Anda di halaman 1dari 18

ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH DENGAN GANGGUAN

SISTEM RESPIRASI : DIFTERI

DOSEN PEMBIMBING

Ns. Edriyani Yonlafado Simanjuntak, M.Kep

KELOMPOK 5 :
Briel putrawan lase 180204075 Intan cahaya 180204080
Damaiyanti sianipar 180204054 Ledya apriani 180204070
Elfrida saragih 180204055 Lisma sari siregar 180204071
Farahdilla pratiwi 180204067

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS FARMASI DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA

TA 2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadiran Allah SWT karena atas berkat
rahmat Nya kami dapat menyelesaikan tugas ini tepat pada waktunya. Tak lupa
pula kami mengucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah keperawatan
medical medah yang telah memberikan tugas ini kepada kami sebagai upaya
untuk menjadikan kami manusia yang berilmu dan berpengetahuan.

Kerberhasilan kami dalam menyelesaikan makalah ini tentunya tidak lepas


dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu, kami menyampaikan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan dan masih banyak kekurangan yang perlu diperbaiki untuk itu,kami
mengharapkan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini,sehingga
dapat bermanfaat bagi siapapun yang membacanya.

Wassalam…

Medan,28 september 2019

Penulis
DAFTAR ISI

BAB I

PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG

Difteri merupakan salah satu penyakit infeksi yang dapat dicegah dengan
imunisasi. Penyakit difteri disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphtheriae
yang menyerang sistem pernapasan bagian atas. Menurut Purwana (2010) bahwa
semua golongan umur dapat terinfeksi oleh bakteri Corynebacterium diphtheriae,
namun 80% kasus terjadi diderita pada anak usia kurang dari 15 tahun dan yang
tidak mendapatkan imunisasi dasar.

Kejadian difteri masih tinggi di seluruh dunia. Menurut WHO tahun 2012,
kasus difteri di Afrika terjadi sebanyak 50 kasus pada tahun 2010 dan terdapat 13
kasus pada tahun 2011. Kejadian di Amerika terjadi kasus sebanyak 41 kasus pada
tahun 2010 dan sebanyak 8 kasus pada tahun 2011. Kejadian difteri di Eropa
terjadi 32 kasus pada tahun 2011. Kejadian di Mediterania Timur terdapat 154
kasus pada tahun 2010 dan 352 kasus pada tahun 2011. Kasus di bagian Asia
Tenggara (South East Asian Region) menurut WHO tahun 2012, India menempati
urutan pertama pada tahun 2011 dengan kasus sebanyak 3485. Pada urutan kedua
yaitu Indonesia dengan kasus sebanyak 806. Nepal berada pada posisi ketiga
dengan kasus sebanyak 94.

Menurut Kementerian Kesehatan tahun 2014, pada tahun 2011 jumlah


kasus difteri di Indonesia tersebar di 18 provinsi. Total keseluruhannya ada
sebanyak 811 kasus dengan 38 orang meninggal yang berada di beberapa Provinsi
yaitu di Provinsi Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu, Sumatera Selatan,
Bangka Belitung, Lampung, DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah,
Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan
Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara dan Bali. Kasus
tahun 2012 menurut data WHO di Indonesia terjadi kasus difteri sebanyak 1192
kasus dengan menempati posisi kedua terbanyak di dunia.(1, 4) Jumlah kasus
difteri di Indonesia, dilaporkan sebanyak 775 kasus pada tahun 2013 (19% dari
total kasus SEAR), selanjutnya jumlah kasus menurun menjadi 430 pada tahun
2014 (6% dari total kasus SEAR). Pada tahun 2014, jumlah kasus difteri sebanyak
296 kasus dengan jumlah kasus meninggal sebanyak 16 orang dengan nilai CFR
difteri sebesar 4,0%. Dari 22 provinsi yang melaporkan adanya kasus difteri,
provinsi tertinggi terjadi di Provinsi Jawa Timur yaitu sebanyak 295 kasus yang
berkonstribusi sebesar 74%. Dari total kasus tersebut, sebanyak 37% tidak
mendapakan vaksin.

B.TUJUAN

Adapun tujuan penulisannya adalah sebagai berikut:

1.untuk mengetahui pengertian dari difteri

2.untuk mengetahui penyebab penyakit difteri

3.untuk mengetahui cara penularan difteri

4.untuk mengetahui gejala-gejala difteri

5.untuk mengetahui cara penanggulangan pencegahan difteri

6.untuk mengetahui cara pengobatan kepada penderita difteri

C.MANFAAT PENULISAN

1.untuk mengetahui definisi difteri

2 untuk mengetahui penyebab penyakit difteri,tanda dan gejala serta


patofisiologinya dalam tubuh.

3.untuk mengetahui bagaimana cara memberikan asuhan keperawatan


pada klien difteri

4.untuk mengetahui pengobatannya

BAB II

TINJAUAN TEORITIS
2.1 TINJAUAN TEORITIS MEDIS

2.2 TINAJUAN TEORITIS KEPERAWATAN

1.Pengkajian

1. Riwayat keperawatan : riwayat kontak dengan individu yang terintefeksi ,


penyakit yang pernah di derita sebelumnya.
2. Kaji adanya gejala gejala panas yang naik turun dan dalam jangka waktu
lama, batuk yang hilang timbul, anoreksia, lesu, kurang napsu makan,
hemoptysis.

2.Diagnosa keperawatan

1. Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan organisme virulen


2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan jaringan paru
3. Tidak efektifnya pola napas berhubungan dengan adanya batuk, nyeri dada
4. Tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan adanya sekret
5. Gangguan intekritas kulit berhubungan dengan adanya rash
6. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anorexsia
7. Gangguan aktivitas diversional berhubungan dengan isolasi dari kelompok
sebaya

3.Perencanaan

1. Perluasan infeksi tidak terjadi


2. Akan menunjukkan tanda tanda pertukaran gas yang adekuat
3. Anak menunjukkan tanda tanda pola nafas efektif
4. Anak akan menunjukkan jalan nafas yang efektif
5. Anak menunjukkan tanda tanda terpenuhinya kebutuhan nutrisi
6. Anak dapat elakukan aktivitas sesuai dengan usia dan tugas perkembangan
selama menjalani isolasi dari teman sebaya atau anggota keluarga

4.Implementasi

1. Mencengah perluasan infeksi tidak terjadi


-tempatkan anak pada ruangan kkhusus
- pertahankan isolasi yang ketat Di rumah sakit pada anak dengan TB aktif
-Gunakan prosedur perlindungan infeksi jika melakukan kontak dengan
anak
-memberikan aktivitas ringan yang sesuai dengan usia anak (permainan,
keterampilan tangan, vidio game, televisi)
- memberikan makanan yang menarik untuk memberikan stimulus yang
bervariasi bagi anak
-melibatkan anak dalam mengatur jadual harian dan memilih aktivitas
yang diinginkan.
-mengijinkan anak untuk mengerjakan tugas sekolah selama di rumah
sakit, menganjurkan anak untuk berhubungan dengan teman melalui,
telepon jika memungkinkan.

5.Perencanaan pemulangan

-Jelaskan terapi yang diberikan: dosis, efek samping, lama pemberian


terapi, cara meminum obat
-Melakukan immunisasi jika immunisasi belum lengkap sesuai jadwal
dengan prosedur
-Menekankan pentingnya kontrol ulang sesuai jadwal
- Informasikan jika terdapat tanda tanda terjadinya kekambuhan

BAB III

LANDASAN KASUS
3.1 PENGKAJIAN

a. IDENTITAS

b. RIWAYAT KESEHATAN

- Riwayat Kesehatan Sekarang

Perhatikan tanda-tanda atau gejala klinis dari difteri

- Riwayat Kesehatan Dahulu

Bersangkutan dari etiologi (pernah atau tidak terkena difteri) atau gejala-
gejala difteri yang masih akut

- Riwayat Kesehatan Keluarga

Mengkaji apakah anggota keluarga ada yang mengidap penyakit difteri

c. PEMERIKSAAN FISIK

Memeriksa TTV pada anak dan melakukan observasi secara IPPA dari
kepala sampai kaki (Head to toe) dan yang terpenting adalah . Kaji tanda-
tanda yang terjadi pada nasal, tonsil/faring dan laring. Lihat dari
manifestasi klinis berdasarkan alur patofisiolog

Pemeriksaan fisik ROS

Ø B1 : Breathing (Respiratory System)

RR tak efektif (Sesak nafas), edema laring, obstruksi laring,


penumpukan sekret dihidung,

Ø B2 :Blood (Cardiovascular system)

Tachicardi, kelemahan otot jantung, sianosis.

Ø B3 :Brain (Nervous system)

Normal

Ø B4 :Bladder (Genitourinary system)


Normal

Ø B5 : Bowel (Gastrointestinal System)

Anorexia, nyeri menelan, kekurangan nutrisi

Ø B6 :Bone (Bone-Muscle-Integument)

Lemah pada lengan, turgor kulit

d. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Uji Shick dilakukan dengan menyuntikkan sejumlah kecil toksin difteri ke


dalam kulit. Jika orang tersebut kebal, maka toksin tersebut dinetralkan
oleh antitoksin di dalam tubuhnya dan tidak terjadi reaksi. Tetapi bila
orang itu rentan-tidak mempunyai antitoksin alamiah naka akan terjadi
reaksi peradangan setempat yang mencapai intensitas maksimum dalam 4
– 7 hari. Jika uji Shick ini menunjukkan adanya kerentanan terhadap
difteri, maka orang dewasa sekalipun harus diimunisasi secara aktif.

e. POLA AKTIVITAS

1. Pola nutrisi dan metabolic : Disesuaikan dengan tanda difteri seperti


apakah nafsu makan berkurang (anoreksia)
muntah dsb

2. Pola eliminasi : Bandingkan sesudah atau sebelum penyakit difteri


dengan mencatat frekuensi sehari

3. Pola Aktifitas dan latihan : Jika klien terjangkit difteri maka tampak
anak akan malas, lemah dan lesu

4.Pola tidur dan istirahat : Mengkaji apakah anak tidurnya nyaman


atau tidak mau tidur

5. Kognitif & perseptual : Anak akan susah berkonsentrasi

6.Persepsi diri : Karena klien masih kategori anak maka


akan masih dalam tahap perkembangan dan
anak akan tampak cemas karena penyakit
yang diderita atau kerna perspisahan

7.Hubungan peran : Anak banyak tampak diam karena efek


hospitalisasi

3.2 ANALISA DATA

Analisis data:

Data WOC Etiologi masalah


Do:………………. Corynebacterium Bakteri Infeksi saluran
Ds: …………….... diphteriae Corynebacterium pernapasan akibat
diphteriae paparan bakteri
Tersebar di udara Corynebacterium
diphteriae
Masuk ke sistem
pernapasan

Menempel pada
lapisan superficial
lesi kulit atau
mukosa pernapasan

Menginduksi reaksi
radang lokal

Bakteri
menghasilkan
eksotoksin
polipeptida 62-KD
kuat

Sintesis protein
terhambat
Terjadi nekrosis
jaringan lokal

Infeksi saluran
pernapasan

3.3 DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan sesak nafas

2. Tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan obstruksi pada jalan


nafas.

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


intake nutrisi yang kurang).

4. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan proses penyakit


(metabolisme meningkat, intake cairan menurun).

3.4 INTERVENSI DAN RASIONAL

1. Pola napas tidak efektif dan sesak nafas

Tujuan:

Pola pernafasan menjadi efektif setelah dilaksanakan tindakan perawatan


dalam 1 x 30 menit

Kriteria hasil:

1. Respirasi 18 –24 x /menit

2. Tidak ada tanda –tanda sianosis

3. Pasien mengatakan sesak nafas berkurang / hilang

Intervensi Rasional
1. Kaji frekuensi kedalaman Kedalaman pernapasan bervariasi
pernapasan dan ekspansi dada tergantung derajat kegagalan napas

2. Auskultasi bunyi napas dan catat Bunyi napas menurun bila jalan napas
adanya bunyi napas tambahan terdapat gangguan
(obstruksi,perdarahan,kolaps)

3. Tinggikan kepala dan bantu Duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru


mengubah posisi dan memudahkan pernapasan

4. Bantu pasien dalam napas dalam Dapat meningkatkan pernapasan karena


dan latihan batuk adanya obstruksi

5. Kolaborasi Memaksimalkan bernapas dan menurunkan


Berikan oksigen tambahan kerja napas

2. Tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan obstruksi pada jalan nafas

Tujuan :

- Perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan dengan GDA dalam rentang


normal dan tidak ada distres pernafasan.

Kriteria hasil :

- Menunjukkan adanya perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan

- Berpartisispasi pada tindakan untuk memaksimalkan oksigenasi

Intervensi Rasional

Observasi 1. Takypnea, pernafasan dangkal, dan


1. Kaji frekuensi atau kedalaman gerakan dada tidak simetris sering
pernafasan dan gerakan dada terjadi karena ketidaknyamanan
2. Auskultasi area paru, satat area gerakan dinding dada dan atau
penurunan atau tidak ada aliran cairan paru
udara dan bunyi nafas 2. Penurunan aliran udara terjadi pada
adventisius, mis. Crackles, mengi. area konsolidasi dengan cairan.
3. Bantu pasien latian nafas sering. Bunyi nafas bronchial dapat juga
Tunjukan atau bantu pasien terjadi pada area konsolidasi.
mempelajari melakukan batuk, Crackles, ronchi dan mengi
misalnya menekan dada dan terdengar pada inspirasi dan atau
batuk efektif sementara posisi ekspirasi pada respon teradap
duduk tinggi. pengupulan cairan , secret kental
4. Berikan cairan sedikitnya 2500 dan spasme jalan nafas atau
ml perhari(kecuali obstruksi.
kontraindikasi). Tawarkan air 3. Nafas dalam memudakan ekspansi
hangat daripada dingin . maksimum paru-paru atau jalan
Kolaborasi nafas lebih kecil. Batuk adalah
5. Bantu mengawasi efek mekanisme pembersiaan jalan
pengobatan nebulizer dan nafas alami, membantu silia untuk
fisioterapi lain, mis. Spirometer mempertahankan jalan nafas paten.
insentif, IPPB, tiupan botol, Penekanan menurunkan ketidaknyamanan
perkusi, postural drainage. dada dan posisi duduk memungkinan
Lakukan tindakan diantara waktu upaya nafas lebih dalam dan lebih kuat.
makan dan batasi cairan bila 4. Cairan (khususnya yang
mungkin. hangat)memobilisasi dan
Berikan obat sesuai indikasi mukolitik, mengluarkan secret. Memudahkan
ekspektoran, bronchodilator, analgesic. pengenceran dan pembuangan
secret
5. Alat untuk menurunkan spasme
bronkus dengan mobilisasi secret.
Analgesic diberikan untuk
memperbaiki batuk dengan
menurunkan ketidaknyamanan
tetapi harus digunakan secara hati-
hati, karena dapat menurunkan
upaya batuk atau menekan
pernafasan.

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake


nutrisi yang kurang).

Tujuan :

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1x24jam kebutuhan nutrisi


pasien terpenuhi.

Kriteria hasil :

- Klien Tidak ada mual muntah

- Penambahan berat badan pasien

- Peningkatan nafsu makan

Intervensi Rasional

Intervensi : a. Rasional :Pilihan intervensi


a. Identifikasi faktor yang tergantung pada penyebab masalah
menimbulkan mual/ muntah. b. Rasional :Menghilangkan bahaya,
b. Berikan wadah tertutup untuk rasa, bau,dari lingkungan pasien dan dapat
sputum dan buang sesering mungkin, menurunkan mual
bantu kebersihan mulut. c. Rasional :Menurunkan efek mual
c. Jadwalkan pengobatan pernafasan yang berhubungan dengan pengobatan ini
sedikitnya 1 jam sebelum makan. d. Rasional :Bunyi usus mungkin
d. Auskultasi bunyi usus, observasi/ menurun bila proses infeksi berat, distensi
palpasi distensi abdomen. abdomen terjadi sebagai akibat menelan
e. Berikan makan porsi kecil dan udara dan menunjukkan pengaruh toksin
sering termasuk makanan kering atau bakteri pada saluran gastro intestinal
makanan yang menarik untuk pasien. e. Rasional :Tindakan ini dapat
f. Evaluasi status nutrisi umum, ukur meningkatkan masukan meskipun nafsu
berat badan dasar. makan mungkin lambat untuk kembali
f. Rasional :Adanya kondisi kronis
dapat menimbulkan malnutrisi, rendahnya
tahanan terhadap infeksi, atau lambatnya
responterhadap terapi

4. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan proses penyakit


(metabolisme meningkat, intake cairan menurun).

Tujuan :

Volume cairan pasien akan menjadi adekuat.

Kriteria Hasil :

Intake cairan meningkat. Kulit lembab. Membran mukosa oral lembab. Intervensi

Intervensi Rasional
1. Timbang pasien 1. Rasional : Periksa tambahan atau
2. Mengukur intake dan output kehilangan cairan
cairan. 2. Rasional : Menetapkan data
3. Kaji turgor kulit. keseimbangan cairan
4. Observasi konsistensi sputum. 3. Rasional : Kulit tetap baik
5. Observasi konsentrasi urine. berkaitan dengan inadekuat cairan
6. Monitor hemoglobin dan interstitial
hematocrit. 4. Rasional : Sputum tebal
7. Observasi lidah dan mukosa menunjukkan kebutuhan cairan
membran. 5. Rasional : Urine terkonsentrasi
8. Bantu pasien mengidentifikasi cara mungkin menunjukkan kekurangan
untuk mencegah kekurangan cairan.
cairan. 6. Rasional : Peninggian mungkin
menunjukkan hemokonsentrasi
tepatnya kekurangan cairan.
7. Rasional Kekeringan menunjukkan
kekurangan cairan.
8. Rasional : Mencegah kambuh dan
melibatkan pasien dalam
perawatan

3.5 Evaluasi

• Anak tidak menunjukan tanda dan gejala adanya komplikasi / infeksi

• Fungsi pernafasan anak membaik

• Tingkat aktifitas anak sesuai dengan usianya


BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah membahas makalah ini, kita bisa menyimpulkan bahwa difteri


adalah suatu infeksi yang disebabkan corynebacterium diphteriae, yang
menyerang selaput lendir pada hidung dan tenggorokan, serta dapat memengaruhi
kulit,sehingga kuman berkembang biak pada saluran nafas atas, dapat juga pada
vulva, kulit, mata, walaupun jarang terjadi.Adapun faktornya yang memoengaruhi
terjadinya difteri yaitu ,cakupan imunisasi, ualitas vaksin, lingkungan rendahnya
tingkat pengetahuan ibu dan keluarga ,akses pelayanan yang rendah.Maka dari itu
sebelum kita tertular penyakit difteri kita harus selalu melakukan imunisasi,
tempatkan anak pada ruang khusus dan memberikan makanan yang bergizi pada
anak.

B.Saran

Setelah mengetahui tentang keperawatan sebagai profesi perawat


diharapka untuk lebih meningkat kulitas kerja sebagai perawat dan mampu
menjadi perawat yang professional
DAFTAR PUSTAKA

Suridi & Yulianni Rita. (2006). Asuhan Keperawatan pada Anak Edisi 2. Jakarta

Abdoerrachman, Alatas, Ali Dahlan, dkk. (1985).Buku kuliah ilmu kesehatan


anak, FKUI. Jakarta :Info medika.

Anda mungkin juga menyukai