0
I. TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mempelajari keterampilan Komunikasi Dokter-Pasien ini,
diharapkan mahasiswa mampu :
1. Membuat komunikasi efektif sehingga terbentuk Rapport (hubungan
saling percaya) dan hubungan terapeutik
2. Mendapatkan riwayat medis (bio-physical history) secara komplet
dan akurat , dengan tujuan untuk mengenali suatu pola yang bisa
mengarah pada suatu penyakit.
3. Menyusun suatu wawancara medis yang efektif dan efisien dalam
segi waktu tetapi tetap dapat meningkatkan proses ”diagnostic
reasoning”.
4. Mengikutsertakan pasien dalam suatu proses interaktif,
meningkatkan pemahaman pasien, serta menjaga hubungan baik
dengan pasien.
1
Kemampuan menjalin hubungan dan kemampuan menstruktur wawancara
harus selalu digunakan (secara tepat) pada tiap tahap komunikasi dokter-
pasien.
Bisa dikatakan ketiga hal tersebut harus bisa berjalan secara paralel pada
saat wawancara sedang berlangsung.
Kemampuan menjalin hubungan dan kemampuan menstruktur wawancara
harus selalu digunakan (secara tepat) pada tiap tahap komunikasi dokter-
pasien.
Bisa dikatakan ketiga hal tersebut harus bisa berjalan secara paralel pada
saat wawancara sedang berlangsung.
III. ANAMNESIS
Anamnesis yang baik harus mengacu pada pertanyaan yang sistematis, yaitu
dengan berpedoman pada empat pokok pikiran (The Fundamental Four) dan
tujuh butir mutiara anamnesis (The Sacred Seven).
Yang dimaksud dengan empat pokok pikiran, adalah melakukan anamnesis
dengan cara mencari data :
1. Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)
2. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
4. Riwayat Sosial dan Ekonomi
A. Identitas Pasien
1) Nama :
2) Umur :
3) Jenis kelamin
2
4) Suku bangsa
5) Status pernikahan :
6) Agama :
7) Pendidikan :
8) Pekerjaan :
9) Alamat
B. Keluhan Utama
Hal ini meliputi keluhan utama dan anamnesis lanjutan. Keluhan utama
adalah keluhan yang membuat seseorang datang ke tempat pelayanan
kesehatan untuk mencari pertolongan, misalnya : demam, sesak nafas,
nyeri pinggang, dll. Keluhan utama ini sebaiknya tidak lebih dari satu
keluhan.
3
Associated symptoms, Tanyakan keluhan yang berkaitan atau
menyertai. Di kesempatan ini kita dapat melakukan kajian
terhadapsemua sistem yang relevan dengan keluhan yang sudah ada.
Anamnesis secara sistematis ini akan dibahas secara rinci, yaitu :
1. Lokasi Sakit
Seorang penderita yang datang dengan nyeri di ulu hati, perlu ditanyakan
lebih lanjut
secara tepat bagian mana yang dimaksud, bila perlu penderita diminta
menunjukkan
dengan tangannya, dimana bagian yang paling sakit dyang an
penjalarannya ke arah mana.
Bila pusat sakit di tengah (linea mediana) dicurigai proses terjadi di
pankreas dan duodenum; sebelah kiri lambung; sebelah kanan
duodenum, hati, kandung empedu; di atas hati, oesofagus, paru, pleura
dan jantung.
Penjalaran nyeri tepat lurus di belakang menunjukkan adanya proses di
pankreas atau duodenum dinding belakang; di punggung lebih ke atas
lambung dan duodenum; bawah belikat kanan kandung empedu; bahu
kanan duodenum, kandung empedu, diafragma kanan; bahu kiri
diafragma kiri.
4
seperti diremas, kramp, kolik, sesuatu yang bergerak biasanya
menunjukkan proses pada organ yang berongga (saluran cerna, empedu).
Rasa sakit yang tidak khas menunjukkan organ padat (hati, pankreas).
5
Perlu ditanyakan keluhan–keluhan lain yang timbul menyertai dan faktor
pencetusnya, misalnya bila penderita mengeluh nyeri ulu hati, yang perlu
ditanyakan lebih lanjut adalah :
- Apakah keluhan tersebut berhubungan dengan aktifitas makan ?
- Bagaimana buang air besarnya, adakah flatus ?
- Adakah ikterik ?
- Adakah pembengkakan, benjolan atau tumor, atau nyeri tekan ?
- Adakah demam, batuk, sesak nafas, nyeri dada, berdebar-debar, keringat
dingin atau badan lemas ?
- Adakah penurunan berat badan ?
6
Dari dua bagan di atas dapat kita lihat ada beberapa bagian dari ”ANAMNESIS”.
A. TAHAP – TAHAP ANAMNESIS yang terdiri atas:
1. Initial exploration : Berisi keluhan utama pasien.
2. Further exploration : Untuk menggali lebih dalam mengenai keluhan
pasien, baik dari sisi
3. penyakit maupun perspektif pasien.
4. Essential background information.
B. ISI (content) yang terdiri atas :
1. Disease framework
2. Illness framework
Baik disease framework maupun illness framework termasuk dalam tahap further
exploration.
Dari dua bagan di atas dapat kita lihat pula bahwa tujuh butir mutiara anamnesis
(The
Sacred Seven) merupakan bagian dalam ”disease framework”, dan berguna untuk
mencari kemungkinan penyakit apa yang diderita pasien.
Untuk empat pokok pikiran (The Fundamental Four) dapat kita jabarkan sebagai
berikut :
a. Riwayat Penyakit Sekarang (RPS) bagian dari ”initial exploration”;
b. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD),
c. Riwayat Kesehatan Keluarga serta
d. Riwayat Sosial dan Ekonomi merupakan bagian dari ”essential background
information”.
7
b. Gunakan pertanyaan terbuka dan tertutup secara tepat. Mulailah
dengan pertanyaan terbuka terlebih dahulu, baru diikuti dengan
pertanyaan tertutup.
c. Dengarkan dengan penuh perhatian. Berilah kesempatan pada pasien
untuk menyelesaikan ceritanya, dan jangan menginterupsi.
d. Berilah kesempatan pada pasien untuk memberikan respons baik secara
verbal maupun nonverbal. Tehnik yang digunakan bisa pemberian
dukungan/ dorongan, adanya pengulangan, paraphrasing, interpretasi,
dll.
e. Mengenali isyarat verbal dan non verbal yang ditunjukkan oleh pasien.
f. Mengklarifikasi pernyataan pasien yang kurang jelas, atau yang
membutuhkan suatu keterangan tambahan.
g. Secara berkala buatlah ringkasan dari pernyataan yang dibuat pasien
untuk memverifikasi pengertian anda. Mintalah pasien untuk
mengkoreksi pernyataan anda, atau mintalah pada pasien untuk
memberikan keterangan tambahan bila diperlukan.
h. Gunakan pertanyaan yang ringkas dan mudah dipahami. Hindari
menggunakan istilah – istilah medis yang tidak dipahami pasien.
i. Buatlah urutan waktu suatu kejadian.
8
5. Faktor pemberat : bertambah nyeri bila digerakkan, masuk kendaraan
dan batuk,
6. Faktor peringan : bila diam terlentang.
7. Gejala yang menyertai : kaku
Sistem saraf perifer : Tidak ada kelemahan atau perubahan sensorik
Sistemik : Tidak ada demam
Riwayat Penyakit Dahulu:
- Riwayat jatuh disangkal
- Riwayat batu ginjal disangkal
Riwayat sosial: Pasien tinggal sendiri, bekerja sebagai salesman, dalam
sepekan pada akhir
minggu mengelola sebuah peternakan kecil., hobi bermain bowling.
Keuangan : Tidak mempunyai asuransi kesehatan.
sebagai pasien.
3. Mahasiswa menyimak/mengamati
9
4. Memberikan kesempatan kepada
(tiga).
sebagai pengamat.
(dokter)
5. Masing-masing mahasiswa
yang diterima.
10
diberikan.
disediakan,
berlatih 1 kali
merasa nyaman?
11
2. instruktur menyimpulkan dengan
belum dimengerti
menit
12
19 Memberi kesempatan untuk bertanya
20 Menutup wawancara dengan membuat suatu ringkasan
21 Membuat kesepakatan dengan pasien (contracting)
FASE TERMINASI (MENGAKHIRI WAWANCARA)
22 Berjabatan tangan dengan pasien
23 Memberi harapan agar segalanya berjalan dengan baik
24 Mengharapkan pasien kontrol kembali untuk evaluasi
JUMLAH SKOR
Keterangan :
0 Tidak dilakukan mahasiswa
1 Dilakukan, tapi belum sempurna
2 Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan
mahasiswa karena situasi yang tidak memungkinkan (misal tidak diperlukan
dalam skenario yang sedang dilaksanakan).
Nilai Mahasiswa = Jumlah Skor x 100% 64
13
Daftar Pustaka
14
Buku Panduan
Pendidikan Keterampilan Klinik 1
Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin
2020
KETERAMPILAN SANITASI TANGAN
PENDAHULUAN
Sanitasi tangan didefinisikan sebagai semua tindakan yang bertujuan untuk membersihkan
tangan. Sehubungan dengan kegiatan ini, maka sanitasi tangan terdiri dari mencuci tangan dengan sabun
dan air serta penggunaan cairan antiseptik tanpa menggunakan air dan tanpa tindakan pengeringan
dengan alat, yang bertujuan untuk mengurangi atau menekan tumbuhnya mikroorganisme.
Kesehatan dan kebersihan tangan secara bermakna mengurangi jumlah mikroorganisme
penyebab penyakit pada kedua tangan dan lengan dengan demikian dapat meminimalisasi kontaminasi
silang (misalnya dari petugas kesehatan ke pasien).
Dari sudut pandang pencegahan infeksi dan praktik kesehatan, sanitasi dimaksudkan untuk
mencegah infeksi yang ditularkan melalui tangan, dengan menyingkirkan kotoran dan debu serta
menghambat atau membunuh mikroorganisme pada kulit. Dengan sanitasi tangan dapat dihilangkan
bukan saja sebagian besar organisme yang ditularkan melalui kontak dengan pasien dan lingkungan,
tetapi juga sebagian organisme yang hidup pada lapisan-lapisan kulit yang lebih dalam. Selain memahami
pedoman dan anjuran kesehatan dan kebersihan tangan, petugas kesehatan juga harus memahami tujuan,
dan khususnya keterbatasan penggunaan sarung tangan.
Tujuan pelatihan sanitasi tangan adalah mendidik mahasiswa Fakultas Kedokteran tentang :
• Pentingnya kesehatan dan kebersihan tangan, bagaimana melakukan langkah-langkah sanitasi tangan
dan menggosok tangan dengan benar; dan
• Bukti yang mendukung langkah ini dalam mengurangi penularan mikroorganisme sehingga
mengurangi frekuensi penularan infeksi pada pasien.
Sanitasi tangan bukan hanya harus diterapkan oleh petugas kesehatan, tetapi juga oleh semua
orang. Dengan sanitasi tangan, penyebaran infeksi yang bisa ditularkan dari kedua belah tangan dapat
dikurangi. Sanitasi tangan bisa dilakukan oleh setiap orang, yaitu dengan mencuci kedua belah tangan
dengan sabun dan air bersih setelah ke toilet, menggendong bayi, atau mengganti pakaian bayi yang
kotor, atau melakukan tugas lainnya (membersihkan sayur-sayuran, daging segar atau ikan), yaitu
pekerjaan yang potensial dapat menyebabkan kontaminasi kedua belah tangan. Sanitasi tangan dapat
mengurangi sekitar 45% kejadian penyakit diare, sehinggga dapat menyelamatkan nyawa sejuta anak
setiap tahun.
TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mengikuti kegiatan ini mahasiswa diharapkan sudah dapat melakukan sanitasi tangan
TARGET PEMBELAJARAN
Setelah melakukan latihan keterampilan ini, mahasiswa diharapkan sudah dapat melakukan sanitasi
tangan baik mencuci tangan maupun menggunakann cairan antiseptik
1
Pendidikan Keterampilan Klinik 1
PERSIAPAN ALAT DAN BAHAN
1. Bak cuci tangan dengan air mengalir
2. Sabun cair
3. Cairan antiseptik
4. Handuk sekali pakai
INDIKASI
1. Indikasi sanitasi tangan:
A. Cusi tangan dengan sabun dan air jika terlihat kotor atau terlihat terpapar oleh darah atau cairan
tubuh lainnya, atau setelah menggunakan toilet.
B. Cuci tangan dengan sabun dan air sangat disarankan apabila terjadi paparan dengan patogen
yang dapat membentuk spora, mencakup jangkitan Clostridium difficile.
C. Gunakan cairan antiseptik berbasis alkohol untuk tindakan antiseptik pada tangan jika tangan
tidak terlihat kotor. Jika cairan antiseptik berbasis alkohol tidak tersedia, gunakan sabun dan air.
D. Lakukan sanitasi tangan pada situasi-situasi berikut ini:
a. Sebelum dan sesudah menyentuh pasien.
b. Sebelum menangani alat invasif untuk pasien, baik menggunakan sarung tangan ataupun
tidak.
c. Setelah kontak dengan cairan tubuh atau sekret, membran mukosa, kulit terbuka, atau
balutan luka.
d. Jika berpindah dari bagian tubuh yang terkontaminasi ke bagian tubuh lain pada satu pasien
yang sama.
e. Setelah bersentuhan dengan permukaan benda mati dan objek-objek (termasuk alat-alat
medis) di sekitar pasien.
f. Setelah melepaskan sarung tangan steril maupun non-steril
2. Prinsip Teknik Sanitasi Tangan
A. Bubuhkan produk pembersih di telapak tangan yang tertangkup, mencakup semua permukaan
telapak tangan. Gosok hingga kering.
B. Jika mencuci tangan dengan sabun dan air, basahi tangan dengan air lalu bubuhkan sabun
secukupnya hingga mencakup seluruh permukaan telapak tangan. Keringkan tangan dengan
handuk sekali pakai. Jika memungkinkan gunakan air bersih yang mengalir. Hindari penggunaan
air panas, karena paparan berulang dengan air panas dapat menyebabkan dermatitis. Gunakan
handuk untuk menutup keran air. Keringkan tangan dengan menggunakan metode yang tidak
menyebabkan rekontaminasi. Handuk tidak boleh digunakan lebih dari satu kali atau lebih dari
satu orang.
C. Sabun cair, batangan, lembaran atau bubuk dapat dipergunakan. Jika menggunakan sabun
batangan, letakkan sabun dalam batangan-batangan kecil di tempat yang memiliki drainase agar
sabun dapat dibiarkan kering.
2
Pendidikan Keterampilan Klinik 1
PENUNTUN PEMBELAJARAN TEKNIK SANITASI TANGAN DENGAN
MENGGUNAKAN CAIRAN ANTISEPTIK TANPA AIR
3
Pendidikan Keterampilan Klinik 1
6. Gosoklah ibu jari tangn kiri menggunakan
genggaman tangan kanan dengan gerakan
memutar.
4
Pendidikan Keterampilan Klinik 1
PENUNTUN PEMBELAJARAN TEKNIK SANITASI TANGAN DENGAN MENCUCI
TANGAN MENGGUNAKAN SABUN DAN AIR
5
Pendidikan Keterampilan Klinik 1
7. Gosok dengan gerakan memutar ke depan dan
ke belakang dengan menggunakan jari-jari
tangan kanan yang terkatup pada telapak tangan
kiri.
6
Pendidikan Keterampilan Klinik 1
KETERAMPILAN MENGGUNAKAN SARUNG TANGAN
PENDAHULUAN
Sejak merebaknya HIV dan epidemi AIDS, sarung tangan telah digunakan oleh para pekerja
layanan kesehatan untuk menangani pasien yang terkolonisasi atau terinfeksi dengan patogen tertentu
atau terpapar dengan pasien hepatitis B. Sejak tahun 1987, terjadi peningkatan dramatis dalam
penggunaan sarung tangan sebagai usaha untuk menceah transmisi HIV dan patogen yang dapat
menyebar melalui darah dari pasien ke pekerja layanan kesehatan.
Sarung tangan medis digunakan oleh pekerja layanan kesehatan utamanya oleh karena dua alasan
yaitu 1) untuk mengurangi resiko kontaminasi tangan pekerja layanan kesehatan terhadap darah atau
cairan tubuh lain dan 2) untuk mengurangi resiko penyebaran kuman ke lingkungan serta transmisi dari
penyedia layanan kesehatan ke pasien dan sebaliknya, juga dari satu pasien ke pasien lain. Sarung tangan
medis sekali pakai, baik steril maupun non-steril biasanya terbuat dari senyawa alam karet lateks atau
senyawa sintetik non-lateks seperti vinil, nitril atau neoprene. Sarung tangan steril dibutuhkan untuk
tindakan intervensional, namun beberapa tindakan non-intervensional juga membutuhkan pemakaian
sarung tangan steril.
Cara penggunaan sarung tangan yang benar harus diperhatikan oleh semua pekerja layanan
kesehatan, karena peningkatan resiko transmisi patogen dan infeksi sangat berkaitan dengan metode
penggunaan sarung tangan medis yang tidak tepat. Penggunaan sarung tangan tidak mengubah indikasi
sanitasi tangan atau menggantikan pentingnya sanitasi tangan baik dengan mencuci tangan maupun
penggunaan cairan antiseptik.
TUJUAN PEMBELAJARAN
Mahasiswa memahami alasan, indikasi dan cara-cara penggunaan sarung tangan medis
TARGET PEMBELAJARAN
Mahasiswa memahami cara-cara penggunaan sarung tangan, baik cara memakai maupun melepaskan
sarung tangan medis baik steril maupun non-steril
7
Pendidikan Keterampilan Klinik 1
b. Setelah selesai kontak dengan darah, cairan tubuh, kulit terbuka dan membran mukosa.
c. Setelah selesai kontak dengan pasien dan/atau sekelilingnya, atau bagian tubuh yang
terkontaminasi pada pasien.
d. Jika ada indikasi untuk sanitasi tangan.
3. Indikasi Penggunaan Sarung Tangan Steril
a. Semua prosedur bedah dan yang membutuhkan kondisi steril
b. Persalinan vaginal
c. Tindakan radiologi invasif
d. Melakukan pemasangan akses dan prosedur vaskular (jalur central)
e. Menyiapkan nutrisi parenteral total dan obat-obatan kemoterapi
4. Indikasi Penggunaan Sarung Tangan Non-steril
Adanya potensi sentuhan dengan darah, cairan tubuh, sekret dan ekskret dan benda-
benda yang terlihat terkontaminasi oleh cairan tubuh.
Paparan Pasien Langsung: kontak dengan darah, cairan tubuh, membran mukosa dan kulit
terbuka; potensi organisme infeksius dan berbahaya; situasi epidemi atau gawat darurat;
memasang dan melepas saluran intravena; menarik darah; pemeriksaan pelvis dan vaginal;
penyedotan sistem terbuka saluran endotrakeal.
Paparan Pasien Tidak Langsung: mengosongkan bak muntah; menangani atau mencuci alat-alat
medis, menangani sampah medis; membersihkan tumpahan cairan tubuh.
5. Kondisi-kondisi dibawah ini tidak diindikasikan penggunaan sarung tangan medis, kecuali
adanya tindakan pencegahan kontak :
Tidak ada potensi paparan dengan darah, cairan tubuh atau lingkungan terkontaminasi
Paparan Pasien Langsung: mengukur tanda-tanda vital; melakukan penyuntikan subkutan dan
intramuskular; memandikan dan memakaikan pakaian pasien; memindahkan pasien; perawatan
mata dan telinga (tanpa sekret); semua tindakan memperbaiki jalur vaskular tanpa adanya
kebocoran darah.
Paparan Pasien Tidak Langsung: menggunakan telepon; menulis di status pasien memberikan
obat oral; menyentuh nampan makan pasien; mengganti linen pasien; memasang peralatan
ventilasi non-invasif dan kanula oksigen; memindahkan perabotan pasien.
Sarung tangan harus dipakai sesuai dengan STANDAR dan KONTAK PENCEGAHAN. Sanitasi
tangan harus dilakukan pada saat yang tepat terlepas adanya indikasi untuk penggunaan sarung tangan.
8
Pendidikan Keterampilan Klinik 1
PENUNTUN PEMBELAJARAN TEKNIK PENGGUNAAN
SARUNG TANGAN NON-STERIL
9
Pendidikan Keterampilan Klinik 1
7. Setelah sarung tangan terpasang, hindari
bersentuhan dengan selain apa yang
diindikasikan atau kondisi yang membutuhkan
penggunaan sarung tangan
10
Pendidikan Keterampilan Klinik 1
PENUNTUN PEMBELAJARAN TEKNIK PENGGUNAAN
SARUNG TANGAN STERIL
11
Pendidikan Keterampilan Klinik 1
6. Ambil sarung tangan kedua dengan cara
menyelipkan jari-jari tangan yang telah
menggunakan sarung tangan ke dalam lipatan
manset sarung tangan kedua.
7.
10.
12
Pendidikan Keterampilan Klinik 1
12. Bukalah lipatan pada manset dengan
menyelipkan jari-jari tangan lain di bawah
lipatan, hindari kontak atau sentuhan dengan
permukaan selain permukaan luar sarung tangan
(adanya kontak menyebabkan kurangnya asepsis
dan membutuhkan penggantian sarung tangan).
13.
Lakukan pada kedua sarung tangan.
16.
17.
13
Pendidikan Keterampilan Klinik 1
18. Lepaskan sarung tangan kedua dengan melipat
bagian terluarnya menggunakan tangan yang
telah terlepas sebagian sarung tangannya
14
Pendidikan Keterampilan Klinik 1
Buku Panduan
Pendidikan Keterampilan Klinik 1
Keterampilan Pemeriksaan
Tanda-tanda Vital
Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin
2020
1. PEMERIKSAAN VITAL SIGN
DASAR TEORI
Vital sign atau tanda-tanda vital adalah ukuran statistik berbagai fisiologis yang digunakan untuk
membantu menentukan status kesehatan seseorang, terutama pada pasien yang secara medis
tidak stabil atau memiliki faktor-faktor resiko komplikasi kardiopulmonal dan untuk menilai
respon terhadap intervensi. Tanda vital juga berguna untuk menentukan dosis yang adekuat bagi
tindakan fisioterapi, khususnya exercise.
b. Denyut nadi
Frekunsi denyut nadi manusia bervariasi,tergantung dari banyak faktor yang
mempengaruhinya, pada saat aktivitas normal:
1) Normal: 60-100 x/mnt
2) Bradikardi: < 60x/mnt
3) Takhikardi: > 100x/mnt
Pengukuran denyut nadi dapat dilakukan pada:
1) Arteri Radialis. Terletak sepanjang tulang radialis, lebih mudah teraba di atas
pergelangan tangan pada sisi ibu jari. Relatif mudah dan sering dipakai secara
rutin.
2) Arteri Brachialis. Terlertak di dalam otot biceps dari lengan atau medial di lipatan
siku. Digunakan untuk mengukur tekanan udara.
3) Arteri Karotis. Terletak di leher di bawah lobus telinga, di mana terdapat arteri
karotid berjalan di antara trakea dan otot sternokleidomastoideus.
c. Suhu tubuh
Temperatur (suhu) merupakan besaran pokok yang mengukur derajat panas suatu
benda/makhluk hidup.
Suhu tubuh dihasilkan dari:
1) Laju metabolisme basal diseluruh tubuh
2) Aktifitas otot
3) Metabolisme tambahan karena pengaruh hormon
Tindakan dalam pemeriksaan suhu tubuh alat yang digunakan adalah termometer.
Jenis2 termometer yang biasa dipakai untuk mengukur suhu tubuh adalah termometer
air raksa dan digital.
Metode mengukur suhu tubuh:
1) Oral. Termometer diletakkan dibawah lidah tiga sampai lima menit. Tidak
dianjurkan pada bayi
2) Axilla. Metode yang paling sering di lakukan . Dilakukan 5-10 menit dengan
menggunakan termometer raksa. Suhu aksila lebih rendah 0.6° C (1°F) dari pada
oral
3) Rectal. Suhu rektal biasanya berkisar 0.4°C (0.7°F) lebih tinggi dari suhu oral
d. Pernapasan
Frekuensi proses inspirasi dan ekspirasi dalam satuan waktu/menit.
Faktor yang mempengaruhi Respiratory Rate:
1) Usia
2) Jenis kelamin
3) Suhu Tubuh
4) Posisi tubu
5) Aktivitas
Interpretasi
a. Takhipnea :Bila pada dewasa pernapasan lebih dari 24 x/menit
b. Bradipnea : Bila kurang dari 10 x/menit disebut
c. Apnea : Bila tidak bernapas .
TUJUAN PEMBELAJARAN:
STRATEGI PEMBELAJARAN
PRASYARAT:
1. Pengetahuan Dasar
a. Anatomi dasar
b. Fisiologi dasar
2. Praktikum dan skill yang terkait dengan pemeriksaan vital sign
a. Komunikasi
b. Informed consent
6. Memasang manset sedemikian rupa sehingga melingkari lengan atas secara rapi
dan tidak terlalu ketat, 2 cm di atas fossa cubiti dan bagian balon karet yg menekan
tepat diatas arteri brachialis serta sejajar dengan jantung
9. Dengan tiga jari meraba pulsasi a. Brachialis pompa manset dengan cepat sampai
30 mmHg di atas hilangnya pulsasi
10. Mengambil stetoskop dan memasang corong bel pada tempat perabaan pulsasi
11. Memompa kembali manset sampai 30 mmHg di atas tekanan sistolik palpatoir
13. Melanjutkan penurunan tekanan manset sampai suara bising yang terakhir
sehingga setelah itu tidak terdengar bising lagi sebagai tekanan darah diastolik
14. Apabila ingin diulang tunggu minimal 30 detik
ILUSTRASI GAMBAR
B. PEMERIKSAAN NADI
AXILLA
Membersihkan dengan tissue atau cucilah dalam air dingin bila disimpan dalam
1.
desinfektan serta bersihkan dengan lap bersih
Memegang ujung termometer yang tumpul dengan ibu jari dan jari kedua, turunkan
2
tingkat air raksa sampai angka 35 derajat celsius
Membuka lengan pasien dan membersihkan keringat pasien dengan handuk yang
3
kering/ tissue
Menempatkan ujung termometer yang berisi air raksa pada apex fossa aksillaris kiri
4 dengan sendi bahu adduksi maksimal lalu menurunkan lengan dan silangkan lengan
bawah pasien ke atas dada, sedangkan pada anak, pegang tangannya dengan lembut.
Mengangkat termometer dan bersihkan dengan soft tissue/ lap bersih dengan gerak
6
rotasi.
Mencuci tangan dan menginformasikan ke pasien dan catat hasil pemeriksaan pada
8
buku.
ILUSTRASI GAMBAR
D. PEMERIKSAAN PERNAFASAN
Keterampilan Menyuntik
Rini Rachmawarni Bachtiar
Baedah Madjid
Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin
2020
KETERAMPILAN MENYIAPKAN OBAT SUNTIKAN
DARI AMPUL DAN VIAL
PENGERTIAN
Ampul adalah wadah gelas bening dengan bagian leher menyempit. Wadah ini berisi obat dosis
tunggal dalam bentuk cair. Untuk mengunakan obat daari wadah ampul ini, harus mematahkan leher
ampul.
Vial adalah wadah dosis tunggal atau multi dosis dengan penutup karet di atasnya. Cap logam
melindungi penutup steril sampai vial siap digunakan. Vial berisi medikasi dalam bentuk cair dan atau
kering. Vial merupakan sistem tertutup dan harus menyuntikkan udara ke dalam vial untuk memudahkan
mengambil cairan di dalamnya.
TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah melakukan latihan keterampilan ini, mahasiswa diharapkan sudah dapat menyiapkan obat
suntikan dari ampul dan vial.
TARGET PEMBELAJARAN
Setelah melakukan latihan keterampilan ini, mahasiswa diharapkan sudah dapat:
- Menyiapkan alat-alat yang dibutuhkan untuk persiapan obat suntikan dari ampul dan vial.
- Melakukan prosedur persiapan obat suntikan dari ampul,
- Melakukan prosedur persiapan obat suntikan dari vial.
METODE PEMBELAJARAN
1. Demonstrasi sesuai dengan daftar panduan belajar.
2. Ceramah.
3. Diskusi
4. Partisipasi aktif dalam skill lab (simulasi)
5. Evaluasi melalui check list/daftar tilik dengan sistim skor
1
Pendidikan Keterampilan Klinik 1
PENUNTUN BELAJAR
KETRAMPILAN MENYIAPKAN OBAT SUNTIKAN DARI AMPUL DAN VIAL
(digunakan oleh Mahasiswa)
Beri nilai untuk setiap langkah klinik dengan menggunakan kriteria sebagai berikut:
1. Perlu perbaikan: langkah-langkah tidak dilakukan dengan benar dan atau tidak sesuai
urutannya, atau ada langkah yang tidak dilakukan.
2. Mampu: Langkah-langkah dilakukan dengan benar dan sesuai dengan urutannya, tetapi
tidak efisisen
3. Mahir: Langkah-langkah dilakukan dengan benar, sesuai dengan urutan daan efisien.
TS Tidak Sesuai: Langkah tidak perlu dilakukan karena tidak sesuai dengan keadaan.
2
Pendidikan Keterampilan Klinik 1
MENYIAPKAN OBAT SUNTIK DARI VIAL 1 2 3
1. Lepaskanlah penutup logam untuk memajan penutup karetnya.
2. Usaplah permukaan penutup karet dengan alkohol 70%
Lepaskanlah penutup jarum, lalu tariklah pengisap pelan-pelan ke
3. belakang untuk mengumpulkan sejumlah udara yang sama dengan volume
medikasi yang akan diaspirasikan.
Tusukkanlah ujung jarum, dengan bevel jarum mengarah ke atas,
4. menembus bagian tengah penutup karet. Keluarkanlah udara ke dalam vial
(jangan biarkan pengisap kembali ke atas)
Baliklah vial sambil tetap memegang vial dengan kuat pada spoeit dan
pengisap (pegang vial antara ibu jari dan jari tengah pada tangan yang
5.
dominan, meraih bagian ujung barrel dengan pengisap dengan ibu jari
dan jari telunjuk dari tangan yang dominan)
Pertahankanlah bagian ujung jarum di bawah ketinggian cairan, agar
6. tekanan udara bisa secara bertahap mengisi spoeit dengan cairan obat,
tarik kembali pengisap jika perlu.
Sentillah bagian barrel dengan hati-hati untuk melepaskan semua
7.
gelembung udara yang terdapat di atas spoeit ke dalam vial.
Setelah dosis terpenuhi/sesuai, tariklah jarum dari dalam vial dengan
8.
menarik ke belakang barrel spoeit.
9. Keluarkanlah kelebihan gelembung udara.
10. Tutuplah jarum dengan penutupnya dengan metode satu tangan.
SETELAH PENGISIAN SELESAI 1 2 3
1. Letakkanlah spoeit yang sudah diisi pada satu bak yang dialasi kain kasa.
2. Lakukanlah cuci tangan rutin.
3
Pendidikan Keterampilan Klinik 1
KETERAMPILAN MENYUNTIK INTRAKUTAN
PENGERTIAN
Menyuntik obat adalah prosedur invasif yang mencakup memasukkan obat melalui jarum steril yang
dimasukkan ke dalam jaringan tubuh. Karakteristik jaringan mempengaruhi kecepatan penyerapan obat
dan awitan kerja obat,oleh karenanya sebelum menyuntik obat harus diketahui volume obat yang akan
diberikan, karakteristik obat dan letak/anatomi tempat yang akan disuntik.
Suntikan intra kutan adalah menyuntik obat ke dalam jaringan kulit. Tujuan suntikan intra kutan:
1. Mendapatkan reaksi setempat
2. Mendapatkan atau menambah kekebalan, misalnya suntikan BCG
TUJUAN
METODE PEMBELAJARAN
1. Demonstrasi sesuai dengan daftar panduan belajar.
2. Ceramah.
3. Diskusi
4. Partisipasi aktif dalam skill lab (simulasi)
5. Evaluasi melalui check list/daftar tilik dengan sistim skor
4
Pendidikan Keterampilan Klinik 1
PENUNTUN BELAJAR KETRAMPILAN MENYUNTIK INTRAKUTAN
5
Pendidikan Keterampilan Klinik 1
KETERAMPILAN MENYUNTIK SUBKUTAN
PENGERTIAN
Menyuntik obat adalah prosedur invasif yang mencakup memasukkan obat melalui jarum steril
yang dimasukkan ke dalam jaringan tubuh. Karakteristik jaringan mempengaruhi kecepatan penyerapan
obat dan awitan kerja obat,oleh karenanya sebelum menyuntik obat harus diketahui volume obat yang
akan diberikan, karakteristik obat dan letak/anatomi tempat yang akan disuntik.
Untuk suntikan subkutan, medikasi dimasukkan ke dalam jaringan ikat jarang di bawah dermis.
Jaringan subkutan tidak mempunyai banyak pembuluh darah maka absorpsi obat agak sedikit lambat
dibandingkan suntikkan intramuskuler. Jaringan subkutan mengandung reseptor nyeri, jadi hanya obat
dalam dosis kecil yang larut dalam air, yang tidak mengiritasi yang dapat diberikan melalui cara ini.
Indikasi
Tujuan suntikan subkutan: Memasukkan cairan medikasi ke jaringan di bawah kulit. Jenis obat
yang sesuai adalah dosis kecil, larut dalam air dan tidak mengiritasi.
Tujuan pembelajaran
Tujuan instruksional umum
Setelah melakukan latihan menyuntik subkutan diharapkan mahasiswa:
- Mampu menyuntik subkutan sesuai dengan prosedur yang benar.
Metode pembelajaran
1. Demonstrasi sesuai dengan daftar panduan belajar.
2. Ceramah.
3. Diskusi
4. Partisipasi aktif dalam skill lab (simulasi)
5. Evaluasi melalui check list/daftar tilik dengan sistim skor
6
Pendidikan Keterampilan Klinik 1
PENUNTUN BELAJAR KETRAMPILAN MENYUNTIK SUBKUTAN
7
Pendidikan Keterampilan Klinik 1
KETERAMPILAN MENYUNTIK INTRAMUSKULER
PENGERTIAN
Menyuntik obat adalah prosedur invasif yang mencakup memasukkan obat melalui jarum steril
yang dimasukkan ke dalam jaringan tubuh. Karakteristik jaringan mempengaruhi kecepatan penyerapan
obat dan awitan kerja obat,oleh karenanya sebelum menyuntik obat harus diketahui volume obat yang
akan diberikan, karakteristik obat dan letak/anatomi tempat yang akan disuntik.
Suntikan intra muskuler memberikan absorpsi obat lebih cepat karena vaskularitas otot. Bahaya
kerusakan jaringan menjadi lebih sedikit jika obat diberikan jauh ke dalam otot
TUJUAN
- Menyiapkan alat-alat yang dibutuhkan untuk melaksanakan suntikan intra muskuler.
- Menentukan lokasi-lokasi penyuntikan intra muskuler.
- Melakukan prosedur menyuntik intra muskuler secara benar.
Metode pembelajaran
1. Demonstrasi sesuai dengan daftar panduan belajar.
2. Ceramah.
3. Diskusi
4. Partisipasi aktif dalam skill lab (simulasi)
5. Evaluasi melalui check list/daftar tilik dengan sistim skor
8
Pendidikan Keterampilan Klinik 1
PENUNTUN BELAJAR KETRAMPILAN MENYUNTIK INTRA MUSKULER
9
Pendidikan Keterampilan Klinik 1
KETERAMPILAN
MENYUNTIK INTRAVENA
PENGERTIAN
Teknik Penusukan vena secara transkutan dengan jarum tajam yang kaku (wing needle, abbocath, jarum yang
dilekat pada spoeit atau vakutainer) disebut punksi vena. Tujuan umum punksi vena salah satunya
untuk pemberian cairan obat intra-vena.
TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah selesai melakukan latihan keterampilan ini mahasiswa diharapkan sudah dapat melakukan
penyuntikan intra-vena.
TARGET PEMBELAJARAN
Setelah selesai melakukan latihan keterampilan ini mahasiswa diharapkan sudah dapat:
- menyiapkan alat-alat yang dibutuhkan untuk melaksanakan penyuntikan intravena
- menentukan lokasi-lokasi vena untuk penyuntikan
- menyuntik intra-vena dengan prosedur yang benar dan efisien.
METODE PEMBELAJARAN
1. Demonstrasi sesuai dengan daftar panduan belajar.
2. Ceramah.
3. Diskusi
4. Partisipasi aktif dalam skill lab (simulasi)
5. Evaluasi melalui check list/daftar tilik dengan sistim skor
10
Pendidikan Keterampilan Klinik 1
PENUNTUN BELAJAR
KETRAMPILAN MENYUNTIK INTRA-VENA
(digunakan oleh Mahasiswa)
KASUS
NO LANGKAH KLINIK
1 2 3
1. Lakukanlah persiapan alat-alat yang akan digunakan.
2. Jelaskanlah pada klain mengenai tindakan yang akan dilakukan,
cara, manfaat dan faktor keamanan dari tindakan tersebut.
3. Aturlah posisi pasien, lepaskan pakaian pada daerah yang akan
disuntik.
4. Lakukanlah cuci tangan rutin
5. Pasanglah pengalas pada di bawah siku dimana akan di adakan
penyuntikan intravena
6. Pasanglah bendungan pada lengan di bagioan atas dari lipatan siku
dimana akan diadakan penyuntikan.
7. Kenakan/pasanglah sarung tangan.
8. Lakukan disinfeksi area kulit yang akan ditusuk dengan kapas
alkohol, melingkar dari tempat tusukan ke luar dengan diameter
kira-kira 5 cm.
9. Buanglah kapas tersebut ke dalam tempat sampah medis.
10. Ulangi disinfeksi dengan cara yang sama tapi dengan larutan
bethadine.
11. Buanglah kapas tersebut ke dalam tempat sampah medis.
12. Rabalah dengan salah satu jari tangan untuk menentukan letak v.
Cubiti
13. Ambillah spoeit yang telah diisi dengan obat yang akan
disuntikkan dan cek ada tidaknya udara dalam spoeit.
14. Bukalah penutup jarum spoeit dan dengan lubang jarum
menghadap ke atas tusukkanlah jarum ke arah atas dan dengan
letak spoeit mendatar pada lengan bawah.
15. Lepaskanlah turniket
16. Tariklah pengisap sedikit ke belakang untuk melihat apakah jarum
sudah tepat masuk ke dalam vena.
17. Suntikkanlah isi spoeit ke dalam vena dengan mendorong pengisap
pelan-pelan ke depan tanpa mengubah posisi jarum.
18. Setelah semua obat sudah masuk ke vena, letakkanlah kapas steril
di atas jarum.
19. Tariklah spoeit ke arah belakang sampai jarum ke luar dari vena,
sambil menekankan kapas pada lubang di kulit untuk mencegah
perdarahan..
20. Bilaslah spoeit dengan khlorin 0,5%, tutuplah penutup jarum
dengan metode satu tangan, lalu lepaskan jarum dengan hati-hati
jangan sampai tertusuk.
21. Buanglah jarum ke tempat sampah tajam, dan spoeit ke tempat
sampah medis.
22. Lepaskanlah sarung tangan.
23. Lakukanlah cuci tangan asepsis
11
Pendidikan Keterampilan Klinik 1
KETERAMPILAN PEMBERIAN OBAT DENGAN BOLUS
INTRAVENA
PENGERTIAN
Menyuntik obat adalah prosedur invasif yang mencakup memasukkan obat melalui jarum steril
yang dimasukkan ke dalam jaringan tubuh. Pemberian larutan obat langsung ke dalam vena dengan
teknik bolus adalah metode dimana obat yang diberikan bekerja dengan cepat karena langsung masuk ke
dalam sirkulasi pasien. Efek samping yang serius dapat terjadi dalam beberapa detik. Obat diberikan
perintravena melalui infus Intravena (IV) yaang sudah ada atau langsung melalui vena.
Obat IV sering diberikan dengan bolus pada situasi kedaruratan ketika diperlukan kerja obat
yang cepat.
TUJUAN
- Menyiapkan alat-alat yang dibutuhkan untuk melaksanakan pemberian obat dengan bolus
Intravena.
- Menentukan lokasi pemberian obat dengan bolus Intravena
- Melakukan prosedur pemberian obat dengan bolus Intravena secara benar.
Metode pembelajaran
1. Demonstrasi sesuai dengan daftar panduan belajar.
2. Ceramah.
3. Diskusi
4. Partisipasi aktif dalam skill lab (simulasi)
5. Evaluasi melalui check list/daftar tilik dengan sistim skor
12
Pendidikan Keterampilan Klinik 1
PENUNTUN BELAJAR KETRAMPILAN PEMBERIAN OBAT DENGAN BOLUS
INTRAVENA
13
Pendidikan Keterampilan Klinik 1
Buku Panduan
Pendidikan Keterampilan Klinik 1
Keterampilan Antropometri
Haerani Rasyid
Agussalim Buchari
A. Yasmin Syauki
Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin
2020
KETERAMPILAN PENENTUAN STATUS GIZI DENGAN PENGUKURAN
ANTROPOMETRI PADA ORANG DEWASA
Pendahuluan
Status gizi merupakan status kesehatan dari suatu individu yang dipengaruhi oleh asupan
makanan dan penggunaan nutrien di dalam tubuh. Status gizi dapat menjadi prediktor suatu outcome
penyakit dan juga dapat menjadi salah satu cara pencegahan dini suatu penyakit.
Salah satu metode dalam penentuan status gizi adalah pengukuran antropometri. Untuk orang
dewasa, penentuan status gizi undernutrisi atau overnutrisi dilakukan dengan menghitung indeks massa
tubuh (IMT). Indeks massa tubuh dapat diperoleh dari hasil pengukuran berat badan dan tinggi badan
pada orang dewasa.
Tujuan Instruksional Umum
Mahasiswa diharapkan mampu melakukan penentuan status gizi dengan pengukuran antropometrik pada
orang dewasa secara tepat dan benar.
Tujuan Instruksional Khusus
1. Mampu mengetahui alat-alat yang akan dipergunakan pada pengukuran.
2. Mampu melakukan persiapan alat dengan benar.
3. Mampu melakukan penjelasan tujuan dilakukannya pengukuran pada pasien orang dewasa.
4. Mampu melakukan pengukuran berat badan pada pada pasien orang dewasa.
5. Mampu melakukan pengukuran tinggi badan pada pada pasien orang dewasa.
6. Mampu melakukan penentuan status gizi pada pada pasien orang dewasa.
Metode Pembelajaran
1. Demonstrasi sesuai dengan daftar panduan belajar.
2. Ceramah.
3. Diskusi
4. Partisipasi aktif dalam skill lab (simulasi)
9
Pendidikan Keterampilan Klinik 1
PENUNTUN BELAJAR PENENTUAN STATUS GIZI DENGAN PENGUKURAN
ANTROPOMETRI PADA ORANG DEWASA
(BERDASARKAN INDEKS MASSA TUBUH)
10
Pendidikan Keterampilan Klinik 1
9. - Nyalakan weighing scale SECA 703 dengan menekan tombol
on (sebelah kiri atas) maka akan muncul angka 0.00 pada
jendela baca.
- Minta pasien tersebut naik ke alat ukur dalam posisi berdiri
tanpa dibantu oleh siapapun.
- Minta pasien berdiri menghadap lurus ke depan (kepala
tidak menunduk), berdiri tegak, rileks dan tenang.
- Bacalah angka yang muncul pada jendela baca alat.
- Catat angka tersebut pada lembar pemeriksaan status gizi
pasien orang dewasa untuk BB dengan ketelitian 0.1 kg.
- Minta pasien untuk turun setelah hasil pengukuran dicatat.
Pengukuran tinggi badan
10. - Minta pasien berdiri tegak dengan tangan dalam posisi
tergantung bebas di depan tubuh di depan tiang pengukur.
- Minta pasien memandang lurus ke depan sehingga
membentuk posisi kepala Frankfurt Plane (garis imaginasi dari
bagian inferior orbita horisontal terhadap meatus acusticus
eksterna bagian dalam).
- Minta pasien untuk menempelkan kepala bagian belakang,
bahu bagian belakang, bokong dan kedua tumit anak pada
tiang pengukur.
- Turunkan bagian alat yang dapat digeser hingga menyentuh
bagian atas kepala dan rambut pasien.
- Minta pasien inspirasi maksimum pada saat diukur untuk
meluruskan tulang belakang.
- Bacalah angka yang ditunjukkan oleh jendela baca.
Pencatatan dilakukan dengan ketelitian hingga 0.1 cm
Penentuan status gizi
11. Indeks massa tubuh (IMT)
- Hitung IMT pasien dengan menggunakan rumus :
IMT = BB (kg) /TB (m2).
-Ambil tabel klasifikasi status gizi pada orang dewasa
- Masukkan nilai IMT pasien ke tabel tersebut.
- Tentukan status gizi pasien (status gizi baik, gizi kurang, gizi
buruk) pada pasien tersebut.
11
Pendidikan Keterampilan Klinik 1
Buku Panduan
Pendidikan Keterampilan Klinik 1
Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin
2021
KETERAMPILAN PENENTUAN PERTUMBUHAN DAN STATUS GIZI
DENGAN PENGUKURAN ANTROPOMETRI PADA BAYI DAN ANAK
Pendahuluan
Perubahan pada dimensi tubuh mencerminkan keadaan kesehatan dan kesejahteraan secara umum
baik individu maupun populasi. Antropometri adalah pengukuran dimensi tubuh manusia dalam hal ini
dimensi tulang, otot dan jaringan lemak. Antropometri telah secara luas digunakan untuk mengukur status
nutrisi individu dan populasi, yang pada akhirrya dapat memprediksi individu atau kelompok mana yang
memerlukan intervensi nutrisi.
Pada masa 5 tahun pertama kehidupan, anak memiliki karakteristik pertumbuhan fisik serta
perkembangan sosial yang cepat. Di dalam klinik antropometri selain digunakan untuk menentukan status
nutrisi anak, dapat pula digunakan untuk memantau tumbuh kembang seorang anak. Pengukuran
antropometri minimal pada anak umumnya meliputi pengukuran berat badan, panjang atau tinggi badan ,
dan lingkar kepala (dari lahir sampai umur 3 tahun). Pengukuran ini dilakukan berulang secara berkala
untuk mengkaji pertumbuhan jangka pendek, jangka panjang, dan status nutrisi. Untuk anak –anak dengan
penyakit kronik, pengukuran lingkar lengan atas (LILA) dan tebal lipatan kulit (TLK) merupakan bagian
dari pengkajian untuk menentukan lemak tubuh dan simpanan protein.
Pungukuran antropometri dan komposisi tubuh yang akurat, sahih dan dapat dipercaya
memerlukan peralatan dan teknik yang sesuai. Pelatihan dan praktek dalam teknik pengukuran
antropometri sangat ditekankan. Semua pengukuran variabel pertumbuhan harus diulang tiga kali dan
diambil nilai reratanya. Kualitas data akan memengaruhi hasil pengkajian dokter untuk menegakkan
diagnosis anak yang diukur pertumbuhannya.
Tujuan Instruksional Umum
Mahasiswa diharapkan mampu melakukan penentuan status gizi dengan pengukuran antropometrik pada
anak usia 0-60 bulan secara tepat dan benar.
Tujuan Instruksional Khusus
1. Mampu mengetahui alat-alat yang akan dipergunakan pada pengukuran.
2. Mampu melakukan persiapan alat dengan benar.
3. Mampu melakukan penjelasan tujuan dilakukannya penentuan status gizi pada ibu bayi dan anak.
4. Mampu melakukan penimbangan berat badan pada bayi dan anak.
5. Mampu melakukan pengukuran panjang badan/tinggi badan pada bayi dan anak.
6. Mampu melakukan pengukuran lingkar lengan atas pada bayi dan anak.
7. Mampu melakukan penentuan status pertumbuhan pada bayi dan anak.
8. Mampu melakukan penentuan status gizi pada bayi dan anak.
Metode Pembelajaran
1. Demonstrasi sesuai dengan daftar panduan belajar.
2. Ceramah.
3. Diskusi
4. Partisipasi aktif dalam skill lab (simulasi)
1
Pendidikan Keterampilan Klinik 1
PENUNTUN BELAJAR PENENTUAN PERTUMBUHAN DAN STATUS GIZI DENGAN
PENGUKURAN ANTROPOMETRI PADA BAYI DAN ANAK
2
Pendidikan Keterampilan Klinik 1
memeriksa apakah posisi anak tersebut sudah benar.
- Saat pengukuran sang anak harus berdiri tegak, kedua kaki
menempel, tumit, bokong, dan belakang kepala menyentuh
stadiometer, dan menatap kedepan pada bidang datar
Frankfort.
Pengukuran lingkar lengan atas
- Anak harus berdiri tegak lurus dengan lengan dilemaskan disisi
tubuh.
- Pengukuran dilakukan dititik tengah lengan atas, ditengah
antara ujung lateral akromion dan olekranon bila tangah dalam
posisi fleksi dengan sudut 90o (diukur dan diberi tanda).
- Pita ukur yang fleksibel dan yang tidak dapat meregang
diletakkan tegak lurus dengan aksis panjang dari lengan,
dirapatkan melingkari lengan, dan dicatat dengan ketelitian
sampai ke 0.1 cm.
- Pengukuran ini sebaiknya dilakukan 3 kali dan nilai akhir
diambil dari rerata ketiga hasil pengukuran tersebut.
Penentuan pertumbuhan dan status gizi
7. - Kurangilah tanggal pemeriksaan anak dengan tanggal kelahiran
anak dalam bulan untuk mendapatkan umur pasien anak
tersebut.
- Ambil kurva/tabel standar berat badan menurut umur (BB/U),
panjang badan atau tinggi badan menurut umur (PB/U atau
TB/U), dan berat badan menurut panjang badan atau tinggi
badan (BB/PB atau BB/TB) untuk anak usia 0-60 bulan sesuai
dengan jenis kelamin berdasarkan kurva/tabel WHO .
BB/U:
- Carilah umur anak pada kolom umur di kurva/tabel tersebut
kemudian plot hasil pengukuran berat badan anak pada kolom
berat badan (apakah pada kolom -3 SD, -2 SD, -1 SD, median,
+1 SD, +2 SD atau +3 SD ataukah diantara kolom-kolom
tersebut).
- Tentukan kategori berdasarkan letak berat badan pada kurva /
tabel
• <-3 SD : berat badan sangat kurang,
• -3 SD sd <-2 SD : berat badan kurang,
• -2 SD sd +1 SD : berat badan normal
• > +1 SD : risiko berat badan lebih.
PB/U atau TB/U:
- Carilah umur anak pada kolom umur di kurva / tabel tersebut
kemudian plot hasil pengukuran tinggi badan anak pada kolom
tinggi badan (apakah pada kolom -3SD, -2SD, -1 SD, median,
1 SD, 2 SD atau 3 SD ataukah diantara kolom-kolom tersebut).
- Tentukan kategori berdasarkan letak panjang badan / tinggi
badan pada kurva / tabel
• <-3 SD : perawakan sangat pendek,
• -3 SD sd <-2 SD : perawakan pendek,
• -2 SD sd +3 SD : perawakan normal
• > +3 SD : tinggi
BB/PB atau BB/TB:
- Carilah panjang badan anak pada kolom panjang badan / tinggi
badan pada kurva/tabel kemudian plot hasil pengukuran berat
badan anak pada kolom berat badan (apakah pada kolom -3SD,
-2 SD, -1 SD, median, +1 SD, +2 SD atau +3 SD).
- Tentukan kategori dan interpretasi status gizi berdasarkan pada
kurva / tabel BB/PB atau BB/TB
3
Pendidikan Keterampilan Klinik 1
• <-3 SD : gizi buruk,
• -3 SD sd <-2 SD : gizi kurang,
• -2 SD sd +1 SD : gizi baik,
• >+1 SD sd +2 SD : berisiko gizi lebih
• >+2 SD sd +3 SD : gizi lebih (overweight)
• >+3 SD sd : obesitas
Lingkar lengan atas:
- Tentukan kategori dan interpretasi pengukuran lingkar lengan
atas;
• LILA <11,5cm = gizi buruk,
• LILA 11,5-12,4 cm = gizi kurang,
• LILA >12,5 cm = gizi baik.
Indeks Masa Tubuh (IMT):
- IMT didapatkan dengan membagi berat badan dengan tinggi
badan dalam meter kuadrat.
- Plot hasil pengukuran berat badan anak pada kurva IMT
(apakah pada kurva -3SD, -2 SD, -1 SD, median, +1 SD, +2
SD atau +3 SD).
- Tentukan kategori dan interpretasi berdasarkan kurva IMT;
• <-3 SD : gizi buruk,
• -3 SD sd <-2 SD : gizi kurang,
• -2 SD sd +1 SD : gizi baik,
• >+1 SD sd +2 SD : berisiko gizi lebih
• >+2 SD sd +3 SD : gizi lebih (overweight)
• >+3 SD sd : obesitas
4
Pendidikan Keterampilan Klinik 1
KETERAMPILAN PENENTUAN PERTUMBUHAN DAN STATUS GIZI
DENGAN PENGUKURAN ANTROPOMETRI PADA ANAK USIA 5-18 TAHUN
Pendahuluan
Perubahan pada dimensi tubuh mencerminkan keadaan kesehatan dan kesejahteraan secara umum
baik individu maupun populasi. Antropometri adalah pengukuran dimensi tubuh manusia dalam hal ini
dimensi tulang, otot dan jaringan lemak. Antropometri telah secara luas digunakan untuk mengukur status
nutrisi individu dan populasi, yang pada akhirrya dapat memprediksi individu atau kelompok mana yang
memerlukan intervensi nutrisi.
Kelompok usia anak usia 5 tahun hingga dibawah 18 tahun merupakan kelompok usia yang memiliki
karakteristik pertumbuhan fisik serta perkembangan sosial yang cepat. Di dalam klinik antropometri selain
digunakan untuk menentukan status nutrisi anak, dapat pula digunakan untuk memantau tumbuh kembang
seorang anak. Pengukuran antropometri minimal pada anak umumnya meliputi pengukuran berat badan,
dan tinggi badan. Pengukuran ini dilakukan berulang secara berkala untuk mengkaji pertumbuhan jangka
pendek, jangka panjang, dan status nutrisi.
Pungukuran antropometri dan komposisi tubuh yang akurat, sahih dan dapat dipercaya memerlukan
peralatan dan teknik yang sesuai. Pelatihan dan praktek dalam teknik pengukuran antropometri sangat
ditekankan. Semua pengukuran variabel pertumbuhan harus diulang tiga kali dan diambil nilai reratanya.
Kualitas data akan memengaruhi hasil pengkajian dokter untuk menegakkan diagnosis anak yang diukur
pertumbuhannya.
Tujuan Instruksional Umum
Mahasiswa diharapkan mampu melakukan penentuan status gizi dengan pengukuran antropometrik pada
anak usia 5-18 tahun secara tepat dan benar.
Tujuan Instruksional Khusus
1. Mampu mengetahui alat-alat yang akan dipergunakan pada pengukuran.
2. Mampu melakukan persiapan alat dengan benar.
3. Mampu melakukan penjelasan tujuan dilakukannya penentuan status gizi pada ibu anak usia
5-18 tahun.
4. Mampu melakukan pengukuran berat badan anak usia 5-18 tahun.
5. Mampu melakukan pengukuran tinggi badan anak usia 5-18 tahun.
6. Mampu melakukan penentuan status pertumbuhan anak usia 5-18 tahun.
7. Mampu melakukan penentuan status gizi anak usia 5-18 tahun.
Metode Pembelajaran
1. Demonstrasi sesuai dengan daftar panduan belajar.
2. Ceramah.
3. Diskusi
4. Partisipasi aktif dalam skill lab (simulasi)
5
Pendidikan Keterampilan Klinik 1
PENUNTUN BELAJAR PENENTUAN PERTUMBUHAN DAN STATUS GIZI
DENGAN PENGUKURAN ANTROPOMETRI PADA ANAK USIA 5-18 TAHUN
6
Pendidikan Keterampilan Klinik 1
- Tentukan intepretasi dengan cara membagi berat badan
aktual dengan berat badan persentil 50 dikali 100%
• <60% : berat badan sangat kurang
• 60-80% : berat badan kurang,
• 80-120% : berat badan baik
• >120% : berat badan lebih.
TB/U:
- Tarik garis dari usia anak secara vertikal ke persentil 50 pada
kurva tinggi badan kemudian tarik garis ke kiri secara
horizontal
- Tentukan intepretasi dengan cara membagi tinggi badan
aktual dengan tinggi badan persentil 50 dikali 100%
• <70% : perawakan sangat pendek,
• 70%-<90% : perawakan pendek,
• 90-110% : perawakan normal
BB/TB:
- Plot tinggi badan sesuai usia anak
- Tarik garis pada titik tinggi badan anak secara horizontal,
hingga memotong garis persentil 50 tinggi badan.
- Tarik garis vertikal ke bawah dari persentil 50 tinggi badan
sesuai usia sampai menyentuh persentil 50 berat badan.
- Berat badan pada persentil 50 adalah berat badan ideal
- Persentase berat badan ideal adalah dengan membagi BB
aktual dibagi berat badan ideal x 100%
- Tentukan kategori status gizi berdasarkan hasil yang telah
dihitung
• < 70% : gizi buruk,
• > 70-90% : gizi kurang,
• >90-110% : gizi baik
• >110-120%: overweight
• >120% : obesitas
Indeks Masa Tubuh (IMT):
- IMT didapatkan dengan membagi berat badan dengan tinggi
badan dalam meter kuadrat.
- Plot hasil pengukuran berat badan anak pada kurva IMT.
- Tentukan kategori dan interpretasi berdasarkan kurva IMT;
• Persentil 85-94 : overweight,
• Persentil > 95 : obesitas,
7
Pendidikan Keterampilan Klinik 1
Buku Panduan
Pendidikan Keterampilan Klinik 1
Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin
2020
THE BASICS OF RADIOLOGY EXAMINATION
General Objective:
After participating in this activity, students are able to differentiate radiology examinations and
know the densities in each examination.
Specific Objective:
1. To know the positions for each radiology examinations..
2. To be able to identify the density of the the x-ray.
3. To be able to identify the density of the photo with contrast (IVP, Colon in Loop, MD
photo, Oesophagography,Arteriography, dan Cor Analisis)
4. To be able to identify the density of the mammography
5. To be able to identify the density of the ultrasonography
6. To be able to identify the density of the CT-scan
7. To be able to identify the density of the MRI
Learning Methods
1. Demonstration using the CSL manual
2. Lectures
3. Discussion
4. Active participation in the Skills Lab (simulation)
5. Evaluation using check list with a scoring system
1
Pendidikan Keterampilan Klinik 1
CLINICAL ACTIVITY
1. Performing verification for patient identites (according to the registration
number) :
• Name
• Age
• Sex
• Date
2. Performing verification for film identities
• Photo number
➔
• Photo marker as R – L or D – S
3. Set the film in the light box. Consider that the patient is face to face with
the examiner.
4. Determine the position of the film: PA, AP, Lateral (R/L), Lateral decubitus
(R/L) or oblique
5. Identify radiology examination :
- X-ray (thorax, extremities,BNO dll)
- Colon in Loop
- MD
- Oesofagography
- IVP
- Mammography
- USG
- CT Scan
- MRI
6. Identify the densities in each examination:
Conventional photo (plain and contrast photo):
- Radioopaque
- Hyper-radioopaque (metal density)
- Intermediate
The densities of ultrasonography:
- Hyperechoic
- Hypoechoic
- Normoechoic (isoechoic)
CT-Scan:
- Hyperdense
- Hypodense
- Isodense
MRI (T1 & T2):
- Hyperintense
- Hypointense
- Isointense
2
Pendidikan Keterampilan Klinik 1
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIK
KETERAMPILAN PENGENALAN
SEDIAAN OBAT DAN TEHNIK
PEMBERIAN OBAT
Untuk Semester 2
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
2020
Buku Panduan Keterampilan
Klinis I
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan berkat dan
ridho-Nya kami dapat menyelesaikan Buku Panduan Keterampilan Klinis
“Keterampilan Pengenalan Sediaan Obat dan Tehnik Pemberian Obat”. Buku
ini dibuat sebagai panduan melatih keterampilan klinis bagi mahasiswa/i
Semester 2 Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
Revisi kurikulum pendidikan kedokteran berdasarkan Standar
Nasional Program Profesi Dokter Indonesia 2019 membuktikan bahawa ilmu
kedokteran sangat dinamis dan mengikuti perkembangan zaman. Seorang calon
dokter umum dituntut untuk tidak hanya menguasai teori dasar ilmu
kedokteran, tetapi juga wajib menguasai keterampilan klinik, yaitu adalah
dapat mengetahui jenis-jenis sediaan dan logo obat serta dapat melakukan
tehnik pemberiannya ke pasien dengan tepat.
Harapan penulis dengan disusunnya buku panduan ini, mahasiswa
kedokteran mendapatkan pengetahuan yang selaras baik teori maupun
keterampilan klinik. Pada akhirnya mampu mendiagnosis dan menuliskan resep
yang rasional pada pasien secara professional.
Terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
penyusunan buku ini dari awal hingga akhir. Buku panduan ini masih
memiliki banyak kekurangan, sehingga diperlukan saran dan kritik yang
bersifat membangun.
Selamat Belajar!
Tim penyusun
KETERAMPILAN PENGENALAN SEDIAAN OBAT DAN
TEHNIK PEMBERIAN OBAT
(Sublingual, Per rectal, Per vaginal, Trans-dermal (Patch))
TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mempelajari keterampilan pengenalan sediaan obat dan tehnik pemberian obat
ini mahasiswa diharapkan mampu :
1. Mengetahui bermacam-macam jenis sediaan obat
2. Mengetahui makna dari setiap logo-logo obat
3. Melakukan tehnik pemberian secara sublingual
4. Melakukan tehnik pemberian obat secara per-rectal
5. Melakukan tehnik pemberian obat secara per-vaginal
6. Melakukan tehnik pemberian obat secara trans-dermal (patch)
Buku Panduan
Pendidikan Keterampilan Klinik 1
Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin
2020
KETERAMPILAN PENGENALAN SEDIAAN OBAT
PENDAHULUAN
Secara umum, obat akan mencapai target yang diharapkan apabila berada dalam
aliran darah sistemik (kecuali pada pemberian obat untuk efek lokal seperti anestesi
lokal). Sehingga, penyerapan obat mengacu pada fraksi obat yang mencapai sirkulasi dari
tempat pemberiannya. Fraksi obat yang mencapai sirkulasi sistemik ini dinyatakan sebagai
bioavailabilitas.
Konsep bioavailabilitas sangat penting dalam praktik klinik karena dokter dapat
memilih rute pemberian sesuai kondisi klinis pasien yang tentunya memaksimalkan
bioavailabilitas. Selain itu, perubahan bioavailabilitas yang dihasilkan dari variasi genetik,
penyakit, atau interaksi obat sering menjadi penyebab hilangnya efektivitas obat (terjadi
penurunan bioavailabilitas) atau sebaliknya toksisitas obat (terjadi peningkatan
bioavailabilitas).
SEDIAAN OBAT
Sediaan obat yang tersedia saat ini sangat beraneka ragam. Semua sediaan tersebut
memiliki maksud dan tujuan terapeutik yaitu meningkatkan penyerapan obat untuk
mencapai sirkulasi sistemik sehingga obat dapat mencapai titik target reseptor.
OBAT ENTERAL
Pemberian enteral melibatkan penyerapan obat melalui saluran pencernaan (GI) dan
termasuk pemberian secara oral.
• Peroral ( PO )
Rute ini paling sering digunakan karena lebih mudah dan sederhana. Rute peroral
efektif untuk obat dengan bioavailabilitas sedang hingga tinggi. Pemberian melalui rute
ini kurang digunakan untuk obat yang mengiritasi saluran GI, pasien dengan gejala
muntah atau tidak mampu menelan. Obat-obatan yang diberikan secara oral harus stabil
asam atau terlindungi dari asam lambung (misalnya dengan pelapis enterik).
• Rektal
• Sublingual
Pemberian sublingual atau buccal baik untuk obat yang memiliki ketersediaan oral
yang rendah. Obat harus lipofilik dan diserap dengan cepat. Formulasi buccal dapat
memperpanjang waktu pelepasan obat untuk memberikan efek jangka panjang.
OBAT PARENTERAL
Rute pemberian ini tidak melibatkan penyerapan obat melalui saluran GI (par =
sekitar, enteral = gastrointestinal), termasuk IV, intramuskuler (IM), subkutan (SC/SQ),
dan rute transdermal. Rute parenteral dipilih untuk obat dengan bioavailabilitas oral yang
rendah, pasien yang tidak dapat menggunakan obat per oral, kebutuhan untuk efek
langsung (situasi darurat), atau pada kontrol laju penyerapan dan durasi efek obat.
• Intravena ( IV )
Metode ini paling dapat diandalkan untuk mengantarkan obat ke sirkulasi sistemik
karena dapat melewati banyak hambatan penyerapan, mekanisme pemompaan, dan
metabolisme. Bioavailabilitas obat dapat mencapai 100 % dengan injeksi IV. Konsentrasi
obat yang efektif untuk terapi dapat dicapai dengan cepat. Infus IV dapat digunakan
untuk mencapai tingkat obat yang konstan dalam aliran darah. Obat yang digunakan
harus dalam bentuk cair atau suspensi yang sangat halus untuk menghindari
kemungkinan emboli.
• Intramuskular ( IM )
Injeksi IM menghasilkan penyerapan obat yang cepat dan diinjeksikan ke dalam
lapisan otot sehingga penyerapannya tergantung pada aliran darah otot dan dipengaruhi
dengan faktor-faktor yang dapat mengubah aliran darah ke otot (misalnya olahraga).
• Subcutan ( SC )
Injeksi subkutan digunakan untuk obat dengan bioavailabilitas oral rendah (misalnya
insulin slow-acting ). Rute ini tidak tepat diberikan untuk larutan yang mengiritasi jaringan
karena dapat menimbulkan terjadinya nekrosis dan pengelupasan kulit.
• Transdermal
Transdermal adalah rute pemberian melalui kulit. Obat yang digunakan harus sangat
lipofilik. Obat dapat diaplikasikan dalam bentuk salep atau matriks khusus ( patch
transdermal ). Penyerapan melalui rute ini lambat tetapi baik untuk menghasilkan efek
yang tahan lama. Patch transdermal dapat mempertahankan konsentrasi obat secara stabil
hampir sama seperti infus IV konstan.
• Inhalasi
Paru – paru berfungsi sebagai rute efektif pemberian obat. Alveoli paru memiliki
permukaan yang luas dan penghalang minimal untuk difusi obat. Paru-paru juga
menerima curah jantung total sebagai aliran darah. Dengan demikian, penyerapan dari
paru-paru bisa sangat cepat dan lengkap. Obat yang diberikan dalam bentuk gas atau
aerosol dan bersifat tidak menimbulkan iritasi. Efek sistemik yang mungkin timbul
misalnya inhalasi anestesi umum atau lokal seperti bronkodilator dalam pengobatan asma.
• Topikal
Pemberian topikal melibatkan aplikasi obat terutama untuk memperoleh efek lokal
di lokasi pengaplikasian serta untuk menghindari efek sistemik. Contohnya obat yang
diberikan ke area mata, mukosa hidung, atau kulit.
• Intratekal
Pemberian intratekal menembus ruang subaraknoid untuk memungkinkan akses
obat ke cairan serebrospinal sumsum tulang belakang. Pendekatan ini digunakan untuk
menghindari barrier darah-otak. Pemberian intratekal dilakukan pada anestesi spinal,
manajemen nyeri pada kasus tertentu, dan untuk memberikan terapi kanker.
• Intravagina
Pemberian obat dapat menggunakan aplikator atau sistem khusus yang dirancang
untuk administrasi intravaginal. Rute intravaginal bisa untuk menghasilkan efek lokal
seperti spermisidal atau efek antibakteri dan atau efek sistemik seperti kontrasepsi.
Gambar 1. Berbagai rute pemberian obat
1. Hussain, A. and Ahsan, F. (2005) ‘The vagina as a route for systemic drug
delivery’, 103, pp. 301–313. doi: 10.1016/j.jconrel.2004.11.034.
4. Prosser, S., Worster, B., MacGregor, J., et.al. (2010). Applied pharmacology: an
Introduction to pathophysiology and drug management for nurses and health care professional.
London: Mosby.
Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin
2020
KETERAMPILAN PEMBERIAN OBAT SECARA
SUBLINGUAL
PENGERTIAN
Pemberian secara sublingual yaitu dengan cara meletakkan obat dibawah lidah.
Pemberian rute ini baik untuk obat yang memiliki bioavailabilitas oral yang rendah
karena obat diserap langsung ke dalam pembuluh darah kecil yang terletak dibawah
lidah tanpa terlebih dahulu melewati dinding usus dan hati. Contoh obat sublingual
yang dapat diberikan yaitu nitrogliserin dan tablet PETN (Pentaerythritol
tetranitrate)
TUJUAN PEMBELAJARAN
TARGET PEMBELAJARAN
METODE PEMBELAJARAN
Beri nilai untuk setiap langkah klinik dengan menggunakan kriteria sebagai
berikut:
1. Perlu perbaikan: langkah-langkah tidak dilakukan dengan benar dan
atau tidak sesuai urutannya, atau ada langkah yang tidak dilakukan.
2. Mampu: Langkah-langkah dilakukan dengan benar dan sesuai
dengan urutannya, tetapi tidak efisien.
3. Mahir: Langkah-langkah dilakukan dengan benar, sesuai dengan
urutan dan efisien.
TS Tidak Sesuai: Langkah tidak perlu dilakukan karena tidak sesuai dengan
keadaan.
References :
1. Bardal Stan,et al (2010). Applied Pharmacology (1st Ed). Philadelphia, Saunders-
Elsevier.
KETERAMPILAN PEMBERIAN OBAT SECARA
PER-REKTAL
PENGERTIAN
Pemberian obat secara per-rektal merupakan teknik pemberian obat dengan
cara memasukkan obat kedalam rektal untuk memperoleh efek sistemik dan efek
lokal. Efek lokal seperti pada system gastrointestinal (mis. Laxative). Efek sistemik
(mis. Analgesic) berguna dalam situasi dimana paien tidak dapat minum obat
secara oral.
Kontraindikasi obat secara per-rektal ialah pada pasien post operasi rektal atau
usus, perdarahan rektum dan prolapse rektum.
Sediaan obat per-rektal antara lain dalam bentuk padat (suppositoria) misalnya
dulcolax dan dalam bentuk larutan (enema/clysma) misalnya diazepam 5mg.
TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah melakukan latihan keterampilan ini, mahasiswa diharapkan sudah dapat
menyiapkan dan memberikan obat secara per-rektal.
TARGET PEMBELAJARAN
Setelah melakukan latihan keterampilan ini, mahasiswa diharapkan dapat:
1. Menyiapkan alat-alat yang dibutuhkan untuk persiapan pemberian obat
secara per-rektal.
2. Melakukan prosedur pemberian obat secara per-rektal.
Beri nilai untuk setiap langkah klinik dengan menggunakan kriteria sebagai
berikut:
1. Perlu perbaikan: langkah-langkah tidak dilakukan dengan benar dan
atau tidak sesuai urutannya, atau ada langkah yang tidak dilakukan.
2. Mampu: Langkah-langkah dilakukan dengan benar dan sesuai
dengan urutannya, tetapi tidak efisien.
3. Mahir: Langkah-langkah dilakukan dengan benar, sesuai dengan
urutan dan efisien.
TS Tidak Sesuai: Langkah tidak perlu dilakukan karena tidak sesuai dengan
keadaan.
8.
Reference :
1. Procedures, C., Safer, F. O. R. and Care, P. (2020) ‘6 . 4 Administering
Medications Rectally and Vaginally’, pp. 1–18.
KETERAMPILAN PEMBERIAN OBAT SECARA
PER VAGINAL
PENGERTIAN
Pemberian obat per vaginal adalah salah satu teknik pemberian obat dengan
cara memasukkan obat kedalam vagina dengan tujuan untuk mendapatkan efek
terapi obat (menghilangkan rasa nyeri, terbakar, dan ketidaknyaman pada vagina)
dan mengobati infeksi pada vagina. Sediaan obat per vaginal terdiri atas
suposutoria, tablet, cream dan ring.
TUJUAN PEMBELAJARAN
TARGET PEMBELAJARAN
METODE PEMBELAJARAN
Beri nilai untuk setiap langkah klinik dengan menggunakan kriteria sebagai
berikut:
1. Perlu perbaikan: langkah-langkah tidak dilakukan dengan benar dan
atau tidak sesuai urutannya, atau ada langkah yang tidak dilakukan.
2. Mampu: Langkah-langkah dilakukan dengan benar dan sesuai
dengan urutannya, tetapi tidak efisien.
3. Mahir: Langkah-langkah dilakukan dengan benar, sesuai dengan
urutan dan efisien.
TS Tidak Sesuai: Langkah tidak perlu dilakukan karena tidak sesuai dengan
keadaan.
Reference :
1. Hussain, A. & Ahsan, F., 2005. The vagina as a route for systemic drug
delivery. Journal of Controlled Release, Volume 103, pp. 301-313.
KETERAMPILAN PEMBERIAN OBAT SECARA TRANS-
DERMAL (PATCH)
PENGERTIAN
Pemberian transdermal adalah pemberian melalui kulit. Obat harus sangat
lipofilik. Obat dapat diterapkan sebagai salep atau dalam matriks khusus (mis.,
transdermal patch). penyerapan melalui rute ini rendah tetapi konduktif untuk
menghasilkan efek yang tahan lama. matriks rilis lambat khusus di beberapa patch
transdermal dapat mempertahankan konsentrasi obat stabil yang mendekati infus
IV konstan.
Transdermal patch adalah perangkat pelepasan terkontrol yang memberikan obat
melintasi membran kulit ke sirkulasi darah. Mereka menghasilkan efek sistemik (di
seluruh tubuh) selain efek lokal. Obat-obatan yang diformulasikan untuk aplikasi
transdermal digunakan untuk mengobati angina (mis., Nitrogliserin),
hipogonadisme pria (mis., Testosteron), menopause (mis., Estrogen), dan nyeri
(mis., Fentanyl).
Kontraindikasi pemberian obat secara transdermal adalah : (1) terdapat lesi
atau kelainan kulit pada daerah pemberian obat, (2) terdapat riwayat
hipersensitivitas terhadap obat yang akan diberikan.
TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah melakukan latihan keterampilan ini, mahasiswa diharapkan sudah dapat
menyiapkan dan memberikan obat secara trans-dermal (patch).
TARGET PEMBELAJARAN
Setelah melakukan latihan keterampilan ini, mahasiswa diharapkan dapat:
- Menyiapkan alat-alat yang dibutuhkan untuk persiapan pemberian obat secara
trans-dermal (patch).
- Melakukan prosedur pemberian obat secara trans-dermal (patch).
METODE PEMBELAJARAN
1. Demonstrasi sesuai dengan daftar panduan belajar.
2. Ceramah.
3. Diskusi.
4. Partisipasi aktif dalam skill lab (simulasi).
5. Evaluasi melalui check list/daftar tilik dengan sistim skor.
PENUNTUN BELAJAR
KETRAMPILAN PEMBERIAN OBAT SECARA TRANS-DERMAL
(PATCH)
Beri nilai untuk setiap langkah klinik dengan menggunakan kriteria sebagai
berikut:
1. Perlu perbaikan: langkah-langkah tidak dilakukan dengan benar dan
atau tidak sesuai urutannya, atau ada langkah yang tidak dilakukan.
2. Mampu: Langkah-langkah dilakukan dengan benar dan sesuai
dengan urutannya, tetapi tidak efisien.
3. Mahir: Langkah-langkah dilakukan dengan benar, sesuai dengan
urutan dan efisien.
TS Tidak Sesuai: Langkah tidak perlu dilakukan karena tidak sesuai dengan
keadaan.
References :
1. Bardal Stan,et al (2010). Applied Pharmacology (1st Ed). Philadelphia, Saunders-
Elsevier.
2. Moscou, K. and Snipe, K. (2012). Pharmacology for Pharmacy Technicians.
China: Mosby Elsevier inc.
PENUNTUN CSL
PENULISAN RESEP
1
Contents
PENUNTUN CSL PENULISAN RESEP .....................................1
Tujuan (Level Kompetensi 4A) ........................................3
Skenario 1 Demam dan nyeri ..........................................3
Skenario 2 Batuk ............................................................3
Tugas ...................................................................................... 3
Kelompok obat Golongan AINS...........................................5
Aspirin .................................................................................... 5
Acetaminophen (Parasetamol). ......................................7
Asam mefenamat dan Meklofenamat ............................8
Golongan Narkotik .......................................................... 10
Morfin .................................................................................. 10
Meperidin ............................................................................ 10
Metadon .............................................................................. 11
Kelompok obat batuk ...................................................... 12
Golongan Opioid (Kodein) ........................................... 12
Golongan Antitusif non opioid ..................................... 12
Ekspektoran ......................................................................... 13
Mukolitik .............................................................................. 13
Singkatan Latin dalam Resep ........................................... 15
Tujuan (Level Kompetensi 4A)
A. Mahasiswa dapat membaca, mengerti dan
menulis resep dengan baik dan benar
B. Mahasiswa dapat memiliki kemampuan untuk
memberikan farmakoterapi nyeri dan batuk secara
tepat dan rasional.
Skenario 1
Seorang anak berusia 2 tahun dibawa ibunya ke
poliklinik dengan keluhan demam dan sakit kepala
selama 3 hari. Pada pemeriksaan fisik ditemukan
temperatur tubuh 39oC.
Skenario 2
Seorang perempuan berusia 38 tahun diantar
suaminya ke poliklinik karena gatal pada kelamin.
Skenario 3
Seorang laki-laki berusia 60 tahun dibawa keluarganya ke
Unit Gawat Darurat karena nyeri dada secara tiba-tiba.
Tugas
Mengikuti Guide to Good Prescribing yang direkomendasikan
WHO, berikut langkah menuliskan resep:
Pro : Tn. A
Umur : 22 thn Pro
Alamat : Tamalanrea
Singkatan Latin dalam Resep
sebelum
a.c. ante cibum
makan
a.d. or telinga
auris dexter
AD kanan
ad. lib. sesuka hati ad libitum
a.l. telinga kiri aurix laevus
dua hari
alt. die alternus die
sekali
dua jam alternus
alt. h.
sekali horis
ante
a.m. pagi
meridiem
aq. air aqua
a.s. or
AS telinga kiri auris sinister
a.u. or setiap
auris utro
AU telinga
tetes
aurist. auristillae
telinga
dua kali
b.d. bis die
sehari
dua kali
b.i.d. bis in die
sehari
cap. Kapsul Capsula
17
or hari altera die
QOD
setiap 4 quarta
q.q.h.
jam quaque hora
jumlah quantum
q.s.
secukupnya sufficiat
sekali
s.i.d. semel in die
sehari
Sig. or tulis di
signa
S. label
stat. segera statim
supp. supositoria suppositorum
syr. sirup syrupus
tab. tablet tabella
ter die
t.d.s. 3 x sehari
sumendus
18
BUKU PANDUAN KERJA
MANUAL CSL 1
KETERAMPILAN KLINIK
SISTEM HEMATOLOGI
Disusun oleh:
Diedit oleh:
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2019
KETERAMPILAN
ANAMNESIS HEMATOLOGI
PENDAHULUAN
Dalam mendiagnosis seorang pasien, maka pertama yang harus
dilakukan oleh seorang dokter adalah anamnesis. Anamnesis adalah tanya
jawab/komunikasi antara seorang dokter dengan pasien yang bertujuan untuk
mendapatkan keluhan utama, keluhan tambahan, riwayat penyakit
sebelumnya, riwayat pengobatan dan riwayat penyakit keluarga.
Anamnesis penting sebelum pemeriksaan fisik dilakukan dan dapat
membantu pemeriksa di dalam mengarahkan diagnosis penyakit. Begitu
pentingnya anamnesis ini maka kadang-kadang pemeriksaan fisik belum
dilakukan diagnosis sudah dapat diprediksi.
MANFAAT
Anamnesis sistem hematologi dilakukan untuk mendapatkan keluhan utama,
keluhan tambahan yang berhubungan dengan keluhan utama, riwayat
penyakit sebelumnya, riwayat pengobatan dan riwayat penyakit keluarga.
SASARAN PEMBELAJARAN
1. Mahasiswa mampu mempersiapkan pasien dalam rangka anamnesis
2. Mahasiswa mampu melakukan komunikasi/anamnesis dengan pasien
secara lengkap dan benar untuk mendapatkan keluhan utama.
3. Mahasiswa mampu melakukan komunikasi/anamnesis dengan pasien
secara lengkap dan benar untuk mendapatkan keluhan tambahan
yang berhubungan dengan keluhan utama
4. Mahasiswa mampu melakukan komunikasi/anamnesis dengan pasien secara
lengkap dan benar untuk mendapatkan riwayat penyakit sebelumnya.
5. Mahasiswa mampu melakukan komunikasi/anamnesis dengan pasien
secara lengkap dan benar untuk mendapatkan riwayat pengobatan.
6. Mahasiswa mampu melakukan komunikasi/anamnesis dengan pasien
secara lengkap dan benar untuk mendapatkan riwayat penyakit keluarga.
2
DESKRIPSI KEGIATAN
3
PENUNTUN BELAJAR KETERAMPILAN
ANAMNESIS HEMATOLOGI
(digunakan oleh Peserta)
Beri nilai untuk setiap langkah klinik dengan menggunakan kriteria sebagai berikut:
0. Sama sekali tidak menanyakan.
1. Perlu perbaikan: langkah-langkah dilakukan tetapi tidak lengkap.
2. Mampu: Langkah-langkah dilakukan dengan benar dan lengkap.
4
KETERAMPILAN
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK FISIK
PENDAHULUAN
Pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan tubuh untuk menentukan
adanya kelainan-kelainan dari suatu sistem atau suatu organ tubuh dengan
cara inspeksi (melihat), palpasi, perkusi dan auskultasi. Pada umumnya
pemeriksan dilakukan secara berurutan dari inspeksi sampai auskultasi.
Secara khusus pemeriksaan diagnostik fisik hematologi tidak berbeda
jauh dengan sistem lain yaitu secara berurutan (anamnesis-auskultasi). Di
samping anamnesis dan pemeriksaan fisik, maka tes laboratorium sangat
menentukan di dalam menegakkan diagnosis.
MANFAAT
Pemeriksaan diagnostik fisik sistem hematologi dilakukan untuk :
1. Kelengkapan dari rangkaian anamnesis yang dilakukan pada pasien.
2. Mengetahui diagnosis penyakit.
3. Membantu dokter untukmelakukan tindakan selanjutnya.
4. Mengetahui dan perkembangan serta kemajuan terapi.
5. Dipakai sebagai standar pelayanan di dalam memberikan pelayanan
paripurna.
TUJUAN PEMBELAJARAN :
Mahasiswa dapat melakukan pemeriksaan diagnostik fisik hematologi
meliputi inspeksi, palpasi , perkusi dan auskultasi.
SASARAN PEMBELAJARAN
1. Mahasiswa mampu mempersiapkan pasien dalam rangka pemeriksaan fisik
2. Mahasiswa dapat melakukan pemeriksaan inspeksi, palpasi, perkusi
dan auskultasi secara terperinci.
3. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan sesuai prosedur yang ada.
4. Mahasiswa dapat mengenal dan mengetahui pemeriksaan diagnostik
fisik yang normal .
5. Mahasiswa dapat mengenal dan mengetahui tanda-tanda/kelainan
fisik gangguan hematologi.
5
DESKRIPSI KEGIATAN
6
PENUNTUN BELAJAR
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK FISIK HEMATOLOGI
(digunakan oleh Peserta)
Beri nilai untuk setiap langkah klinik dengan menggunakan kriteria sebagai berikut:
0. Sama sekali tidak melakukan.
SKOR/NILAI
No LANGKAH/KEGIATAN 0 1 2
Persiapan Dokter
Mencuci Tangan (Cukup diucapkan lisan)
Persiapan Pasien
Menjelaskan mengenai pemeriksaan fisis yang akan dilakukan, tujuan dan
1 manfaatnya secara ringkas dan sederhana.
Memberikan jaminan pada pasien dan keluarganya tentang kerahasiaan
2 semua informasi yang didapatkan pada pemeriksaan fisis tersebut.
Menjelaskan mengenai hak-hak pasien dan keluarganya, misalnya tentang
3 hak menolak untuk diperiksa.
Meminta persetujuan pasien atau keluarga untuk pemeriksaan fisis (informed
4 consent).
Mempersilahkan pasien berbaring dalam posisi mendatar, kepala disanggah 1
5 bantal.
7
Pemeriksaan Dada Depan
Menekan dengan lembut pada sternum dan kedua klavikula dengan pangkal
telapak tangan dan meminta pada pasien untuk mengatakan jika terdapat
13 nyeri tekan atau tidak.
Pemeriksaan Abdomen
Memeriksa abdomen secara cermat terutama untuk menentukan
14 splenomegali.
Memeriksa abdomen secara cermat terutama untuk menentukan
15 hepatomegali.
Memeriksa abdomen secara cermat terutama untuk menentukan
16 pembesaran kelenjar para-aorta (biasanya pada ALL, CLL, limfoma maligna).
Memeriksa ada tidaknya pembesaran kelenjar inguinal dengan melakukan
17 palpasi.
Pemeriksaan Ekstremitas Superior
Memperhatikan secara cermat apakah ada koilonikia kuku, bekas garukan
18 dan inspeksi lipatan palmaris untuk menunjukkan kepucatan.
Memeriksa denyut nadi pasien. Takikardi (denyut nadi lebih dari 100 kali per
19 menit) dapat ditemukan pada pasien anemia.
Apabila terdapat purpura, memperhatikan luas dan distribusinya (dari peteki
20 sampai ekimosis).
Memeriksa adanya purpura yang teraba, purpura yang teraba menunjukkan
14 vaskulitis sistemik.
15 Memperhatikan apakah ada perdarahan intraartikuler
Pemeriksaan Ekstremitas Inferior
8
Pemeriksa berpindah ke depan pasien. meminta pasien untuk sedikit
mengangkat bahu, lalu pemeriksa meraba fossa supraklavikula dan nodus
23 supraklavikula pada dasar m. sternomastoideus
Pemeriksaan nyeri tekan tulang pada dada belakang; pasien tetap dalam
posisi tegak
Membuat lingkaran imajiner sekitar 2 inchi (5cm) pada daerah lengan yang
32 paling banyak terdapat bintik-bintik peteki.
Interpretasi: bintik peteki lebih dari 20 maka dilaporkan tes Rumple Leede
33 positif.
Lampiran
Cara pemeriksaan Kelenjar getah bening leher
Bila menemukan kelenjar getah bening di leher, perhatikan ukuran, konsistensi, nyeri,
perlekatan. Kelenjar getah bening pada leher dibagi atas 5 daerah penyebaran yaitu:
1. Segitiga submentale dan submandibula
2. Sepertiga atas leher yang mencakup, kelenjar jugularis superior,
kelenjar digastrik dan kelenjar servikal posterior
3. Di antara bifurcatio carotis dan persilangan m. Omohioid dengan m.
Sternokleidomastoideus dan batas posterior m. Sternokleidomastoideus
4. Di daerah jugularis inferior dan supraklavikula
5. Segitiga posterior servikal
9
abdomen sampai sedalam 4-5 cm dari arah kaudal ke kranial di
bawah arcus costa kiri
c. Lakukan penekanan saat pasien melakukan inspirasi
d. Metode Hacket diintepretasikan sebagai berikut:
Kelas 0 tak teraba walau dengan inspirasi normal
Kelas 1 teraba di tepi costa dengan inspirasi dalam
Kelas 2 teraba di bawah costa sampai pertengahan puting
susu dan umbilicus
Kelas 3 teraba sampai garis horizontal umbilicus
Kelas 4 teraba antara umbilicus dan symphisis pubis
Kelas 5 teraba di luar dan di bawah daerah kelas 4
10
Cara pemeriksaan Hepatomegali
1. Posisikan pasien dalam keadaan berbaring dan kedua tekuk kedua lutut.
2. Mulai dengan meraba dan melakukan penekanan dengan menggunakan
bagian pinggir dalam palmar dan jari tangan pada abdomen sampai
sedalam 4-5 cm dari arah kaudal ke kranial di bawah arcus costa kanan
3. Lakukan penekanan saat pasien melakukan inspirasi, dan berikan
penilaian mengenai ukuran, pinggir, konsistensi, nyeri
4. Hepatomegali diintepretasikan dengan mengukur pembesaran hepar
sampai sekian sentimeter dibawah arcus costa kanan
11
PENUNTUN
PRAKTIKUM
HEMATOLOGI
Editor :
dr. Mansyur Arif, Ph.D, Sp.PK(K)
Flebotomi berasal dari Bahasa Yunani yaitu Phlebos : vena, dan Tome:
memotong. Flebotomi Masa Kini, terdiri dari:
1. Tusukan Vena (Venipuncture)
2. Tusukan Kulit (Skin Puncture)
A. Pra Analitik
Alat dan bahan:
- Antiseptik & desinfektan : alkohol 70 %
- Kapas steril
- Plester
- Tourniquet
- Metode semprit: Jarum semprit (21-23 gauge)
Penampung (barrel)
Penghisap (plunger)
Tabung yang telah diisi antikoagulan
- Metode tabung vakum: Jarum khusus (20-22gauge)
holder/adapter
tabung vakum (dengan antikoagulan)
- Antikoagulan: EDTA, heparin, Na. Sitrat, NH4-oksalat
B. Analitik
2. Metode Semprit
a. keluarkan semprit dari plastiknya, pasang jarum, tarik penghisap
untuk memeriksa kelancarannya
b. penusukan vena dilakukan seperti metode vakum
c. lepaskan tourniquet setelah darah mengalir
d. tarik perlahan-lahan pengisap (plunger) dan biarkan semprit terisi darah
e. masukkan darah ke dalam tabung yang telah diisi antikoagulan.
A. Pra Analitik
Alat dan bahan:
- Antiseptik & desinfektan : alkohol 70 %
- Kapas steril
- Lancet steril atau hemolet
- Penampung darah (tabung/ pipa kapiler)
B. Analitik
a. Tangan diletakkan di atas meja dengan posisi telapak menghadap ke atas
b. Pilih bagian yang akan ditusuk dan dibersihkan
c. Pegang jari pasien dengan ibu jari dan telunjuk kita
d. Bagian kulit dibersihkan dengan kapas alkohol 70%
e. Tusukkan lancet pada kulit
f. Buang lancet pada tempat khusus.
g. Tekan bagian yang darahnya keluar (jangan terlalu keras)
h. Seka tetesan darah pertama dengan kapas steril
i. Tampung darah yang keluar ke dalam tabung/pipa kapiler sesuai
permintaan pemeriksaan dengan menempelkan tabung/pipa kapiler
langsung pada bagian kulit dimana darah keluar.
j. Pipa kapiler ditutup dengan clay
k. Bila diperlukan sediaan apus, ambil porsi pertama sebelum tabung antikoagulan: 1
– 2,5 cm pada ujung kaca obyek, diameter tetesan 1 – 2 mm.
Tourniquet
5
Venipuncture Sistem Tabung
Hemolet (Lancet)
A. Pra Analitik
- Persiapan pasien: tidak memerlukan persiapan khusus
- Persiapan sampel: darah kapiler, EDTA, Oksalat
- Prinsip tes: hemoglobin diubah menjadi hematin asam, kemudian warna
yang terjadi dibandingkan secara visual dengan standar dalam alat itu
- Alat dan bahan:
1. Hemolet/lanset
2. Hemoglobinometer (hemometer):
- tabung pengencer
- pipet Hb
- pipet tetes
- selang pengisap
- batang pengaduk
3. HCl 0.1 N
4. Aquades
B. Analitik
1. Masukkan HCl 0.1 N ke dalam tabung pengencer sampai tanda 2
2. Isap darah kapiler dengan pipet Hb sampai tanda 20 ul
3. Hapuslah darah yang melekat pada sebelah luar ujung pipet
4. Segera alirkan darah dari pipet ke dalam dasar tabung pengencer.
Catat waktu /saat darah dicampurkan ke dalam HCl.
5. Isap kembali isi tabung ke dalam pipet kemudian tiupkan kembali isi
pipet ke dalam tabung, lakukan hal ini 2 sampai 3 kali agar sisa-sisa
darah terbilas ke dalam tabung.
6. Tambahkan aquadest, tetes demi tetes, sambil mengaduk isi tabung sampai
diperoleh warna isi tabung sama dengan warna standar yang ada di komparator.
Tepat 3 menit setelah darah tercampur dengan HCl, warna larutan dibaca pada
jarak sepanjang lengan atas dengan latar belakang cahaya matahari, warna
larutan disamakan dengan warna gelas standar. Tinggi larutan sesuai dengan
skala yang menunjukkan kadar Hb dalam g% (lihat pada dasar meniskus).
Laporkan nilainya dalam gr% (=gr/100 ml = gr/dl).
C. Pasca Analitik
- Nilai rujukan:
Perempuan 12 – 16 gr/dl
Laki-laki 14 – 18 gr/dl
Sumber Kesalahan
1. Tidak semua hemoglobin berubah menjadi hematin asam seperti
karboksihemoglobin, methemoglobin dan sulfhemoglobin
2. Cara visual mempunyai kesalahan inheren sebesar 15-30%, sehingga
tidak dapat menghitung indeks eritrosit.
I. Cara Westergren
B. Pra Analitik
1. Persiapan Penderita: tidak memerlukan persiapan khusus
2. Persiapan sampel:
Darah vena dicampur dengan antikoagulan larutan Natrium Sitrat 0,109 M
dengan perbandingan 4 : 1. dapat juga dipakai darah EDTA yang diencerkan
dengan larutan sodium sitrat 0,109 M atau NaCl 0,9% dengan perbandingan 4:1.
3. Prinsip: mengukur kecepatan sendimentasi sel eritrosit di dalam plasma.
Satuannya mm/jam
4. Alat dan bahan: a. Pipet Westergren
a. Rak untuk pipet Westergren
b. Natrium sitrat 0,109 M
C. Analitik
1. Isi pipet Westergren dengan darah yang telah diencerkan sampai garis
tanda 0. Pipet harus bersih dan kering.
2. Letakkan pipet pada rak dan perhatikan supaya posisinya betul-betul tegak
0
lurus pada suhu 18-25 C. Jauhkan dari cahaya matahari dan getaran.
3. Setelah tepat 1 jam, baca hasilnya dalam mm/jam.
D. Pasca Analitik
Nilai rujukan Laki-laki : 0 – 20 mm/jam
Perempuan: 0 – 15 mm/jam
Sumber Kesalahan
1. Kesalahan dalam persiapan penderita, pengambilan dan penyiapan
bahan pemeriksaan (lihat bahan pemeriksaan hematologi).
2. Dalam suhu kamar pemeriksaan harus dilakukan dalam 2 jam pertama, apabila
o
darah EDTA disimpan pada suhu 4 C pemeriksaan dapat ditunda selama 6 jam.
3. Perhatikan agar pengenceran dan pencampuran darah dengan larutan
antikoagulan dikerjakan dengan baik.
4. Mencuci pipa Westergren yang kotor dapat dilakukan dengan cara
membersihkannya dengan air, kemudian alkohol dan terakhir aseton. Cara lain
adalah dengan membersihkan dengan air dan biarkan kering satu malam dalam
posisi vertikal. Tidak dianjurkan memakai larutan bichromat atau deterjen.
O
5. Nilai normal pada umumnya berlaku untuk 18-25 C.
6. Pada pemeriksaan pipet harus diletakkan benar-benar posisi vertikal.
A. Analitik
Membuat pengenceran.
Cara pipet lekosit.
Dengan pipet lekosit darah diisap sampai tanda 0,5 , bila lebih letakkan
ujung pipet pada bahan yang tidak meresap misal plastik, sampai darah tepat
pada tanda 0,5. Bersihkan bagian luar pipet tersebut dari darah dengan
tissue. Kemudian isaplah larutan pengencer sampai tanda 11. (pengencer 1:
20). Peganglah pipet lekosit tersebut sedemikian rupa sehingga kedua ujung
pipet terletak diantara ibu jari dan telunjuk tangan kanan. Homogenkan
selama 3 menit agar semua eritrosit hemolisis
Cara tabung,
Dengan menggunakan clinipet 20 µl, pipet volumetris 0,5 ml
(sistem tabung)
a. Larutan pengencer sebanyak 0,38 ml dimasukkan dengan
menggunakan pipet 0,5 ml ke dalam tabung ukuran 75 x 10 mm
b. Tambahkan 20 µl darah EDTA, darah kapiler ke dalam tabung tersebut
(pengencer 1: 20). Pada waktu mengambil darah EDTA jangan lupa
menghomogenkan darah dengan baik. Sebelum memasukkan 20 µl darah
Penghitungan.
A. Pra Analitik
Persiapan Pasien: tidak memerlukan persiapan
khusus Persiapan Sampel: darah kapiler, EDTA
Prinsip: Darah diencerkan dengan larutan pengencer isotonis agar mencegah
hemolisis eritrosit dan memudahkan menghitung
eritrosit. Alat dan Bahan
Alat:
1. Pipet eritrosit atau clinipet 20 µl, pipet volumetrik 4 ml
2. Tabung ukuran 75 x 10 mm
3. KH Improved Neubauer dan kaca penutup
4. Pipet Pasteur
5. Mikroskop
Bahan/ Reagens
Larutan pengencer dapat digunakan salah satu dari larutan berikut :
a. Larutan hayem
Natrium – sulfat ………………….......... 2,50 g
Natrium – chlorida …………………...... 0,50 g
Merkuri – chlorida …………………...... 0,25 g
Akuades ………………………….......... ad 100ml
Pada keadaan hiperglobulinemia, larutan ini tak dapat dipergunakan karena
akan mengakibatkan presipitasi protein, rouleoux, aglutinasi.
b. Larutan Gower
Natrium – sulfat ………………….......... 12,5 g
Asam asetat glasial ………………. ........ 33,3 ml
Akuades ………………………….......... ad 200 ml
Larutan ini mencegah aglutinasi dan rouleoux sel-sel erirosit
c. Larutan Formal Sitrat.
d. Formalin 40 % ……………………. 10 ml
Larutan sodium sitrat 0,109 M ….... 1000 ml
Larutan ini mudah dibuat dan tidak berubah dalam jangka lama.
Bentuk diskoid eritrosit tetap dipertahankan dan tidak menyebabkan
terjadinya aglutinasi
Analitik
A. Membuat pengenceran.
1. Cara pipet
Dengan pipet eritrosit, pipetlah darah sampai tanda 0,5 serta encerkan
dengan larutan pengencer sampai tanda 101 ( pengencer 1 : 200 ).
Homogenkan selama 3 menit.
D. Perhitungan.
Jumlah eritrosit yang dihutung
Jumlah eritrosit = x faktor
pengenceran Volume yang dihitung (ml)
A. Pra Analitik
1. Persiapan pasien: tidak memerlukan persiapan khusus
2. Persiapan sampel: darah kapiler atau EDTA
3. Prinsip
Darah diencerkan dengan larutan pengencer (ammonium oksalat 1 %)
sehingga semua eritrosit dihemolisis.
Jika menggunakan Rees ecker trombosit akan tercat biru muda, karena
larutan pengencer mengandung brilliart cresyl blue. Trombosit dihitung
dengan KH dibawah mikroskop. Hasilnya diperiksa ulang dengan
sediaan apus yang diwarnai dengan MGG.
4. Alat dan
bahan Alat:
- Pipet eritrosit atau clinipet 20 ml dengan pipet volumetrik 2 ml
- Tabung ukuran 75 x 10 m
- Kamar hitung improved Neubauer dan kaca penutup
- Pipet pasteur
- Cawan petri + kertas saring (kapas) basah
- Mikroskop
Reagen:
Larutan pengencer dapat menggunakan salah satu dari larutan berikut
1. Rees ecker
Natrium – sitrat ……………………........ 3,8 g atau ( 3,8 g)
Brilliant cresyl blue ………………......... 0,1 g ( 30 mg )
Farmaldehid 40 % …………………........ 0,2 ml ( 2 ml )
Akuades …………………………........... 100 ml (ad 100 ml )
Saringlah sebelum digunakan.
0
2. Ammonium Oksalat 1 % ( 4 C )
Simpan dalam lemari es dan saringlah sebelum digunakan.
B. Analitik.
Cara Langsung.
A. Membuat Pengenceran
1. Cara pipet
Dengan pipet eritrosit darah diisap sampai tanda 1 dan encerkan
dengan larutan pengencer sampai tanda 101 ( pengenceran 1 : 100
). Mulai saat ini trombosit harus dihitung dalam waktu 30 menit agar
tidak terjadi disintegrasi sel-sel trombosit. Homogenkan selama 3-5
menit jika menggunakan Rees Ecker dan selama 10-15 menit jika
menggunakan ammonium oksalat 1% ( dapat digunakan rotator )
D. Perhitungan
jumlah trombosit yang dihitung
Jumlah trombosit = x faktor
pengenceran volume yang dihitung
Bila jumlah trombosit dalam bidang besar di tengah adalah N maka :
Jumlah trombosit = N x100
0,1 l
9
= 1000 N / µl atau N x 10 / L
C. Pasca Analitik
- Nilai rujukan :
Laki-laki = Perempuan = 150.000 – 400.000 / ul
1 mm
1 2
A B
5
1/5 E
D C
4 3
2. Analitik.
Kesalahan Teknik :
1. Volume darah, volume reagensia tidak tepat
2. Tidak terjadi percampuran yang homogen waktu darah diencerkan
dengan larutan pengencer.
3. Mengisi KH secara tidak benar.
Kesalahan Iheren :
Kesalahan ini disebabkan jumlah sel yang dihitung dari KH terlalu sedikit.
Sebaiknya jumlah sel yang dihitung minimal 100 untuk hitung lekosit dan
200 untuk hitung eritrosit.
Kesalahan cara manual eritrosit 20% (11-30%), lekosit 15%, trombosit 15-25%.
3. Pasca Analitik
Kesalahan pada tahap ini sifatnya kesalahan administrasi.
A. Pra Analitik
Prinsip tes:
Prinsip sediaan apus: dibuat apusan darah pada kaca objek.
Prinsip pewarnaan didasarkan pada sifat kimiawi dalam sel. Zat warna yang
bersifat asam akan bereaksi dengan komponen sel yang bersifat alkalis,
demikian pula sebaliknya. Pewarnaan sediaan apus menggunakan prinsip
Romanosky yaitu menggunakan dua zat warna yang berbeda yang terdiri dari
Azure B (trimethylthionin)yang bersifat basa dan eosin Y
(tetrabromoflourescein) yang bersifat asam seperti yang dianjurkan oleh The
International Council for Standardization in Hematology, dan pewarnaan yang
dianjurkan adalah Wright-Giemsa dan May Grunwald-Giemsa (MGG).
Alat dan
bahan Alat:
a. Kaca Objek 25x75 mm
b. Batang gelas
c. Rak kaca objek
d. Pipet Pasteur
Bahan/reagen :
1. Metanol absolut dengan kadar air kurang dari 4%, disimpan dalam botol
yang tertutup rapat untuk mencegah masuknya uap air dari udara .
2. Zat warna Wright
Zat warna Wright ………….. 1 gr
Methanol absolut …………….600 ml
Penambahan alkohol sedikit demi sedikit, sambil dikocok dengan
baik dengan bantuan 10–20 butir gelas. Tutup rapat untuk mencegah
penguapan dan disimpan ditempat yang gelap selama 2 – 3 mg,
dengan sering-sering dikocok, saring sebelum dipakai.
3. Larutan dapar pH 6,4
Na2HPO4 2,56 g
KH2PO4 6,63 g
Air suling 1 L
B. Analitik
I. Pewarnaan Wright
1. Letakkan sediaan apus pada dua batang gelas
2. Fiksasi sediaan apus dengan metanol absolut 2 – 3 menit.
3. Genangi sediaan apus dengan zat warna Wright biarkan 3 – 5 menit.
4. Tambahkan larutan dapar tercampur rata dengan zat warna. Biarkan
selama 5 – 10 menit.
5. Bilas dengan air ledeng, mula-mula dengan aliran lambat kemudian lebih
kuat dengan tujuan menghilangkan semua kelebihan zat warna. Letakkan
sediaan hapus dalam rak dalam posisi tegak dan biarkan mengering.
II. Pewarnaan Giemsa
1. Letakkan sediaan apus pada dua batang gelas di atas bak tempat pewarnaan.
2. Fiksasi sediaan apus dengan metanol absolut 2 – 3 menit.
3. Genangi sediaan apus dengan zat warna Giemsa yang baru
diencerkan. Larutan Giemsa yang dipakai adalah 5%, diencerkan
dulu dengan larutan dapar. Biarkan selama 20 – 30 menit.
4. Bilas dengan air ledeng, mula-mula dengan aliran lambat kemudian lebih
kuat dengan tujuan menghilangkan semua kelebihan zat warna. Letakkan
sediaan hapus dalam rak dalam posisi tegak dan biarkan mengering.
Sumber Kesalahan
1. Kesalahan dalam persiapan penderita, pengambilan dan penyimpanan
bahan pemeriksaan
2. Sediaan apus terlalu biru memungkinkan disebabkan oleh apusan yang
terlampau tebal, pewarnaan terlalu lama, kurang pencucian, zat warna
atau larutan dapar yang alkalis.
3. Sediaan apus terlalu merah mungkin disebabkan oleh sat warna sediaan
atau larutan dapar yang asam. Larutan dapar yang terlalu asam dapat
menyebabkan lekosit hancur.
4. Bercak-bercak zat warna pada sediaan apus dapat disebabkan oleh zat
warna tidak disaring sebelum dipakai atau pewarnaan terlalu lama
sehingga zat warna mengering pada sedian.
5. Morfologi sel yang terbaik adalah bila menggunakan darah tepi langsung
tanpa anti koagulan. Bila menggunakan anti koagulan sediaan apus
harus dibuat segera, tidak lebih dari satu jam setelah pengambilan
darah. Penggunaan antikogulan heparin akan menyebabkan latar
belakang berwarna biru dan lekosit menggumpal
6. Sediaan hapus yang tidak rata dapat disebabkan oleh kaca pengapus
yang tidak bersih atau pinggirannya tidak rata atau oleh kaca objek yang
berdebu, berlemak atau bersidik jari.
7. Fiksasi yang tidak baik menyebabkan perubahan morfologi dan warna sediaan.
Ini mungkin terjadi apabila fiksasi dilakukan menggunakan methanol yang tidak
absolut karena telah menyerap uap air akibat penyimpanan yang tidak baik.
8. Fiksasi yang tidak dilakukan segera setelah sediaan apus kering dapat
mengakibatkan perubahan morfologi lekosit.
Nilai Rujukan:
Evaluasi Eritrosit
Yang perlu diperhatikan dalam mengevaluasi eritrosit adalah morfologi,
perhatikan:
Evaluasi Lekosit
Lekosit adalah sel berinti. Dalam darah tepi yang paling banyak ditemukan adalah
sel polimorfonuklear netrofil (PMN). Jenis lekosit yang normal yang ditemukan dalam
darah tepi adalah eosinofil (1% - 3%), bisafil (0-1%), netrofil batang (2%-6%), netrofil
segmen atau sel PMN (50%-70%), limfosit (20%-40%) dan monosit (2%-8%). Dalam
keadaan normal diperkirakan terdapat 1 lekosit per 500 eritrosit
Evaluasi Trombosit
Diameter trombosit adalah 1-3 µm, tidak berinti, mempunyai granula dan
bentuknya reguler. Perkiraan jumlah trombosit dalam keadaan normal
diperkirakan terdapat 1 trombosit per 15 – 20 eritrosit atau 5 – 15 per
lapangan pandang imersie
C. Pasca Analitik
Evaluasi Eritrosit
Dengan pemeriksaan ini dapat ditemukan berdasarkan morfologi yakni
- Anemia Mikrositik Hipokrom misalnya pada penderita defisiensi Fe.
- Anemia Normositik Normokrom misalnya pada pendarahan akut.
- Anemia Mikrositik misalnya pada defisiensi Vit. B12 dan asam folat.
Bentuk eritrosit hemolisis :
- Morfologi secara umum adalah polikromatofilik, makrosit, dan sel eritrosit
berinti. Bentuk morfologi khusus bervariasi tergantung etiologi kerusakan
eritrosit:
Akantosit pada abetalipoproteinemia, sirosis, uremia, Haemolytic
Uremic Syndrome (HUS), anemia hemolitik.
Ekinosit pada abetalipoproteinemia, sirosis, uremia HUS,
Sel Target pada Hb C atau E, penyakit hati, ikterus obstruktif,
talasemia, pasca splenektomi.
Sel tetes Air Mata pada mielofibrosis, talasemia, anemia hemolitik,
mieloftisis.
Sickle Cell pada sickle cell anemia.
Sferosit pada hemolisis didapat maupun
herediter. Ovalosit pada ovalositosis herediter.
Sistosit pada talasemia, anemia hemolitik, mikroangiopati.
Evaluasi Lekosit
Pada APK ditemukan tanda infeksi seperti persentase jumlah netrofil, limfosis
meningkat, hipersegmentasi, granulasitoksis, dan vakuolisasi sitoplasma.
Evaluasi Trombosit
Trombositosis dapat ditemukan pada :
Mieloproliferatif, pendarahan akut, infeksi, penyakit inflamasi, Hodgkin,
trombosis vena, post splenektomi.
Trombositopenia dapat ditemukan pada :
radiasi eritroleukimia, anemia megaloblastik, giant hemangioma,Thrombotic Purpura
(TTP), Disseminated Intravasucular Coagulation (DIC), purpura
trombositopenia karena obat, pasca tranfusi, SLE, Immunologic,
Thrombocytopenia Purpura (ITP) Trombosit besar dapat ditemukan pada:
May Hegglin anomaly, Sindroma Mielodisplasia, AML.
1. Cara otomatis
1. Berdasarkan ukuran sel
Dibedakan menurut ukuran sel limfosit dan mielosit setelah dilisiskan
dengan saponin.
Lekosit dikelompokkan dengan 3 kelompok .
Sel kecil : 30 – 60 fl (limfosit)
Sel sedang : 61 – 150 fl (monosit, eosinofil, basofil)
Sel besar : > 150 fl (netrofil, mielosit, metamielosit, limfosit besar)
Di BLK Makassar dengan alat sel Dyn 1600, lekosit dikelompokkan
menjadi 2, yaitu PMN dan Limfosit.
2. Flow Cytometri
Sel lekosit diwarnai dan dikelompokkan menjadi netrofil, eosinofil, basofil,
monosit, limfosit. Jika ada sel-sel muda, alat akan memberikan tanda yang harus
dikonfirmasikan dengan sediaan apus darah (Technicon). Alat yang
menggunakan prinsip flow-cytometri dalam waktu 1 menit dapat menghitung
10.000 sel dengan presisi yang tinggi dan dalam waktu yang singkat .
3. Pattern Recognation
Adaptasi dari hitungan jenis visual dengan menggunakan mikroskop yang
dilengkapi dengan photosensor dan komputer. Gambaran sel yang ditemukan:
ukuran, bentuk, granula, rasio inti dengan sitoplasma dll dibandingkan dengan
gambaran sel yang tersimpan di memori komputer. Alat dengan prinsip ini (Heitz
Hematrat, Hitachi 8200 ) dalam waktu 2 – 6 menit mampu menghitung 500 sel.
2. Cara visual
Hitung jenis lekosit biasanya dilakukan pada sediaan apus yang dibuat pada
kaca objek dengan pewarnaan tertentu. Sediaan apus yang dibuat dan dipulas
dengan baik merupakan mutlak untuk mendapatkan hasil pemeriksaan yang baik
Cara Pemeriksaan:
1. Sediaan apus diletakkan di mikroskop
2. Diperiksa dengan pembesaran lemah (lensa obyektif 10x dan lensa okuler
10x) untuk mendapatkan gambaran menyeluruh.
3. Pada daerah yang eritrositnya saling berdekatan adalah daerah yang paling baik
untuk melakukan hitungan jenis lekosit. Dengan pembesaran sedang (lensa
obyektif 40x dan lensa okuler 10x) dilakukan hitung jenis lekosit. Bila diperlukan
Dalam keadaan normal lekosit yang dapat dijumpai menurut ukuran yang
telah dibakukan adalah Basofil, Eosinofil, Netrofil batang, dan Netrofil segmen,
Limfosit, Monosit. Keenam jenis sel tersebut berbeda dalam ukuran, bentuk,
inti, warna sitoplasma serta granula di dalamnya. Proporsi jumlah masing-
masing jenis lekosit tersebut dapat mempunyai arti klinik yang penting.
Basofil.
Sel ini tidak selalu dapat dijumpai, bentuk dan ukurannya menyerupai neutrofil,
sitoplasmanya mengandung granula bulat besar tidak sama besar, berwarna biru
tua, granula dapat menutupi inti. Kadang-kadang dapat dijumpai adanya vakuol
kecil di sitoplasma.
Eosinofil
Bentuk dan ukurannya sama dengan netrofil, akan tetapi sitoplasmanya dipenuhi
oleh granula yang besar, bulat, ukurannya sama besar dan berwarna kemerahan
Neutrofil
Berukuran lebih besar dari limfosit kecil, berbentuk bulat dengan sitoplasma yang
banyak agak kemerahan. Inti berwarna ungu, berbentuk batang atau segmen.
Dikatakan berbentuk batang apabila lekukan inti melebihi setengah diameter inti;
berbentuk segmen bila inti terbagi menjadi beberapa bagian yang saling
dihubungkan dengan benang kromatin. Sitoplasma bergranula warna keunguan .
Limfosit
Dikenal beberapa macam limfosit yang antara lain limfosit kecil dan limfosit besar.
Limfosit kecil berukuran 8-10 um , berbentuk bulat, berinti kira-kira sebesar
ukuran eritrosit normal, inti limfosit mengisi sebagian besar dari ukuran sel
dengan kromatin yang padat bergumpal berwarna biru ungu tua, dan
sitoplasmanya tidak mengandung granula.
Monosit
Merupakan sel yang paling besar dibandingkan yang lain, berukuran 14 – 20 um,
berbentuk tak beraturan, mempunyai inti yang bentuknya macam-macam,
umumnya berbentuk seperti ginjal berwarna biru ungu dengan kromatin seperti
girus otak. Sitoplasma berwarna keabu-abuan, mengandung granula halus
kemerahan dan kadang – kadang bervakuol. Dibawah ini adalah morfologi
lekosit normal yang dapat dijumpai pada sediaan apus darah
a. Eritrosit b. Trombosit
Limfosit Monosit Basofil
Selain sel-sel di atas, pada keadaan abnormal mungkin pula dijumpai sel muda. Pada
keadaan demikian, urutan hitung jenis lekosit harus disusun menurut urutan maturasi
seri granulosit, yaitu mieloblast, promielosit, mielosit, metamielosit, batang, segmen,
basofil, eosinofil, limfosit, dan monosit. Perlu diingat bahwa kebenaran perhitungan jenis
sel dipengaruhi oleh jumlah sel yang dihitung, yang mengikuti hukum distribusi Poisson.
Makin banyak lekosit yang dihitung, makin kecil kesalahan yang terjadi.
Hasil hitung jenis berdasarkan 100 sel sebenarnya hanya bermakna jika dalam
keadaan normal, yaiitu normal jumlah lekosit dan normal morfologinya. Pada
keadaan lekositosis jumlah lekosit yang dihitung harus lebih banyak; pada
lekositosis antara 10.000 – 20.000 hitung jenis berdasarkan 200 sel, lekositosis
antara 20.000 – 50.000 hitung jenis berdasarkan pada 300 sel dan lekositosis
lebih dari 50.000 hitung jenis didasarkan pada 400 sel.
Untuk melakukan hitung jenis, sediaan digerakkan sedemikian rupa satu
lapangan pandangan tidak dinilai lebih satu kali. Catatlah semua jenis lekosit
yang dijumpai, seperti terlihat pada gambar 1, gunakan alat differential cell
counter, apabila tidak tersedia buatlah kolom-kolom seperti gambar .
Bila alat differential cell counter tidak tersedia buatlah kolom-kolom berikut:
Interpretasi
Pada berbagai keadaan klinik dapat terjadi kelainan jumlah pada masing-masing
jenis lekosit, baik berupa peninggian jumlah atau penurunan jumlah nilai dari normalnya.
Peninggian jumlah jenis lekosit dapat disertai atau tanpa disertai peninggian jumlah
lekosit secara keseluruhan. Peninggian yang relatif adalah peninggian jumlah suatu
jenis lekosit tanpa disertai kenaikan jumlah lekosit secara keseluruhan .
Sebab-sebab neutropenia
NEUTROPENIA SELEKTIF
Karena obat ( drug-incuded)
Obat anti-radang (aminopirin, fenilbutazon)
Obat anti bakteri ( khloramfenikol, ko-
trimoksazol) Antikonvulsi (fenitoin)
Obat hipoglikemik ( tolbutamid)
Fenotiazin (khlorpromazin, prometazin)
Macam-macam (mepakrin, fenindion dan banyak
lainnya) Anti tiroid (karbimazol)
Benigna (ras atau
familia) Siklikal
Macam-macam
Infeksi virus, misalnya hepatitis, influenza
Infeksi bakteri ganas (fulminant), misalnya tifus abdominalis, tuberkulosis
milier Hipersensitivitas dan anafilaksis
Neutropenia otoimun
Sindroma Felty
Systemic lupus erythematosis
Eosinofilia
9
Peningkatan eosinofilia darah di atas 0,4 x 10 /L terjadi pada:
1. Penyakit alergi teristimewa hipersensitivitas jenis atopik, misalnya asma
bronchial, “hay fever”, urtikaria dan alergi terhadap makanan.
2. Penyakit parasit, misalnya, amubiasis, cacing tambang, askariasis,
infestasi, cacing pita, filariasis, skistosomiasis dan trikinosis
3. Pemulihan dari infeksi akut
4. Penyakit kulit tertentu, misalnya psoriasis, pemfigus dan dermatitis herpetiformis
5. Eosinopilia pulmoner dan sindroma hipereosinofilik
6. Sensitivitas terhadap obat
7. Poliarteritisnodosa
8. Penyakit Hodgkin dan beberapa tumor lain
9. Leukemia eosinofilik ( jarang )
Eosinopenia
1. Pemberian hormon / obat (kortikosteroid, adrenalin, efedrin, insulin)
2. Stress: emosi, operasi, trauma, dingin
3. Cushing Syndrom
Basofilia
9
Peningkatan basofil darah diatas 0,1 x 10 /L tidak umum. Penyebab
biasa adalah kelainan mieloproliferatif seperti leukemia granulositik kronis atau
polisitemia vera. Peningkatan basofil reaktif kadang-kadang terlihat pada
myxedema, selama infeksi cacar atau cacar air, dan pada kolitis ulserativa.
Basofilopenia
1. Alergi
2. Hipertiroidisme
3. Infark miokard
4. Terapi kortikosteroid
5. Jangka panjang
6. Cushing‟s Syndrom
Limfopenia
Limfopenia tidak umum, dapat tidak terjadi pada kegagalan sumsum
tulang berat, dengan terapi kortikosteroid dan imunosupresif lain, pada penyakit
Hodgkin dan dengan penyinaran luas.
Monositosis
1. Infeksi bakteri kronis: tuberkulosis, bruselosis, endokarditis bakterialis,
tifus abdominalis.
2. Penyakit protozoa
3. Neutropenia kronis
4. Penyakit Hodgkin
5. Leukemia mielomonositik dan monositik
Cara Mikro
A. Pra Analitik
1. Persiapan pasien: tidak memerlukan persiapan khusus
2. Persiapan sampel:
Darah EDTA dengan kadar 1 mg Na 2EDTA / K2EDTA untuk 1 ml darah
atau darah heparin dengan kadar heparin 15-20 IU /ml. Pemeriksaan tidak
0
boleh ditunda lebih dari 6 jam, bila disimpan pada suhu 4 C.
3. Prinsip:
Darah yang disentrifus sel-sel eritrositnya akan dimampatkan. Tingginya
kolom eritrosit diukur dinyatakan dalam % dari darah tersebut
4. Alat dan bahan
a. Tabung kapiler hematokrit ukuran 75 mm. Diameter 1 mm. Ada
yang berisi heparin (khusus untuk darh kapiler). Dan ada yang tidak
berisi antikoagulan (untuk darah antikoagulan mis. Darah EDTA)
b. Dempul untuk menutup salah satu ujung tabung hematokrit
c. Alat sentrifus khusus untuk mikrohematokrit yang berkapasitas
putar 11.500-15.000 ppm
d. Reader/Alat baca mikro-hematokrit
B. Analitik
a. Isilah pipet kapiler dengan darah yang langsung mengalir (darah kapiler)
atau darah dengan antikoagulan
b. Salah satu dari ujung pipet disumbat dengan dempul.
c. Tabung kapiler dimasukkan kedalam alat mikro sentrifuge dengan bagian
yang disumbat mengarah keluar.
d. Tabung kapiler dipusingkan selama 5 menit dengan kecepatan 16.000 rpm
e. Hematokrit dibaca dengan memakai alat baca yang telah tersedia
f. Bila nilai hematokrit melebihi 50 %, pemusingan ditambah 5 menit lagi.
Cara Makro
A. Pra Analitik
1. Persiapan Pasien: tidak memerlukan persiapan khusus
2. Persiapan sampel: darah EDTA, darah heparin
3. Prinsip: darah antikoagulansia disentrifus, perbandingan volume sel-sel
eritrosit terhadap volume spesimen darah dinyatakan dalam %
4. Alat dan bahan:
a. Tabung Wintrobe dengan diameter 2.5 – 3.0 mm panjang 110 mm dan
berskala 0-100 mm dengan skala terkecil 1 mm. Volumenya 1 ml darah
b. Alat sentrifus
B. Analitik
1. Darah dicampur dengan seksama sehingga homogen.
2. Dengan menggunakan pipet Pasteur atau pipet Wintrobe darah dimasukkan
ke dalam tabung Wintrobe hingga mencapai garis tanda 100, mulai dari dasar
tabung dan hindari terjadinya gelembung udara di dalam tabung.
C. Pasca Analitik
Nilai rujukan Laki-laki : 42% – 52 %
Perempuan: 36% – 46%
Indeks eritrosit adalah batasan untuk ukuran dan isi hemoglobin eritriosit.
Indeks eritrosit terdiri atas Mean Corpuscular Volume (MCV), Mean Corpuscular
Hemoglobin (MCH), dan Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC).
Indeks tersebut dihitung dari hasil pemeriksaan hitung eritrosit, kadar
hemoglobin dan nilai hemaktorit.
Indeks eritrosit digunakan secara luas dalam mengklasifikasikan anemia
atau sebagai penunjang dalam membedakan berbagai macam anemia. Bila
dipergunakan bersama dengan pemeriksaan eritrosit dalam sediaan apus maka
gambaran morfologi eritrosit menjadi lebih jelas.
Hemaglobin
MCH = HER = x10 …… (uug) /pikogram/pg
Jumlah eritrosit dalam juta
Hemaglobin
MCHC = KHER = x 100 … (%)
Hematokrit
Nilai Rujukan :
MCV = 82 – 92 fl
MCH = 27 – 32 pg
MCHC = 32 – 37 %
MCV 82 – 92 = normositik
<82 = mikrositik
>92 = makrositik
A. Pra Analitik
1. Persiapan pasien
2. Persiapan sampel
3. Prinsip :
Darah dicampur dengan larutan, Brilliant Crecyl Blue atau larutan New
Methylene Blue, lalu dibuat sediaan. Dan jumlah retikulositnya dihitung dibawah
mikroskop. Jumlah retikulosit dihitung per 1000 eritrosit dan dinyatakan dalam %
4. Alat dan bahan
1. Tabung reaksi kecil
2. Kaca obyek dan kaca penggeser
3. Pipet Pasteur
4. Penangas air
5. Mikroskop.
REAGENS
Brilliant Cresyl Blue atau
New Methylene Blue (Colour Index 52030) ................. 1g
Larutan sitrat salin ........................................................ 100 ml
Larutan sitrat salin dibuat dengan mencampur :
1 bagian natrium sitrat 30 g/l
4 bagian larutan Na Cl 9,0 g/l
B. Analitik
I. SEDIAAN KERING
1. Kedalam tabung reaksi kecil teteskan 3 tetes larutan Brilliant Cresyl
Blue atau New Methylene Blue.
2. Tambahkan 3 tetes darah, campurkan baik-baik dan biarkan pada
suhu ruangan selama 15 menit agar pewarnaan sempurna.
Cara yang lain :
Setelah ditambahakan 3 tetes darah, campurkan baik-baik, tabung
ditutup dengan parafilm dan diinkubasi pada 37 c selam 30-60 menit.
3. Setelah inkubasi, tabung dihomogenkan lagi dan ambil 1 tetes untuk membuat
sediaan apus. Keringkan di udara dan diperiksa di bawah mikroskop.
Jika didapatkan jumlah retikulosit yang tinggi atau disertai dengan nilai
hematokrit rendah maka dilakukan koreksi terhadap nilai retikulosit.
Nilai koreksi ini disebut indeks retikulosit (Reticulocyte Production Indeks)
Sumber kesalahan
1. Volume darah yang digunakan tidak sesuai dengan volume zat warna
2. Zat warna tidak disaring akan mengendap di eritrosit sehingga tampak
seperti retikulosit
3. Waktu inkubasi campuran darah dan zat warna kurang lama
4. Tidak menghomogenkan campuran zat warna dengan darah sebelum
membuat sediaan apus
Retikulosit mempunyai berat jenis yang lebih rendah dari eritrosit
sehingga berada dibagian atas dari campuran.
5. Menghitung di daerah yang terlalu padat
6. Jumlah eritrosit yang dihitung tidak mencapai 1000.
A. Pra Analitik
1. Persiapan pasien : Catat daftar obat yang sedang dikonsumsi pasien.
Obat yang dapat mempengaruhi tes ini adalah : penisilin, sefalosporin,
antihipertensi dan lain-lain
2. Persiapan sampel : hindari sampel hemolisis, sampel darah dengan antikoagulan
natrium sitrat 3,8%. Tes sebaiknya dilakukan selambatnya 2 jam.
3. Prinsip : Penambahan serum Coomb‟s (serum hewan yang
mengandung antibodi spesifik terhadap globulin manusia) pada
eritrosit yang tersensitisasi / eritrosit yang terbungkus dengan
imunoglobulin atau komplemen akan menimbulkan suatu aglutinasi
4. Alat dan bahan :
Alat : Tabung reaksi
Pipet tetes
Sentrifus
Inkubator
Kaca obyek dan kaca penggeser
Bahan : Darah sitrat (1:9)
Larutan NaCl fisiologis (0,9%)
Reagen Coomb‟s
B. Analitik
1. Sebanyak 0,5 ml darah yang diperiksa dimasukkan ke dalam tabung reaksi
2. Lakukan pencucian eritrosit 4 kali berturut-turut dengan setiap kali
dilakukan sentrifus kemudia plasma dibuang
3. Buatlah suspensi eritrosit yang tertinggal dalam tabung setelah
sentrifus terakhir dengan menambah sekian banyak NaCl fisiologis
sampai suspensi eritrosit mempunyai nilai hematokrit 2%
4. Ke dalam tabung 75 x 10 mm, masukkan 1 tetes suspensi tadi
kemudian tambahkan dengan 2 tetes reagen Coomb‟s
O
5. Campur kemudian inkubasikan pada suhu 37 C selama 30-50 menit
6. Kocok dengan hati-hati tabung tersebut lihat adanya aglutinasi,
konfirmasikan dengan menggunakan mikroskop
7. Jika hasilnya negatif lakukan sentrifus kembali dengan 1000 rpm
selama 1 menit
8. Periksa kembali adanya aglutinasi seperti langkah 6
9. Bandingkan hasil tes dengan kontrol positif dan kontrol negatif
A. Pra Analitik
1. Persiapan penderita: tidak memerlukan persiapan khusus
2. Persiapan sampel:
Suspensi eritrosit yanq akan diperiksa dari darah utuh atau darah EDTA
atau darah antikoagulan lainnya yang dicuci dalam saline 0.85 % 3x, lalu
eritrosit yang telah dicuci tambah 0.3 ml saline = suspensi 50 % atau dari
serum yang akan diperiksa.
3. Prinsip:
Reaksi antigen-antibodi, suspensi eritrosit direaksikan dengan macam-
macam antibodi yang telah diketahui, golongan darah sesuai dengan antigen
yanq terkandung dalam eritrosit (dimana terjadi aglutinasi) . Bila antigen ada
dalam eritrosit seseorang maka serumnya tidak mengandung antibodinya
Ada 2 cara : a) menggunakan antiserum yang telah diketahui serta sel eritrosit
yang diperiksa.
b) menggunakan sel-sel eritrosit golongan Al dan B serta serum
yang diperiksa.
B. Analitik
Cara Kerja :
Ada 2 metode
1 . Metode kaca objek :
Buatlah suspensi eritrosit yang akan diperiksa/donor/ resipien sebagai
berikut: ke dalam tabung reaksi masukkan 3 tetes darah, tambahkan saline
secukupnya, tutup dengan parafilm/plastik dan campur dengan membolak-
balikkan tabung 3x : kemudian sentrifus dengan 1.000 ppm selama 1 menit
dan buanglah cairan supernatannya. Ulangilah 3 kali, sesudah itu encerkan
dengan saline sebanyak 27 tetes, sehingga didapat suspensi eritrosit 10 %.
2. Pada sebuah kaca obyek teteskan 1 tetes serum anti-A disebelah kiri, tetes
serum, anti-B ditengah dan 1 tetes serum anti-AB disebelah kanan. Pada
kaca obyek yang lain teteskan 1 tetes serum anti-D disebelah kiri dan 1
tetes serum yang akan diperiksa sebagai kontrol disebelah kanan.
3. Pada masing-masing serum teteskan 2 tetes suspensi eritrosit, campurkan
dengan cara goyangkan ke depan dan ke belakang, sambil diamati
aglutinasi yang akan terjadi. Pengamatan dilakukan dalam waktu 2 menit
setelah percampuran serum dan suspensi eritrosit.
Serum kontrol tidak terjadi aglutinasi, bila terjadi aglutinasi dan tidak ada
kesalahan maka kemungkinan mempunyai antibodi (aglutinin) dingin/panas,
perlu pemeriksaan lebih lanjut.
Sumber kesalahan
1. Masing-masing serum tidak boleh tercemar oleh serum yang lain.
2. Suspensi eritrosit juga tidak boleh tercemar oleh panel sel.
3. Kalau hasil pengamatan aglutinasi meragukan, maka dapat diamati
dibawah mikroskop (Hati-hati jangan sampai keliru dengan reauleoux).
BLEEDING TIME
(Masa Perdarahan)
B. Analitik
Cara kerja : 1. Bersihkan daun telinga dengan kapas alkohol , biarkan mengering.
2. Buat luka dengan disposable lanset steril panjang 2 mm dalam 3
mm. sebagai pegangan pakailah kaca objek dibalik daun telinga
dan tepat pada saat darah keluar jalankan stop watch.
3. Setiap 30 detik darah yang keluar diisap dengan kertas
saring bulat tetapi jangan sampai menyentuh luka
4. Bila perdarahan berhenti , hentikan stop watch dan catatlah
waktu perdarahan
C. Pasca Analitik
Nilai rujuk : 1 – 3 menit
2. METODE IVY
A. Pra Analitik
C. Pasca Analitik
.Nilai rujuk : 1 – 7 menit
Tes masa masa pembekuan menurut Lee - White merupakan tes yang
paling tua yang paling dan kurang ketelitiannya . Tes ini mengukur waktu yang
diperlukan oleh darah lengkap untuk membeku di dalam tabung..
Metode Lee - White menggunakan 4 tabung masing - masing terisi 1 ml darah
0
lengkap, diinkubasi dalam suhu 37 C. Tabung perlahan - lahan dimiringkan setiap 30
detik supaya darah bersentuhan dengan dinding tabung sekaligus melihat sudah
0
terjadinya pembekuan. Darah normal membeku 4 - 10 menit dalam suhu 37 C.
Defisiensi faktor pembekuan dari ringan sampai sedang belum dapat
dideteksi dengan metode ini, defisiensi faktor pembekuan yang berat baru
dapat.dideteksi. Heparin memperpanjang masa pembekuan sehingga dapat
digunakan untuk memantau terapi dengan heparin..
.
B. Pra Analitik
1. Persiapan pasien: tidak memerlukan persiapan khusus
2. Persiapan sampel: darah vena
3. Prinsip:
Diambil darah vena dan dimasukkan kedalam tabung kemudian
dibiarkan membeku . Selang waktu dari saat pengambilan darah
sampai saat darah membeku dicatat sebagai masa pembekuan
4. Alat dan bahan
- Tabung reaksi 10 X 100 mm = 4 buah
- Stop watch
- Water bath
C. Analitik
Cara kerja :
0
1. Tempatkan ke 4 tabung reaksi ke dalam water bath (37 C)
2. Ambil darah vena 4 ml, segera jalankan stop watch pada saat darah
tampak di dalam jarum . Tuangkan 1 ml kedalam setiap tabung.
3. Setelah 3 menit mulailah mengamati tabung 1 . Angkat tabung keluar dari
water bath dalam posisi tegak lurus, lalu miringkan, perhatikan apakah
darah masih bergerak atau tidak ( membeku ). Lakukan hal ini pada
tabung 1 setiap selang waktu 30 detik sampai terlihat darah dalam tabung
sudah tidak bergerak ( darah sudah membeku ).
4. Catat selang waktu dari saat pengambilan darah sampai darah membeku
sebagai masa pembekuan.
Rumus : Rata - rata dari tabung 2,3,dan 4, hasil dibulatkan 0,5 menit.
2 3 4
: waktu
3
C. Pasca Analitik
o
Nilai rujukan : 4 – 10 menit (37 C)
A. Pra Analitik
1. Persiapan pasien: tidak memerlukan persiapan khusus
2. Prinsip:
Terhadap kapiler diciptakan suasana anoksia dengan jalan
membendung aliran darah vena. Terhadap anoksia dan penambahan
tekanan internal akan terlihat kemampuan kapiler bertahan . Jika
ketahanan kapiler turun akan timbul "' Petechiae "' di kulit.
B. Analitik
Cara Kerja : 1.Pasang manset tensimeter pada lengan atas . Carilah tekanan
sistolik (TS) dan tekanan diastolik (TD).
2. Buat lingkaran pada bagian volar lengan bawah :
- Radius 3 cm
- Titik pusat terletak 2 cm di bawah garis lipatan siku.
3. Pasang lagi tensimeter dan buatlah tekanan sebesar 1/2 X
(TS+TD) pertahankan tekanan ini selama 5 menit.
4. Longgarkan manset lalu perhatikan ada tidaknya petechieae
dalam lingkaran yang telah dibuat
C. Pasca Analitik
Nilai Rujukan : < 10 : Normal ( Negatif)
10 - 20 : Dubia ( Ragu – ragu )
> 201 : Abnormal ( Positif )
Tes Rumple Leede merupakan tes yang sederhana untuk melihat
gangguan pada vaskuler maupun trombosit. Tes Rumple Leede akan positif
bila ada gangguan pada vaskuler maupun trombosit.
1.Bain BJ, Lewis SM, Bates I. Basic haematological techniques. In : Dacie and Lewis
Practical Haematology. 10th ed. Churchill Livingstone. Philadelphia 2006. 25-78
2.Hutchison RE, McPherson RA. Hematology. In : Henry‟s Clinical Diagnosis
and Management by Laboratory Methods. 21st ed. Saunders Elsevier.
Philadelphia. 2007. 457-503
3.Ernst DJ. Applied Phlebotomy. Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia.
2005. 1-157
4.Gandasoebrata R. Penuntun Laboratorium Klinik. Dian Rakyat. Jakarta. 2004.
5.Nomura T, Furusawa S. Essentials of Microscopic Hematology. Igaku-Shoin. Tokyo.
1991. 1-85
6.Merck. Hematological Laboratory Methods. Frankfurt. 1983. 7-80
KETERAMPILAN KLINIK
PEMERIKSAAN IMUNOLOGI
BERDASARKAN INDIKASI
Disusun oleh:
dr. Uleng Bahrun, SpPK(K), PhD
1
TES WIDAL
(METODE AGLUTINASI)
I. PENDAHULUAN
Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi A, B dan C
menyebabkan demam tifoid pada manusia. Tubuh memproduksi antibodi
terhadap antigen O dan H sebagai respon terhadap stimulus antigen
Salmonella (O dan H). Titer antibodi ini meningkat pelan-pelan dalam fase
awal penyakit, mencapai puncak, dan kemudian menurun pelan-pelan
sampai tidak lagi terdeteksi. Antibodi terhadap Salmonella pada pasien
demam tifoid, dapat dideteksi dalam serum pada minggu ke-2 sampai
minggu ke-4 setelah infeksi.
Tes Widal dapat dilakukan dengan metode slide atau metode tabung.
Metode slide merupakan cara yang cepat tetapi kurang tepat untuk
menunjukkan titer antibodi. Oleh sebab itu, untuk menentukan titer antibodi
dianjurkan melakukan metode tabung karena lebih teliti menunjukkan
besaran titer.
II. INDIKASI
Tes Widal dilakukan untuk membantu klinisi menegakkan diagnosis
pada pasien suspek demam tifoid dengan cara sederhana setelah dilakukan
anamnesis dan pemeriksaan fisik pada pasien.
2
IV. METODE DAN ALAT BANTU PEMBELAJARAN
1. Demonstrasi sesuai daftar panduan belajar
2. Diskusi
3. Simulasi
4. Evaluasi melalui check list/daftar tilik
V. DESKRIPSI KEGIATAN
3
PENUNTUN BELAJAR KETERAMPILAN
TES WIDAL METODE SLIDE
NILAI
NO. LANGKAH KLINIK
0 1 2
1. Menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang
pemeriksaan yang akan dilakukan
2. Meminta persetujuan kepada pasien sebelum
pemeriksaan dilakukan
3. Preanalitik:
1. Persiapan diri:
a. Mencuci tangan
b. Memakai handscoen
2. Persiapan pasien: tidak memerlukan persiapan
khusus
3. Persiapan sampel: darah vena diambil sesuai
prosedur, dibiarkan membeku, kemudian disentrifus
untuk memperoleh serum
4. Persiapan alat dan bahan:
a. Kit tes Widal yang terdiri dari suspensi antigen
H dan O Salmonella typhi, Salmonella
paratyphi A, Salmonella paratyphi B, dan
Salmonella paratyphi C, kontrol positif, dan
kontrol negatif
b. Slide
c. Pipet Pasteur
4. Analitik
Prinsip tes: Serum yang berisi antibodi terhadap antigen
O dan H direaksikan dengan antigen O dan H pada kit.
Aglutinasi akan terjadi apabila ada kesesuaian antigen
pada kit dengan antibodi yanq terkandung dalam serum
Prosedur pemeriksaan:
1. Siapkan serum yang akan di periksa. Biarkan serum
beberapa saat untuk menyesuaikan suhu ruangan
(18-30°C) jika menggunakan serum simpan,
2. Siapkan slide. Teteskan 1 tetes serum dan 1 tetes
suspensi antigen yang telah dikocok dengan baik
pada tiap lingkaran secara terpisah. Teteskan 1 tetes
larutan kontrol positif dan negatif pada masing-
masing lingkaran kontrol positif dan kontrol negatif
3. Campur baik serum dan suspensi antigen dalam
4
setiap lingkaran. Goyang memutar slide agar
campuran merata
4. Baca hasil reaksi (aglutinasi) setelah satu menit.
Lanjutkan dengan tes semi kuantitatif apabila terjadi
aglutinasi
5. Siapkan slide dan buat 5 buah lingkaran dengan ∅ 3
cm. Pipetkan serum sesuai pola di bawah ini:
Lingkaran 1 2 3 4 5
Serum (mL) 0,08 0,04 0,02 0,01 0,005
6. Lakukan prosedur pada poin 2-4 dengan
menggunakan jenis suspensi yang memberikan hasil
aglutinasi positif saja. Hasil agglutinasi pada
lingkaran 1-5 menunjukkan titer 1/20, 1/40, 1/80,
1/160 dan 1/320 secara berurutan.
7. Laporkan titer lingkaran terakhir yang menunjukkan
aglutinasi sebagai hasil tes
5. Pasca analitik:
Interpretasi: semakin tinggi titer semakin besar
kemungkinan infeksi, agglutinin O masih bisa dijumpai
setelah 4-6 bulan dan H menetap 9-12 bulan pada orang
yang telah sembuh sehingga tidak bisa dipakai untuk
menentukan kesembuhan penyakit. Belum ada
kesamaan pendapat mengenai titer agglutinin yang
bermakna diagnostik. Batas titer yang sering dipakai
bisa berbeda di masing-masing daerah
5
DIRECT COOMB’S TEST
(METODE AGLUTINASI)
I. PENDAHULUAN
Tes Coomb’s terdiri dari dua macam tes yaitu Direct Coomb’s Test
(Direct Antiglobulin Test (DAT)) dan Indirect Coomb’s Test (Indirect
Antiglobulin Test (IAT)). Prinsip Direct Coomb’s Test ini adalah dengan
penambahan serum Coomb’s (serum hewan yang mengandung antibodi
spesifik terhadap globulin manusia) pada eritrosit yang tersensitisasi/eritrosit
yang terbungkus dengan immunoglobulin atau komplemen akan
menimbulkan suatu aglutinasi. Tujuan tes ini adalah untuk mendeteksi
antibodi inkomplit yang melekat atau menyelimuti eritrosit pasien yang
terjadi secara invivo (di dalam tubuh). Indirect Coomb’s Test digunakan
untuk mencari antibodi irregular (inkomplit) dalam serum yang dapat
melekat atau menyelimuti eritrosit pasien secara invitro (di luar tubuh).
Indikasi Direct Coomb’s test adalah untuk pasien dengan dugaan
Anemia Hemolitik Autoimun (AHA). Anemia Hemolitik Autoimun adalah
kelainan yang ditandai oleh pemendekan umur eritrosit yang disebabkan
oleh adanya antibodi dalam serum penderita yang bereaksi dengan eritrosit
penderita itu sendiri. Autoantibodi tersebut dapat berupa imunoglobulin G
(IgG) atau imunoglobulin M (IgM).
II. INDIKASI
Direct Coomb’s Test dilakukan untuk membantu klinisi menegakkan
diagnosis pasien dengan dugaan AHA, penyakit hemolitik pada bayi baru
lahir (autoimmune hemolytic of the Newborn), anemia hemolitik karena
obat-obatan, dan reaksi transfusi hemolitik.
6
Test dengan benar
3. Mahasiswa mampu melakukan tahap analitik Direct Coomb’s Test
dengan benar
4. Mahasiswa mampu melakukan tahap pascaanalitik Direct
Coomb’s Test dengan benar
V. DESKRIPSI KEGIATAN
7
PENUNTUN BELAJAR KETERAMPILAN
DIRECT COOMB’S TEST
NILAI
NO. LANGKAH KLINIK
0 1 2
1. Menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang
pemeriksaan yang akan dilakukan
2. Meminta persetujuan kepada pasien sebelum
pemeriksaan dilakukan
3. Preanalitik:
1. Persiapan diri:
a. Mencuci tangan
b. Memakai handscoen
2. Persiapan pasien: catat daftar obat yang sedang
dikonsumsi pasien. Obat yang dapat mempengaruhi:
penisilin, sefalosporin, obat antihipertensi, dan lain-
lain
3. Persiapan sampel: darah sitrat (perbandingan 1:9),
darah EDTA
4. Persiapan alat dan bahan:
a. Larutan NaCl fisiologis 0.9%
b. Reagen Coomb’s
c. Kontrol positif dan kontrol negatif
d. Tabung reaksi 75x10 mm
e. Sentrifus
f. Inkubator
g. Kaca obyek
h. Pipet tetes
4. Analitik
Prinsip tes: Penambahan serum Coomb’s (serum hewan
yang mengandung antibodi spesifik terhadap globulin
manusia) pada eritrosit yang tersensitisasi/eritrosit yang
terbungkus dengan imunoglobulin atau komplemen akan
menimbulkan suatu aglutinasi
Prosedur pemeriksaan:
1. Masukkan 0,5 ml darah yang akan diperiksa ke
dalam tabung reaksi
2. Lakukan pencucian eritrosit dengan cara
penambahan larutan NaCl fisiologis secukupnya (1-
2 mL) kemudian disentrifus. Buang larutan pencuci
menggunakan pipet. Hati-hati dalam proses
8
pencucian agar eritrosit tidak ikut terbuang. Proses
pencucian ini dilakukan sebanyak empat kali
3. Buat suspensi eritrosit yang mempunyai nilai
hematokrit 2% dengan cara mencampurkan 20 µl
eritrosit yang sudah dicuci dengan 1 ml NaCl
fisiologis di dalam tabung 75 x 10 mm
4. Masukkan 1 tetes suspensi eritrosit/ hematokrit 2%
ke dalam tabung lain kemudian tambahkan 2 tetes
reagen Coomb’s
5. Homogenkan suspensi dan kemudian inkubasi pada
suhu 370C selama 30-50 menit
6. Amati terbentuknya aglutinasi. Konfirmasi dengan
menggunakan mikroskop pembesaran 10x atau 40x
(buat sediaan dengan cara meneteskan satu tetes
suspensi di atas kaca obyek)
7. Sentrifus ulang dengan kecepatan 1000 rpm selama
1 menit jika hasil negatif
8. Periksa kembali adanya aglutinasi seperti langkah 6
di atas
9. Lakukan prosedur 1-8 dengan menggunakan bahan
kontrol secara bersamaan. Bandingkan hasil tes
dengan kontrol
5. Pasca analitik:
Nilai rujukan:
1. Negatif: tidak terbentuk aglutinasi
2. Positif: terbentuk aglutinasi (ditemukan antibodi
yang melapisi eritrosit)
9
TES HCG URIN
(METODE IMMUNOCHROMATOGRAPHY)
I. PENDAHULUAN
Human Chorionic Gonadotropin (hCG) adalah hormon glikoprotein
yang disekresi selama perkembangan plasenta segera setelah implantasi.
Hormon hCG dapat dideteksi pada urin dan serum wanita hamil sejak 6-15
hari setelah konsepsi. Konsentrasi hCG meningkat sampai 5-50 mlU/ml
sejak 1 minggu setelah implantasi, dan mencapai puncaknya (100.000-
200.000 mlU/ml) pada akhir trimester pertama. Timbulnya hCG segera
setelah konsepsi dan peningkatan konsentrasi selama masa kehamilan awal
menjadikan hCG sebagai marker/petanda yang baik sebagai deteksi awal
kehamilan
Tes hCG urin atau tes kehamilan metode ICT menggunakan prinsip
ikatan antigen antibodi secara lateral flow. Tes ini merupakan tes kualitatif
menggunakan two site sandwich immunoassay. Membran dilapisi dengan
rabbit anti hCG pada bagian tes dan rabbit anti mouse IgG pada bagian
kontrol. Urin pasien yang mengandung hormon hCG akan berikatan dengan
konjugat colloidal gold monoclonal anti-hCG selama tes. Ikatan ini akan
terus mengalir melewati membran.
II. INDIKASI
Tes hCG urin dilakukan untuk mendeteksi kehamilan menggunakan
sampel urin.
10
4. Mahasiswa mampu melakukan tahap pascaanalitik tes hCG urin
dengan benar
V. DESKRIPSI KEGIATAN
11
PENUNTUN BELAJAR KETERAMPILAN
TES HCG URIN
NILAI
NO. LANGKAH KLINIK
0 1 2
1. Menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang
pemeriksaan yang akan dilakukan
2. Meminta persetujuan kepada pasien sebelum
pemeriksaan dilakukan
3. Preanalitik:
1. Persiapan diri:
a. Mencuci tangan
b. Memakai handscoen
2. Persiapan pasien: tidak memerlukan persiapan
khusus
3. Persiapan sampel: semua spesimen urin, untuk hasil
optimal dianjurkan urin pertama pagi hari karena
mengandung hCG urin tertinggi
4. Persiapan alat dan bahan:
a. Wadah penampung urin
b. Strip tes hCG urin
c. Spidol atau label stiker
4. Analitik
Prinsip tes: Tes ini menggunakan two site sandwich
immunoassay. Membran dilapisi dengan rabbit anti
hCG pada bagian tes dan rabbit anti mouse IgG pada
bagian kontrol. Urin pasien yang mengandung hormon
hCG akan berikatan dengan konjugat colloidal gold
monoclonal anti-hCG selama tes. Ikatan ini akan terus
mengalir melewati membran
Prosedur pemeriksaan:
1. Keluarkan strip tes dari pembungkus. Label strip
dengan identitas pasien menggunakan spidol atau
label stiker berisi identitas pasien
2. Masukkan strip ke dalam sampel urin minimal
selama 3 detik. Perhatikan arah panah jangan
melewati batas maksimal saat dicelup ke dalam urin
3. Keluarkan strip dari sampel urin lalu letakkan di
atas wadah penampung urin atau wadah/tempat
yang rata
4. Tunggu sampai timbul garis warna (lamanya
12
tergantung konsentrasi HCG pada spesimen). Baca
hasil reaksi setelah 5 menit untuk hasil lebih akurat
(jangan interpretasi setelah lebih dari 10 menit)
5. Pasca analitik:
Interpretasi:
1. Negatif: hanya timbul satu garis berwarna merah
pada area kontrol
2. Positif: timbul dua garis merah (satu pada area
kontrol dan satu pada area tes)
3. Invalid: tidak ada garis merah pada kontrol maupun
tes atau ada garis merah pada tes tetapi tidak ada
pada kontrol ulangi tes dengan strip tes yang
baru
13
IgM/IgG DENGUE RAPID TEST
(METODE IMMUNOCHROMATOGRAPHY)
I. PENDAHULUAN
IgM/IgG Dengue rapid test adalah tes metode ICT kualitatif yang
dengan cepat dapat mendeteksi antibodi IgM dan IgG spesifik virus Dengue
dalam serum atau plasma pasien. Hasil skrining dapat diperoleh dalam
waktu 15 menit dengan sensitivitas dan spesifisitas tinggi. Tes ini mudah
digunakan, mudah dibaca dan diinterpretasi, serta dapat disimpan pada suhu
kamar. Tes ini menggunakan antigen virus Dengue rekombinan yang
spesifik dan murni di dalam strip tesnya.
IgM/IgG Dengue rapid test menggunakan prinsip lateral flow ICT
dengan menggunakan antigen virus Dengue pada 2 tempat di membran
nitroselulose kaset tes. Protein-protein pengikat spesifik untuk IgM dan IgG
dilekatkan terpisah sebagai garis tes IgM dan garis tes IgG pada kaset tes.
Antibodi yang ada dalam serum pasien akan berikatan dengan konjugat
koloid emas-antigen rekombinan spesifik Dengue yang berwarna. Komplek
konjugat-antigen ini akan berikatan dengan IgM atau IgG spesifik pada garis
T dan memberikan warna merah pada garis tes IgM/IgG.
II. INDIKASI
IgM/IgG Dengue rapid test dilakukan untuk mendeteksi antibodi
IgM dan IgG spesifik virus Dengue dalam serum pasien untuk menegakkan
diagnosis adanya infeksi primer atau infeksi sekunder virus Dengue
14
Dengue rapid test dengan benar
15
PENUNTUN BELAJAR KETERAMPILAN
IgM/IgG DENGUE RAPID TEST
NILAI
NO. LANGKAH KLINIK
0 1 2
1. Menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang
pemeriksaan yang akan dilakukan
2. Meminta persetujuan kepada pasien sebelum
pemeriksaan dilakukan
3. Preanalitik:
1. Persiapan diri:
a. Mencuci tangan
b. Memakai handscoen
2. Persiapan pasien: tidak memerlukan persiapan
khusus
3. Persiapan sampel: serum atau plasma
4. Persiapan alat dan bahan:
a. Kaset tes IgM/IgG Dengue
b. Reagen pereaksi
c. Mikropipet (10 µL)
d. Spidol atau label stiker
4. Analitik
Prinsip tes: Tes ini menggunakan antigen virus Dengue
yang diletakkan pada 2 tempat di membran nitroselulose
kaset tes. Protein-protein pengikat spesifik untuk IgM
dan IgG dilekatkan terpisah sebagai garis tes IgM dan
garis tes IgG pada kaset tes. Antibodi yang ada dalam
serum pasien akan berikatan dengan konjugat koloid
emas-antigen rekombinan spesifik Dengue yang
berwarna. Komplek konjugat-antigen ini akan berikatan
dengan IgM atau IgG spesifik pada garis T dan
memberikan warna merah pada garis tes IgM/IgG
Prosedur pemeriksaan:
1. Siapkan kantong berisi kaset tes dan biarkan
beberapa saat untuk penyesuaian dengan suhu
ruangan
2. Buka kantong dan keluarkan kaset tes kemudian
letakkan pada tempat yang kering dan datar
3. Label kaset dengan identitas pasien menggunakan
spidol atau label stiker berisi identitas pasien
16
4. Pipet 5 µL serum atau plasma ke dalam sumur
sampel bertanda S
5. Tambahkan 3-4 tetes (sekitar 90-120 µL) larutan
reagen pereaksi ke dalam sumur
6. Tunggu sampai 15-20 menit dan baca hasil tes
5. Pasca analitik:
Interpretasi:
1. Negatif: hanya timbul satu garis berwarna merah
pada area kontrol tidak ada antibodi spesifik
terhadap virus Dengue atau jumlah antibodi masih
sedikit
2. IgM positif: timbul dua garis merah (satu pada area
kontrol dan satu pada garis tes IgM) ada antibodi
IgM terhadap virus Dengue (infeksi primer virus
Dengue)
3. IgG positif: timbul dua garis merah (satu pada area
kontrol dan satu pada garis tes IgG) ada antibodi
IgG terhadap virus Dengue (infeksi sekunder virus
Dengue atau infeksi virus Dengue lampau)
4. IgM dan IgG positif: timbul tiga garis merah (satu
pada area kontrol, satu pada garis tes IgM, dan satu
pada garis tes IgG) ada antibodi IgM dan IgG
terhadap virus Dengue (infeksi sekunder virus
Dengue)
5. Invalid: tidak ada garis merah pada kontrol maupun
tes atau ada garis merah pada tes tetapi tidak ada
pada kontrol setelah 15 menit ulangi tes dengan
kaset tes yang baru
17
BUKU PANDUAN KERJA
KETERAMPILAN
Disusun oleh:
dr. Lisa Tenriesa M., M.MedSc.
dr. Firdaus Hamid, PhD.
(Departemen Mikrobiologi FKUH)
Halaman 1 dari 7.
TEKNIK PEMBUATAN PREPARAT APUS DAN PEWARNAAN GRAM
(GRAM STAINING)
INDIKASI
Dilakukan pada spesimen cairan tubuh maupun spesimen dari swab.
ACUAN
Persiapan Pembuatan Preparat Apus
Pastikan label telah tercantum pada kaca objek sebelum memulai pembuatan apusan dan
pewarnaan sesuai dengan masing-masing spesimen. Kaca objek yang digunakan harus sudah
Halaman 2 dari 7.
dibersihkan terlebih dahulu sehingga hasil yang didapatkan murni berasal dari spesimen
pemeriksaan.
Spesimen harus merata pada permukaan kaca objek sehingga pengamatan dapat berlangsung
dengan baik (tidak bertumpuk/ tebal saat pengamatan dengan mikroskop)
DESKRIPSI KEGIATAN
KEGIATAN WAKTU DESKRIPSI
1. Pengantar 2 menit Pengantar
2. Bermain peran 30 menit 1. Mengatur posisi duduk mahasiswa
& tanya jawab 2. Dosen memberikan contoh bagaimana cara pembuatan
preparat apus dan pewarnaan Gram
3. Mahasiswa menyimak/ mengamati peragaan dengan
menggunakan penuntun belajar
4. Mahasiswa mendapat kesempatan untuk bertanya dan
dosen memberikan penjelasan tentang aspek-aspek yang
penting
3. Praktek 100 menit 1. Diperlukan minimal 1 orang instruktur untuk
bermain peran mengamati setiap langkah yang dilakukan oleh setiap
dengan umpan mahasiswa
balik 2. Setiap mahasiswa melakukan langkah pembuatan
preparat apus
3. Instruktur berkeliling di antara mahasiswa dan
melakukan supervisi menggunakan ceklist
4. Instruktur memberikan pertanyaan dan umpan balik
kepada setiap pasangan
Halaman 3 dari 7.
4. Curah 15 menit 1. Curah pendapat/ diskusi: Apa yang dirasakan mudah?
pendapat/ diskusi Apa yang sulit?
2. Instruktur membuat kesimpulan dengan menjawab
pertanyaan terakhir dan memperjelas hal-hal yang masih
belum dimengerti
5. Total waktu 150 menit
Halaman 4 dari 7.
PENUNTUN PEMBELAJARAN
TEKNIK PEMBUATAN PREPARAT APUS DAN
PEWARNAAN GRAM / GRAM STAINING
(digunakan oleh Mahasiswa)
Halaman 6 dari 7.
3. Jika terdapat sel, melakukan penghitungan jumlah sel leukosit dan sel epitel pada
setidaknya 20 – 40 lapangan pandang.
4. Memutar lensa ke sampai daerah di atas kaca objek bebas dari lensa lalu meneteskan
1 – 2 tetes minyak emersi di atas preparat apus.
5. Mengamati dengan menggunakan pembesaran objektif 100x pada 20 – 40 lapangan
pandang untuk mengamati morfologi bakteri dan reaksi Gram.
6. Mencatat hasil pengamatan dan melaporkan hasil pada dokter.
Pencatatan hasil adalah sebagai berikut:
JUMLAH SEL PADA JUMLAH BAKTERI PADA LAPANGAN
LAPANGAN PANDANG PANDANG BESAR (DENGAN MINYAK
KECIL (OBJ. 40x)* EMERSI, OBJ. 100x)**
1+ (jarang) : < 1/LPK 1+ (jarang) : < 1/ LPB
2+ (sedikit) : 1 - 9/ LPK 2+ (sedikit) : 1 - 5/ LPB
3+ (sedang) : 10 - 25/LPK 3+ (sedang) : 6 - 30 /LPB
4+ (banyak) : > 25/ LPK 4+ (banyak) : > 30/ LPB
* Deskripsi Sel yang diamati: Sel epitel; PMN; Eritrosit; Material dari host
(misal Kristal, dll)
** Deskripsi bakteri yang diamati: Gram positif (bentuk dan pengelompokan);
Gram negatif (bentuk dan pengelompokan)
Halaman 7 dari 7.