Anda di halaman 1dari 16

Universitas Muhammadiyah Makassar

MODUL I
BATUK DAN SESAK PADA DEWAS

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK IV

1. ANDI PERDI RUSLI 6. NUR HIKMAH B


2. ADHYATMAN 7. FAJAR NINGSIH
3. RUSMIN USMAN 8. IRMAWATI
4. ANDI ADITYA 9. NUR ASIAH MUSTARI
5. RINA MUKTAMARIA 10. JUNLIANTI LIAMBANA
6. GUSTI EKA PUTRI

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
TAHUN 2010
SKENARIO 2

Seorang laki-laki 69 tahun, pensiunan pekerja di pabrik semen, dibwawa kerumah sakit oleh
anaknya yang juga seorang dokter puskesmas karena menderita sesak yang hebat dan sangat
lemah. Kondisi kelemahan ini sebenarnya telah dialaminya sejak 4 bulan lalu dimana pada
saat itu ia menderita batuk yang tidak produktif yang disertai demam, yang membaik setelah
diberikan antibiotik selama 6 hari ditambah obat-obat simptomatik. Saat ini ia juga menderita
batuk yang produktif dengan sputum yang kecoklatan sejak 4 hari lalu, dan sejak 2 hari lalu
ia mengeluh demam yang disertai muntah. Ia tidak ada riwayat merokok ataupun minuman-
minuman keras. Ia tidak pernah keluar kota atau melakukan perjalanan jauh sejak 1 tahun
terakhir dan tidak pernah kontak dengan orang sakit sebelumnya. Selain itu ia sering
mengalami gastric reflux yang disertai mual dan muntah.

KATA SULIT

Gastric reflux : melemahnya tonus spinchter atau lambung dengan oesophagus


sehingga cairan dari lambung bisa masuk ke oesophagus sehingga menimbulkan
mual dan muntah.

KATA KUNCI

1. Laki-laki 69 tahun pensiunan pekerja di pabrik semen.


2. Sesak yang hebat dan sangat lemah
3. Kelemahan ini telah dialaminya sejak 4 bualn lalu
4. Batauk yang tidak produktif
5. Demam
6. Membaik setelah diberikan antibiotik selama 6 hari
7. Saat ini menderita batuk yang produktif
8. Sputum yang kecoklatan sejak 4 hari lalu
9. Sejak 2 hari lalu ia menegluh demam
10. Muntah
11. Tidak ada riwayat merokok ataupun minum-minuman keras
12. Tidak pernah kontak dengan orang sakit sebelumnya
13. Sering mengalami gastric reflux yang disertai mual dan muntah

PERTANYAAN

1. Bagaimana anatomi, fisiologi paru?

2. Bagaimana patomekanisme sesak, batuk dan deman yang ada hubungannya dengan
skenario?

3. Differential diagnosa?

4. Bagaimana penjalaran batuk dari batuk tidak produktif sampai batuk produktif?

5. Apa yang menyebabkan sehingga sputumnya berwarna kecoklatan?


6. Mengapa pasien sering mengalami gastric refluks yang disertai dengan mual dan
muntah?

7. Bagaimana manfaat pemberian obat antibiotik dan obat simptomatik pada skenario?

8. Apa ada hubungan riwayat pekerjaan dengan penyakit yang diderita oleh pasien?

9. Sebutkan pemeriksaan yang digunakan untuk menegakkan diagnosa?

10. Bagaimana penatalaksanaan dari diagnosa?

11. Bagaimana komplikasi dari diagnosa?

12. Bagaimana prognosis dari diagnosa?

JAWABAN PERTANYAAN

1. Anatomi, fisiologi, system pernapasan:


Anatomi

Secara umum saluran udara pernapasan adalah sebagai berikut : dari nares anterior
menuju ke cavitas nasalis, choanae, nasopharynx, larynx, trachea, bronchus primarius,
bronchus secundus, bronchus tertius, bronchiolus, bronchiolus terminalis, bronchiolus
respiratorius, ductus alveolaris, atrium alveolaris, sacculus alveolaris, kemudian berakhir
pada alveolus tempat terjadinya pertukaran udara (Budiyanto, dkk, 2005) Tractus
respiratorius dibagi menjadi 2 bagian : (1) zona konduksi, dari lubang hidung sampai
bronciolus terminalis, (2) zona respiratorik, mulai dari bronciolus respiratorius sampai
alveolus. Zona konduksi berfungsi sebagai penghangat, pelembab, dan penyaring udara
pernapasan. Zona respiratorik untuk pertukaran gas (Guyton, 1997).
Fisiologi
Respirasi terdiri dari dua mekanisme, yaitu inspirasi dan ekspirasi. Pada saat inspirasi
costa tertarik ke kranial dengan sumbu di articulatio costovertebrale, diafragma kontraksi
turun ke caudal, sehingga rongga thorax membesar, dan udara masuk karena tekanan dalam
rongga thorax yang membesar menjadi lebih rendah dari tekanan udara luar. Sedangkan
ekspirasi adalah kebalikan dari inspirasi (Ganong, 1999).
Respirasi melibatkan otot-otot regular dan otot bantu. Otot reguler bekerja dalam
pernapasan normal, sedang otot bantu atau auxiliar bekerja saat pernapasan sesak. Otot
reguler inspirasi : m. Intercostalis externus, m. Levator costae, m. Serratus posterior superior,
dan m. Intercartilagineus. Otot auxiliar inspirasi : m. Scaleni, m. Sternocleidomastoideus, m.
Pectoralis mayor et minor, m. Latissimus dorsi, m. Serrarus anterior. Otot reguler ekspirasi :
m. Intercostalis internus, m. Subcostalis, m. Tranversus thorachis, m. Serratus posterior
inferior. Otot auxiliar ekspirasi : m. Obliquus externus et internus abdominis, m. Tranversus
abdominis, m. Rectus abdominis (Syaifulloh, dkk, 2008).

2. Bagaimana patomekanisme sesak, batuk dan deman yang ada hubungannya dengan
skenario?

MEKANISME BATUK
Rangsang pada reseptor batuk dialirkan ke pusat batuk ke medula, dari medula
dikirim jawaban ke otot-otot dinding dada dan laring sehingga timbul batuk. Refleks batuk
sangat penting untuk menjaga keutuhan saluran napas dengan mengeluarkan benda asing atau
sekret bronkopulmoner. Iritasi salah satu ujung saraf sensoris nervus vagus di laring, trakea,
bronkus besar atau sera aferen cabang faring dari nervus glossofaringeal dapat menimbulkan
batuk. Batuk juga timbul bila reseptor batuk di lapisan faring dan esofagus, rongga pleura dan
saluran telinga luar dirangsang. Ada 4 fase mekanisme batuk, yaitu fase iritasi, fase inspirasi
dalam, fase kompresi dan fase ekspulsi/ekspirasi. Selama fase kompresi, glotis menutup, otot-
otot interkostal dan abdominal berkontraksi kuat sehingga tekanan intratoraks dan
intraabdomen meningkat.
Bila tekanan intratoraks mencapai tingkat yang sangat tinggi, glotis membuka sedikit
secara tiba-tiba. Keadaan ini menyebabkan tekanan intrapulmoner turun. Menurunnya
tekanan intrapulmoner menyebabkan turunnya tekanan intraabdomen yang tinggi akibat
kontraksi otot-otot abdomen. Keadaan ini menyebabkan diafragma akan menaik secara tajam.
Naiknya diafragma akan menimbulkan pengeluaran udara yang kuat dari paru. Aliran udara
ini akan mendorong benda asing di saluran napas ke dalam mulut sehingga bisa dikeluarkan.
Bunyi batuk terutama disebabkan oleh getaran pita suara dan kadang-kadang oleh getaran
sekret. Berbagai kelainan atau penyakit yang merangsang reseptor batuk atau komponen
refleks batuk dapat menimbulkan batuk. Batuk merupakan gejala umum yang mempunyai
nilai diagnostik terbatas, tetapi dapat merupakan satu-satunya indikasi terdapatnya penyakit
bronkopulmoner yang serius. Batuk sangat sering terjadi pada perokok, yang kadang-kadang
tidak disadari; perubahan pada sifat batuk dan ekspektorasilah yang membuat mereka
menyadari hal ini. Perubahan ini sering disebabkan oleh infeksi, tetapi mungkin juga
merupakan indikasi terdapatnya keganasan yang banyak ditemukan pada perokok. Masa
tanpa gejala berarti pada perokok berlangsung kira-kira 10 tahun setelah merokok dimulai,
setelah itu timbul gejala batuk kronik biasanya disertai dengan sejumlah sputum.
SESAK NAPAS
Dispnea atau sesak napas bisa terjadi dari berbagai mekanisme seperti jika ruang
fisiologi meningkat maka akan dapat menyebab kan gangguan pada pertukaran gas antara O 2
dan CO2 sehingga menyebabkan kebutuhan ventilasi makin meningkat sehingga terjadi sesak
napas. Pada orang normal ruang mati ini hanya berjumlah sedikit dan tidak terlalu penting,
namun pada orang dalam keadaan patologis pada saluran pernapasn maka ruang mati akan
meningkat.
Begitu juga jika terjadi peningkatan tahanan jalan napas maka pertukaran gas juga
akan terganggu dan juga dapat menebab kan dispnea. Dispnea juga dapat terjadi pada orang
yang mengalami penurnan terhadap compliance paru, semakin rendah kemampuan terhadap
compliance paru maka makin besar gradien tekanan transmural yang harus dibentuk selama
inspirasi untuk menghasilkan pengembangan paru yang normal. Penyebab menurunnya
compliance paru bisa bermacam salah satunya adalah digantinya jaringan paru dengan
jaringan ikat fibrosa akibat inhalasi asbston atau iritan yang sama.
DEMAM
Substansi penyebab demam disebut pirogen. Pirogen eksogen berasal dari luar tubuh,
baik dari produk proses infeksi maupun non infeksi. Lipopolysaccharyde (LPS) pada dinding
bakteri gram negatif atau peptidoglikan dan teichoic acid pada bakteri gram positif,
merupakan pirogen eksogen. Substansi ini merangsang makrofag, monosit, limfosit, dan
endotel untuk melepaskan IL1, IL6, TNF-α, dan IFN-α, yang bertindak sebagai pirogen
endogen.8,12,14 Sitokinsitokin proinflamasi ini akan berikatan dengan reseptornya di
hipotalamus dan fofsolipase-A2. Peristiwa ini akan menyebabkan pelepasan asam arakidonat
dari membran fosfolipid atas pengaruh enzim siklooksigenase-2 (COX-2). Asam arakidonat
selanjutnya diubah menjadi prostaglandin E2 (PGE2). PGE2 baik secara langsung maupun
melalui adenosin monofosfat siklik (c-AMP), akan mengubah setting termostat (pengatur
suhu tubuh) di hipotalamus pada nilai yang lebih tinggi. Selanjutnya terjadi peningkatan
produksi dan konservasi panas sesuai setting suhu tubuh yang baru tersebut. Hal ini dapat
dicapai melalui refleks vasokonstriksi pembuluh darah kulit dan pelepasan epinefrin dari
saraf simpatis, yang menyebabkan peningkatan metabolisme tubuh dan tonus otot. Suhu inti
tubuh dipertahankan pada kisaran suhu normal, sehingga penderita akan merasakan dingin
lalu menggigil dan menghasilkan panas.

3. Differential diagnosa?

PNEUMONIA
Definisi.
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus
terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli, serta menimbulkan
konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat. Pada pemeriksaan
histologis terdapat pneumonitis atau reaksi inflamasi berupa alveolitis dan pengumpulan
eksudat yang dapat ditimbulkan oleh berbagai penyebab dan berlangsung dalam jangka
waktu yang bervariasi.
Pneumonia merupakan radang paru yang disebabkan mikroorganisme (bakteri, virus,
jamur, dan parasit). Pneumonia adalah penyakit inflamasi pada paru yang dicirikan dengan
adanya konsolidasi akibat eksudat yang masuk dalam area alveoli. (Axton & Fugate, 1993).
Penumonia adalah inflamasi parenkim paru, biasanya berhubungan dengan pengisian cairan
di dalam alveoli. Hal ini terjadi ini terjadi akibat adanya invaksi agen atau infeksius adalah
adanya kondisi yang mengganggu tahanan saluran. Trakhabrnkialis, adalah pun beberapa
keadaan yang mengganggu mekanisme pertahanan sehingga timbul infeksi paru misalnya,
kesadaran menurun, umur tua, trakheastomi, pipa endotrakheal, dan lain-lain. Dengan
demikian flora endogen yang menjadi patogen ketika memasuki saluran pernafasa.
( Ngasriyal, Perawatan Anak Sakit, 1997).
Patofisiologi
Pneumonia dapat terjadi akibat menghirup bibit penyakit di udara, atau kuman di
tenggorokan terisap masuk ke paru-paru. Penyebaran bisa juga melalui darah dari luka di
tempat lain, misalnya di kulit. Jika melalui saluran napas, agen (bibit penyakit) yang masuk
akan dilawan oleh pelbagai sistem pertahanan tubuh manusia. Misalnya, dengan batuk-batuk,
atau perlawanan oleh sel-sel pada lapisan lendir tenggorokan, hingga gerakan rambut-rambut
halus (silia) untuk mengeluarkan mukus (lendir) tersebut keluar. Tentu itu semua tergantung
besar kecilnya ukuran sang penyebab tersebut.
 Terpajan Bakteri
 Teraspirasi ke dalam Bronkus Distal dan Alveoli
 Konsolidasi Paru
 Darah di Sekitar Alveoli Tidak Berfungsi Peradangan / Inflamasi di Paru
 Hipoksia Ketidakadekutan Pembentukan Edema
 Pertahanan Utama
 Dx : Kerusakan Pertukaran Gas Dx : Ketidakefektifan
 Dx : Infeksi, Resiko Tinggi Bersihan Jln Nfs
BRONCHITIS
Definisi
Bronchitis adalah suatu penyakit yang ditandai adanya dilatasi ( ektasis ) bronkus
lokal yang bersifat patologis dan berjalan kronik. Perubahan bronkus tersebut disebabkan
oleh perubahan-perubahan dalam dinding bronkus berupa destruksi elemen-elemen elastis
dan otot-otot polos bronkus. Bronkus yang terkena umumnya bronkus kecil (medium size ),
sedangkan bronkus besar jarang terjadi.
Patogenesis
Apabila bronchitis kongenital patogenesisnya tidak diketahui diduga erat
hubungannya dengan genetic serta factor pertumbuhan dan perkembangan fetus dalam
kandungan. Pada bronchitis yang didapat patogenesisnya diduga melelui beberapa
mekanisme : factor obstruksi bronkus, factor infeksi pada bronkus atau paru-paru, fibrosis
paru, dan factor intrinsik dalam bronkus atau paru.
Patogenesis pada kebanyakan bronchitis yang didapat melalui dua mekanisme dasar :
1. Infeksi bacterial pada bronkus atau paru, kemudian timbul bronchitis. Infeksi pada
bronkus atau paru akan diikuti proses destruksi dinding bronkus daerah infeksi dan
kemudian timbul bronchitis.
2. Obstruksi bronkus akan diikuti terbentuknya bronchitis, pada bagian distal
obstruksi dan terjadi infeksi juga destruksi bronkus.
Bronchitis merupakan penyakit paru yang mengenai paru dan sifatnya kronik. Keluhan-
keluhan yang timbul juga berlangsung kronik dan menetap . keluhan-keluhan yang timbul
erat dengan : luas atau banyaknya bronkus yang terkena, tingkatan beratnya penyakit, lokasi
bronkus yang terkena, ada atau tidaknya komplikasi lanjut.. keluhan-keluhan yang timbul
umumnya sebagai akibat adanya beberapa hal : adanya kerusakan dinding bronkus, akibat
komplikasi, adanya kerusakan fungsi bronkus.
TBC
Tuberculosis (TBC) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium tuberculosis. TBC terutama menyerang paru-paru sebagai tempat infeksi
primer. Selain itu, TBC dapat juga menyerang kulit, kelenjar limfe, tulang, dan selaput otak.
TBC menular melalui droplet infeksius yang terinhalasi oleh orang sehat. Pada sedikit kasus,
TBC juga ditularkan melalui susu. Pada keadaan yang terakhir ini, bakteri yang berperan
adalah Mycobacterium bovis.

4. Bagaimana penjalaran batuk dari batuk tidak produktif sampai batuk produktif?

Infeksi (Bakteri/virus)  sistem respi  menghasilkan polisakarida kapsular kental


dalam jumlah besar  batuk produktif

5. Apa yang menyebabkan sehingga sputumnya berwarna kecoklatan?


Mula-mula dimulai dengan adanya suatu infeksi bakteri dimana seperti kita ketahui
bahwa bakteri yang paling banyak menyebabkan infeksi saluran pernapasan yaitu
streptococcus  menyerang salah satu organ misalnya menyerang daerah parenkim paru
pada penyakit pneumonia  terjadi infeksi atau peradangan sehingga menyebabkan
sputumnya berwarnah kecoklatan ditambah penyakitnya sudah kronis.

6. Mengapa pasien sering mengalami gastric refleks yang disertai dengan mual dan
muntah? Melemahnya tonus sfingther esofagus dan tekanan dalam lambung lebih tinggi,
sehingga makanan dapat masuk kembali ke esofagus dan menyebabkan muntah.

7. Bagaimana manfaat pemberian obat antibiotik dan obat simptomatik pada skenario?

 Obat antibiotik :untuk mencegah/mengurangi infeksi, kekebalan tubuh


 Obat simptomatik:Untuk menghilangkan gejala dari suatu penyakit Dimana
pemberian obat-obatan ini hanya sekedar menjadikan gejala penyakit agar tidak
dialami lagi, tetapi obat-obatan ini tidak dapat memberikan suatu penyembuhan yang
sebenarnya atau tidak akan dapat meniadakan keluhan-keluhan dalam jangka waktu
yang cukup lama.
8. Apa ada hubungan riwayat pekerjaan dengan penyakit yang diderita oleh pasien?
Debu industri( arang,semen, dll)berukuran kecil  ditimbum pada paru  paralisis
silia  hipersekresi & hipertrofi kelenjar mucus  rentan terhadap infeksi
batuk

9. Sebutkan pemeriksaan yang digunakan untuk menegakkan diagnosa?


PEMERIKSAAN PENUNJANG
TBC PARU
- Tuberculin skin testing
Dilakukan dengan menginjeksikan secara intracutaneous 0.1ml Tween-stabilized liquid PPD
pada bagian punggung atau dorsal dari lengan bawah. Dalam wkatu 48 – 72 jama, area yang
menonjol (indurasi), bukan eritema, diukur.
- Pemeriksaan radiologis
1. Adanya infeksi primer digambarkan dengan nodul terkalsifikasi pada bagian perifer paru
dengan kalsifikasi dari limfe nodus hilus
2. Sedangkan proses reaktifasi TB akan memberikan gambaran :
a) Nekrosis
b) Cavitasi (terutama tampak pada foto posisi apical lordotik)
c) Fibrosis dan retraksi region hilus
d) Bronchopneumonia
e) Infiltrate interstitial
f) Pola milier
g) Gambaran diatas juga merupakan gambaran dari TB primer lanjut
3. TB pleurisy, memberikan gambaran efusi pleura yang biasanya terjadi secara massif
4. Aktivitas dari kuman TB tidak bisa hanya ditegakkan hanya dengan 1 kali pemeriksaan
rontgen dada, tapi harus dilakukan serial rontgen dada. Tidak hanya melihat apakah penyakit
tersebut dalam proses progesi atau regresi.
- Pemeriksaan darah
Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian karena hasilnya kadang-kadang
meragukan, tidak sensitif, tidak juga spesifik. Pada saat TB baru mulai (aktif) akan
didapatkan jumlah leukosit yang sedikit meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke kiri.
Jumlah limfosit masih dibwah normal. Laju endap darah mulai meningkat. Jika penyakit
mulai sembuh, jumlah leukosit kembali normal, dan jumlah limfosit masih tinggi. Laju endap
darah mulai turun ke arah normal lagi. Bisa juga didapatkan anemia ringan dengan gambaran
normokron dan normositer, gama globulin meningkat dan kadar natrium darah menurun.
Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum adalah penting, karena dengan ditemukannnya kuman BA, diagnosis
tuberkulosis sudah dapat dipastikan. Kriteria BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya
ditemukan 3 batang kuman BTA pada satu sediaan.
PNEUMONIA
Pemeriksaan penunjang:
o Rontgen dada
o Pembiakan dahak
o Hitung jenis darah
o Gas darah arteri.
BRONCHITIS
1. Pemeriksaan Lab :
Sputum biasa berlapis tiga, lapisan atas terdiri dari busa, lapisan tengah adalah
sereus, lapisan bawah terdiri dari pus.
2. Pem Radiologi :
Didapatkan corakan paru menjadi lebih kasar dan berkelompok

10. Bagaimana penatalaksanaan dari diagnosa?

PENATALAKSANAAN
BRONCHITIS
Pengelolaan pasien bronchitis terdiri atas dua kelompok :
A. Pengobatan konservatif, terdiri atas :
1. Pengelolaan umum
Pengelolaan umum ditujukan untuk semua pasien bronchitis, meliputi :
a. Menciptakan lingkungan yang baik dan tepat untuk pasien :
Contoh :
Membuat ruangan hangat, udara ruangan kering.
Mencegah / menghentikan rokok
Mencegah / menghindari debu,asap dan sebagainya.
b. Memperbaiki drainase secret bronkus, cara yang baik untuk dikerjakan adalah
sebagai berikut :
• Melakukan drainase postural
• Mencairkan sputum yang kental
• Mengatur posisi tepat tidur pasien
c. Mengontrol infeksi saluran nafas.
2. Pengelolaan khusus
a. Kemotherapi pada bronchitis
Kemotherapi dapat digunakan : secara continue untuk mengontrol infeksi bronkus
(ISPA) untuk pengobatan aksaserbasi infeksi akut pada bronkus/paru atau kedua-
duanya digunakan
Kemotherapi menggunakan obat-obat antibiotic terpilih, pemkaian antibiotic
antibiotic sebaikya harus berdasarkan hasil uji sensivitas kuman terhadap antibiotic
secara empiric.
Walaupun kemotherapi jelas kegunaannya pada pengelolaan bronchitis, tidak pada
setiap pasien harus iberikan antibiotic. Antibiotik diberikan jika terdapat aksaserbasi
infeki akut, antibiotic diberikan selama 7-10 hari dengan therapy tunggal atau dengan
beberapa antibiotic, sampai terjadi konversi warna sputum yang semula berwarna
kuning/hijau menjadi mukoid ( putih jernih).
Kemotherapi dengan antibiotic ini apabila berhasil akan dapat mengurangi gejala
batuk, jumlah sputum dan gejala lainnya terutama pada saat terjadi aksaserbasi infeksi
akut, tetapi keadaan ini hanya bersifat sementara.
b. Drainase secret dengan bronkoskop
Cara ini penting dikerjakan terutama pada saat permulaan perawatan pasien.
Keperluannya antara lain :
Menentukan dari mana asal secret
Mengidentifikasi lokasi stenosis atau obstruksi bronkus
Menghilangkan bstruksi bronkus dengan suction drainage daerah obstruksi.
3. Pengobatan simtomatik
Pengobatan ini diberikan jika timbul simtom yang mungkin mengganggu atau
membahayakan pasien.
a. Pengobatan obstruksi bronkus
Apabila ditemukan tanda obstruksi bronkus yang diketahui dari hasil uji faal paru ( %
FEV 1 < 70% ) dapat diberikan obat bronkodilator.
b. Pengobatan hipoksia.
Pada pasien yang mengalami hipoksia perlu diberikan oksigen.
c. Pengobatan haemaptoe.
Tindakan yang perlu segera dilakukan adalah upaya menghentikan perdarahan. Dari
berbagai penelitian pemberian obat-obatan hemostatik dilaporkan hasilnya
memuaskan walau sulit diketahui mekanisme kerja obat tersebut untuk menghentikan
perdarahan.
d. Pengobatan demam.
Pada pasien yang mengalami eksaserbasi inhalasi akut sering terdapat demam, lebih-
lebih kalau terjadi septikemi. Pada kasus ini selain diberikan antibiotic perlu juga
diberikan obat antipiretik.
PNEUMONIA
Kepada penderita yang penyakitnya tidak terlalu berat, bisa diberikan antibiotik per-
oral (lewat mulut) dan tetap tinggal di rumah.
Penderita yang lebih tua dan penderita dengan sesak nafas atau dengan penyakit jantung atau
paru-paru lainnya, harus dirawat dan antibiotik diberikan melalui infus. Mungkin perlu
diberikan oksigen tambahan, cairan intravena dan alat bantu nafas mekanik.
Kebanyakan penderita akan memberikan respon terhadap pengobatan dan keadaannya
membaik dalam waktu 2 minggu.
Penatalaksanaan untuk pneumonia bergantung pada penyebab, sesuai yang ditentukan oleh
pemeriksaan sputum mencakup :
Oksigen 1-2 L/menit.
IVFD dekstrose 10 % : NaCl 0,9% = 3 : 1, + KCl 10 mEq/500 ml cairan. Jumlah cairan
sesuai berat badan, kenaikan suhu, dan status hidrasi.
Jika sesak tidak terlalu berat, dapat dimulai makanan enteral bertahap melalui selang
nasogastrik dengan feeding drip.
Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal dan beta agonis
untuk memperbaiki transport mukosilier.
Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit.
Antibiotik sesuai hasil biakan atau berikan :
Untuk kasus pneumonia community base :
1. Ampisilin 100 mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberian.
2. Kloramfenikol 75 mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberian
Untuk kasus pneumonia hospital base :
o Sefatoksim 100 mg/kg BB/hari dalam 2 kali pemberian.
o Amikasin 10-15 mg/kg BB/hari dalam 2 kali pemberian.

11. Bagaimana komplikasi dari diagnosa?

12. Bagaimana prognosis dari diagnosa?


 Tergantung pada berat ringannya serta luasnya penyakit waktu pasien berobat
 Pembedahan dapat menurunkan gejala
 Pada kasus berat yang tidak di obati prognosisnya jelek survivalnya tidak akan lebih
5 – 15 tahun
REFERENSI
 Miravitlless, Marc. 2007. Determining Factors in the Prescription of Moxifloxacin in
Exacerbations of Chronic Bronchitis in the Primary-Care Setting.
http://web.ebscohost.com/ehost. 2007
 Rubenstein, D., et al. 2007. Lecture Notes: Kedokteran Klinis, edisi keenam. Penerbit
Erlangga. Jakarta
 Setiawati, A., Darmansjah, I., and Mangunnegoro, H. 2005. Safety and tolerability of
moxifloxacin in the treatment of respiratory tract infections a post-marketing
surveillance conducted in Indonesia. Medical Journal of Indonesia. vol.:14, no:1, hlm.
11-19.

Anda mungkin juga menyukai