Anda di halaman 1dari 46

Panduan CSL dan

Praktikum Biomedik
Blok Gangguan
Sistem
Kardiovaskuler
Tahun Ajaran 2021/2022
2

PENUNTUN SKILLS LAB BLOK KARDIOVASKULAR

PENGANTAR

Buku Panduan Skills Lab. Blok Kardiovaskuler ini berisi 2 (dua) ketrampilan utama yaitu
Anamnesis keluhan utama yang berhubungan dengan keluhan sistem kardiovaskuler, dimana
penggalian riwayat penyakit sudah lebih spesifik mengarah ke sistem kardiovaskuler. kemudian
ketrampiulan pemeriksaan fisik meliputi : pemeriksaan tekanan darah , nadi dan tekanan vena
jugularis serta pemeriksaan fisik jantung itu sendiri. Diharapkan setelah selesai mengikuti
kegiatan ketrampilan klinik ini, mahasiswa mampu melakukan anamnesis lengkap dan
pemeriksaan fisik kardiovaskuler normal maupun tidak normal secara berurutan.

Buku panduan skills lab. Ini selain memuat panduan belajar masing-masing ketrampilan
yang dilatihkan, juga memuat daftar tilik sebagai lembaran penilaian dari koordinator/instruktur
terhadap mahasiswa baik sebagai penilaian akhir maupun diapakai membantu dalam menilai
kemajuan tingkat ketrampilan yang dilatihkan. Untuk mahasiswa, penilaian pada waktu latihan
dapat dilakukan oleh temannya sendiri melalui petunjuk buku panduan belajar dan juga dapat
menggunakan daftar tilik yang ada.

Meskipun buku panduan ini belum di lengkapi ketrampilan medik pemeriksaan fisik
setiap keluhan/penyakit yang berhubungan dengan sistem kardiovaskuler, tetapi didalam
operasionalnya pemeriksaan fisik normal akan disertai dengan pengenalan dan penentuan variasi
abnormal bunyi jantung dan bunyi tambahan (bising).

Mengingat Buku Panduan Skills Lab. Blok Kardiovaskuler belum sempurna, maka demi
kemajuan dan kesempurnaan pendidikan ketrampilan klinik ini, maka kami mengharapkan kritik
dan saran yang sifatnya membangun untuk penyempurnaan buku ini, dan untuk itu kami ucapkan
terima kasih.

Tak lupa kami ucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam
pembuatan dan penyusunan buku panduan ini.
3

KETERAMPILAN ANAMNESIS

Seorang dokter harus mampu mengelaborasi keterangan penderita yang paling signifikan
untuk ditetapkan sebagai keluhan utama. Ada beberapa pertanyaaan yang harus diingat pada
komunikasi dokter dan pasien dalam mengelaborasi keluhan penderita agar hasilnya sesuai
dengan yang diharapkan. Pertanyaan tersebut meliputi:

KELUHAN UTAMA PADA PENYAKIT JANTUNG YANG PERLU DITANYAKAN:

A. DEWASA :
1. Dispnea
2. Nyeri dada atau chest discomfort
3. Sianosis
4. Sinkop (syncope)
5. Palpitasi
6. Edema
7. Batuk
8. Hemoptisis

B. BAYI DAN ANAK :


I. Riwayat kehamilan dan kelahiran :
1. Infeksi Ibu
2. Pemakaian obat-obatan, alkohol dan merokok
3. Penyakit / kondisi Ibu
4. Berat badan lahir
II. Riwayat pasca lahir :
1. Kenaikan berat badan dan perkembangan serta pola makan
2. Sianosis, serangan sianosis (cyanotic spells) dan squatting
3. Takipnea dan dispnea
4. Edema dan edema pada kelopak mata
5. ISPA berulang
6. Toleransi exercise
7. Bising jantung
8. Nyeri dada
9. Palpitasi
10. Nyeri sendi
11. Gejala neurologi
III. Riwayat Keluarga.

TUJUAN UMUM

Setelah latihan ini diharapkan mahasiswa dapat melakukan komunikasi dokter-pasien / keluarga
pasien (history taking) mengenai penyakit yang berhubungan dengan sistem kardiovaskuler
dengan baik dan benar.

TUJUAN KHUSUS

Mahasiswa mampu :

1. Menerapkan teknik komunikasi dokter-pasien (history taking) dan berperilaku yang sesuai
dengan sosio-budaya.
2. Menemukan keluhan utama dan keluhan tambahan.
3. Menelusuri keluhan utama dan hubungannya dengan penampilan klinis yang terdapat pada
pasien.
4. Mendapatkan riwayat penyakit yang berhubungan kondisi sosial ekonomi, gizi, pekerjaan,
aktifitas sehari-hari.
5. Mencatat dan meyimpulkan history taking yang diperoleh dari pasien serta menjelaskan
tindakan selanjutnya.
4

III. RUJUKAN

1. Chalmers J et al, WHO-ISH Hypertension Guidelines Commite. World Health Organization-


International Society of Hypertension Guidelines for the Management of Hypertension. J
Hypertens :1999, 17:151-185
2. Chung, K, Edward, Quick Reference to Cardiovascular disease, third edition, William and
Wilkins ;1987
3. Fyler, Donald C, Kardiologi Anak Nadas, edisi terjemahan, Gadjah Mada University :
Yogyakarta ; 1996
4. Isselbacher, et al, Harrison’s principles of internal medicine, 12 th ed, Mc Graw Hill Inc :
New York ; 1991
5. Rilianto, L, dkk. Buku Ajar Kardiologi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta
;1996
6. Sastroasmoro,S, Buku Ajar Kardiologi Anak, Ikatan Dokter Anak Indonesia : Jakarta ; 1994
7. Suparman, Ilmu Penyakit Dalam, Balai Penerbit FK UI : Jakarta ; 1994

PERALATAN DAN BAHAN

1. Audiovisual.
2. Pensil / pulpen
3. Formulir history taking
4. Pasien Simulasi

SKENARIO KASUS

1. Kasus : Rasa sakit di dada sebelah kiri

Seorang laki-laki, usia 45 tahun, perawakan gemuk, pekerjaan supir bis kota, datang ke
poliklinik puskesmas sendirian dengan keluhan rasa sakit di dada sebelah kiri sejak 3 hari
yang lalu.

Tugas : lakukan komunikasi dokter-pasien yang berhubungan dengan keluhannya dan faktor
penyebab yang berhubungan dengan keluhannya sesuai dengan formulir anamnesis.
Tuliskankan kemungkinan-kemungkinan yang menjadi penyebab dari keluhannya

2. Kasus : Sesak nafas sewaktu melakukan aktifitas olahraga

Seorang anak laki-laki, usia 12 tahun, murid SMP kelas 1, mengeluh mudah capek saat
melakukan kegiatan olahraga disekolahnya. Sewaktu usia 8 tahun ia pernah dirawat di rumah
sakit karena sakit tenggorokan, demam dan sakit pada sendi

Tugas : lakukan komunikasi dokter-pasien yang berhubungan dengan keluhannya dan faktor
penyebab yang berhubungan dengan keluhannya sesuai dengan formulir anamnesis.
Tuliskankan kemungkinan-kemungkinan yang menjadi penyebab dari keluhannya.

3. Kasus : Jantung berdebar-debar

Seorang ibu, usia 30 tahun, hamil 4 bulan, datang ke puskesmas, diantar suaminya dengan
keluhan jantung berdebar-debar. Saat usia 3 tahun ia pernah dirawat di rumah sakit karena
diare dan dikatakan menderita bocor jantung

Tugas : lakukan komunikasi dokter-pasien dan keluarga pasien yang berhubungan dengan
keluhannya dan faktor penyebab yang berhubungan dengan keluhannya sesuai dengan
formulir anamnesis. Tuliskankan kemungkinan-kemungkinan yang menjadi penyebab dari
keluhannya
5

4. Kasus : Sesak nafas dan kaki bengkak

Seorang ibu, usia 60 tahun, diantar keluarganya, masuk UGD RS HAM dengan keluhan sesak
nafas disertai kaki bengkak. Sesak nafas terjadi sejak 10 hari sebelumnya dan diikuti kaki
bengkak.

Tugas : lakukan komunikasi dokter-pasien dan keluarga pasien yang berhubungan dengan
keluhannya dan faktor penyebab yang berhubungan dengan keluhannya sesuai dengan
formulir anamnesis. Tuliskankan kemungkinan-kemungkinan yang menjadi penyebab dari
keluhannya

5. Kasus : pingsan saat upacara penaikan bendera di sekolah

Seorang guru laki usia 47 tahun dibawa ke UGD RS PM diantar guru dan murid-muridnya
karena pingsan saat mengikuti upacara penaikan bendera disekolah. Sebelum pingsan guru ini
mengeluh dada kirinya terasa nyeri disertai berkeringat dingin.

Tugas : lakukan komunikasi dokter-pasien dan keluarga pasien yang berhubungan dengan
keluhannya dan faktor penyebab yang berhubungan dengan keluhannya sesuai dengan
formulir anamnesis. Tuliskankan kemungkinan-kemungkinan yang menjadi penyebab dari
keluhannya

6. Kasus : Sakit kepala disertai muntah-muntah

Seorang laki-laki usia 59 tahun diantar isterinya ke praktek seorang dokter dengan keluhan
sakit kepala yang hebat disertai muntah-muntah. Menurut isterinya selama ini suaminya
menderita hipertensi.

Tugas : lakukan komunikasi dokter-pasien dan keluarga pasien yang berhubungan dengan
keluhannya dan faktor penyebab yang berhubungan dengan keluhannya sesuai dengan
formulir anamnesis. Tuliskankan kemungkinan-kemungkinan yang menjadi penyebab dari
keluhannya

TEKNIK PELAKSANAAN

PERKENALAN

1. Sapa pasien dan perkenalkan diri dengan ramah dan sopan.


2. Posisikan pasien yang benar sesuai dengan kondisinya
- Kondisi pasien berjalan sendiri
- Pasien di kursi roda/dipapah
- Pasien diantar dengan tempat tidur sorong
3. Tanyakan identitas pasien

MENANYAKAN KELUHAN UTAMA

1. Tanyakan keluhan utama pasien


2. Telusuri / telaah keluhan utama lebih dalam :
- Sejak kapan mulainya?
- Dimana lokasinya ?
- Berapa lamanya ?
- Bagaimana rasanya?
- Apa yang memperberatnya, seperti : aktivitas ?
- Penyebaran/penjalarannya ?
- Terutama / waktu dirasakan pada saat kapan timbulnya ?
3. Hubungkan keluhan utama dengan penampilan klinis.

4. Telusuri /telaah keluhan penyerta, riwayat penyakit terdahulu, riwayat pengobatan dan
pemakaian pemakaian obat. (Pada anak harus ditanyakan mengenai riwayat kehamilan,
riwayat kelahiran, proses tumbuh kembang dan penyakit yang diderita)
5. Telusuri / telaah kondisi sosial ekonomi, gizi, pekerjaan dan aktifitas sehari-hari.
6

DOKUMENTASI

1. Catat hal-hal yang penting dari komunikasi


2. Simpulkan hasil komunikasi
3. Jelaskan tindakan selanjutnya

LEMBAR PENGAMATAN KOMUNIKASI PENYAKIT SISTEM KARDIOVASKULAR

PENGAMATAN
LANGKAH/TUGAS
Ya Tidak

A. PERKENALAN

1. Menyapa dan memperkenalkan diri dengan pasien / keluarga


pasien. Menjelaskan tujuan pemeriksaan dan meminta ijin
pemeriksaan kepada pasien (inform consent)
2. Memosisikan pasien yang benar sesuai dengan kondisinya
- Pasien berjalan sendiri
- Pasien di kursi roda/dipapah
- Pasien diantar dengan tempat tidur sorong
3. Menanyakan identitas pasien

B. MENANYAKAN KELUHAN UTAMA

1. Menanyakan keluhan utama pasien


2. Menelusuri / menelaah keluhan utama lebih dalam :
- Sejak kapan mulainya?
- Dimana lokasinya ?
- Berapa lamanya ?
- Bagaimana rasanya?
- Apa yang memperberatnya, seperti : aktivitas ?
- Penyebaran/penjalarannya ?
- Terutama / waktu dirasakan pada saat kapan timbulnya ?
3. Menghubungkan keluhan utama dengan penampilan klinis.

C. MENANYAKAN KELUHAN TAMBAHAN

1. Menelusuri /menelaah keluhan penyerta, riwayat penyakit


terdahulu, riwayat pengobatan dan pemakaian pemakaian obat.
(Pada anak harus ditanyakan mengenai riwayat kehamilan,
riwayat kelahiran, proses tumbuh kembang dan penyakit yang
diderita)

2. Menelusuri / menelaah kondisi sosial ekonomi, gizi, pekerjaan


dan aktifitas sehari-hari.

D. DOKUMENTASI

1. Mencatat hal-hal yang penting dari komunikasi

2. Menyimpulkan hasil komunikasi

3. Menjelaskan tindakan selanjutnya


7

REKAM MEDIK

I. IDENTITAS PENDERITA

Nama : (pria/wanita)
Umur / Tanggal lahir :
Alamat :
Agama :
Pekerjaan :

II. HISTORY TAKING :


a) Keluhan Utama :
b) Telaah :
c) Keluhan tambahan / penyerta :
d) Riwayat penyakit terdahulu :
e) Riwayat pengobatan dan pemakaian obat :

III.PEMERIKSAAN FISIK :
Sensorium : Keadaan umum : Keadaan Penyakit :

Keadaan gizi : Tekanan darah : Nadi :

Suhu : Edema : Ikterus :

1. Kepala :
2. Leher :
3. Toraks :
 Inspeksi
 Palpasi
 Perkusi
 Auskultasi :
a) Jantung :
b) Paru :
4. Abdomen :
 Inspeksi
 Palpasi
 Perkusi
 Auskultasi :
5. Ekstremitas

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG :


Laboratorium :
1) Darah
2) Urine
3) Faeces
4) Lain-lain :
Foto toraks :
EKG:
Lain-lain :

DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING :

TERAPI :
8

PEMERIKSAAN FISIK KARDIOVASKULER

Pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan tubuh untuk menentukan adanya kelainan-


kelainan dari suatu sistem atau suatu organ bagian tubuh dengan cara melihat (inspeksi), meraba
(palpasi), mengetuk (perkusi) dan mendengarkan (auskultasi)
Umumnya pemeriksaan ini dilakukan secara berurutan (inspeksi, palpasi, perkusi dan
auskultasi). Khusus untuk pemeriksaan abdomen, sebaiknya auskultasi dilakukan sebelum
palpasi.
Sebelum kita melakukan pemeriksaan fisik, maka terlebih dahulu kita harus
melakukan komunikasi dokter(pemeriksa) dengan pasien (anamnesis). Kegiatan ini penting
sebagai awal dari pemeriksaan fisik dan dapat membantu pemeriksa dalam mengarahkan
diagnosis penyakit pada pasien. Begitu pentingnya anamnesis ini, maka kadang-kadang belum
kita lakukan pemeriksaan fisik maka diagnosis sudah dapat diperkirakan.
Secara khusus pemeriksaan fisik kardiovaskuler dalam pelaksanaannya tidak beda
jauh dengan sistim lain yaitu secara berurutan dilakukan pemeriksaan melihat (inspeksi), meraba
(palpasi), mengetuk (perkusi) dan mendengarkan (auskultasi).
Pemeriksaan fisik kardiovaskuler biasanya dimulai dengan pemeriksaan tekanan
darah dan denyut nadi . Kemudian diperiksa tekanan vena jugularis, dan akhirnya baru
pemeriksaan jantung.
Dalam pemeriksaan selanjutnya pada jantung disamping ditemukan adanya hasil
pemeriksaan normal, juga bisa kita dapati kelainan-kelainan hasil pemeriksaan fisik yang
meliputi antara lain : batas jantung yang melebar, adanya berbagai variasi abnormal bunyi
jantung dan bunyi tambahan berupa bising (murmur).
Disamping anamnesis dan pemeriksaan fisik, maka pemeriksaan penunjang cukup
membantu pemeriksa dalam menegakkan diagnosis.

Tujuan Pembelajaran

Setelah kegiatan ini mahasiswa mampu melakukan anamnesis lengkap dan pemeriksaan fisik
kardiovaskuler normal maupun tidak normal secara berurutan.

Sasaran Pembelajaran

Setelah kegiatan ini mahasiswa mampu:

1. Mempersiapkan pasien dalam rangka pemeriksaan fisik


2. Melakukan komunisasi / anamnesis dengan pasien secara lengkap
3. Melakukan pemeriksaan Inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi secara terperinci
4. Melakukan pemeriksaan sesuai prosedur yang ada
5. Mengenal dan menentukan variasi abnormal bunyi jantung dan bunyi tambahan (bising)
9

Indikasi

Pemeriksaan fisik kardiovaskuler dilakukan untuk :

1. Kelengkapan dari rangkaian anamnesis yang dilakukan pada pasien


2. Mengetahui diagnosis penyakit dari seorang pasien
3. Membantu dokter dalam melakukan tindakan selanjutnya pada pasien
4. Mengetahui perkembangan serta kemajuan terapi pada pasien
5. Dipakai sebagai standar pelayanan dalam memberikan pelayanan paripurna terhadap
pasien.
Media dan alat bantu pemberlajaran

a. Daftar panduan belajar untuk anamnesis


b. Daftar panduan belajar untuk pemeriksaan fisik kardiovaskuler
c. Stetoskop, lap, wastafel (air mengalir), probandus / manekin / Auscultation trainer dan
Smartscope / Amplifier speaker system / Dual head training stetoscope
d. Status penderita pulpen, pensil.

Metode Pembelajaran

1. Demonstrasi sesuai dengan daftar panduan belajar


2. Ceramah
3. Diskusi
4. Parsipasi aktif dalam skills lab. (simulasi)
5. Evaluasi melalui check list/daftar tilik dengan sistim skor
10

Panduan Teori

Pemeriksaan fisis jantung meliputi :

a. Inspeksi
b. Palpasi
c. Perkusi
d. Auskultasi

Inspeksi

Voussure Cardiaque

Merupakan penonjolan setempat yang lebar di daerah precordium, di antara sternum dan apeks
codis. Kadang-kadang memperlihatkan pulsasi jantung . Adanya voussure Cardiaque,
menunjukkan adanya :

- kelainan jantung organis


- kelainan jantung yang berlangsung sudah lama/terjadi sebelum penulangan sempurna
- hipertrofi atau dilatasi ventrikel
Ictus

Pada orang dewasa normal yang agak kurus, seringkali tampak dengan mudah pulsasi yang
disebut ictus cordis pada sela iga V, linea medioclavicularis kiri. Pulsasi ini letaknya sesuai
dengan apeks jantung. Diameter pulsasi kira-kira 2 cm, dengan punctum maksimum di tengah-
tengah daerah tersebut. Pulsasi timbul pada waktu sistolis ventrikel. Bila ictus kordis bergeser ke
kiri dan melebar, kemungkinan adanya pembesaran ventrikel kiri. Pada pericarditis adhesive,
ictus keluar terjadi pada waktu diastolis, dan pada waktu sistolis terjadi retraksi ke dalam.
Keadaan ini disebut ictus kordis negatif.

Pulpasi yang kuat pada sela iga III kiri disebabkan oleh dilatasi arteri pulmonalis. Pulsasi pada
supra sternal mungkin akibat kuatnya denyutan aorta. Pada hipertrofi ventrikel kanan, pulsasi
tampak pada sela iga IV di linea sternalis atau daerah epigastrium. Perhatikan apakah ada pulsasi
arteri intercostalis yang dapat dilihat pada punggung. Keadaan ini didapatkan pada stenosis
mitralis. Pulsasi pada leher bagian bawah dekat scapula ditemukan pada coarctatio aorta.

Palpasi

Hal-hal yang ditemukan pada inspeksi harus dipalpasi untuk lebih memperjelas mengenai
lokalisasi punctum maksimum, apakah kuat angkat, frekuensi, kualitas dari pulsasi yang teraba.

Pada mitral insufisiensi teraba pulsasi bersifat menggelombang disebut ”vantricular heaving”.
Sedang pada stenosis mitralis terdapat pulsasi yang bersifat pukulan-pukulan serentak diseubt
”ventricular lift”.

Disamping adanya pulsasi perhatikan adanya getaran ”thrill” yang terasa pada telapak tangan,
akibat kelainan katup-katup jantung. Getaran ini sesuai dengan bising jantung yang kuat pada
waktu auskultasi. Tentukan pada fase apa getaran itu terasa, demikian pula lokasinya.

Perkusi

Kegunaan perkusi adalah menentukan batas-batas jantung. Pada penderita emfisema paru
terdapat kesukaran perkusi batas-batas jantung. Selain perkusi batas-batas jantung, juga harus
diperkusi pembuluh darah besar di bagian basal jantung.

Pada keadaan normal antara linea sternalis kiri dan kanan pada daerah manubrium sterni terdapat
pekak yang merupakan daerah aorta. Bila daerah ini melebar, kemungkinan akibat aneurisma
aorta.
11

Auskultasi Jantung

Pemeriksaan auskultasi jantung meliputi pemeriksaan :

- bunyi jantung
- bising jantung
- gesekan pericard

Bunyi Jantung

Untuk mendengar bunyi jantung diperhatikan :

1. lokalisasi dan asal bunyi jantung


2. menentukan bunyi jantung I dan II
3. intensitas bunyi dan kualitasnya
4. ada tidaknya unyi jantung III dan bunyi jantung IV
5. irama dan frekuensi bunyi jantung
6. bunyi jantung lain yang menyertai bunyi jantung.

1. Lokalisasi dan asal bunyi jantung

Auskultasi bunyi jantung dilakukan pada tempat-tempat sebagai berikut :

- ictus cordis untuk mendengar bunyi jantung yang berasal dari katup mitral
- sela iga II kiri untuk mendengar bunyi jantung yang berasal dari katup pulmonal.
- Sela iga III kanan untuk mendengar bunyi jantung yang berasal dari aorta
- Sela iga IV dan V di tepi kanan dan kiri sternum atau ujung sternum untuk mendengar
bunyi jantung yang berasal dari katup trikuspidal.
Tempat-tempat auskultasi di atas adalah tidak sesuai dengan tempat dan letak anatomis dari
katup-katup yang bersangkutan. Hal ini akibat penghantaran bunyi jantung ke dinding dada.

2. Menentukan bunyi jantung I dan II

Pada orang sehat dapat didengar 2 macam bunyi jantung :

- bunyi jantung I, ditimbulkan oleh penutupan katup-katup mitral dan trikuspidal. Bunyi ini
adalah tanda mulainya fase sistole ventrikel.
- Bunyi jantung II, ditimbulkan oleh penutupan katup-katup aorta dan pulmonal dan tanda
dimulainya fase diastole ventrikel.
Bunyi jantung I di dengar bertepatan dengan terabanya pulsasi nadi pada arteri carotis.
12

Intesitas dan Kualitas Bunyi

Intensitas bunyi jantung sangat dipengaruhi oleh keadaan-keadaan sebagai berikut :

- tebalnya dinding dada


- adanya cairan dalam rongga pericard
Intensitas dari bunyi jantung harus ditentukan menurut pelannya atau kerasnya bunyi yang
terdengar. Bunyi jantung I pada umumnya lebih keras dari bunyi jantung II di daerah apeks
jantung, sedangkan di bagian basal bunyi jantung II lebih besar daripada bunyi jantung I. Jadi
bunyi jantung I di ictus (M I) lebih keras dari M 2, sedang didaerah basal P 2 lebih besar dari P
1, A 2 lebih besar dari A 1.

Hal ini karena :

M1 : adalah merupakan bunyi jantung akibat penutupan mitral secara langsung.

M2 : adalah penutupan katup aorta dan pulmonal yang dirambatkan.

P1 : adalah bunyi M 1 yang dirambatkan

P2 : adalah bunyi jantung akibat penutupan katup pulmonal secara langsung

A1 : adalah penutupan mitral yang dirambatkan

A2 : adalah penutupan katub aorta secara langsung

A 2 lebih besar dari A 1.

Kesimpulan : pada ictus cordis terdengar bunyi jantung I secara langsung sedang bunyi jantung
II hanya dirambatkan (tidka langsung)

Sebaliknya pada daerah basis jantung bunyi jantung ke 2 merupakan bunyi jantung langsung
sedang bunyi I hanya dirambatkan.

Beberapa gangguan intensitas bunyi jantung.

- Intensitas bunyi jantung melemah pada :

* orang gemuk

* emfisema paru
13

* efusi perikard

* payah jantung akibat infark myocarditis

- Intensitas bunyi jantung I mengeras


pada:

* demam

* morbus basedow (grave’s disease)

* orang kurus (dada tipis)

- Intensitas bunyi jantung A 2 meningkat pada :

* hipertensi sistemik

* insufisiensi aorta

- Intensitas bunyi jantung A 2 melemah pada :

* stenose aorta

* emfisema paru

* orang gemuk

- Intensitas P 2 mengeras pada :

* Atrial Septal Defect (ASD)

* Ventricular Septal Defect (VSD)

* Patent Ductus Arteriosus (PDA)

* Hipertensi Pulmonal

- Intensitas P 2 menurun pada :


* Stenose pulmonal

* Tetralogy Fallot, biasanya P 2 menghilang

Intensitas bunyi jantung satu dengan yang lainnya (yang berikutnya) harus dibandingkan. Bila
intensitas bunyi jantung tidak sama dan berubah ubah pada siklus-siklus berikutnya, hal ini
merupakan keadaan myocard yang memburuk.

Perhatikan pula kualitas bunyi jantung

Pada keadaan splitting (bunyi jantung yang pecah), yaitu bunyi jantung I pecah akibat penutupan
katup mitral dan trikuspid tidak bersamaan. Hal ini mungkin ditemukan pada keadaan normal.

Bunyi jantung ke 2 yang pecah, dalam keadaan normal ditemukan pada waktu inspitasi di mana
P 2 lebih lambat dari A 2. Pada keadaan dimana splitting bunyi jantung tidak menghilang pada
respirasi (fixed splitting), maka keadaan ini biasanya patologis dan ditemukan pada ASD dan
Right Bundle branch Block (RBBB).

Ada tidaknya bunyi jantung III dan bunyi jantung IV

Bunyi jantung ke 3 dengan intensitas rendah kadang-kadang terdengar pada akhir pengisian
cepat ventrikel, bernada rendah, paling jelas pada daerah apeks jantung.

Dalam keadaan normal ditemukan pada anak-anak dan dewasa muda. Dalam keadaan patologis
ditemukan pada kelainan jantung yang berat misalnya payah jantung dan myocarditis. Bunyi
jantung 1, 2 dan 3 memberi bunyi seperti derap kuda, disebut sebagai protodiastolik gallop.
14

Bunyi jantung ke 4 terjadi karena distensi ventrikel yang dipaksakan akibat kontraksi atrium,
paling jelas terdengar di apeks cordis, normal pada anak-anak dan pada orang dewasa didapatkan
dalam keadaan patologis yaitu pada A – V block dan hipertensi sistemik.

Irama yang terjadi oleh jantung ke 4 disebut presistolik gallop

Irama dan frekuensi bunyi jantung

Irama dan frekuensi bunyi jantung harus dibandingkan dengan frekuensi nadi. Normal irama
jantung adalah teratur dan bila tidak teratur disebut arrhytmia cordis.

Frekuensi bunyi jantung harus ditentukan dalam semenit, kemudian dibandingkan dengan
frekuensi nadi. Bila frekuensi nadi dan bunyi jantung masing-masing lebih dari 100 kali per
menit disebut tachycardi dan bila frekuensi kurang dari 60 kali per menit disebut bradycardia.

Kadang-kadang irama jantung berubah menurut respirasi. Pada waktu ekspirasi lebih lambat,
keadaan ini disebut sinus arrhytmia. Hal ini disebabkan perubahan rangsang susunan saraf
otonom pada S – A node sebagai pacu jantung.

Jika irama jantung sama sekali tidak teratur disebut fibrilasi. Adakalanya irama jantung normal
sekali-kali diselingi oleh suatu denyut jantung yang timbul lebih cepat disebut extrasystole, yang
disusul oleh fase diastole yang lebih panjang (compensatoir pause). Opening snap, disebabkan
oleh pembukaan katup mitral pada stenosa aorta, atau stenosa pulmonal kadang-kadang
didapatkan sistolik .... dalam fase sistole segera setelah bunyi jantung I dan lebih jelas pada
hypertensi sistemik.

Bunyi jantung lain yang menyertai bunyi jantung.

Bising Jantung (cardiac murmur)

Disebabkan :

- aliran darah bertambah cepat


- penyempitan di daerah katup atau pembuluh darah
- getaran dalam aliran darah oleh pembuluh yang tidak rata
- aliran darah dari ruangan yang sempit ke ruangan yang besar
- aliran darah dari ruangan yang besar ke ruangan yang sempit.

Hal-hal yang harus diperhatikan bila terdengar bising ;

1. Lokalisasi Bising
Tiap-tiap bising mempunyai lokalisasi tertentu, dimana bising itu terdengar paling keras
(punctum maximum). Dengan menetukan punctum maximum dan penyebaran bising, maka
dapat diduga asal bising itu :

- punctum maximum di apeks cordis, berasal dari katup mitral


- punctum maximum di sela iga 2 kiri, berasal dari katup pulmonal
- punctum maximum di sela iga 2 kanan, berasal dari katup aorta
- punctum maximum pada batas sternum kiri, berasal dari ASD atau VSD.

2. Penjalaran Bising
Bising jantung masih terdengar di daerah yang berdekatan dengan lokasi dimana bising itu
terdengar maksimal, ke suatu arah tertentu, misalnya :

- Bising dari stenosa aorta menjalar ke daerah carotis


- Bising insufiensi aorta menjalar ke daerah batas sternum kiri.
- Bising dari insufisiensi mitral menjalar ke aksilia, punggung dan ke seluruh precordium.
- Bising dari stenosis mitral tidak menjalar atau hanya terbatas kesekitarnya.
15

3. Intensitas Bising
Levine membagi intensitas bising jantung dalam 6 tingkatan :

Tingkat I : bising yang sangat lemah, hanya terdengar dengan

konsentrasi.

Tingkat II : bising lemah, namun dapat terdengar segera waktu

auskultasi.

Tingkat III : sedang, intensitasnya antara tingkat II dan tingkat IV.

Tingkat IV : bising sangat keras, sehingga terdengar meskipun stetoskp

belum menempel di dinding dada.

4. Jenis dari Bising


Jenis bising tergantung pada dase bising timbul :

Bising Sistole, terdengar dalam fase sistole (antara bunyi jantung 1 dan bunyi jantung 2)

Dikenal 2 macam bising sistole :

- Bising sistole tipe ejection, timbul akibat aliran darah yang dipompakan melalui bagian
yang menyempit dan mengisi sebagian fase sistole. Didapatkanpada stenosis aorta,
punctum maximum di daerah aorta.
- Bising sistole tipe pansistole, timbul sebagai akibat aliran balik yang melalui bagian
jantung yang masih terbuka dan mengisi seluruh fase systole. Misalnya pada insufisiensi
mitral.

Bising Diastole, terdengar dalam fase diastole (antara bunyi jantung 2 dan bunyi jantung 1),
dikenal antara lain :

- Mid-diastole, terdengar pada pertengahan fase diastole misalnya pada stenosis mitral.
- Early diastole, terdengar segara setelah bunyi jantung ke 2. misalnya pada insufisiensi
sorta.
- Pre-sistole, yang terdengar pada akhir fase diastole, tepat sebelum bunyi jantung 1,
misalnya pada stenosis mitral. Bising sistole dan diastole, terdengar secara kontinyu baik
waktu sistole maupun diastole. Misalnya pda PDA

5. Apakah Bising Fisiologis atau Patologis


Bising fisiologis (fungsionil), perlu dibedakan dengan bising patalogis.
16

Beberapa sifat bising fungsionil :

- Jenis bising selalu sistole


- Intensitas bising lemah, tingkat I-II dan pendek,
- Pada umumnya terdengar paling keras pada daerah pulmonal, terutama pada psisi
telungkup dan ekspirasi penuh.
- Dipengaruhi oleh perubahan posisi.
Dengan demikian bising diastole, selalu merupakan bising patalogis, sedang bising sistole,
dapat merupakan merupakan bising patalogis atau hanya fungsionil.

Bising fungsionil dijumpai pada beberapa keadaan :

- demam
- anemia
- kehamilan
- kecemasan
- hipertiroidi
- beri-beri
- atherosclerosis.

6. Kualitas dari BIsing


Apakah bising yang terdengar itu bertambahkeras (crescendo) atau bertambah lemah
(descrescendo). Apakah bersifat meniup (blowing) atau menggenderang (rumbling).

Gerakan Pericard

Gesekan pericard merupakan gesekan yang timbul akibat gesekan antara pericard visceral dan
parietal yang keduanya menebal atau permukaannya kasar akibat proses peradangan (pericarditis
fibrinosa). Gesekan ini terdengar pada waktu sistole dan diastole dari jantung, namun kadang-
kadang hanya terdengar waktu sistole saja. Gesekan pericard kadang-kadang hanya terdengar
pada satu saat saja (beberapa jam) dan kemudian menghllang.

Gesekan pericard sering terdengar pada sela iga 4-5 kiri, di tepi daerah sternum. Sering
dikacaukan dengan bising jantung.

Tata Cara Pemeriksaan Fisik Jantung pada Orang Dewasa

1. Observasi :

Memperhatikan pasien saat masuk ruang periksa, cara berjalan, penampilan wajah,
penampilan fisik.

2. Inspeksi : Memperhatikan mulai dari kepala, leher, toraks abdomen,ekstremitas


17

3. Palpasi mulai dari leher, suprasternal, toraks, abdomen, ekstremitas (nadi,edema)

- meraba nadi di keempat ekstremitas : arteri radialis dan arteri dorsalis pedis atau di pangkal
paha

- meraba nadi leher : di sebelah kanan dan kiri

- toraks : meletakkan kedua telapak tangan di dinding dada depan dan belakang sambil
menyuruh pasien menyebut angka 77 (blok respirasi ?)

- Menetapkan lokasi ictus cordis dan menentukan intensitas, dan regularitas

- abdomen : palpasi di seluruh regio abdomen, apakah ada pembesaran hati dan limfa

- ekstremitas : menilai apakah ada pembengkakan (oedem) pre tibial dengan menekan daerah
yang membengkak (pitting oedem)
18

4. Perkusi dinding toraks dan jantung

- Menentukan batas jantung paru

- Menentukan kondisi perkusi paru Perkusi toraks, jantung, abdomen

5. Auskultasi jantung dan paru

Auskultasi jantung secara sistematis dan paru dengan cara meletakkan stetoskop di tempat
yang standar untuk auskultasi jantung :

- Mitral : linea midklavikularis sinistra dan intercostal IV


- Trikuspid : linea parasternal sinistra di intercostalis IV
- Pulmonal : linea parasternal sinistra dan intercostalis II
- Aorta : linea parasternal dextra dan intercostal II
19

6. Mengukur tekanan darah dengan spyghmomanometer

7. Mencatat hasil pemeriksaan fisik secara baik dan benar

TUJUAN KEGIATAN

TUJUAN UMUM

Setelah latihan ini mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan fisik jantung (kardiovaskuler)
secara sistematis dengan baik dan benar.

TUJUAN KHUSUS

Mahasiswa mampu :

1. Melakukan inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi pada :


a. Dinding dada.
b. Jantung
c. Abdomen
d. Ekstremitas
2. Mencatat dan menyimpulkan pemeriksaan fisik
3. Membuat diagnosis / diagnosis banding dan rencana pemeriksaan lain.

RUJUKAN

1. Chalmers J et al, WHO-ISH Hypertension Guidelines Commite. World Health


Organization-International Society of Hypertension Guidelines for the Management
of Hypertension. J Hypertens; 1999
2. Chung, K, Edward, Quick Reference to Cardiovascular disease, third edition :
William and Wilkins ;1987
3. Fyler, Donald C, Kardiologi Anak Nadas, edisi terjemahan, Gadjah Mada University:
Yogyakarta ; 1996
4. Isselbacher, et al. Harrison’s principles of internal medicine, 12 th ed, Mc Graw Hill
Inc : New York ; 1991
5. Rilianto, L, dkk. Buku Ajar Kardiologi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia :
Jakarta ; 1996
6. Sastroasmoro,S. Buku Ajar Kardiologi Anak, Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta ;
1994
7. Suparman. Ilmu Penyakit Dalam, Balai Penerbit FK UI : Jakarta ; 1994
8. Turner,R, Gold, R. Auskultasi Jantung, Jakarta: EGC ; 1994
20

PERALATAN DAN BAHAN

1. alat audiovisual, kaset suara jantung

2. pasien

3. pensil / pulpen

4. Formulir rekam medik

5. tempat tidur

6. Stetoskop dan sphygmomanometer

TEKNIK PELAKSANAAN

1. Observasi pasien saat masuk ruang pemeriksaan


2. Salam, perkenalkan diri, inform consent
3. Posisikan pasien sesuai dengan kondisinya pada saat pemeriksaan
4. Pemeriksa mengambil posisi secara benar :
a. jika pasien berbaring, pemeriksa berada di sebelah kanan pasien.
b. Jika pasien duduk, pemeriksa berada di sebelah kanan depan pasien
5. Inspeksi pasien secara sistematis dan telusuri kelainan yang ada dari kepala sampai kaki :
Kepala : mata (konjungtiva, arcus senilis, ikterus, exophtalmus, xanthelesma,
Bibir : biru
Leher : adanya struma, melihat apakah TVJ (tekanan vena jugularis) meningkat
Ekstremitas : apakah ada biru, clubbing finger (jari tabuh)

5. Palpasi pasien dengan :

- raba nadi di keempat ekstremitas : arteri radialis dan arteri dorsalis pedis atau di pangkal
paha
- raba nadi leher : di sebelah kanan dan kiri
- toraks : letakkan kedua telapak tangan di dinding dada depan dan belakang sambil
menyuruh pasien menyebut angka 77
- tetapkan lokasi ictus cordis dan tentukan intensitas dan regularitas
- abdomen : raba seluruh regio abdomen, apakah ada pembesaran hati dan limfa
- ekstremitas : nilai apakah ada pembengkakan (oedem) pretibial dengan menekan daerah
yang membengkak (pitting oedem)

6. Perkusi dinding toraks dan jantung


- tentukan batas jantung paru
- tentukan kondisi perkusi paru

7. Auskultasi jantung dan paru dengan cara meletakkan stetoskop di tempat yang standar untuk
auskultasi jantung :
- Mitral : linea midklavikularis dan intercostal IV
- Trikuspid : linea parasternal sinistra di intercostalis IV
- Pulmonal : linea parasternal sinistra dan intercostalis II
- Aorta : linea parasternal dextra dan intercostal II

8. Lakukan pengukuran tekanan darah

9. Catat hasil pemeriksaan kardiovaskuler pada rekam medik

10. Buat diagnosis utama / diagnosis banding berdasarkan keluhan utama dan pemeriksaan
kardiovaskuler yang dilakukan
21

CONTOH KASUS

1. Kasus : Rasa sakit didada sebelah kiri

Seorang laki-laki, usia 45 tahun, perawakan gemuk, pekerjaan supir bis kota, datang ke
poliklinik puskesmas sendirian dengan keluhan rasa sakit didada sebelah kiri sejak 3 hari yang
lalu.

Tugas : lakukan pemeriksaan fisik kardiovaskuler yang berhubungan dengan keluhannya dan
faktor penyebab yang berhubungan dengan keluhannya sesuai dengan formulir pemeriksaan
fisik. Tuliskankan hasil pemeriksaan fisik yang didapati secara lengkap dan terperinci.

LEMBAR PENGAMATAN PEMERIKSAAN FISIK JANTUNG (KARDIOVASKULER)


PADA ORANG DEWASA

PENGAMATAN
No LANGKAH / TUGAS
Ya Tidak

I. PERKENALAN

1. Menyapa dan memperkenalkan diri. Jelaskan tujuan


pemeriksaan, minta persetujuan pasien dan atau keluarga untuk
melakukan pemeriksaan (inform consent)

2. Mengobservasi pasien saat masuk ruang pemeriksaan

3. Memposisikan pasien yang benar sesuai dengan kondisinya

4. Menginformasikan tindakan yang akan dilakukan dan minta


persetujuan.

II. INSPEKSI

1. Kepala : mata (konjungtiva, arcus senilis, ikterus, exophtalmus,


xanthelesma,
2. Bibir : biru
3. Leher : adanya struma, melihat apakah TVJ (tekanan vena
jugularis) meningkat
4. Ekstremitas : apakah ada biru, clubbing finger (jari tabuh)

III. PALPASI

1. Meraba nadi di keempat ekstremitas : arteri radialis dan arteri


dorsalis pedis atau di pangkal paha

2. Meraba nadi leher : di sebelah kanan dan kiri

3. toraks : meletakkan kedua telapak tangan di dinding dada depan


dan belakang sambil menyuruh pasien menyebut angka 77 (blok
respirasi ?)

4. Menetapkan lokasi ictus cordis dan menentukan intensitas, dan


regularitas
22

5. Meraba abdomen di seluruh regio abdomen, apakah ada


pembesaran hati dan limfa

Meraba ekstremitas: menilai apakah ada pembengkakan (oedem)


6. pre tibial dengan menekan daerah yang membengkak (pitting
oedem)

IV. PERKUSI

Perkusi dinding toraks dan jantung

1 Menentukan batas jantung paru

2 Menentukan kondisi perkusi paru

V. AUSKULTASI

1. Dengan cara meletakkan stetoskop di tempat yang standar :


Mitral : linea midklavikularis dan intercostal IV

2. Trikuspid : linea parasternal sinistra di intercostalis IV

3. Pulmonal : linea parasternal sinistra dan intercostalis II

4. Aorta : linea parasternal dextra dan intercostal II

VI. MELAKUKAN PENGUKURAN TEKANAN DARAH

VII. DOKUMENTASI
1 Mencatat hasil pemeriksaan kardiovaskuler pada rekam medik

2. Membuat diagnosis / diagnosis banding berdasarkan keluhan


utama dan pemeriksaan kardiovaskuler yang dilakukan

3. Menjelaskan anjuran selanjutnya


23

KETERAMPILAN KLINIK

PEMERIKSAAN AUSKULTASI JANTUNG

PENDAHULUAN

Tata cara melakukan auskultasi jantung dan paru secara sistematis

1. Cara meletakkan stetoskop pada telinga (bagian lengkung ke arah depan).

Pada dinding dada sesuai dengan tempat suara katup jantung :

a. Mitral : linea midklavikularis dan intercostal IV


b. Trikuspid : linea parasternal sinistra di intercostalis IV
c. Pulmonal : linea parasternal sinistra dan intercostalis II
d. Aorta : linea parasternal dextra dan intercostal II

2. Menghitung denyut jantung dalam semenit

3. Menentukan regularitas suara jantung : teratur atau tidak

4. Mendiskripsi suara jantung pertama dan kedua sesuai dengan lokasi

stetoskop : Suara jantung pertama dan kedua di lokasi katub mitral dan trikuspid

5. Mendiskripsi suara jantung tambahan, derajat bising dan penjalaran : murmur (skala Levine),
irama gallop

6. Membuat laporan tertulis dari hasil auskultasi

TUJUAN KEGIATAN

TUJUAN UMUM

Setelah selesai latihan ini mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan auskultasi jantung
dan mendeskripsikan suara jantung yang normal dan abnormal dengan benar

TUJUAN KHUSUS

Mahasiswa mampu :

1. Mengetahui cara melakukan pemeriksaan auskutasi jantung secara sistematis dengan benar
2. Mendeskripsikan suara jantung yang normal dan yang abnormal secara sistematis dengan benar.
3. Menelusuri keluhan fisik dan hubungannya dengan auskultasi jantung yang didapat.
4. Membuat laporan auskultasi jantung dengan benar.
5. Menegakkan diagnosis dan diagnosis banding sehubungan dengan kelainan auskultasi yang
didapat.
24

RUJUKAN

1. Chung, K, Edward. Quick Reference to Cardiovascular disease, third edition :


William and Wilkins ; 1987
2. Fyler, Donald C, Kardiologi Anak Nadas, Edisi terjemahan, Gadjah Mada University
: Yogyakarta ; 1996
3. Goldman. Electrocardiography ; 2002
4. Ganong , Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta ;
1999
5. Isselbacher, et al, Harrison’s Principles of Internal Medicine, 12 th ed, Mc Graw Hill
Inc : New York ; 1991
6. Rilianto, L, dkk, Buku Ajar Kardiologi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia:
Jakarta ; 1996
7. Sastroasmoro,S, Buku Ajar Kardiologi Anak, Ikatan Dokter Anak Indonesia : Jakarta ;
1994
8. Suparman, Ilmu Penyakit Dalam, Balai Penerbit FK UI :Jakarta ; 1994

PERALATAN DAN BAHAN

1. Stetoskop
2. Audiovisual
3. Pasien Simulasi
4. Pensil / pulpen
5. Formulir laporan auskultasi jantung
6. Contoh-contoh suara jantung normal dan abnormal

TEKNIK PELAKSANAAN

1. Pasangkan stetoskop di telinga dengan lengkungan kearah luar.

2. Posisikan pasien sesuai dengan kondisinya dan pemeriksa berada di sebelah kanan

3. Tempatkan stetoskop pada dinding dada sesuai dengan lokasi suara katup jantung :

a. Mitral

b. Trikuspid

c. Pulmonal

d. Aorta

4. Hitung denyut jantung dalam semenit

5. Tentukan regularitas suara jantung : teratur atau tidak

6. Deskripsikan suara jantung pertama dan kedua sesuai dengan lokasi stetoskop : suara
jantung pertama dan kedua di lokasi katub mitral dan trikuspid

7. Deskripsikan suara jantung tambahan, derajat bising dan penjalaran : murmur (skala
Levine), irama gallop
25

SKENARIO KASUS

Kasus : Seorang laki-laki, usia 18 tahun, baru diterima sebagai mahasiswa melakukan
pemeriksaan kesehatan di Puskesma dilakukan pemeriksaan auskultasi jantung

Tugas : lakukan pemeriksaan auskultasi jantung. Tuliskan hasilnya pada formulir


pemeriksaan auskultasi jantung. Tuliskankan kesimpulan pemeriksaan auskultasi jantung
dan kemungkinan-kemungkinan yang menjadi penyebab dari kelainan yang didapati.

LEMBAR PENGAMATAN PEMERIKSAAN AUSKULTASI JANTUNG

PENGAMATAN
No LANGKAH/ TUGAS
Ya Tidak

I. PERKENALAN

1. Menyapa dan memperkenalkan diri

2. Mengobservasi pasien saat masuk ruang pemeriksaan

3. Memosisikan pasien yang benar sesuai dengan kondisinya

4. Menginformasikan tindakan yang akan dilakukan dan minta


persetujuan.

II. PELAKSANAAN

5. Memasang stetoskop di telinga dengan lengkungan ke arah luar.

6. Menempatkan stetoskop pada dinding dada sesuai dengan lokasi


suara katup jantung :
a. Mitral
b. Trikuspid
c. Pulmonal
d. Aorta
7. Menghitung denyut jantung dalam semenit

8. Menentukan regularitas suara jantung : teratur atau tidak

9. Mendeskripsi suara jantung pertama dan kedua sesuai dengan


lokasi stetoskop : suara jantung pertama dan kedua di lokasi
katub mitral dan trikuspid

10. Mendeskripsi suara jantung tambahan, derajat bising dan


penjalaran : murmur (skala Levine), irama gallop

III. DOKUMENTASI

1 Mencatat hasil auskultasi jantung pada formulir auskultasi

2. Membuat diagnosis /diagnosis banding berdasarkan hasil


auskultasi.

3. Menjelaskan anjuran selanjutnya.


26

ELEKTROKARDIOGRAFI
Pendahuluan
Elektrokardiografi (EKG) adalah pemantulan aktivitas listrik dari serat-serat otot jantung
secara goresan. Dalam perjalanan abad ini, perekaman EKG sebagai cara pemeriksaan tidak
invasif, sudah tidak dapat lagi dihilangkan dari klinik. Sejak di introduksinya galvanometer
berkawat yang diciptakan oleh EINTHOVEN dalam tahun 1903, galvanometer berkawat ini
merupakan suatu pemecahan rekor perangkat sangat peka dapat merekam setiap perbedaan
tegangan yang kecil sebesar milivolt.
Perbedaan tegangan ini terjadi pada luapan dan imbunnan dari serat-serat otot jantung.
Perbedaan tegangan ini dirambatkan ke permukaan tubuh dan diteruskan ke sandapan-sandapan
dan kawat ke perangkat penguat EKG. Aktivitas listrik mendahului penguncupan sel otot.
Tidak ada perangkat pemeriksaan sederhana yang begitu banyak mengajar pada kita
mengenai fungsi otot jantung selain daripada EKG.
Dengan demikian masalah-masalah diagnostik penyakit jantung dapat dipecahkan dan
pada gilirannya pengobatan akan lebih sempurna.
Namun kita perlu diberi peringatan bahwa EKG itu walaupun memberikan banyak
masukkan, tetapi hal ini tak berarti tanpa salah. Keluhan dan pemeriksaan klinik penderita tetap
merupakan hal yang penting.
EKG seorang penderita dengan Angina Pectoris dan pengerasaan pembuluh darah
koroner dapat memberikan rekaman yang sama sekali normal oleh karena itu EKG harus selalu
dinilai dalam hubungannya dengan keluhan-keluhan dan keadaan klinis penderita.
Pada waktu sekarang, EKG sebagai perangkat elektronis sederhana sudah digunakan
secara luas pada praktek-praktek dokter keluarga, rumah-rumah perawatan, dalam perusahaan,
pabrik- pabrik atau tempat-tempat pekerjaan lainnya. Dengan demikian pemeriksaan EKG dapat
secara mudah dan langsung dilakukan pada penderita-penderita yang dicurigai menderita
penyakit jantung dan pembuluh darah yang banyak ditemukan dan banyak menyebabkan
kematian. Didalam bab ini akan dibicarakan beberapa aspek penggunaan EKG umum dalam
bidang kardiovaskuler.

1. Penggunaan Umum EKG

Pada umumnya pemeriksaan EKG berguna untuk mengetahui : aritmia, fungsi alat pacu
jantung, gangguan konduksi interventrikuler, pembesaran ruangan-ruangan jantung, IMA,
iskemik miokard, penyakit perikard, gangguan elektrolit, pengaruh obat-obatan seperti digitalis,
kinidin, kinine, dan berbagai kelainan lain seperti penyakit jantung bawaan, korpulmonale,
emboli paru, mixedema.

1.1. Gambaran Elektrokardiografi Normal

Kertas EKG mempunyai garis-garis baik vertikal maupun horisontal berjarak 1 mm.
Garis yang lebih tebal mempunyai jarak 5 mm.
Mengenai “waktu” diukur sepanjang garis horisontal 1 mm = 0,04 detik atau 40 milidetik,
5 mm = 0,2 detik. “Voltage” listrik diukur sepanjang garis vertikal dan dinyatakan dalam
milimeter (10 mm = imV). Untuk praktisnya kecepatan pencatatan adalah 25 mm/detik.
27

1.2. Kompleks Elektrokardiografi Normal.

Huruf besar QRS menunjukkan gelombang-gelombang yang relatif besar (5mm) ; huruf
kecil (qrs) menunjukkan gelombang-gelombang kecil (dibawah 5 mm).

Gelombang P (P wave) : defleksi yang dihasilkan oleh depolarisasi atrium. Gelombang Q


(q) atau Q wave : defleksi negatif pertama yang dihasilkan oleh depolarisasi ventrikel dan
mendahului defleksi positif pertama (R).

Gelombang R (r) atau R wave : defleksi positif pertama dari depolarisasi ventrikel.

Gelombang S (s) atau S wave : defleksi negatif pertama dari depolarisasi ventrikel setelah
defleksi positif pertama R. Gelombang T (T wave) defleksi yang dihasilkan sesudah gelombang
QRS oleh repolarisasi ventrikel.

Gelombang U (U wave) : suatu defleksi (biasanya positif) terlihat setelah gelombang T


dan mendahului gelombang P berikutnya. Biasanya terjadi repolarisasi lambat pada sistem
konduksi inverventrikuler (Purkinje).

1..3. Nilai Interval Normal

Nilai R - R : jarak antara 2 gelombang R berturut-turut. Bila irama ventrikel teratur,


interval antara 2 gelombang R berturut-turut dibagi dalam 60 detik akan memberikan kecepatan
jantung permenit (heart rate). Bila irama ventrikel tidak terartur, jumlah gelombang R pada suatu
periode waktu (misalnya 10 detik) harus dihitung dan hasilnya dinayatakan dalam jumlah
permenit.

Contoh : bila 20 gelombang yang dihitung dalam suatu interval 10 detik, maka frekwensi
jantung adalah 120 per menit.

Interval P-P : pada sinus ritme interval P-P akan sama dengan interval R-R. Tetapi bila
irama ventrikel tidak teratur atau bila kecepatan atrium dan venrikel berbeda tetapi teratur, maka
interval P-P diukur dari titik yang sama pada 2 gelombang P berturut-turut dan frekwensi atrial
per menit dihitung seperti halnya frekwensi ventrikel.

Interval P-R : Pengukuran interval ini untuk mengetahui waktu konduksi atrio ventrikel.
Termasuk disini waktu yang diperlukan untuk depolarisasi atrium dan sebagian depolarisasi
atrium, tambah perlambatan eksitasi daripada nodus atrio ventrikuler. Diukur mulai dari
permulaan gelombang P sampai permulaan kompleks QRS.

Sebenarnya lebih tepat interval ini disebut P-Q. Nilai normalnya : 0,12 - 0,20 detik.

Interval QRS : Interval ini adalah pengukuran seluruh waktu depolarisasi ventrikel.
Diukur dari permulaan gelombang Q (R bila tidak terlihat Q) sampai akhir gelombang S. Batas
atas nilai normalnya adalah 0,1 detik. Kadang-kadang pada sandapan prekordial V2 atau V3,
interval ini mungkin 0,11 detik.
28

Interval Q-T : Interval ini diukur dari permulaan gelombang Q sampai akhir gelombang
T. Dengan ini diketahui lamanya sistole elektrik. Interval Q-T normal tidak melebihi 0,42 detik
pada pria dan 0,43 detik pada wanita.

Interval Q-U : pengukuran ini mulai dari awal gelombang Q sampai akhir gelombang U.
Tidak diketahui arti kliniknya.

1.4. Segmen Normal

Segmen P-R : adalah bagian dari akhir gelombang P sampai permulaan kompleks QRS.
Segmen ini normal adalah isoelektris.

RS-T junction (J) : adalah titik akhir dari kompleks QRS dan mulai segmen RS-T.
Segmen RS-T (segmen S-T), diukur mulai dari J sampai permulaan gelombang T. Segmen ini
biasanya isoelektris tetapi dapat bervaraisi antara 0,5 sampai + 2 mm pada sandapam prekordial.
Elevasi dan depresinya dibandingkan dengan bagian garis dasar (base line) antara akhir
gelombang T dan permulaan gelombang P (segmen T-P).

Gambar III.1 : Diagram dari kompleks, interval dan segmen elektrokardiografi.

2. Kelainan kompleks pada beberapa penyakit.

Pada dasarnya bagi yang berpengalaman, tidaklah sulit membedakan antara kompleks
EKG normal dan yang ada kelainan. Tetapi kadang-kadang ditemukan adanya gambaran EKG
yang tidak khas dan membingungkan kita. Oleh karena itu sebagai patokan, maka berikut ini
disajikan kelainan kompleks P-QRS-T pada beberapa penyakit.
29

2.1.Kelainan gelombang P.

Kelainan penampilan (amplitudo, lamanya, bentuknya) gelombang P pada irama dan


kecepatan yang normal. Misalnya P mitrale yang ditandai dengan gelombang P yang tinggi, lebar
dan “not ched” pada sandapan I dan II : gelombang P lebar dan bifasik pada VI dan V2.
Gambaran ini menunjukkan adanya hipertrofi atrium kiri terutama pada stenosis mitralis.
Sedangkan P pulmonale ditandai dengan adanya gelombang P yang tinggi, runcing pada
sandapan II dan III, dan mungkin disertai gelombang P tinggi dan bifasik pada sandapan VI dan
V2. Ditemukan pada korpulmonale dan penyakit jantung kogenital.

Kelainan penampilan, irama dan kecepatan gelombang P yang dapat berupa kelainan
tunggal gelombang P misalnya “atrial premature beat” yang bisa ditemukan pada penyakit
jantung koroner (PJK), intoksikasi digitalis. Selain itu dapat ditemukan kelainan pada semua
gelombang P disertai kelainan bentuk dan iramanya misalnya fibrilasi atrium yang dapat
disebabkan oleh penyakit jantung rematik (PJR), pada infark miokard.

Kelainan gelombang P lainnya berupa tidak adanya suatu gelombang P, kompleks QRS-T
timbul lebih cepat dari pada biasanya.

Misalnya “ AV nodal premature beat” pada PJK, intoksikasi digitalis, dimana bentuk
kompleks QRS normal, dan terdapat masa istirahat kompensatoir. Kelainan lain berupa
ekstrasistole ventrikel pada PJK, intoksikasi digitalis.

Seluruh gelombang P tidak nampak, tetapi bentuk dan lamanya kompleks QRS adalah
normal. Misalnya irama nodal AV, takikardi nodal AV, atrial takikardi yang timbul akibat
intoksikasi digitalis, infark miokard, penyakit jantung hipertensi (PJH). Gelombang P seluruhnya
tidak tampak dengan kelainan bentuk dan lamanya kompleks QRS. Misalnya ventrikel takikardi,
fibrilasi atrium yang dapat timbul pada PJR. Penyakit jantung hipertensi (PJH).

2.2. Kelainan interval P-R

2.2.1. Interval P-R panjang menunjukkan adanya keterlambatan atau blok konduks Misalnya pada
blok AV tingkat I dimana tiap gelombang P diikuti P-R > 0,22 detik yang bersifat tetap atau
sementara, ditemukan pada miokarditis, intoksikasi digitalis, PJK, idiopatik. Pada AV blok
tingkat II yaitu gelombang P dalam irama dan kecepatan normal, tetapi tidak diikuti kompleks
QRS, dan seringkali disertai kelainan QRS, S - T dan T.

Interval P-R pada kompleks P-QRS-T mungkin normal atau memanjang, tetapi tetap jaraknya.
Blok jantung A-V2 : 1 atau 3 : 1., berarti terdapat 2 P dan hanya 1 QRS atau 3P&1QRS. Tipe
lain dari blok jantung ini ialah fenomena Wenkebach. Pada blok jantung tingkat III atau blok
jantung komplit irama dan kecepatan gelombang P normal, irama kompleks QRS teratur tetapi
lebih lambat (20-40 kali per menit) dari gelombang P. jadi terdapat disosiasi komplit antara
atrium dan ventrikel. Gambaran diatas ini dapat ditemukan pada PJK, intoksikasi digitalis, IMA.
30

2.2.2. Interval P-R memendek yaitu kurang dari 0,1 detik dengan atau tanpa kelainan bentuk
QRS. Ditemukan pada PJK intoksikasi digitalis, sindroma WPW.

2.3. Kelainan gelombang Q.

Gelombang Q patologis yang lebar > 1 mm atau > 0,4 detik dan dalamnya >2 mm (lebih 1/3 dari
amplitudo QRS pada sandapan yang sama) menunjukkan adanya miokard yang nekrosis. Adanya
gelombang Q di sandapan III dan aVR merupakan gambaran yang normal.

2.4. Kelainan gelombang R dan gelombang S.

Dengan membandingkan gelombang R dan S disandapan I dan III yaitu gelombang S di I dan R
di III menunjukkan adanya “right axis deviation”. Kelainan ini ditemukan pada hipertrofi
ventrikel kanan, stenosis mitral, penyakit jantung bawaan, korpulmonale.

Sedangkan gelombang R di I dan S di III menunjukkan adanya “ left axis deviati on”. Kelainan
ini ditemukan pada hipertrofi ventrikel kiri (LVH). Biasanya dengan menjumlahkan voltase
(kriteria voltasi) dari gelombang S di V1 dan R di V5 atau S V1 + R V6 > 35 mm atau
gelombang R>27 mm di V5 atau V6 menunjukkan adanya LVH.

2.5. Kelainan kompleks QRS

2.5.1. Pada blok cabang berkas His dapat ditemukan adanya kompleks QRS lebar dan atau
“notched” dengan gelombang P dan interval P-R normal. Ditemukan pada PJK, PJR (Penyakit
Jantung Rematik).

2.5.2. Kompleks QRS berfrekwensi lambat dengan atau tanpa kelainan bentuk tetapi iramanya
teratur yaitu pada sinus bradikardi, blok jantung 2:1, 3:1, blok komplit terutama pada PJK, PJR,
penyakit jantung bawaan.

2.5.3. Kompleks QRS berfrekwensi cepat dengan atau tanpa kelainan bentuk, yaitu pada sinus
takikardi, atrial takikardi, nodal takikardi, fibrilasi atrium, takikardi ventrikel. Ditemukan pada
PJK (Penyakit Jantung Koroner), PJH (Penyakit Jantung Hipertensi), PJR (Penyakit Jantung
Rematik), infark miokard, intoksikasi digitalis.

2.5.4. Irama QRS tidak tetap.

Kadang-kadang kompleks QRS timbul lebih cepat dari biasa, misalnya “ AV nodal premature
beat”, “ventricular premature beat”.

Ditemukan pada PJK dan intoksikasi digitalis.

Irama kompleks QRS sama sekali tidak teratur yaitu pada fibrilasi atrium dimana sering
ditemukan pada PJH, PJR, infark miokard dan intoksikasi digitalis.
31

2.6. Kelainan segmen S-T.

Suatu kelainan berupa elevasi atau depresi segmen S-T yang ragu-ragu, sebaiknya dianggap
normal sampai terbukti benar-benar ada kelainan pada suatu seri perekaman. Bukanlah suatu
kelainan, apabila elevasi segmen S-T tidak melebihi 1 mm atau depresi tidak melebihi 0,5 mm,
paling kurang pada sandapan standar. Secara klinik elevasi atau depresi segmen S-T pada 3
sandapan standar, biasanya disertai deviasi yang sama pada sandapan yang sesuai, menunjukkan
adanya insufisiensi koroner. Adanya elevasi segmen S-T merupakan petunjuk adanya infark
miokard akut atau perikarditis. Elevasi segmen S-T pada sandapan prekordial menunjukkan
adanya infark dinding anterior, sedangkan infark dinding inferior dapat diketahui dengan adanya
elevasi segmen S-T pada sandapan II, III, dan aVF. Untuk perikarditis biasanya tidak dapat
dipastikan tempatnya dan akan tampak elevasi di hampir semua sandapan. Elevasi segmen S-T
pada V4R ditemukan pada infark ventrikel kanan

2.7. Kelainan gelombang T.

Adanya kelainan gelombang T menunjukkan adanya kelainan pada ventrikel. Untuk itu
dikemukakan beberapa patokan yaitu :

 Arahnya berlawanan dengan defleksi utama QRS pada setiap sandapan.


 Amplitudo gelombang T > 1 mm pada sandapan I atau II dengan gelombang R menyolok.
 Gelombang T terbalik dimana gelombang R menyolok.
 Lebih tinggi daripada perekaman sebelumnya atau lebih tinggi 8 mm pada sandapan I,II, III.
Oleh karena begitu banyak penyebab kelainan gelombang T, maka dalam menginterpretasi
kelainan ini sebaiknya berhati-hati dan mempertimbangkan seluruh gambaran klinik. Suatu
diagnosis khusus tidak dapat dibuat atas dasar perubahan - perubahan yang tidak khas. Adanya
gelombang T terbalik, simetris, runcing, disertai segmen S-T konveks keatas, menandakan
adanya iskemi miokard.

Kadang-kadang gelombang T sangat tinggi pada insufisiensi koroner. Pada keadaan dimana
defleksi QRS positif pada sandapan I, sedangkan gelombang T pada sandapan I terbalik atau
lebih rendah dari gelombang T di sandapan III menunjukkan adanya insufisiensi koroner.
Gelombang T yang tinggi dan tajam pada semua sandapan kecuali aVR dan aVL menunjukkan
adanya hiperkalemi. Gelombang T yang tinggi dan simentris dengan depresi segmen S-T
menunjukkan adanya infark dinding posterior.

2.8. Kelainan gelombang U.

Adanya gelombang U defleksi keatas lebih tinggi dari gelombang T pada sandapan yang sama
terutama V1-V4 menunjukkan adanya hipokalemi.
32

PRINSIP MEMBACA EKG

Untuk membaca EKG secara mudah dan tepat, sebaiknya setiap EKG dibaca mengikuti urutan
petunjuk di bawah ini

IRAMA

Pertama-tama tentukan irama sinus atau bukan. Apabila setiap kompleks QRS didahului oleh
sebuah gelombang P berarti irama sinus, kalau tidak, maka berarti bukan irama sinus.
Bukan irama sinus dapat berupa suatu aritmia yang mungkin fibrilasi, blok AV derajat dua atau
tiga, irama jungsional, takikardia ventrikular, dan lain lain.

LAJU QRS (QRS RATE)

Pada irama sinus, laju QRS normal berkisar antara 60 - 100 kali/min, kurang dari 60 kali disebut
bradikardia sinus, lebih dari 100 kali disebut takikardia sinus. Laju QRS lebih dari 150 kali/min
biasanya disebabkan oleh takikardia supraventrikular (kompleks QRS sempit), atau takikardia
ventrikular (kompleks QRS lebar). Pada blok AV derajat tiga, selain laju QRS selalu harus
dicantumkan juga laju gelombang P (atrial rate).
EKG normal selalu regular. Irama yang tidak regular ditemukan pada fibrilasi atrium, atau pada
keadaan mana banyak ditemukan ekstrasistol (atrium maupun ventrikel), juga pada sick sinus
syndrome.

AKSIS.

Aksis normal selalu terdapat antara -30° sampai +110°. Lebih dari -30° disebut deviasi aksis kiri,
lebih dari +110° disebut deviasi aksis kanan, dan bila lebih dari +180° disebut aksis superior.
Kadang kadang aksis tidak dapat ditentukan, maka ditulis undeterminable, misalnya pada EKG
dimana defleksi positif dan negatif pada kompleks QRS di semua sandapan sama besarnya.

INTERVAL –PR

Interval PR normal adalah kurang dari 0,2 detik. Lebih dari 0.2 detik disebut blok AV derajat

satu. Kurang dari 0,1 detik disertai adanya gelombang delta menunjukkan Wolff-Parkinson-

White syndrome.

MORFOLOGI

Gelombang P

Perhatikan apakah kontur gelombang P normal atau tidak. Apakah ada P-pulmonal atau P-mitral.

Kompleks QRS

Adanya gelombang Q patologis menandakan old myocardial infarction (tentukan bagian jantung
mana yang mengalami infark melalui petunjuk sandapan yang terlibat).
Bagaimana amplitudo gelombang R dan S di sandapan prekordial. Gelombang R yang tinggi di
sandapan V1 dan V2 menunjukkan hipertrofi ventrikel kanan (atau infark dinding posterior).
33

Gelombang R yang tinggi di sandapan V5 dan V6 dengan gelombang S yang dalam di sandapan
V1 dan V2 menunjukkan hipertofi ventrikel kiri.
Interval QRS yang lebih dari 0,1 detik harus dicari apakah ada right bundle branch block, left
bundle branch block atau ekstrasistol ventrikel.
segmen ST

Elevasi segmen ST menandakan infark miokard akut (tentukan bagian mana dari jantung yang

mengalami infark). Depresi segmen ST menandakan iskemia.

Gelombang T
Gelombang T yang datar (flat 7) menandakan iskemia. Gelombang T terbalik (T-inverted)
menandakan iskemia atau mungkin suatu aneurisma. Gelombang T yang runcing menandakan
hiperkalemia.

Gelombang U
Gelombang U yang sangat tinggi (> gel. T) menunjukkan hipokalemi
Gelombang U yang terbalik menunjukkan iskemia miokard yang
berat.

KESIMPULAN
Pemeriksaan EKG memegang peranan yang sangat penting dalam membantu menegakkan
diagnosis penyakit jantung. EKG disamping mampu mendeteksi kelainan jantung secara pasti,
juga keadaan (kelainan) diluar jantung, mis. Adanya gangguan elektrolit terutama kalium dan
kalsium.
Disamping kemampuannyadalam mendeteksi secara pasti dari kelainan jantung tetapi EKG harus
diakui mempunyai banyak kelemahan juga. EKG tidak dapat mendeteksi keparahan dari
penyakit jantung secara menyeluruh, misalnya tingkat kerusakan otot jantung dari serangan IMA.
EKG juga tidak dapat mendeteksi gangguan hemodinamik akibat suatu penyakit jantung.
Dalam menegakkan diagnosis penyakit jantung kita tidak dapat hanya menggantungkan
pemeriksaan EKG saja.
34

PROSEDUR PEMASANGAN ELEKTROKARDIOGRAFI (EKG)

1. Observasi alat EKG:

Sebelum melakukan pemasangan EKG, harus lebih dahulu kita tahu mengenaialat EKG,
prinsip kerja alat, penggunaan tombol yang terdapat pada alat EKG, cara mengganti kertas,
cara menggunakankan alat (dalam hal ini dijelaskan oleh narasumber dan instruktur).

2. Pemasangan kabel dari alat EKG ke sumber listrik, pemasangan kabel dari alat EKG ke pasien

3. Cara penempatan lead ditubuh pasien,

Untuk ekstremiti lead dan chest lead sebelum dilekatkan harus diberi jelly EKG (disesuaikan
dengan masing-masing alat yang digunakan)

a. Extremity lead (Sandapan ekstremitas) :

Putih = RA = Right Arm (dilengan kanan)

Hijau = RL = Right Leg (dikaki kanan)

Hitam = LA = Left Arm (dilengan kiri)

Merah = LL = Left Leg (dikaki kiri)

b. Chest lead = precordial lead (Sandapan dada) :

V1 = merah (disela iga 4 pinggir kanan

sternum)

V2 = kuning (disela iga 4 pinggir kiri sternum)

V3 = hijau (diantara V2 dengan V4)

V4 = biru (disela iga 5 garis mid klavikuler kiri)

V5 = orange (sejajar V4 digaris aksilaris

anterior kiri)

V6 = violet (sejajar V5 digaris mid aksilaris)

4. Cara perekaman EKG (Standard kecepatan 25 mm/sec dan Voltase 10 mm 1 mV)

5. Mencatat hasil pemeriksaan EKG dan pemberian simbol rekaman secara baik dan benar
35

TUJUAN KEGIATAN

TUJUAN UMUM

Setelah latihan ini mahasiswa mampu melakukan prosedur pemasangan EKG secara
mandiri dengan baik dan benar.

TUJUAN KHUSUS

Mahasiswa mampu :
1. Melakukan pemasangan EKG.
2. Mengoperasikan alat EKG.
3. Menempatkan lead EKG.
4. Melakukan perekaman EKG.
5. Menilai hasil rekaman EKG.

RUJUKAN

1. Chung, K, Edward. Quick Reference to Cardiovascular disease, third edition :


William and Wilkins ; 1987
2. Fyler, Donald C, Kardiologi Anak Nadas, Edisi terjemahan, Gadjah Mada University
Press : Yogyakarta ; 1996
3. Goldman. Electrocardiography ; 2002
4. Ganong , Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta ;
1999
36

5. Isselbacher, et al, Harrison’s Principles of Internal Medicine, 12 th ed, Mc Graw Hill


Inc : New York ; 1991
6. Rilantono, L, dkk, Buku Ajar Kardiologi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
: Jakarta ; 1996
7. Sastroasmoro,S, Buku Ajar Kardiologi Anak, Ikatan Dokter Anak Indonesia : Jakarta ;
1994
8. Suparman, Ilmu Penyakit Dalam, Balai Penerbit FK UI :Jakarta ; 1994

PERALATAN DAN BAHAN

1. Audiovisual

2. Pasien simulasi

3. Tempat tidur pasien

4. Pensil / pulpen

5. Perangkat elektrokardiografi

TEKNIK PELAKSANAAN

1. Persiapkan perangkat EKG dan hubungkan dengan sumber listrik.

2. Posisikan pasien sesuai dengan kondisinya :

- Lepaskan pakaian bagian atas


- Lepaskan perhiasan yang melekat di tubuh
3. Pasangkan dan letakkan lead EKG :

- Extremity lead (sandapan ekstremitas) yang benar :

- Putih = RA = Right Arm (di lengan kanan)

- Hijau = RL = Right Leg (di kaki kanan)

- Hitam = LA = Left Arm (di lengan kiri)

- Merah = LL = Left Leg (di kaki kiri)

- Chest lead = Precordial lead (Sandapan dada) yang benar :

- V1 = merah (di sela iga 4 pinggir kanan sternum)

- V2 = kuning (di sela iga 4 pinggir kiri sternum)

- V3 = hijau (di antara V2 dengan V4)

- V4 = biru (di sela iga 5 garis mid klavikuler kiri)

- V5 = orange (sejajar V4 di garis aksilaris anterior kiri)

- V6 = violet (sejajar V5 di garis mid aksilaris)

4. Lakukan perekaman EKG dengan benar (Standard kecepatan 25 mm/sec dan Voltase 10
mm 1 mV)

5. Pilih hasil rekaman EKG yang benar dan beri penamaan.


37

LEMBAR PENGAMATAN PROSEDUR PEMASANGAN EKG

PENGAMATAN
No LANGKAH/TUGAS
YA TIDAK

I. PERSIAPAN ALAT DAN PERKENALAN

1. Mempersiapan peralatan EKG dan menghubungkannya dengan


sumber listrik

2. Memperkenalkan diri

3. Menginformasikan tindakan dan meminta persetujuan

II. PEMASANGAN EKG

1. Memosisikan pasien sesuai dengan kondisinya :

- melepaskan pakaian bagian atas


- melepaskan perhiasan yang melekat di tubuh
2. Memasang extremity lead (sandapan ekstremitas)

- Putih = RA = Right Arm (di lengan kanan)

- Hijau = RL = Right Leg (di kaki kanan)

- Hitam = LA = Left Arm (di lengan kiri)

- Merah = LL = Left Leg (di kaki kiri)

3. Memasang Chest lead = Precordial lead (Sandapan dada) -V1 =


merah (di sela iga 4 pinggir kanan sternum)

-V2 = kuning (di sela iga 4 pinggir kiri sternum)

- V3 = hijau (di antara V2 dengan V4)

- V4 = biru (di sela iga 5 garis mid klavikuler kiri)

- V5 = orange (sejajar V4 di garis aksilaris anterior kiri)

-V6 = violet (sejajar V5 di garis mid aksilaris)

3. Melakukan perekaman EKG dengan benar (Standard kecepatan 25


mm/sec dan Voltase 10 mm 1 mV)

4. Memilih hasil rekaman EKG yang benar dan beri penamaannya

III. DOKUMENTASI

1. Mencatat nama, tanggal, jenis kelamin, umur dalam hasil rekaman


EKG

2. Menjelaskan tindakan selanjutnya


38

KETERAMPILAN KLINIK

PEMBACAAN ELEKTROKARDIOGRAM

TUJUAN KEGIATAN

TUJUAN UMUM

Setelah selesai latihan ini mahasiswa mampu melakukan pembacaan EKG yang
normal dan abnormal dengan benar

TUJUAN KHUSUS

Mahasiswa mampu :

1. Mengetahui cara melakukan pembacaan EKG yang normal secara sistematis dengan
benar
2. Mengetahui cara melakukan pembacaan EKG yang abnormal secara sistematis
dengan benar
3. Menelusuri keluhan fisik dan hubungannya dengan gambaran EKG yang didapatinya
4. Membuat laporan pembacaan EKG dengan benar
5. Membuat diagnosis dan diagnosis banding sehubungan dengan kelainan EKG yang
didapatinya.

RUJUKAN :

1. Chung, K, Edward. Quick Reference to Cardiovascular disease, third edition :


William and Wilkins ; 1987
2. Fyler, Donald C, Kardiologi Anak Nadas, Edisi terjemahan, Gadjah Mada University
Press : Yogyakarta ; 1996
3. Goldman. Electrocardiography ; 2002
4. Ganong , Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta ;
1999
5. Isselbacher, et al, Harrison’s Principles of Internal Medicine, 12 th ed, Mc Graw Hill
Inc : New York ; 1991
6. Rilantono, L, dkk, Buku Ajar Kardiologi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
: Jakarta ; 1996
7. Sastroasmoro,S, Buku Ajar Kardiologi Anak, Ikatan Dokter Anak Indonesia : Jakarta ;
1994
8. Suparman, Ilmu Penyakit Dalam, Balai Penerbit FK UI :Jakarta ; 1994
39

PERALATAN DAN BAHAN

1. Audiovisual dan contoh-contoh slide EKG


2. Pensil/pulpen
3. Formulir pembacaan EKG
4. Contoh hasil rekaman EKG normal dan abnormal

TEKNIK PELAKSANAAN

1. Tentukan Irama.

2. Tentukan jumlah gelombang P.

3. Tentukan jumlah gelombang QRS.

4. Tentukan Gelombang P.

5. Tentukan Durasi Interval PR.

6. Tentukan Durasi QRS kompleks.

7. Tentukan Aksis gelombang P.

8. Tentukan Aksis gelombang QRS.

9. Tentukan Konfigurasi QRS kompleks.

10. Tentukan Segmen ST.

11. Tentukan Durasi QT.

12. Tentukan Gelombang T.

13. Tentukan Gelombang U.

14. Simpulkan hasil pembacaan EKG.

SKENARIO KASUS

Kasus : Seorang laki-laki, usia 18 tahun, baru diterima sebagai mahasiswa FK-USU, melakukan
pemeriksaan kesehatan di Puskesma USU dan dilakukan pemeriksaan EKG.

Tugas : Lakukan pembacaan EKG. Tuliskan hasilnya pada formulir pembacaan EKG.
Tuliskankan kesimpulan pembacaan EKG dan kemungkinan-kemungkinan diagnosis dan
diagnosis banding sehubungan dengan kelainan EKG yang didapat.
40

LEMBAR PENGAMATAN PEMBACAAN ELEKTROKARDIOGRAFI

PENGAMATAN
No. LANGKAH /TUGAS
Ya Tidak

I. TEKNIK PELAKSANAAN

1. Menentukan Irama.

2. Menentukan jumlah gelombang P.

3. Menentukan jumlah gelombang QRS.

4. Menentukan Gelombang P.

5. Menentukan Durasi Interval PR .

6. Menentukan Durasi QRS kompleks.

7. Menentukan Aksis gelombang P.

8. Menentukan Aksis gelombang QRS.

9. Menentukan Konfigurasi QRS kompleks.

10. Menentukan Segmen ST.

11. Menentukan Durasi QT.

12. Menentukan Gelombang T.

13. Menentukan Gelombang U.

14. Menyimpulkan hasil pembacaan EKG.

II. DOKUMENTASI

1. Mencatat hasil pada formulir rekam medik pembacaan EKG.

2. Membuat diagnosis /diagnosis banding berdasarkan hasil hasil


pembacaan EKG

3. Menjelaskan anjuran selanjutnya.


41

FORMULIR REKAM MEDIK PEMBACAAN EKG

1. Identitas penderita : (harap diisi)

Nama : ……………………………

Umur : …………………………..

Jenis Kelamin : (lk/pr)

Tanggal pemeriksaan :………………….pukul………….

2. Hasil Pembacaan EKG

No Bentuk yang mesti dibaca

1 Irama

2 Rate gelombang P

3 Rate gelombang QRS

4 Gelombang P

5 Durasi Interval PR

6 Durasi QRS kompleks

7 Aksis gelombang P

8 Aksis gelombang QRS

9 Konfigurasi QRS kompleks

10 Segmen ST

11 Durasi QT

12 Gelombang T

13 Gelombang U

14 Kesimpulan / Diagnosis

Penyakit lain yang dapat menjadi penyebab

: 1.

2.

3
42

TEKNIK FLEBOTOMI DAN ANTIKOAGULAN

Tujuan dan Fungsi Pemeriksaan Laboratorium

Menegakkan atau menyingkirkan suatu diagnosis

Menjadi pedoman didalam penatalaksanaan

pasien Menentukan prognosis

Skrining suatu penyakit

Pemantauan terapi

Spesimen untuk tes yang membutuhkan darah dalam jumlah yang banyak diperoleh
dengan teknik flebotomi.

Flebotomi (phlebotomy) berasal dari bahasa Yunani yang berarti insisi vena
(phlebos : vena dan tome : insisi)

Faktor –faktor yang berpengaruh terhadap hasil pemeriksaan :

 variasi diurnal

 olah raga/latihan fisik

 puasa

 diet

 alcohol

 merokok

 obat-obatan

 postur

Persiapkan tabung-tabung darah sesuai dengan kebutuhan

Warna penutup tabung dan jenis antikoagulan yang digunakan

Warna Penutup Zat Tambahan Keterangan

Merah Tidak ada Serum

Lembayung EDTA Darah lengkap; mengikat kalsium

Hijau Heparin Menghambat aktivasi trombin

Biru Buffered citrate Tes koagulasi; mengikat kalsium

Hitam Buffered Na. Citrate LED Westergren

Abu-abu Penghambat glikolitik Tes glukosa


43

Kuning Citrate dextrose (ACD) pengawet eritrosit

Tiga Prosedur umum dalam memperoleh spesimen darah :

Tusukan vena (venipuncture)

Tusukan arteri (arterial puncture)

Tusukan kulit (skin puncture)

Tusukan Vena

Vena mediana cubiti

Vena sefalika

Vena basilica

Teknik Tusukan Vena

1. Ucapkan salam, perkenalkan diri.

2. Jelaskan tujuan prosedur dan minta ijin persetujuan pasien (inform consent)

3. Buat label

4. Cocokkan identitas pasien dan label di formulir. Jangan pernah mengambil spesimen
apapun tanpa identitas pasien yang jelas

5. jika dibutuhkan spesimen dalam keadaan puasa, tanyakan apakah sudah pasien

6. informasikan pasien apa yang akan dilakukan dan jangan sampai terlalu tegang

7. posisikan pasien (duduk atau baring) agar lebih mudah mendapatkan fossa antekubiti

8. atur / persiapkan alat dan bahan yang diperlukan mulai dari tabung, torniket, dll

9. pasien disuruh menggenggam agar vena lebih mudah teraba

10. Pilih vena di fossa antekubiti yang besar

11. Bersihkan tempat penusukan dengan alcohol 70% atau betadin

12. Pasang torniket beberapa inci diatas tempat penusukan, jgn biarkan terpasang lebih dari 1
menit
44

13. Fiksasi vena di atas dan di bawah tempat penusukan dengan ibu jari dan jari tengah atau
ibu jari dan telunjuk

14. Lakukan penusukan vena

15. Lepaskan torniket ketika darah mulai mengalir, jangan mencabut jarum dalam keadaan
torniket masih terpasang

16. Setelah spesimen darah yang diperlukan cukup, kepalan tangan dilepaskan

17. Letakkan kapas steril di atas tempat penusukan, tarik jarum lalu kapas ditekan

18. pasang plester di atas kapas atau gauze tadi untuk menghentikan perdarahan dan
mencegah hematom

19. Campur spesimen dan antikoagulan dengan membalik tabung; jangan dikocok

20. Perhatikan kondisi pasien apakah pucat atau perdarahan sudah terkontrol.

21. Buang bahan-bahan yang telah terkontaminasi kedalam kontainer khusus

22. Label diparaf dan catat waktu pengambilan sampe

Pengisian tabung berdasarkan urutan :

Tabung kultur darah

Tabung tutup merah

Tabung tutup biru

Tabung tutup hijau

Tabung tutup lembayung

Tabung tutup abu-abu

MeBiHiLeA
45

Aspirasi Sumsum Tulang

Tempat pengambilan (dewasa):

- Sternum

- SIAS

- SIPS

- Proc. Spinosus

Pada anak <2 th Tuberous tibiae

Komplikasi

Torniket yang dipasang terlalu lama menyebabkan terjadinyan hemokonsentrasi.

Kegagalan memperoleh darah dan komplikasinya adalah :

 pembuluh darah vena tidak di dapat menyebabkan hematoma

 piston ditarik terlalu cepat menyebabkan vena kecil menjadi kolaps

 pasien sincope

 perdarahan berlebihan

Tusukan Arteri tidak boleh digunakan apabila terdapat iritasi, udem dekat luka
atau pada daerah di mana terdapat arteriovenous (AV) shunt atau fistel

Teknik pengambilan dan persiapan pasien

1. Arteri radialis brachialis lebih dianjurkan untuk tusukan arteri

2. Apabila memilih arteri radialis maka penting menilai sirkulasi kolateral tangan dengan
tes allen

3. Arteri yang akan ditusuk diidentifikasi dari denyutannya dan disterilkan dengan
alcohol 70% diikuti dengan yodium

4. Anastesi local bisa dilakukan tetapi biasanya tidak diperlukan. Tidak


dianjurkan menggunakan jarum kupu-kupu

5. Persiapkan spoit

6. Pulsasi darah kedalam spoit menunjukkan bahwa darah tersebut berasal dari arteri

7. Setelah spesimen darah diperoleh spoit diputar sehingga darah tercampur dengan heparin

8. Setelah tusukan arteri dilakukan pada tempat tusukan harus ditekan dengan gauze steril
minimal 2 menit (dianjurkan 5 menit)

Tusukan Kulit

Merupakan metode pilihan pada pasien anak khususnya bayi-bayi (infants).

Tusukan vena-vena dalam meskipun jarang dapat menyebabkan :

Henti Jantung

Perdarahan

Trombosis
46

Konstriksi vena diikuti gangguan ekstremitas

Kerusakan organ atau jaringan yang ditusuk

Bahaya infeksi

Teknik Tusukan Kulit

Pilih tempat penusukan yang tepat

Hangatkan tempat penusukan dengan handuk atau tissue dengan suhu tidak boleh 42o C

Bersihkan dengan alkohol 70%

Buat tusukan dengan lancet steril hampir tegak lurus terhadap permukaan kulit

Buang tetesan pertama dengan melap menggunakan kapas steril

Kumpulkan spesimen dalam tabung yang sesuai secara kapiler

Tutup spesimen kontainer

Label tabung spesimen dengan tanggal & jam pengampilan serta nama pasien

Tuliskan pada laporan hasil bahwa spesimen diperoleh dari tusukan kulit

Anda mungkin juga menyukai