Open
Abstrak
Latar Belakang: Terdapat beberapa pilihan terapi yang digunakan untuk penanganan epistaksis
anterior. Namun, hanya sedikit data yang ada mengenai hasil yang didapat setelah diberikan terapi.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi jenis metode terapi yang digunakan
sekarang dan hasil terapinya pada pasien dengan epistaksis anterior yang berada di unit gawat
darurat di pusat pelayannan kesehatan tersier di Canada.
Metode: Penelitian ini bersifat retrospektif, dengan menggunakan data pasien dewasa yang
didiagnosis dengan epistaksis anterior di unit gawat darurat periode Januari 2012 Mei 2014.
Dengan menggunakan data demografi, penyakit penyerta/komorbid, dan metode terapi yang telah
ada.
Hasil:Terdapat 353 kasus dengan epistaksis anterior primer. Dengan rata-rata umur pasien adalah
70 tahun dan 49% pasien adalah perempuan. Ditemukan penyakit penyerta Hipertensi (56%),
diabetes (19%), CAD (28%), dan atrial fibrilasi (27%). Sebagian besar kelompok (61%)
menggunakan setidaknya satu terapi antikoagulan atau antiplatelet. Sebagian besar terapi
menggunakan kauterisasi perak nitrat, Merocel , petroleum gauze packing, klip hidung, dan 15%
hanya diobservasi. Keberhasilan terapi awal yang dilakukan adalah pada sekitar 74% kasus.
Terdapat beberapa penanganan yang diberikan pada pasien, terapi dengan kauterisasi perak nitrat
memiliki angka rata-rata keberhasilan yang paling besar yaitu 80%. Dan ditemukan sekitar 26%
pasien kembali ke unit gawat darurat akibat berulangnya epistaksis dengan penanganan klip hidung
(59%), Merocel (26%), dan petroleum gauze packing (42%).
Kesimpulan: Kejadian berulangnya epistaksis setelah diberikan terapi dapat terjadi akibat
perbedaan dan efektivitas dari terapi yang digunakan oleh dokter di unit gawat darurat berdasarkan
tingkat keparahan epistaksis. Akan tetapi kauterisasi dengan perak nitrat memberikan manfaat yang
lebih yaitu pasien tidak perlu dilakukan follow up/tindakan lebih lanjut. Pada penelitian selanjutnya
diharapkan untuk lebih memperhatikan metode terapi yang paling efektif dalam penanganan
epistaksis berdasarkan tingkat keparahannya.
Kata Kunci: Epistaksis, Terapi, Epistaksis Anterior, Pelayanan tersier, Unit Gawat Darurat.
Latar Belakang
Epistaksis adalah masalah yang paling
umum ditemukan di rumah sakit di Amerika
Utara, terhitung sekitar 1 dari 200 unit
gawat darurat(UGD) di US. Walaupun sulit
untuk dinilai, diperkirakan sekitar 60% dari
populasi pernah setidaknya mengalami
epistaksis satu kali dalam hidupnya dan
hanya 6% yang mencari pengobatan.
Epistaksis merupakan kejadian penting yang
Penting
Epistaksis anterior merupakan kondisi yang
sangat umum dan dapat diobati, oleh sebab
itu penting untuk mengoptimalkan efisiensi
dan efektivitas dalam penanganannya.
Meskipun terdapat bukti untuk setiap
modalitas terapi pada pengobatan individu,
namun literatur yang ada sekarang masih
kurang untuk dokter praktik UGD dan
tentang
hasil
penggunaan
beberapa
modalitas terapi.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini ada dua, yaitu
pertama
untuk
menilai
manajemen
epistaksis anterior di pusat pelayanan tersier
di Canada. Dan kedua, untuk mengevaluasi
hasilnya setelah diberikan terapi.
Metode
Desain Penelitian
Dengan persetujuan dari Dewan Penelitian
Etika di Rumah Sakit Ottawa, penelitian
retrospektif ini menggunakan data semua
pasien dengan diagnosis utama epistaksis
anterior selama periode Januari 2012 sampai
Mei 2014 yang ada di UGD Rumah Sakit
Ottawa, yang merupakan pusat pelayanan
kesehatan tersier di Canada.
Hasil
Untuk setiap modalitas terapi, terapi
dikatakan berhasil apabila pasien dengan
diagnosis epistaksis anterior diberikan terapi
dan tidak ada kekambuhan dalam waktu 14
hari. Sebaliknya, kegagalan terapi apabila
pasien dengan kekambuhan epistaksis
ipsilateral dalam waktu 14 hari setelah
diberikan terapi. Jenis terapi yang diberikan
bertujuan untuk menghentikan perdarahan
agar pasien teratasi dan segera keluar dari
UGD. Pasien yang memerlukan tindakan
lanjut adalah pasien dengan terapi khusus di
UGD karena alasan lain.
Pemilihan Sampel
Pasien dalam penelitian ini adalah pasien
dewasa dengan diagnosis utama epistaksis di
UGD. Data kemudian diidentifikasi
menggunakan ICD-10 kode untuk epistaksis
(R04-0). Kode epistaksis tidak membedakan
antara epistaksis anterior dan posterior
2
Analisis
Semua perhitungan statistik dilakukan
dengan menggunakan SAS (version9.3).
Variabel kategorik yang dihitung adalah
frekuensi
dan persentase, sedangkan
variabel
kontinu
yang
dianalisis
menggunakan mean (SD) atau median
(IQR). Selain itu diperlukan pengujian awal
untuk hubungan antara variabel kategori
dianalisis baik menggunakan chi-square atau
tes Exact Fisher. Hasil kategoris dianalasis
dengan menggunakan regresi logistik.
Hasil
Karakteristik Sampel Penelitian
Jumlah total populasi penelitian adalah 419
pasien dengan diagnosis epistaksis primer di
UGD selama periode Januari 2012 Mei
2014. Sebesar 66 sampel dikeluarkan
berdsarkan kriteria eksklusi dalam Gambar
1.
Hasil Utama
Hasil dari setiap terapi yang diberikan dapat
dilihat dalam Tabel 2. Secara keseluruhan,
rata-rata kegagalan terapi awal 26% (91
pasien) dan sebanyak 26,6% (94 pasien)
kembali ke UGD untuk melakukan follow
up pasca keluar dari UGD. Pasien yang
membutuhkan follow up sebanyak 89 (95%)
70 (14-97
180 (51)
173 (49)
198 (56)
67 (19)
97 (28)
94 (27)
3 (1)
12 (3)
217 (62)
Bahasan
Terdapat 353 kasus epistaksis anterior dalam
penelitian ini yang kemudian dianalisis
hasilnya setelah diberikan terapi di UGD.
Terapi awal yang paling sering digunakan
adalah dengan kauter perak nitrat (35%).
Namun, terapi epistaksis anterior dengan
Merocel
dan
petroleum
gauze
menentukan
pemilihan
terapi
tidak
digunakan dalam penelitian ini. Penanganan
standar untuk mengevaluasi pasien dengan
epistaksis anterior seperti penggunaan
dekongestan topikal/vasokonstriktor dan
analgesik untuk menilai sumber perdarahan
juga diperlukan. Syarat untuk menggunakan
kauter adalah sumber perdarahan yang dapat
terlihat jelas dengan pilihan terapi antara
packing dan kauter yang dilakukan oleh
dokter di UGD. Sejauh ini, masih terdapat
beberapa pasien yang tidak melakukan
follow up di UGD saat mengalami
perdarahan ulang. Disamping keterbatasan
ini, jumlah populasi yang banyak dalam
penelitian ini dapat memberikan informasi
untuk mengevaluasi data pengobatan.
Authors contributions
SK conceived the study, and obtained ethics approval. SK
supervised the
conduct of the trial and data collection. EN and AL
undertook collecting
patient data, and management of the. EN, AL and WP
provided statistical advice
on study design and helped analyze the data. EN drafted
the manuscript, and all
authors contributed substantially to its revision. SK takes
responsibility for the
paper as a whole. All authors read and approved the final
manuscript.
Author details
1University of Ottawa, Ottawa, ON, Canada. 2Department
of Otolaryngology Head and Neck Surgery, University of Ottawa, Ontario,
Canada. 3Ottawa
Hospital Research Institute (OHRI), Ottawa, ON, Canada.
Received: 18 December 2015 Accepted: 4 April 2016
Referensi
1. Pallin DJ, Chng YM, McKay MP, Emond JA,
Pelletier AJ, Camargo Jr CA. Epidemiology of
epistaxis in US emergency departments, 1992 to
2001. Ann Emerg Med. 2005;46:7781.
2. Viehweg TL, Roberson JB, Hudson JW.
Epistaxis: diagnosis and treatment. J Oral
Maxillofac Surg. 2006;64:5118.
3. Abdelkader M, Leong SC, White PS.
Endoscopic control of the sphenopalatine artery
for epistaxis: long-term results. J Laryngol Otol.
2007;121:75962.
4. Bachelet JT, Bourlet J, Gleizal A. Hemostatic
absorbable gel matrix for severe post-traumatic
epistaxis. Rev stomatol Chir Maxillofac Chir
Orale. 2013;114: 3104.
5. Badran K, Malik TH, Belloso A, Timms MS.
Randomized controlled trial comparing Merocel
and RapidRhino packing in the management of
anterior
epistaxis.
Clin
Otolaryngol.
2005;30:3337.
6. Biggs TC, Baruah P, Mainwaring J, Harries
PG, Salib RJ. Treatment algorithm for oral
anticoagulant and antiplatelet therapy in
epistaxis
patients.
J
Laryngol
Otol.
2013;127:4838.
7. Killick N, Malik V, Nirmal Kumar B. Nasal
packing for epistaxis: an evidencebased review.
Br J Hosp Med (London, England: 2005).
2014;75:1434.
8. Kucik CJ, Clenney T. Management of
epistaxis. Am Fam Physician. 2005; 71:30511.
Kesimpulan
Sebagai kesimpulan, terapi yang digunakan
sekarang untuk menangani epistaksis
anterior di Unit Gawat Darurat (UGD) ada
berbagai metode. Namun, belum ada bukti
yang kuat mengenai panduan terapi mana
yang direkomendasikan. Dalam penelitian
ini terdapat empat modalitas terapi yang
paling umum digunakan dalam mengatasi
epistaksis anterior di UGD, dan perak nitrat
merupakan pilihan terapi yang efektif
dengan mempertimbangkan waktu dan
sumberdaya yang diperlukan. Hal ini
membuktikan bahwa sumber perdarahan
anterior dapat diidentifikasi, kauter kimia
dapat diterima, dan menjadi lini pertama
dalam terapi. Namun, selain karena
keterbatasan dalam penelitian ini dan tidak
adanya
sistem
gradasi
untuk
mengidentifikasi
keparahan
epistaksis,
rekomendasi menggunakan kauter perak
nitrat tidak dianjurkan saat ini untuk semua
kasus epistaksis anterior. Penelitian lebih
lanjut diperlukan untuk menentukan
modalitas terapi yang paling efektif
berdasarkan tingkat keparahan epistaksis.
Competing interests
The authors declare that they have no competing interests.