Anda di halaman 1dari 21

JURNAL READING

Pembimbing:
dr. Adriansyah, Sp.B

Disusun Oleh:
M. Zetvandi Ibrahim
M Jihaad Ramadhan
Shila Rubianti P

STASE ILMU BEDAH


PROGRAM STUDI KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA CEMPAKA PUTIH
2019
Efektivitas Pleurodesis Kimia pada Pencegahan Rekurensi Pneumotoraks

Spontan: Kajian Sistematis

Abstrak

Tujuan Pneumotoraks spontan adalah kondisi patologis yang umum. Pedoman

internasional menyarankan pleurodesis untuk kondisi persisten dan pencegahan

rekurensi. Studi ini mengkaji literatur mengenai efektivitas pleurodesis secara

komprehensif.

Desain Kami mengkaji secara sistematis literatur untuk mengidentifikasi uji klinis

(RCT), studi kasus kontrol, dan serial kasus yang relevan. Kami menjabarkan

temuan dari studi tersebut dan mentabulasi tingkat rekurensi relatif atau OR (pada

studi dengan kelompok kontrol). Metaanalisis tidak dilakukan karena

heterogenitas klinis substansial.

Hasil Dari 560 abstrak yang diidentifikasi melalui teknik pencarian kami, 50

diikutkan ke dalam kajian sistematis setelah skrining. Tingkat rekurensi pada

pasien dengan drainase chest tube hanya berkisar 26.1%-50.1%. Talc poudrage

torakoskopik (empat studi (n=249)) menunjukkan tingkat rekurensi 2.5%-10.2%.

dengan RCT meunjukkan OR 0.10 dibandingkan dengan drainase saja. Sebagai

perbandingan, pemberian talc selama video-assisted thoracic surgery (VATS) dari

delapan studi (n=2324) rekurensi berkisar 0.0%-3.2%, namun RCT tidak

menunjukkan perbedaan signifikan dibandingkan dengan bleb/bulektomi saja.

Minosiklin tampaknya sama efektif dengan paska-VATS (tingkat rekurensi 0.0-

2.9%) Kebocoran udara lama dan pencegahan rekurensi menggunakan tetrasiklin


melalui chest drain (n=726) cenderung memberikan tingkat rekurensi 13.0%-

33.3% dan pleurodesis blood patch autolog (n=270) antara 15.6% dan 18.2%.

Kesimpulan Terapi pleurodesis kimia paskabedah atau via torakoskopi

tampaknya sangat efektif. Bukti mengenai tingkat keberhasilan definitif dari tiap

agen terbatas akibat uji klinis atau studi perbandingan yang masih sedikit.

PENDAHULUAN

Pneumotoraks, udara dalam rongga pleura, adalah kondisi patologis yang umum.

Pneumotoraks spontan primer (PSP) merujuk pada pasien yang tanpa penyakit

paru yang mendasarinya, sedangkan mereka yang dengan patologi paru yang jelas

diklasifikasikan sebagai pneumotoraks spontan sekunder (SSP). Insiden

pneumotoraks spontan didasari pada populasi di USA1 dan Swedia2 dilaporkan

sebesar 18-24 per 100.000 kasus per tahun untuk pria dan 1.2-6 per 100.000 untuk

wanita. PSP memiliki insiden yang dilaporkan sebesar 7.4-18 kasus (insiden

penyesuaian usia) dan 1.2-6 kasus per 100.000 populasi per tahun masing-masing

untuk pria dan wanita.1,2 Data UK mengenai tingkat rawat inap (untuk PSP dan

SSP) menunjukkan insiden 16.7 kasus per 100.000 untuk pria dan 5.8 kasus per

100.000 untuk wanita, dengan tingkat mortalitas 1.26 per juta dan 0.62 per juta

per tahun.3 Data terkini dari Perancis menunjukkan tingkat serupa yaitu 22.7 kasus

per 100.000 populasi.4

Tingkat rekurensi untuk pneumotoraks spontan (SP) sekitar 30%, dengan

studi individu melaporkan tingkat rekurensi antara 17% dan 49%. 5-12 Regimen

terapi dan strategi awal untuk pencegahan rekurensi masih kontroversial.


Pencegahan rekurensi meliputi pleurodesis (aposisi permanen dari pleura visceral

dan parietal untuk menutup rongga pleura), yang dapat secara kimiawi (atau

‘medis’) menggunakan suatu agen yang dimasukkan ke rongga pleura atau secara

bedah dengan pleurektomi apikal atau abrasi pleura. Pedoman internasional kini

merekomendasikan pleurodesis untuk pneumotoraks persisten atau untuk

mencegah rekurensi setelah serangan pneumotoraks kedua. Namun, pedoman ini

tidak menjelaskan pendekatan pleurodesis optimal atau agen untuk pleurodesis

kimia.13-15

Untuk PSP, konsensus Delphi American College of Chest Physicians

(ACCP)13 merekomendasikan pleurodesis bedah via torakoskopi (seperti

bullektomi) untuk kebocoran udara yang masih berlangsung (>4 hari) atau

pencegahan rekurensi saat serangan kedua. Dalam pernyataan ini, tidak ada

konsensus mengenai penggunaan talc poudrage tambahan saat prosedur bedah

untuk pasien dengan PSP. Pleurodesis kimia melalui chest drain diperbolehkan

untuk pasien dengan kontraindikasi bedah atau yang menolak pembedahan.

Pernyataan tersebut merekomendasikan doksisiklin atau talc sebagai agen pada

kasus pleurodesis kimia.13 Untuk SSP, pernyataan ini menyarankan intervensi

untuk mencegah rekurensi pneumotoraks saat serangan pertama (berbeda dengan

PSP), dengan pendekatan bedah sebagai pilihan pertama dan pleurodesis kimia

sebagai pilihan untuk pasien berisiko tinggi atau yang menolak pembedahan.

Pedoman ACCP dirilis pada tahun 2001, dan mungkin tidak lagi akurat.

Pedoman British Thoracic Society (BTS, 2010)14 dan Belgian Society of

Pulmonology (BSP, 2005)15 untuk PSP dan SSP merekomendasikan pleurodesis


bedah untuk serangan akut yang masih berlangsung dan pencegahan rekurensi

saat serangan kedua. Mereka menyatakan bahwa “seiring perkembangan VATS

untuk pneumotoraks dan pencegahan rekurensi, penggunaan pleurodesis kimia

bedah telah menurun signifikan”.14 Pleurodesis kimia medis direkomendasikan

pada pasien yang menolak atau tidak mampu menjalani pembedahan, sehingga

lebih cenderung digunakan pada pasien SSP. BTS menyatakan tetrasiklin sebagai

agen lini pertama sebelumnya untuk PSP dan SSP, namun penggunaannya telah

berkurang karena sulitnya suplai dibandingkan talc, dengan efektivitas minosiklin

dan doksisiklin yang serupa pada hewan.14 BSP tidak mengomentari agen

pleurodesis.

Studi ini bertujuan untuk mengkaji secara sistematis literatur mengenai

efektivitas pleurodesis kimia untuk pencegahan rekurensi pneumotoraks.

METODE

Kriteria kelayakan

Kami mengkaji secara sistematis literatur untuk mengidentifikasi uji klinis (RCT),

studi kasus kontrol, dan serial kasus (tanpa kelompok pembanding) ≥ 10 kasus

yang relevan. Serial kasus secara spesifik dimasukkan karena penulis melihat

masih kurangnya uji coba mengenai bidang ini.

Studi dianggap layak untuk inklusi dengan kriteria berikut: pasien dewasa

(≥ 18 tahun) dengan pneumotoraks spontan (primer dan sekunder), menjalani

pleurodosis pada serangan pertama atau rekurensi lanjutan, atau untuk terapi

persisten, dengan pemasangan chest tube atau disertain dengan prosedur bedah
intervensi terdiri dari pleurodesis kimia dengan agen apapun. Pembanding

meliputi drainase chest tube saja (tanpa pleurodesis), atau agen pleurodesis dan

prosedur bedah (seperti abrasi mekanik, bleb/bullektomi, pleurektomi). Luarannya

adalah tingkat rekurensi pneumotoraks (idealnya, minimal 1 tahun follow-up).

Kriteria eksklusi meliputi: studi hewan atau anak, studi non-primer (seperti

surat, editorial, dan artikel kajian), pleurodesis untuk efusi pleura malgina,

pleurodesis bedah saja (tanpa memasukkan agen sklerosis), pleurodesis untuk

kebocoran udara paskaoperasi, data yang kurang mengenai agen atau teknik yang

digunakan, periode follow-up yang tidak memadai (seperti <3 bulan), dan serial

kasus dengan <10 kasus.

Paper juga dieksklusi bila penulis tidak mampu mendapat terjemahannya

(bila tidak dirilis dalam Bahasa Inggris) atau tidak mampu mendapat paper online

atau melalui kumpulan perpustakaan.

Strategi Pencarian

Pencarian literatur dari sejumlah basis data (seperti PubMed, Embase, Medline,

Web of Science, Cochrane Library) dilakukan hingga Juni 2016. Hasil tidak

dibatasi tahun publikasi. Kombinasi istilah pencarian digunakan dan diadaptasi

untuk tiap basis data, seperti “pleurodosis”, “spontan”, “pneumotor*”, “kimia”,

“talc”, “tetrasiklin”, “minosiklin”, “iodopovidine” dan “darah”. Selain pencarian

basis data elektronik, daftar referensi, buku relevan, dan kajian artikel dicari

manual serta referensinya (daftar referensi dari artikel kajian dicari untuk studi

tambahan yang tidak didapat pada pencarian awal). Abstrak secara independen
dikaji untuk relevansinya oleh dua penulis (RJH dan AY). Perbedaan pendapat

diselesaikan dengan diskusi (dengan JPC dan IP) dengan ambang batas rendah

untuk kajian artikel lengkap. Artikel jurnal lengkap yang relevan dinilai lagi

kelayakannya.

Ekstraksi Data

Data diekstraksi dari artikel lengkap oleh dua penulis menggunakan formulir

ekstraksi yang telah dipersiapkan (Microsoft Excel 2010, Microsoft, USA).

Informasi yang diekstraksi meliputi penulis utama, tahun, area geografis, jenis

pneumotoraks (primer atau sekunder, bila terserdia), jumlah partisipan, agen

intervensi, pengukuran kontrol/pembanding, tingkat rekurensi pada tiap

kelompok, waktu follow-up (rerata atau median bila ada), jenis dan kualitas studi.

Pada mereka yang dengan populasi campuran (seperti pasien dengan efusi pleura

atau kebocoran udara paskaoperasi), hanya data mengenai SP yang diekstraksi.

Bila tersedia, data mengenai jumlah episode pneumotoraks (bukan jumlah pasien)

juga diambil. Kegagalan pleurodesis dini yang memerlukan prosedur lanjutan atau

pembedahan diikutkan dalam perhitungan tingkat rekurensi.

Kualitas dan Risiko dari Asesmen Bias

Risiko bias dari RCT yang diikutkan dinilai menggunakan Cochrane Risk of

Bias.16 Alat ini menilai 7 domain: generasi sekuens, penerapan concealment,

blinding partisipan dan personil, blinding asesmen luaran, data luaran yang tidak
lengkap, pelaporan luaran selektif, dan ‘masalah lain’. Kami tidak menilai risiko

bias pada studi kasus kontrol atau serial kasus.

Analisis Data

Karena heterogenitas dari desain studi, agen pleurodesis, kelompok kontrol, dan

luaran dari studi, sintesis data formal melalui meta-analisis tidak dilakukan karena

hasilnya tidak akan bermakna secara klinis. OR dengan 95% CI dihitung sebagai

pengukuran efektivitas dalam menurunkan rekurensi pneumotoraks relatif

terhadap kontrol. Untuk studi tanpa kelompok pembanding, kami menampilkan

estimasi sederhana dari tingkat rekurensi pneumotoraks pada satu keompok,

dengan 95% CI (dihitung pada skala log). Bila terdapat rekurensi nol, kami

memperkirakan batas atas dari CI untuk tingkat rekurensi dengan 3/n 16 (Bagian

16.9.4) dan menerapkan perkiraan standar dengan menambahkan 0.5 pada semua

hitung sel sebelum menghitung OR dan CI-nya16 (Bagian 16.9.2).

HASIL

Setelah pembuangan duplikat hasil pencarian, 560 abstrak dikaji (lihat gambar 1).

Sebanyak 468 dieksklusi karena tidak layak untuk dikaji saat ini (laporan kasus,

kajian, serial pembedahan atau deskripsi praktik, model hewan, kasus pediatrik,

pleurodesis untuk efusi pleura saja, data duplikat atau artikel pengetahuan dasar)

dan sayangnya kami tidak mampu mendapatkan salinan naskah lengkap dari 13

paper yang dirilis sebelum 1995 (dalam bahasa asing). Dari sisa 92 paper yang

layak, tambahan 42 studi diidentifikasi tidak layak untuk ekstraksi data (20

dengan data yang tidak adekuat atau tanpa data follow-up jangka panjang, 6
kajian, 6 dengan < 10 kasus, 4 data duplikat dari publikasi lain, 4 poster

konferensi atau abstrak saja dan 2 hanya terkait dengan tatalaksana efusi pleura).

Sehingga, diidentifikasi 50 studi relevan. Kami meringkas hasil dari 50 studi.

Kelima puluh studi ini memiliki variasi ukuran, kualitas, dan desain studi”

9 RCT, 10 serial kasus prospektif (3 dengan kelompok pembanding non-acak) dan

31 serial kasus retrospektif (10 dengan kelompok pembanding non-acak). Indikasi

untuk pleurodesis bervariasi; 16 (32%) studi menyatakan indikasi rekurensi

pneumotoraks atau kebocoran udara yang sedang berlangsung, 7 (14%) dilakukan

pada serangan pertama, 6 (12%) menilai pasien dengan kebocoran udara, 5 (10%)

studi hanya untuk pneumotoraks rekuren saja dan 3 studi (6%) melibatkan

campuran serangan pertama, pneumotoraks rekuren, dan kebocoran udara atau

hemotoras. Sisa 13 studi (26%) tidak menjelaskan indikasi untuk pencegahan

rekurensi dengan jelas.

Asesmen bias dari RCT menunjukkan risiko rendah pelaporan, deteksi,

atau atrisi bias karena luaran dari rekurensi pneumotoraks dilaporkan dengan baik

dan tingkat loss to follow-up yang rendah. Proses randomisasi secara umum

dijabarkan dengan baik dan adekuat, dengan pengecualian pada beberapa studi

lama yang tidak menjelaskan prosesnya6,7 dan beberapa studi baru yang

tampaknya membedakan kelompok terapi berdasarkan jumlah uji coba.17 Tidak

ada studi yang di-blind, beberapa memberikan penjelasan kenapa tidak dilakukan:

sulitnya mempasangankan agen atau rasa nyeri terkait dengan instilasi minosiklin

cenderung menghilangkan efek blinding.


Talc

Dua puluh empat studi menggunakan talc sebagai agen pleurodesis kimia. Dua

belas menilai efektivitas dari talc poudrage untuk terapi PSP: empat dimana talc

poudrage dilakukan saat torakoskopi medis dengan tanpa intervensi paru lain

(tabel 1) dan delapan dimana talc poudrage diberikan paska-video-assisted

thoracoscopic surgery (VATS) dengan elektrokoagulasi bleb, reseksi bleb, atau

bulektomi apikal (tabel 2).

Dari empat studi dimana talc poudrage dilakukan tanpa intervensi pada

paru (tabel 1), hanya satu studi berupa RCT. Studi ini menunjukkan tingkat

rekurensi yang lebih rendah pada mereka yang mendapat talc poudrage

dibandingkan dengan yang mendapat drainase saja (talc 5.1% vs drainase 34.0%,

OR 0.10, 95% CI 0.03 hingga 0.38).18 Suatu studi serial kasus dengan kelompok

kontrol (non-acak) memberikan estimasi serupaL talc 2.6% versus drainase

26.1%, OR 0.08 (95% CI 0.01 hingga 0.69).19 Dua serial kasus, tanpa

pembanding, mengestimasi 10.2% rekurensi pada pasien dengan PSP rekuren atau

kebocoran udara yang sedang berlangsung (termasuk juga kegagalan dini), 20 dan

9.5% dalam kombinasi PSP episode pertama (62%) dan rekuren (38%).21

Keempat studi memiliki periode follow-up setidaknya 24 bulan (tabel 1).

Dalam delapan studi bedah yang mengevaluasi talc poudrage untuk PSP

paska-VATS dengan elektrokoagulasi bleb, reseksi bleb, atau bullektomi apikal,

periode follow-up bervariasi dari 10 hingga 62 bulan (tabel 2). Hanya terdapat

satu RCT, yang dilakukan pada 141 pasien yang menjalani VATS dengan reseksi

atau elektrokoagulasi bleb. Tingkat rekurensi pada pasien yang mendapat talc dan
dekstrosa sebesar 2.4% dibandingkan dengan 6.0% pada kelompok kontrol

dengan pembedahan saja. Namun, CI untuk OR sangat lebar, yang menunjukkan

bahwa kami tidak yakin dengan temuan ini: OR 0.38 (95% CI 0.04 hingga 3.82). 22

Lebih lanjut, hasil serupa juga terlihat dengan menggunakan dekstrosa tanpa

talc.22 Tingkat rekurensi yang diamati pada tujuh studi bedah lainnya antara 0.0%

dan 3.2%%.23-29 Haya dua dari studi tersebut memiliki kelompok pembanding

(non-acak),26,29 satu diantaranya memberikan bukti statistik mengenai penurunan

tingkat rekurensi pada mereka yang mendapat talc dibandingkan dengan abrasi

pleura: talc 1.5% versus abrasi pleura 4.0%, OR 0.38 (95% CI 0.15 hingga 0.97).26

Indikasi untuk intervensi bedah dalam studi tersebut adalah PSP rekuren

atau kebocoran udara yang sedang berlangsung,24,25,28 meliputi presentasi pertama

dalam dua studi,23,29 satu saat serangan pertama27 dan dua tidak dijelaskan.22,26

Prosedur bedah yang dilakukan bervariasi antar studi. Beberapa studi menyatakan

bahwa elektrokoagulasi atau reseksi bleb/apikal hanya dilakukan terdapat kelainan

yang terlihat,23,25,28,29 sedangnkan studi lain melakukannya pada semua

kasus.22,24,26,27

Sisa 12 studi menggunakan talck untuk menangani pasien dengan PSP dan

SSP (tabel 3). Satu RCT mengestimasi penurunan tingkat rekurensi dengan

melakukan pleurodesis talck melalui chest drain dibandingkan dengan drainase

saja, OR 0.16 (95% CI 0.03 hingga 0.85). 6 Dua studi kecil menginsuflasi talc di

bawah anestesi lokal dan melaporkan 0% rekurensi pada 24 pasien 30 dan 20

pasien.31 Namun, empat serial yang lebih besar meliputi 521 pasien yang

menjalani talc poudrage saat torakoskopi menemukan tingkat rekurensi 5.6%-


16.1% (meliputi kegagalan dini).32-35 Satu studi membandingkan talc terhadap

pleurodesis darah autolog menemukan rekurensi yang lebih rendah pada

kelompok talc (OR 0.48) namun CI yang lebar (0.10 hingga 2.24).36 Suatu serial

kasus retrospektif dari 122 pasien menggunakan pleurodesis talc melalui chest

drain menemukan tingkat rekurensi serupa yaitun 13.3%.37 Tiga studi

pembedahan retrospektif yang meliputi 317 pasien yang menjalani bulektomi

VATS dan talc poudrage untuk PSP dan SSP menemukan tingkat rekurensi 1.1-

4.5%.38-40 Kelompok pembanding (non-acak) dari dua studi (n=312) menemukan

tingkat rekurensi untuk talc melalui chest drain untuk SSP sebesar 2.9%38 dan

30.8%.40 Walau perbedaan dari studi tersebut signifikan secara statistik, dua

kelompok pasien sangat jauh berbeda: pasien yang mendapat talc melalui chest

drain tidak layak untuk VATS.40

Tetrasiklin

Sebelas studi mengevaluasi efikasi dari pleurodesis tetrasiklin untuk SP melalui

chest drain atau torakoskopi tanpa intervensi pada paru (tabel 4). Kualitas studi

ini bervaariasi mengenai PSP dan SSP namun terdiri dari tiga RCT yang meliputi

366 pasien. Dua RCT, dari 1990 dan 1989, mengacak pasien untuk mendapat

tetrasiklin versus chest drain atau drainase saja.6,7 Keduanya melaporkan tingkat

yang lebih rendah pada kelompok tetrasiklin namun hanya satu studi yang

signifikan secara statistik, OR 0.48 (95% CI 0.27 hingga 0.85). 7 RCT lainnya

yang kecil mengenai tetrasiklin versus perak nitrat saat torakoskopi menemukan

tingkat rekurensi 0% pada kedua kelompok.41 Empat studi retrospektif non-acak


dari tetrasiklin versus drainase saja semuanya menunjukkan penurunan tingkat

rekurensi pada kelompok tetrasiklin. Namun, semuanya kecuali satu studi

memiliki CI yang lebar yang menyimpang nilai null dari 1: OR 0.50 (95% CI 0.23

hingga 1.09), 0.25 (95% CI 0.09 hingga 0.73), 0.43 (95% CI 0.23 hingga 1.09),

dan 0.14 (95% CI 0.01 hingga 2.53).42-45 Perlu dicatat bahwa empat studi hanya

melibatkan pasien dengan serangan SP pertama,6,41,43,45 dengan sisa tujuh studi

tidak menjelaskan indikasi untuk pencegahan rekurensi. Satu studi pembedahan

dari tetrasiklin paska bulektomi VATS tidak melaporkan rekurensi (0.0%)

dibandingkan dengan 10.9% pada kelompok yang ditangani non-bedah dengan

drainase chest tube saja.46 Namun, serial pembedahan prospektif yang lebih lama

menunjukkan tingkat rekurensi 9.4% tanpa kelompok kontrol.47

Darah

Lima studi mengenai pleurodesis patch darah dimasukkan dalam analisis (n=270,

tabel 5). Tidak ada RCT yang membandingkan dengan drainase saja. Dua studi

secara prospektif menilai pasien setelah SP dengan kebocoran udara persisten.

Satu studi non-acak mengestimasi OR sebesar 0.47 (95% CI 0.17 hingga 1.32)

untuk rekurensi pada pasien setelah pleurodesis darah autolog dibandingkan

dengan drainase saja (15.6% pleurodesis darah, melibatkan kegagalan dini yang

memerlukan pembedahan, vs 28.1% drainase).48

Seperti yang dibahas pada bagian ‘Talc’ di atas, suatu studi perbandingan

retrospektif kecil dari talc melalui chest drain versus patch darah masih belum

memberikan jawaban.39 Dua serial retrospektif kecil lain dari pasien yang tidak
layak untuk pembedahan dengan rekurensi atau kebocoran udara persisten

menunjukkan rekurensi jangka panjang sebesar 16.0%49 dan 16.1%50 dengan tanpa

kelompok pembanding.

Minosiklin

Tiga RCT pada pasien dengan PSP (n=498) menemukan tingkat rekurensi 0% 17

dan 1.9% setelah instilasi minosiklin setelah reekspansi paru paska prosedur

VATS51 namun 29.2% setelah instilasi melalui chest drain saja (seperti

tatalaksana medis, tanpa intervensi pada paru) pada pasien dengan gejala pertama

PSP52 (tabel 6). RCT ini memberikan bukti penurunan rekurensi dibandingkan

dengan drainase saja pada pasien non-bedah (minosiklin 29.2% vs drainase saja

49.1%, OR 0.43, 95% CI 0.24 hingga 0.75).52 Pada pasien bedah, Chen dkk.51 juga

mengamati penurunan tingkat rekurensi dibandingkan dengan pasien yang

mendapat salin, namun kekuatan dari bukti statistiknya lemah (minosiklin 1.9% vs

saline 8.1%, OR 0.23, 95% CI 0.05 hingga 1.09). RCT bedah ketiga, yang

membandingkan minosiklin versus abrasi mekanik, merupakan RCT kecil dan

inkonklusif (minosiklin 0.0% vs abrasi mekanik 5.0%, OR 0.18, 95% CI 0.01

hingga 3.89).17

Juga terdapa dua studi non-acak retrospektif dengan kelompok kontrol.

Satu studi menunjukkan bahwa minosiklin secara signifikan menurunkan tingkat

rekurensi dengan minosiklin paska VATS dibandingkan dengan saline (minosiklin

2.9% vs 9.8% saline, OR 0.27, 95% CI 0.09 hingga 0.85). 53 Studi komparatif lain

pada pasien dengan kebocoran udara lama paska VATS untuk SP menemukan
peningkatan tingkat rekurensi pada kelompok minosiklin dibandingkan dengan

OK-432 (estimasi tingkat kegagalan 36.7% minosiklin vs. 5.3% OK-432, OR

10.42, 95% CI 1.30 hingga 83.5).54

Agen Lain

Suatu serial pembedahan retrospektif dari 81 kasus melaporkan tingkat rekurensi

6.2% bila menggunakan iodopovidone selama VATS terlepas hanya 37% yang

menjalani reseksi bula. Dua studi kecil di India menilai efikasi dari iodopovidone

melalui chest drain. Satu uji klinis (n=35) tidak mengalami rekurensi baik pada

kelommpok iodopovidone atau pleurodesis talc55 dan suatu kajian retrospektif dari

27 kasus menemukan tingkat rekurensi 7.4%.56

Dua studi menggunakan perak nitrat sebagai agen pleurodesis kimia: satu

RCT (lihat tabel 4) melaporkan 0% rekurensi setelah instilasi saat torakoskopi

namun menjelaskan peningkatan produksi cairan pleura dan lama rawat yang

lebih lama dibandingkan menggunakan tetrasiklin.41 Suatu studi pembedahan

retrospektif (n = 184, follow-up 3 tahun) menggunakan perak nitrat paska

bulektomi VATS dengan tingkat rekurensi 1.1%, namun tanpa kelompok

pembanding.57 Suatu serial retrospektif yang mengkaji pencegahan rekurensi saat

serangan pertama menemukan tingkat rekurensi yang signifikan menggunakan

gentamicin melalui chest drain, walau lebih efektif daripada drainase saja (tingkat

rekurensi 3 tahun masing-masing 26.1% dan 50.0%) (OR 0.35, 95% CI 0.12

hingga 1.00, dengan nilai p < 0.05).43 Suatu studi kecil yang melibatkan 17

pneumotoraks spontan hanya menemukan satu rekurensi (5.9%) setelah


pemberian quinakrin.58 Pada seuatu kelompok dari 57 pasien dengan SSP dengan

risiko terlalu tinggi untuk pembedahan dengan kebocoran udara, lem fibrin

(dilarutkan empat kali lipat) diinstilasi melalui chest drain. Tingkat rekurensi

jangka panjang (60 bulan) sebesar 10.5%.59 Penambahan acromycin paska

bulektomi VATS melaporkan penurunan rekurensi menjadi 3.8% dari 20.0% pada

kelompok pembanding non-acak, namun CI-nya lebar (OR 0.16, 95% CI 0.02

hingga 1.48), walaupun nilai p < 0.05.60

DISKUSI

Ini merupakan studi pertama berdasarkan pengetahuan kami yang mengkaji secara

sistematis bukti mengenai efektivitas pleurodesis pada pencegahan rekurensi

untuk semua agen pleurodesis kimia pada kasus SP baik pada pleurodesis ‘medis’

(tanpa intervensi pada paru) dan sebagai adjuvant terhadap prosedur bedah. Pasien

dengan kebocoran udara paska pembedahan dieksklusi karena pasien telah

menjalani bedah toraks (reseksi wedge atau lobektomi) dengan kebocoran udara

cenderung menjadi populasi yang berbeda dari pneumotoraks spontan. Atas alasan

yang sama, tidak seperti kajian sebelumnya mengenai efikasi pleurodesis, pasien

yang menjalani pleurodesis untuk pencegahan rekurensi efusi pleura maligna juga

dieksklusi.

Karena heterogenitas antar desain studi, luaran, dan intervensi, sintesis

data formal melalui metaanalisis tidak dilakukan karena kami tidak yakin hasilnya

akan bermakna secara klinis. Hanya 9 dari 50 studi yang merupakan RCT. Juga,

13 dari 41 studi lain (serial kasus) memberikan kelompok pembanding namun


perbandingannya bersifat historis atau keolompok pembanding non-acak.

Kurangnya perbandingan head-to-head membatasi kemampuan untuk

membandingkan efektivitas relatif dari berbagai agen dalam kajian ini. hal ini

berbeda dengan kajian Cochrane mengenai agen pleurodesis pada efusi pleura

maligna, dimana sekumpulan metaanalisis agen pleurodesis dilakukan dengan 62

RCT.61

Studi dimana kelompok kontrol didrainase dengan chest drain saja (tanpa

agen lain) menunjukkan tingkat rekurensi 26.1-50.1%. Pleurodesis talc tampaknya

efektif dalam menurunkan rekurensi PSP bila digunakan dengan poudrage saat

torakoskopi, dengan dua studi dengan kelompok pembanding memberikan tingkat

rekurensi 5.1% dan 2.6% dengan OR 0.10 (95% CI 0.03 hingga 0.38) dan 0.08

(95% CI 0.01 hingga 0.69), bila membandingkan talc poudrage dengan drainase

saja.18,19 Namun, data serial kasus terkini menunjukkan tingkat rekurensi yang

lebih tinggi (9.5%20 dan 10.2%).21

Bila talc digunakan pada pasien yang menjalani prosedur pembedahan

(VATS), tingkat rekurensi tampaknya rendah (antara 0.0% dan 3.2%) dan

tampaknya penambahan talc berkontribusi terhadap rekurensi yang lebih rendah

dibandingkan dengan bulektomi VATS dan drainase atau abrasi saja. Tidak

terdapat perbandingan langsung dari bulektomi VATS dan pleurektomi terhadap

bulektomi VATS dan pleurodesis talck. Hasil untuk talc poudrage saat

torakoskopi (tanpa intervensi pada paru) pada SP secara umum (PSP dan SSP)

tampaknya berkisar antara 5.6% dan 16.1% pada serial kasus yang lebih besar

(tanpa kelompok pembanding). Tidak ada studi pleurodesis slurry talc untuk SP
saja, kecuali dua studi dengan kelompok pembanding yang kecil yaitu 14 dan 10

pasien, yang memberikan tingkat rekurensi 21.4% dan 0.0%.36,55 Suatu kajian

sistematis sebelumnya dari pleurodesis talck dari 22 studi pada tahun 1994

menemukan tingkat kesuksesan umum 91%; namun, 6 dari 15 studi yang menilai

talc poudrage dan 4 studi yang menilai talc slurry memiliki sampel yang kecil (≤

10 pasien).62

Mayoritas dari studi yang menilai penurunan tingkat rekurensi dengan

agen pleurodesis ‘medis’ melalui chest drain menggunakan tetrasiklin. Studi

berkualitas tinggi (RCT) menunjukkan tingkat rekurensi antar 13% dan 25%,

yang secara signifikan lebih baik daripada yang mendapat drainase saja (OR 0.27,

95% CI 0.06 hingga 1.15, dan 0.61 dcengan 0.48, 95% CI 0.27 hingga 0.85). 6,7

Pleurodesis patch darah untuk kebocoran udara persisten pada pasien yang tidak

layak untuk pembedahan tampaknya menunjukkan tingkat rekurensi sekitar

16%.49,50 Suatu RCT yang menilai efikasi jangka pendek dari pleurodesis patch

darah autolog dengan berbagi dosis menemukan bahwa pemberian 1 atau 2 mL/kg

lebih baik dalam mengatasi kebocoran udara dalam 13 hari (keduanya 82%)

dibandingkan 0.5 mL/kg atau saline (masing-masing 27% dan 9%).63

Minosiklin tampaknya menjadi agen pilihan di Taiwan. Instilasi dari talc

melalui chest drain tanpa intervensi bedah pada pasien dengan gejala pertama

PSP juga tampaknya memberikan penurunan rekurensi yang signifikan,52 walau

penggunaannya masih jarang di tempat lain.

Terdapat sejumlah agen pleurodesis lain yang berpotensi efektif.

Iodopovidone secara luas tersedia di India dengan satu RCT kecil menunjukkan
tingkat kesuksesan yang sama dengan talc.55 Masih diperlukan penelitian untuk

penggunaan acromycin, gentamisin, atau quinakrin melalui chest drain, dan perak

nitrat atau lem fibrin paska VATS.

Hasil tersebut konsisten dengan metaanalisis terkini dari pleurodesis untuk

efusi pleura maligna, yang menemukan bahwa talc poudrage sangat efektif,

diikuti dengan talc slurry, mepakrin, iodine, bleomycin, dan doksisiklin, walau

dilakukan pada populasi pasien yang berbeda.61

Indikasi untuk pleurodesis pada sebagian besar studi adalah kebocoran

udara yang sedang berlangsung dan pencegahan rekurensi saat serangan kedua

sesuai dengan rekomendasi pedoman. Namun, satu studi menilai intervensi bedha

dini saat serangan pertama.27 Kelompok ini secara kontroversial ditangani tanpa

aspirasi atau drainase chest tube, menjalani VATS dengan reseksi bleb dan

pleurodesis talc poudrage dalam kurun 12 jam dari gejala pertama. Walau tidak

ada rekurensi, nampaknya sebagian besar pasien cenderung tidak memerlukan

operasi karena dapat ditangani secara konservatif dan tanpa rekurensi.

Terdapat beberapa keterbatasan dari kajian sistematis ini. pertama, kajian

kami terbatas oleh kualitas dari data yang tersedia. Walau kami mengidentifikasi

beberapa RCT yang baik, mayoritas dari studi yang diidentifikasi bersifat

observasional, dan banyak yang non-komparatif. Banyak studi juga bersifat

retrospektif, dengan risiko tinggi pelaporan bias. Tiga belas paper yang dirilis

sebelum tahun 1995 dalam bahasa asing (bukan Bahasa Inggris) dan tidak tersedia

sehingga tidak dimasukkan. Indikasi untuk pleurodesis bervariasi antar studi

meliputi mereka yang menilai pasien saat serangan pertama, mereka dengan
pneumotoraks atau kebocoran udara rekuren, dan mereka yang hanya dengan

kecocoran udara saja. Ukuran pneumotoraks saaat datang dan rincian terapi

sebelumnya juga tidak selalu tersedia. Tterdapat variasi dalam dan antar studi

pembedahan karena terdapat prosedur tambahan yang dilakukan (selain

pleurodesis kimia). Prosedur pasti seringkali ditentukan pada inspeksi visual dari

paru (seperti reseksi bleb/bulla atau elektokoagulasi hanya dilakukan bila terlihat

adanya bleb dan bulla) namun hasilnya biasanya hanya melaporkan tingkat

rekurensi secara umum. Hal ini menyebabkan heterogenitas klinis yang signifikan

dalam data yang dirilis, sehingga interpretasinya harus hati-hati.

KESIMPULAN

Kajian sistematis komprehensif dari literatur ini menunjukkan bahwa sejumlah

agen telah digunakan untuk pleurodesis kimia untuk pencegahan rekurensi SP.

Pleurodesis kimia disertai terapi bedah ataua melalui torakoskopi tampaknya

paling efektif dalam mencegah rekurensi, namun tidak selalu bisa dilakukan untuk

seua pasien. Bukti mengenai tingkat kesuksesan relatif antar agen masih terbatas

akibat jumlah uji klinis yang masih sedikit. RCT yang baik yang menggunakan

sejumlah agen diperlukan untuk menilai tatalaksana optimal dari pencegahan

rekurensi dan terapi SP.

Gambar 1. Alur diagram item yang dilaporkan untuk kajian sistematis dan meta-

analisis (Preferred reporting items for systematic reviews and meta-

analyses/PRISMA) dari seleksi studi.


Tabel 1. Efektivitas pleurodesis talc untuk pneumotoraks spontan primer saat

torakoskopi (tanpa intervensi pada paru).

Tabel 2. Efektivitas pleurodesis talc untuk pneumotoraks spontan primer: paska

pembedahan (intervensi pada paru).

Tabel 3. Efektivitas dari pleurodesis talc pada pneumotoraks spontan (PSP dan

SSP): ditangani secara medis dan bedah.

Tabel 4. Efektivitas dari pleurodesis tetrasiklin unuk pneumotoraks spontan

(tanpa intervensi pada paru).

Tabel 5. Efektivitas dari pleurodesis darah untuk pneumotoraks spontan (PSP dan

SSP) melalui chest drain.

Tabel 6. Efektivitas pleurodesis minosiklin untuk pneumotoraks spontan primer:

medis dan bedah.

Anda mungkin juga menyukai