Anda di halaman 1dari 195

Buku Panduan

Pendidikan Keterampilan Klinik 1

Komunikasi Dokter – Pasien


Disusun oleh :
Dr. dr. H. M. Faisal Idrus SpKJ (K)

Departemen Ilmu Kedokteran Jiwa (Psikiatri)


Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
Makassar
2020

0
I. TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mempelajari keterampilan Komunikasi Dokter-Pasien ini,
diharapkan mahasiswa mampu :
1. Membuat komunikasi efektif sehingga terbentuk Rapport (hubungan
saling percaya) dan hubungan terapeutik
2. Mendapatkan riwayat medis (bio-physical history) secara komplet
dan akurat , dengan tujuan untuk mengenali suatu pola yang bisa
mengarah pada suatu penyakit.
3. Menyusun suatu wawancara medis yang efektif dan efisien dalam
segi waktu tetapi tetap dapat meningkatkan proses ”diagnostic
reasoning”.
4. Mengikutsertakan pasien dalam suatu proses interaktif,
meningkatkan pemahaman pasien, serta menjaga hubungan baik
dengan pasien.

II. STRUKTUR KOMUNIKASI DOKTER-PASIEN


Pada modul-modul komunikasi terdahulu telah diuraikan mengenai
struktur komunikasi dokter pasien yang terdiri dari 3 hal yang harus
berjalan secara paralel, yaitu :
1. Memulai wawancara (initiating the session)
2. Mengumpulkan informasi (gathering information)
3. Penjelasan dan perencanaan (explanation and planning)
4. Menutup wawancara (closing the session)
Kemudian pada saat melaksanakan tahap – tahap komunikasi dokter pasien
tersebut ada dua hal yang harus selalu diperhatikan, yaitu :
• Kemampuan menjalin hubungan / sambung rasa dengan pasien (building
the relationship).
• Kemampuan menstruktur wawancara (structuring the consultation)
dengan tekhnik komunikasi yang efektif

1
Kemampuan menjalin hubungan dan kemampuan menstruktur wawancara
harus selalu digunakan (secara tepat) pada tiap tahap komunikasi dokter-
pasien.
Bisa dikatakan ketiga hal tersebut harus bisa berjalan secara paralel pada
saat wawancara sedang berlangsung.
Kemampuan menjalin hubungan dan kemampuan menstruktur wawancara
harus selalu digunakan (secara tepat) pada tiap tahap komunikasi dokter-
pasien.
Bisa dikatakan ketiga hal tersebut harus bisa berjalan secara paralel pada
saat wawancara sedang berlangsung.

III. ANAMNESIS
Anamnesis yang baik harus mengacu pada pertanyaan yang sistematis, yaitu
dengan berpedoman pada empat pokok pikiran (The Fundamental Four) dan
tujuh butir mutiara anamnesis (The Sacred Seven).
Yang dimaksud dengan empat pokok pikiran, adalah melakukan anamnesis
dengan cara mencari data :
1. Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)
2. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
4. Riwayat Sosial dan Ekonomi

Sebelum melakukan anamnesis lebih lanjut, pertama yang harus ditanyakan


adalah identitas pasien, yaitu :

A. Identitas Pasien
1) Nama :
2) Umur :
3) Jenis kelamin

2
4) Suku bangsa
5) Status pernikahan :
6) Agama :
7) Pendidikan :
8) Pekerjaan :
9) Alamat

B. Keluhan Utama
Hal ini meliputi keluhan utama dan anamnesis lanjutan. Keluhan utama
adalah keluhan yang membuat seseorang datang ke tempat pelayanan
kesehatan untuk mencari pertolongan, misalnya : demam, sesak nafas,
nyeri pinggang, dll. Keluhan utama ini sebaiknya tidak lebih dari satu
keluhan.

C. Riwayat Penyakit Sekarang


Kemudian setelah keluhan utama, dilanjutkan anamnesis secara
sistematis dengan menggunakan tujuh butir mutiara anamnesis (The
Sacred Seven),yaitu :
Location(Lokasi). Tanyakan lokasi keluhannya, dan tanyakan
pulapenyebaran keluhan tersebut ke tempat lain.
Quality (Kualitas). Tanyakan bagaimana bentuk keluhannya dan sifat
khasnya.
Chronology/timing (Kronologi). Tanyakan perjalanan penyakit sejak
timbul keluhan pertama kali sampai saat wawancara dilakukan.
Severity (Kuantitas). Tanyakan beratnya keluhan. Apakah sampai
mengganggu aktivitas sehari-hari atau tidak.
Onset tanyakan kapan mulai timbul keluhan tersebut untuk pertama
Modifying factors.Tanyakan faktor-faktor yang memperberat atau
memperingan keluhan tersebut.

3
Associated symptoms, Tanyakan keluhan yang berkaitan atau
menyertai. Di kesempatan ini kita dapat melakukan kajian
terhadapsemua sistem yang relevan dengan keluhan yang sudah ada.
Anamnesis secara sistematis ini akan dibahas secara rinci, yaitu :
1. Lokasi Sakit
Seorang penderita yang datang dengan nyeri di ulu hati, perlu ditanyakan
lebih lanjut
secara tepat bagian mana yang dimaksud, bila perlu penderita diminta
menunjukkan
dengan tangannya, dimana bagian yang paling sakit dyang an
penjalarannya ke arah mana.
Bila pusat sakit di tengah (linea mediana) dicurigai proses terjadi di
pankreas dan duodenum; sebelah kiri lambung; sebelah kanan
duodenum, hati, kandung empedu; di atas hati, oesofagus, paru, pleura
dan jantung.
Penjalaran nyeri tepat lurus di belakang menunjukkan adanya proses di
pankreas atau duodenum dinding belakang; di punggung lebih ke atas
lambung dan duodenum; bawah belikat kanan kandung empedu; bahu
kanan duodenum, kandung empedu, diafragma kanan; bahu kiri
diafragma kiri.

2. Onset dan kronologis


Perlu ditanyakan kapan mulai timbulnya sakit atau sudah berlangsung
berapa lama.
Apakah keluhan itu timbul mendadak atau perlahan-lahan, hilang timbul
atau menetap.
Apakah ada waktu-waktu tertentu keluhan timbul. Misalnya bila nyeri ulu
hati timbul secara ritmik curiga ulkus peptikum, malam hari ulkus
peptikum dan tiap pagi dispepsia non ulkus.

3. Kualitas (sifat sakit)


Bagaimana rasa sakit yang dialami penderita harus ditanyakan, misalnya
rasa sakit yang tajam (jelas) seperti rasa panas, terbakar, pedih, diiris,
tertusuk, menunjukkan inflamasi organ. Rasa sakit yang tumpul (dull)

4
seperti diremas, kramp, kolik, sesuatu yang bergerak biasanya
menunjukkan proses pada organ yang berongga (saluran cerna, empedu).
Rasa sakit yang tidak khas menunjukkan organ padat (hati, pankreas).

4. Kuantitas (derajat sakit)


Ditanyakan seberapa berat rasa sakit yang dirasakan penderita. Hal ini
tergantung dari
penyebab penyakitnya, tetapi sangat subjektif, karena dipengaruhi antara
lain kepekaan
seorang penderita terhadap rasa sakit, status emosi dan kepedulian
terhadap penyakitnya.
Dapat ditanyakan apakah sakitnya ringan, sedang atau berat. Apakah
sakitnya
mengganggu kegiatan sehari-hari, pekerjaan penderita atau aktifitas fisik
lainnya.

5. Faktor yang memperberat.


Ditanyakan adakah faktor-faktor yang memperberat sakit, seperti aktifitas
makan, fisik, keadaan atau posisi tertentu. Adakah makanan/ minuman
tertentu yang menambah sakit, seperti makanan pedas asam, kopi,
alkohol panas, obat dan jamu. Bila aktifitas makan/ minum menambah
sakit menunjukkan proses di saluran cerna empedu dan pankreas. Aktifitas
fisik dapat menambah sakit pada pankreatitis, kholesistitis, apendisitis,
perforasi, peritonitis dan abses hati. Batuk, nafas dalam dan bersin
menambah sakit pada pleuritis.

6. Faktor yang meringankan keluhan.


Ditanyakan adakah usaha penderita yang dapat memperingan sakit,
misalnya dengan minum antasida rasa sakit berkurang, menunjukkan
adanya inflamasi di saluran cerna bagian atas. Bila posisi membungkuk
dapat mengurangi sakit menunjukkan proses inflamasi dari pankreas atau
hati.

7. Keluhan yang menyertai

5
Perlu ditanyakan keluhan–keluhan lain yang timbul menyertai dan faktor
pencetusnya, misalnya bila penderita mengeluh nyeri ulu hati, yang perlu
ditanyakan lebih lanjut adalah :
- Apakah keluhan tersebut berhubungan dengan aktifitas makan ?
- Bagaimana buang air besarnya, adakah flatus ?
- Adakah ikterik ?
- Adakah pembengkakan, benjolan atau tumor, atau nyeri tekan ?
- Adakah demam, batuk, sesak nafas, nyeri dada, berdebar-debar, keringat
dingin atau badan lemas ?
- Adakah penurunan berat badan ?

D. Riwayat Penyakit Dahulu


Ditanyakan adakah penderita pernah sakit serupa sebelumnya, bila dan
kapan terjadinya dan sudah berapa kali dan telahdiberi obat apa saja, serta
mencari penyakit yang relevan dengan keadaan sekarang dan penyakit
kronik (hipertensi, diabetes mellitus, dll), perawatan lama, rawat inap,
imunisasi, riwayat pengobatan dan riwayat menstruasi (untuk wanita).

E. Riwayat Penyakit Keluarga


Anamnesis ini digunakan untuk mencari ada tidaknya penyakit keturunan dari
pihak keluarga (diabetes mellitus, hipertensi, tumor, dll) atau riwayat penyakit
yang menular.

F. Riwayat sosial dan ekonomi


Hal ini untuk mengetahui status sosial pasien, yang meliputi pendidikan,
pekerjaan pernikahan, kebiasaan yang sering dilakukan (pola tidur, minum
alkohol atau merokok, obatobatan, aktivitas seksual, sumber keuangan,
asuransi kesehatan dan kepercayaan).

IV. BAGAN ALUR PROSES ANAMNESIS


Berikut ini disajikan bagan yang diharapkan dapat membantu pemahaman
mengenai proses anamnesis.

6
Dari dua bagan di atas dapat kita lihat ada beberapa bagian dari ”ANAMNESIS”.
A. TAHAP – TAHAP ANAMNESIS yang terdiri atas:
1. Initial exploration : Berisi keluhan utama pasien.
2. Further exploration : Untuk menggali lebih dalam mengenai keluhan
pasien, baik dari sisi
3. penyakit maupun perspektif pasien.
4. Essential background information.
B. ISI (content) yang terdiri atas :
1. Disease framework
2. Illness framework
Baik disease framework maupun illness framework termasuk dalam tahap further
exploration.
Dari dua bagan di atas dapat kita lihat pula bahwa tujuh butir mutiara anamnesis
(The
Sacred Seven) merupakan bagian dalam ”disease framework”, dan berguna untuk
mencari kemungkinan penyakit apa yang diderita pasien.
Untuk empat pokok pikiran (The Fundamental Four) dapat kita jabarkan sebagai
berikut :
a. Riwayat Penyakit Sekarang (RPS) bagian dari ”initial exploration”;
b. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD),
c. Riwayat Kesehatan Keluarga serta
d. Riwayat Sosial dan Ekonomi merupakan bagian dari ”essential background
information”.

V. KETERAMPILAN MENGEKSPLORASI MASALAH PASIEN :


a. Memberi kesempatan pada pasien untuk menceritakan permasalahan
yang dihadapinya (dengan kata – kata pasien sendiri).

7
b. Gunakan pertanyaan terbuka dan tertutup secara tepat. Mulailah
dengan pertanyaan terbuka terlebih dahulu, baru diikuti dengan
pertanyaan tertutup.
c. Dengarkan dengan penuh perhatian. Berilah kesempatan pada pasien
untuk menyelesaikan ceritanya, dan jangan menginterupsi.
d. Berilah kesempatan pada pasien untuk memberikan respons baik secara
verbal maupun nonverbal. Tehnik yang digunakan bisa pemberian
dukungan/ dorongan, adanya pengulangan, paraphrasing, interpretasi,
dll.
e. Mengenali isyarat verbal dan non verbal yang ditunjukkan oleh pasien.
f. Mengklarifikasi pernyataan pasien yang kurang jelas, atau yang
membutuhkan suatu keterangan tambahan.
g. Secara berkala buatlah ringkasan dari pernyataan yang dibuat pasien
untuk memverifikasi pengertian anda. Mintalah pasien untuk
mengkoreksi pernyataan anda, atau mintalah pada pasien untuk
memberikan keterangan tambahan bila diperlukan.
h. Gunakan pertanyaan yang ringkas dan mudah dipahami. Hindari
menggunakan istilah – istilah medis yang tidak dipahami pasien.
i. Buatlah urutan waktu suatu kejadian.

VI. CONTOH KASUS


Seorang laki-laki umur 24 tahun mengeluh nyeri pinggang.
Anamnesis yang sistematis adalah :
Dengan menggunakan pertanyaan terbuka, galilah mengenai keluhan
utama pasien,
yaitu pada kasus ini adalah : Nyeri pinggang.
Pada penggalian informasi lebih lanjut tanyakan :
1. Lokasi nyeri : pertengahan daerah lumbal kadang-kadang menjalar ke
tungkai atas dan kaki kanan
2. Onset & kronologi : berangsur-angsur sejak bekerja di kebun, sudah
dirasakan selama 3 hari, memburuk waktu sore, membaik waktu pagi.
3. Kuantitas nyeri : ringan, namun tidak dapat bekerja, karena rasa kurang
nyaman
4. Kualitas nyeri : nyeri tumpul.

8
5. Faktor pemberat : bertambah nyeri bila digerakkan, masuk kendaraan
dan batuk,
6. Faktor peringan : bila diam terlentang.
7. Gejala yang menyertai : kaku
Sistem saraf perifer : Tidak ada kelemahan atau perubahan sensorik
Sistemik : Tidak ada demam
Riwayat Penyakit Dahulu:
- Riwayat jatuh disangkal
- Riwayat batu ginjal disangkal
Riwayat sosial: Pasien tinggal sendiri, bekerja sebagai salesman, dalam
sepekan pada akhir
minggu mengelola sebuah peternakan kecil., hobi bermain bowling.
Keuangan : Tidak mempunyai asuransi kesehatan.

VII. DESKRIPSI KEGIATAN

Kegiatan Waktu Deskripsi

1. Pengantar 5 menit Pengantar

2. Demostrasi bermain tanya 30 1. Mengatur posisi duduk mahasiswa

– jawab (anamnesa) baik menit 2. Instruktur memutarkan video tehnik

menggunakan video atau wawancara, atau dua orang

dicontohkan oleh dua orang instruktur kedepan klas,

instruktur. memberikan contoh bagaimana

cara melakukan anamnesa

lengkap, seorang berperan

sebagai dokter, dan yang lain

sebagai pasien.

3. Mahasiswa menyimak/mengamati

9
4. Memberikan kesempatan kepada

mahasiswa untuk bertanya dan

instrukstur memberikan penjelasan

tentang aspek-aspek yang penting

3. Praktek bermain peran 100 1. Mahasiswa dibagi dalam kelompok

dengan umpan balik menit kecil.

2. Setiap kelompok terdiri dari 3

(tiga).

3. Setiap kelompok bermain peran, 1

orang berperan sebagai dokter

(pemeriksa), 1 orang berperan

sebagai pasien, 1 orang berperan

sebagai pengamat.

4. Instruktur memberikan tema

khusus atau keluhan utama

kepada pasien dan selanjutnya

akan ditanyakan oleh si pemeriksa

(dokter)

5. Masing-masing mahasiswa

berperan sesuai dengan peran

yang diterima.

6. Dokter bertanya sesuai dengan

panduan tehnik wawancara yang

10
diberikan.

7. Pasien menjawab pertanyaan

sesuai dengan skenario gangguan

yang diberikan oleh instruktur.

8. Pengamat mengamati proses

wawancara yang dilakukan oleh

temannya yang berperan sebagai

dokter (pemeriksa) dan pasien

(yang diperiksa) dengan

menggunakan daftar tilik yang

disediakan,

9. Instruktur berkeliling diantara

mahasiswa dan melakukan

supervisi menggunakan daftar tilik

10. setiap mahasiswa paling sedikit

berlatih 1 kali

4. Curah pendapat / diskusi 15 1. curah pendapat / diskusi tentang :

menit apa yang dirasakan mudah atau

sulit ? menanyakan bagaimana

perasaan mahasiswa yang

berperan sebagai pasien. Apa yang

dilakukan oleh dokter agar pasien

merasa nyaman?

11
2. instruktur menyimpulkan dengan

menjawab pertanyaan terakhir dan

memperjelas hal-hal yang masih

belum dimengerti

Total waktu 150

menit

CHECKLIST PENILAIAN KETERAMPILAN ANAMNESIS/ HISTORY TAKING


No. ASPEK PENILAIAN SKOR
FASE PERKENALAN
1 Menyapa pasien 0 1 2
2 Memperkenalkan diri
3 Menunjukkan empati dan sikap hormat pada pasien &
keluarga
FASE PEMBUKAAN
4 Mendapatkan identitas penderita
5 Menanyakan keluhan utama
6 Mengidentifikasi dan mengkonfirmasi permasalahan pasien
FASE ISI WAWANCARA (MENGGALI INFORMASI PENYAKIT)
7 Menanyakan lokasi keluhan
8 Menanyakan onset dan kronologi
9 Menanyakan kualitas keluhan
10 Menanyakan kuantitas keluhan
11 Menanyakan faktor-faktor pemberat
12 Menanyakan faktor-faktor peringan
13 Menanyakan gejala penyerta
14 Menanyakan riwayat penyakit dahulu
15 Menanyakan riwayat kesehatan keluarga
16 Menanyakan riwayat sosial ekonomi
17 Menanyakan kebiasaan pribadi
FASE MENUTUP WAWANCARA
18 Menanyakan pada pasien apakah ada hal yang terlewat

12
19 Memberi kesempatan untuk bertanya
20 Menutup wawancara dengan membuat suatu ringkasan
21 Membuat kesepakatan dengan pasien (contracting)
FASE TERMINASI (MENGAKHIRI WAWANCARA)
22 Berjabatan tangan dengan pasien
23 Memberi harapan agar segalanya berjalan dengan baik
24 Mengharapkan pasien kontrol kembali untuk evaluasi
JUMLAH SKOR

Keterangan :
0 Tidak dilakukan mahasiswa
1 Dilakukan, tapi belum sempurna
2 Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan
mahasiswa karena situasi yang tidak memungkinkan (misal tidak diperlukan
dalam skenario yang sedang dilaksanakan).
Nilai Mahasiswa = Jumlah Skor x 100% 64

13
Daftar Pustaka

1. Konsil Kedokteran Indonesia. (2006),” KOMUNIKASI EFEKTIF DOKTER-


PASIEN”. Editor Mulyohadi Ali, Ieda Poernomo Sigit Sidi., Jakarta,
2. Prof. Dr. Soetjiningsih, SpA (K). (2007). “Modul Komunikasi Pasien-Dokter”.,
Penerbit EGC.
3. Shawn C. Shea, MD. (1989). “Wawancara Psikiatri Seni Pemahaman”. Alih
Bahasa : Novi Helena SKp, Elfi Syahrani SKp, Aniek Maryunani, Editor :
Yasmin Asih SKp, Monica Ester SKp. Penerbit Buku Kedokteran EGC,
4. Djauzi, S and Supartondo. 2004. “Komunikasi dan Empati Dalam Hubungan
Dokter-Pasien” Jakarta: Balai Penerbit FK-UI
5. Hardjana, A.M. 2003. Komunikasi Intrapersonal & Interpersonal. Kanisius,
Jakarta
6. Kurtz, S., Silverman, J. & Drapper, J. (1998). Teaching and Learning
Communication Skills in Medicine. Oxon: Radcliffe Medical Press.
7. Lestari, E.G dan Maliki, M.A. 2003. Komunikasi Efektif. Jakarta: Lembaga
Administrasi Negara.
8. Poernomo, Ieda SS. 2004. Pengertian KIE dan Konseling. Jakarta: Makalah
Perinasia.
9. Silverman, J., Kurtz, S. & Drapper, J. 1998. Skills for Communicating with
Patients. Oxon: Radcliffe Medical Press.

14
Buku Panduan
Pendidikan Keterampilan Klinik 1

Keterampilan Sanitasi Tangan dan


Penggunaan Sarung tangan
Rahmawati Minhajat
Dimas Bayu

Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin
2020
KETERAMPILAN SANITASI TANGAN

PENDAHULUAN
Sanitasi tangan didefinisikan sebagai semua tindakan yang bertujuan untuk membersihkan
tangan. Sehubungan dengan kegiatan ini, maka sanitasi tangan terdiri dari mencuci tangan dengan sabun
dan air serta penggunaan cairan antiseptik tanpa menggunakan air dan tanpa tindakan pengeringan
dengan alat, yang bertujuan untuk mengurangi atau menekan tumbuhnya mikroorganisme.
Kesehatan dan kebersihan tangan secara bermakna mengurangi jumlah mikroorganisme
penyebab penyakit pada kedua tangan dan lengan dengan demikian dapat meminimalisasi kontaminasi
silang (misalnya dari petugas kesehatan ke pasien).
Dari sudut pandang pencegahan infeksi dan praktik kesehatan, sanitasi dimaksudkan untuk
mencegah infeksi yang ditularkan melalui tangan, dengan menyingkirkan kotoran dan debu serta
menghambat atau membunuh mikroorganisme pada kulit. Dengan sanitasi tangan dapat dihilangkan
bukan saja sebagian besar organisme yang ditularkan melalui kontak dengan pasien dan lingkungan,
tetapi juga sebagian organisme yang hidup pada lapisan-lapisan kulit yang lebih dalam. Selain memahami
pedoman dan anjuran kesehatan dan kebersihan tangan, petugas kesehatan juga harus memahami tujuan,
dan khususnya keterbatasan penggunaan sarung tangan.
Tujuan pelatihan sanitasi tangan adalah mendidik mahasiswa Fakultas Kedokteran tentang :

• Pentingnya kesehatan dan kebersihan tangan, bagaimana melakukan langkah-langkah sanitasi tangan
dan menggosok tangan dengan benar; dan

• Bukti yang mendukung langkah ini dalam mengurangi penularan mikroorganisme sehingga
mengurangi frekuensi penularan infeksi pada pasien.
Sanitasi tangan bukan hanya harus diterapkan oleh petugas kesehatan, tetapi juga oleh semua
orang. Dengan sanitasi tangan, penyebaran infeksi yang bisa ditularkan dari kedua belah tangan dapat
dikurangi. Sanitasi tangan bisa dilakukan oleh setiap orang, yaitu dengan mencuci kedua belah tangan
dengan sabun dan air bersih setelah ke toilet, menggendong bayi, atau mengganti pakaian bayi yang
kotor, atau melakukan tugas lainnya (membersihkan sayur-sayuran, daging segar atau ikan), yaitu
pekerjaan yang potensial dapat menyebabkan kontaminasi kedua belah tangan. Sanitasi tangan dapat
mengurangi sekitar 45% kejadian penyakit diare, sehinggga dapat menyelamatkan nyawa sejuta anak
setiap tahun.

TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mengikuti kegiatan ini mahasiswa diharapkan sudah dapat melakukan sanitasi tangan

TARGET PEMBELAJARAN
Setelah melakukan latihan keterampilan ini, mahasiswa diharapkan sudah dapat melakukan sanitasi
tangan baik mencuci tangan maupun menggunakann cairan antiseptik

1
Pendidikan Keterampilan Klinik 1
PERSIAPAN ALAT DAN BAHAN
1. Bak cuci tangan dengan air mengalir
2. Sabun cair
3. Cairan antiseptik
4. Handuk sekali pakai

INDIKASI
1. Indikasi sanitasi tangan:
A. Cusi tangan dengan sabun dan air jika terlihat kotor atau terlihat terpapar oleh darah atau cairan
tubuh lainnya, atau setelah menggunakan toilet.
B. Cuci tangan dengan sabun dan air sangat disarankan apabila terjadi paparan dengan patogen
yang dapat membentuk spora, mencakup jangkitan Clostridium difficile.
C. Gunakan cairan antiseptik berbasis alkohol untuk tindakan antiseptik pada tangan jika tangan
tidak terlihat kotor. Jika cairan antiseptik berbasis alkohol tidak tersedia, gunakan sabun dan air.
D. Lakukan sanitasi tangan pada situasi-situasi berikut ini:
a. Sebelum dan sesudah menyentuh pasien.
b. Sebelum menangani alat invasif untuk pasien, baik menggunakan sarung tangan ataupun
tidak.
c. Setelah kontak dengan cairan tubuh atau sekret, membran mukosa, kulit terbuka, atau
balutan luka.
d. Jika berpindah dari bagian tubuh yang terkontaminasi ke bagian tubuh lain pada satu pasien
yang sama.
e. Setelah bersentuhan dengan permukaan benda mati dan objek-objek (termasuk alat-alat
medis) di sekitar pasien.
f. Setelah melepaskan sarung tangan steril maupun non-steril
2. Prinsip Teknik Sanitasi Tangan
A. Bubuhkan produk pembersih di telapak tangan yang tertangkup, mencakup semua permukaan
telapak tangan. Gosok hingga kering.
B. Jika mencuci tangan dengan sabun dan air, basahi tangan dengan air lalu bubuhkan sabun
secukupnya hingga mencakup seluruh permukaan telapak tangan. Keringkan tangan dengan
handuk sekali pakai. Jika memungkinkan gunakan air bersih yang mengalir. Hindari penggunaan
air panas, karena paparan berulang dengan air panas dapat menyebabkan dermatitis. Gunakan
handuk untuk menutup keran air. Keringkan tangan dengan menggunakan metode yang tidak
menyebabkan rekontaminasi. Handuk tidak boleh digunakan lebih dari satu kali atau lebih dari
satu orang.
C. Sabun cair, batangan, lembaran atau bubuk dapat dipergunakan. Jika menggunakan sabun
batangan, letakkan sabun dalam batangan-batangan kecil di tempat yang memiliki drainase agar
sabun dapat dibiarkan kering.

2
Pendidikan Keterampilan Klinik 1
PENUNTUN PEMBELAJARAN TEKNIK SANITASI TANGAN DENGAN
MENGGUNAKAN CAIRAN ANTISEPTIK TANPA AIR

PENUNTUN PEMBELAJARAN TEKNIK SANITASI TANGAN DENGAN


MENGGUNAKAN CAIRAN ANTISEPTIK TANPA AIR
No. LANGKAH/KEGIATAN GAMBAR KASUS
Lakukan langkah ini jika tangan tidak terlihat kotor 1 2 3
1. Bubuhkan produk pembersih di telapak tangan
yang tertangkup, mencakup semua permukaan
telapak tangan.

2. Gosoklah telapak tangan dengan telapak tangan.

3. Gosoklah telapak tangan kanan dengan


punggung tangan kiri serta sela-sela jarinya.

Lakukan bergantian kedua tangan.

4. Gosoklah sela-sela jari pada kedua telapak


tangan.

5. Gosoklah kedua jari tangan yang berlawanan


dengan posisi jari-jari saling bertautan.

3
Pendidikan Keterampilan Klinik 1
6. Gosoklah ibu jari tangn kiri menggunakan
genggaman tangan kanan dengan gerakan
memutar.

Lakukan bergantian kedua tangan.

7. Gosok dengan gerakan memutar ke depan dan


ke belakang dengan menggunakan jari-jari
tangan kanan yang terkatup pada telapak
tangan kiri.

Lakukan bergantian kedua tangan.


8. Biarkan kering, tangan kini aman.

4
Pendidikan Keterampilan Klinik 1
PENUNTUN PEMBELAJARAN TEKNIK SANITASI TANGAN DENGAN MENCUCI
TANGAN MENGGUNAKAN SABUN DAN AIR

PENUNTUN PEMBELAJARAN TEKNIK SANITASI TANGAN DENGAN MENCUCI TANGAN


MENGGUNAKAN SABUN DAN AIR
No. LANGKAH/KEGIATAN GAMBAR KASUS
A. Cara memakai sarung tangan steril 1 2 3
0. Basahi tangan dengan air mengalir

1. Bubuhkan sabun secukupnya hingga mencakup


seluruh permukaan telapak tangan

2. Gosoklah telapak tangan dengan telapak tangan.

3. Gosoklah telapak tangan kanan dengan


punggung tangan kiri serta sela-sela jarinya.

Lakukan bergantian kedua tangan.


4. Gosoklah sela-sela jari pada kedua telapak
tangan.

5. Gosoklah kedua jari tangan yang berlawanan


dengan posisi jari-jari saling bertautan.

6. Gosoklah ibu jari tangn kiri menggunakan


genggaman tangan kanan dengan gerakan
memutar.

Lakukan bergantian kedua tangan.

5
Pendidikan Keterampilan Klinik 1
7. Gosok dengan gerakan memutar ke depan dan
ke belakang dengan menggunakan jari-jari
tangan kanan yang terkatup pada telapak tangan
kiri.

Lakukan bergantian kedua tangan.


8. Bersihkan tangan dengan air mengalir.

9. Keringkan tangan dengan menggunakan handuk


sekali pakai.

10. Matikan keran air tanpa menyentuh


dengan tangan atau gunakan handuk

11. Tangan kini telah aman

Sumber: WHO Guidelines on Hand Hygiene in Health Care, 2009

6
Pendidikan Keterampilan Klinik 1
KETERAMPILAN MENGGUNAKAN SARUNG TANGAN

PENDAHULUAN
Sejak merebaknya HIV dan epidemi AIDS, sarung tangan telah digunakan oleh para pekerja
layanan kesehatan untuk menangani pasien yang terkolonisasi atau terinfeksi dengan patogen tertentu
atau terpapar dengan pasien hepatitis B. Sejak tahun 1987, terjadi peningkatan dramatis dalam
penggunaan sarung tangan sebagai usaha untuk menceah transmisi HIV dan patogen yang dapat
menyebar melalui darah dari pasien ke pekerja layanan kesehatan.
Sarung tangan medis digunakan oleh pekerja layanan kesehatan utamanya oleh karena dua alasan
yaitu 1) untuk mengurangi resiko kontaminasi tangan pekerja layanan kesehatan terhadap darah atau
cairan tubuh lain dan 2) untuk mengurangi resiko penyebaran kuman ke lingkungan serta transmisi dari
penyedia layanan kesehatan ke pasien dan sebaliknya, juga dari satu pasien ke pasien lain. Sarung tangan
medis sekali pakai, baik steril maupun non-steril biasanya terbuat dari senyawa alam karet lateks atau
senyawa sintetik non-lateks seperti vinil, nitril atau neoprene. Sarung tangan steril dibutuhkan untuk
tindakan intervensional, namun beberapa tindakan non-intervensional juga membutuhkan pemakaian
sarung tangan steril.
Cara penggunaan sarung tangan yang benar harus diperhatikan oleh semua pekerja layanan
kesehatan, karena peningkatan resiko transmisi patogen dan infeksi sangat berkaitan dengan metode
penggunaan sarung tangan medis yang tidak tepat. Penggunaan sarung tangan tidak mengubah indikasi
sanitasi tangan atau menggantikan pentingnya sanitasi tangan baik dengan mencuci tangan maupun
penggunaan cairan antiseptik.

TUJUAN PEMBELAJARAN
Mahasiswa memahami alasan, indikasi dan cara-cara penggunaan sarung tangan medis

TARGET PEMBELAJARAN
Mahasiswa memahami cara-cara penggunaan sarung tangan, baik cara memakai maupun melepaskan
sarung tangan medis baik steril maupun non-steril

INDIKASI PENGGUNAAN SARUNG TANGAN


1. Indikasi Memakai Sarung Tangan
a. Sebelum kondisi steril.
b. Antisipasi kontak dengan darah atau cairan tubuh lain, baik dalam kondisi steril maupun
tidak, mencakup kontak pada membran mukosa dan kulit terbuka.
c. Kontak dengan pasien (dan área sekelilingnya) selama tindakan pencegahan kontak
2. Indikasi Melepas Sarung Tangan
a. Segera setelah sarung tangan rusak (dicurigai adanya sobekan sekecil apapun)

7
Pendidikan Keterampilan Klinik 1
b. Setelah selesai kontak dengan darah, cairan tubuh, kulit terbuka dan membran mukosa.
c. Setelah selesai kontak dengan pasien dan/atau sekelilingnya, atau bagian tubuh yang
terkontaminasi pada pasien.
d. Jika ada indikasi untuk sanitasi tangan.
3. Indikasi Penggunaan Sarung Tangan Steril
a. Semua prosedur bedah dan yang membutuhkan kondisi steril
b. Persalinan vaginal
c. Tindakan radiologi invasif
d. Melakukan pemasangan akses dan prosedur vaskular (jalur central)
e. Menyiapkan nutrisi parenteral total dan obat-obatan kemoterapi
4. Indikasi Penggunaan Sarung Tangan Non-steril
Adanya potensi sentuhan dengan darah, cairan tubuh, sekret dan ekskret dan benda-
benda yang terlihat terkontaminasi oleh cairan tubuh.
Paparan Pasien Langsung: kontak dengan darah, cairan tubuh, membran mukosa dan kulit
terbuka; potensi organisme infeksius dan berbahaya; situasi epidemi atau gawat darurat;
memasang dan melepas saluran intravena; menarik darah; pemeriksaan pelvis dan vaginal;
penyedotan sistem terbuka saluran endotrakeal.
Paparan Pasien Tidak Langsung: mengosongkan bak muntah; menangani atau mencuci alat-alat
medis, menangani sampah medis; membersihkan tumpahan cairan tubuh.
5. Kondisi-kondisi dibawah ini tidak diindikasikan penggunaan sarung tangan medis, kecuali
adanya tindakan pencegahan kontak :
Tidak ada potensi paparan dengan darah, cairan tubuh atau lingkungan terkontaminasi
Paparan Pasien Langsung: mengukur tanda-tanda vital; melakukan penyuntikan subkutan dan
intramuskular; memandikan dan memakaikan pakaian pasien; memindahkan pasien; perawatan
mata dan telinga (tanpa sekret); semua tindakan memperbaiki jalur vaskular tanpa adanya
kebocoran darah.
Paparan Pasien Tidak Langsung: menggunakan telepon; menulis di status pasien memberikan
obat oral; menyentuh nampan makan pasien; mengganti linen pasien; memasang peralatan
ventilasi non-invasif dan kanula oksigen; memindahkan perabotan pasien.

Sarung tangan harus dipakai sesuai dengan STANDAR dan KONTAK PENCEGAHAN. Sanitasi
tangan harus dilakukan pada saat yang tepat terlepas adanya indikasi untuk penggunaan sarung tangan.

8
Pendidikan Keterampilan Klinik 1
PENUNTUN PEMBELAJARAN TEKNIK PENGGUNAAN
SARUNG TANGAN NON-STERIL

PENUNTUN PEMBELAJARAN TEKNIK PENGGUNAAN


SARUNG TANGAN NON-STERIL
No. LANGKAH/KEGIATAN GAMBAR KASUS
A. Cara memakai sarung tangan non-steril 1 2 3
1. Jika indikasi sanitasi tangan ada sebelum kontak yang membutuhkan
penggunaan sarung tangan, lakukanlah sanitasi tangan dengan sabun atau cairan
pembersih
2. Keluarkan sarung tangan dari kotaknya

3. Sentuh sedikit saja area sarung tangan pada


daerah pergelangan (pada ujung atas manset)

4. Pasanglah sarung tangan pertama

5. Ambil sarung tangan kedua dengan tangan yang


belum memakai sarung tangan, sentuh sedikit
saja area sarung tangan pada daerah pergelangan
(pada ujung atas manset)

6. Untuk menghindari tersentuhnya kulit lengan


bawah oleh tangan yang telah terpasang sarung
tangan, lipatlah permukaan luar sarung tangan
yang akan dipakai, menggunakan lipatan jari
tangan yang telah menggunakan sarung tangan,
lalu kenakan sarung tangan pada tangan kedua

9
Pendidikan Keterampilan Klinik 1
7. Setelah sarung tangan terpasang, hindari
bersentuhan dengan selain apa yang
diindikasikan atau kondisi yang membutuhkan
penggunaan sarung tangan

B. Cara Melepaskan Sarung Tangan Non-Steril 1 2 3


8. Cubitlah sarung tangan pada daerah pergelangan
tanpa menyentuh lengan atas, lalu bukalah
sarung tangan hingga membalik bagian luar dan
dalam sarung tangan

9. Pegang sarung tangan yang telah dilepas dengan


tangan yang masih memakai sarung tangan.
Selipkan tangan yang sudah tidak memakai
sarung tangan diantara lengan bawah dan sarung
tangan, lalu lepaskan sarung tangan kedua
sampai posisi melipat menutupi sarung tangan
pertama.
10. Buanglah sarung tangan ke tempat sampah
medis.

11. Lakukan sanitasi tangan dengan sabun atau cairan pembersih

10
Pendidikan Keterampilan Klinik 1
PENUNTUN PEMBELAJARAN TEKNIK PENGGUNAAN
SARUNG TANGAN STERIL

PENUNTUN PEMBELAJARAN TEKNIK PENGGUNAAN


SARUNG TANGAN STERIL
No. LANGKAH/KEGIATAN GAMBAR KASUS
A. Cara memakai sarung tangan steril 1 2 3
1. Lakukanlah sanitasi tangan dengan sabun atau cairan pembersih
2. Pastikan integritas kemasan. Buka kemasan luar
non-steril tanpa menyentuh kemasan steril di
dalamnya

3. Letakkan kemasan dalam yang steril pada


permukaan rata yang bersih dan kering, tanpa
menyentuh permukaan kemasan steril. Bukalah
kemasan dengan menyentuh ujung kemasan lalu
lipat hingga menghadap ke bawah, dan biarkan
kemasan terbuka.
4. Dengan menggunakan ibu jari dan jari telunjuk
salah satu tangan, pegang sarung tangan pada
bagian ujung yang terlipat

5. Masukkan tangan lain ke dalam sarung tangan


dengan satu gerakan tunggal, biarkan lipatan
sarung tangan pada daerah pergelangan tangan

11
Pendidikan Keterampilan Klinik 1
6. Ambil sarung tangan kedua dengan cara
menyelipkan jari-jari tangan yang telah
menggunakan sarung tangan ke dalam lipatan
manset sarung tangan kedua.

7.

8. Dengan satu gerakan tunggal, masukkan tangan


yang belum memakai sarung tangan ke sarung
tangan kedua dengan menghindari kontak /
sentuhan antara tangan yang telah memakai
sarung tangan dengan area selain sarung tangan
yang akan dipakai (adanya kontak menyebabkan
9. kurangnya asepsis dan membutuhkan
penggantian sarung tangan).

10.

11. Jika dibutuhkan, setelah kedua sarung tangan


terpasang, perbaiki letak sarung tangan pada jari-
jari hingga sarung tangan terpasang dengan
nyaman

12
Pendidikan Keterampilan Klinik 1
12. Bukalah lipatan pada manset dengan
menyelipkan jari-jari tangan lain di bawah
lipatan, hindari kontak atau sentuhan dengan
permukaan selain permukaan luar sarung tangan
(adanya kontak menyebabkan kurangnya asepsis
dan membutuhkan penggantian sarung tangan).
13.
Lakukan pada kedua sarung tangan.

14. Tangan yang telah memakai sarung tangan


hanya boleh menyentuh area dan alat-alat yang
telah disterilkan serta area tubuh pasien yang
telah didisinfeksi

B. Cara Melepaskan Sarung Tangan Steril 1 2 3

15. Lepaslah sarung tangan pertama dengan


menggunakan tangan lainnya. Buka dengan
cara melipat bagian dalam ke luar sampai
daerah sendi jari kedua (jangan melepas seluruh
sarung tangan)

16.

17.

13
Pendidikan Keterampilan Klinik 1
18. Lepaskan sarung tangan kedua dengan melipat
bagian terluarnya menggunakan tangan yang
telah terlepas sebagian sarung tangannya

19. Lepaslah sarung tangan dengan melipat bagian


dalam keluar hingga sarung tangan terbuka
seluruhnya. Pastikan tangan hanya bersentuhan
dengan bagian dalam sarung tangan

20. Buang sarung tangan pada tempat sampah


medis

21. Lakukan sanitasi tangan dengan sabun atau cairan pembersih

Sumber: WHO Guidelines on Hand Hygiene in Health Care, 2009

14
Pendidikan Keterampilan Klinik 1
Buku Panduan
Pendidikan Keterampilan Klinik 1

Keterampilan Pemeriksaan
Tanda-tanda Vital

Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin
2020
1. PEMERIKSAAN VITAL SIGN

DASAR TEORI

Vital sign atau tanda-tanda vital adalah ukuran statistik berbagai fisiologis yang digunakan untuk
membantu menentukan status kesehatan seseorang, terutama pada pasien yang secara medis
tidak stabil atau memiliki faktor-faktor resiko komplikasi kardiopulmonal dan untuk menilai
respon terhadap intervensi. Tanda vital juga berguna untuk menentukan dosis yang adekuat bagi
tindakan fisioterapi, khususnya exercise.

Vital sign terdiri atas


a. Tekanan darah
Tekanan yang di alami darah pada pembuluh arteri ketika darah di pompa oleh jantung
ke seluruh anggota tubuh. Pengukuran tekanan darah dapat di ukurmelalui nilai
sistolik dan diastolik. Tekanan darah dapat diukur dengan alat sphygmomanometer
dan stestoskop untuk mendengar denyut nadi.
Interpretasi hasil pengukuran tekanan darah pada usia ≥ 18 tahun : berdasarkan Joint
National Committee VII adalah sebagai berikut :

Klasifikasi TDS* TDD*


Tekanan Darah mmHg mmHg

Normal < 120 < 80


Pre-Hipertensi 120-139 80-89
Hipertensi 140-159 90-99
Stage 1
Hipertensi >160 >100
Stage 2
TDS : Tekanan Darah Sistolik
TDD : Tekanan Darah Diastolik

b. Denyut nadi
Frekunsi denyut nadi manusia bervariasi,tergantung dari banyak faktor yang
mempengaruhinya, pada saat aktivitas normal:
1) Normal: 60-100 x/mnt
2) Bradikardi: < 60x/mnt
3) Takhikardi: > 100x/mnt
Pengukuran denyut nadi dapat dilakukan pada:
1) Arteri Radialis. Terletak sepanjang tulang radialis, lebih mudah teraba di atas
pergelangan tangan pada sisi ibu jari. Relatif mudah dan sering dipakai secara
rutin.
2) Arteri Brachialis. Terlertak di dalam otot biceps dari lengan atau medial di lipatan
siku. Digunakan untuk mengukur tekanan udara.
3) Arteri Karotis. Terletak di leher di bawah lobus telinga, di mana terdapat arteri
karotid berjalan di antara trakea dan otot sternokleidomastoideus.

c. Suhu tubuh
Temperatur (suhu) merupakan besaran pokok yang mengukur derajat panas suatu
benda/makhluk hidup.
Suhu tubuh dihasilkan dari:
1) Laju metabolisme basal diseluruh tubuh
2) Aktifitas otot
3) Metabolisme tambahan karena pengaruh hormon
Tindakan dalam pemeriksaan suhu tubuh alat yang digunakan adalah termometer.
Jenis2 termometer yang biasa dipakai untuk mengukur suhu tubuh adalah termometer
air raksa dan digital.
Metode mengukur suhu tubuh:
1) Oral. Termometer diletakkan dibawah lidah tiga sampai lima menit. Tidak
dianjurkan pada bayi
2) Axilla. Metode yang paling sering di lakukan . Dilakukan 5-10 menit dengan
menggunakan termometer raksa. Suhu aksila lebih rendah 0.6° C (1°F) dari pada
oral
3) Rectal. Suhu rektal biasanya berkisar 0.4°C (0.7°F) lebih tinggi dari suhu oral
d. Pernapasan
Frekuensi proses inspirasi dan ekspirasi dalam satuan waktu/menit.
Faktor yang mempengaruhi Respiratory Rate:
1) Usia
2) Jenis kelamin
3) Suhu Tubuh
4) Posisi tubu
5) Aktivitas

Interpretasi
a. Takhipnea :Bila pada dewasa pernapasan lebih dari 24 x/menit
b. Bradipnea : Bila kurang dari 10 x/menit disebut
c. Apnea : Bila tidak bernapas .
TUJUAN PEMBELAJARAN:

Tujuan Instruksional Umum:


Mahasiswa mampu melakukan dan menjelaskan berbagai pemeriksaan vital sign serta
menginterpretasikan hasil pemeriksaan

Tujuan Instruksional Khusus:


1. Mahasiswa mampu mempersiapkan alat dan pasien untuk pemeriksaan tekanan darah,
denyut nadi, suhu badan, dan frekuensi pernafasan
2. Mahasiswa mampu memberikan instruksi dan melakukan pemeriksaan tekanan darah,
denyut nadi, suhu badan, dan frekuensi pernafasan dengan langkah-langkah yang benar

STRATEGI PEMBELAJARAN

1. Demonstrasi sesuai dengan daftar panduan belajar


2. Ceramah
3. Partisipasi aktif dalam skill lab (simulasi)
4. Evaluasi melalui check list/daftar tilik dengan sistim skor

PRASYARAT:
1. Pengetahuan Dasar
a. Anatomi dasar
b. Fisiologi dasar
2. Praktikum dan skill yang terkait dengan pemeriksaan vital sign
a. Komunikasi
b. Informed consent

MEDIA DAN ALAT BANTU PEMBELAJARAN

1. Dafatar panduan CSL


2. Status penderita, pena, Stopwatch
3. Stetoskop, tensimeter, termometer
4. Audio-visual
DESKRIPSI KEGIATAN
Kegiatan Waktu Deskripsi
1. Pengantar 5 menit Pengantar
2. Bermain peran tanya 30 menit 1. Mengatur posisi duduk mahasiswa
jawab 2. Instruktur memberikan contoh bagaimana cara
melakukan pemeriksaan tanda vital dalam hal
ini pemeriksaan tekanan darah, nadi,
pernapasan dan suhu. Satu orang sebagai
pemeriksa dan satu sebagai pasien. Mahasiswa
menyimak dan mengamati.
3. Memberikan kesempatan kepada mahasiswa
untuk bertanya dan instruktur memberikan
penjelasan tentang aspek-aspek yang penting.
4. Mahasiswa dapat menanyakan hal-hal yang
belum dimengerti dan instruktur
menanggapinya.
3. Praktek bermain 100 menit 1. Mahasiswa dibagi berpasangan-pasangan
peran dengan umpan 2. Setiap pasangan berpraktek, satu orang sebagai
balik pemeriksa dan satu orang sebagai pasien
3. Instruktur berkeliling diantara mahasiswa dan
melakukan supervisi menggunakan check list
4. Setiap mahasiswa paling sedikit berlatih satu kali.
4. Curah pendapat/ 15 menit 1. Curah pendapat/diskusi: apa yang dirasa mudah ,
diskusi apa yang sulit. Menanyakan bagaimana
perasaan mahasiswa yang berperan sebagai
pasien. Apa yang dapat dilakukan oleh
pemeriksa agar pasien merasa lebih nyaman
2. Instruktur menyimpulkan dengan menjawab
pertanyaan terakhir dan memperjelas hal-hal
yang masih belum dimengerti.
Total waktu 150 menit
PENUNTUN PRAKTEK PEMERIKSAAN VITAL SIGN

NO LANGKAH / PROSEDUR PEMERIKSAAN

A. PENGUKURAN TEKANAN DARAH

1. Pemeriksa berada di sebelah pasien.

2. Memberi penjelasan mengenai pemeriksaan tekanan darah

3. Menempatkan penderita dalam keadaan duduk/berbaring dengan lengan rileks,


sedikit menekuk pada siku dan bebas dari tekanan oleh pakaian

4. Menempatkan tensimeter dengan membuka aliran air raksa, mengecek saluran


pipa dan meletakkan meteran secara vertikal

5. Mempersiapkan stetoskop dengan corong bel yang terbuka

6. Memasang manset sedemikian rupa sehingga melingkari lengan atas secara rapi
dan tidak terlalu ketat, 2 cm di atas fossa cubiti dan bagian balon karet yg menekan
tepat diatas arteri brachialis serta sejajar dengan jantung

7. Memastikan pipa karet tidak terlipat atau terjepit manset.

8. Meraba pulsasi a. brachialis di fossa cubiti sebelah medial

Menutup katup pengontrol pada pompa manset

9. Dengan tiga jari meraba pulsasi a. Brachialis pompa manset dengan cepat sampai
30 mmHg di atas hilangnya pulsasi

Menurunkan tekanan manset perlahan-lahan sampai pulsasi arteri teraba kembali.


Melaporkan hasil sebagai tekanan sistolik palpatoir.

10. Mengambil stetoskop dan memasang corong bel pada tempat perabaan pulsasi

11. Memompa kembali manset sampai 30 mmHg di atas tekanan sistolik palpatoir

112. Mendengarkan melalui stetoskop, sambil menurunkan perlahan-lahan (3 mmHg


per detik). Melaporkan saat mana mendengar bising pertama sebagai tekanan
sistolik.

13. Melanjutkan penurunan tekanan manset sampai suara bising yang terakhir
sehingga setelah itu tidak terdengar bising lagi sebagai tekanan darah diastolik
14. Apabila ingin diulang tunggu minimal 30 detik

15. Melepas manset dan merapikannya.

16. Dapat melaporkan hasil tekanan sistolik dan diastolik

ILUSTRASI GAMBAR

B. PEMERIKSAAN NADI

1. Meletakkan lengan yang akan diperiksa dalam keadaan rileks

2. Menggunakan jari telunjuk dan jari tengah untuk meraba a. Radialis

3. Menghitung frekuensi denyut nadi minimal 15 detik

4. Melaporkan hasil frekuensi nadi dalam satu


Menit
ILUSTRASI GAMBAR

C. PEMERIKSAAN SUHU BADAN

AXILLA

Membersihkan dengan tissue atau cucilah dalam air dingin bila disimpan dalam
1.
desinfektan serta bersihkan dengan lap bersih

Memegang ujung termometer yang tumpul dengan ibu jari dan jari kedua, turunkan
2
tingkat air raksa sampai angka 35 derajat celsius

Membuka lengan pasien dan membersihkan keringat pasien dengan handuk yang
3
kering/ tissue

Menempatkan ujung termometer yang berisi air raksa pada apex fossa aksillaris kiri
4 dengan sendi bahu adduksi maksimal lalu menurunkan lengan dan silangkan lengan
bawah pasien ke atas dada, sedangkan pada anak, pegang tangannya dengan lembut.

5. Menunggu sampai 3 – 5 menit, kemudian dilakukan pembacaan

Mengangkat termometer dan bersihkan dengan soft tissue/ lap bersih dengan gerak
6
rotasi.

7 Menurunkan tingkat air raksa ≤ 0°C.

Mencuci tangan dan menginformasikan ke pasien dan catat hasil pemeriksaan pada
8
buku.
ILUSTRASI GAMBAR

D. PEMERIKSAAN PERNAFASAN

1. Meminta penderita melepas baju (duduk atau berbaring)

Melakukan inspeksi atau melakukan palpasi dengan kedua tangan pada


2. punggung/dada untuk menghitung gerakan pernafasan selama 1 menit. Gerakan naik
(inhalasi) dan turun (ekhalasi) dihitung 1 frekuensi napas

3. Melaporkan hasil frekuensi nafas per menit


Buku Panduan
Pendidikan Keterampilan Klinik 1

Keterampilan Menyuntik
Rini Rachmawarni Bachtiar
Baedah Madjid

Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin
2020
KETERAMPILAN MENYIAPKAN OBAT SUNTIKAN
DARI AMPUL DAN VIAL

PENGERTIAN
Ampul adalah wadah gelas bening dengan bagian leher menyempit. Wadah ini berisi obat dosis
tunggal dalam bentuk cair. Untuk mengunakan obat daari wadah ampul ini, harus mematahkan leher
ampul.
Vial adalah wadah dosis tunggal atau multi dosis dengan penutup karet di atasnya. Cap logam
melindungi penutup steril sampai vial siap digunakan. Vial berisi medikasi dalam bentuk cair dan atau
kering. Vial merupakan sistem tertutup dan harus menyuntikkan udara ke dalam vial untuk memudahkan
mengambil cairan di dalamnya.

TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah melakukan latihan keterampilan ini, mahasiswa diharapkan sudah dapat menyiapkan obat
suntikan dari ampul dan vial.

TARGET PEMBELAJARAN
Setelah melakukan latihan keterampilan ini, mahasiswa diharapkan sudah dapat:
- Menyiapkan alat-alat yang dibutuhkan untuk persiapan obat suntikan dari ampul dan vial.
- Melakukan prosedur persiapan obat suntikan dari ampul,
- Melakukan prosedur persiapan obat suntikan dari vial.

MEDIA DAN ALAT BANTU PEMBELAJARAN


1. Daftar panduan belajar untuk mempersiapkan obat suntikan dari ampul dan vial
2. Bak steril yang dialasi kasa
3. Spoit 1 cc , 3cc, 5cc dan 10 cc, beserta jarumnya
4. Selembar kain kasa & kikir ampul.
5. Kapas alkohol
6. Tempat sampah tajam dan tempat sampah non-medis.

METODE PEMBELAJARAN
1. Demonstrasi sesuai dengan daftar panduan belajar.
2. Ceramah.
3. Diskusi
4. Partisipasi aktif dalam skill lab (simulasi)
5. Evaluasi melalui check list/daftar tilik dengan sistim skor

1
Pendidikan Keterampilan Klinik 1
PENUNTUN BELAJAR
KETRAMPILAN MENYIAPKAN OBAT SUNTIKAN DARI AMPUL DAN VIAL
(digunakan oleh Mahasiswa)

Beri nilai untuk setiap langkah klinik dengan menggunakan kriteria sebagai berikut:
1. Perlu perbaikan: langkah-langkah tidak dilakukan dengan benar dan atau tidak sesuai
urutannya, atau ada langkah yang tidak dilakukan.
2. Mampu: Langkah-langkah dilakukan dengan benar dan sesuai dengan urutannya, tetapi
tidak efisisen
3. Mahir: Langkah-langkah dilakukan dengan benar, sesuai dengan urutan daan efisien.
TS Tidak Sesuai: Langkah tidak perlu dilakukan karena tidak sesuai dengan keadaan.

NO LANGKAH KLINIK KASUS


MELAKUKAN PERSIAPAN 1 2 3
1. Lakukanlah persiapkan alat-alat yang akan digunakan
2. Lakukanlah cuci tangan
MENYIAPKAN OBAT SUNTIK DARI AMPUL 1 2 3
Campurlah cairan obat dalam ampul dengan cara menyentil bagian atas
3.
ampul dengan perlahan dan cepat dengan ujung salah satu jari.
Letakkanlah bantalan kasa kecil atau kapas alkohol mengelilingi leher
4.
ampul.
Patahkankanlah leher ampul ke arah menjauhi tangan. Jika leher ampul
5. tidak patah, gunakan metal file untuk mengikir salah satu sisi leher.
Jadikan marker sebagai acuan untuk mematahkan ampul
6. Balikah ampul, pegang dengan posisi menjorok atau tegak.
Masukkanlah jarum spoeit ke dalam lubang ampul, ujung jarum jangan
7.
menyentuh pinggiran bukaan ampul.
Isaplah cairan obat pelan-pelan ke dalam spoeit dengan menarik
8.
pengisap ke belakang.
Pertahankanlah ujung jarum di bawah permukaan cairan, yang
9.
memungkinkan semua cairan masuk ke dalam spoeit.
Catatan : Jika terisap gelembung udara, jangan mendorong udara ke
dalam ampul.
Untuk mengeluarkan gelembung udara : Pegang spoeit dengan jarum
mengarah ke atas, sentil bagian barrel, tarik bagian pengisap sedikit,
dorong ke atas untuk mengeluarkan udara, dengan posisi jarum diluar
ampul.

2
Pendidikan Keterampilan Klinik 1
MENYIAPKAN OBAT SUNTIK DARI VIAL 1 2 3
1. Lepaskanlah penutup logam untuk memajan penutup karetnya.
2. Usaplah permukaan penutup karet dengan alkohol 70%
Lepaskanlah penutup jarum, lalu tariklah pengisap pelan-pelan ke
3. belakang untuk mengumpulkan sejumlah udara yang sama dengan volume
medikasi yang akan diaspirasikan.
Tusukkanlah ujung jarum, dengan bevel jarum mengarah ke atas,
4. menembus bagian tengah penutup karet. Keluarkanlah udara ke dalam vial
(jangan biarkan pengisap kembali ke atas)
Baliklah vial sambil tetap memegang vial dengan kuat pada spoeit dan
pengisap (pegang vial antara ibu jari dan jari tengah pada tangan yang
5.
dominan, meraih bagian ujung barrel dengan pengisap dengan ibu jari
dan jari telunjuk dari tangan yang dominan)
Pertahankanlah bagian ujung jarum di bawah ketinggian cairan, agar
6. tekanan udara bisa secara bertahap mengisi spoeit dengan cairan obat,
tarik kembali pengisap jika perlu.
Sentillah bagian barrel dengan hati-hati untuk melepaskan semua
7.
gelembung udara yang terdapat di atas spoeit ke dalam vial.
Setelah dosis terpenuhi/sesuai, tariklah jarum dari dalam vial dengan
8.
menarik ke belakang barrel spoeit.
9. Keluarkanlah kelebihan gelembung udara.
10. Tutuplah jarum dengan penutupnya dengan metode satu tangan.
SETELAH PENGISIAN SELESAI 1 2 3
1. Letakkanlah spoeit yang sudah diisi pada satu bak yang dialasi kain kasa.
2. Lakukanlah cuci tangan rutin.

3
Pendidikan Keterampilan Klinik 1
KETERAMPILAN MENYUNTIK INTRAKUTAN

PENGERTIAN

Menyuntik obat adalah prosedur invasif yang mencakup memasukkan obat melalui jarum steril yang
dimasukkan ke dalam jaringan tubuh. Karakteristik jaringan mempengaruhi kecepatan penyerapan obat
dan awitan kerja obat,oleh karenanya sebelum menyuntik obat harus diketahui volume obat yang akan
diberikan, karakteristik obat dan letak/anatomi tempat yang akan disuntik.
Suntikan intra kutan adalah menyuntik obat ke dalam jaringan kulit. Tujuan suntikan intra kutan:
1. Mendapatkan reaksi setempat
2. Mendapatkan atau menambah kekebalan, misalnya suntikan BCG

TUJUAN

- Menyiapkan alat-alat yang dibutuhkan untuk melaksanakan suntikan intra kutan.


- Menentukan lokasi-lokasi penyuntikan intra kutan.
- Melakukan prosedur menyuntik intra kutan secara benar.

MEDIA DAN ALAT BANTU PEMBELAJARAN


1. Daftar panduan belajar untuk penyuntikan intra kutan.
2. Wadah untuk cuci tangan dan sabun/desinfektan
3. Bak steril yang dialasi kasa
4. Spoit 1 cc dan jarum no. 27G atau no. 30G berisi cairan suntikan.
5. Kapas alkohol
6. Wadah pembuangan

METODE PEMBELAJARAN
1. Demonstrasi sesuai dengan daftar panduan belajar.
2. Ceramah.
3. Diskusi
4. Partisipasi aktif dalam skill lab (simulasi)
5. Evaluasi melalui check list/daftar tilik dengan sistim skor

4
Pendidikan Keterampilan Klinik 1
PENUNTUN BELAJAR KETRAMPILAN MENYUNTIK INTRAKUTAN

NO LANGKAH KLINIK KASUS


1. Mempersiapkan alat-alat yang akan digunakan
2. Memberitahu dan menjelaskan pada pasien mengenai tindakan yang akan
dilakukan.
3. Mengatur posisi pasien.
4. Mencuci tangan
5. Menentukan tempat penyuntikkan :
- Lengan bawah : Bagian depan lengan bawah sepertiga dari lekukan siku
(2/3 dari pegelangan tangan). Tentukan pada kulit yang sehat dan bukan
pada pembuluh darah. Tempat ini untuk skin tes dan Mantoux test.
- Lengan atas : tiga jari di bawah sendi bahu, di tengah daerah muskulus
deltoideus. Tempat ini untuk suntikan BCG.
6. Membebaskan daerah yang akan disuntikkan dari pakaian.
7. Menghapushamakan kulit pasien dengan kapas alkohol, membuang kapas
ke dalam wadah pembuangan. Tunggu sampai kulit kering dari alkohol.
8. Menegangkan kulit pasien dengan tangan kiri.
9. Menusukkan jarum dengan lubang jarum mengarah ke atas.
10. Jarum dan permukaan kulit membentuk sudut 15o – 20o
11. Memasukkan/menyemprotkan cairan dari spoit sampai terjadi gelembung
pada kulit.
12. Menarik jarum dengan cepat, tidak dihapushamakan dengan kapas
alkohol dan tidak boleh dilakukan pengurutan (massage). Tutuplah
jarum dengan metode satu tangan
13. Merapikan pasien
14. Membawa alat-alat ke meja suntikan untuk dibereskan.
15. Mencuci tangan

5
Pendidikan Keterampilan Klinik 1
KETERAMPILAN MENYUNTIK SUBKUTAN

PENGERTIAN
Menyuntik obat adalah prosedur invasif yang mencakup memasukkan obat melalui jarum steril
yang dimasukkan ke dalam jaringan tubuh. Karakteristik jaringan mempengaruhi kecepatan penyerapan
obat dan awitan kerja obat,oleh karenanya sebelum menyuntik obat harus diketahui volume obat yang
akan diberikan, karakteristik obat dan letak/anatomi tempat yang akan disuntik.
Untuk suntikan subkutan, medikasi dimasukkan ke dalam jaringan ikat jarang di bawah dermis.
Jaringan subkutan tidak mempunyai banyak pembuluh darah maka absorpsi obat agak sedikit lambat
dibandingkan suntikkan intramuskuler. Jaringan subkutan mengandung reseptor nyeri, jadi hanya obat
dalam dosis kecil yang larut dalam air, yang tidak mengiritasi yang dapat diberikan melalui cara ini.

Indikasi
Tujuan suntikan subkutan: Memasukkan cairan medikasi ke jaringan di bawah kulit. Jenis obat
yang sesuai adalah dosis kecil, larut dalam air dan tidak mengiritasi.

Tujuan pembelajaran
Tujuan instruksional umum
Setelah melakukan latihan menyuntik subkutan diharapkan mahasiswa:
- Mampu menyuntik subkutan sesuai dengan prosedur yang benar.

Tujuan instruksional khusus


Setelah melakukan latihan menyuntik subkutan diharapkan mahasiswa mampu:
- Menyiapkan alat-alat yang dibutuhkan untuk melaksanakan suntikan subkutan.
- Menentukan lokasi-lokasi penyuntikan subkutan.
- Melakukan prosedur menyuntik subkutan secara benar.

Media dan alat bantu pembelajaran


1. Daftar panduan belajar untuk penyuntikan subkutan.
2. Wadah untuk cuci tangan dan sabun/desinfektan
3. Bak steril yang dialasi kasa
4. Spoit 1 cc atau 3 cc beserta jarumnya, berisi cairan suntikan
5. Kapas alkohol/antiseptik
6. Wadah pembuangan

Metode pembelajaran
1. Demonstrasi sesuai dengan daftar panduan belajar.
2. Ceramah.
3. Diskusi
4. Partisipasi aktif dalam skill lab (simulasi)
5. Evaluasi melalui check list/daftar tilik dengan sistim skor

6
Pendidikan Keterampilan Klinik 1
PENUNTUN BELAJAR KETRAMPILAN MENYUNTIK SUBKUTAN

NO LANGKAH KLINIK KASUS


1. Mempersiapkan alat-alat yang akan digunakan
2. Mengkaji allergi dari skin test
3. Memberitahu dan menjelaskan pada pasien mengenai tindakan yang akan
dilakukan.
4. Mengatur posisi pasien.
5. Mencuci tangan
6. Menentukan tempat penyuntikkan :
- Lengan : pasien duduk atau berdiri
- Abdomen : pasien duduk atau berbaring
- Tungkai : pasien duduk di tempat tidur atau kursi.
6. Membebaskan daerah yang akan disuntikkan dari pakaian.
7. Menghapushamakan kulit pasien dengan kapas alkohol, membuang kapas
ke dalam wadah pembuangan. Tunggu sampai kulit kering dari alkohol.
8. Untuk pasien dengan ukuran sedang, meregangkan kedua sisi kulit tempat
suntikkan dengan kuat. ATAU mencubit kulit yang akan menjadi tempat
suntikkan
Untuk pasien obesitas: mencubit kulit tempat suntikkan dan menyuntikkan
di bawah lipatan kulit.
9. Menusukkan jarum dengan lubang jarum mengarah ke atas.
10. Menyuntikkan jarum pada sudut 450
11. Menyuntikkan cairan medikasi
12. Menarik jarum dengan cepat, meletakkan swab antiseptik tepat di bawah
suntikkan. Tutuplah jarum dengan metode satu tangan.
13. Merapikan pasien
14. Membawa alat-alat ke meja suntikan untuk dibereskan.
15. Mencuci tangan

7
Pendidikan Keterampilan Klinik 1
KETERAMPILAN MENYUNTIK INTRAMUSKULER

PENGERTIAN

Menyuntik obat adalah prosedur invasif yang mencakup memasukkan obat melalui jarum steril
yang dimasukkan ke dalam jaringan tubuh. Karakteristik jaringan mempengaruhi kecepatan penyerapan
obat dan awitan kerja obat,oleh karenanya sebelum menyuntik obat harus diketahui volume obat yang
akan diberikan, karakteristik obat dan letak/anatomi tempat yang akan disuntik.
Suntikan intra muskuler memberikan absorpsi obat lebih cepat karena vaskularitas otot. Bahaya
kerusakan jaringan menjadi lebih sedikit jika obat diberikan jauh ke dalam otot

TUJUAN
- Menyiapkan alat-alat yang dibutuhkan untuk melaksanakan suntikan intra muskuler.
- Menentukan lokasi-lokasi penyuntikan intra muskuler.
- Melakukan prosedur menyuntik intra muskuler secara benar.

Media dan alat bantu pembelajaran


1. Daftar panduan belajar untuk penyuntikan intra muskuler.
2. Wadah untuk cuci tangan dan sabun/desinfektan
3. Bak steril yang dialasi kasa
4. Spoit 1 cc - 10 cc dan jarumnya, berisi cairan suntikkan
5. Kapas alkohol
6. Wadah pembuangan

Metode pembelajaran
1. Demonstrasi sesuai dengan daftar panduan belajar.
2. Ceramah.
3. Diskusi
4. Partisipasi aktif dalam skill lab (simulasi)
5. Evaluasi melalui check list/daftar tilik dengan sistim skor

8
Pendidikan Keterampilan Klinik 1
PENUNTUN BELAJAR KETRAMPILAN MENYUNTIK INTRA MUSKULER

NO LANGKAH KLINIK KASUS


1. Mempersiapkan alat-alat yang akan digunakan
2. Memberitahu dan menjelaskan pada pasien mengenai tindakan yang akan
dilakukan.
3. Mengatur posisi pasien.
4. Mencuci tangan
5. Menentukan tempat penyuntikkan :
- Muskulus Gluteus Maximus (otot bokong) kanan dan kiri.
Tempat : 1/3 bagian dari Spina Iliaca Anterior Superior ke os
Coxygeus.
- Muskulus Quadriceps Femoris (otot paha bagian luar)
- Muskulus Deltoideus (otot pangkal lengan)
6. Membebaskan daerah yang akan disuntikkan dari pakaian.
7. Menghapushamakan kulit pasien dengan kapas alkohol, membuang kapas
ke dalam wadah pembuangan. Tunggu sampai kulit kering dari alkohol.
8. Menegangkan kulit pasien dengan tangan kiri pada daerah bokong, atau
mengangkat otot pada muskulus quadricep femoris/ muskulus deltoideus.
9. Menusukkan jarum ke dalam bokong tegak lurus dengan permukaan kulit
sedalam ¼ panjang jarum.
10. Menarik pengisap sedikit untuk memastikan ujung jarum tidak berada di
pembuluh darah dengan memeriksa apakah ada darah atau tidak, bila tidak
ada darah, semprotkan cairan obat perlahan-lahan sampai cairan obat
masuk seluruhnya
11. Menekan daerah penusukan jarum dengan kapas alkohol, jarum ditarik
keluar dengan cepat. Tutuplah jarum dengan metode satu tangan.
12. Tempat penyuntikan dimassage
13. Merapikan pasien dan alat-alat
14. Mencuci tangan

9
Pendidikan Keterampilan Klinik 1
KETERAMPILAN
MENYUNTIK INTRAVENA

PENGERTIAN

Teknik Penusukan vena secara transkutan dengan jarum tajam yang kaku (wing needle, abbocath, jarum yang
dilekat pada spoeit atau vakutainer) disebut punksi vena. Tujuan umum punksi vena salah satunya
untuk pemberian cairan obat intra-vena.

TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah selesai melakukan latihan keterampilan ini mahasiswa diharapkan sudah dapat melakukan
penyuntikan intra-vena.

TARGET PEMBELAJARAN
Setelah selesai melakukan latihan keterampilan ini mahasiswa diharapkan sudah dapat:
- menyiapkan alat-alat yang dibutuhkan untuk melaksanakan penyuntikan intravena
- menentukan lokasi-lokasi vena untuk penyuntikan
- menyuntik intra-vena dengan prosedur yang benar dan efisien.

MEDIA DAN ALAT BANTU PEMBELAJARAN


1. Daftar panduan belajar untuk penyuntikan intravena
2. tempat cuci tangan dengan air mengalir, sabun dan antiseptik untuk cuci tangan.
3. Spoeit 1cc-10cc beserta jarumnya, dengan obat di dalamnya.
4. Kapas
5. Alcohol 70%
6. Larutan Betadine
7. Sarung tangan
8. Plester dan gunting
9. Karet pembendung/turniket
10. Larutan khlorin 0,5%
11. Tempat sampah medis dan sampah tajam

METODE PEMBELAJARAN
1. Demonstrasi sesuai dengan daftar panduan belajar.
2. Ceramah.
3. Diskusi
4. Partisipasi aktif dalam skill lab (simulasi)
5. Evaluasi melalui check list/daftar tilik dengan sistim skor

10
Pendidikan Keterampilan Klinik 1
PENUNTUN BELAJAR
KETRAMPILAN MENYUNTIK INTRA-VENA
(digunakan oleh Mahasiswa)

KASUS
NO LANGKAH KLINIK
1 2 3
1. Lakukanlah persiapan alat-alat yang akan digunakan.
2. Jelaskanlah pada klain mengenai tindakan yang akan dilakukan,
cara, manfaat dan faktor keamanan dari tindakan tersebut.
3. Aturlah posisi pasien, lepaskan pakaian pada daerah yang akan
disuntik.
4. Lakukanlah cuci tangan rutin
5. Pasanglah pengalas pada di bawah siku dimana akan di adakan
penyuntikan intravena
6. Pasanglah bendungan pada lengan di bagioan atas dari lipatan siku
dimana akan diadakan penyuntikan.
7. Kenakan/pasanglah sarung tangan.
8. Lakukan disinfeksi area kulit yang akan ditusuk dengan kapas
alkohol, melingkar dari tempat tusukan ke luar dengan diameter
kira-kira 5 cm.
9. Buanglah kapas tersebut ke dalam tempat sampah medis.
10. Ulangi disinfeksi dengan cara yang sama tapi dengan larutan
bethadine.
11. Buanglah kapas tersebut ke dalam tempat sampah medis.
12. Rabalah dengan salah satu jari tangan untuk menentukan letak v.
Cubiti
13. Ambillah spoeit yang telah diisi dengan obat yang akan
disuntikkan dan cek ada tidaknya udara dalam spoeit.
14. Bukalah penutup jarum spoeit dan dengan lubang jarum
menghadap ke atas tusukkanlah jarum ke arah atas dan dengan
letak spoeit mendatar pada lengan bawah.
15. Lepaskanlah turniket
16. Tariklah pengisap sedikit ke belakang untuk melihat apakah jarum
sudah tepat masuk ke dalam vena.
17. Suntikkanlah isi spoeit ke dalam vena dengan mendorong pengisap
pelan-pelan ke depan tanpa mengubah posisi jarum.
18. Setelah semua obat sudah masuk ke vena, letakkanlah kapas steril
di atas jarum.
19. Tariklah spoeit ke arah belakang sampai jarum ke luar dari vena,
sambil menekankan kapas pada lubang di kulit untuk mencegah
perdarahan..
20. Bilaslah spoeit dengan khlorin 0,5%, tutuplah penutup jarum
dengan metode satu tangan, lalu lepaskan jarum dengan hati-hati
jangan sampai tertusuk.
21. Buanglah jarum ke tempat sampah tajam, dan spoeit ke tempat
sampah medis.
22. Lepaskanlah sarung tangan.
23. Lakukanlah cuci tangan asepsis

11
Pendidikan Keterampilan Klinik 1
KETERAMPILAN PEMBERIAN OBAT DENGAN BOLUS
INTRAVENA

PENGERTIAN

Menyuntik obat adalah prosedur invasif yang mencakup memasukkan obat melalui jarum steril
yang dimasukkan ke dalam jaringan tubuh. Pemberian larutan obat langsung ke dalam vena dengan
teknik bolus adalah metode dimana obat yang diberikan bekerja dengan cepat karena langsung masuk ke
dalam sirkulasi pasien. Efek samping yang serius dapat terjadi dalam beberapa detik. Obat diberikan
perintravena melalui infus Intravena (IV) yaang sudah ada atau langsung melalui vena.
Obat IV sering diberikan dengan bolus pada situasi kedaruratan ketika diperlukan kerja obat
yang cepat.

TUJUAN
- Menyiapkan alat-alat yang dibutuhkan untuk melaksanakan pemberian obat dengan bolus
Intravena.
- Menentukan lokasi pemberian obat dengan bolus Intravena
- Melakukan prosedur pemberian obat dengan bolus Intravena secara benar.

Media dan alat bantu pembelajaran


1. Daftar panduan belajar untuk penyuntikan Intravena.
2. Wadah untuk cuci tangan dan sabun/desinfektan
3. Bak steril yang dialasi kasa
4. Spoit 1 cc - 10 cc dan jarum steril berdiameter 21-25, berisi cairan suntikkan
5. Selang IV dengan port injeksi.
6. Kapas alkohol atau antiseptik
7. Wadah pembuangan

Metode pembelajaran
1. Demonstrasi sesuai dengan daftar panduan belajar.
2. Ceramah.
3. Diskusi
4. Partisipasi aktif dalam skill lab (simulasi)
5. Evaluasi melalui check list/daftar tilik dengan sistim skor

12
Pendidikan Keterampilan Klinik 1
PENUNTUN BELAJAR KETRAMPILAN PEMBERIAN OBAT DENGAN BOLUS
INTRAVENA

NO LANGKAH KLINIK KASUS


1. Mempersiapkan alat-alat yang akan digunakan
2. Memberitahu dan menjelaskan pada pasien mengenai tindakan yang akan
dilakukan.
3. Mencuci tangan
4. Memasang sarung tangan
5. Menyiapkan obat yang akan disuntikan

6. Menentukan tempat penyuntikkan yaitu port infus IV


7. Membersihkan port penyuntikan dengan kapas alkohol. Membuang kapas
ke dalam wadah pembuangan.
8. Menyuntikan jarum berdiameter kecil yang mengandung obat yang telah
disiapkan melalui bagian tengah port.
9. Menghambat aliran IV dengan menekuk selang tepat di atas port suntikan.
10. Menarik plunger dengan perlahan untuk mengaspirasi darah.
11. Setelah melihat darah, menyuntik obat dengan perlahan dalam beberapa
menit (biasanya tidak lebih dari 1 ml per menit)
12. Menarik spuit dan periksa kembali kecepatan infus.
13. Membereskan alat dan bahan.
14. Melepaskan sarung tangan
15. Mencuci tangan

13
Pendidikan Keterampilan Klinik 1
Buku Panduan
Pendidikan Keterampilan Klinik 1

Keterampilan Antropometri
Haerani Rasyid
Agussalim Buchari
A. Yasmin Syauki

Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin
2020
KETERAMPILAN PENENTUAN STATUS GIZI DENGAN PENGUKURAN
ANTROPOMETRI PADA ORANG DEWASA

Pendahuluan
Status gizi merupakan status kesehatan dari suatu individu yang dipengaruhi oleh asupan
makanan dan penggunaan nutrien di dalam tubuh. Status gizi dapat menjadi prediktor suatu outcome
penyakit dan juga dapat menjadi salah satu cara pencegahan dini suatu penyakit.
Salah satu metode dalam penentuan status gizi adalah pengukuran antropometri. Untuk orang
dewasa, penentuan status gizi undernutrisi atau overnutrisi dilakukan dengan menghitung indeks massa
tubuh (IMT). Indeks massa tubuh dapat diperoleh dari hasil pengukuran berat badan dan tinggi badan
pada orang dewasa.
Tujuan Instruksional Umum
Mahasiswa diharapkan mampu melakukan penentuan status gizi dengan pengukuran antropometrik pada
orang dewasa secara tepat dan benar.
Tujuan Instruksional Khusus
1. Mampu mengetahui alat-alat yang akan dipergunakan pada pengukuran.
2. Mampu melakukan persiapan alat dengan benar.
3. Mampu melakukan penjelasan tujuan dilakukannya pengukuran pada pasien orang dewasa.
4. Mampu melakukan pengukuran berat badan pada pada pasien orang dewasa.
5. Mampu melakukan pengukuran tinggi badan pada pada pasien orang dewasa.
6. Mampu melakukan penentuan status gizi pada pada pasien orang dewasa.

Media dan Alat Bantu Pembelajaran


1. Buku panduan belajar penentuan status gizi dengan pengukuran antropometri pada orang
dewasa.
2. Weighing scale SECA 703.
3. Mobile stadiometer SECA 213.
4. Lembar pemeriksaan status gizi orang dewasa.
5. Tabel klasifikasi status gizi berdasarkan IMT (WHO-Asia Pasifik, 2004).

Metode Pembelajaran
1. Demonstrasi sesuai dengan daftar panduan belajar.
2. Ceramah.
3. Diskusi
4. Partisipasi aktif dalam skill lab (simulasi)

9
Pendidikan Keterampilan Klinik 1
PENUNTUN BELAJAR PENENTUAN STATUS GIZI DENGAN PENGUKURAN
ANTROPOMETRI PADA ORANG DEWASA
(BERDASARKAN INDEKS MASSA TUBUH)

PENUNTUN PEMBELAJARAN KETERAMPILAN KLINIK PENENTUAN STATUS GIZI


DENGAN PENGUKURAN ANTROPOMETRI PADA ORANG DEWASA (BERDASARKAN
INDEKS MASSA TUBUH)
No Langkah/kegiatan Kasus
Medical consent
1. Sapalah pasien atau keluarganya dengan ramah dan
perkenalkan diri anda serta tanyakan keadaannya.
2. Berikan informasi umum kepada pasien atau keluarganya
tentang indikasi/tujuan dan cara penentuan status gizi
berdasarkan indeks massa tubuh (IMT) dengan cara
pengukuran berat badan dan tinggi badan.
3. Jelaskan tentang kemungkinan hasil penentuan status gizi
yang akan diperoleh
4. Lakukan cuci tangan rutin
Persiapan alat
Untuk pengukuran berat badan
5. Weighing scale SECA 703
- Cek kelayakan pakai (tidak ada kerusakan pada alat) serta
cek angka pada jendela baca memperlihatkan angka 0 dengan
menekan tombol on.
- Kalibrasi alat dengan meletakkan besi seberat 5 kg. Jika
jendela baca menunjuk ke angka 5, maka alat dapat
digunakan. Akan tetapi, jika jendela baca tidak menunjuk ke
angka 5, maka alat tidak dapat digunakan.
Untuk pengukuran tinggi badan
6. Stadiometer SECA 213
- Cek alat dengan tiang alat tegak lurus terhadap dinding
- Cek jendela baca dapat digeser naik ataupun turun serta
angka terlihat dengan jelas.
Persiapan pasien
Untuk pengukuran berat badan
7. - Pakai pakaian seminimal mungkin (jaket, kain sarung
dilepaskan) jika perlu mengganti baju dengan baju yang telah
disediakan untuk pengukuran.
- Buka alas kaki (sepatu atau sendal).
- Keluarkan benda-benda berat yang akan mempengaruhi
hasil pengukuran (kunci, telepon seluler, dompet, ikat
pinggang)
- Dilakukan sebelum pasien mendapatkan makanan utama
dan kandung kemih dalam keadaan kosong.
Untuk pengukuran tinggi badan
8. - Pakai pakaian seminimal mungkin sehingga postur tubuh
dapat terlihat dengan jelas (jaket atau kain sarung dilepaskan).
Jika perlu mengganti pakaian dengan pakaian yang telah
disediakan untuk pengukuran.
- Lepaskan alas kaki (sendal/sepatu) serta aksesoris kepala
(jepitan rambut, topi, ikat rambut, jilbab yang tebal sebaiknya
diganti dengan jilbab yang tipis).
Pelaksanaan penentuan status gizi
Pengukuran berat badan

10
Pendidikan Keterampilan Klinik 1
9. - Nyalakan weighing scale SECA 703 dengan menekan tombol
on (sebelah kiri atas) maka akan muncul angka 0.00 pada
jendela baca.
- Minta pasien tersebut naik ke alat ukur dalam posisi berdiri
tanpa dibantu oleh siapapun.
- Minta pasien berdiri menghadap lurus ke depan (kepala
tidak menunduk), berdiri tegak, rileks dan tenang.
- Bacalah angka yang muncul pada jendela baca alat.
- Catat angka tersebut pada lembar pemeriksaan status gizi
pasien orang dewasa untuk BB dengan ketelitian 0.1 kg.
- Minta pasien untuk turun setelah hasil pengukuran dicatat.
Pengukuran tinggi badan
10. - Minta pasien berdiri tegak dengan tangan dalam posisi
tergantung bebas di depan tubuh di depan tiang pengukur.
- Minta pasien memandang lurus ke depan sehingga
membentuk posisi kepala Frankfurt Plane (garis imaginasi dari
bagian inferior orbita horisontal terhadap meatus acusticus
eksterna bagian dalam).
- Minta pasien untuk menempelkan kepala bagian belakang,
bahu bagian belakang, bokong dan kedua tumit anak pada
tiang pengukur.
- Turunkan bagian alat yang dapat digeser hingga menyentuh
bagian atas kepala dan rambut pasien.
- Minta pasien inspirasi maksimum pada saat diukur untuk
meluruskan tulang belakang.
- Bacalah angka yang ditunjukkan oleh jendela baca.
Pencatatan dilakukan dengan ketelitian hingga 0.1 cm
Penentuan status gizi
11. Indeks massa tubuh (IMT)
- Hitung IMT pasien dengan menggunakan rumus :
IMT = BB (kg) /TB (m2).
-Ambil tabel klasifikasi status gizi pada orang dewasa
- Masukkan nilai IMT pasien ke tabel tersebut.
- Tentukan status gizi pasien (status gizi baik, gizi kurang, gizi
buruk) pada pasien tersebut.

11
Pendidikan Keterampilan Klinik 1
Buku Panduan
Pendidikan Keterampilan Klinik 1

Keterampilan Antropometri Pada Bayi dan Anak


Dr. dr. Aidah Juliaty A Baso, Sp.A(K), Sp.GK

Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin
2021
KETERAMPILAN PENENTUAN PERTUMBUHAN DAN STATUS GIZI
DENGAN PENGUKURAN ANTROPOMETRI PADA BAYI DAN ANAK

Pendahuluan
Perubahan pada dimensi tubuh mencerminkan keadaan kesehatan dan kesejahteraan secara umum
baik individu maupun populasi. Antropometri adalah pengukuran dimensi tubuh manusia dalam hal ini
dimensi tulang, otot dan jaringan lemak. Antropometri telah secara luas digunakan untuk mengukur status
nutrisi individu dan populasi, yang pada akhirrya dapat memprediksi individu atau kelompok mana yang
memerlukan intervensi nutrisi.
Pada masa 5 tahun pertama kehidupan, anak memiliki karakteristik pertumbuhan fisik serta
perkembangan sosial yang cepat. Di dalam klinik antropometri selain digunakan untuk menentukan status
nutrisi anak, dapat pula digunakan untuk memantau tumbuh kembang seorang anak. Pengukuran
antropometri minimal pada anak umumnya meliputi pengukuran berat badan, panjang atau tinggi badan ,
dan lingkar kepala (dari lahir sampai umur 3 tahun). Pengukuran ini dilakukan berulang secara berkala
untuk mengkaji pertumbuhan jangka pendek, jangka panjang, dan status nutrisi. Untuk anak –anak dengan
penyakit kronik, pengukuran lingkar lengan atas (LILA) dan tebal lipatan kulit (TLK) merupakan bagian
dari pengkajian untuk menentukan lemak tubuh dan simpanan protein.
Pungukuran antropometri dan komposisi tubuh yang akurat, sahih dan dapat dipercaya
memerlukan peralatan dan teknik yang sesuai. Pelatihan dan praktek dalam teknik pengukuran
antropometri sangat ditekankan. Semua pengukuran variabel pertumbuhan harus diulang tiga kali dan
diambil nilai reratanya. Kualitas data akan memengaruhi hasil pengkajian dokter untuk menegakkan
diagnosis anak yang diukur pertumbuhannya.
Tujuan Instruksional Umum
Mahasiswa diharapkan mampu melakukan penentuan status gizi dengan pengukuran antropometrik pada
anak usia 0-60 bulan secara tepat dan benar.
Tujuan Instruksional Khusus
1. Mampu mengetahui alat-alat yang akan dipergunakan pada pengukuran.
2. Mampu melakukan persiapan alat dengan benar.
3. Mampu melakukan penjelasan tujuan dilakukannya penentuan status gizi pada ibu bayi dan anak.
4. Mampu melakukan penimbangan berat badan pada bayi dan anak.
5. Mampu melakukan pengukuran panjang badan/tinggi badan pada bayi dan anak.
6. Mampu melakukan pengukuran lingkar lengan atas pada bayi dan anak.
7. Mampu melakukan penentuan status pertumbuhan pada bayi dan anak.
8. Mampu melakukan penentuan status gizi pada bayi dan anak.

Media dan Alat Bantu Pembelajaran


1. Buku panduan belajar penentuan status gizi dengan pengukuran antropometri pada bayi dan anak.
2. Timbangan digital untuk bayi dan anak atau timbangan dacin untuk bayi.
3. Frankfort horizontal plane atau stadiometer
4. Manekin bayi.
5. Lembar pemeriksaan status gizi bayi dan anak.
6. Kurva status gizi anak usia 0-5 tahun berdasarkan WHO.

Metode Pembelajaran
1. Demonstrasi sesuai dengan daftar panduan belajar.
2. Ceramah.
3. Diskusi
4. Partisipasi aktif dalam skill lab (simulasi)

1
Pendidikan Keterampilan Klinik 1
PENUNTUN BELAJAR PENENTUAN PERTUMBUHAN DAN STATUS GIZI DENGAN
PENGUKURAN ANTROPOMETRI PADA BAYI DAN ANAK

PENUNTUN PEMBELAJARAN KETERAMPILAN KLINIK PENENTUAN STATUS GIZI


DENGAN PENGUKURAN ANTROPOMETRI PADA ANAK USIA BAYI DAN ANAK
No Langkah/kegiatan Penilaian
Medical consent 1 2 3
1. Sapalah anak (pasien) dan keluarganya dengan ramah dan
perkenalkan diri anda serta tanyakan keadaannya.
2. Berikan informasi umum kepada anak (pasien) atau
keluarganya tentang indikasi/tujuan dan cara penentuan
status gizi pada anak usia 0-5 tahun dengan pengukuran
antropometri berupa berat badan dan panjang badan/tinggi
badan.
Tanyakan identitas anak (nama, tanggal lahir, alamat).
3. Jelaskan tentang kemungkinan hasil penentuan status gizi
yang akan diperoleh
Persiapan alat
4. Timbangan digital atau timbangan dacin
- Cek kelayakan pakai (tidak ada kerusakan pada alat) serta
mengembalikan ke angka 0.
- Anak berusia < 24 bulan atau belum dapat bekerjasama dan
berdiri tanpa dibantu, digunakan timbangan bayi
Papan pengukur panjang
- Cek kelayakan pakai alat (tidak ada kerusakan pada alat)
- Papan pengukur panjang badan digunakan untuk anak dibawah
2 tahun atau panjang badan kurang dari 85cm
- Untuk anak yang dapat berdiri, digunakan stadiometer
Pita Lingkar lengan atas
- Cek kelayakan pakai alat (tidak ada kerusakan pada alat)
Persiapan pasien
5. - Pakai pakaian seminimal mungkin (jaket, popok, kain sarung
dilepaskan), tanpa baju dan popok pada bayi
- Lepaskan alas kaki (sendal/sepatu) serta aksesoris kepala
(jepitan rambut, topi, ikat rambut).
Pelaksanaan penentuan pertumbuhan dan status gizi
Pengukuran Antropometri
6. Pengukuran berat badan
- Sebelum menimbang seharusnya timbangan dikalibrasi dengan
mengatur jarum timbangan ke titik nol.
- Berat badan dicatat dengan ketelitian sampai 0,01 kg pada bayi
dan 0,1 kg pada anak yang lebih besar.
Pengukuran panjang badan
- Pengukuran panjang badan dilakukan oleh dua orang
pengukur.
- Pengukur pertama memposisikan sang bayi agar lurus di papan
pengukur sehingga kepala sang bayi menyentuh papan penahan
kepala dalam posisi bidang datar Frankfort (Frankfort
horizontal plane).
- Bidang datar Frankfort merupakan posisi anatomis saat batas
bawah orbita dan batas atas meatus auditorius berada segaris.
- Pengukur kedua menahan agar lutut dan tumit sang bayi secara
datar menempel dengan papan penahan kaki.
Pengukuran tinggi badan
- Tinggi badan diukur dengan menggunakan stadiometer, yang
memiliki penahan kepala bersudut 90° terhadap stadiometer
yang dapat digerakkan.
- Sang anak diukur dengan telanjang kaki atau dengan kaus kaki
tipis dan dengan pakaian minimal agar pengukur dapat

2
Pendidikan Keterampilan Klinik 1
memeriksa apakah posisi anak tersebut sudah benar.
- Saat pengukuran sang anak harus berdiri tegak, kedua kaki
menempel, tumit, bokong, dan belakang kepala menyentuh
stadiometer, dan menatap kedepan pada bidang datar
Frankfort.
Pengukuran lingkar lengan atas
- Anak harus berdiri tegak lurus dengan lengan dilemaskan disisi
tubuh.
- Pengukuran dilakukan dititik tengah lengan atas, ditengah
antara ujung lateral akromion dan olekranon bila tangah dalam
posisi fleksi dengan sudut 90o (diukur dan diberi tanda).
- Pita ukur yang fleksibel dan yang tidak dapat meregang
diletakkan tegak lurus dengan aksis panjang dari lengan,
dirapatkan melingkari lengan, dan dicatat dengan ketelitian
sampai ke 0.1 cm.
- Pengukuran ini sebaiknya dilakukan 3 kali dan nilai akhir
diambil dari rerata ketiga hasil pengukuran tersebut.
Penentuan pertumbuhan dan status gizi
7. - Kurangilah tanggal pemeriksaan anak dengan tanggal kelahiran
anak dalam bulan untuk mendapatkan umur pasien anak
tersebut.
- Ambil kurva/tabel standar berat badan menurut umur (BB/U),
panjang badan atau tinggi badan menurut umur (PB/U atau
TB/U), dan berat badan menurut panjang badan atau tinggi
badan (BB/PB atau BB/TB) untuk anak usia 0-60 bulan sesuai
dengan jenis kelamin berdasarkan kurva/tabel WHO .
BB/U:
- Carilah umur anak pada kolom umur di kurva/tabel tersebut
kemudian plot hasil pengukuran berat badan anak pada kolom
berat badan (apakah pada kolom -3 SD, -2 SD, -1 SD, median,
+1 SD, +2 SD atau +3 SD ataukah diantara kolom-kolom
tersebut).
- Tentukan kategori berdasarkan letak berat badan pada kurva /
tabel
• <-3 SD : berat badan sangat kurang,
• -3 SD sd <-2 SD : berat badan kurang,
• -2 SD sd +1 SD : berat badan normal
• > +1 SD : risiko berat badan lebih.
PB/U atau TB/U:
- Carilah umur anak pada kolom umur di kurva / tabel tersebut
kemudian plot hasil pengukuran tinggi badan anak pada kolom
tinggi badan (apakah pada kolom -3SD, -2SD, -1 SD, median,
1 SD, 2 SD atau 3 SD ataukah diantara kolom-kolom tersebut).
- Tentukan kategori berdasarkan letak panjang badan / tinggi
badan pada kurva / tabel
• <-3 SD : perawakan sangat pendek,
• -3 SD sd <-2 SD : perawakan pendek,
• -2 SD sd +3 SD : perawakan normal
• > +3 SD : tinggi
BB/PB atau BB/TB:
- Carilah panjang badan anak pada kolom panjang badan / tinggi
badan pada kurva/tabel kemudian plot hasil pengukuran berat
badan anak pada kolom berat badan (apakah pada kolom -3SD,
-2 SD, -1 SD, median, +1 SD, +2 SD atau +3 SD).
- Tentukan kategori dan interpretasi status gizi berdasarkan pada
kurva / tabel BB/PB atau BB/TB

3
Pendidikan Keterampilan Klinik 1
• <-3 SD : gizi buruk,
• -3 SD sd <-2 SD : gizi kurang,
• -2 SD sd +1 SD : gizi baik,
• >+1 SD sd +2 SD : berisiko gizi lebih
• >+2 SD sd +3 SD : gizi lebih (overweight)
• >+3 SD sd : obesitas
Lingkar lengan atas:
- Tentukan kategori dan interpretasi pengukuran lingkar lengan
atas;
• LILA <11,5cm = gizi buruk,
• LILA 11,5-12,4 cm = gizi kurang,
• LILA >12,5 cm = gizi baik.
Indeks Masa Tubuh (IMT):
- IMT didapatkan dengan membagi berat badan dengan tinggi
badan dalam meter kuadrat.
- Plot hasil pengukuran berat badan anak pada kurva IMT
(apakah pada kurva -3SD, -2 SD, -1 SD, median, +1 SD, +2
SD atau +3 SD).
- Tentukan kategori dan interpretasi berdasarkan kurva IMT;
• <-3 SD : gizi buruk,
• -3 SD sd <-2 SD : gizi kurang,
• -2 SD sd +1 SD : gizi baik,
• >+1 SD sd +2 SD : berisiko gizi lebih
• >+2 SD sd +3 SD : gizi lebih (overweight)
• >+3 SD sd : obesitas

4
Pendidikan Keterampilan Klinik 1
KETERAMPILAN PENENTUAN PERTUMBUHAN DAN STATUS GIZI
DENGAN PENGUKURAN ANTROPOMETRI PADA ANAK USIA 5-18 TAHUN

Pendahuluan
Perubahan pada dimensi tubuh mencerminkan keadaan kesehatan dan kesejahteraan secara umum
baik individu maupun populasi. Antropometri adalah pengukuran dimensi tubuh manusia dalam hal ini
dimensi tulang, otot dan jaringan lemak. Antropometri telah secara luas digunakan untuk mengukur status
nutrisi individu dan populasi, yang pada akhirrya dapat memprediksi individu atau kelompok mana yang
memerlukan intervensi nutrisi.
Kelompok usia anak usia 5 tahun hingga dibawah 18 tahun merupakan kelompok usia yang memiliki
karakteristik pertumbuhan fisik serta perkembangan sosial yang cepat. Di dalam klinik antropometri selain
digunakan untuk menentukan status nutrisi anak, dapat pula digunakan untuk memantau tumbuh kembang
seorang anak. Pengukuran antropometri minimal pada anak umumnya meliputi pengukuran berat badan,
dan tinggi badan. Pengukuran ini dilakukan berulang secara berkala untuk mengkaji pertumbuhan jangka
pendek, jangka panjang, dan status nutrisi.
Pungukuran antropometri dan komposisi tubuh yang akurat, sahih dan dapat dipercaya memerlukan
peralatan dan teknik yang sesuai. Pelatihan dan praktek dalam teknik pengukuran antropometri sangat
ditekankan. Semua pengukuran variabel pertumbuhan harus diulang tiga kali dan diambil nilai reratanya.
Kualitas data akan memengaruhi hasil pengkajian dokter untuk menegakkan diagnosis anak yang diukur
pertumbuhannya.
Tujuan Instruksional Umum
Mahasiswa diharapkan mampu melakukan penentuan status gizi dengan pengukuran antropometrik pada
anak usia 5-18 tahun secara tepat dan benar.
Tujuan Instruksional Khusus
1. Mampu mengetahui alat-alat yang akan dipergunakan pada pengukuran.
2. Mampu melakukan persiapan alat dengan benar.
3. Mampu melakukan penjelasan tujuan dilakukannya penentuan status gizi pada ibu anak usia
5-18 tahun.
4. Mampu melakukan pengukuran berat badan anak usia 5-18 tahun.
5. Mampu melakukan pengukuran tinggi badan anak usia 5-18 tahun.
6. Mampu melakukan penentuan status pertumbuhan anak usia 5-18 tahun.
7. Mampu melakukan penentuan status gizi anak usia 5-18 tahun.

Media dan Alat Bantu Pembelajaran


1. Buku panduan belajar penentuan status gizi dengan pengukuran antropometri pada anak usia
5-18 bulan.
2. Timbangan digital
3. Stadiometer
4. Lembar pemeriksaan status gizi anak usia 5-18 tahun.
5. Kurva standar penilaian status gizi anak usia 2-20 tahun sesuai CDC

Metode Pembelajaran
1. Demonstrasi sesuai dengan daftar panduan belajar.
2. Ceramah.
3. Diskusi
4. Partisipasi aktif dalam skill lab (simulasi)

5
Pendidikan Keterampilan Klinik 1
PENUNTUN BELAJAR PENENTUAN PERTUMBUHAN DAN STATUS GIZI
DENGAN PENGUKURAN ANTROPOMETRI PADA ANAK USIA 5-18 TAHUN

PENUNTUN PEMBELAJARAN KETERAMPILAN KLINIK PENENTUAN PERTUMBUHAN DAN


STATUS GIZI DENGAN PENGUKURAN ANTROPOMETRI PADA ANAK USIA 5-18 TAHUN
No Langkah/kegiatan Penilaian
Medical consent 1 2 3
1. Sapalah anak (pasien) dan keluarganya dengan ramah dan
perkenalkan diri anda serta tanyakan keadaannya.
2. Berikan informasi umum kepada anak (pasien) dan
keluarganya tentang indikasi/tujuan dan cara penentuan
status gizi pada anak usia 5-18 tahun dengan pengukuran
antropometri berupa berat badan dan tinggi badan.
3. Jelaskan tentang kemungkinan hasil penentuan status gizi
yang akan diperoleh.
Persiapan alat
4. Timbangan digital
- Cek kelayakan pakai (tidak ada kerusakan pada alat) serta
mengembalikan ke angka 0.
Papan pengukur panjang
- Cek kelayakan pakai alat (tidak ada kerusakan pada alat)
Persiapan pasien
5. - Pakai pakaian seminimal mungkin
- Lepaskan alas kaki (sendal/sepatu) serta aksesoris kepala
(jepitan rambut, topi, ikat rambut).

Pelaksanaan penentuan pertumbuhan dan status gizi


Pengukuran Antropometri
6. Pengukuran berat badan
- Sebelum menimbang seharusnya timbangan dikalibrasi
dengan mengatur jarum timbangan ke titik nol.
- Berat badan dicatat dengan ketelitian sampai 0,01 kg pada
bayi dan 0,1 kg pada anak yang lebih besar.
Pengukuran tinggi badan
- Tinggi badan diukur dengan menggunakan stadiometer, yang
memiliki penahan kepala bersudut 90° terhadap stadiometer
yang dapat digerakkan.
- Sang anak diukur dengan telanjang kaki atau dengan kaus
kaki tipis dan dengan pakaian minimal agar pengukur dapat
memeriksa apakah posisi anak tersebut sudah benar.
- Saat pengukuran sang anak harus berdiri tegak, kedua kaki
menempel, tumit, bokong, dan belakang kepala menyentuh
stadiometer, dan menatap kedepan pada bidang datar
Frankfort.
Penentuan pertumbuhan dan status gizi
7. - Kurangilah tanggal pemeriksaan anak dengan tanggal
kelahiran anak dalam bulan untuk mendapatkan umur
pasien anak tersebut.
- Ambil kurva standar berat badan menurut umur (BB/U),
tinggi badan menurut umur (TB/U), dan berat badan
menurut tinggi badan (BB/TB) untuk anak usia 2-20 tahun
sesuai dengan jenis kelamin berdasarkan kurva CDC .
BB/U:
- Tarik garis dari usia anak secara vertikal ke persentil 50 pada
kurva berat badan kemudian tarik garis ke kiri secara
horizontal

6
Pendidikan Keterampilan Klinik 1
- Tentukan intepretasi dengan cara membagi berat badan
aktual dengan berat badan persentil 50 dikali 100%
• <60% : berat badan sangat kurang
• 60-80% : berat badan kurang,
• 80-120% : berat badan baik
• >120% : berat badan lebih.
TB/U:
- Tarik garis dari usia anak secara vertikal ke persentil 50 pada
kurva tinggi badan kemudian tarik garis ke kiri secara
horizontal
- Tentukan intepretasi dengan cara membagi tinggi badan
aktual dengan tinggi badan persentil 50 dikali 100%
• <70% : perawakan sangat pendek,
• 70%-<90% : perawakan pendek,
• 90-110% : perawakan normal
BB/TB:
- Plot tinggi badan sesuai usia anak
- Tarik garis pada titik tinggi badan anak secara horizontal,
hingga memotong garis persentil 50 tinggi badan.
- Tarik garis vertikal ke bawah dari persentil 50 tinggi badan
sesuai usia sampai menyentuh persentil 50 berat badan.
- Berat badan pada persentil 50 adalah berat badan ideal
- Persentase berat badan ideal adalah dengan membagi BB
aktual dibagi berat badan ideal x 100%
- Tentukan kategori status gizi berdasarkan hasil yang telah
dihitung
• < 70% : gizi buruk,
• > 70-90% : gizi kurang,
• >90-110% : gizi baik
• >110-120%: overweight
• >120% : obesitas
Indeks Masa Tubuh (IMT):
- IMT didapatkan dengan membagi berat badan dengan tinggi
badan dalam meter kuadrat.
- Plot hasil pengukuran berat badan anak pada kurva IMT.
- Tentukan kategori dan interpretasi berdasarkan kurva IMT;
• Persentil 85-94 : overweight,
• Persentil > 95 : obesitas,

7
Pendidikan Keterampilan Klinik 1
Buku Panduan
Pendidikan Keterampilan Klinik 1

Dasar-dasar Intepretasi Radiologi


Bagian Radiologi

Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin
2020
THE BASICS OF RADIOLOGY EXAMINATION

Radiology examination is one important examinations in making a definite diagnosis,


therefore one should recognize appropriate examinations for each organ, the procedures, and
the possible findings in the examinations.

General Objective:
After participating in this activity, students are able to differentiate radiology examinations and
know the densities in each examination.

Specific Objective:
1. To know the positions for each radiology examinations..
2. To be able to identify the density of the the x-ray.
3. To be able to identify the density of the photo with contrast (IVP, Colon in Loop, MD
photo, Oesophagography,Arteriography, dan Cor Analisis)
4. To be able to identify the density of the mammography
5. To be able to identify the density of the ultrasonography
6. To be able to identify the density of the CT-scan
7. To be able to identify the density of the MRI

Learning media and equipments


1. Manual for the basics of radiology examination
2. Light box
3. Radiology Films

Learning Methods
1. Demonstration using the CSL manual
2. Lectures
3. Discussion
4. Active participation in the Skills Lab (simulation)
5. Evaluation using check list with a scoring system

1
Pendidikan Keterampilan Klinik 1
CLINICAL ACTIVITY
1. Performing verification for patient identites (according to the registration
number) :
• Name
• Age
• Sex
• Date
2. Performing verification for film identities
• Photo number

• Photo marker as R – L or D – S
3. Set the film in the light box. Consider that the patient is face to face with
the examiner.
4. Determine the position of the film: PA, AP, Lateral (R/L), Lateral decubitus
(R/L) or oblique
5. Identify radiology examination :
- X-ray (thorax, extremities,BNO dll)
- Colon in Loop
- MD
- Oesofagography
- IVP
- Mammography
- USG
- CT Scan
- MRI
6. Identify the densities in each examination:
Conventional photo (plain and contrast photo):
- Radioopaque
- Hyper-radioopaque (metal density)
- Intermediate
The densities of ultrasonography:
- Hyperechoic
- Hypoechoic
- Normoechoic (isoechoic)
CT-Scan:
- Hyperdense
- Hypodense
- Isodense
MRI (T1 & T2):
- Hyperintense
- Hypointense
- Isointense

2
Pendidikan Keterampilan Klinik 1
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIK

Buku Panduan Pendidikan


Keterampilan Klinik I

KETERAMPILAN PENGENALAN
SEDIAAN OBAT DAN TEHNIK
PEMBERIAN OBAT

Untuk Semester 2

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
2020
Buku Panduan Keterampilan
Klinis I

KETERAMPILAN PENGENALAN SEDIAAN OBAT DAN


TEHNIK PEMBERIAN OBAT
(Sublingual, Per rectal, Per vaginal, Patch)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan berkat dan
ridho-Nya kami dapat menyelesaikan Buku Panduan Keterampilan Klinis
“Keterampilan Pengenalan Sediaan Obat dan Tehnik Pemberian Obat”. Buku
ini dibuat sebagai panduan melatih keterampilan klinis bagi mahasiswa/i
Semester 2 Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
Revisi kurikulum pendidikan kedokteran berdasarkan Standar
Nasional Program Profesi Dokter Indonesia 2019 membuktikan bahawa ilmu
kedokteran sangat dinamis dan mengikuti perkembangan zaman. Seorang calon
dokter umum dituntut untuk tidak hanya menguasai teori dasar ilmu
kedokteran, tetapi juga wajib menguasai keterampilan klinik, yaitu adalah
dapat mengetahui jenis-jenis sediaan dan logo obat serta dapat melakukan
tehnik pemberiannya ke pasien dengan tepat.
Harapan penulis dengan disusunnya buku panduan ini, mahasiswa
kedokteran mendapatkan pengetahuan yang selaras baik teori maupun
keterampilan klinik. Pada akhirnya mampu mendiagnosis dan menuliskan resep
yang rasional pada pasien secara professional.
Terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
penyusunan buku ini dari awal hingga akhir. Buku panduan ini masih
memiliki banyak kekurangan, sehingga diperlukan saran dan kritik yang
bersifat membangun.
Selamat Belajar!

Makassar, Maret 2020

Tim penyusun
KETERAMPILAN PENGENALAN SEDIAAN OBAT DAN
TEHNIK PEMBERIAN OBAT
(Sublingual, Per rectal, Per vaginal, Trans-dermal (Patch))

TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mempelajari keterampilan pengenalan sediaan obat dan tehnik pemberian obat
ini mahasiswa diharapkan mampu :
1. Mengetahui bermacam-macam jenis sediaan obat
2. Mengetahui makna dari setiap logo-logo obat
3. Melakukan tehnik pemberian secara sublingual
4. Melakukan tehnik pemberian obat secara per-rectal
5. Melakukan tehnik pemberian obat secara per-vaginal
6. Melakukan tehnik pemberian obat secara trans-dermal (patch)
Buku Panduan
Pendidikan Keterampilan Klinik 1

Keterampilan Pengenalan Sediaan dan Logo Obat

Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin
2020
KETERAMPILAN PENGENALAN SEDIAAN OBAT

PENDAHULUAN

Secara umum, obat akan mencapai target yang diharapkan apabila berada dalam
aliran darah sistemik (kecuali pada pemberian obat untuk efek lokal seperti anestesi
lokal). Sehingga, penyerapan obat mengacu pada fraksi obat yang mencapai sirkulasi dari
tempat pemberiannya. Fraksi obat yang mencapai sirkulasi sistemik ini dinyatakan sebagai
bioavailabilitas.
Konsep bioavailabilitas sangat penting dalam praktik klinik karena dokter dapat
memilih rute pemberian sesuai kondisi klinis pasien yang tentunya memaksimalkan
bioavailabilitas. Selain itu, perubahan bioavailabilitas yang dihasilkan dari variasi genetik,
penyakit, atau interaksi obat sering menjadi penyebab hilangnya efektivitas obat (terjadi
penurunan bioavailabilitas) atau sebaliknya toksisitas obat (terjadi peningkatan
bioavailabilitas).

SEDIAAN OBAT
Sediaan obat yang tersedia saat ini sangat beraneka ragam. Semua sediaan tersebut
memiliki maksud dan tujuan terapeutik yaitu meningkatkan penyerapan obat untuk
mencapai sirkulasi sistemik sehingga obat dapat mencapai titik target reseptor.

OBAT ENTERAL
Pemberian enteral melibatkan penyerapan obat melalui saluran pencernaan (GI) dan
termasuk pemberian secara oral.

• Peroral ( PO )

Rute ini paling sering digunakan karena lebih mudah dan sederhana. Rute peroral
efektif untuk obat dengan bioavailabilitas sedang hingga tinggi. Pemberian melalui rute
ini kurang digunakan untuk obat yang mengiritasi saluran GI, pasien dengan gejala
muntah atau tidak mampu menelan. Obat-obatan yang diberikan secara oral harus stabil
asam atau terlindungi dari asam lambung (misalnya dengan pelapis enterik).

• Rektal

Pemberian rektal melalui supositoria untuk menghasilkan efek sistemik, berguna


dalam situasi di mana pasien tidak dapat minum obat secara oral (misalnya pasien tidak
sadar, muntah, dan kejang). Obat rektal diserap melalui mukosa dubur (sirkulasi vena
rectum), sekitar 50% dari dosis melewati sirkulasi portal. Sehingga efektif bila obat
memiliki bioavailabilitas oral yang rendah.

• Sublingual
Pemberian sublingual atau buccal baik untuk obat yang memiliki ketersediaan oral
yang rendah. Obat harus lipofilik dan diserap dengan cepat. Formulasi buccal dapat
memperpanjang waktu pelepasan obat untuk memberikan efek jangka panjang.

OBAT PARENTERAL
Rute pemberian ini tidak melibatkan penyerapan obat melalui saluran GI (par =
sekitar, enteral = gastrointestinal), termasuk IV, intramuskuler (IM), subkutan (SC/SQ),
dan rute transdermal. Rute parenteral dipilih untuk obat dengan bioavailabilitas oral yang
rendah, pasien yang tidak dapat menggunakan obat per oral, kebutuhan untuk efek
langsung (situasi darurat), atau pada kontrol laju penyerapan dan durasi efek obat.

• Intravena ( IV )
Metode ini paling dapat diandalkan untuk mengantarkan obat ke sirkulasi sistemik
karena dapat melewati banyak hambatan penyerapan, mekanisme pemompaan, dan
metabolisme. Bioavailabilitas obat dapat mencapai 100 % dengan injeksi IV. Konsentrasi
obat yang efektif untuk terapi dapat dicapai dengan cepat. Infus IV dapat digunakan
untuk mencapai tingkat obat yang konstan dalam aliran darah. Obat yang digunakan
harus dalam bentuk cair atau suspensi yang sangat halus untuk menghindari
kemungkinan emboli.

• Intramuskular ( IM )
Injeksi IM menghasilkan penyerapan obat yang cepat dan diinjeksikan ke dalam
lapisan otot sehingga penyerapannya tergantung pada aliran darah otot dan dipengaruhi
dengan faktor-faktor yang dapat mengubah aliran darah ke otot (misalnya olahraga).

• Subcutan ( SC )
Injeksi subkutan digunakan untuk obat dengan bioavailabilitas oral rendah (misalnya
insulin slow-acting ). Rute ini tidak tepat diberikan untuk larutan yang mengiritasi jaringan
karena dapat menimbulkan terjadinya nekrosis dan pengelupasan kulit.
• Transdermal
Transdermal adalah rute pemberian melalui kulit. Obat yang digunakan harus sangat
lipofilik. Obat dapat diaplikasikan dalam bentuk salep atau matriks khusus ( patch
transdermal ). Penyerapan melalui rute ini lambat tetapi baik untuk menghasilkan efek
yang tahan lama. Patch transdermal dapat mempertahankan konsentrasi obat secara stabil
hampir sama seperti infus IV konstan.
• Inhalasi
Paru – paru berfungsi sebagai rute efektif pemberian obat. Alveoli paru memiliki
permukaan yang luas dan penghalang minimal untuk difusi obat. Paru-paru juga
menerima curah jantung total sebagai aliran darah. Dengan demikian, penyerapan dari
paru-paru bisa sangat cepat dan lengkap. Obat yang diberikan dalam bentuk gas atau
aerosol dan bersifat tidak menimbulkan iritasi. Efek sistemik yang mungkin timbul
misalnya inhalasi anestesi umum atau lokal seperti bronkodilator dalam pengobatan asma.

• Topikal
Pemberian topikal melibatkan aplikasi obat terutama untuk memperoleh efek lokal
di lokasi pengaplikasian serta untuk menghindari efek sistemik. Contohnya obat yang
diberikan ke area mata, mukosa hidung, atau kulit.
• Intratekal
Pemberian intratekal menembus ruang subaraknoid untuk memungkinkan akses
obat ke cairan serebrospinal sumsum tulang belakang. Pendekatan ini digunakan untuk
menghindari barrier darah-otak. Pemberian intratekal dilakukan pada anestesi spinal,
manajemen nyeri pada kasus tertentu, dan untuk memberikan terapi kanker.

• Intravagina
Pemberian obat dapat menggunakan aplikator atau sistem khusus yang dirancang
untuk administrasi intravaginal. Rute intravaginal bisa untuk menghasilkan efek lokal
seperti spermisidal atau efek antibakteri dan atau efek sistemik seperti kontrasepsi.
Gambar 1. Berbagai rute pemberian obat

Sublingual Per rektal Transdermal

Inhalasi Intratekal Topikal

Per vaginal tanpa aplikator Per vaginal dengan bantuan aplikator


Mengenal makna dari logo obat

Logo Jenis obat Keterangan


Boleh dibeli secara bebas
Obat bebas tanpa menggunakan resep
dokter
Boleh dibeli secara bebas
tanpa menggunakan resep
Obat bebas terbatas dokter namun ada
peringatan khusus saat
menggunakannya

Hanya dapat diperoleh


Obat keras
melalui resep dokter

Hanya boleh dibeli


menggunakan resep
Obat narkotika
dokter dan dapat
menyebabkan adiksi

Gambar 2. Berbagai logo obat


References :

1. Hussain, A. and Ahsan, F. (2005) ‘The vagina as a route for systemic drug
delivery’, 103, pp. 301–313. doi: 10.1016/j.jconrel.2004.11.034.

2. Procedures, C., Safer, F. O. R. and Care, P. (2020) ‘6 . 4 Administering


Medications Rectally and Vaginally’, pp. 1–18.

3. Badan POM Indonesia. Gerakan NasionalPeduliObat dan Pangan Aman. 2015

4. Prosser, S., Worster, B., MacGregor, J., et.al. (2010). Applied pharmacology: an
Introduction to pathophysiology and drug management for nurses and health care professional.
London: Mosby.

5. Moscou, K. and Snipe, K. (2012). Pharmacology for Pharmacy Technicians.


China: Mosby Elsevier inc.
Buku Panduan
Pendidikan Keterampilan Klinik 1

Keterampilan Pemberian Obat (Sublingual, Per rectal, Per vaginal,


Trans-dermal (Patch))

Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin
2020
KETERAMPILAN PEMBERIAN OBAT SECARA
SUBLINGUAL

PENGERTIAN

Pemberian secara sublingual yaitu dengan cara meletakkan obat dibawah lidah.
Pemberian rute ini baik untuk obat yang memiliki bioavailabilitas oral yang rendah
karena obat diserap langsung ke dalam pembuluh darah kecil yang terletak dibawah
lidah tanpa terlebih dahulu melewati dinding usus dan hati. Contoh obat sublingual
yang dapat diberikan yaitu nitrogliserin dan tablet PETN (Pentaerythritol
tetranitrate)

Indikasi pemberian secara sublingual :


1. Diberikan bila obat yang digunakan dapat dirusak oleh cairan lambung atau
sedikit diserap oleh saluran GI.
2. Bila memerlukan efek obat secara cepat misalnya pada kasus
kegawadauratan.

Kontraindikasi pemberian secara sublingual :


1. Pada pasien tidak kooperatif.
2. Tidak dianjurkan pada pasien yang merokok ≤ 1jam sebelum pemberian
obat (merokok dapat menyempitkan pembuluh darah dan membrane lendir
mulut sehingga mengurangi tingkat penyerapan obat).

TUJUAN PEMBELAJARAN

Setelah melakukan latihan keterampilan ini, mahasiswa diharapkan sudah


dapat menyiapkan dan memberikan obat secara sublingual.

TARGET PEMBELAJARAN

Setelah melakukan latihan keterampilan ini, mahasiswa diharapkan dapat:


- Menyiapkan alat-alat yang dibutuhkan untuk persiapan pemberian obat secara
sublingual; dan
- Melakukan prosedur pemberian obat secara sublingual

MEDIA DAN ALAT BANTU PEMBELAJARAN

1. Daftar panduan belajar untuk keterampilan pemberian obat secara


sublingual
3. Handscoon non-steril
4. Tempat sampah non-medis.

METODE PEMBELAJARAN

1. Demonstrasi sesuai dengan daftar panduan belajar.


2. Ceramah.
3. Diskusi.
4. Partisipasi aktif dalam skill lab (simulasi).
5. Evaluasi melalui check list/daftar tilik dengan sistim skor.
PENUNTUN BELAJAR
KETRAMPILAN PEMBERIAN OBAT SECARA SUBLINGUAL

Beri nilai untuk setiap langkah klinik dengan menggunakan kriteria sebagai
berikut:
1. Perlu perbaikan: langkah-langkah tidak dilakukan dengan benar dan
atau tidak sesuai urutannya, atau ada langkah yang tidak dilakukan.
2. Mampu: Langkah-langkah dilakukan dengan benar dan sesuai
dengan urutannya, tetapi tidak efisien.
3. Mahir: Langkah-langkah dilakukan dengan benar, sesuai dengan
urutan dan efisien.
TS Tidak Sesuai: Langkah tidak perlu dilakukan karena tidak sesuai dengan
keadaan.

NO LANGKAH KLINIK KASUS


MELAKUKAN PERSIAPAN 1 2 3
1. Memberi salam ke pasien
2. Menjelaskan tujuan pemberian obat sublingual
3. Menjelaskan tentang prosedur yang akan dilakukan
4. Mempersiapkan alat-alat yang akan digunakan
5. Melakukan cuci tangan dan memakai handscoon
MELAKUKAN PEMBERIAN OBAT 1 2 3
6. Mengatur posisi pasien dengan posisi yang nyaman
7. Meminta pasien untuk mengangkat
lidahnya
8. Petugas meletakan obat dibawah lidah pasien
9. Memberitahu pasien supaya tidak menelan obat dan biarkan
berada dibawah lidah sampai habis di absorpsi seluruhnya
10. Menganjurkan pasien agar tetap menutup mulut , tidak
minum dan berbicara selama obat belum terlarut seluruhnya
11. Mengevaluasi respon pasien , apakah klien tidak menelan
obat dan apakah obatnya dapat diabsorpsi seluruhnya
SETELAH PEMBERIAN SELESAI 1 2 3
12. Merapikan pasien
13. Merapikan alat-alat yang telah digunakan
14. Mencuci tangan
15. Memberikan edukasi dan mengucapkan terima kasih kepada
pasien

References :
1. Bardal Stan,et al (2010). Applied Pharmacology (1st Ed). Philadelphia, Saunders-
Elsevier.
KETERAMPILAN PEMBERIAN OBAT SECARA
PER-REKTAL

PENGERTIAN
Pemberian obat secara per-rektal merupakan teknik pemberian obat dengan
cara memasukkan obat kedalam rektal untuk memperoleh efek sistemik dan efek
lokal. Efek lokal seperti pada system gastrointestinal (mis. Laxative). Efek sistemik
(mis. Analgesic) berguna dalam situasi dimana paien tidak dapat minum obat
secara oral.
Kontraindikasi obat secara per-rektal ialah pada pasien post operasi rektal atau
usus, perdarahan rektum dan prolapse rektum.
Sediaan obat per-rektal antara lain dalam bentuk padat (suppositoria) misalnya
dulcolax dan dalam bentuk larutan (enema/clysma) misalnya diazepam 5mg.

TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah melakukan latihan keterampilan ini, mahasiswa diharapkan sudah dapat
menyiapkan dan memberikan obat secara per-rektal.

TARGET PEMBELAJARAN
Setelah melakukan latihan keterampilan ini, mahasiswa diharapkan dapat:
1. Menyiapkan alat-alat yang dibutuhkan untuk persiapan pemberian obat
secara per-rektal.
2. Melakukan prosedur pemberian obat secara per-rektal.

MEDIA DAN ALAT BANTU PEMBELAJARAN


1. Daftar panduan belajar untuk keterampilan pemberian obat secara per-
rektal.
2. Sediaan obat per-rektal.
a. Supositoria (padat)
b. Enema (larutan)
3. Handscoon non-steril
4. Kapas alkohol
5. Lubricant
6. Tempat sampah non-medis.
METODE PEMBELAJARAN
1. Demonstrasi sesuai dengan daftar panduan belajar.
2. Ceramah.
3. Diskusi
4. Partisipasi aktif dalam skill lab (simulasi)
5. Evaluasi melalui check list/daftar tilik dengan sistim skor
PENUNTUN BELAJAR
KETRAMPILAN PEMBERIAN OBAT SECARA PER-REKTAL

Beri nilai untuk setiap langkah klinik dengan menggunakan kriteria sebagai
berikut:
1. Perlu perbaikan: langkah-langkah tidak dilakukan dengan benar dan
atau tidak sesuai urutannya, atau ada langkah yang tidak dilakukan.
2. Mampu: Langkah-langkah dilakukan dengan benar dan sesuai
dengan urutannya, tetapi tidak efisien.
3. Mahir: Langkah-langkah dilakukan dengan benar, sesuai dengan
urutan dan efisien.
TS Tidak Sesuai: Langkah tidak perlu dilakukan karena tidak sesuai dengan
keadaan.

NO LANGKAH KLINIK KASUS


MELAKUKAN PERSIAPAN 1 2 3
1. Mempersiapkan alat-alat yang akan digunakan

2. Memberitahu dan menjelaskan pada pasien mengenai


tindakan yang akan dilakukan.
3. Melakukan cuci tangan
4. Memasang handscoon
MELAKUKAN PEMBERIAN OBAT 1 2 3
Mengatur posisi pasien
kaki kiri bagian atas di
flexikan menuju pinggang.
5.

6. Inspeksi daerah rectum, jika terdapat discharge bersihkan


terlebih dahulu dengan kapas alkohol
Melepaskan lapisan pelindung pada sediaan obat
7. suposuriata kemudian berikan lubricant gel / pelumas pada
ujung obat.
Pegang bokong pasien dengan menggunakan tangan non-
dominan. Denagn menggunakan jari telunjuk tangan
dominan masukkan suppositoria ke dalam rektum. Minta
pasien untuk mengambil napas yang dalam lalu buang lewat
mulut untuk merilekskan sfingter anal.

8.

Apabila sediaan tersebut suppositoria maka obat


dimasukkan sedalam 5cm kedalam rectum. Dan bila sediaan
9. tersebut larutan misalnya diazepam perrectal maka larutan
ditekan secaca perlahan hingga seluruh larutan masuk ke
dalam rectum dan colon.
10. Pindahkan jari dan bersihkan area anal pasien.
11. Minta pasien untuk mempertahankan posisinya 5-10 menit
SETELAH PEMBERIAN SELESAI 1 2 3
12. Merapikan pasien
13. Merapikan alat-alat yang telah digunakan
14. Mencuci tangan

15. Memberikan edukasi dan mengucapkan terima kasih kepada


pasien

Reference :
1. Procedures, C., Safer, F. O. R. and Care, P. (2020) ‘6 . 4 Administering
Medications Rectally and Vaginally’, pp. 1–18.
KETERAMPILAN PEMBERIAN OBAT SECARA
PER VAGINAL

PENGERTIAN
Pemberian obat per vaginal adalah salah satu teknik pemberian obat dengan
cara memasukkan obat kedalam vagina dengan tujuan untuk mendapatkan efek
terapi obat (menghilangkan rasa nyeri, terbakar, dan ketidaknyaman pada vagina)
dan mengobati infeksi pada vagina. Sediaan obat per vaginal terdiri atas
suposutoria, tablet, cream dan ring.

NO SEDIAAN INDIKASI CONTOH


1 Suposutoria Induksi persalinan Dinoprostone
2 Tablet Kontrasepsi Desogestrel+ethinyl
ekstradiol
3 Cream Terapi infeksi Metronidazole
4 Ring Terapi hormonal Estradiol
INDIKASI
1. Vaginitis
2. Keputihan
KONTRAINDIKASI
1. Reaksi hipersensitifitas atau alergi
2. Menstruasi

TUJUAN PEMBELAJARAN

Setelah melakukan latihan keterampilan ini, mahasiswa diharapkan sudah dapat


menyiapkan dan memberikan obat secara per vaginal.

TARGET PEMBELAJARAN

Setelah melakukan latihan keterampilan ini, mahasiswa diharapkan dapat:

- Menyiapkan alat-alat yang dibutuhkan untuk persiapan pemberian obat secara


per vaginal
- Melakukan prosedur pemberian obat secara per vaginal.
MEDIA DAN ALAT BANTU PEMBELAJARAN
1. Daftar panduan belajar untuk keterampilan pemberian obat secara per vaginal
2. Sediaan obat per vaginal ( suposutoria, cream, tablet, ring)
3. Handscoon non-steril
4. Lubricant
5. Towel
6. Tempat sampah non-medis.

METODE PEMBELAJARAN

1. Demonstrasi sesuai dengan daftar panduan belajar.


2. Ceramah.
3. Diskusi
4. Partisipasi aktif dalam skill lab (simulasi).
5. Evaluasi melalui check list/daftar tilik dengan sistim skor.
PENUNTUN BELAJAR
KETRAMPILAN PEMBERIAN OBAT SECARA PER VAGINAL

Beri nilai untuk setiap langkah klinik dengan menggunakan kriteria sebagai
berikut:
1. Perlu perbaikan: langkah-langkah tidak dilakukan dengan benar dan
atau tidak sesuai urutannya, atau ada langkah yang tidak dilakukan.
2. Mampu: Langkah-langkah dilakukan dengan benar dan sesuai
dengan urutannya, tetapi tidak efisien.
3. Mahir: Langkah-langkah dilakukan dengan benar, sesuai dengan
urutan dan efisien.
TS Tidak Sesuai: Langkah tidak perlu dilakukan karena tidak sesuai dengan
keadaan.

NO LANGKAH KLINIK KASUS


MELAKUKAN PERSIAPAN 1 2 3
1. Mempersiapkan alat-alat yang akan digunakan
2. Memberitahu dan menjelaskan pada pasien mengenai
tindakan yang akan dilakukan.
3. Melakukan cuci tangan
4. Memasang handscoon
MELAKUKAN PEMBERIAN OBAT 1 2 3
5. Mengatur posisi pasien . Membebaskan daerah pemberian
obat dari pakaian. Pasien dalam posisi lithotomi

6. Inspeksi daerah perineum atau genitalia


eksternal, jika terdapat discharge bersihkan
terlebih dahulu dengan menggunakan
towel.
7. Melepaskan lapisan pelindung sediaan obat per vaginal
8. Apabilah menggunakan suposutoria oleskan terlebih dahulu
dengan lubricant gel/ pelumas

9. Meregangkan labia minora dengan tangan yang tidak


dominan dan tangan dominan memasukkan obat per
vaginal
10. Bersihkan kembali daerah orificium dan labium minora
dengan tissue atau towel yang baru
11. Anjurkan pasien tetap dalam posisi tersebut selama 10-30
menit
SETELAH PEMBERIAN SELESAI 1 2 3
12. Merapikan pasien
13. Merapikan alat-alat yang telah digunakan
14. Mencuci tangan
15. Memberikan edukasi dan mengucapkan terima kasih kepada
pasien

Reference :
1. Hussain, A. & Ahsan, F., 2005. The vagina as a route for systemic drug
delivery. Journal of Controlled Release, Volume 103, pp. 301-313.
KETERAMPILAN PEMBERIAN OBAT SECARA TRANS-
DERMAL (PATCH)

PENGERTIAN
Pemberian transdermal adalah pemberian melalui kulit. Obat harus sangat
lipofilik. Obat dapat diterapkan sebagai salep atau dalam matriks khusus (mis.,
transdermal patch). penyerapan melalui rute ini rendah tetapi konduktif untuk
menghasilkan efek yang tahan lama. matriks rilis lambat khusus di beberapa patch
transdermal dapat mempertahankan konsentrasi obat stabil yang mendekati infus
IV konstan.
Transdermal patch adalah perangkat pelepasan terkontrol yang memberikan obat
melintasi membran kulit ke sirkulasi darah. Mereka menghasilkan efek sistemik (di
seluruh tubuh) selain efek lokal. Obat-obatan yang diformulasikan untuk aplikasi
transdermal digunakan untuk mengobati angina (mis., Nitrogliserin),
hipogonadisme pria (mis., Testosteron), menopause (mis., Estrogen), dan nyeri
(mis., Fentanyl).
Kontraindikasi pemberian obat secara transdermal adalah : (1) terdapat lesi
atau kelainan kulit pada daerah pemberian obat, (2) terdapat riwayat
hipersensitivitas terhadap obat yang akan diberikan.

TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah melakukan latihan keterampilan ini, mahasiswa diharapkan sudah dapat
menyiapkan dan memberikan obat secara trans-dermal (patch).

TARGET PEMBELAJARAN
Setelah melakukan latihan keterampilan ini, mahasiswa diharapkan dapat:
- Menyiapkan alat-alat yang dibutuhkan untuk persiapan pemberian obat secara
trans-dermal (patch).
- Melakukan prosedur pemberian obat secara trans-dermal (patch).

MEDIA DAN ALAT BANTU PEMBELAJARAN


1. Daftar panduan belajar untuk keterampilan pemberian obat secara trans-
dermal (patch).
2. Sediaan obat trans-dermal (patch).
3. Handscoon non-steril.
4. Kapas alcohol.
5. Tempat sampah non-medis.

METODE PEMBELAJARAN
1. Demonstrasi sesuai dengan daftar panduan belajar.
2. Ceramah.
3. Diskusi.
4. Partisipasi aktif dalam skill lab (simulasi).
5. Evaluasi melalui check list/daftar tilik dengan sistim skor.
PENUNTUN BELAJAR
KETRAMPILAN PEMBERIAN OBAT SECARA TRANS-DERMAL
(PATCH)
Beri nilai untuk setiap langkah klinik dengan menggunakan kriteria sebagai
berikut:
1. Perlu perbaikan: langkah-langkah tidak dilakukan dengan benar dan
atau tidak sesuai urutannya, atau ada langkah yang tidak dilakukan.
2. Mampu: Langkah-langkah dilakukan dengan benar dan sesuai
dengan urutannya, tetapi tidak efisien.
3. Mahir: Langkah-langkah dilakukan dengan benar, sesuai dengan
urutan dan efisien.
TS Tidak Sesuai: Langkah tidak perlu dilakukan karena tidak sesuai dengan
keadaan.

NO LANGKAH KLINIK KASUS


MELAKUKAN PERSIAPAN 1 2 3
1. Mempersiapkan alat-alat yang akan digunakan
2. Memberitahu dan menjelaskan pada pasien mengenai
tindakan yang akan dilakukan.
3. Melakukan cuci tangan
4. Memasang handscoon
MELAKUKAN PEMBERIAN OBAT 1 2 3
5. Mengatur posisi pasien
6. Menentukan tempat pemberian obat :
- Memilih daerah yang mudah dijangkau yaitu lengan atas
atau dada bagian atas
- Tidak terdapat perlukaan atau kelainan
kulit
7. Membebaskan daerah pemberian obat dari pakaian.
8. Menghapusamakan kulit pasien dengan kapas alkohol,
membuang kapas ke dalam wadah pembuangan. Tunggu
sampai kulit kering dari alkohol.
9. Menegangkan kulit pasien dengan tangan kiri (jika kulit
pasien kendur, mis : lansia).
10. Melepaskan lapisan pelindung sediaan obat trans-dermal
(patch).

11. Menempelkan sediaan obat trans-dermal (patch) pada tempat


yang telah ditentukan

SETELAH PEMBERIAN SELESAI 1 2 3


12. Merapikan pasien
13. Merapikan alat-alat yang telah digunakan
14. Mencuci tangan
15. Memberikan edukasi dan mengucapkan terima kasih kepada
pasien

References :
1. Bardal Stan,et al (2010). Applied Pharmacology (1st Ed). Philadelphia, Saunders-
Elsevier.
2. Moscou, K. and Snipe, K. (2012). Pharmacology for Pharmacy Technicians.
China: Mosby Elsevier inc.
PENUNTUN CSL
PENULISAN RESEP

1
Contents
PENUNTUN CSL PENULISAN RESEP .....................................1
Tujuan (Level Kompetensi 4A) ........................................3
Skenario 1 Demam dan nyeri ..........................................3
Skenario 2 Batuk ............................................................3
Tugas ...................................................................................... 3
Kelompok obat Golongan AINS...........................................5
Aspirin .................................................................................... 5
Acetaminophen (Parasetamol). ......................................7
Asam mefenamat dan Meklofenamat ............................8
Golongan Narkotik .......................................................... 10
Morfin .................................................................................. 10
Meperidin ............................................................................ 10
Metadon .............................................................................. 11
Kelompok obat batuk ...................................................... 12
Golongan Opioid (Kodein) ........................................... 12
Golongan Antitusif non opioid ..................................... 12
Ekspektoran ......................................................................... 13
Mukolitik .............................................................................. 13
Singkatan Latin dalam Resep ........................................... 15
Tujuan (Level Kompetensi 4A)
A. Mahasiswa dapat membaca, mengerti dan
menulis resep dengan baik dan benar
B. Mahasiswa dapat memiliki kemampuan untuk
memberikan farmakoterapi nyeri dan batuk secara
tepat dan rasional.

Skenario 1
Seorang anak berusia 2 tahun dibawa ibunya ke
poliklinik dengan keluhan demam dan sakit kepala
selama 3 hari. Pada pemeriksaan fisik ditemukan
temperatur tubuh 39oC.

Skenario 2
Seorang perempuan berusia 38 tahun diantar
suaminya ke poliklinik karena gatal pada kelamin.

Skenario 3
Seorang laki-laki berusia 60 tahun dibawa keluarganya ke
Unit Gawat Darurat karena nyeri dada secara tiba-tiba.

Tugas
Mengikuti Guide to Good Prescribing yang direkomendasikan
WHO, berikut langkah menuliskan resep:

1. Step 1: Define the patient’s problem

2. Step 2: Specify the therapeutic objective

3. Step 3: Verify the suitability of your P-drug


a. 3A: Are the active substance and dosage
form suitable?

b. 3B: Is the standard dosage schedule


suitable?

c. 3C: Is the standard duration of treatment


suitable?

4. Step 4: Write a prescription

5. Step 5: Give information, instructions and


warnings

6. Step 6: Monitor (and stop?) the treatment


Bagian-bagian penting dalam resep

Dr. Shaun Murphy, Sp.B (K)
Rumah Sakit San Jose St. Bonaventura
Jl. AP. Pettarani Km. XL San Jose, California Inscriptio
Nomor SIP : 46 / SIP DA / III /2020
No. Resep Tgl

Invocatio R/ Paracetamol tab 500mg No. X Prescriptio


S prn 3 dd 1 tab pc S
R/ Lidocain HCl 2% amp. No. II
signatura S i.m.m S Subscriptio

Pro : Tn. A
Umur : 22 thn Pro
Alamat : Tamalanrea


Singkatan Latin dalam Resep

Penggunaan singkatan bahasa Latin dalam praktik medis


memiliki sejarah yang sangat panjang, bisa dirunut hingga
ke tahun 1400-an saat bahasa Latin menjadi bahasa utama
di Eropa Barat. Saat ini, penggunaan singkatan bahasa
Latin terbatas pada petunjuk pengambilan atau
penggunaan obat dalam resep.

Berikut adalah beberapa singkatan


yang paling umum digunakan:

Singkatan Arti Latin

sebelum
a.c. ante cibum
makan
a.d. or telinga
auris dexter
AD kanan
ad. lib. sesuka hati ad libitum
a.l. telinga kiri aurix laevus
dua hari
alt. die alternus die
sekali
dua jam alternus
alt. h.
sekali horis
ante
a.m. pagi
meridiem
aq. air aqua
a.s. or
AS telinga kiri auris sinister

a.u. or setiap
auris utro
AU telinga
tetes
aurist. auristillae
telinga
dua kali
b.d. bis die
sehari
dua kali
b.i.d. bis in die
sehari
cap. Kapsul Capsula

Dd Setiap hari De die


div. bagi divide
eq.pts. sama rata equalis partis
gtt. tetes gutta
h. jam hora
h.s. waktu tidur hora somni
mane pagi hari mane
mixt. campur mixtura
tetes
narist. naristillae
hidung
no. nomor numero

nocte malam hari nocte


O. pint octarius
oc. oles mata oculentum
o.d. tiap hari omni die

o.d. or mata oculus dexter


OD kanan
o.l. mata kiri oculus laevus
o.m. di pagi hari omni mane
di malam
o.n. omni nocte
hari
o.s. or oculus
mata kiri
OS sinister
o.u. or
setiap mata oculus utro
OU
setelah
p.c. post cibum
makan
post
p.m. sore hari
meridiem
p.o. per oral per os
p.r. per rektal per rectum
sesuai
p.r.n. pro re nata
kebutuhan
p.v. per vaginal per vaginum
setiap 4 quaque 4
q.4.h.
jam hora
setiap 6 quaque 6
q.6.h.
jam hora
q.d. or
setiap hari quaque die
QD
quater die
q.d.s. 4 x sehari
sumendus
q.i.d. 5 x sehari quater in die
q.o.d setiap 2 quaque

17
or hari altera die
QOD
setiap 4 quarta
q.q.h.
jam quaque hora
jumlah quantum
q.s.
secukupnya sufficiat
sekali
s.i.d. semel in die
sehari
Sig. or tulis di
signa
S. label
stat. segera statim
supp. supositoria suppositorum
syr. sirup syrupus
tab. tablet tabella
ter die
t.d.s. 3 x sehari
sumendus

t.i.d. 3 x sehari ter in die


ut dict. sesuai
ut dictum
or u.d. petunjuk
ung. oles unguentum

18
BUKU PANDUAN KERJA

MANUAL CSL 1
KETERAMPILAN KLINIK
SISTEM HEMATOLOGI

Diberikan pada Mahasiswa Semester


III Fakultas Kedokteran Unhas

Disusun oleh:

dr. Tutik Harjanti, Sp.PD-KHOM


dr. Mansyur Arif, Ph.D, Sp.PK(K)

Diedit oleh:

dr. Dimas Bayu, SpPD


dr. Yuyun Widaningsih, SpPK, M.Kes

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2019
KETERAMPILAN
ANAMNESIS HEMATOLOGI
PENDAHULUAN
Dalam mendiagnosis seorang pasien, maka pertama yang harus
dilakukan oleh seorang dokter adalah anamnesis. Anamnesis adalah tanya
jawab/komunikasi antara seorang dokter dengan pasien yang bertujuan untuk
mendapatkan keluhan utama, keluhan tambahan, riwayat penyakit
sebelumnya, riwayat pengobatan dan riwayat penyakit keluarga.
Anamnesis penting sebelum pemeriksaan fisik dilakukan dan dapat
membantu pemeriksa di dalam mengarahkan diagnosis penyakit. Begitu
pentingnya anamnesis ini maka kadang-kadang pemeriksaan fisik belum
dilakukan diagnosis sudah dapat diprediksi.

MANFAAT
Anamnesis sistem hematologi dilakukan untuk mendapatkan keluhan utama,
keluhan tambahan yang berhubungan dengan keluhan utama, riwayat
penyakit sebelumnya, riwayat pengobatan dan riwayat penyakit keluarga.

SASARAN PEMBELAJARAN
1. Mahasiswa mampu mempersiapkan pasien dalam rangka anamnesis
2. Mahasiswa mampu melakukan komunikasi/anamnesis dengan pasien
secara lengkap dan benar untuk mendapatkan keluhan utama.
3. Mahasiswa mampu melakukan komunikasi/anamnesis dengan pasien
secara lengkap dan benar untuk mendapatkan keluhan tambahan
yang berhubungan dengan keluhan utama
4. Mahasiswa mampu melakukan komunikasi/anamnesis dengan pasien secara
lengkap dan benar untuk mendapatkan riwayat penyakit sebelumnya.
5. Mahasiswa mampu melakukan komunikasi/anamnesis dengan pasien
secara lengkap dan benar untuk mendapatkan riwayat pengobatan.
6. Mahasiswa mampu melakukan komunikasi/anamnesis dengan pasien
secara lengkap dan benar untuk mendapatkan riwayat penyakit keluarga.

MEDIA DAN ALAT BANTU PEMBELAJARAN :


1. Demonstrasi sesuai daftar panduan belajar.
2. Ceramah.
3. Diskusi.
4. Partisipasi
5. aktif dalam skills lab (simulasi)
6. Evaluasi melalui check list/daftar tilik dengan sistem skor.

2
DESKRIPSI KEGIATAN

Kegiatan Waktu Deskripsi


1. Pengantar 5 menit Pengantar
2.Bermain peran 30 menit 1. Mengatur posisi duduk mahasiswa.
tanya dan jawab 2. Dua orang dosen (instruktur/co-instruktur)
memberikan contoh bagaimana cara melakukan
anamnesis secara umum. Seorang dosen
(instruktur) sebagai dokter dan seorang lagi
sebagai pasien. Mahasiswa menyimak dan
mengamati.
3. Memberikan kesempatan kepada mahasiswa
untuk bertanya dan dosen (instruktur)
memberikan penjelasan tentang aspek-aspek yang
penting.
4. Selanjutnya kegiatan dilakukan dengan
pemeriksaan fisik pada manikin atau probandus.
5. Mahasiswa memperhatikan dan menanyakan hal-
hal yang belum dimengerti dan dosen
menanggapinya.
3.Praktek bermain 100 1. Mahasiswa dikelompokkan secara berpasangan.
peran dan umpan menit Seorang mentor diperlukan untuk mengamati 2
balik pasangan.
2. Setiap pasangan berpraktek, satu orang sebagai
dokter (pemeriksa) dan satu orang sebagai pasien
secara serentak.
3. Mentor memeberikan tema khusus atau keluhan
utama kepada pasien dan selanjutnya akan
ditanyakan oleh si pemeriksa.
4. Mentor berkeliling diantara mahasiswa dan
melakukan supervise menggunakan lembar isian
(check list).
5. Setiap mahasiswa paling sedikit berlatih satu kali
sebagai pemeriksa.
4.Curah 15 menit 1. Curah pendapat/diskusi : Apakah mudah
pendapat/diskusi dimengerti? Apa yang sulit? Menanyakan
bagaimana perasaan mahasiswa yang berperan
sebagai pasien. Apa yang dapat dilakukan oleh
dokter agar pasien lebih nyaman?
2. Dosen (instruktur) menyimpulkan dengan
menjawab pertanyaan terakhir dan memperjelas
hal-hal yang masihbelum dimengerti.
Total waktu 150
menit

3
PENUNTUN BELAJAR KETERAMPILAN
ANAMNESIS HEMATOLOGI
(digunakan oleh Peserta)

Beri nilai untuk setiap langkah klinik dengan menggunakan kriteria sebagai berikut:
0. Sama sekali tidak menanyakan.
1. Perlu perbaikan: langkah-langkah dilakukan tetapi tidak lengkap.
2. Mampu: Langkah-langkah dilakukan dengan benar dan lengkap.

NO LANGKAH KLINIK KASUS


A. MENJALIN SAMBUNG RASA 0 1 2
1. Mengucapkan salam, lalu pemeriksa bediri dan melakukan jabat
tangan .
2. Mempersilahkan klien duduk bersebrangan/berhadapan
3. Menjawab dan bertanya dengan senyum dalam rangka membina
sambung rasa
4. Berbicara dengan lafal yang jelas dengan menggunakan bahasa yang
mudah dipahami.
B. MENGUMPULKAN DATA PRIBADI DAN KELUHAN UTAMA 0 1 2
1. Menanyakan identitas seperti nama dan umur, alamat dan pekerjaan.
2. Menanyakan asal usul pasien.
3. Menyebut nama pasien pada saat mengajukan pertanyaan.
4. Menanyakan keluhan utama dan berusaha memastikannya.
C. MENGGALI RIWAYAT PENYAKIT 0 1 2
1. Menggali riwayat penyakit sekarang dengan keterangan yang teratur
sedapat mungkin secara kronologis berkenaan dengan perkembangan
penyakit yang diderita, mulai dari timbulnya gejala sampai sekarang.
2. Melakukan anamnesis sistem organ yang berkaitan
3. Memperluas anamnesis yang kemungkinan berkaitan dengan sistem
lain.
4. Menggali riwayat penyakit sekarang dan dahulu untuk menilai
hubungan antara penyakit sekarang dengan penyakit yang dahulu.
5. Menelusuri tentang riwayat pengobatan sebelumnya
6. Menelusuri penyakit keluarga dan lingkungan dengan:
- Menanyakan apakah ada anggota keluarga yang
menderita/pernah menderita gangguan yang sama.
- Menanyakan kedekatan dengan anggota keluarga
yang sakit tersebut.
7. Melakukan cek silang.

4
KETERAMPILAN
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK FISIK

PENDAHULUAN
Pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan tubuh untuk menentukan
adanya kelainan-kelainan dari suatu sistem atau suatu organ tubuh dengan
cara inspeksi (melihat), palpasi, perkusi dan auskultasi. Pada umumnya
pemeriksan dilakukan secara berurutan dari inspeksi sampai auskultasi.
Secara khusus pemeriksaan diagnostik fisik hematologi tidak berbeda
jauh dengan sistem lain yaitu secara berurutan (anamnesis-auskultasi). Di
samping anamnesis dan pemeriksaan fisik, maka tes laboratorium sangat
menentukan di dalam menegakkan diagnosis.

MANFAAT
Pemeriksaan diagnostik fisik sistem hematologi dilakukan untuk :
1. Kelengkapan dari rangkaian anamnesis yang dilakukan pada pasien.
2. Mengetahui diagnosis penyakit.
3. Membantu dokter untukmelakukan tindakan selanjutnya.
4. Mengetahui dan perkembangan serta kemajuan terapi.
5. Dipakai sebagai standar pelayanan di dalam memberikan pelayanan
paripurna.

TUJUAN PEMBELAJARAN :
Mahasiswa dapat melakukan pemeriksaan diagnostik fisik hematologi
meliputi inspeksi, palpasi , perkusi dan auskultasi.

SASARAN PEMBELAJARAN
1. Mahasiswa mampu mempersiapkan pasien dalam rangka pemeriksaan fisik
2. Mahasiswa dapat melakukan pemeriksaan inspeksi, palpasi, perkusi
dan auskultasi secara terperinci.
3. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan sesuai prosedur yang ada.
4. Mahasiswa dapat mengenal dan mengetahui pemeriksaan diagnostik
fisik yang normal .
5. Mahasiswa dapat mengenal dan mengetahui tanda-tanda/kelainan
fisik gangguan hematologi.

MEDIA DAN ALAT BANTU PEMBELAJARAN :


1. Demonstrasi sesuai daftar panduan belajar.
2. Ceramah.
3. Diskusi.
4. Partisipasi aktif dalam skills lab (simulasi)
5. Evaluasi melalui check list/daftar tilik dengan sistem skor.

5
DESKRIPSI KEGIATAN

Kegiatan Waktu Deskripsi


1. Pengantar 5 menit Pengantar
2.Bermain peran dan 30 menit 6. Mengatur posisi duduk mahasiswa.
tanya jawab 7. Dua orang dosen (instruktur/co-instruktur)
memberikan contoh bagaimana cara melakukan
pemeriksaan fisis secara umum. Seorang dosen
(instruktur) sebagai dokter dan seorang lagi
sebagai pasien. Mahasiswa menyimak dan
mengamati.
8. Memberikan kesempatan kepada mahasiswa
untuk bertanya dan dosen (instruktur)
memberikan penjelasan tentang aspek-aspek
yang penting.
9. Mahasiswa memperhatikan dan menanyakan hal-
hal yang belum dimengerti dan dosen
menanggapinya.
3.Praktik bermain 100 6. Mahasiswa dikelompokkan secara berpasangan.
peran dengan menit Seorang mentor diperlukan untuk mengamati 2
umpan balik pasangan.
7. Setiap pasangan berpraktek, satu orang sebagai
dokter (pemeriksa) dan satu orang sebagai pasien
secara serentak.
10. Selanjutnya kegiatan dilakukan dengan
pemeriksaan fisik antara mahasiswa sebagai
dokter dan mahasiswa sebagai pasien.
8. Mentor berkeliling diantara mahasiswa dan
melakukan supervise menggunakan lembar isian
(check list).
9. Setiap mahasiswa paling sedikit berlatih satu kali
sebagai pemeriksa.
4.Curah 15 menit 3. Curah pendapat/diskusi : Apakah mudah
pendapat/diskusi dimengerti? Apa yang sulit? Menanyakan
bagaimana perasaan mahasiswa yang berperan
sebagai pasien. Apa yang dapat dilakukan oleh
dokter agar pasien lebih nyaman?
4. Dosen (instruktur) menyimpulkan dengan
menjawab pertanyaan terakhir dan memperjelas
hal-hal yang masih belum dimengerti.
Total waktu 150
menit

6
PENUNTUN BELAJAR
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK FISIK HEMATOLOGI
(digunakan oleh Peserta)

Beri nilai untuk setiap langkah klinik dengan menggunakan kriteria sebagai berikut:
0. Sama sekali tidak melakukan.

1. Perlu perbaikan: langkah-langkah dilakukan tetapi tidak lengkap.

2. Mampu: Langkah-langkah dilakukan dengan benar dan lengkap.

SKOR/NILAI
No LANGKAH/KEGIATAN 0 1 2
Persiapan Dokter
Mencuci Tangan (Cukup diucapkan lisan)
Persiapan Pasien
Menjelaskan mengenai pemeriksaan fisis yang akan dilakukan, tujuan dan
1 manfaatnya secara ringkas dan sederhana.
Memberikan jaminan pada pasien dan keluarganya tentang kerahasiaan
2 semua informasi yang didapatkan pada pemeriksaan fisis tersebut.
Menjelaskan mengenai hak-hak pasien dan keluarganya, misalnya tentang
3 hak menolak untuk diperiksa.
Meminta persetujuan pasien atau keluarga untuk pemeriksaan fisis (informed
4 consent).
Mempersilahkan pasien berbaring dalam posisi mendatar, kepala disanggah 1
5 bantal.

6 Dokter berdiri di sebelah kanan pasien

Penilaian Status Pasien secara Umum


Melihat dan mencatat keadaan umum pasien: sakit ringan, sakit sedang atau
7 sakit berat
Pemeriksaan Kepala/Muka
8 Melihat dan mencatat kelainan yang dapat diidentifikasi secara sepintas
Meletakkan jari di sela-sela rambut pasien dan menarik rambut secara
perlahan dengan sedikit tekanan lalu menilai apakah rambut mudah tercabut
9 atau tidak
Meletakkan telapak tangan yang dominan di depan wajah pasien lalu
menggerakkan telapak tangan ke arah atas dan meminta pasien untuk
mengikuti dengan bola matanya kemudian dokter menarik palpebra inferior
dengan tangan yang satu ke arah bawah dan menilai apakah konjungtiva
10 pucat (anemia) atau terdapat injeksi atau tidak
Meletakkan telapak tangan yang dominan di depan wajah pasien lalu
menggerakkan telapak tangan ke arah bawah dan meminta pasien untuk
mengikutinya kemudian dokter menarik palpebra superior dengan tangan
yang satu ke arah atas dan menilai apakah terdapat sklera kuning (ikterus)
11 atau terdapat perdarahan pada sklera (biasanya pada hemofilia) atau tidak
Meminta pasien membuka mulut dan mengamati apakah ada perdarahan
atau sisa-sisa perdarahan di dalam mulut, atrofi papil lidah, hipertrofi
12 ginggiva maupun stomatitis.

7
Pemeriksaan Dada Depan
Menekan dengan lembut pada sternum dan kedua klavikula dengan pangkal
telapak tangan dan meminta pada pasien untuk mengatakan jika terdapat
13 nyeri tekan atau tidak.
Pemeriksaan Abdomen
Memeriksa abdomen secara cermat terutama untuk menentukan
14 splenomegali.
Memeriksa abdomen secara cermat terutama untuk menentukan
15 hepatomegali.
Memeriksa abdomen secara cermat terutama untuk menentukan
16 pembesaran kelenjar para-aorta (biasanya pada ALL, CLL, limfoma maligna).
Memeriksa ada tidaknya pembesaran kelenjar inguinal dengan melakukan
17 palpasi.
Pemeriksaan Ekstremitas Superior
Memperhatikan secara cermat apakah ada koilonikia kuku, bekas garukan
18 dan inspeksi lipatan palmaris untuk menunjukkan kepucatan.
Memeriksa denyut nadi pasien. Takikardi (denyut nadi lebih dari 100 kali per
19 menit) dapat ditemukan pada pasien anemia.
Apabila terdapat purpura, memperhatikan luas dan distribusinya (dari peteki
20 sampai ekimosis).
Memeriksa adanya purpura yang teraba, purpura yang teraba menunjukkan
14 vaskulitis sistemik.
15 Memperhatikan apakah ada perdarahan intraartikuler
Pemeriksaan Ekstremitas Inferior

Melakukan inspeksi tungkai apakah terdapat memar, pigmentasi atau bekas


garukan. Purpura yang menonjol (teraba) ditemukan pada purpura Henoch-
16 Schonlein, perdarahan intraartikuler.
Memperhatikan adanya ulkus pada tungkai, biasanya di atas maleolus medial
17 atau lateral.
Untuk pemeriksaan selanjutnya Pasien diminta duduk tegak.
Pemeriksaan Kelenjar Aksila
Memeriksa kelenjar aksila dengan cara mengangkat lengan pasien dan
dengan tangan kiri lakukan palpasi pada aksila kanan. Pemeriksa meraba
dengan jari-jarinya setinggi mungkin ke dalam aksila. Pemeriksaan pada
18 aksila kiri dilakukan sebaliknya.

Pemeriksaan Servikal (Leher)

Memeriksa kelenjar servikal dari arah belakang. Usahakan mengidentifikasi


setiap kelompok kelenjar dengan jari-jari tangan.

Mula-mula melakukan palpasi kelenjar submental yang terletak tepat di


19 bawah dagu, lalu kelenjar submandibula yang teraba di bawah sudut rahang.
Melakukan palpasi rantai juguler yang terletak anterior dari m.
sternokleidomastoideus dan kemudian kelenjar triangularis posterior yang
20 terletak di bagian posterior m. sternokleidomastoideus

21 Melakukan palpasi regio oksipital untuk menentukan kelenjar oksipital


Selanjutnya memeriksa kelenjar post aurikuler di belakang telinga dan pre
22 aurikuler di depan telinga.

8
Pemeriksa berpindah ke depan pasien. meminta pasien untuk sedikit
mengangkat bahu, lalu pemeriksa meraba fossa supraklavikula dan nodus
23 supraklavikula pada dasar m. sternomastoideus
Pemeriksaan nyeri tekan tulang pada dada belakang; pasien tetap dalam
posisi tegak

Melakukan ketokan pada tulang belakang dengan kepalan tangan untuk


24 menentukan nyeri tekan tulang.
Kemudian memeriksa bahu dengan menekannya kearah satu sama lain
26 dengan kedua tangan.

Tes Rumple Leede (Tes Bendungan)

27 Memasang manset spigmomanometer di lengan atas.

28 Mengukur tekanan darah (TD) sistolik dan diastolik pasien.


Memompa kembali spigmomanometer sampai setengah dari jumlah TD
29 sistolik dan diastolik.
30 Mempertahankan selama 5 menit dengan cara melipat selang manset.
31 Membuka manset.

Membuat lingkaran imajiner sekitar 2 inchi (5cm) pada daerah lengan yang
32 paling banyak terdapat bintik-bintik peteki.
Interpretasi: bintik peteki lebih dari 20 maka dilaporkan tes Rumple Leede
33 positif.

Lampiran
Cara pemeriksaan Kelenjar getah bening leher
Bila menemukan kelenjar getah bening di leher, perhatikan ukuran, konsistensi, nyeri,
perlekatan. Kelenjar getah bening pada leher dibagi atas 5 daerah penyebaran yaitu:
1. Segitiga submentale dan submandibula
2. Sepertiga atas leher yang mencakup, kelenjar jugularis superior,
kelenjar digastrik dan kelenjar servikal posterior
3. Di antara bifurcatio carotis dan persilangan m. Omohioid dengan m.
Sternokleidomastoideus dan batas posterior m. Sternokleidomastoideus
4. Di daerah jugularis inferior dan supraklavikula
5. Segitiga posterior servikal

Cara pemeriksaan Splenomegali:


1. Pengukuran splenomegali dapat dilakukan dengan menggunakan dua metode
yaitu Hacket yang lebih sering digunakan dalam penelitian endemisitas penyakit
dan Schuffner yang lebih sering digunakan dalam klinik.
2. Metode Hacket, metode ini membagi splenomegali menjadi 5 kelas:
a. Posisikan pasien dalam keadaan berbaring dan kedua tekuk
kedua lutut.
b. Mulai dengan meraba dan melakukan penekanan dengan
menggunakan bagian pinggir dalam palmar dan jari tangan pada

9
abdomen sampai sedalam 4-5 cm dari arah kaudal ke kranial di
bawah arcus costa kiri
c. Lakukan penekanan saat pasien melakukan inspirasi
d. Metode Hacket diintepretasikan sebagai berikut:
Kelas 0 tak teraba walau dengan inspirasi normal
Kelas 1 teraba di tepi costa dengan inspirasi dalam
Kelas 2 teraba di bawah costa sampai pertengahan puting
susu dan umbilicus
Kelas 3 teraba sampai garis horizontal umbilicus
Kelas 4 teraba antara umbilicus dan symphisis pubis
Kelas 5 teraba di luar dan di bawah daerah kelas 4

3. Metode Schuffner, metode ini membagi splenomegali menjadi 8:


a. Posisikan pasien dalam keadaan berbaring dan kedua tekuk kedua lut
b. ut.
c. Mulai dengan meraba dan melakukan penekanan dengan
menggunakan bagian pinggir dalam palmar dan jari tangan
pada abdomen sampai sedalam 4-5 cm dari arah SIAS (Spina
Iliaca Anterior Superior) ke arah arcus costa kiri
d. Lakukan penekanan saat pasien melakukan inspirasi, dan
berikan penilaian mengenai ukuran, pinggir, konsistensi, nyeri
e. Metode Schuffner membagi splenomegali menjadi 8, dimana
pembesaran mulai dari arcus costa kiri sampai umbilicus adalah
Scuffner I – IV dan umbilicus sampai SIAS adalah Scuffner V – VIII
f. Metode Schuffner diintepretasikan sebagai berikut
i. Tarik garis imajiner (A) yang melalui perpotongan antara linea
mid-clavicularis kiri dengan arcus costa dengan umbilicus
ii. Dengan membagi 4 garis A tersebut maka didapatkan
area yang membatasi Scuffner I-IV
iii. Kemudian tarik garis imajiner kedua (B) yang tegak lurus
dengan A, yang melalui umbilicus, garis ini juga
merupakan batas Scuffner VI
iv. Dari B tarik garis imajiner ketiga (C) yang tegak lurus
dengan B sampai berpotongan dengan SIAS
v. Dengan membagi 4 garis C tersebut maka didapatkan
area yang membatasi Scuffner V-VIII

10
Cara pemeriksaan Hepatomegali
1. Posisikan pasien dalam keadaan berbaring dan kedua tekuk kedua lutut.
2. Mulai dengan meraba dan melakukan penekanan dengan menggunakan
bagian pinggir dalam palmar dan jari tangan pada abdomen sampai
sedalam 4-5 cm dari arah kaudal ke kranial di bawah arcus costa kanan
3. Lakukan penekanan saat pasien melakukan inspirasi, dan berikan
penilaian mengenai ukuran, pinggir, konsistensi, nyeri
4. Hepatomegali diintepretasikan dengan mengukur pembesaran hepar
sampai sekian sentimeter dibawah arcus costa kanan

11
PENUNTUN
PRAKTIKUM
HEMATOLOGI

Editor :
dr. Mansyur Arif, Ph.D, Sp.PK(K)

Untuk Digunakan di kalangan


Fakultas Kedokteran UNHAS
Makassar
2017
DAFTAR ISI

Teknik Pengambilan Darah (Flebotomi) ........................................................ 3


Tes Hemoglobin Cara Sahli............................................................................... 9
Pemeriksaan Laju Endap Darah....................................................................... 11
Hitung Lekosit....................................................................................................... 13
Hitung Eritrosit ..................................................................................................... 16
Hitung Trombosit ................................................................................................. 18
Pembuatan dan Pewarnaan Sediaan Hapus................................................. 22
Hitung Jenis Lekosit ........................................................................................... 28
Penetapan Nilai Hematokrit............................................................................... 36
Indeks Eritrosit ………………………………………………………………. 39
Hitung Retikulosit ................................................................................................ 41
Tes Coomb’s ......................................................................................................... 44
Golongan Darah ABO dan Rhesus.................................................................. 46
Hemostasis ............................................................................................................ 49
Bleeding Time ....................................................................................................... 49
Clotting Time ......................................................................................................... 53
Rumple Leede ....................................................................................................... 54

Penuntun Praktikum Hematologi 2


TEKNIK PENGAMBILAN DARAH (FLEBOTOMI)

Flebotomi berasal dari Bahasa Yunani yaitu Phlebos : vena, dan Tome:
memotong. Flebotomi Masa Kini, terdiri dari:
1. Tusukan Vena (Venipuncture)
2. Tusukan Kulit (Skin Puncture)

TUSUKAN VENA (VENIPUNCTURE)

A. Pra Analitik
Alat dan bahan:
- Antiseptik & desinfektan : alkohol 70 %
- Kapas steril
- Plester
- Tourniquet
- Metode semprit: Jarum semprit (21-23 gauge)
Penampung (barrel)
Penghisap (plunger)
Tabung yang telah diisi antikoagulan
- Metode tabung vakum: Jarum khusus (20-22gauge)
holder/adapter
tabung vakum (dengan antikoagulan)
- Antikoagulan: EDTA, heparin, Na. Sitrat, NH4-oksalat

B. Analitik

1. Metode Tabung Vakum


a. pilih bagian yang akan dilakukan tusukan vena (venipuncture), yaitu:
antecubitus lengan, pilih vena yang besar dan tidak mudah bergerak
b. desinfektan area venipuncture dengan kapas alkohol dengan gerakan
memutar dari tengah ke tepi, biarkan 30 detik untuk pengeringan alkohol.
c. pasang tourniquet 7.5 – 10 cm di atas bagian venipuncture disertai
pengepalan tangan pasien membantu penampakan vena.
d. tusuk jarum ke dalam vena, posisi lubang jarum menghadap ke
0
atas dengan sudut 15 – 30 .
e. lepas tourniquet setelah darah mengalir (jangan biarkan tourniquet
terpasang lebih 1 menit).
f. isi tabung sampai kevakumannya habis
g. lepaskan tabung dari jarum
h. bolak balik isi tabung 5 – 10 kali
i. lepaskan jarum perlahan-lahan
j. segera tekan dengan kapas selama 3 – 5 menit
k. plester bagian veni puncture dan lepas setelah 15 menit

Penuntun Praktikum Hematologi 3


l. beri label pada tabung (nama, no.lab, jarum & tgl.pengambilan)

2. Metode Semprit
a. keluarkan semprit dari plastiknya, pasang jarum, tarik penghisap
untuk memeriksa kelancarannya
b. penusukan vena dilakukan seperti metode vakum
c. lepaskan tourniquet setelah darah mengalir
d. tarik perlahan-lahan pengisap (plunger) dan biarkan semprit terisi darah
e. masukkan darah ke dalam tabung yang telah diisi antikoagulan.

TUSUKAN KULIT (SKIN PUNCTURE)

A. Pra Analitik
Alat dan bahan:
- Antiseptik & desinfektan : alkohol 70 %
- Kapas steril
- Lancet steril atau hemolet
- Penampung darah (tabung/ pipa kapiler)

B. Analitik
a. Tangan diletakkan di atas meja dengan posisi telapak menghadap ke atas
b. Pilih bagian yang akan ditusuk dan dibersihkan
c. Pegang jari pasien dengan ibu jari dan telunjuk kita
d. Bagian kulit dibersihkan dengan kapas alkohol 70%
e. Tusukkan lancet pada kulit
f. Buang lancet pada tempat khusus.
g. Tekan bagian yang darahnya keluar (jangan terlalu keras)
h. Seka tetesan darah pertama dengan kapas steril
i. Tampung darah yang keluar ke dalam tabung/pipa kapiler sesuai
permintaan pemeriksaan dengan menempelkan tabung/pipa kapiler
langsung pada bagian kulit dimana darah keluar.
j. Pipa kapiler ditutup dengan clay
k. Bila diperlukan sediaan apus, ambil porsi pertama sebelum tabung antikoagulan: 1
– 2,5 cm pada ujung kaca obyek, diameter tetesan 1 – 2 mm.

Penuntun Praktikum Hematologi 4


Lampiran Gambar:
A. VENIPUNCTURE

Tourniquet

5
Venipuncture Sistem Tabung

Penuntun Praktikum Hematologi 6


B. SKIN PUNCTURE

Hemolet (Lancet)

Tempat skin puncture

Penuntun Praktikum Hematologi 7


Teknik Skin Puncture

Penuntun Praktikum Hematologi 8


TES HEMOGLOBIN CARA SAHLI

A. Pra Analitik
- Persiapan pasien: tidak memerlukan persiapan khusus
- Persiapan sampel: darah kapiler, EDTA, Oksalat
- Prinsip tes: hemoglobin diubah menjadi hematin asam, kemudian warna
yang terjadi dibandingkan secara visual dengan standar dalam alat itu
- Alat dan bahan:
1. Hemolet/lanset
2. Hemoglobinometer (hemometer):
- tabung pengencer
- pipet Hb
- pipet tetes
- selang pengisap
- batang pengaduk
3. HCl 0.1 N
4. Aquades

B. Analitik
1. Masukkan HCl 0.1 N ke dalam tabung pengencer sampai tanda 2
2. Isap darah kapiler dengan pipet Hb sampai tanda 20 ul
3. Hapuslah darah yang melekat pada sebelah luar ujung pipet
4. Segera alirkan darah dari pipet ke dalam dasar tabung pengencer.
Catat waktu /saat darah dicampurkan ke dalam HCl.
5. Isap kembali isi tabung ke dalam pipet kemudian tiupkan kembali isi
pipet ke dalam tabung, lakukan hal ini 2 sampai 3 kali agar sisa-sisa
darah terbilas ke dalam tabung.
6. Tambahkan aquadest, tetes demi tetes, sambil mengaduk isi tabung sampai
diperoleh warna isi tabung sama dengan warna standar yang ada di komparator.
Tepat 3 menit setelah darah tercampur dengan HCl, warna larutan dibaca pada
jarak sepanjang lengan atas dengan latar belakang cahaya matahari, warna
larutan disamakan dengan warna gelas standar. Tinggi larutan sesuai dengan
skala yang menunjukkan kadar Hb dalam g% (lihat pada dasar meniskus).
Laporkan nilainya dalam gr% (=gr/100 ml = gr/dl).

C. Pasca Analitik
- Nilai rujukan:
Perempuan 12 – 16 gr/dl
Laki-laki 14 – 18 gr/dl

Sumber Kesalahan
1. Tidak semua hemoglobin berubah menjadi hematin asam seperti
karboksihemoglobin, methemoglobin dan sulfhemoglobin
2. Cara visual mempunyai kesalahan inheren sebesar 15-30%, sehingga
tidak dapat menghitung indeks eritrosit.

Penuntun Praktikum Hematologi 9


3. Sumber kesalahan yang sering terjadi :
a. Kemampuan untuk membedakan warna tidak sama
b. Sumber cahaya kurang baik
c. Kelelahan mata
d. Alat-alat kurang bersih
e. Ukuran pipet kurang tepat, perlu kalibrasi.
f. Warna gelas standar pucat/kotor dan lain sebagainya
g. Penyesuaian warna larutan yang diperiksa dalam komparator
kurang akurat.

Penuntun Praktikum Hematologi 10


PEMERIKSAAN LAJU ENDAP DARAH
Laju endap darah adalah mengukur kecepatan sendimentasi sel eritrosit
di dalam plasma. Satuannya mm/jam.
Cara pemeriksaan yang mendapat rekomendasi dari International Commitee for
Standardization in Hematology (ICSH) adalah cara Westergren

I. Cara Westergren
B. Pra Analitik
1. Persiapan Penderita: tidak memerlukan persiapan khusus
2. Persiapan sampel:
Darah vena dicampur dengan antikoagulan larutan Natrium Sitrat 0,109 M
dengan perbandingan 4 : 1. dapat juga dipakai darah EDTA yang diencerkan
dengan larutan sodium sitrat 0,109 M atau NaCl 0,9% dengan perbandingan 4:1.
3. Prinsip: mengukur kecepatan sendimentasi sel eritrosit di dalam plasma.
Satuannya mm/jam
4. Alat dan bahan: a. Pipet Westergren
a. Rak untuk pipet Westergren
b. Natrium sitrat 0,109 M

C. Analitik
1. Isi pipet Westergren dengan darah yang telah diencerkan sampai garis
tanda 0. Pipet harus bersih dan kering.
2. Letakkan pipet pada rak dan perhatikan supaya posisinya betul-betul tegak
0
lurus pada suhu 18-25 C. Jauhkan dari cahaya matahari dan getaran.
3. Setelah tepat 1 jam, baca hasilnya dalam mm/jam.

D. Pasca Analitik
Nilai rujukan Laki-laki : 0 – 20 mm/jam
Perempuan: 0 – 15 mm/jam

Sumber Kesalahan
1. Kesalahan dalam persiapan penderita, pengambilan dan penyiapan
bahan pemeriksaan (lihat bahan pemeriksaan hematologi).
2. Dalam suhu kamar pemeriksaan harus dilakukan dalam 2 jam pertama, apabila
o
darah EDTA disimpan pada suhu 4 C pemeriksaan dapat ditunda selama 6 jam.
3. Perhatikan agar pengenceran dan pencampuran darah dengan larutan
antikoagulan dikerjakan dengan baik.
4. Mencuci pipa Westergren yang kotor dapat dilakukan dengan cara
membersihkannya dengan air, kemudian alkohol dan terakhir aseton. Cara lain
adalah dengan membersihkan dengan air dan biarkan kering satu malam dalam
posisi vertikal. Tidak dianjurkan memakai larutan bichromat atau deterjen.
O
5. Nilai normal pada umumnya berlaku untuk 18-25 C.
6. Pada pemeriksaan pipet harus diletakkan benar-benar posisi vertikal.

Penuntun Praktikum Hematologi 11


II. Cara Wintrobe
A. Pra Analitik
1. Persiapan Penderita: tidak memerlukan persiapan khusus
2. Persiapan sampel:
Darah EDTA
3. Prinsip: mengukur kecepatan sendimentasi sel eritrosit di dalam plasma.
Satuannya mm/jam
4. Alat dan bahan: a. Tabung Wintrobe
b. Pipet Kapiler
B. Analitik
1. Campur isi spesimen baik-baik supaya homogen
2. Isilah tabung Wintrobe dengan pipet kapiler sampai tanda 0
3. Letakkan tabung pada rak dengan posisi tepat tegak lurus
4. Biarkan selama 1 jam. Setelah tepat 1 jam, catatlah penurunan eritrosit
dalam mm/jam
C. Pasca Analitik
Nilai rujukan Laki-laki : 0 – 20 mm/jam
Perempuan: 0 – 15 mm/jam

Penuntun Praktikum Hematologi 12


HITUNG LEKOSIT
A. Pra Analitik
1. Persiapan pasien: tidak memerlukan persipan khusus
2. Persiapan sampel: darah kapiler, EDTA
3. Prinsip:
Darah diencerkan dengan larutan asam lemak, sel-sel eritrosit akan
mengalami hemolisis serta darah menjadi lebih encer sehingga sel-sel
lekosit lebih mudah dihitung.
4. Alat dan
Bahan Alat:
Pipet lekosit atau clinipet 20 µl, pipet volumetrik
0,5 ml Tabung ukuran 75 x 10 mm
Kamar hitung improved neubauer dan kaca
penutup Pipet Pasteur
Mikroskop
Bahan atau Reagens.
Larutan pengencer dapat menggunakan salah satu dari larutan berikut :
1. Turk : asam asetat glasial 3 ml
gentian violet 1% 1 ml
akuades 100 ml
Penambahan gentian violet bertujuan memberi warna pada inti dan
granula lekosit. Larutan ini melisiskan eritrosit dan trombosit tetapi
tidak melisiskan lekosit maupun eritrosit berinti.
2. HCl 1%
3. Asam asetat 2%

A. Analitik
Membuat pengenceran.
Cara pipet lekosit.
Dengan pipet lekosit darah diisap sampai tanda 0,5 , bila lebih letakkan
ujung pipet pada bahan yang tidak meresap misal plastik, sampai darah tepat
pada tanda 0,5. Bersihkan bagian luar pipet tersebut dari darah dengan
tissue. Kemudian isaplah larutan pengencer sampai tanda 11. (pengencer 1:
20). Peganglah pipet lekosit tersebut sedemikian rupa sehingga kedua ujung
pipet terletak diantara ibu jari dan telunjuk tangan kanan. Homogenkan
selama 3 menit agar semua eritrosit hemolisis

Cara tabung,
Dengan menggunakan clinipet 20 µl, pipet volumetris 0,5 ml
(sistem tabung)
a. Larutan pengencer sebanyak 0,38 ml dimasukkan dengan
menggunakan pipet 0,5 ml ke dalam tabung ukuran 75 x 10 mm
b. Tambahkan 20 µl darah EDTA, darah kapiler ke dalam tabung tersebut
(pengencer 1: 20). Pada waktu mengambil darah EDTA jangan lupa
menghomogenkan darah dengan baik. Sebelum memasukkan 20 µl darah

Penuntun Praktikum Hematologi 13


ke dalam larutan pengencer, hapuslah kelebihan darah yang ada di
dalam pipet. Hati-hati agar darah di dalam pipet tidak ikut terserap.
c. Darah yang tersisa di dalam pipet dibilas dengan mengisap dan
mengeluarkan larutan pengencer sebanyak 3 kali.
d. Tabung tersebut ditutup dengan parafilm dan dicampur hingga
homogen. Pencampuran dilakukan selama 1 menit

Mengisi Kamar Hitung (KH)


1. Kaca penutup KH diletakkan pada tempatnya. KH harus dalam
keadaan bersih dan kering.
2. Isilah KH dengan darah yang sudah diencerkan tadi dengan menggunakan
pipet Pasteur. Pengisian KH harus diulang bila terjadi hal-hal di bawah ini :
Terlalu banyak cairan yang masuk sehingga mengisi parit KH.
KH tidak sepenuhnya terisi.
Terdapat gelombang udara dalam KH.
3. Bila menggunakan pipet lekosit sebelum pengisian KH buanglah 4
tetes pertama dan letakkan ujung pipet pada KH tepat batas kaca
penutup . Isikan ke dalam KH tersebut pada tetesan yang ke-lima.
4. Kamar hitung setelah diisi dibiarkan selama 3 menit. Bila penghitungan
jumlah sel di dalam KH ditunda, sebaiknya KH dimasukan ke dalam
cairan putih yang berisi kapas atau kertas saring basah.

Menghitung Jumlah Lekosit.


1. Letakkan KH dengan hati-hati di bawah mikroskop dalam keadaan rata air.
Turunkan kondensor atau kecilkan diafragma. Gunakanlah pembesaran
kecil untuk mencari daerah yang akan di hitung. Setelah itu penghitungan
sel dilakukan dengan menggunakan lensa objektif 10x dan lensa okuler 10x.
2. Pada hitung lekosit minimal sel yang dihitung 100 sel dengan menghitung
semua lekosit yang ada pada kempat bidang 1,2,3 dan 4 (gbr.1) diharapkan
syarat minimal sel yang harus dihitung dapat dicapai. Volume yang dihitung
sebesar 4 ( 1 x 1 x 0,1 ) = 0,4 ul (mmk). Bila jumlah lekosit dalam 2 buah
bidang 1 dan 3 telah melebihi jumlah 100 sel dengan catatan bahwa volume
yang dihitung sebesar 2 ( 1 x 1 x 0,1 ) = 0,2 ul (mmk).
3. Cara menghitung lekosit dalam KH dapat dilihat pada gbr. 2. Mulailah
menghitung dari sudut kiri atas, terus kekanan, kemudian turun kebawah
dan dair kanan kekiri ; lalu turun lagi kebawah dan dimulai lagi dari kiri
ke kanan. Cara seperti ini dilakukan pada ke-empat bidang besar.
4. Kadang-kadang ada sel-sel yang letaknya menyinggung garis batas
suatu bidang. Sel-sel yang menyinggung garis batas sebelah kiri atau
garis atas harus dihitung. Sebaliknya sel-sel yang menyinggung garis
batas selah kanan atau bawah tidak turut dihitung.

Penghitungan.

Jumlah lekosit yang dihitung = jumlah lekosit x faktor pengencer


Volume yang dihitung (ul)

Penuntun Praktikum Hematologi 14


Bila jumlah lekosit dalam ke 4 bidang besar (1,2,3,4 ) adalah N, maka:

Jumlah lekosit = N x 20 l 50N / l darah atau 0,05 N x10 g / l


0,4
Nilai rujukan = 4.000 – 10.000/ µl

Koreksi terhadap eritrosit berinti.


Bila di dalam sediaan darah tepi terdapat eritrosit berinti yang
melebihi 10 dalam 100 lekosit, maka harus dilakukan koreksi
terhadap lekosit. Hal ini disebabkan eritrosit berinti tidak hancur oleh
larutan Turk dan akan ikut terhitung sebagai lekosit.
Contoh : bila didalam sediaan apus darah tepi terdapat eritrosit
sebanyak 25 sel /100 lekosit dan jumlah lekosit 12.500/ul,
100
Jumlah lekosit yang sebenarnya adalah = x Jumlah
lekosit 125
100
= x12.5000
125
= 10.000 / ml
Catatan : Bila jumlah sel sangat banyak, faktor pengencer
ditingkatkan. Sebaliknya bila jumlah sel sedikit, jumlah sel
yang dihitung harus ditingkatkan.

Penuntun Praktikum Hematologi 15


HITUNG ERITROSIT

A. Pra Analitik
Persiapan Pasien: tidak memerlukan persiapan
khusus Persiapan Sampel: darah kapiler, EDTA
Prinsip: Darah diencerkan dengan larutan pengencer isotonis agar mencegah
hemolisis eritrosit dan memudahkan menghitung
eritrosit. Alat dan Bahan
Alat:
1. Pipet eritrosit atau clinipet 20 µl, pipet volumetrik 4 ml
2. Tabung ukuran 75 x 10 mm
3. KH Improved Neubauer dan kaca penutup
4. Pipet Pasteur
5. Mikroskop

Bahan/ Reagens
Larutan pengencer dapat digunakan salah satu dari larutan berikut :
a. Larutan hayem
Natrium – sulfat ………………….......... 2,50 g
Natrium – chlorida …………………...... 0,50 g
Merkuri – chlorida …………………...... 0,25 g
Akuades ………………………….......... ad 100ml
Pada keadaan hiperglobulinemia, larutan ini tak dapat dipergunakan karena
akan mengakibatkan presipitasi protein, rouleoux, aglutinasi.
b. Larutan Gower
Natrium – sulfat ………………….......... 12,5 g
Asam asetat glasial ………………. ........ 33,3 ml
Akuades ………………………….......... ad 200 ml
Larutan ini mencegah aglutinasi dan rouleoux sel-sel erirosit
c. Larutan Formal Sitrat.
d. Formalin 40 % ……………………. 10 ml
Larutan sodium sitrat 0,109 M ….... 1000 ml
Larutan ini mudah dibuat dan tidak berubah dalam jangka lama.
Bentuk diskoid eritrosit tetap dipertahankan dan tidak menyebabkan
terjadinya aglutinasi

Analitik
A. Membuat pengenceran.
1. Cara pipet
Dengan pipet eritrosit, pipetlah darah sampai tanda 0,5 serta encerkan
dengan larutan pengencer sampai tanda 101 ( pengencer 1 : 200 ).
Homogenkan selama 3 menit.

Penuntun Praktikum Hematologi 16


2. Cara tabung
Larutan pengencer sebanyak 4 ml dimasukkan ke dalam tabung
ukuran 75 x 10 mm.
Dibuat pengencer darah 1 : 200 dengan menambahkan 20 µl darah EDTA /
darah kapiler ke dalam tabung yang telah berisi larutan pengencer.
Tindakan selanjutnya sama seperti seperti yang telah diterangkan
pada hitung lekosit

B. Mengisi Kamar Hitung ( KH ).


Prosedur sama dengan lekosit, tetapi untuk eritrosit KH dibiarkan
selama 2 menit agar eritrosit mengendap, tetapi tidak lebih lama dari 2
menit sebab mengeringnya larutan pada tepi kamar hitung akan
menimbulkan arus yang dapat menyebabkan pergerakan eritrosit yang
telah mengendap. Bila penghitungan jumlah sel di dalam kamar hitung
ditunda, sebaiknya kamar hitung dimasukkan ke dalam cawan petri
yang berisi kapas atau kertas saring basah.

C. Menghitung Jumlah Eritrosit.


Sebaiknya jumlah sel yang dihitung minimal 200 eritrosit. Untuk hitung
eritrosit, dihitung semua eritrosit yang ada pada kelima bidang sedang
yaitu A, B, C, D, dan E pada gambar 1, luas masing-masing bidang
2 2
adalah 1/5 x 1/5 mm atau 0,2 x 0,2 mm . Volumenya (0,2 x 0,2 x 0,1) x
5 = 0,02 mmk atau 0,02 µl.

D. Perhitungan.
Jumlah eritrosit yang dihutung
Jumlah eritrosit = x faktor
pengenceran Volume yang dihitung (ml)

Bila jumlah eritrosit yang dihitung dalam bidang sebesar A, B, C, D, E


adalah N, maka :

Jumlah eritrosit = N x 200 10.000 N/ /


5 (0,2 x 0,2 x 0,1)
C. Pasca Analitik
Nilai rujukan :
Laki-laki : 4.5 – 6.0 juta / µl
Perempuan : 4.0 – 5.5 juta / µl

Penuntun Praktikum Hematologi 17


HITUNG TROMBOSIT

A. Pra Analitik
1. Persiapan pasien: tidak memerlukan persiapan khusus
2. Persiapan sampel: darah kapiler atau EDTA
3. Prinsip
Darah diencerkan dengan larutan pengencer (ammonium oksalat 1 %)
sehingga semua eritrosit dihemolisis.
Jika menggunakan Rees ecker trombosit akan tercat biru muda, karena
larutan pengencer mengandung brilliart cresyl blue. Trombosit dihitung
dengan KH dibawah mikroskop. Hasilnya diperiksa ulang dengan
sediaan apus yang diwarnai dengan MGG.
4. Alat dan
bahan Alat:
- Pipet eritrosit atau clinipet 20 ml dengan pipet volumetrik 2 ml
- Tabung ukuran 75 x 10 m
- Kamar hitung improved Neubauer dan kaca penutup
- Pipet pasteur
- Cawan petri + kertas saring (kapas) basah
- Mikroskop
Reagen:
Larutan pengencer dapat menggunakan salah satu dari larutan berikut
1. Rees ecker
Natrium – sitrat ……………………........ 3,8 g atau ( 3,8 g)
Brilliant cresyl blue ………………......... 0,1 g ( 30 mg )
Farmaldehid 40 % …………………........ 0,2 ml ( 2 ml )
Akuades …………………………........... 100 ml (ad 100 ml )
Saringlah sebelum digunakan.
0
2. Ammonium Oksalat 1 % ( 4 C )
Simpan dalam lemari es dan saringlah sebelum digunakan.

B. Analitik.
Cara Langsung.
A. Membuat Pengenceran
1. Cara pipet
Dengan pipet eritrosit darah diisap sampai tanda 1 dan encerkan
dengan larutan pengencer sampai tanda 101 ( pengenceran 1 : 100
). Mulai saat ini trombosit harus dihitung dalam waktu 30 menit agar
tidak terjadi disintegrasi sel-sel trombosit. Homogenkan selama 3-5
menit jika menggunakan Rees Ecker dan selama 10-15 menit jika
menggunakan ammonium oksalat 1% ( dapat digunakan rotator )

Penuntun Praktikum Hematologi 18


2. Cara Tabung
Dibuat pengenceran 1 : 100 dengan memasukkan darah 20 µl ke
dalam larutan pengencer sebanyak 1.98 ml dalam tabung suspensi
di campur selama 10-15 menit, dapat menggunakan rotator dengan
menutup tabung memakai parafilm terlebih dahulu.

B. Mengisi Kamar Hitung ( KH ).


Perlakuan sama seperti pada lekosit ( B 1, 2, 3 ).
Untuk hitung trombosit, KH yang telah diisi dimasukkan ke dalam cawan petri
tertutup yang telah terisi kapas atau kertas saring basah dan dibiarkan selama
15-20 menit agar trombosit dalam KH mengendap dan tidak terjadi penguapan.

C. Menghitung Jumlah Trombosit


Untuk hitung trombosit, dihitung semua trombosit yang ada pada bidang
besar di tengah kamar hitung. Luas bidang yang dihitung adalah 1 x 1
2
mm , sehingga volumenya 1 x 1 x 0,1 = 0,1 mmk atau µl. Dengan
perbesaran objektif 10 kali dan okuler 40 kali.
Trombosit tampak refraktil dan mengkilat berwarna biru muda / bila lebih
kecil dari eritrosit serta berbentuk bulat, lonjong atau koma, tersebar atau
bergerombol bila menggunakan larutan Rees Ecker. Bila menggunakan
larutan ammonium oksalat, trombosit tampak bulat, bulat telur dan
berwarna lila terang. Bila fokus dinaikkan – diturunkan tampak perubahan
yang bagus, mudah dibedakan dengan kotoran karena sifat refraktilnya.

D. Perhitungan
jumlah trombosit yang dihitung
Jumlah trombosit = x faktor
pengenceran volume yang dihitung
Bila jumlah trombosit dalam bidang besar di tengah adalah N maka :
Jumlah trombosit = N x100
0,1 l
9
= 1000 N / µl atau N x 10 / L

Cara Tak Langsung


Yaitu jumlah trombosit pada sediaan apus dibandingkan dengan
1000 eritrosit kemudian jumlah mutlaknya dapat diperhitungkan dari jumlah
mutlak eritrosit. Cara ini lebih mudah dari cara lain.
A. Penghitungan jumlah trombosit berdasar pada perhitungan :
Jumlah trombosit = jumlah eritrosit x N ..........( / l)
1000
Dilakukan hitung eritrosit
Dibuat sediaan darah apus, diwarnai MGG, wright Giemsa, dihitung
jumlah trombosit dalam 1.000 eritrosit.

B. Jumlah trombosit = jumlah trombosit pada 40 LPB x 1.000 (… / µl)

Penuntun Praktikum Hematologi 19


C. Jumlah trombosit = jumlah trombosit pada 10 LPB x 2.000 ( … / µl )

C. Pasca Analitik
- Nilai rujukan :
Laki-laki = Perempuan = 150.000 – 400.000 / ul

1 mm

1 2

A B
5
1/5 E

D C

4 3

Tinggi kamar hitung = 0,1 mm

Gambar 1. kamar hitung Improved Neubauer

Penuntun Praktikum Hematologi 20


: tidak terhitung
: dihitung

Gambar 2. Cara menghitung leukosit di dalam kamar hitung


Sumber Kesalahan
1. Pra Analitik.
Persiapan sampel :
1. Perbandingan antara darah dengan antikoagulan tidak sesuai
2. Tidak menghomogenkan dengan benar antara darah dengan antikoagulan
3. Pembendungan yang terlalu lama
4. Untuk darah kapiler tidak boleh menekan-nekan jari
5. Sampel tertukar karena identitas sampel tidak
jelas Persiapan alat :
1. Volume yang tidak tepat karena pipet tidak dikalibrasi
2. Penggunaan KH yang kotor, basah dan tidak menggunakan kaca
penutup khusus

2. Analitik.
Kesalahan Teknik :
1. Volume darah, volume reagensia tidak tepat
2. Tidak terjadi percampuran yang homogen waktu darah diencerkan
dengan larutan pengencer.
3. Mengisi KH secara tidak benar.

Kesalahan Iheren :
Kesalahan ini disebabkan jumlah sel yang dihitung dari KH terlalu sedikit.
Sebaiknya jumlah sel yang dihitung minimal 100 untuk hitung lekosit dan
200 untuk hitung eritrosit.
Kesalahan cara manual eritrosit 20% (11-30%), lekosit 15%, trombosit 15-25%.

3. Pasca Analitik
Kesalahan pada tahap ini sifatnya kesalahan administrasi.

Penuntun Praktikum Hematologi 21


PEMBUATAN DAN PEWARNAAN SEDIAAN APUS

A. Pra Analitik

Persiapan pasien: tidak memerlukan persiapan


khusus Persiapan sampel:
- Darah kapiler segar akan memberikan morfologi dan hasil pewarnaan
yang optimal pada sediaan apus
- Darah EDTA (etilen diamin tetra asetat). EDTA dapat dipakai karena
tidak berpengaruh terhadap morfologi eritrosit dan lekosit serta
mencegah trombosit bergumpal. Tes sebaiknya dilakukan dalam waktu
kurang dari 2 jam. Tiap 1 ml EDTA digunakan untuk 1 ml darah vena

Prinsip tes:
Prinsip sediaan apus: dibuat apusan darah pada kaca objek.
Prinsip pewarnaan didasarkan pada sifat kimiawi dalam sel. Zat warna yang
bersifat asam akan bereaksi dengan komponen sel yang bersifat alkalis,
demikian pula sebaliknya. Pewarnaan sediaan apus menggunakan prinsip
Romanosky yaitu menggunakan dua zat warna yang berbeda yang terdiri dari
Azure B (trimethylthionin)yang bersifat basa dan eosin Y
(tetrabromoflourescein) yang bersifat asam seperti yang dianjurkan oleh The
International Council for Standardization in Hematology, dan pewarnaan yang
dianjurkan adalah Wright-Giemsa dan May Grunwald-Giemsa (MGG).

Alat dan
bahan Alat:
a. Kaca Objek 25x75 mm
b. Batang gelas
c. Rak kaca objek
d. Pipet Pasteur
Bahan/reagen :
1. Metanol absolut dengan kadar air kurang dari 4%, disimpan dalam botol
yang tertutup rapat untuk mencegah masuknya uap air dari udara .
2. Zat warna Wright
Zat warna Wright ………….. 1 gr
Methanol absolut …………….600 ml
Penambahan alkohol sedikit demi sedikit, sambil dikocok dengan
baik dengan bantuan 10–20 butir gelas. Tutup rapat untuk mencegah
penguapan dan disimpan ditempat yang gelap selama 2 – 3 mg,
dengan sering-sering dikocok, saring sebelum dipakai.
3. Larutan dapar pH 6,4
Na2HPO4 2,56 g
KH2PO4 6,63 g
Air suling 1 L

Penuntun Praktikum Hematologi 22


Sebagai pengganti larutan dapar, dapat dipakai air suling yang pHnya
diatur dengan penambahan tetes demi tetes larutan Kalium bikarbonat
1% atau larutan HCl 1% sampai indikator Brom Thymol Blue ( larutan
0,04 % dalam air suling ) yang ditambahkan mencapai warna biru.
4. Zat warna Giemsa
Zat warna giemsa 1g
Methanol absolut 10 ml
Hangatkan campuran ini sampai 50°C dan biarkan selama 15 menit,
kemudian disaring. Sebelum dipakai, campuran ini diencerkan
sebanyak 20 x dengan larutan dapar pH 6,6. Untuk mencari parasit
malaria, dianjurkan menggunakan larutan dapar pH 7,2
5. Zat warna May - Grunwald
Methylene blue dalam methanol
1% eosin dan 1 % methylene blue

B. Analitik

Cara Membuat Sediaan Apus


1. Dipilih kaca objek yang bertepi rata untuk digunakan sebagai „kaca penghapus‟
sudut kaca objek yang dipatahkan, menurut garis diagonal untuk dapat
menghasilkan sedian apus darah yang tidak mencapai tepi kaca objek
2. Satu tetes kecil darah diletakkan pada ± 2 –3 mm dari ujung kaca objek.
Kaca penghapus diletakkan dengan sudut 30 – 45 derajat terhadap kaca
objek didepan tetes darah.
3. Kaca pengapus ditarik ke belakang sehingga tetes darah, ditunggu
sampai darah menyebar pada sudut tersebut.
4. Dengan gerak yang mantap, kaca penghapus didorong sehingga terbentuk apusan
darah sepanjang 3 – 4 cm pada kaca objek. Darah harus habis sebelum kaca
penghapus mencapai ujung lain dari kaca objek. Apusan darah tidak bolah terlalu
tipis atau terlalu tebal, ketebalan ini dapat diatur dengan mengubah sudut antara
kedua kaca objek dan kecepatan menggeser. Makin besar sudut atau makin cepat
menggeser, maka makin tipis apusan darah yang dihasilkan.
5. Apusan darah dibiarkan mengering di udara. Identitas pasien ditulis
pada bagian tebal apusan dengan pensil kaca.

Gambar 1. Cara membuat sediaan apus

Penuntun Praktikum Hematologi 23


Sediaan Yang Baik Mempunyai Ciri – ciri :
1. Tidak melebar sampai tepi kaca objek, panjangnya setengah sampai
dua pertiga panjang kaca
2. Mempunyai bagian yang cukup tipis untuk diperiksa, pada bagian itu
eritrosit terletak berdekatan tanpa bertumpukan.
3. Rata , tidak berlubang-lubang dan tidak bergaris-garis
4. Mempunyai penyebaran lekosit yang baik, tidak berhimpun pada pinggir-
pinggir atau ujung-ujung sediaan

Gambar 2. Ciri-ciri sediaan apus yang baik

Cara Mewarnai Sediaan Apus

I. Pewarnaan Wright
1. Letakkan sediaan apus pada dua batang gelas
2. Fiksasi sediaan apus dengan metanol absolut 2 – 3 menit.
3. Genangi sediaan apus dengan zat warna Wright biarkan 3 – 5 menit.
4. Tambahkan larutan dapar tercampur rata dengan zat warna. Biarkan
selama 5 – 10 menit.
5. Bilas dengan air ledeng, mula-mula dengan aliran lambat kemudian lebih
kuat dengan tujuan menghilangkan semua kelebihan zat warna. Letakkan
sediaan hapus dalam rak dalam posisi tegak dan biarkan mengering.
II. Pewarnaan Giemsa
1. Letakkan sediaan apus pada dua batang gelas di atas bak tempat pewarnaan.
2. Fiksasi sediaan apus dengan metanol absolut 2 – 3 menit.
3. Genangi sediaan apus dengan zat warna Giemsa yang baru
diencerkan. Larutan Giemsa yang dipakai adalah 5%, diencerkan
dulu dengan larutan dapar. Biarkan selama 20 – 30 menit.
4. Bilas dengan air ledeng, mula-mula dengan aliran lambat kemudian lebih
kuat dengan tujuan menghilangkan semua kelebihan zat warna. Letakkan
sediaan hapus dalam rak dalam posisi tegak dan biarkan mengering.

Penuntun Praktikum Hematologi 24


III. Pewarnaan May Grunwald – Giemsa (MGG)
1. Letakkan sediaan apus yang telah difiksasi diatas rak pewarnaan
2. Genangi sediaan apus dengan zat warna May Grunwald yang telah
siap pakai, biarkan 2 menit
3. Tambahkan larutan buffer pH 6.4 sama banyak dengan larutan MGG
yang telah diberikan sebelumnya. Tiup agar larutan dapat tercampur
rata dengan zat warna. Biarkan selama 2 menit
4. Bilas dengan air (buang kelebihan zat warna)
5. Genangi dengan larutan Giemsa 5% (larutan buffer pH 6.4 10 ml +
Giemsa 0,5 ml) biarkan selama 10-15 menit.
6. Bilas dengan air ledeng , mula-mula dengan aliran lambat kemudian
lebih kuat dengan tujuan menghilangkan semua kelebihan zat warna.
Letakkan sedian dalam sikap vertikal dan biarkan mengering sendiri.

Sumber Kesalahan
1. Kesalahan dalam persiapan penderita, pengambilan dan penyimpanan
bahan pemeriksaan
2. Sediaan apus terlalu biru memungkinkan disebabkan oleh apusan yang
terlampau tebal, pewarnaan terlalu lama, kurang pencucian, zat warna
atau larutan dapar yang alkalis.
3. Sediaan apus terlalu merah mungkin disebabkan oleh sat warna sediaan
atau larutan dapar yang asam. Larutan dapar yang terlalu asam dapat
menyebabkan lekosit hancur.
4. Bercak-bercak zat warna pada sediaan apus dapat disebabkan oleh zat
warna tidak disaring sebelum dipakai atau pewarnaan terlalu lama
sehingga zat warna mengering pada sedian.
5. Morfologi sel yang terbaik adalah bila menggunakan darah tepi langsung
tanpa anti koagulan. Bila menggunakan anti koagulan sediaan apus
harus dibuat segera, tidak lebih dari satu jam setelah pengambilan
darah. Penggunaan antikogulan heparin akan menyebabkan latar
belakang berwarna biru dan lekosit menggumpal
6. Sediaan hapus yang tidak rata dapat disebabkan oleh kaca pengapus
yang tidak bersih atau pinggirannya tidak rata atau oleh kaca objek yang
berdebu, berlemak atau bersidik jari.
7. Fiksasi yang tidak baik menyebabkan perubahan morfologi dan warna sediaan.
Ini mungkin terjadi apabila fiksasi dilakukan menggunakan methanol yang tidak
absolut karena telah menyerap uap air akibat penyimpanan yang tidak baik.
8. Fiksasi yang tidak dilakukan segera setelah sediaan apus kering dapat
mengakibatkan perubahan morfologi lekosit.

Nilai Rujukan:
Evaluasi Eritrosit
Yang perlu diperhatikan dalam mengevaluasi eritrosit adalah morfologi,
perhatikan:

Penuntun Praktikum Hematologi 25


- Ukuran (size):
Diameter eritrosit yang normal (normositik) adalah 6 – 8 µm atau kurang
lebih sama dengan inti limfosit kecil
- Bentuk (shape):
Bentuknya bikonkaf bundar dimana bagian tepi lebih merah daripada
bagian sentralnya
- Warna (staining):
Bagian sentral lebih pucat disebut akromia sentral yang luasnya antara
1/3 -1/2 kali diameter eritrosit
- Benda-benda inklusi (structure intracel):
- Distribusi : merata

Evaluasi Lekosit
Lekosit adalah sel berinti. Dalam darah tepi yang paling banyak ditemukan adalah
sel polimorfonuklear netrofil (PMN). Jenis lekosit yang normal yang ditemukan dalam
darah tepi adalah eosinofil (1% - 3%), bisafil (0-1%), netrofil batang (2%-6%), netrofil
segmen atau sel PMN (50%-70%), limfosit (20%-40%) dan monosit (2%-8%). Dalam
keadaan normal diperkirakan terdapat 1 lekosit per 500 eritrosit

Evaluasi Trombosit
Diameter trombosit adalah 1-3 µm, tidak berinti, mempunyai granula dan
bentuknya reguler. Perkiraan jumlah trombosit dalam keadaan normal
diperkirakan terdapat 1 trombosit per 15 – 20 eritrosit atau 5 – 15 per
lapangan pandang imersie

C. Pasca Analitik
Evaluasi Eritrosit
Dengan pemeriksaan ini dapat ditemukan berdasarkan morfologi yakni
- Anemia Mikrositik Hipokrom misalnya pada penderita defisiensi Fe.
- Anemia Normositik Normokrom misalnya pada pendarahan akut.
- Anemia Mikrositik misalnya pada defisiensi Vit. B12 dan asam folat.
Bentuk eritrosit hemolisis :
- Morfologi secara umum adalah polikromatofilik, makrosit, dan sel eritrosit
berinti. Bentuk morfologi khusus bervariasi tergantung etiologi kerusakan
eritrosit:
Akantosit pada abetalipoproteinemia, sirosis, uremia, Haemolytic
Uremic Syndrome (HUS), anemia hemolitik.
Ekinosit pada abetalipoproteinemia, sirosis, uremia HUS,
Sel Target pada Hb C atau E, penyakit hati, ikterus obstruktif,
talasemia, pasca splenektomi.
Sel tetes Air Mata pada mielofibrosis, talasemia, anemia hemolitik,
mieloftisis.
Sickle Cell pada sickle cell anemia.
Sferosit pada hemolisis didapat maupun
herediter. Ovalosit pada ovalositosis herediter.
Sistosit pada talasemia, anemia hemolitik, mikroangiopati.

Penuntun Praktikum Hematologi 26


Distribusi abnormal eritrosit
Rouleaux formation pada multipel mieloma, makroglobulinemia
Waldenstorm. Benda-benda inklusi dalam eritrosit
- Normoblast pada pendarahan akut, hemolisis berat mielofibrosis,
asplenia, leukemia, mieloftsis.
- Basophilic Stippling anemia sindroma Mielodisplasia.
- Howell Jolly Bodies pada anemia megaloblastik, asplenia, hemolisis berat.
- Cabot’s, Ring pada hemolisis berat.
- Heinz Bodies pada talasemia, anemia hemolitik karena obat, leukemia
- Parasit : plasmodium malaria, biasanya disertai dengan tanda-tanda hemolitik.

Evaluasi Lekosit
Pada APK ditemukan tanda infeksi seperti persentase jumlah netrofil, limfosis
meningkat, hipersegmentasi, granulasitoksis, dan vakuolisasi sitoplasma.

Evaluasi Trombosit
Trombositosis dapat ditemukan pada :
Mieloproliferatif, pendarahan akut, infeksi, penyakit inflamasi, Hodgkin,
trombosis vena, post splenektomi.
Trombositopenia dapat ditemukan pada :
radiasi eritroleukimia, anemia megaloblastik, giant hemangioma,Thrombotic Purpura
(TTP), Disseminated Intravasucular Coagulation (DIC), purpura
trombositopenia karena obat, pasca tranfusi, SLE, Immunologic,
Thrombocytopenia Purpura (ITP) Trombosit besar dapat ditemukan pada:
May Hegglin anomaly, Sindroma Mielodisplasia, AML.

Penuntun Praktikum Hematologi 27


HITUNG JENIS LEKOSIT

Menghitung jenis lekosit sebenarnya menghitung jumlah relatif masing –


masing jenis lekosit ; dalam hal ini jumlah suatu jenis lekosit dinyatakan dalam
(%) dari 100 buah lekosit (semua jenis)
Hitung jenis lekosit pada garis besarnya ada 2 macam yaitu :
1. Cara otomatis
2. Cara visual

1. Cara otomatis
1. Berdasarkan ukuran sel
Dibedakan menurut ukuran sel limfosit dan mielosit setelah dilisiskan
dengan saponin.
Lekosit dikelompokkan dengan 3 kelompok .
Sel kecil : 30 – 60 fl (limfosit)
Sel sedang : 61 – 150 fl (monosit, eosinofil, basofil)
Sel besar : > 150 fl (netrofil, mielosit, metamielosit, limfosit besar)
Di BLK Makassar dengan alat sel Dyn 1600, lekosit dikelompokkan
menjadi 2, yaitu PMN dan Limfosit.
2. Flow Cytometri
Sel lekosit diwarnai dan dikelompokkan menjadi netrofil, eosinofil, basofil,
monosit, limfosit. Jika ada sel-sel muda, alat akan memberikan tanda yang harus
dikonfirmasikan dengan sediaan apus darah (Technicon). Alat yang
menggunakan prinsip flow-cytometri dalam waktu 1 menit dapat menghitung
10.000 sel dengan presisi yang tinggi dan dalam waktu yang singkat .
3. Pattern Recognation
Adaptasi dari hitungan jenis visual dengan menggunakan mikroskop yang
dilengkapi dengan photosensor dan komputer. Gambaran sel yang ditemukan:
ukuran, bentuk, granula, rasio inti dengan sitoplasma dll dibandingkan dengan
gambaran sel yang tersimpan di memori komputer. Alat dengan prinsip ini (Heitz
Hematrat, Hitachi 8200 ) dalam waktu 2 – 6 menit mampu menghitung 500 sel.

2. Cara visual
Hitung jenis lekosit biasanya dilakukan pada sediaan apus yang dibuat pada
kaca objek dengan pewarnaan tertentu. Sediaan apus yang dibuat dan dipulas
dengan baik merupakan mutlak untuk mendapatkan hasil pemeriksaan yang baik

Cara Pemeriksaan:
1. Sediaan apus diletakkan di mikroskop
2. Diperiksa dengan pembesaran lemah (lensa obyektif 10x dan lensa okuler
10x) untuk mendapatkan gambaran menyeluruh.
3. Pada daerah yang eritrositnya saling berdekatan adalah daerah yang paling baik
untuk melakukan hitungan jenis lekosit. Dengan pembesaran sedang (lensa
obyektif 40x dan lensa okuler 10x) dilakukan hitung jenis lekosit. Bila diperlukan

Penuntun Praktikum Hematologi 28


dapat dilakukan penilaian lebih lanjut dari sediaan apus menggunakan
lensa objektif 100 x menggunakan minyak imersi.

Gambar 1 . Lokasi dan arah pergerakan lapang pandang pada pemeriksaan


sediaan apus darah tepi

Dalam keadaan normal lekosit yang dapat dijumpai menurut ukuran yang
telah dibakukan adalah Basofil, Eosinofil, Netrofil batang, dan Netrofil segmen,
Limfosit, Monosit. Keenam jenis sel tersebut berbeda dalam ukuran, bentuk,
inti, warna sitoplasma serta granula di dalamnya. Proporsi jumlah masing-
masing jenis lekosit tersebut dapat mempunyai arti klinik yang penting.

Basofil.
Sel ini tidak selalu dapat dijumpai, bentuk dan ukurannya menyerupai neutrofil,
sitoplasmanya mengandung granula bulat besar tidak sama besar, berwarna biru
tua, granula dapat menutupi inti. Kadang-kadang dapat dijumpai adanya vakuol
kecil di sitoplasma.

Eosinofil
Bentuk dan ukurannya sama dengan netrofil, akan tetapi sitoplasmanya dipenuhi
oleh granula yang besar, bulat, ukurannya sama besar dan berwarna kemerahan

Neutrofil
Berukuran lebih besar dari limfosit kecil, berbentuk bulat dengan sitoplasma yang
banyak agak kemerahan. Inti berwarna ungu, berbentuk batang atau segmen.
Dikatakan berbentuk batang apabila lekukan inti melebihi setengah diameter inti;
berbentuk segmen bila inti terbagi menjadi beberapa bagian yang saling
dihubungkan dengan benang kromatin. Sitoplasma bergranula warna keunguan .

Limfosit
Dikenal beberapa macam limfosit yang antara lain limfosit kecil dan limfosit besar.
Limfosit kecil berukuran 8-10 um , berbentuk bulat, berinti kira-kira sebesar
ukuran eritrosit normal, inti limfosit mengisi sebagian besar dari ukuran sel
dengan kromatin yang padat bergumpal berwarna biru ungu tua, dan
sitoplasmanya tidak mengandung granula.

Penuntun Praktikum Hematologi 29


Limfosit besar berukuran 12 – 16 um, berbentuk bulat atau agak tak
beraturan; berinti oval atau bulat, terletak di tepi sel. Sitoplasmasnya relatif
lebih banyak dibandingkan limfosit kecil, biru muda atau dapat mengandung
granula azurofil yang berwarna merah.

Monosit
Merupakan sel yang paling besar dibandingkan yang lain, berukuran 14 – 20 um,
berbentuk tak beraturan, mempunyai inti yang bentuknya macam-macam,
umumnya berbentuk seperti ginjal berwarna biru ungu dengan kromatin seperti
girus otak. Sitoplasma berwarna keabu-abuan, mengandung granula halus
kemerahan dan kadang – kadang bervakuol. Dibawah ini adalah morfologi
lekosit normal yang dapat dijumpai pada sediaan apus darah

N. Segmen N. Batang Eosinofil


b

a. Eritrosit b. Trombosit
Limfosit Monosit Basofil

Selain sel-sel di atas, pada keadaan abnormal mungkin pula dijumpai sel muda. Pada
keadaan demikian, urutan hitung jenis lekosit harus disusun menurut urutan maturasi
seri granulosit, yaitu mieloblast, promielosit, mielosit, metamielosit, batang, segmen,
basofil, eosinofil, limfosit, dan monosit. Perlu diingat bahwa kebenaran perhitungan jenis
sel dipengaruhi oleh jumlah sel yang dihitung, yang mengikuti hukum distribusi Poisson.
Makin banyak lekosit yang dihitung, makin kecil kesalahan yang terjadi.
Hasil hitung jenis berdasarkan 100 sel sebenarnya hanya bermakna jika dalam
keadaan normal, yaiitu normal jumlah lekosit dan normal morfologinya. Pada
keadaan lekositosis jumlah lekosit yang dihitung harus lebih banyak; pada
lekositosis antara 10.000 – 20.000 hitung jenis berdasarkan 200 sel, lekositosis
antara 20.000 – 50.000 hitung jenis berdasarkan pada 300 sel dan lekositosis
lebih dari 50.000 hitung jenis didasarkan pada 400 sel.
Untuk melakukan hitung jenis, sediaan digerakkan sedemikian rupa satu
lapangan pandangan tidak dinilai lebih satu kali. Catatlah semua jenis lekosit
yang dijumpai, seperti terlihat pada gambar 1, gunakan alat differential cell
counter, apabila tidak tersedia buatlah kolom-kolom seperti gambar .

Penuntun Praktikum Hematologi 30


Differential Cell Counter

Bila alat differential cell counter tidak tersedia buatlah kolom-kolom berikut:

Macam sel jumlah


Basofil -
Eosinofil 4
Batang 4
Segmen 65
Limfosit 34
Monosit 3
Jumlah 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 100
Gambar 3. Kolom – kolom pada perhitungan hitung jenis lekosit

Interpretasi

Pada berbagai keadaan klinik dapat terjadi kelainan jumlah pada masing-masing
jenis lekosit, baik berupa peninggian jumlah atau penurunan jumlah nilai dari normalnya.
Peninggian jumlah jenis lekosit dapat disertai atau tanpa disertai peninggian jumlah
lekosit secara keseluruhan. Peninggian yang relatif adalah peninggian jumlah suatu
jenis lekosit tanpa disertai kenaikan jumlah lekosit secara keseluruhan .

Nilai rujukan hasil hitung jenis lekosit


Eosinofil :1–3%
Basofil :0–1%
Netrofil Batang :2–6%
Segmen : 50 - 70 %
Limfosit : 20 – 40 %
Monosit :2–8%

Untuk mendapatkan informasi yang akurat mengenai komposisi sel darah


3
putih per mm darah harus diperhitungkan dengan jumlah absolut .
Neutrofilia Relatif
Hitung jenis neutrofil = 80%
Total lekosit = 4000 / ul
Limfositosis Absolut
Hitung jenis neutrofil = 80%
Total lekosit = 13.000 / ul
Neutrofilia Relatif
Hitung jenis neutrofil = 80%
Total lekosit = 2000 / ul
Neutrofilia relatif menjadi neutropenia jika diperhitungkan dengan jumlah absolut
80
x 2000 /ul = 1600/ ul
100

Penuntun Praktikum Hematologi 31


Tabel 1. Nilai rujukan hitung jenis lekosit relatif dan absolut pada orang
dewasa per ul darah
Absolute number
Type of cell Per cent Average Minimum Maximum
Total Leukocytes 7,000 5,000 10,000
Myelocytes 0 0 0 0
Juvenile neutrophils 3-5 300 150 400
Segmented neutrophils 54-62 4,000 3,000 5,800
Eosinophils 1-3 200 50 250
Basophils 0-0,75 25 15 50
Lymphocytes 25-33 2,100 1,500 3,000
Monocytes 3-7 375 285 500

Sebab-sebab leukositosis neutrofil


1. Infeksi bakteri (terutama bakteri piogenik, setempat atau generalisata)
2. Peradangan dan nekrosis jaringan (misalnya miositis, vaskulitis, infark
miokard, trauma)
3. Penyakit metabolik (misalnya uraemia, eklampsia, asidosis, gout )
4. Neoplasma semua jenis (misalnya karsinoma, limfoma, melanoma)
5. Perdarahan atau hemolisis akut
6. Terapi kortikosteroid
7. Penyakit mieloproliferatif (misalnya leukemia granulositik kronis,
polisitemia vera, mielosklerosis)

Sebab-sebab neutropenia
NEUTROPENIA SELEKTIF
Karena obat ( drug-incuded)
Obat anti-radang (aminopirin, fenilbutazon)
Obat anti bakteri ( khloramfenikol, ko-
trimoksazol) Antikonvulsi (fenitoin)
Obat hipoglikemik ( tolbutamid)
Fenotiazin (khlorpromazin, prometazin)
Macam-macam (mepakrin, fenindion dan banyak
lainnya) Anti tiroid (karbimazol)
Benigna (ras atau
familia) Siklikal
Macam-macam
Infeksi virus, misalnya hepatitis, influenza
Infeksi bakteri ganas (fulminant), misalnya tifus abdominalis, tuberkulosis
milier Hipersensitivitas dan anafilaksis
Neutropenia otoimun
Sindroma Felty
Systemic lupus erythematosis

Penuntun Praktikum Hematologi 32


BAGIAN DARI PANSITOPENIA UMUM
Kegagalan sumsum
tulang Splenomegali
Gambar dibawah ini adalah makna deferensial diagnosis dari pergeseran
neutrofil di dalam daerah darah perifer :

Penuntun Praktikum Hematologi 33


Pada keadaan normal tidak ditemukan sel-sel muda dari mieloblas, promielosit,
metamielosit, metamielosit. Ditemukan neutrofil batang 3-5%, neutrofil segmen
60% dan neutrofil hipersegmentasi sampai 3%
Pada keadaan pergeseran kiri fisiologis ditandai dengan peningkatan neutrofil
batang, metamielosit dan mungkin sedikit mielosit. Gambaran yang ditemukan mielosit 3%,
metamielosit 6%, neutrofil batang 25% dan neutrofil segmen 40%. Keadaan ini didapatkan
pada infeksi akut dan penyakit menular, status asidosis dan koma, stress fisik.
Pada keadaan pergeseran kiri patologis ditandai dengan ditemukannya
semua bentuk prekursor granulopoetik termasuk mieloblas dan promielosit.
Persentasenya kurang lebih sebagai berikut mieloblas 5%, mielosit 25%,
metamielosit 30%, batang 20% dan segmen 5%. Keadaan ini didapatkan pada CML,
eritroleukemia kronik, osteo-mielosklerosis, metastase tulang dari tumor ganas.

Eosinofilia
9
Peningkatan eosinofilia darah di atas 0,4 x 10 /L terjadi pada:
1. Penyakit alergi teristimewa hipersensitivitas jenis atopik, misalnya asma
bronchial, “hay fever”, urtikaria dan alergi terhadap makanan.
2. Penyakit parasit, misalnya, amubiasis, cacing tambang, askariasis,
infestasi, cacing pita, filariasis, skistosomiasis dan trikinosis
3. Pemulihan dari infeksi akut
4. Penyakit kulit tertentu, misalnya psoriasis, pemfigus dan dermatitis herpetiformis
5. Eosinopilia pulmoner dan sindroma hipereosinofilik
6. Sensitivitas terhadap obat
7. Poliarteritisnodosa
8. Penyakit Hodgkin dan beberapa tumor lain
9. Leukemia eosinofilik ( jarang )

Eosinopenia
1. Pemberian hormon / obat (kortikosteroid, adrenalin, efedrin, insulin)
2. Stress: emosi, operasi, trauma, dingin
3. Cushing Syndrom

Basofilia
9
Peningkatan basofil darah diatas 0,1 x 10 /L tidak umum. Penyebab
biasa adalah kelainan mieloproliferatif seperti leukemia granulositik kronis atau
polisitemia vera. Peningkatan basofil reaktif kadang-kadang terlihat pada
myxedema, selama infeksi cacar atau cacar air, dan pada kolitis ulserativa.

Basofilopenia
1. Alergi
2. Hipertiroidisme
3. Infark miokard
4. Terapi kortikosteroid
5. Jangka panjang
6. Cushing‟s Syndrom

Penuntun Praktikum Hematologi 34


Limfositosis
Infeksi akut :
1. Mononukleosis infeksiosa
2. Rubella
3. Pertusis
4. Limfositosis infeksiosa akut
5. Hepatitis (infeksiosa, virus
sitomegalik) Infeksi kronik :
1. Tuberkulosis
2. Toksoplasmosis
3. Bruselosis
Tirotoksikosis
Leukemia limfositik kronis (dan beberapa limfoma)

Limfopenia
Limfopenia tidak umum, dapat tidak terjadi pada kegagalan sumsum
tulang berat, dengan terapi kortikosteroid dan imunosupresif lain, pada penyakit
Hodgkin dan dengan penyinaran luas.

Monositosis
1. Infeksi bakteri kronis: tuberkulosis, bruselosis, endokarditis bakterialis,
tifus abdominalis.
2. Penyakit protozoa
3. Neutropenia kronis
4. Penyakit Hodgkin
5. Leukemia mielomonositik dan monositik

Penuntun Praktikum Hematologi 35


PENETAPAN NILAI HEMATOKRIT

Penetapan nilai hematokrit merupakan salah satu pemeriksaan hematologi


untuk mengetahui volume eritrosit dalam 100 ml darah, yang dinyatakan dalam %.
Nilai hematokrit digunakan untuk mengetahui ada tidaknya anemia dan digunakan juga
untuk menghitung nilai eritrosit rata-rata. Penetapan nilai hematokrit dapat dilakukan
dengan cara makro atau cara mikro. Pada cara makro digunakan tabung Wintrobe yang
mempunyai diameter dalam 2,5 – 3 mm, panjang 110 mm dengan skala interval 1 mm
sepanjang 100 mm. Volume tabung ini adalah 1 ml. Pada cara mikro digunakan pipet
kapiler yang panjangnya 75 mm dan diameter dalam 1 mm. Pipet ini ada 2 jenis, ada
yang dilapisi antikoagulan Na2EDTA atau heparin di bagian dalamnya dan ada yang
tanpa antikoagulan seperti darah kapiler. Pipet kapiler tanpa antikoagulan dipakai bila
menggunakan darah dengan antikoagulan seperti darah vena.

Cara Mikro

A. Pra Analitik
1. Persiapan pasien: tidak memerlukan persiapan khusus
2. Persiapan sampel:
Darah EDTA dengan kadar 1 mg Na 2EDTA / K2EDTA untuk 1 ml darah
atau darah heparin dengan kadar heparin 15-20 IU /ml. Pemeriksaan tidak
0
boleh ditunda lebih dari 6 jam, bila disimpan pada suhu 4 C.
3. Prinsip:
Darah yang disentrifus sel-sel eritrositnya akan dimampatkan. Tingginya
kolom eritrosit diukur dinyatakan dalam % dari darah tersebut
4. Alat dan bahan
a. Tabung kapiler hematokrit ukuran 75 mm. Diameter 1 mm. Ada
yang berisi heparin (khusus untuk darh kapiler). Dan ada yang tidak
berisi antikoagulan (untuk darah antikoagulan mis. Darah EDTA)
b. Dempul untuk menutup salah satu ujung tabung hematokrit
c. Alat sentrifus khusus untuk mikrohematokrit yang berkapasitas
putar 11.500-15.000 ppm
d. Reader/Alat baca mikro-hematokrit

B. Analitik
a. Isilah pipet kapiler dengan darah yang langsung mengalir (darah kapiler)
atau darah dengan antikoagulan
b. Salah satu dari ujung pipet disumbat dengan dempul.
c. Tabung kapiler dimasukkan kedalam alat mikro sentrifuge dengan bagian
yang disumbat mengarah keluar.
d. Tabung kapiler dipusingkan selama 5 menit dengan kecepatan 16.000 rpm
e. Hematokrit dibaca dengan memakai alat baca yang telah tersedia
f. Bila nilai hematokrit melebihi 50 %, pemusingan ditambah 5 menit lagi.

Penuntun Praktikum Hematologi 36


C. Pasca Analitik
Nilai rujukan Laki-laki : 42% – 52%
Perempuan : 36% – 46%

Kesalahan yang mungkin terjadi:


1. Bila memakai darah kapiler, tetes pertama harus dibuang karena
mengandung cairan interstisial
2. Penggunaan antikoagulan Na2EDTA/K2EDTA lebih dari kadar 1,5 mg/ml darah
mengakibatkan eritrosit mengerut sehingga nilai hematokrit akan rendah.
3. Bahan pemeriksaan yang ditunda lebih dari 6 jam akan meningkatkan nilai
hemaktokrit.
4. Bahan pemeriksaan tidak dicampur hingga homogen sebelum pemeriksaan dilakukan.
5. Darah yang digunakan untuk pemeriksaan tidak boleh mengandung bekuan.
6. Di daerah dengan iklim tropis, pipet kapiler yang mengandung heparin cepat
rusak karena itu harus disimpan dalam lemari es.
7. Kecepatan dan lama pemusingan harus sesuai.
8. Pemakaian mikro sentrifuge dalam waktu yang lama mengakibatkan alat
menjadi panas sehingga dapat megakibatkan hemolisis.
9. Lapisan Buffy coat tidak turut dibaca tetapi hal ini sulit diawasi. Selain ini
pembacaan juga harus menghindari paralaks.
10. Endapan atau lisis dari eritrosit dapat terjadi bila salah satu ujung pipet
kapiler disumbat dengan cara dibakar.
11. Penguapan plasma dapat terjadi selama pemusingan atau bila pipet kapiler
yang akan dibaca dibiarkan terlalu lama.
12. Pembacaan yang salah.

Cara Makro

A. Pra Analitik
1. Persiapan Pasien: tidak memerlukan persiapan khusus
2. Persiapan sampel: darah EDTA, darah heparin
3. Prinsip: darah antikoagulansia disentrifus, perbandingan volume sel-sel
eritrosit terhadap volume spesimen darah dinyatakan dalam %
4. Alat dan bahan:
a. Tabung Wintrobe dengan diameter 2.5 – 3.0 mm panjang 110 mm dan
berskala 0-100 mm dengan skala terkecil 1 mm. Volumenya 1 ml darah
b. Alat sentrifus

B. Analitik
1. Darah dicampur dengan seksama sehingga homogen.
2. Dengan menggunakan pipet Pasteur atau pipet Wintrobe darah dimasukkan
ke dalam tabung Wintrobe hingga mencapai garis tanda 100, mulai dari dasar
tabung dan hindari terjadinya gelembung udara di dalam tabung.

Penuntun Praktikum Hematologi 37


3. Tabung yang telah berisi darah dipusing selama 30 menit pada kecepatan
2.000-2.300 g. Untuk mengkonversikan kecepatan pemusingan dari
satuan g ke satuan RPM.
4. Hasil penetapan hematokrit dibaca dengan memperhatikan:
a. Tinggi kolom eritrosit yang dibaca sebagai nilai hematokrit yang
dinyatakan dalam %.
b. Tebalnya lapisan putih di atas eritrosit yang tersusun dari leukosit dan
trombosit. Lapisan ini disebut sebagai buffy coat dan dinyatakan dalam mm.
c. Warna kuning dari lapisan plasma yang disebut indeks ikterus. Warna
kuning tersebut dibandingkan dengan warna larutan kalium bikromat
yang intensitas warnanya dinyatakan dalam satuan (S). Satu satuan
dengan warna larutan 1 g kalium bikromat dalam 10.000 ml air.
5. Bila nilai hematokrit melebihi 50%, pusinglah tabung tersebut 30 menit lagi.

C. Pasca Analitik
Nilai rujukan Laki-laki : 42% – 52 %
Perempuan: 36% – 46%

Kesalahan yang mungkin terjadi


1. Konsentrasi antikoagulan yang digunakan tidak sesuai
2. Bahan pemeriksaan tidak dikocok hingga homogen
3. Bahan pemeriksaan tidak mengandung bekuan
4. Pemeriksaan ditunda lebih dari 6 jam
5. Pada waktu pengisian tabung Wintrobe terjadi gelembung udara di dalam tabung
6. Pengisian tabung Wintrobe tidak mencapai tanda 100
7. Kecepatan dan lama pemusingan tidak sesuai
8. Terjadi hemolisis waktu pemusingan
9. Pembacaan yang salah.

Penuntun Praktikum Hematologi 38


INDEKS ERITROSIT
(Pengukuran dan perhitungan ukuran eritrosit)

Indeks eritrosit adalah batasan untuk ukuran dan isi hemoglobin eritriosit.
Indeks eritrosit terdiri atas Mean Corpuscular Volume (MCV), Mean Corpuscular
Hemoglobin (MCH), dan Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC).
Indeks tersebut dihitung dari hasil pemeriksaan hitung eritrosit, kadar
hemoglobin dan nilai hemaktorit.
Indeks eritrosit digunakan secara luas dalam mengklasifikasikan anemia
atau sebagai penunjang dalam membedakan berbagai macam anemia. Bila
dipergunakan bersama dengan pemeriksaan eritrosit dalam sediaan apus maka
gambaran morfologi eritrosit menjadi lebih jelas.

Perhitungan Mean Corpuscular Volume (MCV)


Volume Eritrosit Rata-rata (VER)
Isi Eritrosit Rata-rata (IER)

MCV = VER = IER = Hematokrit x 10 ……. femtoliter (fl)


Jumlah eritrosit dalam juta

Perhitungan Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH) /


Hemoglobin Eritrosit Rata-rata (HER)

Hemaglobin
MCH = HER = x10 …… (uug) /pikogram/pg
Jumlah eritrosit dalam juta

Perhitungan Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC)


Konsentrasi Hemoglobin Rata-rata (KHER)

Hemaglobin
MCHC = KHER = x 100 … (%)
Hematokrit
Nilai Rujukan :
MCV = 82 – 92 fl
MCH = 27 – 32 pg
MCHC = 32 – 37 %
MCV 82 – 92 = normositik
<82 = mikrositik
>92 = makrositik

Penuntun Praktikum Hematologi 39


MCH 27 – 32 = normokromik
<27 = hipokromik
MCHC<32 = hipokromik
>32 = normokromik
Berikut adalah tabel yang menunjukkan manfaat indeks eritrosit yang digunakan
untuk klasifikasi anemia.
Tabel 1. Klasifikasi anemia menurut morfologi
Anemia MCV (fl) MCH (pg) MCHC
NR : 82 – 92 NR : 27 - 32 NR : 32 – 37
Anemia Mikrositik Rendah Rendah Rendah / Normal
Anemia Normositik Normal Normal Normal
Anemia Makrositik Meningkat Normal Normal

Pada kasus patologis


Anemia Makrositik : MCV = 150 fl
MCH = 50 pg
MCHC = normal atau menurun

Anemia Mikrositik hipokromik : MCV = 50 fl


MCH = 15 pg
MCHC = 22 %

Penuntun Praktikum Hematologi 40


HITUNG RETIKULOSIT

Retikulosit adalah eritrosit muda yang sitoplasmanya mengandung sisa-sisa


ribosom dan RNA yang berasal dari sisa inti. Ribosom mempunyai kemampuan untuk
bereaksi dengan cat tertentu seperti Brilliant Cresyl Blue atau New Methylene Blue
untuk membentuk endapan granula atau filamen yang berwarna biru. Reaksi ini hanya
terjadi pada pewarnaan terhadap sel yang masih hidup dan tidak difiksasi, oleh karena
itu disebut pewarnaan Supravital. Retikulosit paling muda (imature) mengandung
ribosome terbanyak, sebaliknya retikulosit tua hanya mempunyai beberapa titik ribosom.
Banyaknya retikulosit dalam darah tepi menggambarkan aktivitas eritropoesis
yang hampir akurat. Hitung retikulosit dinyatakan sebagai persentasi jumlah
retikulosit per 100 eritrosit.

A. Pra Analitik
1. Persiapan pasien
2. Persiapan sampel
3. Prinsip :
Darah dicampur dengan larutan, Brilliant Crecyl Blue atau larutan New
Methylene Blue, lalu dibuat sediaan. Dan jumlah retikulositnya dihitung dibawah
mikroskop. Jumlah retikulosit dihitung per 1000 eritrosit dan dinyatakan dalam %
4. Alat dan bahan
1. Tabung reaksi kecil
2. Kaca obyek dan kaca penggeser
3. Pipet Pasteur
4. Penangas air
5. Mikroskop.
REAGENS
Brilliant Cresyl Blue atau
New Methylene Blue (Colour Index 52030) ................. 1g
Larutan sitrat salin ........................................................ 100 ml
Larutan sitrat salin dibuat dengan mencampur :
1 bagian natrium sitrat 30 g/l
4 bagian larutan Na Cl 9,0 g/l

B. Analitik
I. SEDIAAN KERING
1. Kedalam tabung reaksi kecil teteskan 3 tetes larutan Brilliant Cresyl
Blue atau New Methylene Blue.
2. Tambahkan 3 tetes darah, campurkan baik-baik dan biarkan pada
suhu ruangan selama 15 menit agar pewarnaan sempurna.
Cara yang lain :
Setelah ditambahakan 3 tetes darah, campurkan baik-baik, tabung
ditutup dengan parafilm dan diinkubasi pada 37 c selam 30-60 menit.
3. Setelah inkubasi, tabung dihomogenkan lagi dan ambil 1 tetes untuk membuat
sediaan apus. Keringkan di udara dan diperiksa di bawah mikroskop.

Penuntun Praktikum Hematologi 41


4. Periksalah dengan perbesaran obyektif 100 kali.
Dicari daerah yang baik yaitu eritrosit tidak tumpang tindih. Retikulosit
tampak sebagai sel yang lebih besar dari eritrosit. Dan mengandung
filamen atau granula. Dengan BCB, eritrosit berwarna biru keunguan
dengan filamen atau granula berwarna ungu.
Bila menggunakan NMB, retikulosit berwarna biru dengan filamen atau
granula berwarna biru tua.
5. Hitunglah jumlah retikulosit per 1000 eritrosit dengan lensa emersi
6. Jumlah retikulosit dapat dinyatakan persen / per mil terhadap jumlah
eritrosit total atau dilaporkan dalam jumlah mutlak.
Misal : dalam 10 lapangan pandang dijumpai 2000 eritrosit dan retikulosit 76.
100
Jumlah retikulosit (%) : x 76 = 3,8 % atau 2000
1000
x 76 = 38 permil
2000

Bila diketahui jumlah eritrosit 3,5 juta/µl maka


38
Jumlah retikulosit = x 3.500.000 /ul = 133.000 / µl 1000

II. SEDIAAN BASAH


1. Taruh 1 tetes larutan BCB ditengah-tengah kaca obyek.
2. Tambahkan 2 tetes darah dilarutan BCB, homogenkan darah dengan
larutan BCB dengan menggunakan sudut kaca obyek.
3. Tutup dengan kaca penutup
4. Periksa dengan minyak emersi
Cara penghitungan sama dengan sediaan kering

Jika didapatkan jumlah retikulosit yang tinggi atau disertai dengan nilai
hematokrit rendah maka dilakukan koreksi terhadap nilai retikulosit.
Nilai koreksi ini disebut indeks retikulosit (Reticulocyte Production Indeks)

RP I = % Retikulosit x Hmt penderita x faktor koreksi


Hmt normal

Penuntun Praktikum Hematologi 42


Tabel . Faktor Koreksi Hemaktokrit
Hematokrit Penderita Faktor Koreksi
40-45 1,0
35-40 1,5
25-34 2,0
15-24 2,5
< 15 3,0

III. Pasca Analitik


Nilai rujukan = 0,5 – 1,5%
Hitung retikulosit meningkat pada : perdarahan akut, hemolisis,
RP I <2% = kegagalan sum-sum tulang membentuk eritrosit.
RP I 2 – 3% = respons baik terhadap anemia hemolitik
RP I >3% = Hiperproliferasi

Sumber kesalahan
1. Volume darah yang digunakan tidak sesuai dengan volume zat warna
2. Zat warna tidak disaring akan mengendap di eritrosit sehingga tampak
seperti retikulosit
3. Waktu inkubasi campuran darah dan zat warna kurang lama
4. Tidak menghomogenkan campuran zat warna dengan darah sebelum
membuat sediaan apus
Retikulosit mempunyai berat jenis yang lebih rendah dari eritrosit
sehingga berada dibagian atas dari campuran.
5. Menghitung di daerah yang terlalu padat
6. Jumlah eritrosit yang dihitung tidak mencapai 1000.

Penuntun Praktikum Hematologi 43


TES COOMB’S

Tes Coomb‟s diindikasikan pada pasien dengan dugaan Anemia Hemolitik


Autoimun (AIHA). AIHA adalah kelainan yang ditandai oleh pemendekan umur
eritrosit yang disebabkan oleh adanya antibodi dalam serum penderita yang
bereaksi dengan eritrosit penderita itu sendiri. Autoantibodi tersebut dapat
berupa imunoglubulin G (IgG) atau imunoglobulin M (IgM).

A. Pra Analitik
1. Persiapan pasien : Catat daftar obat yang sedang dikonsumsi pasien.
Obat yang dapat mempengaruhi tes ini adalah : penisilin, sefalosporin,
antihipertensi dan lain-lain
2. Persiapan sampel : hindari sampel hemolisis, sampel darah dengan antikoagulan
natrium sitrat 3,8%. Tes sebaiknya dilakukan selambatnya 2 jam.
3. Prinsip : Penambahan serum Coomb‟s (serum hewan yang
mengandung antibodi spesifik terhadap globulin manusia) pada
eritrosit yang tersensitisasi / eritrosit yang terbungkus dengan
imunoglobulin atau komplemen akan menimbulkan suatu aglutinasi
4. Alat dan bahan :
Alat : Tabung reaksi
Pipet tetes
Sentrifus
Inkubator
Kaca obyek dan kaca penggeser
Bahan : Darah sitrat (1:9)
Larutan NaCl fisiologis (0,9%)
Reagen Coomb‟s

B. Analitik
1. Sebanyak 0,5 ml darah yang diperiksa dimasukkan ke dalam tabung reaksi
2. Lakukan pencucian eritrosit 4 kali berturut-turut dengan setiap kali
dilakukan sentrifus kemudia plasma dibuang
3. Buatlah suspensi eritrosit yang tertinggal dalam tabung setelah
sentrifus terakhir dengan menambah sekian banyak NaCl fisiologis
sampai suspensi eritrosit mempunyai nilai hematokrit 2%
4. Ke dalam tabung 75 x 10 mm, masukkan 1 tetes suspensi tadi
kemudian tambahkan dengan 2 tetes reagen Coomb‟s
O
5. Campur kemudian inkubasikan pada suhu 37 C selama 30-50 menit
6. Kocok dengan hati-hati tabung tersebut lihat adanya aglutinasi,
konfirmasikan dengan menggunakan mikroskop
7. Jika hasilnya negatif lakukan sentrifus kembali dengan 1000 rpm
selama 1 menit
8. Periksa kembali adanya aglutinasi seperti langkah 6
9. Bandingkan hasil tes dengan kontrol positif dan kontrol negatif

Nilai rujukan : Negatif

Penuntun Praktikum Hematologi 44


C. Pasca Analitik
Terjadi aglutinasi membuktikan adanya antibodi yang melapisi eritrosit. Tes
Coomb‟s positif ditemukan pada :
Penyakit hemolitik pada bayi baru
lahir Anemia hemolitik autoimun
Anemia hemolitik karena obat-
obatan Reaksi transfusi hemolitik

Penuntun Praktikum Hematologi 45


GOLONGAN DARAH ABO & Rh
Sejak penemuan Landsteiner (1901) sampai sekarang, telah ditemukan
lebih dari 100 antigen golongan darah dalam eritrosit. Tapi untuk kegunaan
praktek, klinis yang terpenting hanya sistem golongan darah ABO dan Rh.
Pada sistem golongan darah ABO hanya ada 4 golongan darah yaitu. A, B, AB dan
O. Golongan tersebut. berdasarkan atas ada atau tidak adanya antigen dan antigen B.
Disamping itu juga ada 2 sub golongan dari golongan A1 dan AlB serta - A2 dan A2B.
Dalam serum golongan O normal mengandung anti-A dan anti-B, serta
golongan A hanya mengandung anti-B, golongan B mengandung anti-A dan
golongan AB tidak mengandung baik anti-A maupun anti.-B.
Antibodi yang hanya reaktif terhadap Al dan A1B adalah anti-Al kadang terdapat
pada seseorang golongan A2. Antibodi yang paling kuat yang reaktif terhadap golongan
A2. Antibodi yang paling kuat yang reaktif terhadap golongan O dan A2 disebut anti-H,
kadang juga terdapat pada seseorang dengan golongan darah Al, atau AlB atau B.
Tetapi untungnya bahwa kedua antibodi ini termasuk cold-agglutinin atau aglutinin
dingin yang jarang sekali reaktif terhadap antigen eritrosit pada suhu >30°C.
Pada sistem Rh untuk kepentingan klinik cukup menentukan apakah
seseorang negatif. Biasanya dengan memeriksa reaksi sel eritrosit seseorang
penderita terhadap antigen Rh yang dikenal dengan nama anti-D.
Oleh karena reaksi yang terjadi antara antigen – antibodi adalah aglutinasi
maka antigen (Ag) disebut juga aglutinasi & antibodi (Ab) disebut agglutinin.

A. Pra Analitik
1. Persiapan penderita: tidak memerlukan persiapan khusus
2. Persiapan sampel:
Suspensi eritrosit yanq akan diperiksa dari darah utuh atau darah EDTA
atau darah antikoagulan lainnya yang dicuci dalam saline 0.85 % 3x, lalu
eritrosit yang telah dicuci tambah 0.3 ml saline = suspensi 50 % atau dari
serum yang akan diperiksa.
3. Prinsip:
Reaksi antigen-antibodi, suspensi eritrosit direaksikan dengan macam-
macam antibodi yang telah diketahui, golongan darah sesuai dengan antigen
yanq terkandung dalam eritrosit (dimana terjadi aglutinasi) . Bila antigen ada
dalam eritrosit seseorang maka serumnya tidak mengandung antibodinya

golongan darah antigen dalam eritrosit antibodi dalam serum


O nihil anti-A dan anti-B
A A anti- B
B B anti- A
AB AB nihil

Ada 2 cara : a) menggunakan antiserum yang telah diketahui serta sel eritrosit
yang diperiksa.
b) menggunakan sel-sel eritrosit golongan Al dan B serta serum
yang diperiksa.

Penuntun Praktikum Hematologi 46


4. Alat dan bahan
1. Suatu panel serum yang terdiri atas:
a. serum anti-A biasanya berwarna biru atau
hijau, b. serum anti-B biasanya berwarna kuning,
c. serum inti-AB biasanya berwarna merah muda/tak
berwarna. 2. Suatu panel sel terdiri atas
a. sel-sel golongan A1
b. sel-sel golongan B
3. Larutan saline 0.85%
4. Pipet Pasteur, tabung reaksi 75 x 8 mm
5. Alat sentrifus dan mikroskop

B. Analitik
Cara Kerja :
Ada 2 metode
1 . Metode kaca objek :
Buatlah suspensi eritrosit yang akan diperiksa/donor/ resipien sebagai
berikut: ke dalam tabung reaksi masukkan 3 tetes darah, tambahkan saline
secukupnya, tutup dengan parafilm/plastik dan campur dengan membolak-
balikkan tabung 3x : kemudian sentrifus dengan 1.000 ppm selama 1 menit
dan buanglah cairan supernatannya. Ulangilah 3 kali, sesudah itu encerkan
dengan saline sebanyak 27 tetes, sehingga didapat suspensi eritrosit 10 %.
2. Pada sebuah kaca obyek teteskan 1 tetes serum anti-A disebelah kiri, tetes
serum, anti-B ditengah dan 1 tetes serum anti-AB disebelah kanan. Pada
kaca obyek yang lain teteskan 1 tetes serum anti-D disebelah kiri dan 1
tetes serum yang akan diperiksa sebagai kontrol disebelah kanan.
3. Pada masing-masing serum teteskan 2 tetes suspensi eritrosit, campurkan
dengan cara goyangkan ke depan dan ke belakang, sambil diamati
aglutinasi yang akan terjadi. Pengamatan dilakukan dalam waktu 2 menit
setelah percampuran serum dan suspensi eritrosit.

Metode tabung reaksi

1. Buatlah suspensi eritrosit 2 % (dengan cara seperti di atas).


2. Kedalam 5 tabung reaksi 75 x 8 mm, masing-masing diberi label dan diisi
sesuai dengan labelnya yaitu 1 tetes serum anti-A, serum anti-B, serum anti-
AB, serum anti-D -dan serum yang diperiksa sebagai kontrol.
3. Ke dalam masing-masing tabung ditambah 2 tetes suspensi eritrosit yang
akan diperiksa 2 %. Campur dan sentrifus masing-masing tabung pada 1.000
ppm selama 1 menit, kemudian amatilah aglutinasi yang terjadi.

Penuntun Praktikum Hematologi 47


C. Pasca Analitik
Cara Penilaian

Aglutinasi terjadi pada Penilaian


anti-A anti-B anti-AB anti-D golongan darah Rh
+ - + + A Positif
- + + - B Negatif
+ + + - AB Negatif
- - - - 0 Negatif

Serum kontrol tidak terjadi aglutinasi, bila terjadi aglutinasi dan tidak ada
kesalahan maka kemungkinan mempunyai antibodi (aglutinin) dingin/panas,
perlu pemeriksaan lebih lanjut.

Sumber kesalahan
1. Masing-masing serum tidak boleh tercemar oleh serum yang lain.
2. Suspensi eritrosit juga tidak boleh tercemar oleh panel sel.
3. Kalau hasil pengamatan aglutinasi meragukan, maka dapat diamati
dibawah mikroskop (Hati-hati jangan sampai keliru dengan reauleoux).

Penuntun Praktikum Hematologi 48


HEMOSTASIS

Hemostasis adalah istilah umum untuk menyatakan seluruh mekanisme


yang digunakan oleh tubuh untuk melindungi diri terhadap kemungkinan
perdarahan atau kehilangan darah.
Pendarahan ialah keluarnya darah dari salurannya yang normal ( arteri,
vena atau kapiler ) ke dalam ruangan ekstravaskuler oleh karena hilangnya
kontinuitas pembuluh darah. Perdarahan dapat berhenti melalui 3 mekanisme
yaitu kontraksi pembuluh darah, pembentukan gumpalan trombosit dan
pembentukan trombin serta fibrin yang memperkuat gumpalan trombosit.
Bila terdapat gangguan atau kelainan pada salah satu atau lebih dari
ketiganya mekanisme tersebut terjadilah pendarahan yang abnormal yang
seringkali tidak dapat berhenti sendiri.
Gangguan atau kelainan dapat terjadi pada
- Pembuluh darah ( vaskuler)
- Trombosit (jumlah maupun fungsinya)
- Mekanisme pembekuan
Dengan pemeriksaan sederhana yaitu hitung trombosit masa pendarahan, masa
pembekuan, Rumple leede dapat dibedakan secara garis besar penyebab perdarahan.
Tes masa pendarahan dan hitung trombosit juga dapat dilakukan sebagai
tes penyaring pada pasien yang akan dilakukan tindakan bedah, obstetri atau
pencabutan gigi setelah tes masa protrombin dan masa tromboplastin parsial.
Pada tulisan ini akan dijelaskan pemeriksaaan hemostasis sederhana
yaitu hitung trombosit, masa pendarahan ( bleeding time ), masa pembekuan (
clotting time) dan Rumple Leed

BLEEDING TIME
(Masa Perdarahan)

Terjadinya perdarahan berkepanjangan setelah trauma superfisal yang terkontrol,


merupakan petunjuk bahwa ada defisiensi trombosit. Masa perdarahan memanjang pada
3 3
kedaan trombositopenia ( <100.000/mm ada yang mengatakan < 75.000 mm ), penyakit
von willebrand, sebagian besar kelainan fungsi trombosit dan setelah minum obat aspirin.
Pembuluh kapiler yang tertusuk akan mengeluarkan darah sampai luka itu
tersumbat oleh trombosit yang menggumpal. Bila darah keluar dan menutupi luka,
terjadilah pembekuan dan fibrin yang terbentuk akan mencegah perdarahan yang
lebih lanjut . Pada tes ini darah yang keluar harus dihapus secara perlahan-lahan
sedemikian rupa sehingga tidak merusak trombosit. Setelah trombosit menumpuk
pada luka, perdarahan berkurang dan tetesan darah makin lama makin kecil.
Tes masa perdarahan ada 2 cara yaitu metode Duke dan metode Ivy .
Kepekaan metode Ivy lebih baik, dengan nilai rujukan 1 - 7 menit dan metode
Duke dengan nilai rujukan 1 – 3 menit.

Penuntun Praktikum Hematologi 49


1. METODE DUKE
A .Pra Analitik
1. Persiapan Pasien: tidak memerlulakan persiapan khusus
2. Persiapan sample: darah kapiler
3. Prinsip:
Dibuat perlukaan standar pada daun telinga, lamanya perdarahan sampai
berhenti dicatat.
4. Alat dan bahan
- Disposable Lanset steril
- Kertas saring bulat
- Stop Watch
- Kapas alkohol

B. Analitik
Cara kerja : 1. Bersihkan daun telinga dengan kapas alkohol , biarkan mengering.
2. Buat luka dengan disposable lanset steril panjang 2 mm dalam 3
mm. sebagai pegangan pakailah kaca objek dibalik daun telinga
dan tepat pada saat darah keluar jalankan stop watch.
3. Setiap 30 detik darah yang keluar diisap dengan kertas
saring bulat tetapi jangan sampai menyentuh luka
4. Bila perdarahan berhenti , hentikan stop watch dan catatlah
waktu perdarahan

Catatan : 1. Bila perdarahan 10 menit, hentikan perdarahan dengan menekan


luka dengan kapas alkohol . Dianjurkan untuk diulang dengan cara
yang sama atau dengan metode Ivy.
2. Digunakan untuk bayi dan anak - anak
3. Kepekaannya kurang.

C. Pasca Analitik
Nilai rujuk : 1 – 3 menit

2. METODE IVY
A. Pra Analitik

1. Persiapan pasien: tidak memerlukan persiapan khusus


2. Persiapan sampel : darah kapiler
3. Prinsip:
Dibuat perlukaan standar pada permukaan volar lengan bawah, lamanya
perdarahan diukur.
4. Alat dan bahan:
- Tensimeter
- Disposable lanset steril dengan ukuran lebar 2 mm dan 3 mm
- Stop watch
- Kertas saring bulat
- Kapas alkohol

Penuntun Praktikum Hematologi 50


B. Analitik
Cara kerja: 1. Pasang manset tensimeter pada lengan atas dan pompakan tensimeter
sampai 40 mm Hg selama pemeriksaan . Bersihkan permukaan volar
lengan bawah dengan kapas alkohol 70 % . Pilih daerah kulit yang tidak
ada vena superfisial , kira - kira 3 jari dari lipatan siku.
2. Rentangkan kulit dan lukailah dengan lebar 2 mm dalam 3mm.
3. Tepat pada saat terjadi perdarahan stop watch dijalankan
4. Setiap 30 detik hapuslah bintik darah yang keluar dari luka. Hindari
jangan sampai menutup luka.
5. Bila perdarahan berhenti ( diameter <1 mm ) hentikan stop watch dan
lepaskan manset tensimeter . Catat waktu perdarahan dengan
pembulatan 0,5 menit.
Catatan : 1. Bila perdarahan sampai 15 menit belum berhenti, tekanlah lukanya .
Tes diulangi lagi terhadap lengan lainnya . Bila hasilnya sama, hasil
dilaporkan bahwa masa perdarahan > 15 menit
1. Kesulitan dalam membuat luka yang standar. Jika hasil < 2 menit
tes diulang

C. Pasca Analitik
.Nilai rujuk : 1 – 7 menit

Penuntun Praktikum Hematologi 51


Berikut adalah gambar tes perdarahan metode Duke ,Ivy dan Template Ivy

Penuntun Praktikum Hematologi 52


CLOTTING TIME
(Masa pembekuan)

Tes masa masa pembekuan menurut Lee - White merupakan tes yang
paling tua yang paling dan kurang ketelitiannya . Tes ini mengukur waktu yang
diperlukan oleh darah lengkap untuk membeku di dalam tabung..
Metode Lee - White menggunakan 4 tabung masing - masing terisi 1 ml darah
0
lengkap, diinkubasi dalam suhu 37 C. Tabung perlahan - lahan dimiringkan setiap 30
detik supaya darah bersentuhan dengan dinding tabung sekaligus melihat sudah
0
terjadinya pembekuan. Darah normal membeku 4 - 10 menit dalam suhu 37 C.
Defisiensi faktor pembekuan dari ringan sampai sedang belum dapat
dideteksi dengan metode ini, defisiensi faktor pembekuan yang berat baru
dapat.dideteksi. Heparin memperpanjang masa pembekuan sehingga dapat
digunakan untuk memantau terapi dengan heparin..
.
B. Pra Analitik
1. Persiapan pasien: tidak memerlukan persiapan khusus
2. Persiapan sampel: darah vena
3. Prinsip:
Diambil darah vena dan dimasukkan kedalam tabung kemudian
dibiarkan membeku . Selang waktu dari saat pengambilan darah
sampai saat darah membeku dicatat sebagai masa pembekuan
4. Alat dan bahan
- Tabung reaksi 10 X 100 mm = 4 buah
- Stop watch
- Water bath

C. Analitik
Cara kerja :
0
1. Tempatkan ke 4 tabung reaksi ke dalam water bath (37 C)
2. Ambil darah vena 4 ml, segera jalankan stop watch pada saat darah
tampak di dalam jarum . Tuangkan 1 ml kedalam setiap tabung.
3. Setelah 3 menit mulailah mengamati tabung 1 . Angkat tabung keluar dari
water bath dalam posisi tegak lurus, lalu miringkan, perhatikan apakah
darah masih bergerak atau tidak ( membeku ). Lakukan hal ini pada
tabung 1 setiap selang waktu 30 detik sampai terlihat darah dalam tabung
sudah tidak bergerak ( darah sudah membeku ).
4. Catat selang waktu dari saat pengambilan darah sampai darah membeku
sebagai masa pembekuan.

Rumus : Rata - rata dari tabung 2,3,dan 4, hasil dibulatkan 0,5 menit.
2 3 4
: waktu
3

Penuntun Praktikum Hematologi 53


0
Catatan : Nlilai rujukan 4-10 menit (37 C). Tes dapat dilakukan tanpa
menggunakan water bath , masa pembekuan pada suhu kamar lebih panjang.
Disarankan tiap laboratorium untuk membuat nilai rujukan masing - masing.

C. Pasca Analitik
o
Nilai rujukan : 4 – 10 menit (37 C)

TES RUMPLE LEEDE

A. Pra Analitik
1. Persiapan pasien: tidak memerlukan persiapan khusus
2. Prinsip:
Terhadap kapiler diciptakan suasana anoksia dengan jalan
membendung aliran darah vena. Terhadap anoksia dan penambahan
tekanan internal akan terlihat kemampuan kapiler bertahan . Jika
ketahanan kapiler turun akan timbul "' Petechiae "' di kulit.

3. Alat dan bahan:


- Tensimeter dan Stetoskop
- Timer
- Spidol

B. Analitik
Cara Kerja : 1.Pasang manset tensimeter pada lengan atas . Carilah tekanan
sistolik (TS) dan tekanan diastolik (TD).
2. Buat lingkaran pada bagian volar lengan bawah :
- Radius 3 cm
- Titik pusat terletak 2 cm di bawah garis lipatan siku.
3. Pasang lagi tensimeter dan buatlah tekanan sebesar 1/2 X
(TS+TD) pertahankan tekanan ini selama 5 menit.
4. Longgarkan manset lalu perhatikan ada tidaknya petechieae
dalam lingkaran yang telah dibuat

C. Pasca Analitik
Nilai Rujukan : < 10 : Normal ( Negatif)
10 - 20 : Dubia ( Ragu – ragu )
> 201 : Abnormal ( Positif )
Tes Rumple Leede merupakan tes yang sederhana untuk melihat
gangguan pada vaskuler maupun trombosit. Tes Rumple Leede akan positif
bila ada gangguan pada vaskuler maupun trombosit.

Penuntun Praktikum Hematologi 54


DAFTAR PUSTAKA

1.Bain BJ, Lewis SM, Bates I. Basic haematological techniques. In : Dacie and Lewis
Practical Haematology. 10th ed. Churchill Livingstone. Philadelphia 2006. 25-78
2.Hutchison RE, McPherson RA. Hematology. In : Henry‟s Clinical Diagnosis
and Management by Laboratory Methods. 21st ed. Saunders Elsevier.
Philadelphia. 2007. 457-503
3.Ernst DJ. Applied Phlebotomy. Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia.
2005. 1-157
4.Gandasoebrata R. Penuntun Laboratorium Klinik. Dian Rakyat. Jakarta. 2004.
5.Nomura T, Furusawa S. Essentials of Microscopic Hematology. Igaku-Shoin. Tokyo.
1991. 1-85
6.Merck. Hematological Laboratory Methods. Frankfurt. 1983. 7-80

Penuntun Praktikum Hematologi 55


MANUAL CSL 1

KETERAMPILAN KLINIK
PEMERIKSAAN IMUNOLOGI
BERDASARKAN INDIKASI

Diberikan pada Mahasiswa Semester II


Program Studi Sarjana Kedokteran
Fakultas Kedokteran Unhas

Disusun oleh:
dr. Uleng Bahrun, SpPK(K), PhD

DEPARTEMEN ILMU PATOLOGI KLINIK


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2021

1
TES WIDAL
(METODE AGLUTINASI)

I. PENDAHULUAN
Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi A, B dan C
menyebabkan demam tifoid pada manusia. Tubuh memproduksi antibodi
terhadap antigen O dan H sebagai respon terhadap stimulus antigen
Salmonella (O dan H). Titer antibodi ini meningkat pelan-pelan dalam fase
awal penyakit, mencapai puncak, dan kemudian menurun pelan-pelan
sampai tidak lagi terdeteksi. Antibodi terhadap Salmonella pada pasien
demam tifoid, dapat dideteksi dalam serum pada minggu ke-2 sampai
minggu ke-4 setelah infeksi.
Tes Widal dapat dilakukan dengan metode slide atau metode tabung.
Metode slide merupakan cara yang cepat tetapi kurang tepat untuk
menunjukkan titer antibodi. Oleh sebab itu, untuk menentukan titer antibodi
dianjurkan melakukan metode tabung karena lebih teliti menunjukkan
besaran titer.

II. INDIKASI
Tes Widal dilakukan untuk membantu klinisi menegakkan diagnosis
pada pasien suspek demam tifoid dengan cara sederhana setelah dilakukan
anamnesis dan pemeriksaan fisik pada pasien.

III. SASARAN PEMBELAJARAN


1. Mahasiswa mampu menjelaskan kepada pasien tentang
pemeriksaan yang akan dilakukan
2. Mahasiswa mampu melakukan tahap preanalitik tes Widal metode
slide dengan benar
3. Mahasiswa mampu melakukan tahap analitik tes Widal metode
slide dengan benar
4. Mahasiswa mampu melakukan tahap pascaanalitik tes Widal
metode slide dengan benar

2
IV. METODE DAN ALAT BANTU PEMBELAJARAN
1. Demonstrasi sesuai daftar panduan belajar
2. Diskusi
3. Simulasi
4. Evaluasi melalui check list/daftar tilik

V. DESKRIPSI KEGIATAN

Kegiatan Waktu Deskripsi


1. Pengantar 5 menit Pengantar
2. Demonstrasi 30 menit 1. Mengatur posisi duduk mahasiswa
2. Instruktur memberikan contoh bagaimana cara
melakukan tes Widal metode slide mulai dari tahap
preanalitik, analitik, dan pascaanalitik sementara
mahasiswa menyimak dan mengamati.
3. Memberikan kesempatan kepada mahasiswa
untuk bertanya dan instruktur memberikan
penjelasan tentang aspek-aspek yang penting
3.Simulasi dan 100 menit 1. Mahasiswa melakukan praktik atau simulasi
umpan balik mengerjakan tes Widal metode slide
2. Instruktur mengamati mahasiswa dengan
berkeliling dengan melakukan supervisi
menggunakan daftar tilik dan memberikan
umpan balik jika diperlukan
4.Diskusi dan 15 menit 1. Instruktur dan mahasiswa melakukan diskusi:
kesimpulan Apakah s udah dimengerti? Apa ada yang sulit?
2. Instruktur memberikan kesimpulan dan
memperjelas hal-hal yang masih belum
dimengerti
Total waktu 150 menit

3
PENUNTUN BELAJAR KETERAMPILAN
TES WIDAL METODE SLIDE

Kriteria penilaian sebagai berikut:


0 = Sama sekali tidak melakukan
1 = Perlu perbaikan: langkah-langkah dilakukan tetapi tidak lengkap
2 = Mampu: Langkah-langkah dilakukan dengan benar dan lengkap

NILAI
NO. LANGKAH KLINIK
0 1 2
1. Menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang
pemeriksaan yang akan dilakukan
2. Meminta persetujuan kepada pasien sebelum
pemeriksaan dilakukan
3. Preanalitik:
1. Persiapan diri:
a. Mencuci tangan
b. Memakai handscoen
2. Persiapan pasien: tidak memerlukan persiapan
khusus
3. Persiapan sampel: darah vena diambil sesuai
prosedur, dibiarkan membeku, kemudian disentrifus
untuk memperoleh serum
4. Persiapan alat dan bahan:
a. Kit tes Widal yang terdiri dari suspensi antigen
H dan O Salmonella typhi, Salmonella
paratyphi A, Salmonella paratyphi B, dan
Salmonella paratyphi C, kontrol positif, dan
kontrol negatif
b. Slide
c. Pipet Pasteur
4. Analitik
Prinsip tes: Serum yang berisi antibodi terhadap antigen
O dan H direaksikan dengan antigen O dan H pada kit.
Aglutinasi akan terjadi apabila ada kesesuaian antigen
pada kit dengan antibodi yanq terkandung dalam serum

Prosedur pemeriksaan:
1. Siapkan serum yang akan di periksa. Biarkan serum
beberapa saat untuk menyesuaikan suhu ruangan
(18-30°C) jika menggunakan serum simpan,
2. Siapkan slide. Teteskan 1 tetes serum dan 1 tetes
suspensi antigen yang telah dikocok dengan baik
pada tiap lingkaran secara terpisah. Teteskan 1 tetes
larutan kontrol positif dan negatif pada masing-
masing lingkaran kontrol positif dan kontrol negatif
3. Campur baik serum dan suspensi antigen dalam

4
setiap lingkaran. Goyang memutar slide agar
campuran merata
4. Baca hasil reaksi (aglutinasi) setelah satu menit.
Lanjutkan dengan tes semi kuantitatif apabila terjadi
aglutinasi
5. Siapkan slide dan buat 5 buah lingkaran dengan ∅ 3
cm. Pipetkan serum sesuai pola di bawah ini:
Lingkaran 1 2 3 4 5
Serum (mL) 0,08 0,04 0,02 0,01 0,005
6. Lakukan prosedur pada poin 2-4 dengan
menggunakan jenis suspensi yang memberikan hasil
aglutinasi positif saja. Hasil agglutinasi pada
lingkaran 1-5 menunjukkan titer 1/20, 1/40, 1/80,
1/160 dan 1/320 secara berurutan.
7. Laporkan titer lingkaran terakhir yang menunjukkan
aglutinasi sebagai hasil tes
5. Pasca analitik:
Interpretasi: semakin tinggi titer semakin besar
kemungkinan infeksi, agglutinin O masih bisa dijumpai
setelah 4-6 bulan dan H menetap 9-12 bulan pada orang
yang telah sembuh sehingga tidak bisa dipakai untuk
menentukan kesembuhan penyakit. Belum ada
kesamaan pendapat mengenai titer agglutinin yang
bermakna diagnostik. Batas titer yang sering dipakai
bisa berbeda di masing-masing daerah

5
DIRECT COOMB’S TEST
(METODE AGLUTINASI)

I. PENDAHULUAN
Tes Coomb’s terdiri dari dua macam tes yaitu Direct Coomb’s Test
(Direct Antiglobulin Test (DAT)) dan Indirect Coomb’s Test (Indirect
Antiglobulin Test (IAT)). Prinsip Direct Coomb’s Test ini adalah dengan
penambahan serum Coomb’s (serum hewan yang mengandung antibodi
spesifik terhadap globulin manusia) pada eritrosit yang tersensitisasi/eritrosit
yang terbungkus dengan immunoglobulin atau komplemen akan
menimbulkan suatu aglutinasi. Tujuan tes ini adalah untuk mendeteksi
antibodi inkomplit yang melekat atau menyelimuti eritrosit pasien yang
terjadi secara invivo (di dalam tubuh). Indirect Coomb’s Test digunakan
untuk mencari antibodi irregular (inkomplit) dalam serum yang dapat
melekat atau menyelimuti eritrosit pasien secara invitro (di luar tubuh).
Indikasi Direct Coomb’s test adalah untuk pasien dengan dugaan
Anemia Hemolitik Autoimun (AHA). Anemia Hemolitik Autoimun adalah
kelainan yang ditandai oleh pemendekan umur eritrosit yang disebabkan
oleh adanya antibodi dalam serum penderita yang bereaksi dengan eritrosit
penderita itu sendiri. Autoantibodi tersebut dapat berupa imunoglobulin G
(IgG) atau imunoglobulin M (IgM).

II. INDIKASI
Direct Coomb’s Test dilakukan untuk membantu klinisi menegakkan
diagnosis pasien dengan dugaan AHA, penyakit hemolitik pada bayi baru
lahir (autoimmune hemolytic of the Newborn), anemia hemolitik karena
obat-obatan, dan reaksi transfusi hemolitik.

III. SASARAN PEMBELAJARAN


1. Mahasiswa mampu menjelaskan kepada pasien tentang
pemeriksaan yang akan dilakukan
2. Mahasiswa mampu melakukan tahap preanalitik Direct Coomb’s

6
Test dengan benar
3. Mahasiswa mampu melakukan tahap analitik Direct Coomb’s Test
dengan benar
4. Mahasiswa mampu melakukan tahap pascaanalitik Direct
Coomb’s Test dengan benar

IV. METODE DAN ALAT BANTU PEMBELAJARAN


1. Demonstrasi sesuai daftar panduan belajar
2. Diskusi
3. Simulasi
4. Evaluasi melalui check list/daftar tilik

V. DESKRIPSI KEGIATAN

Kegiatan Waktu Deskripsi


1. Pengantar 5 menit Pengantar
2. Demonstrasi 30 menit 1. Mengatur posisi duduk mahasiswa
2. Instruktur memberikan contoh bagaimana cara
melakukan Direct Coomb’s Test mulai dari tahap
preanalitik, analitik, dan pascaanalitik sementara
mahasiswa menyimak dan mengamati.
3. Memberikan kesempatan kepada mahasiswa
untuk bertanya dan instruktur memberikan
penjelasan tentang aspek-aspek yang penting
3.Simulasi dan 100 menit 1. Mahasiswa melakukan praktik atau simulasi
umpan balik mengerjakan Direct Coomb’s Test
2. Instruktur mengamati mahasiswa dengan
berkeliling dengan melakukan supervisi
menggunakan daftar tilik dan memberikan
umpan balik jika diperlukan
4.Diskusi dan 15 menit 1. Instruktur dan mahasiswa melakukan diskusi:
kesimpulan Apakah s udah dimengerti? Apa ada yang sulit?
2. Instruktur memberikan kesimpulan dan
memperjelas hal-hal yang masih belum
dimengerti
Total waktu 150 menit

7
PENUNTUN BELAJAR KETERAMPILAN
DIRECT COOMB’S TEST

Kriteria penilaian sebagai berikut:


0 = Sama sekali tidak melakukan
1 = Perlu perbaikan: langkah-langkah dilakukan tetapi tidak lengkap
2 = Mampu: Langkah-langkah dilakukan dengan benar dan lengkap

NILAI
NO. LANGKAH KLINIK
0 1 2
1. Menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang
pemeriksaan yang akan dilakukan
2. Meminta persetujuan kepada pasien sebelum
pemeriksaan dilakukan
3. Preanalitik:
1. Persiapan diri:
a. Mencuci tangan
b. Memakai handscoen
2. Persiapan pasien: catat daftar obat yang sedang
dikonsumsi pasien. Obat yang dapat mempengaruhi:
penisilin, sefalosporin, obat antihipertensi, dan lain-
lain
3. Persiapan sampel: darah sitrat (perbandingan 1:9),
darah EDTA
4. Persiapan alat dan bahan:
a. Larutan NaCl fisiologis 0.9%
b. Reagen Coomb’s
c. Kontrol positif dan kontrol negatif
d. Tabung reaksi 75x10 mm
e. Sentrifus
f. Inkubator
g. Kaca obyek
h. Pipet tetes
4. Analitik
Prinsip tes: Penambahan serum Coomb’s (serum hewan
yang mengandung antibodi spesifik terhadap globulin
manusia) pada eritrosit yang tersensitisasi/eritrosit yang
terbungkus dengan imunoglobulin atau komplemen akan
menimbulkan suatu aglutinasi

Prosedur pemeriksaan:
1. Masukkan 0,5 ml darah yang akan diperiksa ke
dalam tabung reaksi
2. Lakukan pencucian eritrosit dengan cara
penambahan larutan NaCl fisiologis secukupnya (1-
2 mL) kemudian disentrifus. Buang larutan pencuci
menggunakan pipet. Hati-hati dalam proses

8
pencucian agar eritrosit tidak ikut terbuang. Proses
pencucian ini dilakukan sebanyak empat kali
3. Buat suspensi eritrosit yang mempunyai nilai
hematokrit 2% dengan cara mencampurkan 20 µl
eritrosit yang sudah dicuci dengan 1 ml NaCl
fisiologis di dalam tabung 75 x 10 mm
4. Masukkan 1 tetes suspensi eritrosit/ hematokrit 2%
ke dalam tabung lain kemudian tambahkan 2 tetes
reagen Coomb’s
5. Homogenkan suspensi dan kemudian inkubasi pada
suhu 370C selama 30-50 menit
6. Amati terbentuknya aglutinasi. Konfirmasi dengan
menggunakan mikroskop pembesaran 10x atau 40x
(buat sediaan dengan cara meneteskan satu tetes
suspensi di atas kaca obyek)
7. Sentrifus ulang dengan kecepatan 1000 rpm selama
1 menit jika hasil negatif
8. Periksa kembali adanya aglutinasi seperti langkah 6
di atas
9. Lakukan prosedur 1-8 dengan menggunakan bahan
kontrol secara bersamaan. Bandingkan hasil tes
dengan kontrol
5. Pasca analitik:
Nilai rujukan:
1. Negatif: tidak terbentuk aglutinasi
2. Positif: terbentuk aglutinasi (ditemukan antibodi
yang melapisi eritrosit)

9
TES HCG URIN
(METODE IMMUNOCHROMATOGRAPHY)

I. PENDAHULUAN
Human Chorionic Gonadotropin (hCG) adalah hormon glikoprotein
yang disekresi selama perkembangan plasenta segera setelah implantasi.
Hormon hCG dapat dideteksi pada urin dan serum wanita hamil sejak 6-15
hari setelah konsepsi. Konsentrasi hCG meningkat sampai 5-50 mlU/ml
sejak 1 minggu setelah implantasi, dan mencapai puncaknya (100.000-
200.000 mlU/ml) pada akhir trimester pertama. Timbulnya hCG segera
setelah konsepsi dan peningkatan konsentrasi selama masa kehamilan awal
menjadikan hCG sebagai marker/petanda yang baik sebagai deteksi awal
kehamilan
Tes hCG urin atau tes kehamilan metode ICT menggunakan prinsip
ikatan antigen antibodi secara lateral flow. Tes ini merupakan tes kualitatif
menggunakan two site sandwich immunoassay. Membran dilapisi dengan
rabbit anti hCG pada bagian tes dan rabbit anti mouse IgG pada bagian
kontrol. Urin pasien yang mengandung hormon hCG akan berikatan dengan
konjugat colloidal gold monoclonal anti-hCG selama tes. Ikatan ini akan
terus mengalir melewati membran.

II. INDIKASI
Tes hCG urin dilakukan untuk mendeteksi kehamilan menggunakan
sampel urin.

III. SASARAN PEMBELAJARAN


1. Mahasiswa mampu menjelaskan kepada pasien tentang
pemeriksaan yang akan dilakukan
2. Mahasiswa mampu melakukan tahap preanalitik tes hCG urin
dengan benar
3. Mahasiswa mampu melakukan tahap analitik tes hCG urin dengan
benar

10
4. Mahasiswa mampu melakukan tahap pascaanalitik tes hCG urin
dengan benar

IV. METODE DAN ALAT BANTU PEMBELAJARAN


1. Demonstrasi sesuai daftar panduan belajar
2. Diskusi
3. Simulasi
4. Evaluasi melalui check list/daftar tilik

V. DESKRIPSI KEGIATAN

Kegiatan Waktu Deskripsi


1. Pengantar 5 menit Pengantar
2. Demonstrasi 30 menit 1. Mengatur posisi duduk mahasiswa
2. Instruktur memberikan contoh bagaimana cara
melakukan tes hCG urin mulai dari tahap
preanalitik, analitik, dan pascaanalitik sementara
mahasiswa menyimak dan mengamati.
3. Memberikan kesempatan kepada mahasiswa
untuk bertanya dan instruktur memberikan
penjelasan tentang aspek-aspek yang penting
3.Simulasi dan 100 menit 1. Mahasiswa melakukan praktik atau simulasi
umpan balik mengerjakan tes hCG urin
2. Instruktur mengamati mahasiswa dengan
berkeliling dengan melakukan supervisi
menggunakan daftar tilik dan memberikan
umpan balik jika diperlukan
4.Diskusi dan 15 menit 1. Instruktur dan mahasiswa melakukan diskusi:
kesimpulan Apakah s udah dimengerti? Apa ada yang sulit?
2. Instruktur memberikan kesimpulan dan
memperjelas hal-hal yang masih belum
dimengerti
Total waktu 150 menit

11
PENUNTUN BELAJAR KETERAMPILAN
TES HCG URIN

Kriteria penilaian sebagai berikut:


0 = Sama sekali tidak melakukan
1 = Perlu perbaikan: langkah-langkah dilakukan tetapi tidak lengkap
2 = Mampu: Langkah-langkah dilakukan dengan benar dan lengkap

NILAI
NO. LANGKAH KLINIK
0 1 2
1. Menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang
pemeriksaan yang akan dilakukan
2. Meminta persetujuan kepada pasien sebelum
pemeriksaan dilakukan
3. Preanalitik:
1. Persiapan diri:
a. Mencuci tangan
b. Memakai handscoen
2. Persiapan pasien: tidak memerlukan persiapan
khusus
3. Persiapan sampel: semua spesimen urin, untuk hasil
optimal dianjurkan urin pertama pagi hari karena
mengandung hCG urin tertinggi
4. Persiapan alat dan bahan:
a. Wadah penampung urin
b. Strip tes hCG urin
c. Spidol atau label stiker
4. Analitik
Prinsip tes: Tes ini menggunakan two site sandwich
immunoassay. Membran dilapisi dengan rabbit anti
hCG pada bagian tes dan rabbit anti mouse IgG pada
bagian kontrol. Urin pasien yang mengandung hormon
hCG akan berikatan dengan konjugat colloidal gold
monoclonal anti-hCG selama tes. Ikatan ini akan terus
mengalir melewati membran

Prosedur pemeriksaan:
1. Keluarkan strip tes dari pembungkus. Label strip
dengan identitas pasien menggunakan spidol atau
label stiker berisi identitas pasien
2. Masukkan strip ke dalam sampel urin minimal
selama 3 detik. Perhatikan arah panah jangan
melewati batas maksimal saat dicelup ke dalam urin
3. Keluarkan strip dari sampel urin lalu letakkan di
atas wadah penampung urin atau wadah/tempat
yang rata
4. Tunggu sampai timbul garis warna (lamanya

12
tergantung konsentrasi HCG pada spesimen). Baca
hasil reaksi setelah 5 menit untuk hasil lebih akurat
(jangan interpretasi setelah lebih dari 10 menit)
5. Pasca analitik:
Interpretasi:
1. Negatif: hanya timbul satu garis berwarna merah
pada area kontrol
2. Positif: timbul dua garis merah (satu pada area
kontrol dan satu pada area tes)
3. Invalid: tidak ada garis merah pada kontrol maupun
tes atau ada garis merah pada tes tetapi tidak ada
pada kontrol  ulangi tes dengan strip tes yang
baru

13
IgM/IgG DENGUE RAPID TEST
(METODE IMMUNOCHROMATOGRAPHY)

I. PENDAHULUAN
IgM/IgG Dengue rapid test adalah tes metode ICT kualitatif yang
dengan cepat dapat mendeteksi antibodi IgM dan IgG spesifik virus Dengue
dalam serum atau plasma pasien. Hasil skrining dapat diperoleh dalam
waktu 15 menit dengan sensitivitas dan spesifisitas tinggi. Tes ini mudah
digunakan, mudah dibaca dan diinterpretasi, serta dapat disimpan pada suhu
kamar. Tes ini menggunakan antigen virus Dengue rekombinan yang
spesifik dan murni di dalam strip tesnya.
IgM/IgG Dengue rapid test menggunakan prinsip lateral flow ICT
dengan menggunakan antigen virus Dengue pada 2 tempat di membran
nitroselulose kaset tes. Protein-protein pengikat spesifik untuk IgM dan IgG
dilekatkan terpisah sebagai garis tes IgM dan garis tes IgG pada kaset tes.
Antibodi yang ada dalam serum pasien akan berikatan dengan konjugat
koloid emas-antigen rekombinan spesifik Dengue yang berwarna. Komplek
konjugat-antigen ini akan berikatan dengan IgM atau IgG spesifik pada garis
T dan memberikan warna merah pada garis tes IgM/IgG.
II. INDIKASI
IgM/IgG Dengue rapid test dilakukan untuk mendeteksi antibodi
IgM dan IgG spesifik virus Dengue dalam serum pasien untuk menegakkan
diagnosis adanya infeksi primer atau infeksi sekunder virus Dengue

III. SASARAN PEMBELAJARAN


1. Mahasiswa mampu menjelaskan kepada pasien tentang
pemeriksaan yang akan dilakukan
2. Mahasiswa mampu melakukan tahap preanalitik IgM/IgG Dengue
rapid test dengan benar
3. Mahasiswa mampu melakukan tahap analitik IgM/IgG Dengue
rapid test dengan benar
4. Mahasiswa mampu melakukan tahap pascaanalitik IgM/IgG

14
Dengue rapid test dengan benar

IV. METODE DAN ALAT BANTU PEMBELAJARAN


1. Demonstrasi sesuai daftar panduan belajar
2. Diskusi
3. Simulasi
4. Evaluasi melalui check list/daftar tilik
V. DESKRIPSI KEGIATAN

Kegiatan Waktu Deskripsi


1. Pengantar 5 menit Pengantar
2. Demonstrasi 30 menit 1. Mengatur posisi duduk mahasiswa
2. Instruktur memberikan contoh bagaimana cara
melakukan IgM/IgG Dengue rapid test mulai dari
tahap preanalitik, analitik, dan pascaanalitik
sementara mahasiswa menyimak dan mengamati.
3. Memberikan kesempatan kepada mahasiswa
untuk bertanya dan instruktur memberikan
penjelasan tentang aspek-aspek yang penting
3.Simulasi dan 100 menit 1. Mahasiswa melakukan praktik atau simulasi
umpan balik mengerjakan IgM/IgG Dengue rapid test
2. Instruktur mengamati mahasiswa dengan
berkeliling dengan melakukan supervisi
menggunakan daftar tilik dan memberikan
umpan balik jika diperlukan
4.Diskusi dan 15 menit 1. Instruktur dan mahasiswa melakukan diskusi:
kesimpulan Apakah s udah dimengerti? Apa ada yang sulit?
2. Instruktur memberikan kesimpulan dan
memperjelas hal-hal yang masih belum
dimengerti
Total waktu 150 menit

15
PENUNTUN BELAJAR KETERAMPILAN
IgM/IgG DENGUE RAPID TEST

Kriteria penilaian sebagai berikut:


0 = Sama sekali tidak melakukan
1 = Perlu perbaikan: langkah-langkah dilakukan tetapi tidak lengkap
2 = Mampu: Langkah-langkah dilakukan dengan benar dan lengkap

NILAI
NO. LANGKAH KLINIK
0 1 2
1. Menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang
pemeriksaan yang akan dilakukan
2. Meminta persetujuan kepada pasien sebelum
pemeriksaan dilakukan
3. Preanalitik:
1. Persiapan diri:
a. Mencuci tangan
b. Memakai handscoen
2. Persiapan pasien: tidak memerlukan persiapan
khusus
3. Persiapan sampel: serum atau plasma
4. Persiapan alat dan bahan:
a. Kaset tes IgM/IgG Dengue
b. Reagen pereaksi
c. Mikropipet (10 µL)
d. Spidol atau label stiker
4. Analitik
Prinsip tes: Tes ini menggunakan antigen virus Dengue
yang diletakkan pada 2 tempat di membran nitroselulose
kaset tes. Protein-protein pengikat spesifik untuk IgM
dan IgG dilekatkan terpisah sebagai garis tes IgM dan
garis tes IgG pada kaset tes. Antibodi yang ada dalam
serum pasien akan berikatan dengan konjugat koloid
emas-antigen rekombinan spesifik Dengue yang
berwarna. Komplek konjugat-antigen ini akan berikatan
dengan IgM atau IgG spesifik pada garis T dan
memberikan warna merah pada garis tes IgM/IgG

Prosedur pemeriksaan:
1. Siapkan kantong berisi kaset tes dan biarkan
beberapa saat untuk penyesuaian dengan suhu
ruangan
2. Buka kantong dan keluarkan kaset tes kemudian
letakkan pada tempat yang kering dan datar
3. Label kaset dengan identitas pasien menggunakan
spidol atau label stiker berisi identitas pasien

16
4. Pipet 5 µL serum atau plasma ke dalam sumur
sampel bertanda S
5. Tambahkan 3-4 tetes (sekitar 90-120 µL) larutan
reagen pereaksi ke dalam sumur
6. Tunggu sampai 15-20 menit dan baca hasil tes
5. Pasca analitik:
Interpretasi:
1. Negatif: hanya timbul satu garis berwarna merah
pada area kontrol  tidak ada antibodi spesifik
terhadap virus Dengue atau jumlah antibodi masih
sedikit
2. IgM positif: timbul dua garis merah (satu pada area
kontrol dan satu pada garis tes IgM)  ada antibodi
IgM terhadap virus Dengue (infeksi primer virus
Dengue)
3. IgG positif: timbul dua garis merah (satu pada area
kontrol dan satu pada garis tes IgG)  ada antibodi
IgG terhadap virus Dengue (infeksi sekunder virus
Dengue atau infeksi virus Dengue lampau)
4. IgM dan IgG positif: timbul tiga garis merah (satu
pada area kontrol, satu pada garis tes IgM, dan satu
pada garis tes IgG)  ada antibodi IgM dan IgG
terhadap virus Dengue (infeksi sekunder virus
Dengue)
5. Invalid: tidak ada garis merah pada kontrol maupun
tes atau ada garis merah pada tes tetapi tidak ada
pada kontrol setelah 15 menit  ulangi tes dengan
kaset tes yang baru

17
BUKU PANDUAN KERJA
KETERAMPILAN

TEKNIK PEMBUATAN PREPARAT APUS,


PEWARNAAN GRAM (GRAM STAINING) DAN
PENGAMATAN HASIL PEWARNAAN GRAM

Diberikan pada Mahasiswa Semester II


Program Studi Pendidikan Dokter

Disusun oleh:
dr. Lisa Tenriesa M., M.MedSc.
dr. Firdaus Hamid, PhD.
(Departemen Mikrobiologi FKUH)

Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin


Makassar
2019

Halaman 1 dari 7.
TEKNIK PEMBUATAN PREPARAT APUS DAN PEWARNAAN GRAM
(GRAM STAINING)

TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU)


Mahasiswa mampu melakukan pembuatan preparat apus dan teknik pewarnaan Gram secara
baik, tepat dan efisien serta membaca hasil pewarnaan dengan baik menggunakan mikroskop.

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS (TIK)


Setelah melakukan latihan keterampilan ini, mahasiswa:
1. Dapat melakukan persiapan alat/ bahan dengan benar
2. Dapat melakukan pembuatan preparat apus dengan tepat
3. Dapat melakukan teknik pewarnaan Gram dengan tepat
4. Dapat melakukan pengamatan hasil menggunakan mikroskop
5. Dapat menentukan hasil diamati pada teknik pewarnaan Gram

PERSIAPAN ALAT DAN BAHAN


Alat dan bahan:
1. Isolat bakteri Gram positif dan Gram 9. Zat pewarna primer dan sekunder
negatif (Crystal violet, safranin)
2. Rak pewarnaan 10. Zat mordan (Iodine)
3. Sengkelit/ ose 11. Zat peluntur (ethanol 95%)
4. Pinset/ forceps 12. Rak penyimpanan slide/ kotak preparat
5. Lampu spiritus 13. Air mengalir atau larutan aquades
6. Spidol permanen
7. Sarung tangan
8. Kaca objek

INDIKASI
Dilakukan pada spesimen cairan tubuh maupun spesimen dari swab.

ACUAN
Persiapan Pembuatan Preparat Apus
Pastikan label telah tercantum pada kaca objek sebelum memulai pembuatan apusan dan
pewarnaan sesuai dengan masing-masing spesimen. Kaca objek yang digunakan harus sudah

Halaman 2 dari 7.
dibersihkan terlebih dahulu sehingga hasil yang didapatkan murni berasal dari spesimen
pemeriksaan.
Spesimen harus merata pada permukaan kaca objek sehingga pengamatan dapat berlangsung
dengan baik (tidak bertumpuk/ tebal saat pengamatan dengan mikroskop)

Persiapan Pewarnaan Gram


Pastikan preparat apus sudah difiksasi sehingga tidak terhapus/ larut pada saat dilakukan
pewarnaan Gram.
Pastikan alat dan bahan pewarnaan sesuai dan tidak menggumpal/ mengkristal.

Persiapan Pembacaan Menggunakan Mikroskop


Mengangkat mikroskop dari tempat penyimpanan menggunakan kedua tangan. Satu tangan
memegang leher mikroskop dan tangan lainnya menyangga bagian bawah mikroskop.
Memutar lensa objektif dengan hati-hati dan selalu memulai pengamatan dengan pembesaran
terkecil.
Setelah pengamatan mikroskop harus memastikan lensa dibersihkan dengan xylol dan kertas
minyak agar lensa tidak rusak.

DESKRIPSI KEGIATAN
KEGIATAN WAKTU DESKRIPSI
1. Pengantar 2 menit Pengantar
2. Bermain peran 30 menit 1. Mengatur posisi duduk mahasiswa
& tanya jawab 2. Dosen memberikan contoh bagaimana cara pembuatan
preparat apus dan pewarnaan Gram
3. Mahasiswa menyimak/ mengamati peragaan dengan
menggunakan penuntun belajar
4. Mahasiswa mendapat kesempatan untuk bertanya dan
dosen memberikan penjelasan tentang aspek-aspek yang
penting
3. Praktek 100 menit 1. Diperlukan minimal 1 orang instruktur untuk
bermain peran mengamati setiap langkah yang dilakukan oleh setiap
dengan umpan mahasiswa
balik 2. Setiap mahasiswa melakukan langkah pembuatan
preparat apus
3. Instruktur berkeliling di antara mahasiswa dan
melakukan supervisi menggunakan ceklist
4. Instruktur memberikan pertanyaan dan umpan balik
kepada setiap pasangan

Halaman 3 dari 7.
4. Curah 15 menit 1. Curah pendapat/ diskusi: Apa yang dirasakan mudah?
pendapat/ diskusi Apa yang sulit?
2. Instruktur membuat kesimpulan dengan menjawab
pertanyaan terakhir dan memperjelas hal-hal yang masih
belum dimengerti
5. Total waktu 150 menit

Halaman 4 dari 7.
PENUNTUN PEMBELAJARAN
TEKNIK PEMBUATAN PREPARAT APUS DAN
PEWARNAAN GRAM / GRAM STAINING
(digunakan oleh Mahasiswa)

LANGKAH PEMBUATAN PREPARAT APUS


1. Menyiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan.
2. Menyiapkan spesimen (dalam hal ini isolate bakteri) yang akan dibuat apusannya.
3. Mengunakan sarung tangan dengan tepat.
4. Membersihkan kaca objek dengan merendamkan pada ethanol 95%
5. Mengambil kaca objek menggunakan pinset/ forceps dan membiarkan sisa alcohol
mengering lalu melidahapikan kaca objek.
6. Dalam keterampilan ini pengambilan spesimen disesuaikan dengan jenis
spesimennya:
a. Untuk spesimen cair seperti urine: Menghomogenkan spesimen lalu mengambil
10µl spesimen cair (menggunakan sengkelit 10µl yang sudah disterilkan dengan
pemijaran) pada gelas objek lalu dikeringkan di udara tanpa diratakan.
b. Untuk spesimen swab: memutar swab secara perlahan pada kaca objek.
c. Untuk spesimen dari medium: mengambil sedikit bakteri dari koloni yang ada
menggunakan sengkelit/ ose yang sudah disterilkan dengan pemijaran dan
meratakan pada kaca objek secara perlahan.
7. Mengeringkan preparat dengan didiamkan di udara bebas.
8. Melakukan fiksasi dengan melewatkan pada api sebanyak dua hingga tiga kali.
Jangan sampai melakukan pemanasan berlebihan.

LANGKAH PEWARNAAN GRAM


1. Meletakkan preparat apus diatas rak pewarnaan.
2. Menggenangi preparat dengan larutan crystal violet. Membiarkan hingga 30 detik.
3. Membuang larutan crystal violet pada preparat apus dan membilas perlahan dengan
air mengalir. Pembilasan dengan air mengalir dilakukan pada sisi ujung slide dan
bukan diarahkan langsung di atas preparat.
4. Membilas kembali preparat apus dengan larutan iodine, lalu menggenangi preparat
apus dengan larutan iodine. Membiarkan selama 30 detik.
5. Membilas kembali preparat dengan air mengalir.
Halaman 5 dari 7.
6. Melakukan dekolorisasi dengan mengalirkan ethanol 95% pada apusan dari bagian
ujung kaca objek dengan membentuk sudut. Berhenti pada saat tidak ada lagi zat
warna yang terlihat mengalir dari preparat. Waktu dekolorisasi paling lama 30 detik
tergantung ketebalan apusan.
7. Menghilangkan ethanol 95% dengan membilas menggunakan air mengalir.
8. Menggenangi preparat apus dengan safranin selama 30 detik.
9. Membilas safranin dari preparat apus dengan menggunakan air mengalir.
10. Memiringkan kaca objek untuk mengalirkan sisa air pada preparat apus dan
membiarkan preparat kering di udara bebas.

LANGKAH PENGAMATAN DI BAWAH MIKROSKOP


1. Meletakkan preparat yang sudah diwarnai pada meja objek dari mikroskop cahaya.
2. Mengamati preparat dengan menggunakan pembesaran objektif 10x.
a. Mengamati adanya Kristal atau presipitat.
b. Apabila terdapat presipitat maka sebaiknya melakukan pewarnaan ulang.
c. Memastikan dekolorisasi berjalan dengan baik (bagian latar berwarna Gram
negatif, jika terdapat leukosit akan terwarnai seperti Gram negatif, apabila
dekolorisasi berlebihan maka sebaiknya melakukan pewarnaan ulang.
d. Menentukan apakah ketebalan preparat apus sudah tepat. Hal ini terlihat dari
adanya sel yang tumpah tindih atau bertumpuk.

Halaman 6 dari 7.
3. Jika terdapat sel, melakukan penghitungan jumlah sel leukosit dan sel epitel pada
setidaknya 20 – 40 lapangan pandang.
4. Memutar lensa ke sampai daerah di atas kaca objek bebas dari lensa lalu meneteskan
1 – 2 tetes minyak emersi di atas preparat apus.
5. Mengamati dengan menggunakan pembesaran objektif 100x pada 20 – 40 lapangan
pandang untuk mengamati morfologi bakteri dan reaksi Gram.
6. Mencatat hasil pengamatan dan melaporkan hasil pada dokter.
Pencatatan hasil adalah sebagai berikut:
JUMLAH SEL PADA JUMLAH BAKTERI PADA LAPANGAN
LAPANGAN PANDANG PANDANG BESAR (DENGAN MINYAK
KECIL (OBJ. 40x)* EMERSI, OBJ. 100x)**
1+ (jarang) : < 1/LPK 1+ (jarang) : < 1/ LPB
2+ (sedikit) : 1 - 9/ LPK 2+ (sedikit) : 1 - 5/ LPB
3+ (sedang) : 10 - 25/LPK 3+ (sedang) : 6 - 30 /LPB
4+ (banyak) : > 25/ LPK 4+ (banyak) : > 30/ LPB
* Deskripsi Sel yang diamati: Sel epitel; PMN; Eritrosit; Material dari host
(misal Kristal, dll)
** Deskripsi bakteri yang diamati: Gram positif (bentuk dan pengelompokan);
Gram negatif (bentuk dan pengelompokan)

Halaman 7 dari 7.

Anda mungkin juga menyukai