Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Illahi Robbi yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah dan inayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan ini.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa tanpa bantuan bimbingan dan dorongan dari
beberapa pihak, baik berupaa mental maupun moril, laporan ini tidak mungkin dapat
terselesaikan. Untuk itu kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Ketua Sistem Respirasi, Dr. dr. H. Busjra M. Nur, M.Sc
2. Tutor modul Batuk, Dr. Eddy Multazam, Sp.FK
3. Teman-teman kelompok 1 yang tidak bisa disebutkan satu per satu
4. Semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu yang telah membantu
demi kelancaran penyusunan laporan ini.
Sekiranya semua bantuan dari pihak-pihak terkait mendapatkan balasan yang setimpal
dari Allah SWT.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan.
Namun demikian, kami sudah berusaha dengan segala kemampuan untuk menyusun laporan
ini dengan sebaik-baiknya. Makadari itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun demi kesempurnaan laporan modul ini.
Semoga laporan modul ini dapat bermanfaat dalam perkembangan ilmu pengetahuan
khususnya dalam bidang ilmu kedokteran.
Penulis
PENDAHULUAN
Modul Sesak Napas Sistem Respirasi ini diberikan kepada Mahasiswa semester II
Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Program Studi Pendidikan Dokter Universitas
Muhammadiyah Jakarta yang mengambil mata kuliah Blok Respirasi.
Tujuan dari modul ini adalah guna melatih kemampuan mahasiswa dalam menggali
ilmu mengenai sesak napas itu sendiri, mulai dari gejala klinis, mekanisme, komplikasi yang
dapat timbul, upaya preventif serta kuratifnya. Dimana pada modul ini, kelompok kami
diberikan satu skenario yang berkaitan dengan sesak napas.
Mahasiswa diharapkan untuk mendiskusikan bukan hanya pada inti masalahnya tetapi
juga hal-hal lain yang berkaitan dengan permasalahan tersebut seperti penyakit respirasi yang
berkaitan dengan sesak napas. Diskusi awal dalam modul sesak napas harus dikembangkan
sesuai dengan sasaran dan tujuan pembelajaran agar tidak melenceng. Diharapkan pada akhir
diskusi mahasiswa dapat menjelaskan semua aspek yang mendasari mengenai semua
permasalahan yang berhubungan dengan modul ini.
I. SKENARIO
Pak Aris, laki-laki usia 69 th, pensiunan mekanik, dibawa ke rumah sakit karena
menderita sesak napas yang hebat dan sangat lemah. Kondisi kelemahan ini
sebenarnya telah dialaminya sejak 4 bulan lalu dimana pada saat itu ia menderita
batuk yang tidak produktif yang disertai demam, yang membaik setelah diberikan
antibiotik selama 6 hari ditambah obat-obat simptomatik.
Saat ini ia juga menderita batuk yang produktif dengan sputum yang kecoklatan
sejak 4 hari lalu, dan sejak 2 hari lalu ia mengeluh demam yang disertai muntah.
Ia tidak ada riwayat merokok ataupun minum minuman keras. Ia tidak pernah
keluar kota atau melakukan perjalanan jauh sejak 1 tahun terakhir dan tidak
pernah kontak dengan orang sakit sebelumnya dan ia ada riwayat gastic reflux
yang disertai mual dan muntah.
Dyspnea
Dispnea atau sesak napas bisa terjadi dari berbagai mekanisme seperti jika ruang
fisiologi meningkat maka akan dapat menyebabkan gangguan pada pertukaran gas
antara O2 dan CO2 sehingga menyebabkan kebutuhan ventilasi makin meningkat
sehingga terjadi sesak napas. Pada orang normal ruang mati ini hanya berjumlah
sedikit dan tidak terlalu penting, namun pada orang dalam keadaan patologis pada
saluran pernapasan maka ruang mati akan meningkat. Begitu juga jika terjadi
peningkatan tahanan jalan napas maka pertukaran gas juga akan terganggu dan juga
dapat menyebabkan dispnea.
Dispnea juga dapat terjadi pada orang yang mengalami penurunan terhadap
pemenuhan paru, semakin rendah kemampuan terhadap pemenuhan paru maka
semakin besar gradien tekanan transmural yang harus dibentuk selama inspirasi untuk
menghasilkan pengembangan paru yang normal. Penyebab menurunnya pemenuhan
paru bisa bermacam salah satunya adalah digantinya jaringan paru dengan jaringan
ikat fibrosa akibat inhalasi asbston atau iritan yang sama.
Penyakit Neuromuskuler
Sesak nafas atau nafas pendek merupakan suatu keluhan yang menunjukan ada
gangguan atau penyakit kardiorespirasi.1
Dyspnea sebagai akibat peningkatan upaya untuk bernafas dapat ditemui pada
berbagai kondisi klinis penyakit. Penyebabnya adalah meningkatnya tahanan jalan
nafas seperti pada obstruksi jalan nafas atas, asma dan pada penyakit obstruksi kronik.
Berkurangnya keteregangan paru yang disebabkan oleh fibrosis paru, kongesti, edema
dan pada penyakit parenkim paru dapat menyebabkan dyspnea. Kongesti dan edema
biasanya disebabkan oleh abnormalitas kerja jantung. Penyebab lainnya adalah
pengurangan ekspansi paru seperti pada efusi pleura, pneumotoraks, kelemahan otot
dan deformitas rongga dada.4
1. Faktor Psikis.
2. Faktor Peningkatan Kerja Pernafasan.
2.1 Peningkatan ventilasi.
2.1.1 Latihan jasmani (exercise).
2.1.2 Hiperkapnia.
2.1.3 Hipoksia hipoksik.
2.1.4 Asidosis metabolic.
2.2 Sifat Fisik yang Berubah.
2.2.1 Tahanan elastis paru meningkat misalnya pada pneumonia, atelectasis,
kongesti, pneumotoraks dan efusi pleura.
2.2.2 Tahanan elastis dinding toraks meningkat misalnya pada obesitas dan
kifoskoliosis.
2.2.3 Peningkatan tahanan bronkial selain dari tahanan elastis, dapat
dijumpai pada penyakit emfisema, bronchitis dan asma bronkial.
3. Otot Pernafasan yang Abnormal.
3.1 Penyakit otot.
3.1.1 Kelemahan otot, misalnya pada miastenia gravis dan tirotoksikosis.
3.1.2 Kelumpuhan otot, misalnya pada penyakit poliomyelitis dan sindrom
Guillain Barre.
3.1.3 Otot yang mengalami distrofi.
3.2 Fungsi mekanis otot berkurang.
3.2.1 Fungsi mekanis berkurang pada fase inspirasi, misalnya pada
emfisema.
3.2.2 Fungsi mekanis otot berkurang pada fase ekspirasi, misalnya pada
penderita obesitas.
Faktor Psikis.
Keadaan emosi tertentu seperti menangis terisak-isak, tertawa terbahak-bahak,
mengeluh dengan menarik nafas panjangn dan merintih atau mengerang karena
suatu penyakit. Semua ini dapat mempengaruhi irama pernafasan. Perubahan
emosi yang sering menimbulkan keluhan sesak nafas ialah rasa takut, kagum atau
berteriak yang disertai rasa gembira. Sesak nafas yang disebabkan oleh faktor
psikis seperti emosi, sering timbul pada waktu istirahat, sedangkan sesak nafas
yang mempunyai latar belakang penyakit paru obstruktif menahun sering dijumpai
pada waktu penderita melakukan aktivitas.
Sesak nafas yang berhubungan dengan faktor emosi, terjadi melalui mekanisme
hiperventilasi. Dalam penelitian Dudley ditemukan bahwa pengaruh emosi seperti
depresi, kecemasan dapat menimbulkan sensasi sesak nafas melalui mekanisme
hipoventilasi. Kedua mekanisme tersebut yang sama-sama dapat dipakai oleh
faktor psikis dalam menampilkan sensasi sesak nafas, mungkin dapat
dipergunakan sebagai suatu bukti bahwa faktor emosi khusus berperan atau tidak.
Kesukaran bernafas yang timbul, semata-mata hanyalah merupakan reaksi somatic
yang bersifat individu terhadap pengaruh emosi tadi.
Faktor Peningkatan Kerja Pernafasan.
Jika kemampuan mengembang dinding toraks atau paru menurun sedangkan
tahanan saluran nafas meningkat, maka tenaga yang diperlukan oleh otot
pernafasan guna memberikan perubahan volume serta tenaga yang diperlukan
kerja pernafasan akan bertambah. Hal ini berakibat kebutuhan oksigen juga
bertambah atau meningkat. Jika paru tidak mampu memenuhi kebutuhan oksigen,
akhirnya akan menimbulkan sesak nafas. Mekanisme sesak nafas seperti yang
dijelaskan tersebut sebenarnya berasal dari dua teori yaitu pertama, teori kerja
pernafasan dari Marshall yang menekankan pada peningkatan energy jika kerja
pernafasan bertambah dan selanjutnya menyebabkan sesak nafas dan kedua teori
oxygen cost of breathing yang dikemukakan oleh Harisson pada tahun 1950.
Menurut Harisso, gangguan mekanik dari alat pernafasan yang disebabkan oleh
beberapa penyakit paru akan meningkatkan kerja otot pernafasan yang melebihi
pemasokan energy aliran darah dengan akibat terjadi penumpukan bahan-bahan
metabolic. Bahan metabolic merangsang reseptor sensoris yang terdapat di dalam
otot dan akan menimbulkan sensasi sesak nafas.
Dahulu mekanisme yang menimbulkan sesak nafas ini diduga melalui hipoksia
dan hiperkapnia yang terjadi sebagai akibat dinding toraks dan paru tidak dapat
mengembang maupun mengempis dengan baik. Hal ini disebabkan otot-otot
diafragma dan otot interkostalis mengalami kelemahan atau kelumpuhan. Tetapi
penelitian Patterson dan kawan-kawan (1962) menunjukan bahwa sensasi sesak
nafas telah timbul pada PCO2 lebih dari 20mmHg, malahan Noble (1970) pada
penderita poliomyelitis yang memakai ventilator, sensasi sesak nafas tidak terjadi
walaupun PCO2 telah dinaikkan dari 36 hingga 64mmHg.
Percobaan yang dilakukan oleh Douglas & Haldane yang kemudian diulang
dengan cara yang sama oleh Godfrey & Campbell membuktikan bahwa perasaan
tidak menyenangkan sewaktu bernafas akan bertambah sesuai dengan lama
menahan nafas serta perubahan PO2 dan PCO2 yang terjadi. Dengan kata lain,
hipoksia dan hiperkapnia ikut berperan dalam hal timbulnya sensasi sesak nafas.
Jadi, rangsangan terhadap kemoreseptor sentral maupun perifer akan
meningkatkan aktivitas eferen neuron medulla. Aktivitas ini akan diteruskan ke
pusat yang lebih tinggi sehingga menimbulkan sensasi sesak nafas. Karena itu
mereka menyimpulkan bahwa perubahan oksigenasi, PCO2 dan konsentrasi ion H
sendiri tidak secara langsung menyebabkan sensasi sesak nafas.1
4. Jelaskan penyakit saluran napas yang berhubungan dengan dyspnea!
PNEUMONIA
Pneumonia adalah keradangan parenkim paru dimana asinus terisi dengan cairan
radang, dengan atau tanpa disertai infiltrasi dari sel radang ke dalam interstitium.
Secara klinis pneumonia di defenisikan sebagai suatu peradangan paru yang
disebabkan oleh mikoorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit), bahan kimia, radiasi,
aspirasi, obat-obatan dan lain-lain. Pneumonia yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis tidak termasuk. Sedang keradangan paru disebabkan olleh penyebab
noninfeksi (bahan kimia, radiasi, obat-obatan dan lain-lain) lazimnya adalah
pneumonitis. Gejala umum pada pneumonia adalah demam, batu dan sesak nafas.17
Pneumonia di golongkan ke dalam 2 bagian besar berdasarkan klinis dan
epidemiologi yaitu :
a. Pneumonia Komuniti
Pneumonia komuniti adalah pneumonia yang didapat di masyarakat. Di dunia,
pneumonia komuniti ini merupakan masalah kesehatan karena angka kematiannya
tinggi. Menurut kepustakaan penyebab pneumonia komuniti banyak disebabkan
kuman gram positif dan dapat pula kuman atipik. Biasanya pada pneumonia
komuniti di temukan gejala seperti: batuk berat, perubahan karakteristik
dahak/purulen, ditemukan tanda-tanda konsolidasi dan ronki serta suhu tubuh
≥37,5°/riwayat demam.17
b. Pneumonia Nosokomial
Pneumonia nosokomial adalah pneumonia yang terjadi pada waktu penderita di
rawat dirumah sakit, yang infeksinya tidak timbul atau tidak sedang dalam masa
inkubasi pada waktu masuk rumah sakit, dan biasanya terjadi 72 jam pertama
masuk rumah sakit. Mikroorganisme penyebab pneumonia komuniti. Dari
kumpulan berbagai penelitian di luar negri, patogen umumnya adalah bakteri
gram negatif seperti batang gram negatif (tersering: Echerichia coli,Klebsiella
spp., Enteroacter spp., Serratia spp.,Proteus spp.) dan patogen-patogen yang
potensial multiresisten.17
TUBERKULOSIS PARU
Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh basil
Mikobakterium tuberkulosis. Tuberkulosis paru merupakan salah satu penyakit
saluran napas bagian bawah. Di Indonesia, penyakit ini merupakan penyakit infeksi
terpenting setelah eradikasi penyakit malaria. Di Indonesia juga penyakit ini
merupakan penyakit rakyat nomor satu dan sebagai penyebab kematian nomor tiga.
Gejala yang biasa ditemui pada penyakit tuberculosis paru ini biasanya adalah: batuk
non produktif yang kelamaan menjadi prokdutif, batuk darah, nyeri dada,
dyspnea/sesak napas, anoreksia, lemah badan, gangguan mesntruasi serta demam.
Penyebaran basil tuberculosis melalui saluran pernapasan ataupun saluran limfe. 1
ABSES PARU
Abses paru adalah lesi paru berupa supurasi dan nekrosis jaringan. Penyebab abses
paru dapat bermacam-macam salah satunya seperti infeksi yang timbul melalui
saluran napas, berasal dari luka traumatik paru, atau infark paru yang terinfeksi.
Gejala penyakit timbul satu sampai tiga hari setelah aspirasi, berupa malaise dengan
panas badan tinggi disertai mengigil, kemudian disusul dengan batuk dan nyeri
pleuritik atau rasa nyeri yang dirasakan dalam dada, dan gejala akan terus
meningkatkan sampai menimbulkan sesak napas dan sianosis. Bila tidak diobati,
maka gejala akan terus meningkat sampai kurang lebih sepuluh hari.1
PNEUMOTORAKS
Pneumotoraks ialah rongga pleura yang terisi udara. Pneumontoraks lebih sering
terjadi pada penderita dewasa yang berumur sekitar 40 tahun. Laki-laki lebih sering
daripada wanita.2 Rongga ini pada keadaan normal berisi tekanan negative, yang bila
karena trauma dan lain-lain terjadi hubungan dengan udara luar, hingga udara masuk
kedalam interpleura. Pada pneumotoraks spontan sebagai pencetus adalah : batuk
yang keras, bersin, mengangkat barang yang berat, mengejan, dll. Penderita mengeluh
sesak napas yang makin memberat setelah mengalami hal-hal tersebut diatas.
Keluhan lain nyeri dada pada sisi yang sakit dan rasa tertekan dan terasa lebih nyeri
pada gerakan pernapasan.3
EFUSI PLEURA
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapatnya cairan pleura dalam jumlah
yang berlebihan di dalam rongga pleura, yang disebabkan oleh ketidakseimbangan
antara pembentukan dan pengeluaran cairan pleura. Efusi pleura sering terjadi di
negara – negara yang sedang berkembang, salah satu di Indonesia. Hal ini lebih
banyak diakibatkan oleh infeksi tuberkolosis. Pada kebanyakan penderita umumnya
asimptomatis atau memberikan gejala demam, ringan dan berat badan yang menurun
seperti pada efusi yang lain. Gejala lainnya seperti nyeri dada, sesak napas serta
batuk.17
EMPYEMA
Suatu efusi pleura yang bersifat purulent dan dapat berupa kista empyema. Sifatnya
akut atau kronik. Empyema sering terjadi disebabkan oleh peluasan infeksi pada
parenkim paru akan tetapi dapat juga disebabkan oleh hasil penetrasi luka di dinding
dada. Gejalanya berkaitan dengan gejala pneumonia yaitu demam, berkeringat
berlebihan, nafsu makan menurun, malaise, batuk, dyspnea dan nyeri dada pada
daerah yang terkena.4
ASMA BRONKIAL
Asma berasal dari kata Yunani yang artinya terengah-engah dan berarti serangan
napas pendek. Asma adalah penyakit obstruksi saluran pernapasan akibat
penyempitan saluran nafas yang sifatnya reversible (penyempitan dapat hilang dengan
sendirinya). Namun ada kalanya sifat reversible ini berubah menjadi kurang reversible
(penyempitan baru hilang setelah mendapat pengobatan). Hal yang selalu dapat
ditemui pada penderita asma adalah saluran pernafasannya hiperresponsif terhadap
stimulus. Untuk setiap penderita stimulusnya tidak selalu sama. Pada sebagian besar
penderita asma ditemukan riwayat alergi dan faktor genetika. Ciri-ciri yang sangat
penting dari sindrom ini seperti dyspnea, suara mengi, obstruksi jalan nafas reversible
terhadap bronkodilator, bronkus yang hiperresponsif terhadap berbagi stimulus baik
yang spesifik maupun nonspesifik dan peradangan saluran pernafasan. Semua ciri-ciri
ini tidak harus terdapat bersamaan. Serangan asma ditandai dengan batuk, mengi serta
sesak nafas.1
EMFISEMA
Emfisema adalah keadan paru yang abnormal, yaitu adanya pelebaran udara pada
asinus yang sifatnya permanen. Pelebaran ini disebabkan karena adanya kerusakan
dinding asinus. Asinus adalah bagian paru yang terletak di bronkioulus terminalis
distal. Gejala yang spesifik pada emfisema adalah sesak nafas pada saat melakukan
kegiatan yang disertai batuk kering dan mengi. Sesak nafas tampak jelas pada
penyakit yang telah parah. Penderita menunjukan hyperinflatedlung dengan
berkurangnya ekspansi dada saat inspirasi, perkusi hipersonor dan napas pendek. 4
KANKER PARU
Sebetulnya suatu proses kanker di paru dapat berasal dari saluran pernapasan itu
sendiri dari jaringan ikat diluar saluran pernapasan. Dari saluran pernapasan, sel
kanker dapat berasal dari sel bronkus, alveolus, atau dari sel-sel yang memproduksi
mukus yang mengalami degenerasi maligna. Karena pertumbuhan suatu proses
keganasan selalu cepat dan bersifat invasif, proses kanker tersebut selalu sudah
mengenai jaringan saluran pernapasan, sel-sel penghasil mukus, maupun jaringan ikat.
Pada kanker paru primer, gejala-gejalanya tak berbeda dengan gejala TB paru. Hanya
saja, kemunduran kondisi penderita berjalan sangat cepat, misalnya, dalam 1 bulan
sejak mulai batuk-batuk, berat bedan dapat turun 5 kg atau lebih. Perjalanan
penyakitnya juga sangat cepat, dalam 1 bulan setelah mulai batuk, sudah dapat timbul
nyeri dada atau sesak. Keadaan umum pada umumnya juga akan mundur dengan
sangat cepat. (Perlu diperhatikan bahwa keluhan tak selalu dimulai dengan batuk, bisa
juga dimulai dengan nyeri dada, kemunduran keadaan umum, penurunan berat badan,
dsb. Baru kemudian, batuk/sesak menyusul)3
5. Jelaskan working diagnosis (wd) dan differential diagnosis (dd) pada skenario!
Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) ditujukan untuk mengelompokkan penyakit-
penyakit yang mempunyai gejala berupa terhambatnya arus udara pernapasan.
Kelompok penyakit yang dimaksud adalah bronchitis kronik (masalah pada saluran
pernapasan), emfisema (masalah pada parenkim)4.
Eksaserbasi akut
Pada seseorang yang telah didiagnosis sebagai penderita PPOK, dalam keadaan
normal penderita ini telah berada dalam keadaan dispnea dan batuk. Pada eksaserbasi
akut, ketiga gejala ini bertambah4. Bermacam – macam debu, zat kimia dan serat
dalam lingkungan kerja dalam batas kadar normal pun memperburuk sesaknya1.
Pneumonia Atipik4
- Demam antara 38,3-40º C
- Batuk nonproduktif
- Sesak napas
- Malaise
- Mialgia
6. Jelaskan gejala klinis yang sesuai dengan skenario!
Dyspnea7
Dyspnea atau sesak napas adalah perasaan sulit bernapas dan merupakan gejala utama
dari penyakit kardiopulmonar. Seorang yang mengalami dyspnea sering mengeluh
napasnya menjadi pendek atau merasa tercekik. Gejala objektif sesak napas termasuk
juga penggunaan otot-otot pernapasan tambahan, pernapasan cuping hidung,
tachypnea, dan hiperventilasi. Sesak napas tidak selalu menunjukkan adanya
penyakit; orang normal akan mengalami hal yang sama setelah melakukan kegiatan
fisik dalam tingkat-tingkat yang berbeda. 7
Pemeriksa harus dapat membedakan sesak napas dari gejala dan tanda lain yang
mungkin memiliki perbedaan klinis mencolok. Tachypnea adalah frekuensi
pernapasan yang cepat, lebih cepat dari pernapasan normal (12 hingga 20 kali per
menit) yang dapat muncul dengan atau tanpa dyspnea. Hiperventilasi adalah ventilasi
yang lebih besar daripada jumlah yang dibutuhkan untuk mempertahankan
pengeluaran karbondioksida (CO2) normal, hal ini dapat diidentifikasikan dengan
memantau tekanan parsial CO2 arteri, atau tegangan (PaCO2), yaitu lebih rendah dari
angka normal (40mmHg). Dyspnea sering dikeluhkan pada sindrom hiperventilasi
yang sebenarnya merupakan seseorang yang sehat dengan stress emosional.
Selanjutnya, gejala lelah yang berlebihan harus dibedakan dengan dyspnea. Seseorang
yang sehat mengalami lelah yang berlebihan setelah melakukan tindakan fisik dalam
tingkat yang berbeda-beda, dan gejala ini juga dapat dialami pada penyakit
kardiovaskular, neuromuscular, dan penyakit selain paru.7
Besarnya tenaga fisik yang dikeluarkan untuk menimbulkan dyspnea bergantung pada
usia, jenis kelamin, ketinggian tempat, jenis latihan fisik, dan terlibatnya emosi dalam
melakukan kegiatan itu. Dyspnea yang terjadi pada seseorang harus dikaitkan dengan
tingkat aktivitas minimal yang menyebabkan dyspnea, untuk menentukan apakah
dyspnea terjadi setelah aktivitas sedang atau berat, atau terjadi pada saat istirahat.7
Terdapat variasi beberapa gejala umum dyspnea. Ortopnea adalah napas pendek yang
terjadi pada posisi berbaring dan biasanya keadaan diperjelas dengan penambahan
sejumlah bantal atau penambahan elevasi sudut untuk mencegah perasaan tersebut.
Dyspnea nokturna paroksimal menyatakan timbulnya dyspnea pada malam hari dan
memerlukan posisi duduk dengan segera untuk bernapas. 7
Pasien dengan gejala utama dyspnea biasanya memiliki satu dari keadaan ini yaitu 7;
1. Penyakit kardiovaskular
2. Emboli paru
3. Penyakit paru interstitial atau alveolar
4. Gangguan dinding dada atau otot-otot
5. Penyakit obstruktif paru
6. Kecemasan
Dyspnea adalah gejala utama edema paru, gagal jantung kongestif, dan penyakit katup
jantung. Emboli paru ditandai oleh dyspnea mendadak. Dyspnea merupakan gejala
paling nyata pada penyakit yang menyerang percabangan trakeobronkial, parenkim
paru, dan rongga pleura. 7
Batuk
Batuk merupakan refleks pertahanan yang timbul akibat iritasi percabangan
trakeobronkial. Batuk merupakan gejala tersering penyakit pernapasan. Segala jenis
batuk yang berlangsung lebih dari tiga minggu harus diselidiki untuk memastikan
penyebabnya. Setiap proses peradangan saluran napas dengan atau tanpa eksudat
dapat mengakibatkan batuk. Bronkitis kronik, asma, tuberkulosis dan pneumonia
merupakan penyakit yang secara tipikal memiliki batuk sebagai gejala yang
mencolok. Batuk dapat bersifat produktif, pendek dan tidak produktif, keras dan
parau, sering, jarang, atau paroksimal (serangan batuk yang intermitten). 7
Sputum
Orang dewasa normal menghasilkan mukus sekitar 100 ml dalam saluran napas setiap
hari. Mukus ini diangkut menuju faring dengan gerakan pembersihan normal silia
yang melapisi saluran pernapasan. Jika terbentuk mukus yang berlebihan, proses
normal pembersihan mungkin tak efektif lagi, sehingga akhirnya mukus tertimbun.
Bila hal ini terjadi, membran mukosa akan terangsang, dan mukus dibatukkan keluar
sebagai sputum. Pembentukan mukus yang berlebihan mungkin disebabkan oleh
gangguan fisik, kimiawi, atau infeksi pada membran mukosa. 7
Kapan saja seorang pasien membentuk sputum, perlu dievaluasi sumber, warna,
volume, dan konsistensinya. Sputum yang dihasilkan sewaktu membersihkan
tenggorokkan kemungkinan besar berasal dari sinus atau saluran hidung, dan bukan
dari saluran napas bagian bawah. Sputum yang banyak sekali dan purulent biasanya
menunjukkan adanya proses supuratif seperti abses paru, sedangkan pembentukan
sputum yang terus meningkat perlahan dalam waktu bertahun-tahun merupakan tanda
bronkitis kronis atau bronkiektasis.7
Sifat dan konsistensi sputum juga dapat memberikan informasi yang berguna. Sputum
yang berwarna merah muda dan berbusa merupakan tanda edema paru akut. Sputum
yang berlendir, lekat, dan berwarna abu-abu atau putih merupakan tanda bronkitis
kronik. Sedangkan sputum yang berbau busuk merupakan tanda abses paru atau
7
bronkiektasis.
Tabel Ciri Khas Sputum yang Terlihat pada Berbagai Gangguan Paru7
Mual dan Muntah
Mual dan muntah merupakan gejala dan tanda yang sering menyertai gangguan
gastrointestinal, demikian juga dengan penyakit-penyakit lain. Mual dan muntah
dapat dianggap sebagai suatu fenomena yang terjadi dalam tiga stadium, yaitu mual,
retching (gerakan dan suara sebelum muntah), dan muntah. 6
Mual dapat dijelaskan sebagai perasaan yang sangat tidak enak di belakang
tenggorokan dan epigastrium, sering menyebabkan muntah. Gejala dan tanda mual
seringkali adalah pucat, meningkatnya salivasi, hendak muntah, hendak pingsan,
berkeringat, dan tachycardia. Retching adalah suatu usaha involunteer untuk muntah,
seringkali menyertai mual dan terjadi sebelum muntah, terdiri atas gerakan
pernapasan melawan glottis dan gerakan inspirasi dinding dada dan diafragma.6
2. Batuk yang produktif, purulent, dan mudah memburuk dengan inhalasi iritan,
udara dingin, atau infeksi
Batuk terus-menerus yang disertai dahak dalam jumlah banyak, dan batuk terbanyak
terjadi pada pagi hari. Penderita batuk produktif kronik yang mempunyai aliran napas
normal disebut penderita bronkitis simplex (simplex chronic bronchitis), sedangkan
yang disertai dengan penurunan aliran napas yang progresif disebut bronkitis kronik
obstruktif.4
Pemeriksaan fisik tidak sensitif untuk bronkitis kronik yang ringan sampai sedang,
tetapi pada penderita yang mengalami obstruksi napas, gejalanya telah tampak pada
saat inspeksi, yaitu digunakannya otot pernapasan tambahan. Gejala klinis lainnya
meliputi sianosis, produksi sputum berlebihan, hiperkapnia nyata dan hipoksemia
berat.13
1. Riwayat penyakit
2. Tanda penyakit
3. Pemeriksaan tambahan
ANAMNESIS
Pada penyakit paru atau respirasi keluhan utama yang sering adalah:
1. Batuk
Mendadak : faringitis, trakeitis, common cold
Kronik : PPOK, bronkitis kronik (BK)
Batuk kering : common cold, faringitis
Batuk berdahak : bronkitis kronik, tuberkulosis (TB), bronkiektasis
2. Dahak
Jumlah
Warna : purulen, hijau
Campur darah
Waktu : pagi hari (BK, bronkiektasis)
3. Batuk darah
Dapat berasal dari saluran pernafasan bawah/atas
Bedakan dengan hematemesis
Dapat disebabkan oleh : TB, kanker, pneumonia, bronkiektasis
4. Sesak napas
Akut : pneumotoraks, pneumonia, atelektasis, edema paru
Kronik : PPOK, gagal jantung, bronkitis kronik, TB
5. Sesak napas berulang
Sesak hanya terjadi pada waktu serangan
Di luar serangan normal
Ada hubungan dengan paparan alergen
Terdapat pada asma bronkial
PEMERIKSAAN FISIK
Pengetahuan Teori Dasar Paru
Penyakit pada jaringan paru, pleura atau dinding toraks dapat
mengakibatkan perubahan:
Bentuk pergerakan
Penghantaran getaran
Bentuk
Bentuk dan ukuran toraks dapat berubah akibat kelainan pada jaringan
paru, pleura dan dinding toraks. Perhatikan :
Diameter dada (sagital, anteroposterior) : barrel chest pada PPOK
Simetris/asimetris : asimetris pada efusi pleura, pneumotoraks,
fibrosis
Spatium Inter Costalis : melebar pada PPOK, efusi pleura,
pneumotoraks, , fibrosis paru, atelektasis
Benjolan : tumor dada
Costae : fraktur
Vertebrae : skoliosis, kifosis
Pergerakan dada
Penilaian pergerakan dada adalah gerakan hemitoraks kanan dan kiri
simetris atau tidak.
Kelainan dasar paru
Kelainan dasar penyakit paru dibedakan atas tiga komponen:
1. Kelainan saluran pernapasan
Penyempitan
Sekret dalam lumen saluran pernapasan
Saluran pernapasan tertutup total
3. Kelainan pleura
Pneumotoraks : rongga pleura terisi udara
Efusi pleura : rongga pleura terisi cairan
Fluidopneumotoraks : rongga pleura terisi cairan dan udara
Fibrosis pleura (schwarte) : jaringan pleura menjadi jaringan
parut.
a. Inspeksi
Inspeksi adalah pemeriksaan tanpa memakai alat bantu, cukup dengan melihat.
Perhatikan:
Bentuk dan ukuran toraks
Permukaan dada : barrel chest, pigeon chest, pectus excavatum
Otot pernapasan bantu
Terdapat retraksi lokal (cycatrix)
Ada venektasis atau tidak
Bentuk bahu simetris atau tidak
b. Palpasi
Perabaan dan penekanan pada beberapa bagian tubuh yang akan diperiksa
Denyutan, getaran, benjolan, edema, krepitasi
Nyeri tekan
Fremitus vokal
c. Perkusi
Batas jantung : ictus cordis spatium inter costalis 5
Batas pulmo dextra dengan hepar : spatium inter costalis 6
Batas pulmo sinistra dengan gaster : spatium inter costalis 8
Batas bawah pulmo posterior
d. Auskultasi
Menggunakan alat bantu Sthetoscope untuk mendengarkan dan membandingkan
bunyi yang terdengar pada setiap sisi toraks.
Ronki Basah
Kasar : disaluran pernapasan, karena gelembung udara besar yang pecah
(kesadaran menurun)
Sedang : disaluran pernapasan kecil/sedang, karena gelembung udara kecil
yang pecah (bronkiektasis, bronkopneumoni)
Halus : acinus terbuka, terdengar seperti suara gesekan rambut dan jari
(sembab paru dini)
Ronki kering
Sonorous, nada rendah : obstruksi parsial saluran pernapasan besar,
mengerang
Sibilan (wheeze), nada tinggi : obstruksi saluran napas kecil, mencicit
(squaeking), pada asma.
b. Stridor
Wheezing terdengar tanpa stetoskop
Obstruksi laring, trakea
c. Suara bisik
Bronkial/whispered pectoriloque
Dengan berbisik (kata desis)
Normal : jelas pada laring
Jelas, nada tinggi : konsolidasi, atelektasi
PEMERIKSAAN PENUNJANG1
a. PEMERIKSAAAN RADIOLOGIS
Dibutuhkan x-ray foto toraks dalam proyeksi PA serta lateral, namun perlu
ditekankan bahwa korelasi kelainan foto toraks dengan gradasi obstruksi jalan
napas tidak benar1. Pemeriksaan yang lebih canggih seperti CT-Scan memberikan
gambaran parenkim paru lebih baik dari foto toraks. High resolution yang dipakai
dengan lebar irisan 1,0 – 2,0 mm dapat memberikan gambaran langsung area
emfisematus17.
c. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Analisa gas darah dan elektrolit perlu dikerjakan pada penderita PPOK dengan
FEV1 kurang dari 1,5 L atau EKG yang konsisten dengan pembesaran ventrikel
kanan. Pemeriksaan laboratorium patologi klinik lainnya disesuaikan dengan
keadaan1.
Di sini yang nyata adalah polisitemia, yaitu jumlah eritrosit yang melebihi normal.
Jumlah eritrosit sampai 6.000.000 ke atas dengan Hb ±17% dan tidak jarang
ditemui Hematokrit 50% ke atas. Ini adalah akibat dari hipoksia kronis yang
dialami penderita. Polisitemia dimaksudkan oleh tubuh agar oksigen yang berhasil
masuk ke dalam alveolus masih dapat terangkat semaksimal mungkin untuk
memenuhi kebutuhan jaringan tubuh. Sering, polisitemia ini jauh mendahului
timbulnya keluhan sesak. Tentunya, bila terjadi infeksi sekunder, akan ada
lekositosis seperti halnya pada penyakit infeksi lain.3
8. Jelaskan penatalaksanaan pada skenario!
Tidak ada terapi spesifik yang memulihkan PPOK (penyakit paru obstruktif kronik)
tetapi pengobatan dapat memperlambat progresi penyakit, mengurangi gejala kronik,
dan mencegah eksaserbasi akut. Berhenti merokok sangat penting dilakukan.12
Kalau penderita tidak meninggal karena kegagalan pernapasan, sabab kematian yang
lain ialah salah satu atau lebih komplikasi yang timbul setiap saat.4
70-80% tertolong selama terjadi episode akut dari kegagalan pernapasan pada pasien
PPOK.9
Pada eksaserbasi akut, prognosis baik dengan terapi. Pada pasien bronchitis kronik
dan emfisema lanjut dan FEV1<1 liter survival rate selama 5-10 tahun mencapai
40%.5
Untuk upaya pencegahan (upaya preventifnya), hal yang perlu dilakukan adalah
menghindari faktor risikonya, seperti: 9,15
Tidak atau berhenti merokok
Vaksinasi untuk menghindari infeksi dada dan penyakit lainnya
Menghindari polusi seperti tidak bekerja di pertambangan atau tempat yang
rentan terkena debu ataupun polusi udara lain. Ataupun bias dengan
mengurangi polusi dengan tidak menggunakan kendaraan bermotor.
Menjaga kesehatan
Menjaga lingkungan bersih
Dan menggunakan obat anti penyakti asma
Referensi :
1
Alsagaff, Hood, Abdul Mukty. 2010.Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Airlangga
University Press.
2
Corwin, Elizabeth. 2007. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
3
Danusantoso, Halim, Dr, Sp.P, FCCP. 2013. Buku Saku Ilmu Penyakit Paru, Ed.2. Jakarta:
EGC
4
Djojodibroto, Darmanto. 2007. Respirologi. Jakarta. EGC.
5
Mansjoer, Arif, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aeculaplus.
6
Price, Sylvia A, Lorraine M Wilson. 2003. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit Vol 1. Jakarta: EGC.
7
_______. 2003. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Vol.2. Jakarta: EGC.
8
_______.2005. Patofisiologi, Vol.1, Ed.6. Jakarta: EGC.
9
Rab, Dr. H. Tabrani. 1996. Ilmu Penyakit Paru. Jakarta: Hipokrates.
10
Robbins, Kumar, Cotran. 2007. Buku Ajar Patologi Robbins, Ed.7, Vol.2. Jakarta: EGC.
11
Somantri. Irman. 2007. Keperawatan Medikal Bedah, Asuhan Keperawatan pada Pasien
dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.
12
Sudoyo, Aru W. 2009. Ilmu Penyakit Dalam, Ed.5. Jakarta: Interna Publishing
13
Tambayon, Jan. 1999. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC.
14
Ward, Jeremy et al. 2006. At a Glance Sistem Respirasi. Jakarta: Erlangga.
15
Ward, Jeremy P.T, dkk. 2008. At a Glance Sistem Respirasi,Ed.2. Jakarta: Erlangga.
16
Yasmin, Niluh Gede, Christantie Effendy. 2004. Keperawatan Medikal Bedah: Klien
dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: EGC.
17
Departemen Ilmu Penyakit Paru. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya:
Departemen Ilmu Penyakit Paru FK Unair-RSUD Dr.Soetomo.