Anda di halaman 1dari 8

Newton et al.

Journal of Otolaryngology - Head and Neck Surgery (2016) 45:24


DOI 10.1186/s40463-016-0138-2

ORIGINAL RESEARCH ARTICLE


Access

Open

SEBUAH HASIL ANALISIS DARI MANAJEMEN EPISTAKSIS ANTERIOR


DI UNIT GAWAT DARURAT
E. Newton1, A. Lasso3, W. Petrcich3 and S. J. Kilty2,3*

Abstrak
Latar Belakang: Terdapat beberapa pilihan terapi yang digunakan untuk penanganan epistaksis
anterior. Namun, hanya sedikit data yang ada mengenai hasil yang didapat setelah diberikan terapi.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi jenis metode terapi yang digunakan
sekarang dan hasil terapinya pada pasien dengan epistaksis anterior yang berada di unit gawat
darurat di pusat pelayannan kesehatan tersier di Canada.
Metode: Penelitian ini bersifat retrospektif, dengan menggunakan data pasien dewasa yang
didiagnosis dengan epistaksis anterior di unit gawat darurat periode Januari 2012 Mei 2014.
Dengan menggunakan data demografi, penyakit penyerta/komorbid, dan metode terapi yang telah
ada.
Hasil:Terdapat 353 kasus dengan epistaksis anterior primer. Dengan rata-rata umur pasien adalah
70 tahun dan 49% pasien adalah perempuan. Ditemukan penyakit penyerta Hipertensi (56%),
diabetes (19%), CAD (28%), dan atrial fibrilasi (27%). Sebagian besar kelompok (61%)
menggunakan setidaknya satu terapi antikoagulan atau antiplatelet. Sebagian besar terapi
menggunakan kauterisasi perak nitrat, Merocel , petroleum gauze packing, klip hidung, dan 15%
hanya diobservasi. Keberhasilan terapi awal yang dilakukan adalah pada sekitar 74% kasus.
Terdapat beberapa penanganan yang diberikan pada pasien, terapi dengan kauterisasi perak nitrat
memiliki angka rata-rata keberhasilan yang paling besar yaitu 80%. Dan ditemukan sekitar 26%
pasien kembali ke unit gawat darurat akibat berulangnya epistaksis dengan penanganan klip hidung
(59%), Merocel (26%), dan petroleum gauze packing (42%).
Kesimpulan: Kejadian berulangnya epistaksis setelah diberikan terapi dapat terjadi akibat
perbedaan dan efektivitas dari terapi yang digunakan oleh dokter di unit gawat darurat berdasarkan
tingkat keparahan epistaksis. Akan tetapi kauterisasi dengan perak nitrat memberikan manfaat yang
lebih yaitu pasien tidak perlu dilakukan follow up/tindakan lebih lanjut. Pada penelitian selanjutnya
diharapkan untuk lebih memperhatikan metode terapi yang paling efektif dalam penanganan
epistaksis berdasarkan tingkat keparahannya.
Kata Kunci: Epistaksis, Terapi, Epistaksis Anterior, Pelayanan tersier, Unit Gawat Darurat.

membutuhkan biaya, waktu, dan tindakan


penanganan. Oleh sebab itu penting untuk
mengidentifikasi terapi yang paling efektif
dalam keberhasilan pengobatan.
Banyak pilihan terapi dan algoritma
penanganan epistaksis yang dijelaskan
dalam literatur [3-9]. Sebagian besar
menjelaskan dengan memulai packing dan
tekan hidung dan selanjutnya tindakan
invasive dan memakan waktu jika terapi
gagal. Terdapat manfaat menggunakan
kauter kimia dalam penanganan epistaksis

Latar Belakang
Epistaksis adalah masalah yang paling
umum ditemukan di rumah sakit di Amerika
Utara, terhitung sekitar 1 dari 200 unit
gawat darurat(UGD) di US. Walaupun sulit
untuk dinilai, diperkirakan sekitar 60% dari
populasi pernah setidaknya mengalami
epistaksis satu kali dalam hidupnya dan
hanya 6% yang mencari pengobatan.
Epistaksis merupakan kejadian penting yang

anterior, anterior packing, dan hemostatik


lainnya. Semua terapi ini bermanfaat dalam
hemostatis. Namun, hanya sedikit literatur
yang menjelaskan penggunaan terapi ini dan
efektivitasnya ketika digunakan di UGD.
Sejauh ini, tidak ada panduan/ pedoman
pengobatan yang dapat diterima secara luas
dan pemilihan terapi masih merupakan
masalah setiap dokter di UGD.

sehingga semua data yang ada dipilih


kembali secara manual untuk mengeluarkan
data pasien dengan diagnosis epistaksis
posterior atau keduanya epistaksis anterior
dan posterior, pasien epistaksis dengan
riwayat komplikasi seperti kanker stadium
akhir, pasien yang meninggal di UGD selain
epistaksis, pasien yang datang ke UGD
untuk packing removal, serta pasien yang
diterapi dengan lima atau lebih penyakit.
Dapat dilihat dalam Gambar 1.

Penting
Epistaksis anterior merupakan kondisi yang
sangat umum dan dapat diobati, oleh sebab
itu penting untuk mengoptimalkan efisiensi
dan efektivitas dalam penanganannya.
Meskipun terdapat bukti untuk setiap
modalitas terapi pada pengobatan individu,
namun literatur yang ada sekarang masih
kurang untuk dokter praktik UGD dan
tentang
hasil
penggunaan
beberapa
modalitas terapi.

Metode dan Pengukuran


Data yang digunakan diambil dari data
grafik di UGD yang kemudian diidentifikasi
berdasarkan
data
demografi
pasien,
komorbiditas, modalitas terapi yang
digunakan, gangguan medis lainnya, obatobatan dan kekambuhan atau informasi
follow up di UGD. Modalitas terapi yang
diidentifikasi adalah konservatif (tidak
diberikan terapi), klip hidung, petroleum
gauze packing, Merocel, Floseal,
Surgicel, Epistat, kauter perak nitrat,
elektrokauter, operasi endoskopi, embolisasi
arteri dan terapi lainnya yang tidak spesifik.
Kelompok lainnya dalam penelitian ini
diterapi dengan menggunakan petroleum
gauze packing anterior atau sejenisnya.

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini ada dua, yaitu
pertama
untuk
menilai
manajemen
epistaksis anterior di pusat pelayanan tersier
di Canada. Dan kedua, untuk mengevaluasi
hasilnya setelah diberikan terapi.
Metode
Desain Penelitian
Dengan persetujuan dari Dewan Penelitian
Etika di Rumah Sakit Ottawa, penelitian
retrospektif ini menggunakan data semua
pasien dengan diagnosis utama epistaksis
anterior selama periode Januari 2012 sampai
Mei 2014 yang ada di UGD Rumah Sakit
Ottawa, yang merupakan pusat pelayanan
kesehatan tersier di Canada.

Hasil
Untuk setiap modalitas terapi, terapi
dikatakan berhasil apabila pasien dengan
diagnosis epistaksis anterior diberikan terapi
dan tidak ada kekambuhan dalam waktu 14
hari. Sebaliknya, kegagalan terapi apabila
pasien dengan kekambuhan epistaksis
ipsilateral dalam waktu 14 hari setelah
diberikan terapi. Jenis terapi yang diberikan
bertujuan untuk menghentikan perdarahan
agar pasien teratasi dan segera keluar dari
UGD. Pasien yang memerlukan tindakan
lanjut adalah pasien dengan terapi khusus di
UGD karena alasan lain.

Pemilihan Sampel
Pasien dalam penelitian ini adalah pasien
dewasa dengan diagnosis utama epistaksis di
UGD. Data kemudian diidentifikasi
menggunakan ICD-10 kode untuk epistaksis
(R04-0). Kode epistaksis tidak membedakan
antara epistaksis anterior dan posterior
2

Analisis
Semua perhitungan statistik dilakukan
dengan menggunakan SAS (version9.3).
Variabel kategorik yang dihitung adalah
frekuensi
dan persentase, sedangkan
variabel
kontinu
yang
dianalisis
menggunakan mean (SD) atau median
(IQR). Selain itu diperlukan pengujian awal
untuk hubungan antara variabel kategori
dianalisis baik menggunakan chi-square atau
tes Exact Fisher. Hasil kategoris dianalasis
dengan menggunakan regresi logistik.

perempuan. Sebagian besar populasi (61%)


telah diterapi dengan obat antikoagulan atau
antiplatelet.
Data
komorbid
seperti
hipertensi, diabetes, coronary artery
disesase, atrial fibrilasi, secara statistik tidak
bermakna dengan kegagalan terapi (p>0,05).
Tabel 1. Patient Demographics
Characteristic
Value
Age mean y (range)
Sex no. (%)
Male
Female
Comorbidities N (%)
Hypertension
Diabetes
CAD
Afib
HHT
Other blood disorders
AC/AP medication use

Hasil
Karakteristik Sampel Penelitian
Jumlah total populasi penelitian adalah 419
pasien dengan diagnosis epistaksis primer di
UGD selama periode Januari 2012 Mei
2014. Sebesar 66 sampel dikeluarkan
berdsarkan kriteria eksklusi dalam Gambar
1.

Hasil Utama
Hasil dari setiap terapi yang diberikan dapat
dilihat dalam Tabel 2. Secara keseluruhan,
rata-rata kegagalan terapi awal 26% (91
pasien) dan sebanyak 26,6% (94 pasien)
kembali ke UGD untuk melakukan follow
up pasca keluar dari UGD. Pasien yang
membutuhkan follow up sebanyak 89 (95%)

Secara umum, ditemukan sebanyak 353


kasus epitaksis anterior yang termasuk
dalam kriteria inklusi dalam penelitian ini,
data demografik dan komorbid terangkum
dalam Tabel 1.
Populasi dalam penelitian ini rata-rata
berumur 70 tahun dan 49% adalah
3

70 (14-97

180 (51)
173 (49)

198 (56)
67 (19)
97 (28)
94 (27)
3 (1)
12 (3)
217 (62)

untuk packing removal (53 pasien dengan


Merocel packing), 3 pasien (3,1%) dengan
packing yang terlepas in situ, dan 2 (2,1%)
pasien dengan packing yang terlepas
sebelum waktunya. Dari 94 pasien yang
membutuhkan follow up , 22 (23%) pasien
membutuhkan intervensi (10 pasien dengan
Merocel packing) untuk penanganan
epistaksis. Tidak ada perbedaan angka
perdarahan setelah melepas pack dengan
jenis packing yang digunakan.

sebesar 30%. Terdapat hubungan yang


bermakna secara statistik antara penggunaan
obat
antikoagulan/
antiplatelet
dan
berulangnya
epistaksis
(p=0.0119).
Ditemukan
sebanyak
73%
pasien
mengalami kegagalan terapi dengan satu
obat antikoagulan/antiplatelet.

Secara keseluruhan, sebanyak 61% pasien


mendapatkan setidaknya satu pengobatan
antikoagulan atau antiplatelet. Pasien yang
tidak mendapatkan pengobatan antikoagulan
atau antiplatelet memiliki angka rata-rata
kegagalan terapi epistaksis anterior sebesar
18%. Sebaliknya, pasien yang diterapi
dengan antikoagulan atau antiplatelet
memilki angka rata-rata kegagalan terapi

Bahasan
Terdapat 353 kasus epistaksis anterior dalam
penelitian ini yang kemudian dianalisis
hasilnya setelah diberikan terapi di UGD.
Terapi awal yang paling sering digunakan
adalah dengan kauter perak nitrat (35%).
Namun, terapi epistaksis anterior dengan
Merocel
dan
petroleum
gauze

Tabel 3. Types of anticoagulation


(AC)/antiplatelet (AP) medications used by
patient population
Medication
N (%)
Any AC/AP
217 (62)
Tabel 2. Treatment outcomes for
ASA
122 (34)
management of anterior epistaxis
Coumadin
78 (23)
Treatment
N (%)
Failure N (%)
Rivaroxaban
14 (4)
Silver nitrate
122 (35)
24 (20)
Dabigatran
4 (1)
Merocel
92 (26)
24 (26)
Apixaban
4 (1)
No treatment
54 (15)
11 (20)
Clopidogrel
33 (9)
Other packing
45 (13)
19 (42)
Ticagrelor
2 (1)
Other
23 (6)
3 (13)
Other
7 (2)
Nasal clip
17 (5)
10 (59)
anticoagulant
Jika dibandingkan antara perak nitrat dengan
petroleum gauze packing, terapi dengan
perak nitrat memiliki angka kegagalan yang
Tabel 4. Outcomes of treatment success and
sedikit (OR 0,335, 95% Cl 0,364-1,322,
failure based on anticoagulation/antiplatelet
p=0,27), namun secara statistik tidak
use profile
bermakna.
Anticoagulant/Antiplatel N
Failur
et
eN
Untuk mengevaluasi faktor risiko yang
(%)
berpotensi
mengalami
epistaksis,
None
13 25 (18)
antikoagulan yang digunakan pasien
6
diidentifikasi dengan menggunakan regresi
Any
21 66 (30)
logistik. Jenis antikoagulan dan antiplatelet
anticoagulant/antiplatelet 7
yang digunakan oleh pasien dalam
ASA only
85 28 (33)
penelitian ini dapat dilihat dalam Tabel 3,
Other regimen
13 38 (29)
dan terbagi dalam tiga kategori untuk
2
dianalisis dalam Tabel 4.

packing/packing lainnya atau klip hidung


juga umum digunakan.
Pada kelompok pasien yang tidak diberikan
terapi di UGD tidak digunakan sebagai
kontrol untuk dibandingkan dengan
modalitas terapi yang diberikan, seperti
pasien dengan perdarahan yang berhenti
spontan atau tidak mengalami perdarahan
berulang yang tidak memerlukan terapi
segera. Salah satu alasan mengapa tidak bisa
dijadikan perbandingan adalah karena
perbedaan tampilan klinis berdasarkan
keparahan epistaksis, saat kelompok yang
diterapi dengan perak nitrat dibandingkan
dengan kelompok yang diterapi dengan
petroleum gauze packing maka kelompok
yang diterapi dengan perak nitrat akan
sedikit untuk gagal (p=0.0038).

rinoskopi anterior terlebih dahulu untuk


menemukan sumber perdarahan dan
selanjutnya dilakukan kauter dengan perak
nitrat setelah mendapat persetujuan dari
pasien. Hal yang sama diungkapkan pada
penelitian sebelumnya yang menyatakan
bahwa saat sumber perdarahan diberikan
kauter kimia maka tingkat keberhasilan
terapinya sangat baik.
Penjelasan mengenai penyebab kegagalan
terapi, penggunaan pengencer darah diyakini
memilki efek yang besar. Dalam penelitian
ini penggunaan terapi antikoagulan atau
antiplatelet,
termasuk
ASA,
secara
bermakna meningkatkan rata-rata angka
kekambuhan setelah keluar dari UGD
(p=0,0106). Rata-rata angka kegagalan
terapi
pada
pasien
dengan
antikoagulan/antiplatelet
adalah
30%,
dengan ASA tunggal 33% dan pengobatan
lainnya 29%, hasil ini cukup bermakna
dibandingkan pasien yang tidak diberikan
terapi sama sekali dengan angka rata-rata
kegagalan 18% (p<0,0119).

Dalam penelitian ini, terapi dengan perak


nitrat memiliki angka terendah dalam
kegagalan terapi (20%) dari semua
modalitas terapi yang ada selain itu
mempunyai manfaat tambahan yaitu potensi
rekurensi yang kurang, dibandingkan
dengan
modalitas
terapi
lainnya.
Penggunaan terapi perak nitrat dapat bias
apabila digunakan pada kasus yang ringan.
Pada penelitian lainnya menemukan
keberhasilan terapi yang baik pada
epistaksis
anterior
adalah
dengan
menggunakan packing dan tindakan operasi.
Namun dalam penelitian ini kelompok yang
mendapatkan terapi memiliki jumlah yang
terlalu sedikit untuk dianalisis.

Seperti pada penelitian lainnnya, penelitian


ini memilki banyak kekurangan. Jumlah
populasi dalam penelitian ini masih kurang
dalam menentukan hasil terapi yang
diberikan. Selain itu, tidak ada data tentang
tingkat keparahan epistaksis pada pasien
yang datang ke UGD sehingga dapat
mempengaruhi dokter dalam pemilihan
terapi dan juga kekambuhan. Hal ini dapat
mengganggu hubungan antara modalitas
terapi yang digunakan dan hasil yang
didapatkan. Dalam penelitian ini, pasien
yang mengalami epistaksis anterior akut
adalah yang dilihat pertama kali oleh dokter
di UGD, yang mungkin saja menggunakan
atau tidak menggunakan endoskopi hidung
jika sumber perdarahan tidak dapat
diidentifikasi dengan pemeriksaan rinoskopi
anterior. Selain itu, penanganan standar
untuk
mengevaluasi
pasien
dalam

Penanganan epistaksis, sama seperti pada


kondisi medis lainnya, harus disesuaikan
dengan pasien dan kondisi klinisnya.
Sebagian besar pasien epistaksis anterior
dalam penelitian ini berhasil diterapi dengan
kauter perak nitrat atau Merocel. Perak
nitrat sangat menguntungkan karena
menjanjikan hasil terapi yang baik tanpa
perlu tindakan follow up. Penanganan
dilakukan dengan melakukan pemeriksaan
5

menentukan
pemilihan
terapi
tidak
digunakan dalam penelitian ini. Penanganan
standar untuk mengevaluasi pasien dengan
epistaksis anterior seperti penggunaan
dekongestan topikal/vasokonstriktor dan
analgesik untuk menilai sumber perdarahan
juga diperlukan. Syarat untuk menggunakan
kauter adalah sumber perdarahan yang dapat
terlihat jelas dengan pilihan terapi antara
packing dan kauter yang dilakukan oleh
dokter di UGD. Sejauh ini, masih terdapat
beberapa pasien yang tidak melakukan
follow up di UGD saat mengalami
perdarahan ulang. Disamping keterbatasan
ini, jumlah populasi yang banyak dalam
penelitian ini dapat memberikan informasi
untuk mengevaluasi data pengobatan.

Authors contributions
SK conceived the study, and obtained ethics approval. SK
supervised the
conduct of the trial and data collection. EN and AL
undertook collecting
patient data, and management of the. EN, AL and WP
provided statistical advice
on study design and helped analyze the data. EN drafted
the manuscript, and all
authors contributed substantially to its revision. SK takes
responsibility for the
paper as a whole. All authors read and approved the final
manuscript.
Author details
1University of Ottawa, Ottawa, ON, Canada. 2Department
of Otolaryngology Head and Neck Surgery, University of Ottawa, Ontario,
Canada. 3Ottawa
Hospital Research Institute (OHRI), Ottawa, ON, Canada.
Received: 18 December 2015 Accepted: 4 April 2016

Referensi
1. Pallin DJ, Chng YM, McKay MP, Emond JA,
Pelletier AJ, Camargo Jr CA. Epidemiology of
epistaxis in US emergency departments, 1992 to
2001. Ann Emerg Med. 2005;46:7781.
2. Viehweg TL, Roberson JB, Hudson JW.
Epistaxis: diagnosis and treatment. J Oral
Maxillofac Surg. 2006;64:5118.
3. Abdelkader M, Leong SC, White PS.
Endoscopic control of the sphenopalatine artery
for epistaxis: long-term results. J Laryngol Otol.
2007;121:75962.
4. Bachelet JT, Bourlet J, Gleizal A. Hemostatic
absorbable gel matrix for severe post-traumatic
epistaxis. Rev stomatol Chir Maxillofac Chir
Orale. 2013;114: 3104.
5. Badran K, Malik TH, Belloso A, Timms MS.
Randomized controlled trial comparing Merocel
and RapidRhino packing in the management of
anterior
epistaxis.
Clin
Otolaryngol.
2005;30:3337.
6. Biggs TC, Baruah P, Mainwaring J, Harries
PG, Salib RJ. Treatment algorithm for oral
anticoagulant and antiplatelet therapy in
epistaxis
patients.
J
Laryngol
Otol.
2013;127:4838.
7. Killick N, Malik V, Nirmal Kumar B. Nasal
packing for epistaxis: an evidencebased review.
Br J Hosp Med (London, England: 2005).
2014;75:1434.
8. Kucik CJ, Clenney T. Management of
epistaxis. Am Fam Physician. 2005; 71:30511.

Kesimpulan
Sebagai kesimpulan, terapi yang digunakan
sekarang untuk menangani epistaksis
anterior di Unit Gawat Darurat (UGD) ada
berbagai metode. Namun, belum ada bukti
yang kuat mengenai panduan terapi mana
yang direkomendasikan. Dalam penelitian
ini terdapat empat modalitas terapi yang
paling umum digunakan dalam mengatasi
epistaksis anterior di UGD, dan perak nitrat
merupakan pilihan terapi yang efektif
dengan mempertimbangkan waktu dan
sumberdaya yang diperlukan. Hal ini
membuktikan bahwa sumber perdarahan
anterior dapat diidentifikasi, kauter kimia
dapat diterima, dan menjadi lini pertama
dalam terapi. Namun, selain karena
keterbatasan dalam penelitian ini dan tidak
adanya
sistem
gradasi
untuk
mengidentifikasi
keparahan
epistaksis,
rekomendasi menggunakan kauter perak
nitrat tidak dianjurkan saat ini untuk semua
kasus epistaksis anterior. Penelitian lebih
lanjut diperlukan untuk menentukan
modalitas terapi yang paling efektif
berdasarkan tingkat keparahan epistaksis.
Competing interests
The authors declare that they have no competing interests.

9. Morgan DJ, Kellerman R. Epistaxis:


evaluation and treatment. Prim Care.
2014;41:6373.
10. Toner JG, Walby AP. Comparison of electro
and chemical cautery in the treatment of anterior
epistaxis. J Laryngol Otol. 1990;104:6178.
11. Kilty SJ, Al-Hajry M, Al-Mutairi D, et al.
Prospective clinical trial of gelatin-thrombin

matrix as first line treatment of posterior


epistaxis. Laryngoscope. 2014;124:3842.
12. Mathiasen RA, Cruz RM. Prospective,
randomized, controlled clinical trial of a novel
matrix hemostatic sealant in patients with acute
anterior epistaxis. Laryngoscope. 2005;115:899
902.

Anda mungkin juga menyukai