Anda di halaman 1dari 6

Chronic Pelvic Pain Syndrome: Reduction of Medication Use

After Pelvic Floor Physical Therapy with an Internal


Myofascial Trigger Point Wand
Rodney U. Anderson • Richard H. Harvey •
David Wise • J. Nevin Smith • Brian H. Nathanson •
Tim Sawyer

1. Latar belakang penelitian


Penelitian ini berfokus pada sensitivitas titik pemicu dan gejala CPPS. Didalam
studi ini mendokumentasikan pengurangan dalam penggunaan obat pada pasien
dengan sindrom nyeri panggul kronis refraktori memanfaatkan bagian dari pelvic atau
pemicu titik pemicu myascial dengan titik pemicu yang diakui FDA dan terapi relaksasi
paradoksal. Penggunaan obat-obatan sesuai dengan kebijaksanaan pasien.
Perubahan dalam Penggunaan obat-obatan dinilai oleh tes McNemar di keduanya
kasus lengkap dan niat modifikasi untuk mengobati (mITT) Terapi obat konvensional
termasuk obat antibiotik untuk mengobati infeksi regional panggul yang didasari
(bahkan meskipun bukti infeksi kurang dan penggunaan jangka panjangmerupakan
kontraindikasi. Uji klinis sekarang memverifikasi bahwa myofascial panggul trigger
point (TrP) rilis untuk mengatasi penyebab yang mendasari nyeri otot panggul dan
CPPS dapat dicapai dipasien.
dalam kelompok pasien CPPS dengan nyeri yang seringkali berulang , ada
yang signifikan, penghentian dalam penggunaan obat-obatan oral yang terkait
dengan protokol yang mencakup titik pemicu internal Wand dan relaksasi paradoks
digunakan untuk perawatan diri dari panggul internal lantai nyeri myofascial. Pasien
yang berhenti menggunakan obat untuk gejala mereka lebih mungkin mengalami
pengurangan total gejala dibandingkan mereka yang tetap menggunakan obat-
obatan.
2. Metode hasil penelitian
Dalam jurnal ini, peneliti menggunakan metode pengobatan psikofisiologis
untuk melakukan terapi fisik pada pelvic dengan menggunakan Wand serta
melakukan relaksasi paradox. Pengobatan dilaksanakan selama 6 hari pada pelatihan
intensif, pelatihan klinik dan pelatihan dirumah selama 6 bulan. Terapi ini diberikan
kepada pria dan wanita yang menderita nyeri panggul dengan usia 18-40 tahun.
Terapi fisik ini bertujuan untuk mengidentifikasi titik pemicu myofascial pelvis (TrPs)
dan kondisi lainnya. Pada awal pengobatan pasien di instruksikan untuk mencari tahu
titik pemicu dari nyeri serta prosedur diagnostik, perawatan, dan intervensi
diagnostik. Terapis juga memberikan penegetahuan mengenai pelatihan Trps
myofacial. Selama 5 hari berturut-turut, psikolog klinis memberikan terapi relaksasi
paradoks (PRT) yang bertujuan untuk mengurangi impuls atau informasi dari sistem
saraf dengan adanya pemikiran terjadinya suatu bencana dan rasa sakit yang akan
dirasakan pada otot-otot fluktuasi otot panggul yang mengalami gangguan. Pada
akhir pengobatan, pasien diberikan rekaman-rekaman audio mengenai pengetahuan
yang ekstensif sebagai panduan untuk terapi relaksasi di rumah setelah mengikuti
pelatihan intensif selama 6 hari.
Wand direkomendasikan untuk memicu penyembuhan nyeri panggul baik
internal maupun external rata-rata 2 sampai 4 kali per minggu. Wand diberikan
kepada pasien melalui alat pengukur berupa meteran digital. Meteran digital
berfungsi sebagai algometer dimana pengguna dapat mengidentifikasi pengalaman
nyeri internal yang terkait dengan jumlah tekanan yang berbeda seperti yang
dilakukan oleh algometer. Pasien dilatih untuk menghindari tekanan yang
menyebabkan kesemutan, pulsasi atau nyeri melebihi ambang batas tertentu. Dalam
pengobatan pasien dianjurkan menggunakan sarung tangan yang diberi pelumas
berbasis air, vinil atau nitril di atas ujung Wand, anus atau introitus vagina juga
dilumasi dengan gel berbasis air dilakukan untuk menghindari kekeringan atau
ketahanan jaringan saat pemasangan Wand nantinya. Pasien biasa diberikan
kuesioner (biasanya melalui telepon) pada bulan 1 dan 6 untuk mendokumentasikan
pengalaman pasien tentang sensitivitas TrP, gejala total (yaitu, nyeri panggul dan
fungsi kencing), dan tekanan emosional. Kemudian masing-masing kuesioner dinilai
pada skala 1-10 dengan 10 paling parah. Pasien juga ditanya tentang penggunaan
obat mereka sebagai bagian dari follow up 1 dan 6 bulan.
3. Variabel yang dibandingkan dalam penelitian
Perbandingan medikasi pasien yang menderita Cronic Pain Pelvic Syndrome (CPPS)
dalam kurun waktu tertentu, mulai dari jenis kelamin, jenis obat yang digunakan,
lama waktu terapi dan kunjungan dokter serta pergantian obat.
4. Hasil penelitian yang diperoleh
Jumlah pasien yang mengikuti penelitian sebanyak 396 pasien. Ada 3 pasien
yang tidak diikutsertakan karena melanggar protokol dan 19 pasien yang memakai
antibiotik di awal penelitian yang kemudian dianjurkan berhenti karena tidak
memiliki bukti terinfeksi bakteri. Jadi pasien yang di data sebanyak 374 pasien.
Dari 374 pasien yang telah dievaluasi, ada 298 (79,7%) pria dan 76 (20,3%)
wanita dengan usia rata-rata mereka adalah 43 [33, 55] tahun. Memiliki nilai rata-rata
median NIH-CPSI dengan total skor 27 [22, 32] dan waktu rata-rata gejala CPPS
sebesar 5 [2, 11] tahun. Pasien ini memilki gejala sudah lama dan sudah mencoba
berbagai macam pengobatan, maka gejala CPRS ini dianggap refrakter. Dari catatan
didapatkan 45,7% pasien telah menggunakan tiga atau lebih dokter untuk gejala nyeri
panggul sebelum akhirnya mendaftar di penelitian ini. Konsisten dengan literatur,
antibiotik, psikotropika atau benzodiazepin, dan alpha blockers adalah tiga kelas obat
paling populer yang banyak digunakan saat pemeriksaan awal (Anothaisintawee et al.
2011).
Para pasien juga sudah menjalani berbagai prosedur, intervensi, dan
diagnostik sebelum pendaftaran penelitian ini. Misalnya, 26,7% menjalani cystoscopy
dan 5,1% memiliki injeksi blok pudenda atau operasi saraf pudenda untuk gejala
penyakit mereka. Pada penelitian ini tercatat tidak ada efek samping serius dalam
penggunaan tongkat.
5. Pembahasan mengapa diperoleh hasil demikian
Alasan paling umum untuk penarikan studi adalah mangkir setelah upaya
berulang pada kontak (n = 33 atau 23,34% dari penarikan). Sejumlah besar pasien (n
= 17, 11,97% dari penarikan) yang mengalami kesakitan dan berhenti menggunakan
Tongkat. 13 pasien (9,15% dari penarikan) memiliki terlalu banyak rasa sakit saat
penggunaan tongkat dan secara umum, beberapa pasien menghentikan terapi fisik di
daerah panggul karena nyeri transien yang berhubungan dengan pengobatan. Hanya
12 pasien (8,45% dari penarikan) menarik diri karena mereka tidak menemukan
tongkat pembantu.
KELOMPOK 2 :
1. TRI NURHIDAYATI 201610490311074
2. UMI SOFIA WARSONO 201610490311075
3. SHIFAUL AZIZATUN SHOLEHAH 201610490311076
4. USWATUN HASANAH 201610490311077
5. MAISARAH FADILAH 201610490311078
6. SUHARNI RAUFE 201610490311079
7. TANTIA DEWI HARIANTO 201610490311080
8. GALUH LARASWATI ULMIYAH 201610490311081
9. MUHAMMAD RIZQI RAMADHAN 201610490311082
10. FANY KURNIA UTAMI 201610490311083

Anda mungkin juga menyukai