Anda di halaman 1dari 19

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan laporan ini sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan. Laporan ini dibuat dengan maksud untuk melengkapi tugas sistem Reproduksi
modul Sesak Napas.
Penulis mengetahui dan memahami bahwa dalam pembuatan laporan ini masih terdapat
banyak kekurangan, oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca
penulis harapkan untuk kesempurnaan penulisan di masa yang akan datang. Tidak lupa penulis
ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung telah
membantu dalam proses pembuatan makalah ini. Terima kasih kepada Allah SWT, orang tua,
tutor pembimbing yaitu dr. Busjra dan semua teman mahasiswa Universitas Muhammadiyah
Jakarta Prodi kedokteran angkatan 2011.
Kami ucapkan terima kasih kepada tutor-tutor kami pada modul ini, yang telah
memberikan kita arahan dan ilmu yang bermanfaat. Pada akhirnya penulis berharap laporan ini
bisa menjadi tulisan yang bermanfaat untuk diri penulis sendiri maupun untuk para pembaca.

Jakarta, September 2013

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................................1
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................................2

BAB I. PENDAHULUAN
Latar Belakang.......................................................................................................................................3
Tujuan....................................................................................................................................................3
BAB II. ANALISA MASALAH
Skenario.................................................................................................................................................4
Klarifikasi Kata Kunci...........................................................................................................................4
Identifikasi Masalah...............................................................................................................................5
Penyelesaian Masalah............................................................................................................................5

DAFTAR PUSTAKA

BAB I
2

PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Modul ini diberikan pada mahasiswa Fakultas Kedokteran UMJ yang merupakan bagian dari
mata kuliah Sistem Respirasi. Tujuan pemberian modul ini untuk melatih kemampuan
mahasiswa dalam penanganan penyakit pada Sistem Respirasi, dimana pada modul ini diberikan
satu skenario yang berhubungan dengan Sistem Respirasi tentang Sesak Napas .Mahasiswa
diharapkan mendiskusikan bukan hanya pada inti masalah tapi juga semua hal yang berhubungan
dengan permasalahan tersebut, misalnya tentang anatomi,fisiologi, biokimia serta histologi.Yang
dipentingkan disini adalah bagaimana proses memecahkan masalah yang diberikan dan bukan
diagnosanya.

1.2. TUJUAN
TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan tentang konsep-konsep
dasar yang berhubungan dengan gejala sesak napas dan mampu membedakan beberapa penyakit
sistem respirasi yang memberikan gejala tersebut.

BAB II
ANALISA MASALAH
3

2.1 SKENARIO
Seorang laki-laki 69 tahun, pensiunan mekanik, dibawa ke rumah sakit oleh anaknya
yang juga seorang dokter puskesmas karena menderita sesak yang hebat dan sangat lemah.
Kondisi kelemahan ini sebenarnya telah dialaminya sejak 4 bulan lalu dimana pada saat itu ia
menderita batuk yang tidak produktif yang disertai demam,yang membaik setelah diberikan
antibiotic selama 6 hari ditambah obat-obat simptomatik.
Saat ini ia juga menderita batuk yang produktif dengan sputum yang kecoklatan sejak 4
hari lalu, dan sejak 2 hari lalu ia mengeluh demam yang disertai muntah. Ia tidak ada riwayat
merokok ataupun minum-minuman keras. Ia tidak pernah keluar kota atau melakukan
perjalanan jauh sejak 1 tahun terakhir dan tidak pernah kontak dengan orang sakit
sebelumnya dan ia ada riwayat gastric reflux yang disertai mual dan muntah.
2.2 KLARIFIKASI KATA KUNCI
1. Laki-laki 69 tahun
2. Sesak yang hebat
3. Kelemahan ini telah dialaminya sejak 4 bualn lalu
4. Batuk yang tidak produktif
5. Demam
6. Membaik setelah diberikan antibiotik selama 6 hari
7. Saat ini menderita batuk yang produktif
8. Sputum yang kecoklatan sejak 4 hari lalu
9. Sejak 2 hari lalu ia menegluh demam
10. Tidak ada riwayat merokok ataupun minum-minuman keras
11. Tidak pernah kontak dengan orang sakit sebelumnya
12. Sering mengalami gastric reflux yang disertai mual dan muntah
2.3 IDENTIFIKASI MASALAH
1. Jelaskan penyakit-penyakit apa saja yang menimbulkan sesak nafas?
2. Jelaskan bagaimana patomekanisme dari sesak napas, batuk, dan sesak napas?
3. Apakah ada hubungannya riwayat pekerjaan dengan penyakit yang diderita oleh
pasien pada skenario? Jelaskan!
4. Mengapa pasien sering mengalami gastric reflux yang disertai mual muntah, Apakah
hubungannya dengan penyakit yang diderita oleh pasien?
5. Mengapa pada skenario pasien mengalami batuk produktif dengan sputum
kecoklatan?
6. Bagaimana DD dari penyakit pada skenario?
2.4PENYELESAIAN MASALAH
Fisiologi
4

Respirasi terdiri dari dua mekanisme, yaitu inspirasi dan ekspirasi. Pada saat inspirasi
costa tertarik kekranial dengan sumbu di articulatio costovertebrale, diafragma kontraksi
turun ke caudal, sehinggarongga thorax membesar, dan udara masuk karena tekanan
dalam rongga thorax yang membesarmenjadi lebih rendah dari tekanan udara luar.
Sedangkan ekspirasi adalah kebalikan dari inspirasi(Ganong, 1999).
Respirasi melibatkan otot-otot regular dan otot bantu. Otot reguler bekerja dalam
pernapasan normal,sedang otot bantu atau auxiliar bekerja saat pernapasan sesak. Otot
reguler inspirasi : m. Intercostalisexternus, m. Levator costae, m. Serratus posterior
superior, dan m. Intercartilagineus. Otot auxiliary inspirasi : m. Scaleni, m.
Sternocleidomastoideus, m. Pectoralis mayor et minor, m. Latissimus dorsi, m.Serrarus
anterior. Otot reguler ekspirasi : m. Intercostalis internus, m. Subcostalis, m.
Tranversusthorachis, m. Serratus posterior inferior. Otot auxiliar ekspirasi : m. Obliquus
externus et internusabdominis, m. Tranversus abdominis, m. Rectus abdominis
(Syaifulloh, dkk, 2008).
1. Jelaskan penyakit-penyakit apa saja yang menimbulkan sesak nafas?
Asma
Bronkitis Kronik
Empisema
pneumonia
Pneumotoraks
Efusi Pleura
Bronkiektasis
2. Sebutkan klasifikasi sesak?

3. Bagaimana patomekanisme sesak, batuk dan deman yang ada hubungannya dengan
skenario?
MEKANISME BATUK
Rangsang pada reseptor batuk dialirkan ke pusat batuk ke medula, dari medula dikirim
jawaban ke otot-otot dinding dada dan laring sehingga timbul batuk. Refleks batuk sangat
penting untuk menjagakeutuhan saluran napas dengan mengeluarkan benda asing atau
sekret bronkopulmoner. Iritasi salahsatu ujung saraf sensoris nervus vagus di laring,
trakea, bronkus besar atau sera aferen cabang faringdari nervus glossofaringeal dapat
menimbulkan batuk. Batuk juga timbul bila reseptor batuk di lapisanfaring dan esofagus,
rongga pleura dan saluran telinga luar dirangsang. Ada 4 fase mekanisme batuk,yaitu fase
iritasi, fase inspirasi dalam, fase kompresi dan fase ekspulsi/ekspirasi. Selama fase

kompresi,glotis menutup, otot-otot interkostal dan abdominal berkontraksi kuat sehingga


tekanan intratoraks danintraabdomen meningkat.
Bila tekanan intratoraks mencapai tingkat yang sangat tinggi, glotis membuka sedikit
secara tiba-tiba.Keadaan ini menyebabkan tekanan intrapulmoner turun. Menurunnya
tekanan intrapulmonermenyebabkan turunnya tekanan intraabdomen yang tinggi akibat
kontraksi otot-otot abdomen.Keadaan ini menyebabkan diafragma akan menaik secara
tajam. Naiknya diafragma akan menimbulkanpengeluaran udara yang kuat dari paru.
Aliran udara ini akan mendorong benda asing di saluran napaske dalam mulut sehingga
bisa dikeluarkan. Bunyi batuk terutama disebabkan oleh getaran pita suara dankadangkadang oleh getaran sekret. Berbagai kelainan atau penyakit yang merangsang reseptor
batukatau komponen refleks batuk dapat menimbulkan batuk. Batuk merupakan gejala
umum yangmempunyai nilai diagnostik terbatas, tetapi dapat merupakan satu-satunya
indikasi terdapatnyapenyakit bronkopulmoner yang serius. Batuk sangat sering terjadi
pada perokok, yang kadang-kadangtidak disadari; perubahan pada sifat batuk dan
ekspektorasilah yang membuat mereka menyadari halini.
Perubahan ini sering disebabkan oleh infeksi, tetapi mungkin juga merupakan indikasi
terdapatnyakeganasan yang banyak ditemukan pada perokok. Masa tanpa gejala berarti
pada perokok berlangsungkira-kira 10 tahun setelah merokok dimulai, setelah itu timbul
gejala batuk kronik biasanya disertaidengan sejumlah sputum.

SESAK NAPAS
Dispnea atau sesak napas bisa terjadi dari berbagai mekanisme seperti jika ruang fisiologi
meningkatmaka akan dapat menyebab kan gangguan pada pertukaran gas antara O2 dan
CO2 sehingga menyebabkan kebutuhan ventilasi makin meningkat sehingga terjadi sesak
napas. Pada orang normal ruang mati ini hanya berjumlah sedikit dan tidak terlalu
penting, namun pada orang dalam keadaanpatologis pada saluran pernapasn maka ruang
mati akan meningkat.
Begitu juga jika terjadi peningkatan tahanan jalan napas maka pertukaran gas juga akan
terganggu dan juga dapat menebab kan dispnea. Dispnea juga dapat terjadi pada orang
yang mengalami penurnanterhadap compliance paru, semakin rendah kemampuan
7

terhadap compliance paru maka makin besargradien tekanan transmural yang harus
dibentuk selama inspirasi untuk menghasilkan pengembanganparu yang normal.
Penyebab menurunnya compliance paru bisa bermacam salah satunya adalahdigantinya
jaringan paru dengan jaringan ikat fibrosa akibat inhalasi asbston atau iritan yang sama.

DEMAM
Substansi penyebab demam disebut pirogen. Pirogen eksogen berasal dari luar tubuh,
baik dari produkproses infeksi maupun non infeksi. Lipopolysaccharyde (LPS) pada
dinding bakteri gram negatif ataupeptidoglikan dan teichoic acid pada bakteri gram
positif, merupakan pirogen eksogen. Substansi inimerangsang makrofag, monosit,
limfosit, dan endotel untuk melepaskan IL1, IL6, TNF-, dan IFN-, yangbertindak
sebagai pirogen endogen.8,12,14 Sitokinsitokin proinflamasi ini akan berikatan
denganreseptornya di hipotalamus dan fofsolipase-A2. Peristiwa ini akan menyebabkan
pelepasan asamarakidonat dari membran fosfolipid atas pengaruh enzim siklooksigenase2 (COX-2). Asam arakidonatselanjutnya diubah menjadi prostaglandin E2 (PGE2). PGE2
baik secara langsung maupun melaluiadenosin monofosfat siklik (c-AMP), akan
mengubah setting termostat (pengatur suhu tubuh) dihipotalamus pada nilai yang lebih
tinggi. Selanjutnya terjadi peningkatan produksi dan konservasi panassesuai setting suhu
tubuh yang baru tersebut. Hal ini dapat dicapai melalui refleks vasokonstriksipembuluh
darah kulit dan pelepasan epinefrin dari saraf simpatis, yang menyebabkan
peningkatanmetabolisme tubuh dan tonus otot. Suhu inti tubuh dipertahankan pada
kisaran suhu normal, sehinggapenderita akan merasakan dingin lalu menggigil dan
menghasilkan panas.

4. Differential Diagnosa?
EMPIEMA

DEFINISI
8

Empiema adalah keadaan terkumpulnya nanah ( pus ) didalam ronggga pleura dapat
setempat atau mengisi seluruh rongga pleura (Ngastiyah,1997).
Empiema adalah penumpukan cairan terinfeksi atau pus pada cavitas pleura (Diane C.
Baughman, 2000).
Empiema adalah penumpukan materi purulen pada areal pleural (Hudak & Gallo, 1997).
Empiema adalah kondisi dimana terdapatnya udara dan nanah dalam rongga pleura
dengan yang dapati timbul sebagai akibat traumatik maupun proses penyakit lainnya.
Empiema adalah suatu efusi pleura eksudat yang disebabkan oleh infeksi langsung pada
rongga pleura yang menyebabkan cairan pleura menjadi keruh. Pada empiema terdapat
cairan pleura yang mana pada kultur dijumpai bakteri atau sel darah putih > 15.000 /
mm3 dan protein > 3 gr/ dL.

ETIOLOGI
Sebelum antibiotik berkembang, pneumokokus (Streptococus pneumoniae) dan Streptococus
hemolyticus (Sterptococus pyogenes) adalah penyebab empiema yang terbesar di bandingkan
sekarang. Basil gram negatif seperti Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, Proteus species
dan Klebsiella pneumoniae merupakan grup yang terbesar dan hampir 30 % dijumpai pada hasil
isolasi setelah berkurangnya kejadian empiema sebagai komplikasi pneumonia pneumokokus.
Staphylococcus aureus merupakan organisme penyebab infeksi yang paling sering menyebabkan
empiema pada anak-anak, terutama pada bayi sekitar 92 % empiema pada anak-anak di bawah 2
tahun. Bakteri gram negatif yang lain Haemophilus influenzae adalah penyebab empiema pada
anak-anak.
Empiema juga dapat disebabkan organisme yang lain seperti empiema tuberkulosis yang
sekarang jarang dijumpai pada negara berkembang. Empiema jarang disebabkan oleh jamur,
terutama pada penderita yang mengalami penurunan daya tahan tubuh (Immunocompromised).
Aspergillus species dapat menginfeksi rongga pleura dan dapat menyebabkan empiema dan ini
terkadang terjadi pada penderita yang mengalami penurunan daya tahan tubuh yang dapat
menyebabkan penyakit paru-paru dan pleura yang serius walaupun jarang.

EPIDEMIOLOGI
Empiema merupakan komplikasi yang paling sering dari pneumonia pneumokokus, yang terjadi
sekitar 2 % dari semua kasus. Meskipun telah ada antibiotik yang potensial, pneumonia bakterial
masih menyebabkan morbiditas dan mortalitas di Amerika. Setiap tahun angka kejadian
pneumonia bakterial diperkirakan sekitar 4 juta dengan rata-rata 20 % membutuhkan perawatan
di rumah sakit. Karena sebanyak 40 % penderita yang dirawat di rumah sakit dengan pneumonia
9

bekterial memiliki efusi pleura. Efusi terjadi akibat pneumonia merupakan persentase yang besar
dari efusi pleura. Angka morbiditas dan mortalitas pada penderita pneumonia yang disertai efusi
pleura lebih tinggi daripada penderita yang hanya menderita pneumonia saja.

MANIFESTASI KLINIS
Sesak napas adalah gejala yang paling utama. Pada empiema gejala lain yang timbul adalah
panas, menggigil, dan penurunan berat badan. Gejala empiema yang timbul tergantung dari
terbentuknya atau tidaknya fistula ke bronkus, yakni berupa fistula bronkopleura. Bila tidak
terjadi fistula, maka gejalanya akan tetap berat, sementara itu apabila telah terjadi fistula maka
gejalanya akan lebih ringan.
Adapun gejala klinis yang dapat timbul adalah sebagai berikut, antara lain:

Sering dijumpai demam


Malaise dan kehilangan berat badan pada empiema kronis
Penderita sering mengeluh adanya nyeri pleura (Pleuritic pain)
Dispnea dapat disebabkan akibat kompresi atau penekanan pada paru-paru oleh
cairan empyema
Batuk sering dijumpai dan adanya fistula bronkopleural yang disertai dengan sputum
yang purulen yang dapat dibatukkan.

PATOMEKANISME
Mekanisme penyebaran infeksi sehingga mencapai rongga pleura
1. Infeksi paru, infeksi paru seperti pneumonia dapat menyebar secara langsung ke pleura,
penyebaran melalui sistem limfatik atau penyebaran secara hematogen. Penyebaran juga bisa
terjadi akibat adanya nekrosis jaringan akibat pneumonia atau adanya abses yang ruftur ke
rongga pleura.
2. Mediastinum, kuma-kuman dapat masuk ke rongga pleura melalui tracheal fistula, esofageal
fistula, asanya abses di kelenjar mediastinum
3. Subdiafragma, asanya proses di peritoneal atau di visceral dapat juga menyebar ke rongga
pleura
4. Inokulasi langsung, inokulasi langsung dapat terjadi akibat trauma, iatrogenik, pasca operasi.
Pasca operasi dapat terjadi infeksi dari hemotoraks atau adanya leak dari bronkus.

10

Proses infeksi di paru seperti pneumonia, abses paru, sering mengakibatkan efusi
parapneumonik yang merupakan awal terjadinya empiema, ada tiga fase perjalan efusi
parapneumonik,

- Fase pertama atau fase eksudatif yang ditandai dengan penumpukan cairan pleura yang dteril
dengan cepat dirongga pleura. Peumpukan cairan tersebut akibat peninggian permeabilitas
kapiler di pleura visceralis yang diakibatkan pneumonitis. Cairan ini memiliki karakteristik
rendah lekosit, rendah LDH, normal glukosa, dan normal pH.
- Bila pemberian antibiotik tidak tepat, bakteri yang berasal dari proses pneumonitis tersebut
akan menginvasi cairan pleura yang akan mengawali terjadinya fase kedua yaitu fase
fibropurulen pada fase ini cairan pleura mempunyai karakteristik PMN lekosit tinggi, dijumpai
bakteri dan debris selular, pH dan glukosa rendah dan LDH tinggi. Pasa fase ini, penanganan
tidak cukup hanya dengan antibiotik tetapi memerlukan tindakan lain seperti pemasangan selang
dada.
- Bila penanganan juga kurang baik, penyakit akan memasuki fase akhir yaitu fase organization.
Pada fase ini fibroblas akan berkembang ke eksudat dari permukaan pleura visceralis dan
parietalis dan membentuk membran yang tidak elastis yang dinamakan pleural feel. Pleural feel
ini akan menyelubungi paru dan menghalangi paru untuk mengembang. Pada fase ini eksudat
sangat kental dan bila penanganan tetap tidak baik, penyakit dapat berlanjut menjadi empiema.

KOMPLIKASI
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Fibrosis pleura
Kolaps paru akibat penekanan cairan pada paru-paru
Panyakit paru restriktif
Syok
Pergeseran organ-organ mediastinum
Piopneumotoraks

ALUR DIAGNOSIS
Pemeriksaan Fisik
Adanya tanda cairan disertai pergerakan hemithoraks yang sakit berkurang. Terdengar suara
redup pada perkusi. Pada auskultasi suara nafas menurun sampai menghilang disisi hemithorak
yang sakit.
11

2.

Foto Dada

Foto thoraks PA dan lateral didapatkan gambaran opacity yang menunjukkan adanya cairan
dengan atau tanpa kelainan paru. Bila terjadi fibrothoraks, trakea di mediastinum tertarik ke sisi
yang sakit dan juga tampak adanya penebalan.
3.

Diagnosa pasti

Aspirasi pleura akan menunjukkan adanya nanah didalam rongga dada (pleura). Nanah dipakai
sebagi bahan pemeriksaan : Citologi, Bakteriologi, Jamur, Amoeba dan dilakukan pembiakan
terhadap kepekaan antibiotik.

PENATALAKSANAAN
sip pengobatan pada empiema :
1.
a.

Pengosongan ronga pleura dari nanah


Aspirasi Sederhana

Dilakukan berulangkali dengan memakai jarum lubang besar. Cara ini cukup baik untuk
mengeluarkan sebagian besar pus dari empiema akut atau cairan masih encer. Kerugian teknik
seperti ini sering menimbulkan pocketed empiema. USG dapat dipakai untuk menentukan
lokasi dari pocket empiema.
b.

Drainase Tertutup

Pemasangan Tube Thoracostomy = Closed Drainage (WSD)


Indikasi pemasangan darin ini apabila nanah sangat kental, nanh berbentuk sudah dua minggu
dan telah terjadi pyopneumathoraks. Pemasangan selang jangan terlalu rendah, biasanya
diafagma terangkat karena empiema. Pilihlah selang yang cukup besar. Apabila tiga sampai 4
mingu tidak ada kemajuan harus ditempuh dengan cara lain seperti pada empiema kronis.
c.

Drainase Terbuka (open drainage)

Tindakan ini dikerjakan pada empiema kronis dengan memotong sepenggal iga untuk membuat
jendela. Cara ini dipilih bila dekortikasi tidak dimungnkinkan dan harus dikerjakan dalam
kondisi betul-betul steril.
2.

Pemberian antibiotika

Mengingat sebab kematian umumnya karena sepsis, maka pemberian antibiotik memegang
peranan yang penting. Antibiotik harus segera diberikan begitu diagnosa diegakkan dan dosisnya
12

harus adekuat. Pilihan antibiotik didasarkan pada hasil pengecatan gram dari hapusan nanah.
Pengobatan selanjutnya tergantung pada hasil kultur dan tes kepekaan obat. Bila kuman
penyebab belum jelas dapat dipakai Benzil Penicillin dosis tinggi.
3.

Penutupan rongga pleura

Empiema kronis gagal menunjukkan respon terhadap drainase selang, maka dilakukan
dekortikasi atau thorakoplasti. Jika tidak ditangani dengan baik akan menambah lama rawat inap.
4.

Pengobatan kausal

Tergantung penyebabnya misalnya amobiasis, TB, aktinomeicosis, diobati dengan memberikan


obat spesifik untuk masing-masing penyakit.

PROGNOSIS
Mortalitas bergantung pada umur , penyakit penyerta, penyakit dasarnya dan pengobatan yang
adekuat. Angka kematian meningkat pada usia tua atau penyakit dasar yang berat dan karena
terlambat dalam pemberian obat.
Kematian pada empyema oleh Staphylococcus pada bayi dan anak kcil masih tinggi.
Hal ini disebabkan terutama oleh ganasnya Staphylococcus yang dapat mengubah
bronchopneumonia ringan menjadi empyema dalam beberapa jam saja. Hal ini mungkin karena
natural resistance bayi dan anak kecil umumnya masih rendah. Pada penyembuhan biasanya
tidak terdapat terdapat keluhan lagi walaupun kadang-kadang masih terdapat perlengketan ringan
yang dapat menghilang di kemudian hari.

PENCEGAHAN
Pencegahan untuk pasien menderita empiema paru hanya dapat mencegah terjadiny factor
pencetus Empiema paru, mencegah terjadinya etiologi diatas :
1. Melakukan penatalaksanaan dengan baik pada pasien pneumonia, Abses Paru, TB dan infeksi
paru lainnya, agar tidak terjadi empiema paru.
2. Mencegah terjadinya trauma tumor, melakukan penatalksaan sesuai prosedur agar tidak terjadi
infeksi ketika pembedahan otak, thorakosentris

13

3. Mencegah kontaminasi bakteri Staphilococcus Pyogenes,. Terjadi pada semua umur, sering
pada anak,Streptococcus Pyogenes, Bakteri gram negatif , dan Bakteri anaerob.

PNEUMONIA
Definisi.
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis
yangmencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru
dangangguan pertukaran gas setempat. Pada pemeriksaan histologis terdapat pneumonitis atau
reaksiinflamasi berupa alveolitis dan pengumpulan eksudat yang dapat ditimbulkan oleh
berbagai penyebabdan berlangsung dalam jangka waktu yang bervariasi.
Pneumonia merupakan radang paru yang disebabkan mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, dan
parasit). Pneumonia adalah penyakit inflamasi pada paru yang dicirikan dengan adanya
konsolidasi akibat eksudat yang masuk dalam area alveoli. (Axton & Fugate, 1993).
Penumonia adalah inflamasiparenkim paru, biasanya berhubungan dengan pengisian cairan di
dalam alveoli. Hal ini terjadi ini terjadiakibat adanya invaksi agen atau infeksius adalah adanya
kondisi yang mengganggu tahanan saluran.Trakhabrnkialis, adalah pun beberapa keadaan yang
mengganggu mekanisme pertahanan sehinggatimbul infeksi paru misalnya, kesadaran menurun,
umur tua, trakheastomi, pipa endotrakheal, dan lain-lain. Dengan demikian flora endogen yang
menjadi patogen ketika memasuki saluran pernafasa. (Ngasriyal,Perawatan Anak Sakit, 1997).
Patofisiologi
Pneumonia dapat terjadi akibat menghirup bibit penyakit di udara, atau kuman di tenggorokan
terisapmasuk ke paru-paru. Penyebaran bisa juga melalui darah dari luka di tempat lain, misalnya
di kulit. Jikamelalui saluran napas, agen (bibit penyakit) yang masuk akan dilawan oleh pelbagai
sistem pertahanantubuh manusia. Misalnya, dengan batuk-batuk, atau perlawanan oleh sel-sel
pada lapisan lendirtenggorokan, hingga gerakan rambut-rambut halus (silia) untuk mengeluarkan
mukus (lendir) tersebutkeluar. Tentu itu semua tergantung besar kecilnya ukuran sang penyebab
tersebut.
14

Terpajan Bakteri
Teraspirasi ke dalam Bronkus Distal dan Alveoli Konsolidasi Paru
Darah di Sekitar Alveoli Tidak Berfungsi Peradangan / Inflamasi di Paru
Hipoksia Ketidakadekutan Pembentukan Edema
Pertahanan Utama
Dx : KerusakanPertukaran Gas Dx : Ketidakefektifan
Dx : Infeksi, Resiko Tinggi Bersihan Jln Nfs

Pemeriksaan penunjang:

Rontgen dada
Pembiakan dahak
Hitung jenis daraho Gas darah arteri.

Penatalaksanaan
Kepada penderita yang penyakitnya tidak terlalu berat, bisa diberikan antibiotik per-oral (lewat
mulut)dan tetap tinggal di rumah.
Penderita yang lebih tua dan penderita dengan sesak nafas atau dengan penyakit jantung atau
paru-paru lainnya, harus dirawat dan antibiotik diberikan melalui infus. Mungkin perlu diberikan
oksigentambahan, cairan intravena dan alat bantu nafas mekanik.
Kebanyakan penderita akan memberikan respon terhadap pengobatan dan keadaannya
membaikdalam waktu 2 minggu.
Penatalaksanaan untuk pneumonia bergantung pada penyebab, sesuai yang ditentukan oleh
pemeriksaan sputum mencakup:
Oksigen 1-2 L/menit.
IVFD dekstrose 10 % : NaCl 0,9% = 3 : 1, + KCl 10 mEq/500 ml cairan. Jumlah cairan sesuai
berat badan,kenaikan suhu, dan status hidrasi.
Jika sesak tidak terlalu berat, dapat dimulai makanan enteral bertahap melalui selang
nasogastrikdengan feeding drip.
Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal dan beta agonis untuk
memperbaiki transport mukosilier.
Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit.
Antibiotik sesuai hasil biakan atau berikan:
Untuk kasus pneumonia community base :
15

1) Ampisilin 100 mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberian.


2) Kloramfenikol 75 mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberian
Untuk kasus pneumonia hospital base:
1) Sefatoksim 100 mg/kg BB/hari dalam 2 kali pemberian.
2) Amikasin 10-15 mg/kg BB/hari dalam 2 kali pemberian.

BRONCHITIS
Definisi
Bronchitis adalah suatu penyakit yang ditandai adanya dilatasi ( ektasis ) bronkus lokal yang
bersifatpatologis dan berjalan kronik.
Perubahan bronkus tersebut disebabkan oleh perubahan-perubahandalam dinding bronkus berupa
destruksi elemen-elemen elastis dan otot-otot polos bronkus. Bronkusyang terkena umumnya
bronkus kecil (medium size ), sedangkan bronkus besar jarang terjadi.
Patogenesis
Apabila bronchitis kongenital patogenesisnya tidak diketahui diduga erat hubungannya dengan
geneticserta factor pertumbuhan dan perkembangan fetus dalam kandungan. Pada bronchitis
yang didapat patogenesisnya diduga melelui beberapa mekanisme : factor obstruksi bronkus,
factor infeksi padabronkus atau paru-paru, fibrosis paru, dan factor intrinsik dalam bronkus atau
paru.
Patogenesis pada kebanyakan bronchitis yang didapat melalui dua mekanisme dasar :
1) Infeksi bacterial pada bronkus atau paru, kemudian timbul bronchitis. Infeksi pada bronkus
atau paruakan diikuti proses destruksi dinding bronkus daerah infeksi dan kemudian timbul
bronchitis.
2) Obstruksi bronkus akan diikuti terbentuknya bronchitis, pada bagian distal obstruksi dan
terjadiinfeksi juga destruksi bronkus.
Bronchitis merupakan penyakit paru yang mengenai paru dan sifatnya kronik. Keluhan-keluhan
yangtimbul juga berlangsung kronik dan menetap . keluhan-keluhan yang timbul erat dengan :
luas ataubanyaknya bronkus yang terkena, tingkatan beratnya penyakit, lokasi bronkus yang
terkena, ada atautidaknya komplikasi lanjut.. keluhan-keluhan yang timbul umumnya sebagai
16

akibat adanya beberapa hal: adanya kerusakan dinding bronkus, akibat komplikasi, adanya
kerusakan fungsi bronkus.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Lab :Sputum biasa berlapis tiga, lapisan atas terdiri dari busa, lapisan

tengah adalah sereus, lapisan bawahterdiri dari pus.


Pem Radiologi :Didapatkan corakan paru menjadi lebih kasar dan berkelompok

Penatalaksanaan
Pengelolaan pasien bronchitis terdiri atas dua kelompok :
A. Pengobatan konservatif, terdiri atas :
1) Pengelolaan umum
Pengelolaan umum ditujukan untuk semua pasien bronchitis, meliputi :
a. Menciptakan lingkungan yang baik dan tepat untuk pasien :
Contoh :
Membuat ruangan hangat, udara ruangan kering.
Mencegah / menghentikan rokok
Mencegah / menghindari debu,asap dan sebagainya.
b. Memperbaiki drainase secret bronkus, cara yang baik untuk dikerjakan
adalah sebagai berikut :
Melakukan drainase postural
Mencairkan sputum yang kental
Mengatur posisi tepat tidur pasienc. Mengontrol infeksi saluran nafas.
2) Pengelolaan khusus.
a. Kemotherapi pada bronchitisKemotherapi dapat digunakan : secara
continue untuk mengontrol infeksi bronkus (ISPA) untuk pengobatan
aksaserbasi infeksi akut pada bronkus/paru atau kedua-duanya digunakan.
Kemotherapi menggunakan obat-obat antibiotic terpilih, pemakaian
antibiotic antibiotic sebaiknya harus berdasarkan hasil uji sensivitas
kuman terhadap antibiotic secara empiric.
Walaupun kemotherapi jelas kegunaannya pada pengelolaan bronchitis,
tidak pada setiap pasien harusiberikan antibiotic. Antibiotik diberikan jika
terdapat aksaserbasi infeki akut, antibiotic diberikan selama7-10 hari
dengan therapy tunggal atau dengan beberapa antibiotic, sampai terjadi
17

konversi warnasputum yang semula berwarna kuning/hijau menjadi


mukoid ( putih jernih).
Kemotherapi dengan antibiotic ini apabila berhasil akan dapat mengurangi
gejala batuk, jumlah sputumdan gejala lainnya terutama pada saat terjadi
aksaserbasi infeksi akut, tetapi keadaan ini hanya bersifat sementara.
b. Drainase secret dengan bronkoskop
Cara ini penting dikerjakan terutama pada saat permulaan perawatan
pasien. Keperluannya antara lain:
Menentukan dari mana asal secret
Mengidentifikasi lokasi stenosis atau obstruksi bronkus
Menghilangkan obstruksi bronkus dengan suction drainage daerah
obstruksi.
3) Pengobatan simtomatik
Pengobatan ini diberikan jika timbul simtom yang mungkin mengganggu atau
membahayakan pasien.
a. Pengobatan obstruksi bronkus
Apabila ditemukan tanda obstruksi bronkus yang diketahui dari hasil uji faal
paru ( % FEV 1 < 70% ) dapatdiberikan obat bronkodilator.
b. Pengobatan hipoksia.
Pada pasien yang mengalami hipoksia perlu diberikan oksigen.
c. Pengobatan haemaptoe.
Tindakan yang perlu segera dilakukan adalah upaya menghentikan
perdarahan. Dari berbagai penelitianpemberian obat-obatan hemostatik
dilaporkan hasilnya memuaskan walau sulit diketahui mekanismekerja obat
tersebut untuk menghentikan perdarahan.
d. Pengobatan demam.
Pada pasien yang mengalami eksaserbasi inhalasi akut sering terdapat demam,
lebih-lebih kalau terjadi septikemi. Pada kasus ini selain diberikan antibiotic
perlu juga diberikan obat antipiretik.

DAFTAR PUSTAKA

18

Goodman and gillman. Ed 10. Dasar Farmakologi Terapi. EGC


Guyton dan hall.2009.Fisiologi Kedokteran.Jakarta:EGC
Murray, Robert, dkk. 2009. Biokimia Harper. Jakarta. EGC
Price, Sylvia A. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.Edisi 6. Jakarta :
EGC
Robbins. Buku Ajar Patologi. Edisi 7 Vol 2
Sudoyo , Aru W. dkk. 2006. Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan
Fakultas Ilmu Penyakit Dalam FKUI
Sugono, Sidartawan. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Obesitas. Jakarta. Interna
Publishing

19

Anda mungkin juga menyukai