Anda di halaman 1dari 50

WRAP UP SKENARIO 2

BLOK RESPIRASI
“ BATUK BERDAHAK ”

KELOMPOK B-14
Ketua kelompok : Yana Dwi Suciati (1102015247)
Sekretaris : Tittania Safitri Krisanda (1102015240)
Anggota : Miftahurrahmi (1102015134)
Nadia Firdausi Nuzula (1102014186)
Putri Indah Fauzani (1102015182)
Rizka Fadhila Azmi (1102015201)
Tri Cynthia Yupa (1102014268)
Yoga Prasetyo (1102013308)
Yudha Ayatullah Khumaini (1102015248)
Zalila Angelica Aliffani (1102015249)

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN UMUM


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
2016/2017

1
DAFTAR ISI

Daftar isi.....................................................................................................................2

Skenario .....................................................................................................................3

Kata sulit ...................................................................................................................4

Pertanyaan dan jawaban ...........................................................................................5

Hipotesis ...................................................................................................................6

Sasaran belajar (learning objective) .........................................................................7

Daftar pustaka……………………………………………………………………..34

2
SKENARIO 2

BATUK BERDAHAK
Seorang anak laki laki, umur 50 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan batuk
berdahak yang bercampur darah lebih kurang 3 sendok makan setiap batuk sejak 3 hari
yang lalu. Keluhan baru pertama kali dirasakan pasien. Dalam keluarga tidak ada yang
menderita dengan keluhan yang sama. Keluhan lain yang dirasakan mudah lelah, keringat
pada malam hari, nafsu makan turun, dan berat badan menurun.
Pemeriksaan fisik: tanda vital dalam batas normal, bentuk habitus asthenikus,
konjungtiva palpebra pucat dan ada ronkhi basah halus nyaring pada apeks paru kanan.
Pemeriksaan laboratorium didapatkan anemia, laju endap darah tinggi. Pemeriksaan
sputum didapatkan bakteri tahan asam (BTA).
Pemeriksaan foto toraks: ada infiltrat di apeks paru kanan. Dokter memberi terapi
obat anti tuberkulosis (OAT) kategori I dan menunjuk seorang keluarganya sebagai
pengawas minum obat (PMO). Dokter juga menganjurkan anggota keluarga yang serumah
untuk melakukan pemeriksaan dan mengajarkan etika batuk untuk mencegah penularan
penyakit.

3
KATA SULIT

1. Habitus asthenikus: Keadaan tubuhyang dimana dalam keadaan lemah, hilang


kekuatan dan energi serta bentuk tubuh tinggi-kurus serta dada yang cekung. Angulus
costae tidak tumbuh dengan baik.
2. Infiltrat: Gambaran densitas paru yang abnormal yang umumnya berbentuk bercak-
bercak atau titik-titik kecil dengan densitas sedang dan batas yang tidak tegas.
Merupakan difusi/penimbunan patologis substansi disuatu jaringan.
3. Ronki basah halus: Bunyi tambahan selain suara nafas terdengar pada akhir inspirasi.
4. Tuberkulosis: Penyakit menular akut maupun kronis yang terutama menyerang paru
yang disebabkan oleh bakteri tahan asam.
5. Konjungtiva palpebra: Konjungtiva yang melapisi permukaan bagian dalam kelopak
mata. Dan berwarna pucat.
6. BTA: Bakteri bersifat asam dan berwarna merah yang berdasarkan pewarnaan Ziehl-
Neelsen.

4
PERTANYAAN

1. Kenapa pemberian OAT harus diawasi?


2. Mengapa dahak pasien bercampur darah?
3. Apakah hubungan anemia dengan penyakit pasien?
4. Kapan waktu terbaik untuk pemeriksaan sputum?
5. Pemeriksaan apalagi yang dapat dilakukan?
6. Mengapa terdapat ronki basah?
7. Apa diagnosis penyakit ini?
8. Mengapa terdapat infiltrat di apeks paru kanan?
9. Apa saja obat anti tuberkulosis?
10. Kenapa dokter menganjurkan anggota keluarga untuk diperiksa?
11. Apakah penyebab penyakit ini?

5
JAWABAN

1. Karena pengobatan TB harus dijalankan selama 6 bulan penuh. Jika tidak, maka
pengobatan harus diulang kembali.
2. Karena akibat dari pecahnya dinding kapiler pada alveolus. Jadi karena pecahnya
kapiler, darah keluar setiap batuk.
3. Karena banyaknya darah yang keluar pada saat batuk.
4. Pemeriksaan sputum dilakukan pada saat sewaktu datang ke klinik, sewaktu pagi hari
dan sewaktu datang ke dokter kembali.
5. Tes yang dapat dilakukan berupa; tes Mantoux, aspirasi pleura, PCR, pemeriksaan
radiologi dan ELISA.
6. Karena adanya infiltrat. Dan ketika inspirasi terdapat suara tambahan.
7. Diagnosis penyakit pada pasien ini adalah TB Paru
8. Karena tekanan oksigen di apeks paru lebih banyak dan apeks paru tidak banyak
bergerak dan kumannya obligat aerob. Karena paru dibagian kanan lebih besar, lebih
tinggi dan terdapat tiga lobus.
9. Obat anti tuberkulosis diantaranya adalah Rifampisin, Isoniazid, Pirazinamid,
Etambutol dan Streptomisin.
10. Karena penularan bisa melewati droplet jadi penularannya lebih mudah dan infeksius.
11. Mycobacterium tuberculosis tahan asam.

HIPOTESIS

6
Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium
Tuberculosis yang tahan asam. Bakteri ini menyebabkan reaksi inflamasi sehingga
menimbulkan gejala berupa batuk malam hari dan mudah lelah. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan bentuk tubuh habitus asthenikus. Pengobatan yang dilakukan dengan
pemberian OAT kategori I. Dokter juga akan memberikan edukasi pada pasien dan
keluarga mengenai etika batuk.

SASARAN BELAJAR (Learning Objecive)

7
1. Memahami dan Menjelaskan Sistem Pernafasan Bawah
1.1 Makroskopik
1.2 Mikroskopik

2. Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Pernafasan Bawah

3. Memahami dan Menjelaskan Mycobacterium tuberculosis


3.1 Morfologi
3.2 Klasifikasi
3.3 Struktur

4. Memahami dan Menjelaskan Tuberkulosis Paru


4.1 Definisi
4.2 Klasifikasi
4.3 Etiologi
4.4 Patofisiologi
4.5 Manifestasi Klinis
4.6 Diagnosis dan Diagnosis Banding
4.7 Tatalaksana
4.8 Pencegahan
4.9 Komplikasi
4.10 Prognosis

5. Memahami dan Menjelaskan Epidemiologi TB dan Program P2M


5.1 Prevalensi
5.2 Predisposisi
5.3 Penularan
5.4 Pencegahan
5.5 Program P2M
5.6 Tugas dan Peran Pengawas Minum Obat (PMO)

6. Memahami dan Menjelaskan Etika Batuk dalam Islam

8
1. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN SISTEM PERNAFASAN BAWAH
1.1.1 Makroskopik

Saluran nafas bagian bawah (Lower Respiratory Tract) yaitu mulai dari bawah
cartilage cricoidea (trachea), bronchus dan cabang-cabangnya sampai alveoli pulmonis.

Udara masuk saluran nafas bagian bawah mulai dari bawah cartilage cricoidea terus
ke trachea bercabang dua (bifurcatio trachealis) menjadi bronchus principals/
bronchus primer dexter dan sinister masuk ke bronchus sekunder/ bronchus
lobaris terus ke bronchus segmentalis/ tersier, kemudian ke bronchiolus terminalis
masuk ke organ paru melalui bronchioli respiratorii ke ductus alveolares ke sacculi
alveolares dan berakhir di alveoli pulmonis dimana terjadi diffuse pertukaran O2 dan
CO2. Peristiwa ini disebut “Arbor Bronchialis”.

Trachea (Batang Tenggorok)

Terdiri dari tulang rawan dan otot berbentuk pipa yang terletak di tengah-tengah leher
sampai incisura jugularis di belakang manubrium sterni masuk cavum thorax melalui
aperture thoracis superior tepatnya pada mediastinum superior. Dimulai dari bagian
bawah cartilage cricoid setinggi cervical V1 sampai bercabang menjadi bronchus
principals dextra dan sinistra setinggi vertebrae thoracal ke IV – V. percabangan
dikenal dengan “bifurcation trachealis”.

Panjang trachea (10-12 cm), pria 12 cm dan wanita 10 cm yang terdiri dari 16-20
cincin yang berbentuk lingkaran, berhubungan dengan daerah larynx melalui cartilage
cricoidea oleh ligamentum cricotrachealis. Diantara tulang rawan terdapat jaringan
ikat “ligamentum intertrachealis” (lig. Annulare).

Trachea adalah saluran nafas yang penting. Bila terjadi penyumbatan (obstruksi larynx)
saluran nafas terutama daerah larynx, maka harus dibuat saluran pernafasan buatan
(darurat) dengan jalan membuat lubang pada trachea yang disebut tracheostomy.
Lubang dibuat 1-2 cm di atas incisura jugularis sterni.

Beberapa otot pernafasan yang melekat pada dinding dada antara lain:
a. Otot-otot inspirasi
 M. intercostalis externus
 M. levator costae
 M. serratus posterior superior
 M. scalenus
 Diafragma

b. Otot-otot expirasi
 M. intercostalis internus
 M. transversus thoracis
 M. serratus posterior inferior
 M. subcostalis

Persarafan trachea

9
Saraf-sarafnya adalah cabang-cabang nervus vagus, nervus laryngeus recurrens, dan
truncus symphaticus. Saraf-saraf ini mengurus otot trachea dan membrana mucosa yang
melapisi trachea.

Bronchus
Percabangan trachea setinggi batas vertebrae thoracalis IV-V yang dikenal dengan
bifurcation trachealis memberi cabang 2 buah yaitu Bronchus Primarius/
branchi principals dextra dan sinistra.

Dinding bronchus terdiri dari cincin tulang rawan, tapi di bagian posterior
berbentuk membran disebut paries membranaceus tracheae. Bronchus dextra
lebih sering terkena infeksi bila dibandingkan dengan bronchus sinistra, hal ini
disebabkan oleh karena:
1) Lumen yang bronchus dextra lebih luas dibandingkan dengan lumen bronchus
sinistra.
2) Bronchus dextra lebih pendek dengan panjang 2,5 cm dan sebanyak 6-8 buah
cincin dan bronchus sinistra dengan panjang 5 cm dengan 9-12 buah cincin.
3) Bronchus dextra membentuk sudut 25 derajat dengan garis tengah, sedangkan
bronchus sinistra 45 derajat, sehingga posisi bronchus kanan lebih curam dari yang
kiri.

Dengan posisi anatomi tersebut maka benda asing dari trachea lebih mudah masuk
ke bronchus dextra sehingga mudah terjadi infeksi bronchus yang disebut
bronchitis.

BRONCHI
1) Bronchi Principales/ Primer/ I dexter, bercabang 3:
1. Bronchus Lobaris Superior Dexter, bercabang 3 segmen:
 Bronchus segmentalis apicalis
 Bronchus segmentalis posterior
 Bronchus segmentalis anterior

10
2. Bronchus Lobaris Medius Dexter, bercabang 2 segmen:
 Bronchus segmentalis lateralis
 Bronchus segmentalis medialis

3. Bronchus Lobaris Inferior Dexter, bercabang 5 segmen:


 Bronchus segmentalis superior
 Bronchus segmentalis basalis medialis
 Bronchus segmentalis basalis anterior
 Bronchus segmentalis basalis lateralis
 Bronchus segmentalis basalis posterior

2) Bronchi Principales/ Primer/ I sinister, bercabang 2:


1. Bronchus Lobaris Superior Sinister, bercabang menjadi 2 segmen:
a. Segmen atas:
 Bronchus segmentalis apicoposterior
 Bronchus segmentalis anterior

b. Segmen bawah:
 Bronchus lingularis superior
 Bronchus lingularis inferior

2. Bronchus Lobaris Inferior Sinister, bercabang menjadi 5 segmen:


 Bronchus segmentalis superior
 Bronchus segmentalis basalis medialis
 Bronchus segmentalis basalis anterior
 Bronchus segmentalis basalis lateralis
 Bronchus segmentalis basalis posterior

11
ARBOR BRONCHIALIS/ ARBOR TREE (Pohon Bronchus)
Bronchi principals/ primer/ I  bronchus lobaris/ sekunder/ II  bronchiole segmentalis/
tersier/ III  bronchiole terminalis  bronchiole respiratorii  ductuli alveolares 
saccule alveolares  alveoli pulmonis.

Perbedaan bronchus dextra dan sinistra


1) Lumen bronchus dextra lebih luas dibandingkan sinistra.
2) Bronchus dextra lebih pendek dengan panjang 2,5 cm dan terdiri dari 6-8 buah cincin,
sedangkan sinistra panjangnya 5 cm dengan 9-12 buah cincin.
3) Bronchus dextra membentuk sudut 25˚ dengan garis tengah, sedangkan sinistra 45˚
sehingga posisi bronchus kanan lebih curam.
*Oleh karena itu, bronchus dextra lebih sering terkena infeksi.

PULMO DAN PLEURA


Organ paru mempunyai 2 bagian penting:
1) Bagian apeks yang ditutupi cupula pleura
2) Bagian basal yang ditutupi oleh pleura diafragma

Pulmo terbungkus oleh jaringan ikat kuat yaitu pleura, lapisan luar yang melapisi dinding
dada yang terletak di bawah fascia endothoracica dinamakan “pleura parietalis” dan bagian
yang melekat ke jaringan paru disebut “pleura visceralis” diantara kedua lapisan tersebut
terdapat ruangan yang disebut cavum pleura (cavitas pleuralis). Cavum pleura
mengandung sedikit cairan pleura yang dihasilkan oleh lapisan pleura parietalis yang
berfungsi sebagai pelumas untuk mengurangi friksi antara kedua pleura.

Pleura parietalis berdasarkan letaknya terbagi:


a. Pleura costalis: terdapat pada daerah iga-iga
b. Plera diafragma: pada daerah diafragma
c. Pleura mediatinalis: pada daerah mediastinum
d. Pleura cervicalis: pada daerah apeks paru

Recessus pleura adalah kantung pleura yang terdapat pada lipatan pleura parietalis,
disebabkan paru tidak sepenuhnya mengisi cavum pleura. Fungsinya pada waktu inspirasi
paru akan mengembangkan akan mengisi recessus tersebut.

Hillus pulmonalis suatu daerah lipatan pleura pada facies mediastinalis, dimana terjadinya
peralihan dari pleura parietalis menjadi pleura visceralis, daerah lipatan tersebut
membatasi keluar masuknya vasa, nervus, dan bronchus. Pada hilus kedua paru, kedua
lapisan pleura saling berhubungan dan bergantung longgar di atas hilus dan disebut juga
dengan “ligamentum pulmonale”, yang berfungsi untuk mengatur pergerakan alat dalam
hillus pulmonalis selama proses respirasi.

Pulmo dalam cavum thorax diisi mediastinum ada 2 buah, pulmo dextra dan pulmo
sinistra:
1) Pulmo dextra terdiri dari 3 buah lobus: lobus superior, lobus media, dan lobus inferior
2) Pulmo sinistra terdiri dari 2 buah lobus: lobus superior, dan lobus inferior
Antara lobus superior terdapat fisura horizontal dan antara lobus media dengan inferior
terdapat fisura oblique.
Perdarahan organ paru

12
Yang mendarahi organ paru adalah a. brochialis cabang aorta thoracalis dan vena
bronchialis mengalirkan darah ke v. azygos dan v. hemiazygos.

Persarafan paru
Serabut aferrent dan eferrent visceralis berasal dari truncus symphaticus (th 3,4,5) dan
serabut parasymphaticus dari n. vagus.
1) Serabut symphaticus: truncus symphaticus kanan dan kiri memberikan cabang-cabang
pada paru membentuk “plexus pulmonalis” yang terletak di depan dan di belakang
bronchus primer. Fungsi saraf symphatis untuk relaksasi tunica muscularis dan
menghambat sekresi bronchus. Biasa diberikan pada penderita asthma bronchiale
karena menyempitkan lumen bronchus.
2) Serabut parasymphaticus: nervus vagus kanan dan kiri juga memberikan cabang-
cabang pada plexus pulmonalis ke depan dan ke belakang. Fungsi saraf parasimpatis
untuk kontraksi tunica muscularis akibatnya lumen menyempit dan merangsang sekresi
bronchus.

Alat – alat penting yang terdapat pada hillus pulmonis :


1. Alat-alat yang masuk pada hillus pulmonis :
Bronchus primer, A. Pulmonalis, A. Bronchialis, dan syaraf.
2. Alat-alat yang keluar dari hillus pulmonis :
2 buah vena pulmonalis,vena bronchialis, dan limfonodus.

Pada jaringan paru bagian posterior didapatkan alur :


1. impresio cardiaca.
2. sulcus vena cava.
3. sulcus aorta thoracalis.
4. sulcus oesophagia

13
1.2 Mikroskopik

TRAKEA

14
Dilapisi oleh mukosa respirasi, epitel bertingkat silindris. Ligamen fibroelastis dan berkas-
berkas otot polos (M. trakealis) terikat pada periostium dan menjembatani kedua ujung
bebas tulang rawan berbentuk C ini. Ligamen mencegah overdistensi dari
lumen,sedangkan muskulus memungkinkan lumen menutup.Kontraksi otot dan
penyempitan lumen trakea akibat bekerjanya refleks batuk.

BRONKUS DAN BRONKIOLUS

15
Bronkus

Memiliki lapisan sel epitel pseudostratified cilliated collumnar dengan sedikit sel goblet.
lamina propia dipisah dari submukosa oleh lapisan otot polos. sedikit kelenjar seromukous
dan kartilago lebih pipih

Bronkiolus

Diameter < 1 mm, tidak terdapat tulang rawan, epitel selapis torax bersilia dengan
beberapa sel goblet. Tanpa kelenjar di lamina propria, terdapat otot polos. Makin kecil
bronkiolusnya epitelnya selapis kubis bersilia tanpa sel goblet. Pada bronkiolus kecil
terdapat sel clara yang menghasilkan surfaktan.

Bronkiolus terminalis

Epitel kuboid atau kolumner selapis bersilia tanpa sel goblet. sel clara (tidak bersilia)
terdapat di antara epitel bersilia, tidak terdapat kelenjar mukosa dan lamina propia tersusun
atas sel otot polos dan serabut elastic.

Bronkiolus respiratoris

Memiliki mukosa sel kuboid, sedikit atau tidak bersilia, tanpa sel goblet, memiliki sedikit
sel clara dan memiliki lapisan otot polos

Ductus Alveolaris

Ductus alveolaris adalah saluran berdinding tipis, bebentuk kerucut.Epitel selapis gepeng,
diluar epitel, dindingnya dibentuk oleh jaringan fiboelastis. Alveoli dipisahkan septum
interalveolaris.

Alveoli
Dipisahkan oleh septum interalveolar/dinding alveolus.Terdiri atas 2 lapis epitel gepeng,
didalamnya terdapat kapiler, serat elastin, kolagen, retikulin, fibroblast. Antara dinding
alveoli yang berdekatan terdapat lubang kecil dengan diameter 10-15 mm,disebut stigma
alveoli (porus alveolaris) untuk sirkulasi udara atau Septum Intralveolaris.

Pada Septum Intralveolaris terdapat sel yang hanya dapat dibedakan dgn mikroskop
elektron :

1. Sel pneumosit tipe I/epitel alveoli/alveolar cell : inti gepeng, 95 % dinding


alveoli,sitoplasma tipis.
2. Sel pneumosit tipe II/septal/alveolar besar/sekretorius : bentuk kubis, inti
bulat,berkelompok 2-3 sel, sel menonjol ke arah lumen, sitoplasma
mengandungmultilamelar bodies (surfaktan).
3. Sel alveolar fagosit/debu/dust cell : berasal dari monosit, sel agak besar inti
bulat,sitoplasma bervakuola (sel darah yg telah memfagosit) /bergranula tanpa
vakuola(mitosis dri makrofag).

16
Sel pneumosit tipe I dan Sel pneumosit tipe I

2. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN FISIOLOGI PERNAFASAN BAWAH

Secara fungsional (faal) saluran pernafasan dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu :

1. Zona Konduksi
Zona konduksi berperan sebagai saluran tempat lewatnya udara pernapasan, serta
membersihkan, melembabkan dan menyamakan suhu udara pernapasan dengan suhu
tubuh. Disamping itu zona konduksi juga berperan pada proses pembentukan suara. Zona
konduksi terdiri dari hidung, faring, trakea, bronkus, serta bronkioli terminalis.

2. Zona Respiratorik
Zona respiratorik terdiri dari alveoli, dan struktur yang berhubungan. Pertukaran gas antara
udara dan darah terjadi di dalam alveoli. Selain struktur diatas terdapat pula struktur yang
lain, seperti bulu-bulu pada pintu masuk yang penting untuk menyaring partikel-partikel
yang masuk.
Proses terjadinya pernapasan terbagi 2 bagian, yaitu :
1. Menarik napas (inspirasi)
Inspirasi merupakan proses aktif, disini kontraksi otot-otot inspirasi akan meningkatkan
tekanan di dalam ruang antara paru-paru dan dinding dada (tekanan intraktorakal). Otot-
otot tersebut diantaranya adalah M. Intercostalis Eksterna, M. Sternocleidomastoideus, M.
Serratus anterior & M. Scalenus
Inspirasi terjadi bila muskulus diafragma telah dapat rangsangan dari nervus prenikus lalu
mengkerut datar. Muskulus interkostalis kontraksi. Dengan demikian jarak antara sternum
dan vertebrata semakin luas dan lebar. Rongga dada membesar maka pleura akan tertarik,
dengan demikian menarik paru-paru maka tekanan udara di dalamnya berkurang dan
masuklah udara dari luar.
2. Menghembus napas (ekspirasi)
Ekspirasi merupakan proses pasif yang tidak memerlukan konstraksi otot untuk
menurunkan intratorakal. Ekspirasi terjadi apabila pada suatu saat otot-otot akan kendur
lagi (diafragma akan menjadi cekung, muskulus interkostalis miring lagi) dan dengan
demikian rongga dada menjadi kecil kembali, maka udara didorong keluar. Tetapi setelah
ekspirasi normal, kita pun masih bisa menghembuskan nafas dalam-dalam karena adanya
kerja dari otot-otot ekspirasi yaitu muskulus interkostalis internus dan muskulus
abdominis.

Sistem respirasi bekerja melalui 3 tahapan yaitu :


1. Ventilasi
Terdapat 3 tekanan berbeda yang penting dalam ventilasi :

17
1) Tekanan Atmosfer
Tekanan yang ditimbulkan oleh berat udara di atmosfer terhadap benda-benda
dipermukaan bumi. Tekanan ini ± 760 mmHg. Tekanan atmosfer berkurang seiring dengan
penambahan ketinggian diatas permukaan laut.
2) Tekanan Intra-alveolus
Tekanan di dalam alveolus
3) Tekanan Intrapleura
Tekanan dalam kantung pleura, dikenal juga sebagai tekanan Intra toraks, yaitu tekanan
yang terjadi diluar paru. Tekanan intra pleura biasanya lebih kecil daripada tekanan
atmosfer, ± 756mmHg saat istirahat
Ventilasi terjadi karena adanya perubahan tekanan intra pulmonal, pada saat inspirasi
tekanan intra pulmonal lebih rendah dari tekanan atmosfer sehingga udara dari atmosfer
akan terhisap ke dalam paru-paru. Sebaliknya pada saat ekspirasi tekanan intrapulmonal
menjadi lebih tinggi dari atmosfer sehingga udara akan tertiup keluar dari paru-paru.
Perubahan tekanan intrapulmonal tersebut disebabkan karena perubahan volume thorax
akibat kerja dari otot-otot pernafasan dan diafragma.
Fleksibilitas paru sangat penting dalam proses ventilasi. Fleksibilitas paru dijaga oleh
surfaktan. Surfaktan merupakan campuran lipoprotein yang dikeluarkan sel sekretori
alveoli pada bagian epitel alveolus dan berfungsi menurunkan tegangan permukaan
alveolus yang disebabkan karena daya tarik menarik molekul air & mencegah kolaps
alveoli dengan cara membentuk lapisan monomolekuler antara lapisan cairan dan udara.
2. Difusi
Difusi dalam respirasi merupakan proses pertukaran gas antara alveoli dengan darah pada
kapiler paru. Proses difusi terjadi karena perbedaan tekanan, gas berdifusi dari tekanan
tinggi ke tekanan rendah. Salah satu ukuran difusi adalah tekanan parsial.
Volume gas yang berdifusi melalui membran respirasi per menit untuk setiap perbedaan
tekanan sebesar 1 mmHg disebut kapasitas difusi. Kapasitas difusi oksigen dalam keadaan
istirahat sekitar 230 ml/menit.
3. Transportasi
Transportasi oksigen ke sel-sel yang membutuhkan melalui darah dan pengangkutan
karbondioksida sebagai sisa metabolisme ke kapiler paru.
4. Regulasi
Mekanisme adaptasi sistem respirasi terhadap perubahan kebutuhan oksigen tubuh sangat
penting untuk menjaga homeostastis dengan mekanisme sebagai berikut :
Sistem respirasi diatur oleh pusat pernafasan pada otak yaitu medula oblongata. Pusat
nafas terdiri dari daerah berirama medulla (medulla rithmicity) dan pons. Daerah berirama
medula terdiri dari area inspirasi dan ekspirasi. Sedangkan pons terdiri dari pneumotaxic
area dan apneustic area. Pneumotaxic area menginhibisi sirkuit inspirasi dan meningkatkan
irama respirasi. Sedangkan apneustic area mengeksitasi sirkuit inspirasi.

Membran Pernafasan
Pertukaran gas antara udara alveolus dengan darah paru tidak hanya terjadi di alveoli itu
sendiri tetapi juga diseluruh bagian terminal paru. Membran ini secara bersama-sama
dikenal sebagai membran pernafasan/membran paru.
Lapisan-lapisan membran pernafasan adalah sebagai berikut :
a. Lapisan cairan dan surfaktan
b. Epitel alveolus
c. Membran basalis epitel
d. Ruang interstisial diantara epitel alveolus dengan membran kapiler
e. Membran basalis kapiler

18
f. Endotel kapiler
Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan difusi gas melalui membran pernafasan
adalah ketebalan membran, luas permukaan membrane. Untuk memindahkan masing-
masing gas melalui membran pernafasan bergantung kepada kelarutannya dalam membran
ini dan berbanding terbalik dengan akar pangkat dua berat molekulnya.

MEKANISME BATUK

Seluruh saluran nafas dari hidung sampai bronkiolus terminalis, dipertahankan agar tetap
lembab oleh selapis mukosa yang melapisi seluruh permukaan. Mukus ini disekresikan
sebagian oleh sel goblet dalam epitel saluran nafas, dan sebagian lagi oleh kelenjar
submukosa yang kecil. Batuk yang tidak efektif dapat menimbulkan penumpukan sekret
yang berlebihan, atelektasis, gangguan pertukaran gas dan lain-lain.

Mekanisme batuk dibagi menjadi 3 fase:

Fase 1 (Inspirasi), paru2 memasukan kurang lebih 2,5 liter udara, oesofagus dan pita suara
menutup, sehingga udara terjerat dalam paru2
Fase 2 (Kompresi), otot perut berkontraksi, diafragma naik dan menekan paru2, diikuti
pula dengan kontraksi intercosta internus. Pada akhirnya akan menyebabkan tekanan pada
paru2 meningkat hingga 100mm/hg.
Fase 3 (Ekspirasi), Spontan oesofagus dan pita suara terbuka dan udara meledak keluar
dari paru

3. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN Mycobacterium tuberculosis


3.1 Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi
Kuman golongan Mycobacteria berbentuk batang yang agak sulit diwarnai, tetapi sekali
berhasil diwarnai, sulit untuk dihapus dengan zat asam. Oleh karena itu disebut juga
bakteri tahan asam (BTA).

19
Mycobacterium tuberculosis
Kuman penyebab tuberkulosis ini berbentuk batang ramping atau sedikit bengkok
dengan kedua ujungnya membulat. Koloninya yang kering dengan permukaan berbentuk
bunga kol dan berwarna kuning tumbuh secara lambat walaupun dalam kondisi optimal.
Diketahui bahwa pH optimal pertumbuhannya adalah antara 6,8-8,0. Untuk memelihara
virulensinya harus dipertahankan kondisi pertumbuhannya pada pH 6,8. Sedangkan untuk
merangsang pertumbuhannya dibutuhkan karbondioksida dengan kadar 5-10%. Umumnya
koloni baru nampak setelah kultur berumur 8 minggu.
M.tuberculosis memproduksi katalase, tetapi ia akan berhenti memproduksi bila
dipanaskan pada suhu 65°C selama 20 menit dalam dapar fosfat. Mycobacterium
tuberculosis yang resisten terhadap obat anti tuberkulosis INH, tidak memproduksi
katalase.
Uji biokimia yang sering digunakan untuk membedakan M.tuberculosis dengan spesies
lain adalah uji niasin dan nitrat. Mycobacterium tuberculosis memberikan hasil uji niasin
positif serta ia juga mereduksi nitrat. Marmot merupakan hewan yang peka terhadap
M.tuberculosis, maka dari itu ia sering digunakan sebagai hewan percobaan. Bila marmot
disuntik dengan kuman M.tuberculosis, maka 10 hari kemudian akan nampak
pembengkakan ditempat suntikan diikuti pembengkakan kelenjar limfe serta penyebaran
kuman ke seluruh tubuh.
  Mycobacterium bovis
Kuman ini sulit dibedakan dari M.tuberculosis, bahkan untuk pertama kalinya
Robert Koch mengira kedua kuman ini adalah sama. Baru pada tahun 1900 Theobald
Smith berhasil membedakan kedua kuman ini dengan uji biokimia.
Mycobacterium bovis adalah penyebab Tuberkulosis pada ternak sapi. Kuman ini sangat
virulen bagi manusia dan mamalia lain. Air susu dan produk lain dari sapi yang
berpenyakit Tuberkulosis merupakan bahan yang dapat menularkan penyakit.
Mycobacterium bovis berbentuk lebih pendek dan lebih gemuk dibandingkan
M.tuberculosis. Kuman ini tumbuh lebih lambat daripada M.tuberculosis. Suhu optimal
pertumbuhannya adalah 35°C. Koloninya mempunyai permukaan datar berwarna putih
agak basah dan mudah pecah bila disentuh. Seperti halnya  M.tuberculosis, kuman ini
membutuhkan karbondioksida 5-10% untuk merangsang pertumbuhannya. Derajat
keasaman optimal untuk pertumbuhan adalah 6,5-6,8.
Pada uji biokimia ternyata M.bovis tidak mereduksi nitrat, uji niasinnya negatif dan
resisten terhadap pirazinamid. M.bovis bagi kelinci sangatlah patogen, sedangkan
M.tuberculosis tidaklah demikian, maka dari itu pada percobaan hewan, kelinci digunakan
untuk membedakan kedua jenis kuman ini.
  Mycobacterium avium
Mycobacterium avium adalah penyebab tuberkulosis pada unggas dan kadang-kadang
babi, tetapi tidak patogen bagi marmot. Kuman ini dapat pula menyerang manusia dan
menimbulkan penyakit yang sulit diobati, karena kuman ini dapat dikatakan resisten
terhadap hampir semua jenis obat anti tuberkulosis kecuali rifampisin. Pada anak-anak
kuman ini menimbulkan limfadenitis servikalis. Bentuk kuman ini agak lebih kecil dari
M.tuberkulosis. koloninya halus berwarna putih dan tumbuh optimal pada suhu 41°C
dimana spesies laitidak dapat tumbuh.

20
Mycobacterium avium hanya memproduksi sedikit katalase. Uji niasin dan nitrat
memberikan hasil negatif. Untuk membedakannya dengan spesies lain dilakukan uji telurit
dimana M.avium mereduksi telurit dalam waktu 3 hari.
  Mycobacterium leprae
Kuman kusta ditemukan pertama kali oleh A.Hansen pada tahun 1868 (14 tahun
sebelum kuman tuberculosis ditemukan) dari seorang penderita kusta.Kuman ini dikenal
sebagai parasit yang obligat intraseluler dan manusia adalah satu-satunya hospes yang
dikenal sampai saat ini. Kuman ini dapat ditemukan banyak sekali di dalam sel makrofag
(disebut sel lepra) yang mempunyai sitoplasma berbuih. Pada seorang penderita kusta,
kuman ini dapat diisolasi dari kerokan kulit, selaput lendir (terutama hidung) dan endotel
pembuluh darah.
Dikenal beberapa macam tipe penyakit kusta misalnya tipe lepromatous,tipe
tuberkuloid, tipe borderline dan tipe indeterminate. Salah satu cara untuk menentukan tipe
penyakit ini adalah dengan uji lepromin.
Sebagai kuman yang obligat intraseluler, maka M.leprae tidak dapat dikultur pada media
buatan seperti halnya Mycobacterium lain. Kuman ini juga tidak dapat dikultur pada sel
manusia, tetapi dapat tumbuh dan berkembang bila diinokulasi pada telapak kaki tikus atau
kulit trenggiling (armadillo). Dengan menggunakan hewan tersebut diatas sebagai hewan
percobaan, maka telah berhasil dilakukan uji resistensi kuman terhadap obat anti kusta dan
berbagai penelitian lain.
3.2. Memahami dan Menjelaskan Morfologi
Berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/um dan tebal 0,3-0,6/um. Sebagian
besar dinding kuman terdiri dari asam lemak (lipid) , peptodiglikan dan arabinomman.
Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam (BTA) dan ia juga lebih
tahan terhadap gangguan kimia dan fisis.
Kuman dapat tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin, hal ini terjadi
karena kuman bersifat dormant. Artinya kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan
penyakit tuberkulosis aktif kembali. Pada jaringan, basil tuberkulosis adalah bakteri batang
tipis lurus berukuran sekitar 0,4 x 3 μm.
Mycobacterium adalah aerob obligat dan mendapatkan energi dari oksidasi banyak
komponen karbon sederhana. Terdapat tiga formulasi untuk biakan mycobacterium, yaitu :
1. Medium agar semisintetik
2. Medium telur inspissated
3. Medium kaldu
Komponen Basil Tuberkel :
a. Lipid
Mycobacterium kaya akan lipid, yang terdiri dari asam mikolat, lilin, dan fosfat. Didalam
sel, lipid banyak terikat dengan protein dan polisakarida.Muramil dipeptida (dari
peptidoglikan) yang membuat kompleks dengan asam mikolat dapat menyebabkan
pembentukan granuloma; fosfolipid penginduksi nekrosis caseosa.Lipid pada beberapa hal
bertanggung jawab pada sifat tahan asamnya.
b. Protein

21
Setiap mycobacterium mengandung beberapa protein yang membangkitkan reaksi
tuberkulin. Protein berikatan dengan wax fraction can, setelah injeksi, akan menginduksi
sensitivitas tuberkulin. Protein ini juga merangsang pembentukan berbagai antibodi.
c. Polisakarida
Peran polisakarida dalam patogenesis penyakit manusia tidak jelas.Polisakarida tersebut
dapat menginduksi hipersensitifitas tipe cepat dan dapat berperan sebagai antigen dalam
reaksi dengan serum pasien yang terinfeksi.
KLASIFIKASI
Kingdom: Bacteria
Phylum: Actinobacteria 
Order: Actinomycetales 
Suborder: Corynebacterineae 
Family: Mycobacteriaceae
Genus: Mycobacterium
 
Mycobacterium tuberculosis cenderung lebih resisten terhadap faktor kimia dari pada
bakteri yang lain karena sifat hidrofobik permukaan selnya dan pertumbuhan
bergerombol. Mycobacterium tuberculosis tidak menghasilkan kapsul atau spora serta
dinding selnya terdiri dari peptidoglikan dan DAP, dengan kandungan lipid kira-kira
setinggi 60% (Simbahgaul, 2008). Pada dinding sel mycobacteria, lemak berhubungan
dengan arabinogalaktan dan peptidoglikan di bawahnya.Struktur ini menurunkan
permeabilitas dinding sel, sehingga mengurangi efektivitas dari antibiotik.
Lipoarabinomannan, suatu molekul lain dalam dinding sel mycobacteria, berperan dalam
interaksi antara inang dan patogen, menjadikan Mycobacterium tuberculosis dapat
bertahan hidup di dalam makrofag.
Koloninya yang kering dengan permukaan berbentuk bunga kol dan berwarna kuning
tumbuh secara lambat walaupun dalam kondisi optimal.Diketahui bahwa pH optimal
pertumbuhannya adalah antara 6,8-8,0.Untuk memelihara virulensinya harus
dipertahankan kondisi pertumbuhannya pada pH 6,8. Sedangkan untuk merangsang
pertumbuhannya dibutuhkan karbondioksida dengan kadar 5-10%. Umumnya koloni baru
nampak setelah kultur berumur 8 minggu.
Mycobacterium tuberculosis dapat tahan hidup diudara kering maupun dalam keadaan
dingin atau dapat hidup bertahun-tahun dalam lemari es.Hal ini dapat terjadi apabila
kuman berada dalam sifat dormant (tidur). Pada sifat dormant ini apabila suatu saat
terdapat keadaan dimana  memungkinkan untuk berkembang, kuman tuberculosis ini dapat
bangkit kembali.
Mycobacterium tuberculosis dapat tahan hidup diudara kering maupun dalam keadaan
dingin atau dapat hidup bertahun-tahun dalam lemari es.Hal ini dapat terjadi apabila
kuman berada dalam sifat dormant (tidur). Pada sifat dormant ini apabila suatu saat
terdapat keadaan dimana  memungkinkan untuk berkembang, kuman tuberculosis ini dapat
bangkit kembali (Hiswani M.Kes, 2010).
Bakteri Mycobacterium memiliki sifat tidak tahan panas serta akan mati pada 6°C selama
15-20 menit. Biakan bakteri ini dapat mati jika terkena sinar matahari lansung selama 2
jam. Dalam dahak, bakteri mycobacterium dapat bertahan selama 20-30 jam. Basil yang
berada dalam percikan bahan dapat bertahan hidup 8-10 hari.Biakan basil ini apabila

22
berada dalam suhu kamar dapat hidup 6-8 bulan dan dapat disimpan dalam lemari dengan
suhu 20°C selama 2 tahun. Mycobacterim tahan terhadap berbagai khemikalia dan
disinfektan antara lain phenol 5%, asam sulfat 15%, asam sitrat 3% dan NaOH 4%. Basil
ini dihancurkan oleh yodium tinctur dalam 5 menit, dengan alkohol 80 % akan hancur
dalam 2-10 menit (Hiswani M.Kes, 2010).
M.tuberculosis memproduksi katalase, tetapi ia akan berhenti memproduksi bila
dipanaskan pada suhu 65°C selama 20 menit dalam dapar fosfat. Mycobacterium
tuberculosis yang resisten terhadap obat anti tuberkulosis INH, tidak memproduksi
katalase.
Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri aerob, oleh karena itu pada kasus TBC
biasanya mereka ditemukan pada daerah yang banyak udaranya. Mikobakteria mendapat
energi dari oksidasi berbagai senyawa karbon sederhana. Aktivitas biokimianya tidak khas,
dan laju pertumbuhannya lebih lambat dari kebanyakan bakteri lain karena sifatnya yang
cukup kompleks dan dinding selnya yang impermeable, sehingga penggandaannya hanya
berlangsung setiap kurang lebih 18 jam. Karena pertumbuhannya yang lamban, seringkali
sulit untuk mendiagnostik tuberculosis dengan cepat.Bentuk saprofit cenderung tumbuh
lebih cepat, berkembangbiak dengan baik pada suhu 22-23oC, menghasilkan lebih banyak
pigmen, dan kurang tahan asam dari pada bentuk yang pathogen. Mikobakteria cepat mati
dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam ditempat yang
gelap dan lembap
4. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN TUBERCULOSIS PARU
4.1 Definisi
Tuberculosis adalah penyakit infeksi menular langsung yangbiasanya menyerang paru-
paru disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, bakteri ini berbentuk batang, tidak
membentuk spora dan termasuk bakteriaerob. Karena Mycobacterium tuberculosis
mempunyai lapisan dinding lipid yang tahan terhadap asam sehingga disebut pula sebagai
Basil Tahan Asam (BTA).

4.2 Klasifikasi
Klasifikasi Diagnosis Penyakit
Dari system lama:
a. pembagian secara patologis
1) tuberculosis primer
2) tuberculosis post-primer
b. pembagian secara aktivitas radiologis tuberculosis paru (Koch pulmonum) aktif,
non aktif dan quiescent (bentuk aktif yang mulai menyembuh)
c. pembagian secara radiologis (luas lesi)
1) tuberculosis minimal
terdapat sebagian kecil infiltrate nonka-vitas pada satu paru maupun kedua paru, tetapi
jumlahnya tidak melebihi satu lobus paru.
2) moderately advanced tuberculosis
ada kavitas dengan diameter tidak lebih dari 4 cm. jumlah infiltrate bayangan halus tidak
lebih dari satu bagian paru. Bila bayangannya kasar tidak lebih dari sepertiga bagian satu
paru
3) far advanced tuberculosis
terdapat infiltrate dan kavitas yang melebihi keadaan pada moderately advanced
tuberculosis.

23
Pada tahun 1974 American Thoracic Society memberikan klasifikasi baru yang
diambil berdasarakan aspek kesehatan masyarakat:
a. kategori 0 : tidak pernah terpajan dan tidak terinfeksi, riwayat kontak negative, tes
tuberculin negatif
b. kategori I : terpajan tuberculosis, tapi tidak terbukti ada infeksi. Di sini riwayat kontak
positif, tes tuberculin negatif
c. kategori II : terinfeksi tuberculosis, tetapi tidak sakit. Tes tuberculin positif, radiologis
dan sputum negatif
d. kategori III : terinfeksi tuberculosis dan sakit

Di Indonesia klasifikasi yang banyak dipakai adalah berdasarkan kelainan klinis,


radiologis dan mikrobiologis:
A. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:
1. Tuberkulosis paru. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan
(parenkim) paru. tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
2. Tuberkulosis ekstra paru. Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru,
misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang,
persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.
B. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis :
1. Tuberkulosis paru BTA positif
a. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
b. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukkan
gambaran tuberkulosis.
c. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif.
d. 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada
pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian
antibiotika non OAT.
2. Tuberkulosis paru BTA negative
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif. Kriteria diagnostik TB
paru BTA negatif harus meliputi:
a. Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif
b. Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.
c. Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
d. Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.
C. Riwayat pengobatan TB paru-paru sebelumnya :
Ada beberapa tipe interpretasi pemeriksaan mikroskopis. WHO merekomendasikan
pembacaan dengan skala International Union
a) Kasus Baru
Adalah pasien yang BELUM PERNAH diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan
OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
b) Kasus Kambuh (Relaps)
Adalah pasien TB yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah
dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif
(apusan atau kultur).  
c) Kasus Putus Berobat (Default/Drop Out/DO)
Adalah pasien TB yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA
positif.
d) Kasus Gagal (Failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif
pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.

24
e) Kasus Pindahan (Transfer In)
Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain untuk
melanjutkan pengobatannya.  
f) Kasus lain
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok ini termasuk
Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai
pengobatan ulangan.
 
WHO 1991 berdasarkan terpai pembagi TB :
a. kategori I
1) kasus baru dengan sputum +
2) kasus baru dengan bentuk TB berat
b. kategori II
1) kasus kambuh
2) kasus gagal dengan sputum BTA +
c. kategori III
1) kasus BTA – dengan kelainan paru yang tidak luas
2) kasus TB ekstrea paru selain dari yang disebut dalam kategori I
d. kategori IV, ditunjukan terhadap TB kronik

4.3 Etiologi
Tuberculosis merupakan penyakit infeksi bakteri menahun yang disebabkan oleh
Mycobakterium tuberculosis yang ditandai dengan pembentukan granuloma pada jaringan
yang terinfeksi. Mycobacterium tuberculosis merupakan kuman aerob yang dapat hidup
terutama di paru / berbagai organ tubuh lainnya yang bertekanan parsial tinggi. Penyakit
tuberculosis ini biasanya menyerang paru tetapi dapat menyebar ke hampir seluruh bagian
tubuh termasuk meninges, ginjal, tulang, nodus limfe. Infeksi awal biasanya terjadi 2-10
minggu setelah pemajanan. Individu kemudian dapat mengalami penyakit aktif karena
gangguan atau ketidakefektifan respon imun.
TB paru disebabkan oleh Mycobakterium tuberculosis yang merupakan batang aerobic
tahan asam yang tumbuh lambat dan sensitive terhadap panas dan sinar UV.Bakteri yang
jarang sebagai penyebab, tetapi pernah terjadi adalah M. Bovis dan M.Avium.

25
4.4 Patofisiologi
Paru merupakan port d’entrée lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena ukurannya
yang sangat kecil, kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei) yang terhirup, dapat
mencapai alveolus. Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi oleh mekanisme
imunologisnon spesifik. Makrofag alveolus akan menfagosit kuman TB dan biasanya
sanggup menghancurkan sebagian besar kuman TB. Akan tetapi, pada sebagian kecil
kasus, makrofagtidak mampu menghancurkan kuman TB dan kuman akan bereplikasi
dalam makrofag.
Kuman TB dalam makrofag yang terus berkembang biak, akhirnya akan membentuk
koloni ditempat tersebut. Lokasi pertama koloni kuman TB di jaringan paru disebut Fokus
Primer GOHN. Dari fokus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju
kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi fokus
primer.Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan
dikelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika fokus primer terletak di lobus paru bawah
atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahilus, sedangkan
jika fokus primer terletak di apeks paru, yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal.
Kompleks primer merupakan gabungan antara fokus primer, kelenjar limfe regional yang
membesar (limfadenitis) dan saluran limfe yang meradang (limfangitis).Waktu yang
diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya kompleks primer secara
lengkap disebut sebagai masa inkubasi TB. Masa inkubasi TB biasanya berlangsung
dalam waktu 4-8 minggu dengan rentang waktu antara 2-12 minggu. Dalam masa inkubasi
tersebut, kuman umbuh hingga mencapai jumlah 103-104, yaitu jumlah yang cukup untuk
merangsang respons imunitas seluler. Selama berminggu-minggu awal proses infeksi,
terjadi pertumbuhan logaritmik kumanTB sehingga jaringan tubuh yang awalnya belum
tersensitisasi terhadap tuberkulin,mengalami perkembangan sensitivitas. Pada saat
terbentuknya kompleks primer inilah, infeksi TB primer dinyatakan telah terjadi. Hal
tersebut ditandai oleh terbentuknya hipersensitivitas erhadap tuberkuloprotein, yaitu
timbulnya respons positif terhadap uji tuberkulin.
Selama masa inkubasi, uji tuberkulin masih negatif. Setelah kompleks primer terbentuk,
imunitas seluler tubuh terhadap TB telah terbentuk. Pada sebagian besar individu dengan
sistem imun yang berfungsi baik, begitu sistem imun seluler berkembang, proliferasi
kuman TB terhenti. Namun, sejumlah kecil kuman TB dapat tetap hidup dalam granuloma.
Bila imunitas seluler telah terbentuk, kuman TB baru yang masuk ke dalam alveoli akan
segera dimusnahkan. Setelah imunitas seluler terbentuk, fokus primer di jaringan paru

26
biasanya mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah
mengalami nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan
mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak sesempurna
fokus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap selama bertahun-
tahun dalam kelenjar ini.
Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi. Komplikasi yang terjadi dapat
disebabkan oleh fokus paru atau di kelenjar limfe regional. Fokus primer di paru dapat
membesar dan menyebabkan pneumonitis atau pleuritis fokal. Jika terjadi nekrosis
perkijuan yang berat, bagian tengah lesi akan mencair dan keluar melalui bronkus sehingga
meninggalkan rongga di jaringan paru (kavitas). Kelenjar limfe hilus atau paratrakea yang
mulanya berukuran normal saat awal infeksi, akan membesar karena reaksi inflamasi yang
berlanjut. Bronkus dapat terganggu. Obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan
eksternaldapat menyebabkan ateletaksis. Kelenjar yang mengalami inflamasi dan nekrosis
perkijuandapat merusak dan menimbulkan erosi dinding bronkus, sehingga menyebabkan
TB endobronkial atau membentuk fistula. Massa kiju dapat menimbulkan obstruksi
komplit padabronkus sehingga menyebabkan gabungan pneumonitis dan ateletaksis, yang
sering disebutsebagai lesi segmental kolaps-konsolidasi.
Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas seluler, dapat terjadi penyebaran
limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman menyebar ke kelenjar limfe
regional membentuk kompleks primer. Sedangkan pada penyebaran hematogen, kuman
TB masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh. Adanya penyebaran
hematogen inilah yang menyebabkan TB disebut sebagai penyakit sistemik. Penyebaran
hamatogen yang paling sering terjadi adalah dalam bentuk penyebaranhematogenik
tersamar (occult hamatogenic spread). Melalui cara ini, kuman TB menyebar secara
sporadik dan sedikit demi sedikit sehingga tidak menimbulkan gejala klinis. Kuman TB
kemudian akan mencapai berbagai organ di seluruh tubuh. Organ yang biasanya
ditujuadalah organ yang mempunyai vaskularisasi baik, misalnya otak, tulang, ginjal, dan
parusendiri, terutama apeks paru atau lobus atas paru. Di berbagai lokasi tersebut, kuman
TB akanbereplikasi dan membentuk koloni kuman sebelum terbentuk imunitas seluler
yang akanmembatasi pertumbuhannya. Di dalam koloni yang sempat terbentuk dan
kemudian dibatasi pertumbuhannya olehimunitas seluler, kuman tetap hidup dalam bentuk
dorman. Fokus ini umumnya tidak langsung berlanjut menjadi penyakit, tetapi berpotensi
untuk menjadi fokus reaktivasi. Fokus potensial di apkes paru disebut sebagai Fokus

27
SIMON. Bertahun-tahun kemudian, bila daya tahan tubuh pejamu menurun, fokus TB ini
dapat mengalami reaktivasi dan menjadi penyakit TB di organ terkait, misalnya
meningitis, TB tulang, dan lain-lain.
Bentuk penyebaran hamatogen yang lain adalah penyebaran hematogenik generalisata akut
( acute generalized hematogenic spread). Pada bentuk ini, sejumlah besar kuman TB
masuk dan beredar dalam darah menuju ke seluruh tubuh. Hal ini dapat menyebabkan
timbulnya manifestasi klinis penyakit TB secara akut, yang disebut TB diseminata. TB
diseminata ini timbul dalam waktu 2-6 bulan setelah terjadi infeksi. Timbulnya
penyakitbergantung pada jumlah dan virulensi kuman TB yang beredar serta frekuensi
berulangnyapenyebaran. Tuberkulosis diseminata terjadi karena tidak adekuatnya sistem
imun pejamu(host) dalam mengatasi infeksi TB, misalnya pada balita.
Tuberkulosis milier merupakan hasil dari acutegeneralized hematogenic spread
dengan jumlah kuman yang besar. Semua tuberkel yang dihasilkan melalui cara ini akan
mempunyai ukuran yang lebih kurang sama. Istilih milier berasal dari gambaran
lesidiseminata yang menyerupai butir padi-padian/jewawut ( millet seed). Secara patologi
anatomik, lesi ini berupa nodul kuning berukuran 1-3 mm, yang secara histologi
merupakangranuloma. Bentuk penyebaran hematogen yang jarang terjadi adalah protracted
hematogenic spread. Bentuk penyebaran ini terjadi bila suatu fokus perkijuan menyebar ke
saluran vaskular di dekatnya, sehingga sejumlah kuman TB akan masuk dan beredar di
dalam darah. Secara klinis, sakit TB akibat penyebaran tipe ini tidak dapat dibedakan
dengan acute generalized hematogenic spread.

28
4.5 Maninfestasi Klinis
Gejala sistemik/umum:
1. Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah)
2. Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari
disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan
bersifat hilang timbul
3. Penurunan nafsu makan dan berat badan
4. Perasaan tidak enak (malaise), lemah
Gejala khusus:
1. Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian
bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah
bening yang membesar, akan menimbulkan suara “mengi”, suara nafas melemah
yang disertai sesak.
2. Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan
keluhan sakit dada.

29
3. Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada
suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada
muara ini akan keluar cairan nanah.
Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut
sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya
penurunan kesadaran dan kejang-kejang
4.6 Diagnosis dan Diagnosis Banding
DIAGNOSIS TUBERKULOSIS
Apabila dicurigai seseorang tertular penyakit TBC, maka beberapa hal yang perlu
dilakukan untuk menegakkan diagnosis adalah:
a. Anamnesa baik terhadap pasien maupun keluarganya.
b. Pemeriksaan fisik.
c. Pemeriksaan laboratorium (darah, dahak, cairan otak).
d. Pemeriksaan patologi anatomi (PA).
e. Rontgen dada (thorax photo).
f. Uji tuberkulin.

ANAMNESIS
TB Paru
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih.
Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah,
sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise,
berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik,demam meriang lebih dari satu bulan.
Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain TB, seperti
bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain.
TB Ekstra Paru
1. Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk pada
Meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis), pembesaran kelenjar limfe
superfisialis pada limfadenitis TB dan deformitas tulang belakang (gibbus) pada
spondilitis TB dan lain-lainnya.
2. Diagnosis pasti sering sulit ditegakkan sedangkan diagnosis kerja dapat ditegakkan
berdasarkan gejala klinis TB yang kuat (presumtif) dengan menyingkirkan
kemungkinan penyakit lain. Ketepatan diagnosis bergantung pada metode
pengambilan bahan pemeriksaan dan ketersediaan alat-alat diagnostik, misalnya uji
mikrobiologi, patologi anatomi, serologi, foto toraks, dan lain-lain.
PEMERIKSAAN FISIK
Didapatkan konjungtiva mata atau kulit yang pucat, badan kurus (BB menurun).
Tempat kelainan lesi TB paru yang paling dicurigai adalah bagian apeks paru, akan
didapatkan perkusi redup dan auskultasi suara napas bronchial, didapatkan bunyi
tambahan berupa ronki basah, kasar, nyaring. Dalam penampilan klinis, TB paru sering
asimtomatik.
PEMERIKSAAN LABORATURIUM
Mengingat prevalensi TB paru di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang
yang datang ke UPK dengan gejala tersebut diatas, dianggap sebagai seorang tersangka
(suspek) pasien TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis
langsung pada pasien remaja dan dewasa, serta skoring pada pasien anak.

30
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan
pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak untuk penegakan
diagnosis pada semua suspek TB dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak
yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa dahak Sewaktu-
Pagi-Sewaktu (SPS):
1. S(sewaktu):
Dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama kali.
Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan
dahak pagi pada hari kedua.
2. P(Pagi):
Dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun
tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di UPK.
3. S(sewaktu):
Dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi.
Cara pemeriksaan bakteriologi dilakukan secara mikroskopis dan kultur. Pemeriksaan
mikroskopis dapat dengan pewarnaan Ziehl-Nielsen atau dengan fluorosens pewarnaan
auramin-rhodamin. Sedangkan, pemeriksaan kultur dilakukan dengan metode
konvensional, yaitu dengan menggunakan media Lowenstein-jensen, ataupun media
agar.

Interpretasi hasil pemeriksaan dahak dari 3 kali pemeriksaan ialah:

1. 3 positif atau 2 positif + 1 negatif: BTA positif

2. 1 positif + 2 negatif atau ulang BTA 3 kali. Apabila 1 positif +2 negatif atau BTA
positif. Namun, apabila 3 negatif: BTA negatif.

Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Gambaran yang dicurigai sebagai lesi TB
aktif adalah:
1. Bayangan berawan/nodular di segmen apical dan posterior lobus atas paru dan
segmen superior lobus bawah
2. Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau
nodular
3. Bayangan bercak milier
4. Efusi pleura unilateral atau bilateral

31
Pada sebagian besar TB paru, diagnosis terutama ditegakkan dengan pemeriksaan
dahak secara mikroskopis dan tidak memerlukan foto toraks. Namun pada kondisi
tertentu pemeriksaan foto toraks perlu dilakukan sesuai dengan indikasi sebagai
berikut:
1. Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada kasus ini
pemeriksaan foto toraks dada diperlukan untuk mendukung diagnosis TB paru
BTA positif.
2. Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif setelah 3 spesimen dahak SPS pada
pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah
pemberian antibiotika non OAT(non fluoroquinolon).
3. Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak nafas berat yang memerlukan
penanganan khusus (seperti: pneumotorak, pleuritis eksudativa, efusi perikarditis
atau efusi pleural) dan pasien yang mengalami hemoptisis berat (untuk
menyingkirkan bronkiektasis atau aspergiloma).
Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB inaktif meliputi:
1. Fibrotik
2. Kalsifikasi
3. Schwarte atau penebalan pleura

SUSPEK TB PARU

Pemeriksaan Penunjang Lain

32
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan untuk memastikan diagnosis tuberkulosis
antara lain:

1. Pemeriksaan BACTEC dengan metode radiometric


2. Polymerase Chain Reaction (PCR)
3. Pemeriksaan serologi dengan ELISA, ICT, Mycodot, PAP, dan IgG TB
4. Analisis cairan pleura :Pemeriksaan analisis cairan pleura dan uji Rivalta cairan
pleura perlu dilakukan pada pasien efusi pleura untuk membantu menegakkan
diagnosis. Interpretasi hasil analisis yang mendukung diagnosis tuberkulosis
adalah uji Rivalta positif dan kesan cairan eksudat, serta pada analisis cairan
pleura terdapat sel limfosit dominan dan glukosa rendah.
5. Pemeriksaan histopatologi jaringan dengan biopsi jaringan halus
Pemeriksaan histopatologi dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis TB.
Pemeriksaan yang dilakukan ialah pemeriksaan histopatologi. Bahan jaringan
dapat diperoleh melalui biopsi atau otopsi pada Biopsi aspirasi dengan jarum
halus (BJH) kelenjar getah bening (KGB), Biopsi pleura (melalui torakoskopi
atau dengan jarum abram, Cope dan Veen Silverman), Biopsi jaringan paru (trans
bronchial lung biopsy/TBLB) dengan bronkoskopi, trans thoracal needle
aspiration/TTNA, biopsi paru terbuka), dan Otopsi pada pemeriksaan biopsi
sebaiknya diambil 2 sediaan, satu sediaan dimasukkan ke dalam larutan salin dan
dikirim ke laboratorium mikrobiologi untuk dikultur serta sediaan yang kedua
difiksasi untuk pemeriksaan histologi.
6. Pemeriksaan darah rutin: tidak banyak membantu
7. Uji tuberkulin: kurang berarti untuk orang dewasa

Tes Serologi

Tes serologi yang dikenal hingga saat ini yang dapat membantu diagnosa tuberkulosis
adalah Tes Takahasi. Tes ini merupakan reaksi aglutinasi fosfatida kaolin pada seri
pengenceran serum sehingga dapat ditentukan titernya. Titer > 128 dianggap positif,
yang berarti proses tuberkulosis masih aktif.

Uji Tuberkulin
Pada anak, uji tuberkulin merupakan pemeriksaan yang paling bermanfaat untuk
menunjukkan sedang/pernah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis dan sering
digunakan dalam “Screening TBC”. Efektifitas dalam menemukan infeksi TBC dengan
uji tuberkulin adalah lebih dari 90%. Penderita anak umur kurang dari 1 tahun yang
menderita TBC aktif uji tuberkulin positif 100%, umur 1–2 tahun 92%, 2–4 tahun
78%, 4–6 tahun 75%, dan umur 6–12 tahun 51%. Dari persentase tersebut dapat dilihat
bahwa semakin besar usia anak maka hasil uji tuberkulin semakin kurang spesifik.
Ada beberapa cara melakukan uji tuberkulin, namun sampai sekarang cara mantoux
lebih sering digunakan. Lokasi penyuntikan uji mantoux umumnya pada ½ bagian atas
lengan bawah kiri bagian depan, disuntikkan intrakutan (ke dalam kulit). Penilaian uji
tuberkulin dilakukan 48–72 jam setelah penyuntikan dan diukur diameter dari
pembengkakan (indurasi) yang terjadi:
1. Pembengkakan (Indurasi) : 0–4mm, uji mantoux negatif.
Arti klinis : tidak ada infeksi Mycobacterium tuberculosis.
2. Pembengkakan (Indurasi) : 5–9mm, uji mantoux meragukan.
Hal ini bisa karena kesalahan teknik, reaksi silang dengan Mycobacterium
atypikal atau pasca vaksinasi BCG.

33
3. Pembengkakan (Indurasi) :>= 10mm, uji mantoux positif.
Arti klinis : sedang atau pernah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis.

DIAGNOSIS BANDING

1. Pneumonia
2. Abses paru
3. Kanker paru
Kanker paru-paru stadium dini sering kali tidak menunjukkan gejala apapun. Tapi
dengan bertumbuhnya kanker, gejala yang umum terjadi antara lain:
a. Batuk yang terus bertambah berat atau tidak kunjung sembuh
b. Kesulitan bernafas, misalnya sesak nafas
c. Nyeri dada yang terus menerus
d. Batuk darah
e. Suara serak 
f. Infeksi paru-paru yang sering, misalnya pneumonia
g. Selalu merasa sangat letih 
h. Kehilangan berat badan
4. Bronkiektasis
5. Pneumonia aspirasi
6. Ronkopneumonia

4.7 Tatalaksana
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase
lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari paduan obat utama dan
tambahan.

OBAT ANTI TUBERKULOSIS (OAT)


Obat yang dipakai:
1) Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah:
a. Rifampisin
b. INH
c. Pirazinamid
d. Streptomisin
e. Etambutol
2) Kombinasi dosis tetap (Fixed dose combination) Kombinasi dosis tetap
ini terdiri dari :
a. Empat obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150 mg,
isoniazid 75 mg, pirazinamid 400 mg dan etambutol 275 mg dan
b. Tiga obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150 mg, isoniazid
75 mg dan pirazinamid. 400 mg
3) Jenis obat tambahan lainnya (lini 2)
a. Kanamisin
b. Kuinolon
c. Obat lain masih dalam penelitian ; makrolid, amoksilin + asam klavulanat
d. Derivat rifampisin dan INH

Obat Kontraindikasi Efek Samping dan Tata Laksana

34
Rifampisin Sirosis, insufisiensi hati, Minor:
(R) pecandu alkohol, kehamilan 1. Tidak nafsu makan, mual, sakit perut
(pada trimester 1 bersifat → obat dapat diminum sebelum tidur.
teratogenic, pada trimester 3 2. Warna kemerahan pada air seni →
dapat menyebabkan beri penjelasan, tidak perlu diberikan
perdarahan neonatal). apa-apa.
Mayor:
1. Gatal dan kemerahan → antihistamin
2. Ikterik/hepatitis imbas obat →
hentikan semua OAT sampai ikterik
menghilang, boleh diberikan
hepatoprotektor.
3. Muntah dan confusion → hentikan
semua OAT dan lakukan uji fungsi
hati.
4. Kelainan sistemik, termasuk syok dan
purpura → hentikan rifampisin.
Isoniazid (H) Tidak boleh diberikan kepada: Minor:
penderita penyakit hati akut, 1. Neritis perifer/kesemutan , terbakar
penderita dengan riwayat (paling sering terjadi) → diberikan
kerusakan sel hati, dan piridoksin 100mg/hari sampai gejala
penderita yang hipersensitif hilang kemudian diberikan profilaksis
atau alergi terhadap isoniazid piridoksin (B6) 10mg/hari.
Mayor:
1. Reaksi hipersensitivitas berupa
demam, urtikaria → antihistamin.
2. Reaksi hematologic (agranulositosis,
eosinophilia, trombositopenia, dan
anemia) → hentikan
3. Ikterus dan kerusakan hati yang berat
(hepatitis drug induced) → hentikan
OAT.

Efek samping: mulut terasa kering, tertekan


pada ulu hati, retensi urin.
Streptomisin 1. Tuli
(S) 2. Gangguan keseimbangan (vertigo,
nystagmus).
Pirazinamid Pasien dengan kelainan fungsi Minor:
(Z) hati 1. Hiperurisemia (arthritis gout) → beri
allopurinol
2. Nyeri sendi → beri analgesic
Mayor:
1. Peningkatan enzim transaminase
2. Reaksi alergi
Etambutol Anak-anak, pasien dengan 1. Gatal dan kemerahan di kulit
(E) neuritis atopic. 2. Gangguan penglihatan

35
3. Scotoma sentral dan lateral

PADUAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS


Pengobatan tuberkulosis dibagi menjadi:
TB paru (kasus baru), BTA positif atau lesi luas
Paduan obat yang diberikan : 2RHZE / 4 RH
Alternatf : 2RHZE / 4R3H3
atau
(program P2TB)
2 RHZE/ 6HE
Paduan ini dianjurkan untuk
a. TB paru BTA (+), kasus baru
b. TB paru BTA (-), dengan gambaran radiologik lesi luas (termasuk luluh paru)
c. TB di luar paru kasus berat

Pengobatan fase lanjutan, bila diperlukan dapat diberikan selama 7 bulan, dengan
paduan 2RHZE / 7 RH, dan alternatif 2RHZE/ 7R3H3, seperti pada keadaan:
a. TB dengan lesi luas
b. Disertai penyakit komorbid (Diabetes Melitus, Pemakaian obat imunosupresi /
kortikosteroid)
c. TB kasus berat (milier, dll)

TB Paru (kasus baru), BTA negatif


Paduan obat yang diberikan : 2 RHZ / 4 RH
Alternatif : 2 RHZ/ 4R3H3 atau 6 RHE

Paduan ini dianjurkan untuk :


a. TB paru BTA negatif dengan gambaran radiologik lesi minimal
b. TB di luar paru kasus ringan

TB paru kasus kambuh


Pada TB paru kasus kambuh minimal menggunakan 4 macam OAT pada fase intensif
selama 3 bulan (bila ada hasil uji resistensi dapat diberikan obat sesuai hasil uji
resistensi). Lama pengobatan fase lanjutan 6 bulan atau lebih lama dari pengobatan
sebelumnya, sehingga paduan obat yang diberikan : 3 RHZE / 6 RH

Bila tidak ada / tidak dilakukan uji resistensi, maka alternatif diberikan paduan obat : 2
RHZES/1 RHZE/5 R3H3E3 (Program P2TB)

TB Paru kasus gagal pengobatan


Pengobatan sebaiknya berdasarkan hasil uji resistensi, dengan minimal menggunakan
4 -5 OAT dengan minimal 2 OAT yang masih sensitif ( seandainya H resisten, tetap
diberikan). Dengan lama pengobatan minimal selama 1 - 2 tahun . Menunggu hasil uji
resistensi dapat diberikan dahulu 2 RHZES , untuk kemudian dilanjutkan sesuai uji
resistensi
- Bila tidak ada / tidak dilakukan uji resistensi, maka alternatif diberikan paduan obat
: 2 RHZES/1 RHZE/5 H3R3E3 (Program P2TB)
- Dapat pula dipertimbangkan tindakan bedah untuk mendapatkan hasil yang optimal
- Sebaiknya kasus gagal pengobatan dirujuk ke ahli paru

36
1) TB Paru (kasus baru), BTA negatif
Paduan obat yang diberikan : 2 RHZ / 4 RH
Alternatif : 2 RHZ/ 4R3H3 atau 6 RHE

Paduan ini dianjurkan untuk :


c. TB paru BTA negatif dengan gambaran radiologik lesi minimal
d. TB di luar paru kasus ringan

TB paru kasus kambuh


Pada TB paru kasus kambuh minimal menggunakan 4 macam OAT pada fase intensif
selama 3 bulan (bila ada hasil uji resistensi dapat diberikan obat sesuai hasil uji
resistensi). Lama pengobatan fase lanjutan 6 bulan atau lebih lama dari pengobatan
sebelumnya, sehingga paduan obat yang diberikan : 3 RHZE / 6 RH

Bila tidak ada / tidak dilakukan uji resistensi, maka alternatif diberikan paduan obat : 2
RHZES/1 RHZE/5 R3H3E3 (Program P2TB)

TB Paru kasus gagal pengobatan


Pengobatan sebaiknya berdasarkan hasil uji resistensi, dengan minimal menggunakan
4 -5 OAT dengan minimal 2 OAT yang masih sensitif ( seandainya H resisten, tetap
diberikan). Dengan lama pengobatan minimal selama 1 - 2 tahun . Menunggu hasil uji
resistensi dapat diberikan dahulu 2 RHZES , untuk kemudian dilanjutkan sesuai uji
resistensi
- Bila tidak ada / tidak dilakukan uji resistensi, maka alternatif diberikan paduan obat
: 2 RHZES/1 RHZE/5 H3R3E3 (Program P2TB)
- Dapat pula dipertimbangkan tindakan bedah untuk mendapatkan hasil yang optimal
- Sebaiknya kasus gagal pengobatan dirujuk ke ahli paru
Kategori Kasus Panduan Obat Yang Dianjurkan Keterangan
I 1. TB paru BTA +, 2RHZE/4RH atau 2RHZE/6HE
BTA-, lesi luas atau 2RHZE/4R3HE
2. TB di luar paru
kasus berat
II 1. Kambuh 1. 3RHZE/6RH Bila streptomisin
2. Gagal 2. 2RHZES lalu sesuai hasil uji alergi, dapat
pengobatan resistensi atau digantikan kanamisin.
2RHZES/1RHZE/5R3H3E3
3. Lalai berobat 3. 2RHZES/1RHZE/5R3H3E3
III 1. TB paru BTA – 2RHZ/4RH atau 6RHE atau
lesi minimal 2RHZ/ 4R3H3
2. TB di luar paru
kasus ringan
IV Kronik Sesuai uji resistensi atau H
seumur hidup
IV MDR TB Sesuai uji resistensi + kuinolon
atau H seumur hidup

PENGOBATAN SUPORTIF / SIMPTOMATIK


Pengobatan yang diberikan kepada penderita TB perlu diperhatikan keadaan klinisnya.

37
Bila keadaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat, dapat rawat jalan. Selain OAT
kadang perlu pengobatan tambahan atau suportif/simtomatik untuk meningkatkan daya
tahan tubuh atau mengatasi gejala/keluhan.
1. Penderita rawat jalan
a. Makan makanan yang bergizi, bila dianggap perlu dapat diberikan vitamin
tambahan (pada prinsipnya tidak ada larangan makanan untuk penderita
tuberkulosis, kecuali untuk penyakit komorbidnya)
b. Bila demam dapat diberikan obat penurun panas/demam
c. Bila perlu dapat diberikan obat untuk mengatasi gejala batuk, sesak napas atau
keluhan lain.

2. Penderita rawat inap


a. Indikasi rawat inap :
TB paru disertai keadaan/komplikasi sbb :
- Batuk darah (profus)
- Keadaan umum buruk
- Pneumotoraks
- Empiema
- Efusi pleura masif / bilateral
- Sesak napas berat (bukan karena efusi pleura)

TB di luar paru yang mengancam jiwa :


- TB paru milier
- Meningitis TB

b. Pengobatan suportif / simtomatik yang diberikan sesuai dengan keadaan klinis


dan indikasi rawat

TERAPI PEMBEDAHAN lndikasi operasi


1. Indikasi mutlak
a. Semua penderita yang telah mendapat OAT adekuat tetapi dahak tetap positif
b. Penderita batuk darah yang masif tidak dapat diatasi dengan cara konservatif
c. Penderita dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat diatasi
secara konservatif

2. lndikasi relatif
a. Penderita dengan dahak negatif dengan batuk darah berulang
b. Kerusakan satu paru atau lobus dengan keluhan
c. Sisa kaviti yang menetap.

Tindakan Invasif (Selain Pembedahan)


1) Bronkoskopi
2) Punksi pleura
3) Pemasangan WSD (Water Sealed Drainage)

Kriteria Sembuh
1) BTA mikroskopik negatif dua kali (pada akhir fase intensif dan akhir pengobatan) dan
telah mendapatkan pengobatan yang adekuat
2) Pada foto toraks, gambaran radiologik serial tetap sama/ perbaikan

38
Bila ada fasiliti biakan, maka kriteria ditambah biakan negatif

3.8 Pencegahan

Berkaitan dengan perjalanan alamiah dan peranan Agent, Host dan Environment dari
TBC, maka tahapan pencegahan yang dapat dilakukan antara lain :
a. Pencegahan Primer
Dengan promisi kesehatan sebagai salah satu pencegahan TBC paling efektif, walaupun
hanya mengandung tujuan pengukuran umum dan mempertahankan standar kesehatan
sebelumnya yang sudah tinggi.
Proteksi spesifik dengan tujuan pencegahan TBC yang meliputi :
1. Imunisasi aktif, melalui vaksinasi Basil Calmette Guerin (BCG) secara nasional dan
internasional pada daerah dengan kejadian tinggi dan orang tua penderita atau
berisiko tinggi dengan nilai proteksi yang tidak absolut dan tergantung Host
tambahan dan Environment
2. Chemoprophylaxis, obat anti TBC yang dinilai terbukti ketika kontak dijalankan dan
tetap harus dikombinasikan dengan pasteurisasi produk ternak
3. Pengontrolan Faktor Prediposisi, yang mengacu pada pencegahan dan pengobatan
diabetes, silicosis, malnutrisi, sakit kronis dan mental.

b. Pencegahan Sekunder
Dengan diagnosis dan pengobatan secara dini sebagai dasar pengontrolan kasus TBC yang
timbul dengan 3 komponen utama : Agent, Host dan Environment.
Kontrol pasien dengan deteksi dini penting untuk kesuksesan aplikasi modern kemoterapi
spesifik, walau terasa berat baik dari finansial, materi maupun tenaga. Metode tidak
langsung dapat dilakukan dengan indikator anak yang terinfeksi TBC sebagai pusat,
sehingga pengobatan dini dapat diberikan. Selain  itu, pengetahuan tentang resistensi obat
dan gejala infeksi juga penting untuk seleksi dari petunjuk yang paling efektif.
Langkah kontrol kejadian kontak adalah untuk memutuskan rantai infeksi TBC, dengan
imunisasi TBC negatif dan Chemoprophylaxis pada TBC positif. Kontrol lingkungan
dengan membatasi penyebaran penyakit, disinfeksi dan cermat mengungkapkan investigasi
epidemiologi, sehingga ditemukan bahwa kontaminasi lingkungan memegang peranan
terhadap epidemic TBC. Melalui usaha pembatasan ketidakmampuan untuk membatasi
kasus baru harus dilanjutkan, dengan istirahat dan menghindari tekanan psikis.
c. Pencegahan Tersier
Rehabilitasi merupakan tingkatan terpenting pengontrolan TBC. Dimulai dengan 
diagnosis kasus berupa trauma yang menyebabkan usaha penyesuaian diri secara psikis,
rehabilitasi penghibur selama fase akut dan hospitalisasi awal pasien, kemudian
rehabilitasi pekerjaan yang tergantung situasi individu. Selanjutnya, pelayanan kesehatan
kembali dan penggunaan media pendidikan untuk mengurangi cacat sosial dari TBC, serta
penegasan perlunya rehabilitasi.

Selain itu, tindakan pencegahan sebaiknya juga dilakukan untuk mengurangi perbedaan
pengetahuan tentang TBC, yaitu dengan jalan sebagai berikut :
1.   Perkembangan media.
2. Metode solusi problem keresistenan obat.
3. Perkembangan obat Bakterisidal baru.
4. Kesempurnaan perlindungan dan efektifitas vaksin.
5. Pembuatan aturan kesehatan primer dan pengobatan TBC yang fleksibel.

39
6. Studi lain yang intensif.
Perencanaan yang baik dan investigasi epidemiologi TBC yang terkontrol

4.9 Komplikasi

Pada penderita TB sering terjadi komplikasi dan resistensi. Komplikasi berikut


sering terjadi pada penderita stadium lanjut :
1. Hemoptisis berat (pendarahan dari saluran nafas bawah) yang mengakibatkan kematian
karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas.
2. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial Bronkietaksis (pelebaran bronkus setempat)
dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
3. Pneumotorak (adanya udara didalam rongga pleura) spontan : kolaps spontan karena
kerusakan jaringan paru.
4. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian. ginjal dan sebagainya.
Insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency).
5. Resistensi terhadap OAT terjadi umumnya karena penggunaan OAT yang tidak sesuai.
Resistensi dapat terjadi karena penderita yang menggunakan obat tidak sesuai atau tidak
patuh dengan jadwal atau dosisnya. Dapat pula terjadi karena mutu obat yang dibawah
standar. Resistensi ini menyebabkan jenis obat yang biasa dipakai sesuai pedoman
pengobatan tidak lagi dapat membunuh kuman.

Upaya pencegahan asma dapat dibedakan menjadi 3 yaitu:

1. Pencegahan primer ditujukan untuk mencegah sensitisasi pada bayi dengan risiko asma
(orangtua asma), dengan cara :
a. Penghindaran asap rokok dan polutan lain selama kehamilan dan masa perkembangan
bayi/anak
b. Diet hipoalergenik ibu hamil, asalkan / dengan syarat diet tersebut tidak mengganggu
asupan janin
c. Pemberian ASI eksklusif sampai usia 6 bulan
d. Diet hipoalergenik ibu menyusui
2. Pencegahan sekunder ditujukan untuk mencegah inflamasi pada anak yang telah
tersentisisasi dengan cara menghindari pajanan asap rokok, serta allergen dalam
ruangan terutama tungau debu rumah.
3. Pencegahan tersier ditujukan untuk mencegah manifestasi asma pada anak yang telah
menunjukkan manifestasi penyakit alergi. Sebuah penelitian multi senter yang dikenal
dengan nama ETAC Study (early treatment of atopic children) mendapatkan bahwa
pemberian Setirizin selama 18 bulan pada anak atopi dengan dermatitis atopi dan IgE
spesifik terhadap serbuk rumput (Pollen) dan tungau debu rumah menurunkan kejadian
asma sebanyak 50%. Perlu ditekankan bahwa pemberian setirizin pada penelitian ini
bukan sebagai pengendali asma (controller).

4.10 Prognosis

a. Ad vitam: ad bonam

40
Prognosis ad bonam karena keadaan yang ditemukan pada pasien ini bukan kondisi yang
berat yang dapat menyebabkan kematian. Perlu pemeriksaan lebih lanjut apakah pada
pasien terdapat infeksi HIV atau tidak.
b. Ad sanationam: dubia ad malam
Kemungkinan terjadinya infeksi TB berulang pada kasus ini cukup tinggi, disebabkan oleh
pertimbangan pasien pernah mengalami TB paru sebelumnya (gambaran fibrotic pada foto
Rontgen paru). Selain itu kemungkinan pengobatan TB paru pasien sebelumnya tidak
tuntas. Pengobatan TB yang tidak tuntas dikhawatirkan akan membuat kuman TB menjadi
resisten.
c. Ad fungsionam: dubia ad malam
Penyakit TB paru biasanya meninggalkan „tanda mata‟ berupa kalsifikasi dan jaringan
fibrosis pada jaringan parenkim paru yang terinfeksin. Adanya jaringan fibrosis ini terlihat
pada foto Rontgen thorax pasien. Jaringan yang sudah terkalsifikasi dan berubah menjadi
jaringan fibrosis bersifat irreversible sehingga tidak akan sepenuhnya kembali berfungsi
normal.

5. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN EPIDEMIOLOGI TB DAN P2M


5.1 Prevalensi
Sebagian besar orang yang telah terinfeksi, 80-90% belum tentu menjadi sakit
tuberkulosis. Untuk sementara waktu kuman yang ada dalam tubuh mereka
tersebut bisa berada dalam keadaan dorman atau tidur, dan keberadaan kuman
dormantersebut dapat diketahui dengan tes tuberkulin. Mereka yang menjadi sakit
disebutsebagai “ penderita tuberkulosis “, biasanya dalam waktu paling cepat sekitar 3-
6 bulan setelah terjadi infeksi. Mereka yang tidak sakit, tetap mempunyai
resiko untuk menderita tuberkulosis sepanjang sisa hidup mereka.
Indonesia sekarang berada pada ranking kelima negara dengan beban TB tertinggi di
dunia. Estimasi prevalensi TB semua kasus adalah sebesar 660,000 (WHO, 2010) dan
estimasi insidensi berjumlah 430,000 kasus baru per tahun. Jumlah kematian akibat TB
diperkirakan 61,000 kematian per tahunnya. Indonesia merupakan negara dengan
percepatan peningkatan epidemi HIV yang tertinggi di antara negara-negara di Asia. HIV
dinyatakan sebagai epidemic terkonsentrasi (a concentrated epidemic), dengan
perkecualian di provinsi Papua yang prevalensi HIVnya sudah mencapai 2,5%
(generalized epidemic). Secara nasional, angka estimasi prevalensi HIV pada populasi
dewasa adalah 0,2%. Sejumlah 12 provinsi telah dinyatakan sebagai daerah prioritas untuk
intervensi HIV dan estimasi jumlah orang dengan HIV/AIDS di Indonesia sekitar 190.000-
400.000. Estimasi nasional prevalensi HIV pada pasien TB baru adalah 2.8%.
Angka MDR-TB diperkirakan sebesar 2% dari seluruh kasus TB baru (lebih rendah dari
estimasi di tingkat regional sebesar 4%) dan 20% dari kasus TB dengan pengobatan ulang.
Diperkirakan terdapat sekitar 6.300 kasus MDR TB setiap tahunnya. Meskipun memiliki
beban penyakit TB yang tinggi, Indonesia merupakan Negara pertama diantara High
Burden Country (HBC) di wilayah WHO South-East Asian yang mampu mencapai target
global TB untuk deteksi kasus dan keberhasilanpengobatan pada tahun 2006. Pada tahun
2009, tercatat sejumlah sejumlah 294.732 kasus TB telah ditemukan dan diobati (data awal

41
Mei 2010) dan lebih dari 169.213 diantaranya terdeteksi BTA+. Dengan demikian, Case
Notification Rate untuk TB
BTA+ adalah 73 per 100.000 (Case Detection Rate 73%). Rerata pencapaian angka
keberhasilan pengobatan selama 4 tahun terakhir adalah sekitar 90% dan pada kohort
tahun 2008 mencapai 91%. Pencapaian target global tersebut merupakan tonggak
pencapaian program pengendalian TB nasional yang utama.

5.2 Predisposisi

1. Faktor Agent ( Mycobacterium tuberculosis)


Karakteristik alami dari agen TBC hampir bersifat resisten terhadap disifektan kimia atau
antibiotika dan mampu bertahan hidup pada dahak yang kering untuk jangka waktu yang
lama. Pada Host, daya infeksi dan kemampuan tinggal sementara Mycobacterium
Tuberculosis sangat tinggi. Patogenesis hampir rendah dan daya virulensinya tergantung
dosis infeksi dan kondisi Host.
2. Faktor Lingkungan
Distribusi geografis TBC mencakup seluruh dunia dengan variasi kejadian yang besar dan
prevalensi menurut tingkat perkembangannya. Penularannya pun berpola sekuler tanpa
dipengaruhi musim dan letak geografis.Keadaan sosial-ekonomi merupakan hal penting
pada kasus TBC. Selain itu, gaji rendah, eksploitasi tenaga fisik, penggangguran dan tidak
adanya pengalaman sebelumnya tentang TBC dapat juga menjadi pertimbangan pencetus
peningkatan epidemi penyakit ini.

3. Periode Pathogenesis (Interaksi Host-Agent) 


Interaksi terutama terjadi akibat masuknya Agent ke dalam saluran respirasi dan
pencernaan Host. Contohnya Mycobacterium melewati barrier plasenta, kemudian
berdormansisepanjang hidup individu, sehingga tidak selalu berarti penyakit klinis. Infeksi
berikutseluruhnya bergantung pada pengaruh interaksi dari Agent, Host dan Lingkungan.
4.Prevalensi dan Sebaran geografik

5.3 Penularan
Kegiatan penemuan penderita terdiri dari penjaringan suspek, diagnosis,
penentuan klasifikasi penyakit dan tipe penderita. Penemuan penderita merupakan
langkah pertama dalam kegiatan program penanggulangan TB.
Penjaringan tersangka penderita dilakukan di unit pelayanan kesehatan didukung dengan
penyuluhan secara aktif, baik oleh petugas kesehatan maupun masyarakat, untuk
meningkatkan cakupan penemuan tersangka penderita TB. Pemeriksaan terhadap kontak
penderita TB, terutama mereka yang BTA positif dan pada keluarga anak yang menderita
TB yang menunjukkan gejala sama, harus diperiksa dahaknya. Probabilitas terjadinya
resistensi obat TB lebih tinggi di rumah sakit dan sektor swasta yang belum terlibat dalam
program pengendalian TB nasional sebagai akibat dari tingginya ketidakpatuhan dan
tingkat drop out pengobatan karena tidak diterapkannya strategi DOTS yang tinggi.

A. Pengendalian Penderita Tuberkulosis.


1. Petugas dari puskesmas harus mengetahui alamat rumah dan tempat kerja penderita.
2. Petugas turut mengawasi pelaksanaan pengobatan agar penderita tetap teratur
menjalankan pengobatan dengan jalan mengingatkan penderita yang lali. Disamping itu
agar menunjuk seorang pengawas pengobatan dikalangan keluarga.

42
3. Petugas harus mengadakan kunjungan berkala kerumah-rumah penderita dan
menunjukkan perhatian atas kemajuan pengobatan serta mengamati kemungkinan
terjadinya gejala sampingan akibat pemberian obat.
B. Pengobatan Penderita Tuberkulosis.
1. Penderita yang dalam dahaknya mengandung kuman dianjurkan untuk menjalani
pengobatan di puskesmas.
2. Petugas dapat memberikan pengobatan jangka pendek di rumah bagi penderita secara
darurat atau karean jarak tempat tinggal penderita dengan puskesmas cukup jauh untuk
bias berobat secara teratur.
3. Melaporkan adanya gejala sampingan yang terjadi, bila perlu penderita dibawa ke
puskesmas.
C. Penyuluhan Penderita Tuberkulosis
1. Petugas baik dalam masa persiapan maupun dalam waktu berikutnya secara berkala
memberikan penyuluhan kepada masyarakat luas melalui tatap muka, ceramah dan mass
media yang tersedia diwilayahnya, tentang cara pencegahan TB-paru.
2. Memberikan penyuluhan kepada penderita dan keluarganya pada waktu kunjungan
rumah dan memberi saran untuk terciptanya rumah sehat, sebagai upaya mengurangi
penyebaran penyakit.
3. Memberikan penyuluhan perorangan secara khusus kepada penderita agar penderita mau
berobat rajin teratur untuk mencegah penyebaran penyakit kepada orang lain.
4. Menganjurkan, perubahan sikap hidup masyarakat dan perbaikan lingkungan demi
tercapainya masyarakat yang sehat.
5. Menganjurkan masyarakat untuk melapor apabila diantara warganya ada yang
mempunyai gejala-gejala penyakit TB paru.
6. Berusaha menghilangkan rasa malu pada penderita oleh karena penyakit TB paru bukan
bagi penyakit yang memalukan, dapat dicegah dan disembuhkan seperti halnya penyakit
lain.
7. Petugas harus mencatat dan melaporkan hasil kegiatannya kepada koordinatornya sesuai
formulir pencatatan dan pelaporan kegiatan kader.
5.4 Pencegahan

Upaya Promotif
Peningkatan pengetahuan pekerja tentang penanggulangan TBC di tempat kerja
melaluipendidikan & pelatihan petugas pemberi pelayanan kesehatan di tempat kerja,
penyuluhan,penyebarluasan informasi, peningkatan kebugaran jasmani, peningkatan
kepuasan kerja,peningkatan gizi kerja
Upaya preventif 
Adalah upaya untuk mencegah timbulnya penyakit atau kondisi yang memperberat
penyakit TB.
1.Pencegahan Primer : Pencegahan primer merupakan upaya yang dilaksanakan untuk
mencegah timbulnya penyakitpada populasi yang sehat.
a. Pengendalian melalui perundang-undangan (legislative control) :
Undang-Undang No. 14 tahun 1969 Tentang ketentuan-ketentuan pokok tenaga kerja.
Undang-Undang No.1 tahun 1970 tentang Keselamatan kerja
Undang-Undang No.23 tahun 1992 tentang Kesehatan
Peraturan Menteri Kesehatan tentang hygiene dan saniasi lingkungan
b. Pengendalian melalui administrasi/organisasi (administrative control):

43
Pesyaratan penerimaan tenaga kerja
Pencatatan pelaporan
Monitoring dan evaluasi
c. Pengendalian secara teknis (engineering control), antara lain :
d. Sistem ventilasi yang baik 
e. Pengendalian lingkungan keja
f. Pengendalian melalui jalur kesehatan (medical control), antara lain : Pendidikan
kesehatan : kebersihan perorangan, gizi kerja, kebersihan lingkungan, caraminum obat
dll.
g. Pemeriksaan kesehatan awal, berkala & khusus (anamnesis, pemeriksaan
fisik,pemeriksaan laboratorium rutin, tuberculin test)-
h. Peningkatan gizi pekerja
2.Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya untuk menemukan penyakit TBC sedini
mungkinmencegah meluasnya penyakit, mengurangi bertambah beratnya penyakit,
diantaranya:
a. Pengawasan dan penyuluhan untuk mendorong pasien TBC bertahan pada pengobatanyang
diberikan (tingkat kepatuhan) dilaksanakan oleh seorang “Pengawas Obat” atau juru TBC
b. Pengamatan langsung mengenai perawatan pasien TBC di tempat kerja-
c. Case-finding secara aktif, mencakup identifikasi TBC pada orang yang dicurigai
danrujukan pemeriksaan dahak dengan mikroskopis secara berkala.
d. Membuat “Peta TBC”, sehingga ada gambaran lokasi tempat kerja yang perluprioritas
penanggulangan TBC bagi pekerja
e. Pengelolaan logistic
5.5 Sumber dan Cara Penularan
Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin,
pasien menyebarkan kuman keudara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali
batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak. Umumnya penularan
terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama.Ventilasi
dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh
kuman.Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang  gelap  dan
lembab. Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman  yang
dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifanhasil pemeriksaan dahak, makin
menular pasien tersebut. Faktor yang memungkinkanseseorang terpajan kuman TB
ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara danlamaya menghirup udara tersebut.
5.6 Program P2M
a) Pelaksana program adalah Kelompok Puskesmas Pelaksana yang terdiri dari Puskesmas
Rujukan Mikroskopis (PRM) dan Puskesmas Satelit (PS). Diagnosis hanya dilakukan di PRM, PS
hanya membuat slide serta memfiksasi saja.
b) Pencarian penderita dilakukan secara pasif di sarana kesehatan. Diagnosis BTA secara
mikroskopis bila ditemukan kuman dengan 3 kali pemeriksaan
dahak yang berbeda (dahak sewaktu, pagi dan sewaktu) dan paling sedikit 2 kali  positif disebut
kasus BTA(+).
c) Kasus BTA(–) bila 3 kali pemeriksaan dahak hasilnya semua Negative tapi pada
pemeriksaan Röntgen terdapat tanda TB aktif di parunya.
d) Pengecatan dengan Ziehl Neelsen dan pemeriksaan kuman dengan mikroskop binokuler.

44
e) Tipe kasus dibedakan kasus banu, kasus kambuh/gagal, kasus BTA (–) tapi Rontgen
f) Follow up pengobatan dilakukan secara ketat pada akhir fase intensif dan
dua bulan sebelum akhir pengobatan dan akhir pengobatan, setiap follow up pemeriksaan
dahak dilakukan dua kali (dahak sewaktu dari pagi).
g) Supervisi pelaksanaan program dilakukan oleh petugas tingkat II secara ketat (3 bulan
sekali).
h) Pengawasan langsung keteraturan berobat (DOTS : Directly ObservedTreatment Short-
Course) oleh petugas kesehatan atau keluarganya.
5.7 Tugas dan Peran PMO
Peran seorang PMO adalah mengawasi pasien tuberkulosis agar menelan obat secara
teratur sampai selesai pengobatan, memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat
secara teratur, mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah
ditentukan, dan member penyuluhan pada anggota keluarga pasien tuberkulosis yang
mempunyai gejala-gejala mencurigakan tuberkulosis untuk segera memeriksakan diri ke
rumah sakit atau unit pelayanan kesehatan.
Menurut Nuraini (2003) tugas PMO bagi penderita tuberkulosis paru adalah :
a) Mengetahui tanda-tanda tersangka tuberkulosis paru.
b) Mengawasi penderita agar minum obat setiap hari.
c) Mengambil obat bagi penderita seminggu sekali
d) Mengingatkan penderita untuk periksa ulang dahak :
1. Seminggu sebelum akhir bulan ke dua pengobatan, pemeriksa ulang dahak
dilakukan untuk menentukan obat tambahan.
2. Seminggu sebelum akhir bulan ke lima pengobatan, pemeriksaan
ulang dahak dilakukan untuk mengetahui kegagalan.
3. Seminggu sebelum akhir bulan ke enam pengobatan, pemeriksaan ulang dahak
dilakukan untuk mengetahui kesembuhan.
e) Memberikan penyuluhan
f) Memberitahukan jika terjadi suspek pada keluarga penderita.
g) Menujuk kalau ada efek samping dari penggunaan obat
Menurut Hapsari (2010) tugas PMO bagi penderita tuberkulosis paru adalah :
a) Bersedia mendapat penjelasan di poliklinik.
b) Melakukan pengawasan terhadap pasien dalam hal minum obat.
c) Mengingatkan pasien untuk pemeriksaan ulang dahak sesuai jadwal yang telah
ditentukan.
d) Memberikan dorongan terhadap pasien untuk berobat secara teratur hingga selesai.
e) Mengenali efek samping ringan obat, dan menasehati pasien agar tetap mau menelan
obat.

45
f) Merujuk pasien bila efek samping semakin berat.
g) Melakukan kunjungan rumah
h) Memberikan penyuluhan pada anggota keluarga penderita tuberculosis yang
mempunyai gejala-gejala tersangka tuberkulosis untuk segera memeriksakan diri kepada
petugas kesehatan.
6. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN ETIKA BATUK DALAM ISLAM
Langkah 1 Sedikit berpaling dari orang yang ada disekitar anda dan tutup hidung dan
mulut anda dengan menggunakan tissue atau saputangan atau lengan dalam baju anda
setiap kali anda merasakan dorongan untuk batuk atau bersin.
atau saputangan atau lengan dalam baju anda setiap kali anda merasakan dorongan untuk
batuk atau bersin.
Langkah 2 Segera buang tissue yang sudah dipakai ke dalam tempat sampah.
Langkah 3 Tinggalkan ruangan/tempat anda berada dengan sopan dan mengambil
kesempatan untuk pergi cuci tangan di kamar kecil terdekat atau menggunakan gel
pembersih tangan.
Langkah 4
1. Gunakan masker
2. Bersin pada lengan baju bagian dalam adalah cara penting untuk membantu
mengurangi penyebaran penyakit udara di seluruh dunia.
3. Jika menggunakan tissue, itu hanya boleh digunakan sekali dan diikuti segera dengan
mencuci tangan dan membuang tissue pada tempat sampah.

Dalam Al-Quran ditegaskan bahwa Islam

“..menyuruh mengerjakan ma’ruf dan melarang perbuatan mungkar, dan menghalalkan


segala cara yang baik dan mengharamkan segala yang buruk…” (QS. 7:157).

46
DAFTAR PUSTAKA

Gunawan SG, Setiabudi R, Nafraldi. 2008. Farmakologi dan Terapi ed. 5. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI.
Brooks, Geo F, Janet S. Butel, Stephen A Morse. 2008. Jawetz, Melnick,& Adelberg
Mikrobiologi Kedokteran ed.23, ab. Huriawati Hartanto, dll. Jakarta: EGC
Eroschenko, VP. 2010. Atlas Histologi diFiore. Ed. 11.Jakarta : EGC
Junqueira LC, Carneiro J. Histologi Dasar Teks & Atlas. 10th ed. Jakarta: EGC; 2007. p.
335-54.
Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberculosis. 2007. Departemen Kesehatan Republic
Indonenesia. Bakti Husada.
Kumar, Vinay, dkk. 2007. Buku Ajar Patologi Robbins Volume 2 Edisi 7. Jakarta: EGC.
Sudoyo W, Aru, dkk. 2006. Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid II edisi IV. Jakarta : FKUI
Raden, Inmar. 2014. Anatomi Kedokteran Sistem Respirasi. Jakarta: Bagian Anatomi
FKUY

Sherwood, L. 2011. Fisiologi Manusia: dari sel ke system. Edisi 6. Jakarta: EGC.

Ganong, William F. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed. 22. Jakarta : EGC.

47
48
49
50

Anda mungkin juga menyukai