada
Faring: tidak hiperemis, tidak ada lendir Selaput lendir: normal
Lidah: normal

9
Leher
Tekanan vena jugularis (JVP): 5-2 cmH2O
Kelenjar tiroid: tidak membesar
Kelenjar limfe: terdapat benjolan sebesar kacang merah pada leher kiri

Dada:
Bentuk: normal
Pembuluh darah: tidak terlihat
Buah dada: simetris kanan dan kiri, tidak ada benjolan, tidak ada massa

Paru – Paru
Paru-paru Anterior Posterior
Kanan Simetris saat statis dan Simetris saat statis dan
dinamis dinamis
inspeksi
Kiri Simetris saat statis dan Simetris saat statis dan
dinamis dinamis
Kanan Benjolan (-), nyeri (-), Benjolan (-), nyeri (-),
fremitus taktil simetris fremitus taktil simetris
Perkusi
Kiri Benjolan (-), nyeri (-), Benjolan (-), nyeri (-),
fremitus taktil simetris fremitus taktil simetris
Kanan Sonor Sonor
Palpasi
Kiri Sonor Sonor
Kanan Vesikuler, Rhonki (-), Vesikuler, Rhonki (-),
whezing (-) whezing (-)
Auskultasi
Kiri Vesikuler, Rhonki (-), Vesikuler, Rhonki (-),
whezing (-) whezing (-)

10
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba di sela iga 5 garis midclavicula sinistra
Perkusi :
Batas kanan : sela iga 4 garis parasternalis dextra
Batas kiri : sela iga 5 garis midclavikula sinistra
Batas atas : sela iga 2 garis parasternalis sinistra
Auskultasi : bunyi jantung I dan II ireguler, murmur (-), gallop (-)

Pembuluh Darah
Arteri Temporalis : Teraba Pulsasi
Arteri Karotis : Teraba Pulsasi
Arteri Brakhialis : Teraba Pulsasi
Arteri Radialis : Teraba Pulsasi
Arteri Femoralis : Teraba Pulsasi
Arteri Poplitea : Teraba Pulsasi
Arteri Tibialis Posterior : Teraba Pulsasi
Arteri Dorsalis Pedis : Teraba Pulsasi

Perut
Inspeksi : warna kulit kuning langsat, lesi (-), benjolan (-), simetris
Palpasi
Dinding perut : nyeri tekan (-)
Hati : tidak teraba membesar, nyeri (-)
Limpa : tidak teraba membesar, nyeri (-)
Ginjal : tidak teraba membesar, nyeri saat balotement(-)
Kandung empedu : tidak teraba
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+)
Refleks dinding perut : dalam batas normal, defense muscular (-)
Alat Kelamin (atas indikasi)
Tidak dilakukan karena tidak ada indikasi.

11
Anggota Gerak
Lengan Kanan Kiri
Otot
Tonus : normotonus normotonus
Massa : (-) (-)
Sendi : normal normal
Gerakan : aktif aktif
Kekuatan : +5 +5
Oedem : (-) (-)
Petechie : (-) (-)
Tungkai dan Kaki Kanan Kiri
Luka : tidak ada tidak ada
Varises : tidak ada tidak ada
Otot
Tonus : normotonus (kiri dan kanan)
Massa : negative (kiri dan kanan)
Sendi : normal (kiri dan kanan)
Gerakan : aktif (kiri dan kanan)
Kekuatan : normal (kiri dan kanan)
Oedem : negative (kiri dan kanan)
Petechie : negative (kiri dan kanan)

Refleks

Kanan Kiri

Refleks Tendon + +
Bisep + +
Trisep + +
Patela + +
Achiles + +
Kremaster Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Refleks Kulit Positif Positif
Refleks Patologis Negatif Negatif

12
LABORATORIUM & PEMERIKSAAN PENUNJANG LAINNYA

Tanggal 12 Desember 2018


Hasil pemeriksaan patologi anatomi dari biopsi kelenjar limfe regio colli sinistra: tidak
tampak tanda ganas, kesimpulan: lymphadenitis tuberculosis.

Tanggal 28 Juni 2019


Hema I Hasil
Hb 12,5 g/dL
Ht 35,4 %
Eritrosit 4,29 103/µL
Leukosit 6,10 103/µL
Trombosit 284 103/µL
MCV 82,5 %
MCH 29,1 pg
MCHC 35,3 %

Gula Darah Hasil


GDS 82 mg/dL

Elektrolit serum Hasil


Natrium 142 mmol/L
Kalium 3,8 mmol/L
Chlorida 107 mmol/L

13
Tanggal 29 Juni 2019
Fungsi Hati Hasil

Albumin 4,3 g/dL


Globulin 2,80 g/dL
Protein 7,1 g/dL
SGOT 21 U/L
SGPT 14 U/L
Bilirubin Indirek 0,2 mg/dL
Bilirubin Total 0,4 mg/dL
Bilirubin Direk 0,16 mg/dL

Tanggal 1 Juli 2019

Imunoserologi Hasil
Anti HIV reagen 1 Non Reaktif

RINGKASAN
Seorang perempuan 19 tahun datang ke IGD dengan keluhan sulit BAB sejak 1
minggu SMRS, pasien juga mengeluhkan adanya benjolan pada leher kiri sejak 6 bulan
SMRS. Pasien mengaku tidak mempunyai keluhan sesak, batuk, batuk darah, nyeri
dada, keringat malam, penurunan berat badan, dan demam. Riwayat penyakit jantung,
asma, dan hati disangkal. Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran compos mentis,
BMI dengan berat badan kurang, tidak didapati kelainan pada bunyi jantung ataupun
suara nafas. Tekanan darah 100/60 mmHg, frekuensi nadi 110x/menit, dan frekuensi
napas 22x/menit, SpO2 99%. Pada pemeriksaan penunjang bipsi patologi anatomi dari
benjolan di leher kiri didapatkan kesimpulan limfadenitis tuberkulosis.

14
DIAGNOSIS
Diagnosis Kerja
Limfadenitis Tuberkulosis
a. Dasar diagnosis:
Dari anamnesis pasien didapati benjolan pada leher kiri, konsistensikenyal
terfiksir, tidak terasa nyeri. Benjolan bertambah kecil sejak 6 bulan yang lalu.
Pasien tidak mempunyai riwayat berobat TB sebelumnya. Pada pemeriksaan
penunjang biposi patologi anatomi terhadap benjolan di leher kiri didapatkan
kesimpulan diagnose limfadenitis tuberculosis.
b. Penatalaksanaan:
FDC kuning (OAT KDT fase lanjut) 1x3 tablet (senin-rabu-jumat)
Lactulac 3x1cc
Ultraproct suppositoria 1x1
Laxadine 3x1 tab
Garam Inggris 1x
Ketorolac inj. 3x1 ampul
Ranitidin inj 2 x1 ampul
Diagnosis Banding:
1. Mumps
a. Dasar diagnosis: keluhan pada mumps adalah perbesaran / benjolan pada
leher.
b. Penyingkir diagnosis: mumps adalah pembesaran kelenjar parotitis
akibat infeksi virus, sudut rahang bawah dapat menghilang karena
bengkak. Gejala yang dialami adalah demam, lemas, nyeri sendi.
2. Kista duktus tiroglosus :
a. Dasar diagnosis: pada kista duktus tiroglosus, benjolan berada di garis
tengah dan bergerak dengan menelan
b. Penyingkir diagnosis: kista duktus tiroglosus merupakan anomali
kongenital.
3. Kista dermoid : benjolan di garis tengah dapat padat atau berisi cairan
a. Dasar diagnosis: kista dermoid adalah benjolan yang dapat terjadi di
wajah, leher, kulit kepala, abdomen, dll.

15
b. Penyingkir diagnosis: kista dermoid berisi rambut, jaringan gigi, rambut,
saraf, kelenjar kulit, sel lemak. Diperkirakan karena adanya gangguan
selama proses pembentukan sel janin di dalam kandungan.
4. Hemangioma:
a. Dasar diagnosis: hemangioma berbentuk benjolan sering muncul di
wajah, leher, kulit kepala, dada, dan punggug
b. Penyingkir diagnosis: benjolan hemangioma berwarna merah karena
merupakan kelainan pembuluh darah sehingga timbul benjolan berisi
jalinan pembuluh darah, berwarna merah atau kebiruan.
Pemeriksaan yang Dianjurkan:
Biopsi patologi anatomi
Periksa sputum BTA, foto thorax PA.
Pencegahan
Mencegah benjolan pada leher agar tidak terjadinya komplikasi.
Prognosis
Ad Vitam : ad bonam
Ad Fungsionam : ad bonam
Ad Sanationam : dubia ad bonam

16
Follow Up
Tanggal Follow Up SOAP
29 Juni 2019 S : Pasien mengeluhkan sakit perut & belum BAB selama 10 hari.
Perawatan hari ke 2 O:
(Ruang Mawar) Tekanan Darah : 102/57 mmHg
Nadi : 94x/menit
Nafas : 23x/menit
Suhu : 37oC
Laboratorium:
Hb: 12,5 g/dL
Ht: 35,4%
Eritrosit: 4,29 103/µL
Trombosit: 284 103/µL
A : Obstipasi, TB kelenjar getah bening
P:
FDC OAT kuning (RH) Senin-Rabu-Jumat
Lactulax 3x1 tab
Ketorolac inj 3x1a
Ranitidin inj 2x1a
2 Juli 2019 S : Pasien keluhan berkurang, nyeri perut berkurang. Benjolan pada
Perawatan hari ke 5 leher mengecil.
(Ruang mawar) O:
Tekanan Darah : 100/60 mmHg
Nadi : 84x/menit
Nafas : 20x/menit
Suhu : 36oC
Laboratorium:
Anti HIV reagen 1: non reaktif
A : Obstipasi (susp tumor sigmoid), TB kelenjar getah benig
P:
Lactulax 3x1 tab
Ketorolac inj 3x1a
Ranitidin inj 2x1a

17
4 Juli 2019 S : Keluhan nyeri perut sudah tidak dirasakan, BAB lancar (setelah
Perawatan hari ke 7 konsumsi obat), benjolan pada leher sangat mengecil (hampir tidak
teraba)
O:
Tekanan Darah : 100/60 mmHg
Nadi : 89x/menit
Nafas : 20x/menit
Suhu : 36,3oC
A : TB kelenjar getah bening
P:
FDC kuning (OAT KDT fase lanjut) 1x3 tablet (senin-rabu-jumat)
Lactulac 3x1cc
Ultraproct suppositoria 1x1
Laxadine 3x1 tab
Garam Inggris 1x
Ketorolac inj. 3x1 ampul
Ranitidin inj 2 x1 ampul

18
TINJAUAN PUSTAKA

LIMFADENITIS TB

PENDAHULUAN
Limfadenitis tuberkulosis (TB) merupakan peradangan pada kelenjar limfe atau getah bening
yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis. 1 Di Indonesia TB merupakan
masalah utama dalam jaringan kesehatan masyarakat. Adapun jumlah penderita TB di
Indonesia merupakan peringkat ke-3 terbanyak di dunia setelah India dan Cina. Tuberkulosis
(TB) merupakan salah satu penyakit yang telah lama dikenal dan sampai saat ini masih menjadi
penyebab utama kematian di dunia. Prevalensi TB di Indonesia dan negara-negara sedang
berkembang lainnya cukup tinggi. Pada tahun 2006, kasus baru di Indonesia berjumlah
>600.000 dan sebagian besar diderita oleh masyarakat yang berada dalam usia produktif (15–
55 tahun).2
Dalam penyebarannya, tuberkulosis dapat dikategorikan menjadi dua bagian yaitu TB
paru dan TB di luar paru. Limfadenitis yang lebih dikenal dengan TB kelenjar getah bening
termasuk salah satu penyakit di luar paru (TB ekstra paru).3
Limfadenitis adalah manifestasi tuberkulosis ekstraparu yang paling seing terjadi.
Limfadenitis TB adalah manifestasi lokal dari penyakit sistemik. Insiden limfadenitis
mikobakteri telah meningkat secara paralel dengan peningkatan kejadian infeksi mikobakteri di
seluruh dunia. Limfadenitis TB terjadi pada 35 persen dari TB ekstra paru yang meliputi
sekitar 15 sampai 20 persen dari semua kasus TB.
Limfadenitis TB paling sering melibatkan kelenjar getah bening servikalis, kemudian
diikuti oleh kelenjar mediastinal, aksilaris, mesentrikus, portal hepatikus, perihepatik dan
kelenjar inguinalis.4 Beberapa studi didapatkan kelenjar limfe yang terlibat yaitu: 74%-90%
pada kelenjar limfe servikalis, 14%-20% pada kelenjar aksila, dan 4%-8% pada kelenjar
inguinal. 5

Definisi
Limfadenitis adalah manifestasi tuberkulosis ekstraparu yang paling seing terjadi.
Limfadenitis tuberkulosis (TB) merupakan peradangan pada kelenjar limfe atau getah bening
yang disebabkan oleh basil tuberkulosis. 4

19
Patofisiologi
TB ekstraparu merupakan penyakit TB yang terjadi di luar paru, organ yang sering
diinfeksi oleh basil tuberkulosis adalah kelenjar getah bening, pleura, saluran kemih, tulang,
meningens, peritoneum dan perikardium. 5 Limfadenitis TB adalah manifestasi lokal dari
penyakit sistemik. Hal ini bisa terjadi pada infeksi TB primer atau sebagai akibat dari reaktivasi
dari fokus aktif dan bisa langsung menyebar dari fokus yang berdekatan. Infeksi primer terjadi
pada paparan awal dari tuberkel basil. Dihirup dari droplet nuklei yang berukuran cukup kecil
untuk melewati pertahanan muco-silia pada bronkus dan berlanjut ke alveoli.4 Sampai di paru,
droplet ini akan di fagosit oleh makrofag dan akan mengalami dua kemungkinan, Pertama,
basil TB akan ,mati akibat difagosit oleh makrofag. Kedua, basil TB akan bertahan hidup
dengan cara bermultiplikasi dalam makrofag sehingga basil TB akan dapat menyebar secara
limfogen, perkontinuitatum, bronkogen bahkan hematogen. 5 Basil berkembang biak di paru-
paru yang disebut fokus Ghon. sistem limfatik mengalirkan basil ke kelenjar getah bening
hilus. Fokus Ghon dapat membentuk kompleks primer. Infeksi dapat menyebar dari fokus
primer ke getah bening regional. Dari nodus regional, basil dapat terus menyebar melalui
sistem limfatik ke kelenjar lain dan bisa mencapai aliran darah kemudian dapat menyebar ke
hampir semua organ tubuh. Hilus, mediastinum dan lymphnodes paratrakeal adalah tempat
pertama dari penyebaran infeksi dari parenkim paru. Limfadenitis TB merupakan penyebaran
4
dari infeksi fokus primer dari tonsil, adenoid sinonasal atau osteomyelitisdari tulang etmoid.
TB primer dapat terjadi pada seseorang yang terpapar basil tuberkulosis untuk pertama
kalinya. 5
Penyebaran basil TB secara limfogen pertama kali menuju kelenjar limfe regional,
dimana penyebaran basil TB tersebut mengakibatkan reaksi inflamasi di sepanjang saluran
limfe dan dan kelenjar limfe regional. Basil TB juga dapat menginfeksi kelenjar limfe tanpa
terlebih dahulu sebelum menginfeksi paru. Basil TB ini akan berdiam di mukosa orofaring
setelah basil TB akan difagosit oleh makrofag dan dibawa ke tonsil, selanjutnya akan dibawa
ke kelenjar limfe di leher.4,5
Peningkatan ukuran nodus dapat disebabkan oleh hal berikut ini : 4,5
1.Multiplikasi sel dalam node, termasuk limfosit, plasma sel, monosit atau histiosit. 2.Infiltrasi
sel sel dari luar nodus, misalnya sel ganas atau neutrofil.3. Drainase sumber infeksi oleh
kelenjar getah bening.
Manifestasi Klinis
Manifestasi limfadenitis TB dapat berupa demam ringan, penurunan berat badan,
kelelahan dan jarang dengan gejala batuk dan keringat malam. Lebih dari 57% dari pasien tidak
20
memiliki gejala sistemik.4
Manifestasi klinis yang paling banyak timbul pada limfadenitis TB yaitu pembesaran
kelenjar getah bening yang lambat. Limfadenitis TB yang paling sering melibatkan kelenjar
getah bening servikalis, kemudian diikuti berdasarkan frekuensinya oleh kelenjar mediastinal,
aksilaris, mesentrikus, portal hepatikus, perihepatik dan kelenjar inguinalis. 6
Bedasarkan penelitian Geldmacher didapatkan kelenjar limfe yang terlibat yaitu 63,3 %
padakelenjar limfe servikalis, 26,7% kelenjar mediastinal, dan 8,3% pada kelenjar aksila
dandidapatkan pula pada 35% pasien mengalami pembengkakan lebih dari satu tempat.
Pembengkakan terjadi dapat secara unilateral maupun bilateral, tunggal maupun multipel.
Biasanya benjolan tidak nyeri dan membesar dalam hitungan minggu sampai bulan dan paling
sering terjadi pada region servikalis posterior dan lebih jarang pada regio supraklavikular. Pada
tahap awal, nodus tuberkulosis dapat berbatas tegas, mobil, tidak lembut dan melekat pada kulit
yang mungkin menjadi eritematus. Jika terjadi abses, abses berlanjut menjadi fistel yang
berubah menjadi ulkus khas yang berbentuk tidak teratur, sekitar lividae, dinding bergaung,
6
jaringan granulasi tertutup pus seropurulen, krusta kuning sikatriks memanjang, tidak teratur.
Menurut Jones dan Campbell, limfadenopati tuberkulosis perifer dapat diklasifikasikan
kedalam lima stadium yaitu:7
1.Stadium 1 : pembesaran kelenjar yang berbatas tegas, mobile dan diskret.
2.Stadium 2 : pembesaran kelenjar yang kenyal serta terfiksasi ke jaringan sekitar oleh karena
adanya periadenitis.
3.Stadium 3 : perlunakan di bagian tengah kelenjar (central softening) akibat pembentukan
abses.
4.Stadium 4 : pembentukan collar-stud abscess.
5.Stadium 5: pembentukan traktus sinus
Adapun gambaran klinis dari limfadenitis TB bergantung pada stadiumnya.
Pembengkakan yang terjadi biasanya tidak menimbulkan nyeri kecuali jika telah terjadi infeksi
sekunder bakteri, pembesaran kelenjar getah bening yang progresif atau konsidensi dengan
infeksi HIV. Abses kelenjar limfe dapat pecah dan akan terbentuk sinus yang tidak menyembuh
secara kronis dan membentuk ulkus.4
Diagnosis
Kecurigaan yang tinggi terhadap infeksi mycobacterium tuberculosis diperlukan dalam
diagnosis di daerah endemistb. Pemeriksaan menyeluruh dari riwayat penyakit dan
pemeriksaan fisik , tes tuberkulin, pewarnaan basil tahan asam, pemeriksaan radiologis, dan
FNAB akan membantu untuk mendiagnosis limfadenitis tb sebelum diagnosis akhir dapat
21
dibuat dari biopsi dan kultur. Diagnosis banding mencakup infeksi luas (virus, bakteri atau
jamur ) dan neoplasma (limfoma atau sarkoma, karsinoma metastasis), hiperplasia reaktif non-
spesifik, sarkoidosis, toksoplasmosis, penyakit pembuluh darah kolagen dan penyakit sistem
retikuloendotelial.4
Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat menegakkan diagnosis limfadenitis TB
8
yaitu :
a. Pemeriksaan laboratorium
- Peningkatan laju endap darah (LED) dan mungkin dapat disertai denganleukositosis.
- Uji mantoux positif, dilakukan untuk menunjukkan adanya reaksi imun tipelambat yang
spesifik untuk antigen mikrobackterium seseorang. Pengukuran dilakukan 2-10 minggu setelah
infeksi. Hasil positif bila terbentuk indurasi lebih dari 10 mm, intermediate bila indurasi 5-9
mm, negatif bila < 4 mm.
- Pemeriksaan dengan menggunakan Enzyme-Linked Immunoadsorbent Assay(ELISA)
dengan memiliki sensitivitas 60-80%.Identifikasi dengan Polymerase Chain Reaction (PCR)
yang masih terusdikembangkan.
b. Pemeriksaan mikrobiologi
Pemeriksaan mikrobiologi meliputi pemeriksaan mikroskopis dan kultur. Pemeriksaan
mikroskopis dapat dilakukan dengan pengunaan pewarnaan Ziehl Neelsen.Spesimen dapat
didapatkan dengan biopsy aspirasi. Dalam pemeriksaan ini diperlukan minimal 10.000 basil TB
agar pewarnaan mendapatkan hasil positif. Selain itu jugakultur dapat dijadikan pebantu dalam
menegakkan diagnosis limfadenitis TB. Adanya 10- 100 basil/mm3 cukup untuk membuat
hasil kultur menjadi positif, namun diperlukan waktu beberapa minggu untuk mendapatkan
hasil kultur.

22
c. Pemeriksaan Sitologi
Spesimen untuk pemeriksaan sitologi ini dapat diambil dari biopsi aspirasi kelenjar
limfe. Sensivitas dan spesifitas nya pemeriksaan ini yaitu 78% dan 99%. Pada pemeriksaan
sitologi ini dapat ditemukan Langhans giant cell, granuloma epiteloid,nekrosis kaseosa.
d. Pemeriksaan Radiologis
Foto toraks, USG, CT Scan dan MRI dapat dilakukan untuk membantu penegakkan
diagnosis limfadenitis TB. Foto toraks dapat menunjukkan kelainannya pada TB paru pada 14-
20% kasus. USG kelenjar dapat menunjukkan adanya lesi kistik multiokular singularatau
multipel hipoekoik yang dikelilingi oleh kapsul tebal. Pemeriksaan USG dapat dilakukan untuk
membedakan pembesaran kelenjar dapat diakibatkan oleh infeksi TB, metastatis, limfoma atau
reaksi hyperplasia. Pada pemebesaran kelenjar diakibatkan infeksi TB biasanya ditandai
dengan fusion tendency,peripheral halo dan internal echoes.
Pada CT scan, adanya massa nodus konglumerasi dengan lusensi sentral, adanya cincin
irregular pada contrast enhancementserta nodularitas didalamnya, derajat homogenitas yang
bervariasi, adanya manifestasi inflamasi pada lapisan dermal dan subkutan mengarahkan pada
limfadenitis TB.
Pada MRI didapatkan adanya massa yang diskret, konglumerasi, dan konfluens. Fokus
nekrotik, jika ada, lebih sering terjadi pada daerah perifer dibandingkan sentral, dan hal ini
bersama-sama dengan edema jaringan lunak membedakannya dengan kelenjar metastatik.

KOMPLIKASI
1. Pembentukan abses
Abses adalah suatu penimbunan nanah, biasanya terjadi akibat suatu infeksi bakteri. Jika
bakteri menyusup ke dalam jaringan yang sehat, maka akan terjadi infeksi. Sebagian sel mati
dan hancur, meninggalkan rongga yang berisi jaringan dan sel-sel yang terinfeksi. Sel-sel darah
putih yang merupakan pertahanan tubuh dalam melawan infeksi, bergerak ke dalam rongga
tersebut dan setelah menelan bakteri, sel darah putih akan mati. Sel darah putih yang mati
inilah yang membentuk nanah,yang mengisi rongga tersebut. Akibat penimbunan nanah ini,
maka jaringan di sekitarnya akan terdorong. Jaringan pada akhirnya tumbuh di sekeliling abses
dan menjadi dinding pembatas abses; hal ini merupakan mekanisme tubuh untuk mencegah
penyebaran infeksi lebih lanjut. Jika suatu abses pecah di dalam, maka infeksi bisa menyebar di
dalam tubuh maupun dibawah permukaan kulit, tergantung kepada lokasi abses. 7

2. Sepsis (septikemia atau keracunan darah)


Sepsis adalah kondisi medis yang berpotensi berbahaya atau mengancam nyawa, yang
ditemukan berhubungan dengan infeksi yang diketahui atau dicurigai.

3. Fistula (terlihat dalam limfadenitis yang disebabkan oleh TBC)


Limfadenitis tuberkulosa ini ditandai oleh pembesaran kelenjar getah bening, padat/keras,
multiple dan dapat berkonglomerasi satu sama lain. Dapat pula sudah terjadi perkijuan seluruh
23
kelenjar, sehingga kelenjar itu melunak seperti abses tetapi tidak nyeri. Apabila abses ini pecah
ke kulit, lukanya sulit sembuh oleh karena keluar secara terus menerus sehingga seperti fistula.
Fistula merupakan penyakit yang erat hubungannya dengan immune system / daya tahan tubuh
setiap individual.7

PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan limfadenitis TB secara umum dibagi menjadi dua bagian, yakni
secara farmakologis dan non farmakologis. Terapi non farmakologis adalah dengan
pembedahan, sedangkan terapi farmakologis memiliki prinsip dan regimen obatnya
10
yang sama dengan tuberkulosis paru.

Terapi Non Farmakologis


Pembedahan bukan pilihan terapi yang utama. Prosedur pembedahan yang
dapat dilakukan adalah dengan: 10
a. Biopsi eksisional : Limfadenitis yang disebabkan oleh karena atypical
mycobacteria
b. Aspirasi
c. Insisi dan drainase
Indikasi pembedahan pada limfadenitis adalah ketika pusat radang tuberkulosis sudah
terdiri dari pengejuan dan dikelilingi jaringan fibrosa. Adanya jaringan nekrosis akan
menghambat penetrasi antibiotik ke daerah radang sehingga pembasmian kuman tidak
efektif. Oleh karena itu sarang infeksi di berbagai organ misalnya kaverne di paru dan
debris di tulang harus dibuang. Jadi, tindak bedah menjadi syarat mutlak untuk hasil
baik terapi medis. Selain itu tindak bedah juga diperlukan untuk mengatasi penyulit,
misalnya pada tuberkulosis paru yang menyebabkan destruksi luas dan empiema, pada
tuberkulosis usus yang menimbulkan obstruksi atau perforasi, dan osteitis atau artritis
tuberkulosa yang menimbulkan cacat.10

Terapi Farmakologis
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) (2011) mengklasifikasikan
limfadenitis TB ke dalam TB ekstra paru dan mendapat terapi Obat Anti
Tuberkulosis (OAT) Kategori I. Regimen obat yang digunakan adalah
2HRZE/4H3R3. Obat yang digunakan adalah Rifampisin, Isoniazid, Pirazinamid,
dan Etambutol.11

24
Golongan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) 11
Golongan dan Jenis Obat
Golongan- 1 Obat lini Pertama - Isoniazid - Pirazinamid
- Etambutol - Rifampicin
- Streptomycin
Golongan-2/Obat suntik/ suntikan Kanamycin - Amikacin
lini kedua - Capreomycin
Golongan-3/Golongan - Ofloxacin Moxifloxacin
Floroquinolone - Levofloxacin
Golongan-4/Obat bakteriostatik lini - Ethionamide - Para amino salisilat
kedua - Prothionamide - Terizidone
- Cycloserine
Golongan-5/Obat yang belum - Clofazimine - Thioacetazone
terbukti efikasinya dan tidak - Linezolid - Clarithromycin
direkomendasikan oleh WHO - Amoxilin-Clavulanate - Imipenem
Prinsip-prinsip yang digunakan dalam rangka memperoleh
efektifitas pengobatan TB adalah: 11
1. Menghindari penggunaan monoterapi. Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis obat, dengan jumlah
dan dosis yang tepat sesuai dengankategori pengobatan. Hal ini untuk
mencegah timbulnya kekebalan terhadap OAT.
2. Untuk menjamin kepatuhan penderita dalam menelan obat, pengobatan
dilakukan dengan pengawasan langsung (DOT = Directly
Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).
3. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
a. Tahap Intensif 11
1. Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari dan
perludiawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan
obat.
2. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat,
biasanya penderita menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu
2 minggu.
3. Sebagian besar penderita TB BTA positif menjadi BTA
negatif (konversi) dalam 2 bulan

25
b. Tahap Lanjutan 11
1. Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit,
namun dalam jangka waktu yang lebih lama
2. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister (dormant)
sehingga mencegah terjadinya kekambuhan
Regimen pengobatan yang digunakan adalah:
1. Kategori 1 (2HRZE/4H3R3)
Tahap intensif terdiri dari Rifampisin, Isoniazid, Pirazinamid,
dancEtambutol diberikan setiap hari selama 2 bulan. Kemudian
diteruskan dengan tahap lanjutan yang terdiri dari Rifampisin dan
Isoniazid diberikan tiga kali dalam seminggu selama 4 bulan.
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:
- Pasien baru TB paru BTA positif
- Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif
- Pasein Tb ekstra paru
Dosis Panduan OAT KDT untuk Kategori 1 11
Tahap Intensif Tahap Lanjutan
Berat Badan tiap hari selama 56 hari 3 kali seminggu selama 16 minggu
RHZE (150/75/400/275) RH (150/150)
30 – 37 kg 2 tablet 4KDT 2 tablet 4KDT
38 – 54 kg 3 tablet 4KDT 3 tablet 4KDT
55 – 70 kg 4 tablet 4KDT 4 tablet 4KDT
71 kg 5 tablet 4KDT 5 tablet 4KDT
Dosis Obat OAT Kombipak untuk Kategori 1 11
Dosis per hari / kali Jumlah
Tahap Lama
Tablet Kaplet Tablet Tablet hari/kali
Pengobata Pengobata
Isoniazid Rifampisin Pirazinamid Etambutol menelan
n n
@ 300 mg @450 mg @500 mg @250 mg obat
Intensif 2 bulan 1 1 3 3 56
Lanjutan 4 bulan 2 1 - - 48

26
2. Kategori 2 (2HRZES / HRZE / 5H3R3E3)
Tahap intensif terdiri dari Rifampisin, Isoniazid, Pirazinamid,
Etambutol,dan Streptomisin. Obat ini diberikan setiap hari
selama 2 bulan dengan diikuti pengobatan dengan regimen
yang sama, tanpa disertai Streptomisin selama satu bulan.
Kemudian diteruskan dengan tahap lanjutan terdiri dari
Rifampisin, Isoniazid, dan Etambutol selama 5 bulan diberikan
3 kali seminggu. Obat ini diberikan untuk :
- Pasien kambuh
- Paien gagal
- Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)
Dosis untuk Panduan OAT KDT Kategori 2 11
Tahap Lanjutan
Tahap Intensif
3 kali seminggu selama
Tiap hari
Berat Badam 16 minggu
RHZE (150/75/400/275) + S
RH (150/150) + E (400)
Selama 56 hari Selama 28 hari Selama 20 minggu
2 tab 4KDT + 500 mg 2 tab 4KDT 2 tab 4KDT + 2 tab
30 – 37 kg
Streptomisin inj. Etambutol
3 tab 4KDT + 750 mg 3 tab 4KDT 3 tab 4KDT + 3 tab
38 – 54 kg
Streptomisin inj. Etambutol
4 tab 4KDT + 1000 mg 4 tab 4KDT 4 tab 4KDT + 4 tab
55 – 70 kg
Streptomisin inj. Etambutol
5 tab 4KDT + 1000 mg 5 tab 4KDT 5 tab 4KDT + 5 tab
71 kg
Streptomisin inj. Etambutol

-
KESIMPULAN
Limfadenitis adalah peradangan pada kelenjar limfe atau getah bening.
Limfadenitistuberkulosis (TB) merupakan peradangan pada kelenjar limfe atau getah
bening yang disebabkan oleh basil tuberkulosis. Limfadenitis adalah manifestasi paling
sering dari TB ekstraparu.4

27
DAFTAR PUSTAKA
1. Ohasi K, Takamori M, Wada A Diagnosis and treatment of the lymph node
tuberculosis. American Thoracic Association. 2014: 1-2
2. Amin Z, Bahar A. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam: Tuberkulosis Paru. Ed.4.
Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 2009.
3. Sharma S, Mohan K.. Extrapulmonary Tuberculosis. Departement of Medicine. All
India Institute of Medical Sciences, New Delhi. Indian J Res .2009,120:316-353.
4. Mohapatra PR, Janmeja AK. Tuberculous Lymphadenitis. Journal Of The
Association Of India
5. Spelman D.. Tuberculous Lymphadenitis. Uptodate Journal.2011.
6. Geldmacher H, Taube C, Kroeger C, Magnussen H, Kirsten DK..Assessment of
lymph node tuberculosis in northern Germany:a clinical review. Chest 2012:1177-
82.
7. Prasanta R,Ashok K. Tuberculous Lymphadenitis. JAPY. August. . 2013:585-87
8. Fontanilla JM, Barnes A.Current Diagnosis and Management of Peripheral
Lympadenitis.Clin infect Dis 2011: 555.
9. PDPI. Tuberkulosis. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Indah
Offset Citra Grafika. 20062.Amin Z, Bahar A.. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam:
Tuberkulosis Paru. Ed.4. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 2016.
10. Kumar, Vinary, Cotran, Ramzi S., Robbins, Stanley L. Limfadenitis
Tuberkulosis. Dalam : Buku Ajar Patologi Edisi Vol.2. Jakarta : ECG, 2011:
316-53.
11. World Health Organization. Global Tuberculosis Control. Geneva : World
Health Organization. 2013.

28

Anda mungkin juga menyukai