Anda di halaman 1dari 39

MODUL SESAK NAPAS SISTEM RESPIRASI

TUTOR: Dr. Eddy Multazam, Sp.FK

Disusun oleh KELOMPOK 1

Ketua : Mochamad Arief M (2013730153)


Sekertaris : Shella Arditha (2013730178)
Anggota : Afifah Qonita (2013730123)
Citra Anestya (2013730132)
Deni Nelissa (2013730133)
Dwi Suci Hariyati (2013730138)
Fina Hidayat (2013730144)
M. Hakam Al Hasby (2013730150)
Rafhani Fayyadh (2013730167)
Shandy Seta Dwitama (2013730177)
Syifa Febriana (2013730181)

Fakultas Kedokteran dan Kesehatan


Program Sudi Pendidikan Dokter
Universitas Muhammadiyah Jakarta
2013
Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Illahi Robbi yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah dan inayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan ini.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa tanpa bantuan bimbingan dan dorongan dari
beberapa pihak, baik berupaa mental maupun moril, laporan ini tidak mungkin dapat
terselesaikan. Untuk itu kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Ketua Sistem Respirasi, Dr. dr. H. Busjra M. Nur, M.Sc
2. Tutor modul Batuk, Dr. Eddy Multazam, Sp.FK
3. Teman-teman kelompok 1 yang tidak bisa disebutkan satu per satu
4. Semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu yang telah membantu
demi kelancaran penyusunan laporan ini.
Sekiranya semua bantuan dari pihak-pihak terkait mendapatkan balasan yang setimpal
dari Allah SWT.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan.
Namun demikian, kami sudah berusaha dengan segala kemampuan untuk menyusun laporan
ini dengan sebaik-baiknya. Makadari itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun demi kesempurnaan laporan modul ini.
Semoga laporan modul ini dapat bermanfaat dalam perkembangan ilmu pengetahuan
khususnya dalam bidang ilmu kedokteran.

Jakarta, 28 April 2014

Penulis
PENDAHULUAN

Modul Sesak Napas Sistem Respirasi ini diberikan kepada Mahasiswa semester II
Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Program Studi Pendidikan Dokter Universitas
Muhammadiyah Jakarta yang mengambil mata kuliah Blok Respirasi.
Tujuan dari modul ini adalah guna melatih kemampuan mahasiswa dalam menggali
ilmu mengenai sesak napas itu sendiri, mulai dari gejala klinis, mekanisme, komplikasi yang
dapat timbul, upaya preventif serta kuratifnya. Dimana pada modul ini, kelompok kami
diberikan satu skenario yang berkaitan dengan sesak napas.
Mahasiswa diharapkan untuk mendiskusikan bukan hanya pada inti masalahnya tetapi
juga hal-hal lain yang berkaitan dengan permasalahan tersebut seperti penyakit respirasi yang
berkaitan dengan sesak napas. Diskusi awal dalam modul sesak napas harus dikembangkan
sesuai dengan sasaran dan tujuan pembelajaran agar tidak melenceng. Diharapkan pada akhir
diskusi mahasiswa dapat menjelaskan semua aspek yang mendasari mengenai semua
permasalahan yang berhubungan dengan modul ini.
I. SKENARIO
Pak Aris, laki-laki usia 69 th, pensiunan mekanik, dibawa ke rumah sakit karena
menderita sesak napas yang hebat dan sangat lemah. Kondisi kelemahan ini
sebenarnya telah dialaminya sejak 4 bulan lalu dimana pada saat itu ia menderita
batuk yang tidak produktif yang disertai demam, yang membaik setelah diberikan
antibiotik selama 6 hari ditambah obat-obat simptomatik.
Saat ini ia juga menderita batuk yang produktif dengan sputum yang kecoklatan
sejak 4 hari lalu, dan sejak 2 hari lalu ia mengeluh demam yang disertai muntah.
Ia tidak ada riwayat merokok ataupun minum minuman keras. Ia tidak pernah
keluar kota atau melakukan perjalanan jauh sejak 1 tahun terakhir dan tidak
pernah kontak dengan orang sakit sebelumnya dan ia ada riwayat gastic reflux
yang disertai mual dan muntah.

II. KATA SULIT


o Gastric reflux : regurgitasi/sendawa
o Obat Simptomatik : obat yang mengobati sesuai gejala
o Sputum : lender/dahak.
o Batuk produktif : batuk yang mengeluarkan lendir.
o Batuk non produktif : batuk yang tidak menghasilkan sekresi apapun.

III. KATA/KALIMAT KUNCI


o Laki-laki, 69 tahun
o Pensiunan mekanik
o Sejak 4 bulan lalu : - Sesak napas hebat - Batuk non produktif
- Kondisi tubuh lemah - Demam
o Membaik setelah diberikan antibiotik + obat simptomatik selama 6 hari
o Saat ini : - Batuk Produktif, sputum kecoklatan, 4 hari lalu
- Demam disertai muntah, 2 hari lalu
o Riwayat : - Merokok (-) - Gastric reflux (+)
- Minuman keras (-) - Mual & muntah (+)
- Kontak dengan orang sakit (-)
- Keluar kota (-) sejak 1 tahun terakhir
IV. PROBLEM TREE

Dyspnea

Definisi Patomekanisme Etiologi Penyakit (Dyspnea)


&
Klasifikasi

Skenario Penyakit Lain

Gejala klinis Diagnosis Pemeriksaan

Working Diagnosis (WD) Differential Diagnosis (DD)

Penatalaksanaan Komplikasi Prognosis Pencegahan

V. IDENTIFIKASI MASALAH (PERTANYAAN)


1. Jelaskan definisi dan klasifikasi dari dyspnea beserta skalanya!
2. Jelaskan patomekanisme dyspnea!
3. Jelaskan etiologi dari dyspnea!
4. Jelaskan penyakit saluran napas yang berhubungan dengan dyspnea!
5. Jelaskan working diagnosis dan differential diagnosis pada skenario!
6. Jelaskan gejala klinis yang sesuai dengan skenario!
7. Jelaskan bentuk-bentuk pemeriksaan yang dianjurkan pada kasus skenario!
8. Jelaskan penatalaksanaan pada skenario!
9. Jelaskan prognosis penyakit pada skenario!
10. Jelaskan komplikasi yang dapat ditimbulkan pada kasus skenario!
11. Jelaskan pencegahan yang dapat dilakukan & faktor resiko pada penyakit di
skenario!
VI. TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan
tentang konsep-konsep dasar yang berhubungan dengan gejala sesak napas dan
mampu membedakan beberapa penyakit sistem respirasi yang memberikan
gejala tersebut.
1. Jelaskan definisi dan klasifikasi dari dyspnea beserta skalanya!
Dyspnea4
Dyspnea sering disebut sebagai sesak napas, napas pendek. Dyspnea adalah gejala
subjektif berupa keinginan penderita untuk meningkatkan upaya mendapatkan udara
pernapasan. Karena sifatnya subjektif, dyspnea tidak dapat diukur.

Klasifikasi Sesak Napas1


Sesuai dengan berat ringannya keluhan, sesak napas dapat dibagi menjadi lima tingkat
dengan penjelasan sebagai berikut
 Sesak Napas Tingkat I
Tidak ada pembatasan atau hambatan dalam melakukan kegiatan sehari-hari.
Sesak napas akan terjadi bila penderita melakukan aktivitas jasmani yang lebih
berat daripada biasa. Pada tahap ini, penderita dapat melakukan pekerjaan
sehari-hari dengan baik.

 Sesak Napas Tingkat II


Sesak napas tidak terjadi bila melakukan aktivitas penting atau aktivitas yang
biasanya dilakukan pada kehidupan sehari-hari. Sesak baru timbul bila
melakukan aktivitas yang lebih berat. Pada waktu naik tangga atau mendaki,
sesak napas baru terjadi, tetapi bila berjalan di jalan datar tidak terasa sesak.
Sebaiknya penderita bekerja pada kantor/tempat yang tidak memerlukan
ntenaga terlalu banyak atau pada pekerjaan yang tidak berpindah-pindah.

 Sesak Napas Tingkat III


Sesak napas sudah terjadi bila penderita melakukan aktivitas sehari-hari,
seperti mandi atau berpakaian, tetapi penderita masih dapat melakukan tanpa
bantuan orang lain. Sesak napas tidak timbul di saat penderita istirahat.
Penderita juga masih mampu berjalan-jalan ke daerah sekitar, walaupun
kemampuannya tidak sebaik orang-orang sehat seumurannya. Lebih baik
penderita tidak dipekerjakan lagi, mengingat penyakit cukup berat.
 Sesak Napas Tingkat IV
Penderita sudah sesak pada waktu melakukan kegiatan/aktivitas sehari-hari
seperti mandi, berpakaian dan lain-lain sehingga tergantung pada orang lain
pada waktu melakukan kegiatan sehari-hari. Sesak napas belum tampak waktu
penderita istirahat, tetapi sesak napas sudah mulai timbul bila penderita
melakukan pekerjaan ringan sehingga pada waktu mendaki atau berjalan-jalan
sedikit, penderita terpaksa berhenti untuk istirahat sebentar. Pekerjaan sehari-
hari tidak dapat dilakukan dengan leluasa.

 Sesak Napas Tingkat V


Penderita harus membatasi diri dalam segala tindakan atau aktivitas sehari-
hari yang pernah dilakukan secara rutin. Keterbatasan ini menyebabkan
penderita lebih banyak berada di tempat tidur atau hanya duduk di kursi.
Untuk memenuhi segala kebutuhannya, penderita sangat tergantung pada
bantuan orang lain.
2. Jelaskan patomekanisme dyspnea!

Mekanisme Sesak Napas8

Dispnea atau sesak napas bisa terjadi dari berbagai mekanisme seperti jika ruang
fisiologi meningkat maka akan dapat menyebabkan gangguan pada pertukaran gas
antara O2 dan CO2 sehingga menyebabkan kebutuhan ventilasi makin meningkat
sehingga terjadi sesak napas. Pada orang normal ruang mati ini hanya berjumlah
sedikit dan tidak terlalu penting, namun pada orang dalam keadaan patologis pada
saluran pernapasan maka ruang mati akan meningkat. Begitu juga jika terjadi
peningkatan tahanan jalan napas maka pertukaran gas juga akan terganggu dan juga
dapat menyebabkan dispnea.

Dispnea juga dapat terjadi pada orang yang mengalami penurunan terhadap
pemenuhan paru, semakin rendah kemampuan terhadap pemenuhan paru maka
semakin besar gradien tekanan transmural yang harus dibentuk selama inspirasi untuk
menghasilkan pengembangan paru yang normal. Penyebab menurunnya pemenuhan
paru bisa bermacam salah satunya adalah digantinya jaringan paru dengan jaringan
ikat fibrosa akibat inhalasi asbston atau iritan yang sama.

Sumber penyebab dispnea termasuk: 8


1. Reseptor-reseptor mekanik pada otot-otot pernapasan, paru, dinding dada
dalam teori tegangan panjang, elemen- elemen sensoris, gelendong otot
khususnya berperan penting dalam membandingkan tegangan otot dengan
derajat elastisitasnya. Dispnea dapat terjadi jika tegangan yang ada tidak
cukup besar untuk satu panjang otot.
2. Kemoreseptor untuk tegangan CO2 dan O2.
3. Peningkatan kerja pernapasan yang mengakibatkan sangat meningkat nya rasa
sesak napas.
4. Ketidak seimbangan antara kerja pernapasan dengan kapasitas ventilasi
Patologi sesak napas / Dyspnea dapat dibagi sebagai berikut:1

1. Oksigenasi jaringan menurun.


2. Kebutuhan oksigen meningkat.
3. kerja pernapasan meningkat.
4. Rangsang pada sistem saraf pusat.
5. Penyakit neuromuskuler.

Oksigenasi Jaringan Menurun

Penyakit atau keadaan tertentu secara akut dapat menyebabkan kecepatan


pengiriman oksigen ke seluruh jaringan menurun. Penurunan oksigenasi jaringan ini
akan meningkatkan sesak napas. Karena transportasi oksigen tergantung dari sirkulasi
darah dan kadar hemoglobin, maka beberapa keadaan seperti perdarahan, animea
(hemolisis) dapat menyebabkan sesak napas.

Kebutuhan Oksigen Meningkat

Penyakit atau keadaan tertentu dapat meningkat kebutuhan oksigen


dan memberi sensasi sesak napas. Misalnya, infeksi akut akan membutuhkan oksigen
lebih banyak karena peningkatan metabolisme. Peningkatan suhu tubuh karena bahan
pirogen atau rangsang pada saraf sentral yang menyebabkan kebutuhan oksigen
meningkat dan akhirnya menimbulkan sesak napas.

Kerja Pernapasan Meningkat

Panyakit perenkim paru seperti pneumonia, sembab paru yang menyebabkan


elastisitas paru berkurang serta penyakit yang menyebabkan penyempitan saluran
napas seperti asma bronkial, bronkitis dan bronkiolitis dapat menyebabkan ventilasi
paru menurun. Untuk mengimbangi keadaan ini dan supaya kebutuhan oksigen juga
tetap dapat dipenuhi, otot pernapasan dipaksa bekerja lebih keras atau dengan
perkataan lain kerja pernapasan ditingkatkan. Keadaan ini menimbulkan metabolisme
bertambah dan akhirnya metabolit-metabolit yang berada di dalam aliran darah juga
meningkat. Metabolit yang terdiri dari asam laktat dan asam piruvat ini akan
merangsang susunan saraf pusat. Kebutuhan oksigen yang meningkat pada obesitas
juga menyebabkan kerja pernapasan meningkat.
Rangsang Pada Sistem Saraf Pusat

Penyakit yang menyerang sistem saraf pusat dapat menimbulkan serangan


sesak napas secara tiba-tiba. Bagaimana terjadinya serangan ini, sampai sekarang
belum jelas, seperti pada meningitis, dan lain-lain. Hiperventilasi idiopatik juga
dijumpai, walaupun mekanismenya belum jelas.

Penyakit Neuromuskuler

Cukup banyak penyakit yang dapat menyebabkan gangguan pada sistem


pernapasan terutama jika penyakit tadi mengenai diagfragma, seperti miastenia gravis
dan amiotropik leteral sklerosis. Mekanisme yang menyebabkan terjadinya sesak
napas karena penyakit neuromuskuler ini sampai sekarang belum jelas.
3. Jelaskan etiologi dari dyspnea!

Sesak nafas atau nafas pendek merupakan suatu keluhan yang menunjukan ada
gangguan atau penyakit kardiorespirasi.1

Dyspnea sebagai akibat peningkatan upaya untuk bernafas dapat ditemui pada
berbagai kondisi klinis penyakit. Penyebabnya adalah meningkatnya tahanan jalan
nafas seperti pada obstruksi jalan nafas atas, asma dan pada penyakit obstruksi kronik.
Berkurangnya keteregangan paru yang disebabkan oleh fibrosis paru, kongesti, edema
dan pada penyakit parenkim paru dapat menyebabkan dyspnea. Kongesti dan edema
biasanya disebabkan oleh abnormalitas kerja jantung. Penyebab lainnya adalah
pengurangan ekspansi paru seperti pada efusi pleura, pneumotoraks, kelemahan otot
dan deformitas rongga dada.4

Faktor-faktor yang dapat menimbulkan keluhan sesak nafas, secara umum


dikelompokkan seperti dibawah ini:

1. Faktor Psikis.
2. Faktor Peningkatan Kerja Pernafasan.
2.1 Peningkatan ventilasi.
2.1.1 Latihan jasmani (exercise).
2.1.2 Hiperkapnia.
2.1.3 Hipoksia hipoksik.
2.1.4 Asidosis metabolic.
2.2 Sifat Fisik yang Berubah.
2.2.1 Tahanan elastis paru meningkat misalnya pada pneumonia, atelectasis,
kongesti, pneumotoraks dan efusi pleura.
2.2.2 Tahanan elastis dinding toraks meningkat misalnya pada obesitas dan
kifoskoliosis.
2.2.3 Peningkatan tahanan bronkial selain dari tahanan elastis, dapat
dijumpai pada penyakit emfisema, bronchitis dan asma bronkial.
3. Otot Pernafasan yang Abnormal.
3.1 Penyakit otot.
3.1.1 Kelemahan otot, misalnya pada miastenia gravis dan tirotoksikosis.
3.1.2 Kelumpuhan otot, misalnya pada penyakit poliomyelitis dan sindrom
Guillain Barre.
3.1.3 Otot yang mengalami distrofi.
3.2 Fungsi mekanis otot berkurang.
3.2.1 Fungsi mekanis berkurang pada fase inspirasi, misalnya pada
emfisema.
3.2.2 Fungsi mekanis otot berkurang pada fase ekspirasi, misalnya pada
penderita obesitas.

 Faktor Psikis.
Keadaan emosi tertentu seperti menangis terisak-isak, tertawa terbahak-bahak,
mengeluh dengan menarik nafas panjangn dan merintih atau mengerang karena
suatu penyakit. Semua ini dapat mempengaruhi irama pernafasan. Perubahan
emosi yang sering menimbulkan keluhan sesak nafas ialah rasa takut, kagum atau
berteriak yang disertai rasa gembira. Sesak nafas yang disebabkan oleh faktor
psikis seperti emosi, sering timbul pada waktu istirahat, sedangkan sesak nafas
yang mempunyai latar belakang penyakit paru obstruktif menahun sering dijumpai
pada waktu penderita melakukan aktivitas.

Sesak nafas yang berhubungan dengan faktor emosi, terjadi melalui mekanisme
hiperventilasi. Dalam penelitian Dudley ditemukan bahwa pengaruh emosi seperti
depresi, kecemasan dapat menimbulkan sensasi sesak nafas melalui mekanisme
hipoventilasi. Kedua mekanisme tersebut yang sama-sama dapat dipakai oleh
faktor psikis dalam menampilkan sensasi sesak nafas, mungkin dapat
dipergunakan sebagai suatu bukti bahwa faktor emosi khusus berperan atau tidak.
Kesukaran bernafas yang timbul, semata-mata hanyalah merupakan reaksi somatic
yang bersifat individu terhadap pengaruh emosi tadi.
 Faktor Peningkatan Kerja Pernafasan.
Jika kemampuan mengembang dinding toraks atau paru menurun sedangkan
tahanan saluran nafas meningkat, maka tenaga yang diperlukan oleh otot
pernafasan guna memberikan perubahan volume serta tenaga yang diperlukan
kerja pernafasan akan bertambah. Hal ini berakibat kebutuhan oksigen juga
bertambah atau meningkat. Jika paru tidak mampu memenuhi kebutuhan oksigen,
akhirnya akan menimbulkan sesak nafas. Mekanisme sesak nafas seperti yang
dijelaskan tersebut sebenarnya berasal dari dua teori yaitu pertama, teori kerja
pernafasan dari Marshall yang menekankan pada peningkatan energy jika kerja
pernafasan bertambah dan selanjutnya menyebabkan sesak nafas dan kedua teori
oxygen cost of breathing yang dikemukakan oleh Harisson pada tahun 1950.
Menurut Harisso, gangguan mekanik dari alat pernafasan yang disebabkan oleh
beberapa penyakit paru akan meningkatkan kerja otot pernafasan yang melebihi
pemasokan energy aliran darah dengan akibat terjadi penumpukan bahan-bahan
metabolic. Bahan metabolic merangsang reseptor sensoris yang terdapat di dalam
otot dan akan menimbulkan sensasi sesak nafas.

 Otot Pernafasan yang Abnormal.


Kelainan otot pernafasan dapat berupa kelelahan, kelemahan dan kelumpuhan.
Monod Scherrer melakukan penelitian pada otot diafragma yang mengalami
kelelahan. Simpulannya, bahwa kelelahan yang terjadi dan berkembang pada otot
tergantung dari jumlah energy yang tersimpan di dalam otot serta kecepatan
pemasokan energy, pemakaian otot yang tepat guna, serta kecepatan kerja otot.
Otot-otot yang lelah ini tidak mampu memenuhi kebutuhan ventilasi dalam jangka
panjang, akibatnya timbul sesak nafas. Kelemahan dan kelumpuhan seperti yang
terjadi pada penyakit miastenia gravis, tirotoksikosis, poliomyelitis dan sindroma
Guillain-Barre dapat menyebabkan sesak nafas.

Dahulu mekanisme yang menimbulkan sesak nafas ini diduga melalui hipoksia
dan hiperkapnia yang terjadi sebagai akibat dinding toraks dan paru tidak dapat
mengembang maupun mengempis dengan baik. Hal ini disebabkan otot-otot
diafragma dan otot interkostalis mengalami kelemahan atau kelumpuhan. Tetapi
penelitian Patterson dan kawan-kawan (1962) menunjukan bahwa sensasi sesak
nafas telah timbul pada PCO2 lebih dari 20mmHg, malahan Noble (1970) pada
penderita poliomyelitis yang memakai ventilator, sensasi sesak nafas tidak terjadi
walaupun PCO2 telah dinaikkan dari 36 hingga 64mmHg.

Percobaan yang dilakukan oleh Douglas & Haldane yang kemudian diulang
dengan cara yang sama oleh Godfrey & Campbell membuktikan bahwa perasaan
tidak menyenangkan sewaktu bernafas akan bertambah sesuai dengan lama
menahan nafas serta perubahan PO2 dan PCO2 yang terjadi. Dengan kata lain,
hipoksia dan hiperkapnia ikut berperan dalam hal timbulnya sensasi sesak nafas.
Jadi, rangsangan terhadap kemoreseptor sentral maupun perifer akan
meningkatkan aktivitas eferen neuron medulla. Aktivitas ini akan diteruskan ke
pusat yang lebih tinggi sehingga menimbulkan sensasi sesak nafas. Karena itu
mereka menyimpulkan bahwa perubahan oksigenasi, PCO2 dan konsentrasi ion H
sendiri tidak secara langsung menyebabkan sensasi sesak nafas.1
4. Jelaskan penyakit saluran napas yang berhubungan dengan dyspnea!

PNEUMONIA

Pneumonia adalah keradangan parenkim paru dimana asinus terisi dengan cairan
radang, dengan atau tanpa disertai infiltrasi dari sel radang ke dalam interstitium.
Secara klinis pneumonia di defenisikan sebagai suatu peradangan paru yang
disebabkan oleh mikoorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit), bahan kimia, radiasi,
aspirasi, obat-obatan dan lain-lain. Pneumonia yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis tidak termasuk. Sedang keradangan paru disebabkan olleh penyebab
noninfeksi (bahan kimia, radiasi, obat-obatan dan lain-lain) lazimnya adalah
pneumonitis. Gejala umum pada pneumonia adalah demam, batu dan sesak nafas.17
Pneumonia di golongkan ke dalam 2 bagian besar berdasarkan klinis dan
epidemiologi yaitu :
a. Pneumonia Komuniti
Pneumonia komuniti adalah pneumonia yang didapat di masyarakat. Di dunia,
pneumonia komuniti ini merupakan masalah kesehatan karena angka kematiannya
tinggi. Menurut kepustakaan penyebab pneumonia komuniti banyak disebabkan
kuman gram positif dan dapat pula kuman atipik. Biasanya pada pneumonia
komuniti di temukan gejala seperti: batuk berat, perubahan karakteristik
dahak/purulen, ditemukan tanda-tanda konsolidasi dan ronki serta suhu tubuh
≥37,5°/riwayat demam.17

b. Pneumonia Nosokomial
Pneumonia nosokomial adalah pneumonia yang terjadi pada waktu penderita di
rawat dirumah sakit, yang infeksinya tidak timbul atau tidak sedang dalam masa
inkubasi pada waktu masuk rumah sakit, dan biasanya terjadi 72 jam pertama
masuk rumah sakit. Mikroorganisme penyebab pneumonia komuniti. Dari
kumpulan berbagai penelitian di luar negri, patogen umumnya adalah bakteri
gram negatif seperti batang gram negatif (tersering: Echerichia coli,Klebsiella
spp., Enteroacter spp., Serratia spp.,Proteus spp.) dan patogen-patogen yang
potensial multiresisten.17
TUBERKULOSIS PARU
Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh basil
Mikobakterium tuberkulosis. Tuberkulosis paru merupakan salah satu penyakit
saluran napas bagian bawah. Di Indonesia, penyakit ini merupakan penyakit infeksi
terpenting setelah eradikasi penyakit malaria. Di Indonesia juga penyakit ini
merupakan penyakit rakyat nomor satu dan sebagai penyebab kematian nomor tiga.
Gejala yang biasa ditemui pada penyakit tuberculosis paru ini biasanya adalah: batuk
non produktif yang kelamaan menjadi prokdutif, batuk darah, nyeri dada,
dyspnea/sesak napas, anoreksia, lemah badan, gangguan mesntruasi serta demam.
Penyebaran basil tuberculosis melalui saluran pernapasan ataupun saluran limfe. 1

ABSES PARU
Abses paru adalah lesi paru berupa supurasi dan nekrosis jaringan. Penyebab abses
paru dapat bermacam-macam salah satunya seperti infeksi yang timbul melalui
saluran napas, berasal dari luka traumatik paru, atau infark paru yang terinfeksi.
Gejala penyakit timbul satu sampai tiga hari setelah aspirasi, berupa malaise dengan
panas badan tinggi disertai mengigil, kemudian disusul dengan batuk dan nyeri
pleuritik atau rasa nyeri yang dirasakan dalam dada, dan gejala akan terus
meningkatkan sampai menimbulkan sesak napas dan sianosis. Bila tidak diobati,
maka gejala akan terus meningkat sampai kurang lebih sepuluh hari.1

PNEUMOTORAKS
Pneumotoraks ialah rongga pleura yang terisi udara. Pneumontoraks lebih sering
terjadi pada penderita dewasa yang berumur sekitar 40 tahun. Laki-laki lebih sering
daripada wanita.2 Rongga ini pada keadaan normal berisi tekanan negative, yang bila
karena trauma dan lain-lain terjadi hubungan dengan udara luar, hingga udara masuk
kedalam interpleura. Pada pneumotoraks spontan sebagai pencetus adalah : batuk
yang keras, bersin, mengangkat barang yang berat, mengejan, dll. Penderita mengeluh
sesak napas yang makin memberat setelah mengalami hal-hal tersebut diatas.
Keluhan lain nyeri dada pada sisi yang sakit dan rasa tertekan dan terasa lebih nyeri
pada gerakan pernapasan.3
EFUSI PLEURA
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapatnya cairan pleura dalam jumlah
yang berlebihan di dalam rongga pleura, yang disebabkan oleh ketidakseimbangan
antara pembentukan dan pengeluaran cairan pleura. Efusi pleura sering terjadi di
negara – negara yang sedang berkembang, salah satu di Indonesia. Hal ini lebih
banyak diakibatkan oleh infeksi tuberkolosis. Pada kebanyakan penderita umumnya
asimptomatis atau memberikan gejala demam, ringan dan berat badan yang menurun
seperti pada efusi yang lain. Gejala lainnya seperti nyeri dada, sesak napas serta
batuk.17

EMPYEMA
Suatu efusi pleura yang bersifat purulent dan dapat berupa kista empyema. Sifatnya
akut atau kronik. Empyema sering terjadi disebabkan oleh peluasan infeksi pada
parenkim paru akan tetapi dapat juga disebabkan oleh hasil penetrasi luka di dinding
dada. Gejalanya berkaitan dengan gejala pneumonia yaitu demam, berkeringat
berlebihan, nafsu makan menurun, malaise, batuk, dyspnea dan nyeri dada pada
daerah yang terkena.4

ASMA BRONKIAL
Asma berasal dari kata Yunani yang artinya terengah-engah dan berarti serangan
napas pendek. Asma adalah penyakit obstruksi saluran pernapasan akibat
penyempitan saluran nafas yang sifatnya reversible (penyempitan dapat hilang dengan
sendirinya). Namun ada kalanya sifat reversible ini berubah menjadi kurang reversible
(penyempitan baru hilang setelah mendapat pengobatan). Hal yang selalu dapat
ditemui pada penderita asma adalah saluran pernafasannya hiperresponsif terhadap
stimulus. Untuk setiap penderita stimulusnya tidak selalu sama. Pada sebagian besar
penderita asma ditemukan riwayat alergi dan faktor genetika. Ciri-ciri yang sangat
penting dari sindrom ini seperti dyspnea, suara mengi, obstruksi jalan nafas reversible
terhadap bronkodilator, bronkus yang hiperresponsif terhadap berbagi stimulus baik
yang spesifik maupun nonspesifik dan peradangan saluran pernafasan. Semua ciri-ciri
ini tidak harus terdapat bersamaan. Serangan asma ditandai dengan batuk, mengi serta
sesak nafas.1
EMFISEMA
Emfisema adalah keadan paru yang abnormal, yaitu adanya pelebaran udara pada
asinus yang sifatnya permanen. Pelebaran ini disebabkan karena adanya kerusakan
dinding asinus. Asinus adalah bagian paru yang terletak di bronkioulus terminalis
distal. Gejala yang spesifik pada emfisema adalah sesak nafas pada saat melakukan
kegiatan yang disertai batuk kering dan mengi. Sesak nafas tampak jelas pada
penyakit yang telah parah. Penderita menunjukan hyperinflatedlung dengan
berkurangnya ekspansi dada saat inspirasi, perkusi hipersonor dan napas pendek. 4

KANKER PARU
Sebetulnya suatu proses kanker di paru dapat berasal dari saluran pernapasan itu
sendiri dari jaringan ikat diluar saluran pernapasan. Dari saluran pernapasan, sel
kanker dapat berasal dari sel bronkus, alveolus, atau dari sel-sel yang memproduksi
mukus yang mengalami degenerasi maligna. Karena pertumbuhan suatu proses
keganasan selalu cepat dan bersifat invasif, proses kanker tersebut selalu sudah
mengenai jaringan saluran pernapasan, sel-sel penghasil mukus, maupun jaringan ikat.
Pada kanker paru primer, gejala-gejalanya tak berbeda dengan gejala TB paru. Hanya
saja, kemunduran kondisi penderita berjalan sangat cepat, misalnya, dalam 1 bulan
sejak mulai batuk-batuk, berat bedan dapat turun 5 kg atau lebih. Perjalanan
penyakitnya juga sangat cepat, dalam 1 bulan setelah mulai batuk, sudah dapat timbul
nyeri dada atau sesak. Keadaan umum pada umumnya juga akan mundur dengan
sangat cepat. (Perlu diperhatikan bahwa keluhan tak selalu dimulai dengan batuk, bisa
juga dimulai dengan nyeri dada, kemunduran keadaan umum, penurunan berat badan,
dsb. Baru kemudian, batuk/sesak menyusul)3
5. Jelaskan working diagnosis (wd) dan differential diagnosis (dd) pada skenario!
Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) ditujukan untuk mengelompokkan penyakit-
penyakit yang mempunyai gejala berupa terhambatnya arus udara pernapasan.
Kelompok penyakit yang dimaksud adalah bronchitis kronik (masalah pada saluran
pernapasan), emfisema (masalah pada parenkim)4.
Eksaserbasi akut
Pada seseorang yang telah didiagnosis sebagai penderita PPOK, dalam keadaan
normal penderita ini telah berada dalam keadaan dispnea dan batuk. Pada eksaserbasi
akut, ketiga gejala ini bertambah4. Bermacam – macam debu, zat kimia dan serat
dalam lingkungan kerja dalam batas kadar normal pun memperburuk sesaknya1.

Klasifikasi eksaserbasi akut4.

Working Diagnosis (WD) :


Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK)4,6
- Dispnea (sesak napas)
- Batuk
- Perokok 4x kali lebih besar daripada bukan perokok
- Produksi sputum mukopurulen
- Lapangan kerja berdebu
- Polusi udara
- Umur mula penyakit dekade ke-6 paling cepat awal 40
- Laki-laki > perempuan
TIPE – TIPE KLINIS COPD6

Differential Diagnosis (DD):


Bronkiektasis4,6 :
- Batuk produktif (sputum mukopurulen yang banyak, berbau busuk)
- Hemoptisis (batuk darah)
- Jarang dapat hidup lebih dari usia 40 tahun
- Gambaran penyakit lanjut : jari-jari tabuh, malnutrisi,gagal jantung
- Dimulai saat anak-anak, setelah infeksi saluran pernapasan bawah berulang
sebagai komplikasi campak, influenza, bronkitis atau pneumonia

Pneumonia Atipik4
- Demam antara 38,3-40º C
- Batuk nonproduktif
- Sesak napas
- Malaise
- Mialgia
6. Jelaskan gejala klinis yang sesuai dengan skenario!
Dyspnea7
Dyspnea atau sesak napas adalah perasaan sulit bernapas dan merupakan gejala utama
dari penyakit kardiopulmonar. Seorang yang mengalami dyspnea sering mengeluh
napasnya menjadi pendek atau merasa tercekik. Gejala objektif sesak napas termasuk
juga penggunaan otot-otot pernapasan tambahan, pernapasan cuping hidung,
tachypnea, dan hiperventilasi. Sesak napas tidak selalu menunjukkan adanya
penyakit; orang normal akan mengalami hal yang sama setelah melakukan kegiatan
fisik dalam tingkat-tingkat yang berbeda. 7

Pemeriksa harus dapat membedakan sesak napas dari gejala dan tanda lain yang
mungkin memiliki perbedaan klinis mencolok. Tachypnea adalah frekuensi
pernapasan yang cepat, lebih cepat dari pernapasan normal (12 hingga 20 kali per
menit) yang dapat muncul dengan atau tanpa dyspnea. Hiperventilasi adalah ventilasi
yang lebih besar daripada jumlah yang dibutuhkan untuk mempertahankan
pengeluaran karbondioksida (CO2) normal, hal ini dapat diidentifikasikan dengan
memantau tekanan parsial CO2 arteri, atau tegangan (PaCO2), yaitu lebih rendah dari
angka normal (40mmHg). Dyspnea sering dikeluhkan pada sindrom hiperventilasi
yang sebenarnya merupakan seseorang yang sehat dengan stress emosional.
Selanjutnya, gejala lelah yang berlebihan harus dibedakan dengan dyspnea. Seseorang
yang sehat mengalami lelah yang berlebihan setelah melakukan tindakan fisik dalam
tingkat yang berbeda-beda, dan gejala ini juga dapat dialami pada penyakit
kardiovaskular, neuromuscular, dan penyakit selain paru.7

Besarnya tenaga fisik yang dikeluarkan untuk menimbulkan dyspnea bergantung pada
usia, jenis kelamin, ketinggian tempat, jenis latihan fisik, dan terlibatnya emosi dalam
melakukan kegiatan itu. Dyspnea yang terjadi pada seseorang harus dikaitkan dengan
tingkat aktivitas minimal yang menyebabkan dyspnea, untuk menentukan apakah
dyspnea terjadi setelah aktivitas sedang atau berat, atau terjadi pada saat istirahat.7

Terdapat variasi beberapa gejala umum dyspnea. Ortopnea adalah napas pendek yang
terjadi pada posisi berbaring dan biasanya keadaan diperjelas dengan penambahan
sejumlah bantal atau penambahan elevasi sudut untuk mencegah perasaan tersebut.
Dyspnea nokturna paroksimal menyatakan timbulnya dyspnea pada malam hari dan
memerlukan posisi duduk dengan segera untuk bernapas. 7

Pasien dengan gejala utama dyspnea biasanya memiliki satu dari keadaan ini yaitu 7;
1. Penyakit kardiovaskular
2. Emboli paru
3. Penyakit paru interstitial atau alveolar
4. Gangguan dinding dada atau otot-otot
5. Penyakit obstruktif paru
6. Kecemasan

Dyspnea adalah gejala utama edema paru, gagal jantung kongestif, dan penyakit katup
jantung. Emboli paru ditandai oleh dyspnea mendadak. Dyspnea merupakan gejala
paling nyata pada penyakit yang menyerang percabangan trakeobronkial, parenkim
paru, dan rongga pleura. 7

Batuk
Batuk merupakan refleks pertahanan yang timbul akibat iritasi percabangan
trakeobronkial. Batuk merupakan gejala tersering penyakit pernapasan. Segala jenis
batuk yang berlangsung lebih dari tiga minggu harus diselidiki untuk memastikan
penyebabnya. Setiap proses peradangan saluran napas dengan atau tanpa eksudat
dapat mengakibatkan batuk. Bronkitis kronik, asma, tuberkulosis dan pneumonia
merupakan penyakit yang secara tipikal memiliki batuk sebagai gejala yang
mencolok. Batuk dapat bersifat produktif, pendek dan tidak produktif, keras dan
parau, sering, jarang, atau paroksimal (serangan batuk yang intermitten). 7

Sputum
Orang dewasa normal menghasilkan mukus sekitar 100 ml dalam saluran napas setiap
hari. Mukus ini diangkut menuju faring dengan gerakan pembersihan normal silia
yang melapisi saluran pernapasan. Jika terbentuk mukus yang berlebihan, proses
normal pembersihan mungkin tak efektif lagi, sehingga akhirnya mukus tertimbun.
Bila hal ini terjadi, membran mukosa akan terangsang, dan mukus dibatukkan keluar
sebagai sputum. Pembentukan mukus yang berlebihan mungkin disebabkan oleh
gangguan fisik, kimiawi, atau infeksi pada membran mukosa. 7
Kapan saja seorang pasien membentuk sputum, perlu dievaluasi sumber, warna,
volume, dan konsistensinya. Sputum yang dihasilkan sewaktu membersihkan
tenggorokkan kemungkinan besar berasal dari sinus atau saluran hidung, dan bukan
dari saluran napas bagian bawah. Sputum yang banyak sekali dan purulent biasanya
menunjukkan adanya proses supuratif seperti abses paru, sedangkan pembentukan
sputum yang terus meningkat perlahan dalam waktu bertahun-tahun merupakan tanda
bronkitis kronis atau bronkiektasis.7

Warna sputum juga penting. Sputum yang berwarna kekuning-kuningan menunjukkan


infeksi. Sputum yang berwarna hijau merupakan petunjuk adanya penimbunan nanah.
Warna hijau timbul karena adanya verdoperoksidase yang dihasilkan oleh leukosit
polimorfonuklear (PMN) dalam sputum. Sputum yang berwarna hijau sering
ditemukan pada bronkiektasis karena penimbunan sputum dalam bronkiolus yang
melebar dan terinfeksi. Banyak penderita infeksi pada saluran napas bagian bawah
mengeluarkan sputum berwarna hijau pada pagi hari, tetapi makin siang menjadi
kuning. Fenomena ini mungkin disebabkan karena penimbunan sputum yang purulent
di malam hari, disertai pengeluaran verdoperoksidase. 7

Sifat dan konsistensi sputum juga dapat memberikan informasi yang berguna. Sputum
yang berwarna merah muda dan berbusa merupakan tanda edema paru akut. Sputum
yang berlendir, lekat, dan berwarna abu-abu atau putih merupakan tanda bronkitis
kronik. Sedangkan sputum yang berbau busuk merupakan tanda abses paru atau
7
bronkiektasis.

Tabel Ciri Khas Sputum yang Terlihat pada Berbagai Gangguan Paru7
Mual dan Muntah
Mual dan muntah merupakan gejala dan tanda yang sering menyertai gangguan
gastrointestinal, demikian juga dengan penyakit-penyakit lain. Mual dan muntah
dapat dianggap sebagai suatu fenomena yang terjadi dalam tiga stadium, yaitu mual,
retching (gerakan dan suara sebelum muntah), dan muntah. 6

Mual dapat dijelaskan sebagai perasaan yang sangat tidak enak di belakang
tenggorokan dan epigastrium, sering menyebabkan muntah. Gejala dan tanda mual
seringkali adalah pucat, meningkatnya salivasi, hendak muntah, hendak pingsan,
berkeringat, dan tachycardia. Retching adalah suatu usaha involunteer untuk muntah,
seringkali menyertai mual dan terjadi sebelum muntah, terdiri atas gerakan
pernapasan melawan glottis dan gerakan inspirasi dinding dada dan diafragma.6

Stadium akhir, muntah, didefinisikan sebagai suatu refleks yang menyebabkan


dorongan isi lambung atau usus atau keduanya ke mulut. Mual dan muntah yang telah
berlangsung selama beberapa minggu dapat menunjukkan adanya penyebab
obstruktif, karsinogenik, atau psikogenik.6

Gejala Klinis Bronkitis Kronik


Gambaran klinis pada bronkitis kronik antara lain:2
1. Dyspnea

2. Batuk yang produktif, purulent, dan mudah memburuk dengan inhalasi iritan,
udara dingin, atau infeksi

3. Produksi mukus dalam jumlah sangat banyak

Batuk terus-menerus yang disertai dahak dalam jumlah banyak, dan batuk terbanyak
terjadi pada pagi hari. Penderita batuk produktif kronik yang mempunyai aliran napas
normal disebut penderita bronkitis simplex (simplex chronic bronchitis), sedangkan
yang disertai dengan penurunan aliran napas yang progresif disebut bronkitis kronik
obstruktif.4

Pemeriksaan fisik tidak sensitif untuk bronkitis kronik yang ringan sampai sedang,
tetapi pada penderita yang mengalami obstruksi napas, gejalanya telah tampak pada
saat inspeksi, yaitu digunakannya otot pernapasan tambahan. Gejala klinis lainnya
meliputi sianosis, produksi sputum berlebihan, hiperkapnia nyata dan hipoksemia
berat.13

Tabel Gejala Klinis Bronkitis Kronis14

Gejala Klinis Emfisema


Gejala yang spesifik adalah sesak napas saat melakukan kegiatan (exercise
breathlessness) yang disertai batuk kering dan mengi. Sesak napas tampak jelas pada
penyakit yang telah parah. Penderita menunjukkan hyperinflated lung dengan
berkurangnya ekspansi dada saat inspirasi, perkusi hipersonor dan napas pendek.4

Tabel Gejala Klinis Emfisema14


7. Jelaskan bentuk-bentuk pemeriksaan yang dianjurkan pada kasus skenario!

Bentuk-bentuk pemeriksaan yang dianjurkan sesuai dengan skenario

Diagnosis suatu penyakit dapat ditegakkan setelah mendapat informasi tentang17 :

1. Riwayat penyakit
2. Tanda penyakit
3. Pemeriksaan tambahan

ANAMNESIS
Pada penyakit paru atau respirasi keluhan utama yang sering adalah:

1. Batuk
 Mendadak : faringitis, trakeitis, common cold
 Kronik : PPOK, bronkitis kronik (BK)
 Batuk kering : common cold, faringitis
 Batuk berdahak : bronkitis kronik, tuberkulosis (TB), bronkiektasis

2. Dahak
 Jumlah
 Warna : purulen, hijau
 Campur darah
 Waktu : pagi hari (BK, bronkiektasis)

3. Batuk darah
 Dapat berasal dari saluran pernafasan bawah/atas
 Bedakan dengan hematemesis
 Dapat disebabkan oleh : TB, kanker, pneumonia, bronkiektasis

4. Sesak napas
 Akut : pneumotoraks, pneumonia, atelektasis, edema paru
 Kronik : PPOK, gagal jantung, bronkitis kronik, TB
5. Sesak napas berulang
 Sesak hanya terjadi pada waktu serangan
 Di luar serangan normal
 Ada hubungan dengan paparan alergen
 Terdapat pada asma bronkial

PEMERIKSAAN FISIK
Pengetahuan Teori Dasar Paru
Penyakit pada jaringan paru, pleura atau dinding toraks dapat
mengakibatkan perubahan:
 Bentuk pergerakan
 Penghantaran getaran

Bentuk
Bentuk dan ukuran toraks dapat berubah akibat kelainan pada jaringan
paru, pleura dan dinding toraks. Perhatikan :
 Diameter dada (sagital, anteroposterior) : barrel chest pada PPOK
 Simetris/asimetris : asimetris pada efusi pleura, pneumotoraks,
fibrosis
 Spatium Inter Costalis : melebar pada PPOK, efusi pleura,
pneumotoraks, , fibrosis paru, atelektasis
 Benjolan : tumor dada
 Costae : fraktur
 Vertebrae : skoliosis, kifosis

Pergerakan dada
Penilaian pergerakan dada adalah gerakan hemitoraks kanan dan kiri
simetris atau tidak.
Kelainan dasar paru
Kelainan dasar penyakit paru dibedakan atas tiga komponen:
1. Kelainan saluran pernapasan
 Penyempitan
 Sekret dalam lumen saluran pernapasan
 Saluran pernapasan tertutup total

2. Kelainan parenkim paru


 Konsolidasi : alveoli terisi cairan atau sel
 Emfisema : pelebaran distal bronkioli, parenkim paru
mengandung udara yang lebih banyak daripada keadaan normal
 Kavitas : kerusakan jaringan paru sehingga terbentuk rongga
udara dengan dinding yang tebal
 Fibrosis : jaringan paru digantikan oleh jaringan parut

3. Kelainan pleura
 Pneumotoraks : rongga pleura terisi udara
 Efusi pleura : rongga pleura terisi cairan
 Fluidopneumotoraks : rongga pleura terisi cairan dan udara
 Fibrosis pleura (schwarte) : jaringan pleura menjadi jaringan
parut.

a. Inspeksi
Inspeksi adalah pemeriksaan tanpa memakai alat bantu, cukup dengan melihat.
Perhatikan:
 Bentuk dan ukuran toraks
 Permukaan dada : barrel chest, pigeon chest, pectus excavatum
 Otot pernapasan bantu
 Terdapat retraksi lokal (cycatrix)
 Ada venektasis atau tidak
 Bentuk bahu simetris atau tidak
b. Palpasi
Perabaan dan penekanan pada beberapa bagian tubuh yang akan diperiksa
 Denyutan, getaran, benjolan, edema, krepitasi
 Nyeri tekan
 Fremitus vokal

Fremitus vokal meningkat pada konsolidasi


Fremitus vokal menurun pada : atelektasis, efusi pleura, dan pneumotoraks

c. Perkusi
 Batas jantung : ictus cordis spatium inter costalis 5
 Batas pulmo dextra dengan hepar : spatium inter costalis 6
 Batas pulmo sinistra dengan gaster : spatium inter costalis 8
 Batas bawah pulmo posterior

Suara perkusi Nada Waktu Media


Sonor Normal Normal Normal (udara)
Redup Tinggi Pendek Udara < normal
Pekak  Tinggi  Pendek Padat atau cairan
Hipersonor Rendah Panjang Udara > cairan
Timpani  Rendah  Panjang Udara & cairan

d. Auskultasi
Menggunakan alat bantu Sthetoscope untuk mendengarkan dan membandingkan
bunyi yang terdengar pada setiap sisi toraks.

Suara napas normal = Vesikuler


 Inspirasi terdengar penuh
 Ekspirasi lebih lemah dan pendek
Bronko-vesikuler Bronkial
 Inspirasi terdengar penuh  Inspirasi & ekspirasi penuh
 Ekspirasi penuh  “Silent gap”
 Tidak ada “silent gap”
Suara tambahan
Suara tambahan ditimbulkan oleh :
 Sekret
 Penyempitan
 Terbukanya asinus

Macam-macam suara tambahan :


a. Ronki
 Ronki basah : suara terputus-putus
 Ronki kering : suara tidak terputus

Ronki Basah
 Kasar : disaluran pernapasan, karena gelembung udara besar yang pecah
(kesadaran menurun)
 Sedang : disaluran pernapasan kecil/sedang, karena gelembung udara kecil
yang pecah (bronkiektasis, bronkopneumoni)
 Halus : acinus terbuka, terdengar seperti suara gesekan rambut dan jari
(sembab paru dini)

Ronki kering
 Sonorous, nada rendah : obstruksi parsial saluran pernapasan besar,
mengerang
 Sibilan (wheeze), nada tinggi : obstruksi saluran napas kecil, mencicit
(squaeking), pada asma.
b. Stridor
 Wheezing terdengar tanpa stetoskop
 Obstruksi laring, trakea

c. Suara bisik
 Bronkial/whispered pectoriloque
 Dengan berbisik (kata desis)
 Normal : jelas pada laring
 Jelas, nada tinggi : konsolidasi, atelektasi
PEMERIKSAAN PENUNJANG1
a. PEMERIKSAAAN RADIOLOGIS
Dibutuhkan x-ray foto toraks dalam proyeksi PA serta lateral, namun perlu
ditekankan bahwa korelasi kelainan foto toraks dengan gradasi obstruksi jalan
napas tidak benar1. Pemeriksaan yang lebih canggih seperti CT-Scan memberikan
gambaran parenkim paru lebih baik dari foto toraks. High resolution yang dipakai
dengan lebar irisan 1,0 – 2,0 mm dapat memberikan gambaran langsung area
emfisematus17.

b. PEMERIKSAAN FAAL PARU


Digunakan untuk menegakkan diagnosis PPOK. Pemeriksaan utama adalah FEV1
(Force Expiration Volume 1 second) dan rasio FEV1/FVC. Kriteria yang lazim
dipakai untuk PPOK derajat sedang adalah : FEV1 kurang dari 60% dari nilai
ramal atau rasio FEV1/FVC yang lebih kecil dari 60% 1. Dengan Spirometer
sederhana, akan tampak jelas penurunan FEV1 dibandingkan orang normal dengan
umur dan potongan badan yang sama. Pada kasus berat, FEV1 mungkin hanya
40% atau malahan kurang. Bila penderita diperiksa dengan Peak Flow Spirometer
akan terlibat penurunan Peak Flow Rate (PFR) atau Kecepatan Arus Puncak
Ekspirasi Maksimal (KAEM) yang besarnya seimbang dengan penurunan FEV1.. 3

c. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Analisa gas darah dan elektrolit perlu dikerjakan pada penderita PPOK dengan
FEV1 kurang dari 1,5 L atau EKG yang konsisten dengan pembesaran ventrikel
kanan. Pemeriksaan laboratorium patologi klinik lainnya disesuaikan dengan
keadaan1.
Di sini yang nyata adalah polisitemia, yaitu jumlah eritrosit yang melebihi normal.
Jumlah eritrosit sampai 6.000.000 ke atas dengan Hb ±17% dan tidak jarang
ditemui Hematokrit 50% ke atas. Ini adalah akibat dari hipoksia kronis yang
dialami penderita. Polisitemia dimaksudkan oleh tubuh agar oksigen yang berhasil
masuk ke dalam alveolus masih dapat terangkat semaksimal mungkin untuk
memenuhi kebutuhan jaringan tubuh. Sering, polisitemia ini jauh mendahului
timbulnya keluhan sesak. Tentunya, bila terjadi infeksi sekunder, akan ada
lekositosis seperti halnya pada penyakit infeksi lain.3
8. Jelaskan penatalaksanaan pada skenario!
Tidak ada terapi spesifik yang memulihkan PPOK (penyakit paru obstruktif kronik)
tetapi pengobatan dapat memperlambat progresi penyakit, mengurangi gejala kronik,
dan mencegah eksaserbasi akut. Berhenti merokok sangat penting dilakukan.12

Agonis-beta (salbutamol) dan antikolinergik dapat memperbaiki gejala dan fungsi


paru, kemungkinan memiliki efek aditif bila digabung. Teofilin memiliki efek yang
dapat diabaikan pada spirometri, juga dapat memperbaiki kinerja aktivitas dan gas
darah. Pasien-pasien yang mengeluarkan banyak sputum dapat membaik dengan
pemberian mukolitik. Kortikosteroid oral (untuk mengurangi inflamasi) memperbaiki
fungsi paru pada kurang dari 25% pasien PPOK, tetapi efek samping membatasi
penggunaannya. Kortikosteroid inhalasi dapat dipertimbangkan pada penyakit yang
berat. Rehabilitasi paru memperkuat otot respirasi dan memperbaiki kualitas hidup
serta toleransi olahraga sehingga mengurangi rawat inap di rumah sakit, namun tidak
mempunyai efek samping pada fungsi paru. Terapi O2 memperpanjang hidup pasien
yang mempunyai hipoksemia siang hari saat istirahat dengan memperlambat progresi
kor pulmonal. O2 harus digunakan sebanyak mungkin, karena manfaat bertambah
seiring penggunaannya. Pasien dengan desaturasi olahraga atau nokturnal dapat diberi
oksigen suplemental saat malam hari atau selama berolahraga. Reduksi volume paru
atau transplantasi secara bedah dapat diindikasikan pada PPOK lanjut, tetapi efikasi
jangka panjang belum dipastikan.12

Pencegahan eksaserbasi PPOK akut meliputi vaksinasi influenza dan pneumokokal.


Pasien dengan kombinasi gejala yang terdiri dari penigkatan dyspnea, peningkatan
sputum, atau sputum purulent dapat disembuhkan dengan antibiotik yang ditargetkan
melawan patogen respirasi yang lazim (Haemophilus influenza, Moraxella
catarrhalis, streptococcus pneumoniae). Pemberian singkat kortikosteroid oral
memperbaiki fungsi paru dan mempercepat pemulihan pasien dengan eksaserbasi
akut. Pasien dengan kor pulmonal , hiperkapnia, kebiasaan merokok, dan penurunan
berat badan memiliki prognosis buruk. Kematian biasanya terjadi akibat infeksi, gagal
napas akut, embolus paru, atau aritmia jantung.12
Pemberian secara inhalasi lebih menguntungkan daripada cara oral atau parenteral
karena efeknya cepat pada organ paru dan efek sampingnya minimal. Pemberian
secara inhalasi juga lebih disarankan daripada pemberian cara nebulizer. Obat dapat
diberikan sebanyak 4-6 kali, 2-4 hirup sehari. Bronkodilator yang kerjanya cepat
(fenoterol, salbutamol, terbutalin) lebih menguntungkan daripada kerjanya yang
lambat (salmeterol, formeterol), karena efek bronkodilatornya sudah dimulai dalam
beberapa menit dan efek puncaknya terjadi setelah 15-20 menit dan berakhir setelah
4-5 jam. Bila tidak segera memberikan perbaikan, bisa ditambah dengan pemakaian
anti kolergenik sampai dengan perbaikan gejala.15

Budesonide nebulizer bisa dipakai sebagai alternative terapi selain oral.


Glukokosteroid dipakai untuk pengobatan yang non asidosis. Antibiotik diberikan jika
gejala sesak napas dan batuk disertai dengan peningkatan volume dan purulensi
sputum. Antibiotik hendaknya diberikan dengan spectrum luas yang bisa menghadapi
H.influenze, Streptococcus pneumonia dan Moraxella catarrhais sambil menunggu
hasil kultur sensitivitas kuman. Berdasarkan penelitian, ketiga kuman diatas
merupakan kuman penyebab eksaserbasi akut yang paling sering ditemukan.15

Obat-obat tambahan lainnya


 Antitripsin: diberikan pada pasien emphysema muda, bila terdapat definisi zat ini.
Obat ini agak mahal belum tersedia di bebebrapa Negara.
 Mukolitik: secara keseluruhan pemberian mukolitik pada pasien dengan sputum
kental hanya memberi sedikit keuntungan, terutama pada keadaan akut
eksaserbasi, sehingga jarang dipakai secara rutin.
 Antioksidan: hanya bermanfaat pada keadaan akut eksaserbasi dan tidak dipakai
pada penggunaan secara rutin.
 Imunoregulator: terdapat penelitian yang menyatakan bahwa obat-obat ini dapat
menurunkan beratnya akut eksaserbasi. Penggunaan secara rutin belum
dianjurkan.
 Antitusif dan narkotik: penggunaan secara rutin merupakan kontra indikasi.2
9. Jelaskan prognosis penyakit pada skenario!
Semakin dini diagnosis bisa ditegakkan, semakin baiklah prognosis penderita, dengan
catatan bahwa etiologinya yang ditiadakan (PETTY, 1996). Bila etiologi tak dapat
disingkiran, penderita bukan saja akan mendapatkan kekambuhan (residif) dalam
waktu dekat, tetapi juga perjalanan penyakitnya akan melaju terus dengan pesat.
Semakin lambat diagnosis ditegakkan, makin jelek juga prognosis penderita. Hal ini
terutama disebabkan oleh sudah semakin berkurangnya alastisitas paru, semakin
luasnya kerusakan silia secara ireversibel, dan semakin tebalnya mukosa saluran
pernapasan.

Kalau penderita tidak meninggal karena kegagalan pernapasan, sabab kematian yang
lain ialah salah satu atau lebih komplikasi yang timbul setiap saat.4
70-80% tertolong selama terjadi episode akut dari kegagalan pernapasan pada pasien
PPOK.9

Pada eksaserbasi akut, prognosis baik dengan terapi. Pada pasien bronchitis kronik
dan emfisema lanjut dan FEV1<1 liter survival rate selama 5-10 tahun mencapai
40%.5

Prognosis keselurahan untuk pasien PPOK bergantung pada keparahan obstruksi


aliran udara. Pasien dengan FEV1 <0,8 L mempunyai angka mortalitas tahunan 25%.
Pasien dengan kor pulmonal, hiperkapnia, kebiasaan merokok, dan penurunan berat
badan memilki prognosis buruk. Kematian biasanya terjadi akibat infeksi, gagal napas
akut, emboli paru, atau aritmia jantung.15
10. Jelaskan komplikasi yang dapat ditimbulkan pada kasus skenario!
Komplikasi PPOK
1. Hipoksemia
Hipoksemia didefinisakan sebagai penurunan nilai PO2 < 55mmHg dengan nilai
saturasi O2 < 85%. Pada awalnya pasien akan mengalami perubahan mood,
penurunan konsentrasi, dan menjadi pelupa. Pada tahap lanjut timbul sianosis.
2. Asidosis Respiratori
Asidosis respiratori timbul akibat dari peningkatan nilai PCO2 (hiperkapnia).
Tanda yang muncul antara lain nyeri kepala, fatigue, letargi, dizziness, dan
takipnea.
3. Infeksi Saluran Pernapasan.11
Komplikasi yang paling umum dari PPOK adalah infeksi pernapasan. System
pernapasan merespon terhadap proses infeksi termasuk dengan meningkatkan
frekuensi pernapasan, iritasi mukosa, dan peningkatan pembentukan sputum.
Karena respons setempat ini, klien dapat mengalami spasme bronkus dan
perubahan dalam pola pembentukan sputum mereka. Jika infeksi tetap tidak
teratasi, akibatnya adalah peningkatan kerja bernapas dengan akibat akhir gagal
napas. Itulah sebabnya penting sekali untuk mengingatkan klien agar menghindari
infeksi pernapasan. 11, 16
4. Gagal Jantung
Terutama Kor pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru-paru) harus
diobservasi, terutama pada pasien dyspnea berat. Komplikasi ini seringkali
berhubungan dengan bronkhitis kronis, namun beberapa pasien emfisema berat
juga mengalami masalah ini. 11
Kor Pulmonal disebabkan oleh rendahnya PaO2 yang merupakan vasokontriktor
pulmonal yang kuat. Vasokontriksi pulmonari meningkatkan tekanan arteri
pulmonal. Jika terjadi hipertensi pulmonal dengan waktu yang lama, peningkatan
beban kerja pada ventrikel jantung kanan pada akhirnya akan mengakibatkan
gagal ventrikel kanan.11, 16
5. Disritmia jantung
Disritmia jantung timbul akibat dari hipoksemia, penyakit jantung lain dan efek
obat atau terjadinya asidosis respiratori. 11
6. Status Asmatikus
Status asmatikus merupakan komplikasi utama yang berhubungan dengan
asmabronkhial. Penyakit ini sangat berat, potensial mengancam kehidupan, dan
sering kali tidak memberikan respons terhadap terapi yang biasa diberikan.
Penggunaan otot bantu pernapasan dan distensi vena leher sering kali terlihat.11
11. Jelaskan pencegahan yang dapat dilakukan & faktor resiko pada penyakit di
skenario!
Faktor risiko PPOK/COPD/PPOM: 9,15
 Kebiasaan Merokok. Pada perokok berat kemungkinan untuk mendapatkan
PPOK menjadi lebih tinggi. Selain itu dapat terjadi penurunan dari reflex
batuk.
 Usia >50 tahun.
 Polusi lingkungan.
 Pasien yang tinggal di kota kemungkinan untuk terkena PPOK lebih tinggi
dari pada pasien yang tinggal di desa.
 Pekerjaan. Pekerja tambang yang bekerja di lingkungan yang berdebu akan
lebih mudah terkena PPOK.
 Status sosioekonomi rendah.
 Laki-laki. Biasanya lebih banyak dari perempuan.
 Infeksi bronkus berulang.
 Alergi maupun hipersensitif pada bronkus.
 Infeksi dada masa kanak-kanak.
 Hiper-reaktivitas jalan nafas (asma)

Untuk upaya pencegahan (upaya preventifnya), hal yang perlu dilakukan adalah
menghindari faktor risikonya, seperti: 9,15
 Tidak atau berhenti merokok
 Vaksinasi untuk menghindari infeksi dada dan penyakit lainnya
 Menghindari polusi seperti tidak bekerja di pertambangan atau tempat yang
rentan terkena debu ataupun polusi udara lain. Ataupun bias dengan
mengurangi polusi dengan tidak menggunakan kendaraan bermotor.
 Menjaga kesehatan
 Menjaga lingkungan bersih
 Dan menggunakan obat anti penyakti asma
Referensi :

1
Alsagaff, Hood, Abdul Mukty. 2010.Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Airlangga
University Press.
2
Corwin, Elizabeth. 2007. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
3
Danusantoso, Halim, Dr, Sp.P, FCCP. 2013. Buku Saku Ilmu Penyakit Paru, Ed.2. Jakarta:
EGC
4
Djojodibroto, Darmanto. 2007. Respirologi. Jakarta. EGC.
5
Mansjoer, Arif, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aeculaplus.
6
Price, Sylvia A, Lorraine M Wilson. 2003. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit Vol 1. Jakarta: EGC.
7
_______. 2003. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Vol.2. Jakarta: EGC.
8
_______.2005. Patofisiologi, Vol.1, Ed.6. Jakarta: EGC.
9
Rab, Dr. H. Tabrani. 1996. Ilmu Penyakit Paru. Jakarta: Hipokrates.
10
Robbins, Kumar, Cotran. 2007. Buku Ajar Patologi Robbins, Ed.7, Vol.2. Jakarta: EGC.
11
Somantri. Irman. 2007. Keperawatan Medikal Bedah, Asuhan Keperawatan pada Pasien
dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.
12
Sudoyo, Aru W. 2009. Ilmu Penyakit Dalam, Ed.5. Jakarta: Interna Publishing
13
Tambayon, Jan. 1999. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC.
14
Ward, Jeremy et al. 2006. At a Glance Sistem Respirasi. Jakarta: Erlangga.
15
Ward, Jeremy P.T, dkk. 2008. At a Glance Sistem Respirasi,Ed.2. Jakarta: Erlangga.
16
Yasmin, Niluh Gede, Christantie Effendy. 2004. Keperawatan Medikal Bedah: Klien
dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: EGC.
17
Departemen Ilmu Penyakit Paru. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya:
Departemen Ilmu Penyakit Paru FK Unair-RSUD Dr.Soetomo.

Anda mungkin juga menyukai