Anda di halaman 1dari 18

JOURNAL READING

SEBUAH HASIL ANALISIS DARI MANAJEMEN EPISTAKSIS


ANTERIOR DI UNIT GAWAT DARURAT

Disusun Oleh:
Bagus Abdillah Winata, S.Ked
03013035

Pembimbing
dr. Fahmi Novel, Sp. THT-KL, Msi. Med
dr. Heri Puryanto, Msc, Sp. THT-KL

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT THT-KL


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARDINAH KOTA TEGAL
PERIODE 11 DESEMBER 2017 – 11 JANUARI 2018
LEMBAR PENGESAHAN

Journal Reading dengan judul:

Sebuah Hasil Analisis dari Manajemen Epistaksis


Anterior di Unit Gawat Darurat

Oleh:
Bagus Abdillah Winata
030.13.035

Disusun dan diajukan untuk memenuhi Persyaratan Ujian Kepaniteraan Klinik


Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorok-Bedah Kepala dan Leher
Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah Kota Tegal
Periode 06 11 Desember 2017 – 11 Januari 2018

Tegal Rabu, 27 Desember 2017

Pembimbing I Pembimbing II

dr. Fahmi Novel, Sp. THT-KL, Msi. Med dr. Heri Puryanto, Msc, Sp. THT-KL
Sebuah Hasil Analisis dari Manajemen Epistaksis

Anterior di Unit Gawat Darurat


E. Newton1, A. Lasso3, W. Petrcich3 and S. J. Kilty2,3*

Abstrak
Latar Belakang: Terdapat beberapa pilihan terapi yang digunakan untuk
penanganan epistaksis anterior. Namun, hanya sedikit data yang ada mengenai
hasil yang didapat setelah diberikan terapi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengidentifikasi jenis metode terapi yang digunakan sekarang dan hasil terapinya
pada pasien dengan epistaksis anterior yang berada di unit gawat darurat di pusat
pelayanan kesehatan tersier di Canada.
Metode:Penelitian ini bersifat retrospektif, dengan menggunakan data pasien
dewasa yang didiagnosis dengan epistaksis anterior di unit gawat darurat periode
Januari 2012 – Mei 2014. Dengan menggunakan data demografi, penyakit
penyerta/komorbid, dan metode terapi yang telah ada.
Hasil:Terdapat 353 kasus dengan epistaksis anterior primer. Dengan rata-rata
umur pasien adalah 70 tahun dan 49% pasien adalah perempuan. Ditemukan
penyakit penyerta Hipertensi (56%), diabetes (19%), CAD (28%), dan atrial
fibrilasi (27%). Sebagian besar kelompok (61%) menggunakan setidaknya satu
terapi antikoagulan atau antiplatelet. Sebagian besar terapi menggunakan
kauterisasi perak nitrat, Merocel®, petroleum gauze packing, klip hidung, dan 15%
hanya diobservasi. Keberhasilan terapi awal yang dilakukan adalah pada sekitar
74% kasus. Terdapat beberapa penanganan yang diberikan pada pasien, terapi
dengan kauterisasi perak nitrat memiliki angka rata-rata keberhasilan yang paling
besar yaitu 80%. Dan ditemukan sekitar 26% pasien kembali ke unit gawat darurat
akibat berulangnya epistaksis dengan penanganan klip hidung (59%), Merocel®
(26%), dan petroleum gauze packing (42%).
Kesimpulan:Kejadian berulangnya epistaksis setelah diberikan terapi dapat
terjadi akibat perbedaan dan efektivitas dari terapi yang digunakan oleh dokter di
unit gawat darurat berdasarkan tingkat keparahan epistaksis. Akan tetapi
kauterisasi dengan perak nitrat memberikan manfaat yang lebih yaitu pasien tidak
perlu dilakukan follow up/tindakan lebih lanjut. Pada penelitian selanjutnya
diharapkan untuklebih memperhatikan metode terapi yang paling efektif dalam
penanganan epistaksis berdasarkan tingkat keparahannya.
Kata Kunci: Epistaksis, Terapi, Epistaksis Anterior, Pelayanan tersier, Unit
Gawat Darurat.
Latar Belakang
Epistaksis adalah masalah yang paling umum ditemukan di rumah sakit di
Amerika Utara, terhitung sekitar 1 dari 200 unit gawat darurat(UGD) di US .1
Walaupun sulit untuk dinilai, diperkirakan sekitar 60% dari populasi pernah
setidaknya mengalami epistaksis satu kali dalam hidupnya dan hanya 6% yang
mencari pengobatan.2 Epistaksis merupakan kejadian penting yang membutuhkan
biaya, waktu, dan tindakan penanganan. Oleh sebab itu penting untuk
mengidentifikasi terapi yang paling efektif dalam keberhasilan pengobatan.
Banyak pilihan terapi dan algoritma penanganan epistaksis yang dijelaskan
dalam literatur.3,9 Sebagian besar menjelaskan dengan memulai packing dan tekan
hidung dan selanjutnya tindakan invasive dan memakan waktu jika terapi gagal.
Terdapat manfaat menggunakan kauter kimia dalam penanganan epistaksis
anterior, anterior packing, dan hemostatik lainnya.4,5,10 Semua terapi ini
bermanfaat dalam hemostatis. Namun, hanya sedikit literatur yang menjelaskan
penggunaan terapi ini dan efektivitasnya ketika digunakan di UGD. Sejauh ini,
tidak ada panduan/ pedoman pengobatan yang dapat diterima secara luas dan
pemilihan terapi masih merupakan masalah setiap dokter di UGD.

Penting
Epistaksis anterior merupakan kondisi yang sangat umum dan dapat diobati,
oleh sebab itu penting untuk mengoptimalkan efisiensi dan efektivitas dalam
penanganannya. Meskipun terdapat bukti untuk setiap modalitas terapi pada
pengobatan individu, namun literatur yang ada sekarang masih kurang untuk
dokter praktik UGD dan tentang hasil penggunaan beberapa modalitas terapi.

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini ada dua, yaitu pertama untuk menilai manajemen
epistaksis anterior di pusat pelayanan tersier di Canada. Dan kedua, untuk
mengevaluasi hasilnya setelah diberikan terapi.
Metode
Desain Penelitian
Dengan persetujuan dari Dewan Penelitian Etika di Rumah Sakit Ottawa,
penelitian retrospektif ini menggunakan data semua pasien dengan diagnosis
utama epistaksis anterior selama periode Januari 2012 sampai Mei 2014 yang ada
di UGD Rumah Sakit Ottawa, yang merupakan pusat pelayanan kesehatan tersier
di Canada.

Pemilihan Sampel
Pasien dalam penelitian ini adalah pasien dewasa dengan diagnosis utama
epistaksis di UGD. Data kemudian diidentifikasi menggunakan ICD-10 kode
untuk epistaksis antara epistaksis anterior dan posterior sehingga semua data yang
ada dipilih kembali secara manual untuk mengeluarkan data pasien dengan
diagnosis epistaksis posterior atau keduanya epistaksis anterior dan posterior,
pasien epistaksis dengan riwayat komplikasi seperti kanker stadium akhir, pasien
yang meninggal di UGD selain epistaksis, pasien yang datang ke UGD untuk
packing removal, serta pasien yang diterapi dengan lima atau lebih penyakit.
Dapat dilihat dalam Gambar 1.

Gambar 1. Flow of chart


Metode dan Pengukuran
Data yang digunakan diambil dari data grafik di UGD yang kemudian
diidentifikasi berdasarkan data demografi pasien, komorbiditas, modalitas terapi
yang digunakan, gangguan medis lainnya, obat-obatan dan kekambuhan atau
informasi follow up di UGD. Modalitas terapi yang diidentifikasi adalah
konservatif (tidak diberikan terapi), klip hidung, petroleum gauze packing,
Merocel®, Floseal®, Surgicel®, Epistat®, kauter perak nitrat, elektrokauter,
operasi endoskopi, embolisasi arteri dan terapi lainnya yang tidak spesifik.
Kelompok “lainnya” dalam penelitian ini diterapi dengan menggunakan
petroleum gauze packing anterior atau sejenisnya.

Hasil
Untuk setiap modalitas terapi, terapi dikatakan berhasil apabila pasien
dengan diagnosis epistaksis anterior diberikan terapi dan tidak ada kekambuhan
dalam waktu 14 hari.11
Sebaliknya, kegagalan terapi apabila pasien dengan kekambuhan epistaksis
ipsilateral dalam waktu 14 hari setelah diberikan terapi. Jenis terapi yang
diberikan bertujuan untuk menghentikan perdarahan agar pasien teratasi dan
segera keluar dari UGD. Pasien yang memerlukan tindakan lanjut adalah pasien
dengan terapi khusus di UGD karena alasan lain.

Analisis
Semua perhitungan statistik dilakukan dengan menggunakan SAS
(version9.3). Variabel kategorik yang dihitung adalah frekuensi dan persentase,
sedangkan variabel kontinu yang dianalisis menggunakan mean (SD) atau median
(IQR). Selain itu diperlukan pengujian awal untuk hubungan antara variabel
kategori dianalisis baik menggunakan chi-square atau tes Exact Fisher. Hasil
kategoris dianalasis dengan menggunakan regresi logistik.
Hasil
Karakteristik Sampel Penelitian
Jumlah total populasi penelitian adalah 419 pasien dengan diagnosis
epistaksis primer di UGD selama periode Januari 2012 – Mei 2014. Sebesar 66
sampel dikeluarkan berdsarkan kriteria eksklusi dalam Gambar1. Secara umum,
ditemukan sebanyak 353 kasus epitaksis anterior yang termasuk dalam kriteria
inklusi dalam penelitian ini, data demografik dan komorbid terangkum dalam
Tabel 1. Populasi dalam penelitian ini rata-rata berumur 70 tahun dan 49% adalah
perempuan. Sebagian besar populasi (61%) telah diterapi dengan obat
antikoagulan atau antiplatelet. Data komorbid seperti hipertensi, diabetes,
coronary artery disesase, atrial fibrilasi, secara statistik tidak bermakna dengan
kegagalan terapi (p>0,05).
Tabel 1. Demograpik Pasien
Characteristic Value
Age mean y (range) 70 (14-97)
Sex no. (%)
Male 180 (51)
Female 173 (49)
Comorbidities N (%)
Hypertension 198 (56)
Diabetes 67 (19)
CAD 97 (28)
Afib 94 (27)
HHT 3 (1)
Other blood disorders 12 (3)
AC/AP medication use 217 (62)

Hasil Utama
Hasil dari setiap terapi yang diberikan dapat dilihat dalam Tabel 2. Secara
keseluruhan, rata-rata kegagalan terapi awal 26% (91 pasien) dan sebanyak 26,6%
(94 pasien) kembali ke UGD untuk melakukan follow up pasca keluar dari UGD.
Pasien yang membutuhkan follow up sebanyak 89 (95%) untuk packing removal
(53 pasien dengan Merocel® packing), 3 pasien (3,1%) dengan packing yang
terlepas in situ, dan 2 (2,1%) pasien dengan packing yang terlepas sebelum
waktunya. Dari 94 pasien yang membutuhkan follow up, 22 (23%) pasien
membutuhkan intervensi (10 pasien dengan Merocel® packing) untuk
penanganan epistaksis. Tidak ada perbedaan angka perdarahan setelah melepas
pack dengan jenis packing yang digunakan.
Tabel 2. Hasil pengobatan untuk pengelolaan epistaksis anterior
Treatment N (%) Failure N (%)
Silver nitrate 122 (35) 24 (20)
Merocel 92 (26) 24 (26)
No treatment 54 (15) 11 (20)
Other packing 45 (13) 19 (42)
Other 23 (6) 3 (13)
Nasal clip 17 (5) 10 (59)

Jika dibandingkan antara perak nitrat dengan petroleum gauze packing, terapi
dengan perak nitrat memiliki angka kegagalan yang sedikit (OR 0,335, 95% Cl
0,364-1,322, p=0,27), namun secara statistik tidak bermakna. Untuk mengevaluasi
faktor risiko yang berpotensi mengalami epistaksis, antikoagulan yang digunakan
pasien diidentifikasi dengan menggunakan regresi logistik. Jenis antikoagulan dan
antiplatelet yang digunakan oleh pasien dalam penelitian ini dapat dilihat dalam
Tabel 3, dan terbagi dalam tiga kategori untuk dianalisis dalam Tabel 4.
Secara keseluruhan, sebanyak 61% pasien mendapatkan setidaknya satu
pengobatan antikoagulan atau antiplatelet. Pasien yang tidak mendapatkan
pengobatan antikoagulan atau antiplatelet memiliki angka rata-rata kegagalan
terapi epistaksis anterior sebesar 18%. Sebaliknya, pasien yang diterapi dengan
antikoagulan atau antiplatelet memilki angka rata-rata kegagalan terapi sebesar
30%. Terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara penggunaan obat
antikoagulan/antiplatelet dan berulangnya epistaksis (p=0.0119). Ditemukan
sebanyak 73% pasien mengalami kegagalan terapidengan satu obat
antikoagulan/antiplatelet.

Diskusi
Terdapat 353 kasus epistaksis anterior dalam penelitian ini yang kemudian
dianalisis hasilnya setelah diberikan terapi di UGD. Terapi awal yang paling
sering digunakan adalah dengan kauter perak nitrat (35%). Namun, terapi
epistaksis anterior dengan Merocel® dan petroleum gauze packing/packing
lainnya atau klip hidung juga umum digunakan.
Pada kelompok pasien yang tidak diberikan terapi di UGD tidak digunakan
sebagai kontrol untuk dibandingkan dengan modalitas terapi yang diberikan,
seperti pasien dengan perdarahan yang berhenti spontan atau tidak mengalami
perdarahan berulang yang tidak memerlukan terapi segera. Salah satu alasan
mengapa tidak bisa dijadikan perbandingan adalah karena perbedaan tampilan
klinis berdasarkan keparahan epistaksis, saat kelompok yang diterapi dengan
perak nitrat dibandingkan dengan kelompok yang diterapi dengan petroleum
gauze packing maka kelompok yang diterapi dengan perak nitrat akan sedikit
untuk gagal (p=0.0038).
Tabel 3. Tipe obat antikoagulasi (AK)/antiplatelet (AP) yang digunakan oleh
populasi pasien
Medication N (%)
Any AC/AP 217 (62)
ASA 122 (34)
Coumadin 78 (23)
Rivaroxaban 14 (4)
Dabigatran 4 (1)
Apixaban 4 (1)
Clopidogrel 33 (9)
Ticagrelor 2 (1)
Other anticoagulant 7 (2)

Tabel 4. Hasil keberhasilan dan kegagalan pengobatan berdasarkan profil


penggunaan antikoagulan / antiplatelet
Anticoagulant/Antiplatelet N Failure N (%)
None 136 25 (18)
Any anticoagulant/antiplatelet 217 66 (30)
ASA only 85 28 (33)
Other regimen 132 38 (29)

Dalam penelitian ini, terapi dengan perak nitrat memiliki angka terendah
dalam kegagalan terapi (20%) dari semua modalitas terapi yang ada selain itu
mempunyai manfaat tambahan yaitu potensi rekurensi yang kurang, dibandingkan
dengan modalitas terapi lainnya. Penggunaan terapi perak nitrat dapat bias apabila
digunakan pada kasus yang ringan. Pada penelitian lainnya menemukan
keberhasilan terapi yang baik pada epistaksis anterior adalah dengan
menggunakan dissolvable packing dan tindakan operasi.3,4,11,12 Namun dalam
penelitian ini kelompok yang mendapatkan terapi memiliki jumlah yang terlalu
sedikit untuk dianalisis.
Penanganan epistaksis, sama seperti pada kondisi medis lainnya, harus
disesuaikan dengan pasien dan kondisi klinisnya.8 Sebagian besar pasien
epistaksis anterior dalam penelitian ini berhasil diterapi dengan kauter perak nitrat
atau Merocel®. Perak nitrat sangat menguntungkan karena menjanjikan hasil
terapi yang baik tanpa perlu tindakan follow up. Penanganan dilakukan dengan
melakukan pemeriksaan rinoskopi anterior terlebih dahulu untuk menemukan
sumber perdarahan dan selanjutnya dilakukan kauter dengan perak nitrat setelah
mendapat persetujuan dari pasien. Hal yang sama diungkapkan pada penelitian
sebelumnya yang menyatakan bahwa saat sumber perdarahan diberikan kauter
kimia maka tingkat keberhasilan terapinya sangat baik.2,8-10
Penjelasan mengenai penyebab kegagalan terapi, penggunaan pengencer
darah diyakini memilki efek yang besar. Dalam penelitian ini penggunaan terapi
antikoagulan atau antiplatelet, termasuk ASA, secara bermakna meningkatkan
rata-rata angka kekambuhan setelah keluar dari UGD (p=0,0106). Rata-rata angka
kegagalan terapi pada pasien dengan antikoagulan/ antiplatelet adalah 30%,
dengan ASA tunggal 33% dan pengobatan lainnya 29%, hasil ini cukup bermakna
dibandingkan pasien yang tidak diberikan terapi sama sekali dengan angka rata-
rata kegagalan 18% (p<0,0119).
Seperti pada penelitian lainnnya, penelitian ini memilki banyak kekurangan.
Jumlah populasi dalam penelitian ini masih kurang dalam menentukan hasil terapi
yang diberikan. Selain itu, tidak ada data tentang tingkat keparahan epistaksis
pada pasien yang datang ke UGD sehingga dapat mempengaruhi dokter dalam
pemilihan terapi dan juga kekambuhan. Hal ini dapat mengganggu hubungan
antara modalitas terapi yang digunakan dan hasil yang didapatkan. Dalam
penelitian ini, pasien yang mengalami epistaksis anterior akut adalah yang dilihat
pertama kali oleh dokter di UGD, yang mungkin saja menggunakan atau tidak
menggunakan endoskopi hidung jika sumber perdarahan tidak dapat diidentifikasi
dengan pemeriksaan rinoskopi anterior. Selain itu, penanganan standar untuk
mengevaluasi pasien dalam menentukan pemilihan terapi tidak digunakan dalam
penelitian ini.
Penanganan standar untuk mengevaluasi pasien dengan epistaksis anterior
seperti penggunaan dekongestan topikal/vasokonstriktor dan analgesik untuk
menilai sumber perdarahan juga diperlukan. Syarat untuk menggunakan kauter
adalah sumber perdarahan yang dapat terlihat jelas dengan pilihan terapi antara
packing dan kauter yang dilakukan oleh dokter di UGD. Sejauh ini, masih
terdapat beberapa pasien yang tidak melakukan follow up di UGD saat mengalami
perdarahan ulang. Disamping keterbatasan ini, jumlah populasi yang banyak
dalam penelitian ini dapat memberikan informasi untuk mengevaluasi data
pengobatan.

Kesimpulan
Sebagai kesimpulan, terapi yang digunakan sekarang untuk menangani
epistaksis anterior di Unit Gawat Darurat (UGD) ada berbagai metode. Namun,
belum ada bukti yang kuat mengenai panduan terapi mana yang
direkomendasikan. Dalam penelitian ini terdapat empat modalitas terapi yang
paling umum digunakan dalam mengatasi epistaksis anterior di UGD, dan perak
nitrat merupakan pilihan terapi yang efektif dengan mempertimbangkan waktu
dan sumberdaya yang diperlukan. Hal ini membuktikan bahwa sumber perdarahan
anterior dapat diidentifikasi, kauter kimia dapat diterima, dan menjadi lini pertama
dalam terapi. Namun, selain karena keterbatasan dalam penelitian ini dan tidak
adanya sistem gradasi untuk mengidentifikasi keparahan epistaksis, rekomendasi
menggunakan kauter perak nitrat tidak dianjurkan saat ini untuk semua kasus
epistaksis anterior. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menentukan modalitas
terapi yang paling efektif berdasarkan tingkat keparahan epistaksis.
Daftar Pustaka
1. Pallin DJ, Chng YM, McKay MP, Emond JA, Pelletier AJ, Camargo Jr CA.
Epidemiology of epistaxis in US emergency departments, 1992 to 2001. Ann
Emerg Med. 2005;46:77–81.
2. Viehweg TL, Roberson JB, Hudson JW. Epistaxis: diagnosis and treatment. J
Oral Maxillofac Surg. 2006;64:511–8.
3. Abdelkader M, Leong SC, White PS. Endoscopic control of the sphenopalatine
artery for epistaxis: long-term results. J Laryngol Otol. 2007;121:759–62.
4. Bachelet JT, Bourlet J, Gleizal A. Hemostatic absorbable gel matrix for severe
post-traumatic epistaxis. Rev Stomatol Chir Maxillofac Chir Orale. 2013;114:
310–4.
5. Badran K, Malik TH, Belloso A, Timms MS. Randomized controlled trial
comparing Merocel and Rapid Rhino packing in the management of anterior
epistaxis. Clin Otolaryngol. 2005;30:333–7.
6. Biggs TC, Baruah P, Mainwaring J, Harries PG, Salib RJ. Treatment
algorithm for oral anticoagulant and antiplatelet therapy in epistaxis
patients. J Laryngol Otol. 2013;127:483–8.
7. Killick N, Malik V, Nirmal Kumar B. Nasal packing for epistaxis: an
evidencebased review. Br J Hosp Med (London, England:2005). 2014;75:143–
4.
8. Kucik CJ, Clenney T. Management of epistaxis. Am Fam Physician. 2005;
71:305–11.
9. Morgan DJ, Kellerman R. Epistaxis: evaluation and treatment. Prim Care.
2014;41:63–73.
10. Toner JG, Walby AP. Comparison of electro and chemical cautery in the
treatment of anterior epistaxis. J Laryngol Otol. 1990;104:617–8.
11. Kilty SJ, Al-Hajry M, Al-Mutairi D, et al. Prospective clinical trial of
gelatin-thrombin matrix as first line treatment of posterior epistaxis.
Laryngoscope. 2014;124:38–42.
12. Mathiasen RA, Cruz RM. Prospective, randomized, controlled clinical trial
of a novel matrix hemostatic sealant in patients with acute anterior epistaxis.
Laryngoscope. 2005;115:899–902.
LAMPIRAN

JURNAL BAHASA INGGRIS

Anda mungkin juga menyukai