Anda di halaman 1dari 49

WRAP UP PBL

BLOK KARDIOVASKULAR

SESAK NAFAS JANTUNG

Kelompok : B-14

Ketua : Tittania Safitri Krisanda (1102015240)

Sekretaris : Wahyu Ramadhan (1102015246)

Anggota : Siti Sarah Novianti Musthafa (1102015229)

Nur Hanief (1102015171)

Shabrina Radyaning Windria (1102015220)

Vrischika Alessandra Benedi (1102014276)

Muhammad Ilham Khatami (1102015149)

Muhammad Ginaldi Scorpinda (1102013180)

Tuffahati Sacharissa Syaefic (1102015241)

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI

Jalan Letjend Suprapto, Cempaka Putih, Jakarta 10510


Telp. (+62)214244574 Fax. (+62)214244574
DAFTAR ISI
Daftar isi........................................................................................................................1
Skenario.........................................................................................................................2
Kata sulit........................................................................................................................3
Pertanyaan......................................................................................................................4
Jawaban..........................................................................................................................5
Hipotesis........................................................................................................................6
Sasaran belajar...............................................................................................................7
Pembahasan...................................................................................................................8
1. Memahami dan Menjelaskan Penyakit Jantung Rematik......................................8
a. Definisi.............................................................................................................8
b. Etiologi.............................................................................................................8
c. Klasifikasi.......................................................................................................10
d. Patogenesis.....................................................................................................13
e. Morfologi dan Fisiologi..................................................................................14
f. Maninfestasi Klinis.........................................................................................15
g. Diagnosis dan diagnosis banding...................................................................19
h. Penatalaksanaan..............................................................................................27
i. Pencegahan.....................................................................................................31
j. Komplikasi......................................................................................................32
k. Prognosis........................................................................................................32
l. Epidemiologi..................................................................................................32
Daftar Pustaka..............................................................................................................34

1
Skenario 3
SESAK NAFAS JANTUNG
Seorang laki-laki berusia 18 tahun datang ke dokter dengan keluhan demam sejak 3
hari yang lalu. Pasien sudah menderita penyakit jantung rematik sejak berusia 6
tahun. Dua minggu terakhir pasien mengalami sesak nafas berat. Pemeriksaan fisik
menunjukkan adanya kardiomegali, gallop dan murmur sistolik derajat 4/6 pada area
katup mitral yang menjalar ke aksila.

2
Kata sulit :

1. Kardiomegali : Keadaan dimana terjadinya pembesaran jantung


2. Murmur : Suara tambahan diantara bunyi jantung 1 dan 2 akibat
turbulensi aliran darah karena adanya penyempitan pada katup
3. Gallop : Bunyi jantung rangkap 3 yang bunyinya menyerupai bunyi
lari kuda
4. PJR : Penyakit jantung rematik adalah cacat jantung akibat adanya
gejala sisa dari demam rematik 2-3 minggu setelah infeksi streptococcus β
hemolitycus group A

3
Pertanyaan :

1. Apa saja faktor resiko pada pasien tersebut?


2. Apa yang menyebabkan pasien sesak berat?
3. Mengapa bisa terjadi kardiomegali?
4. Mengapa terdapat suara tambahan pada jantung seperti gallop dan murmur?
5. Bagaimana cara mendiagnosis pasien tersebut?
6. Apa yang dimaksud murmur sistolik derajat 4/6?
7. Apa maninfestasi klinis yang muncul pada pasien tersebut?
8. Bagaimana penatalaksanaan pasien tersebut?
9. Mengapa terdapat murmur sistolik pada area katup mitral dan mengapa
menjalar ke aksila?
10. Apa komplikasi pada pasien tersebut?
11. Apa bakteri yang menginfeksi pasien tersebut?
12. Bagaimana pencegahan pada skenario tersebut?

4
Jawaban :

1. Faktor genetik, jenis kelamin, etnik da ras, usia, kadar gizi.


2. Infeksi bakteri streptococcus β hemolitycus group A menginfeksi katup
mitral aliran darah terganggu menekan jantung dan paru-paru
3. Darah yang tertampung di atrium akibat adanya infeksi di katup. Sehingga
terjadi kardiomegali.
4. Infeksi bakteri streptococcus β dapat menyebabkan regurgitasi kaup mitral.
Sehingga darah tidak dapat masuk ke ventrikel kiri. Karena terhambat dari
atrium kiri ke ventrikel kiri menimbulkan suara tambahan gallop.
Katup yang tidak tertutup sempurna menyebabkan darah masih bisa lolos dan
menghasilkan suara tambahan seperti murmur
5. Anamnesis : Sesak nafas, nyeri dada, berdebar-debar, riwayat
penyakit
Pemeriksaan fisik : Terdapat suara tambahan (gallop dan murmur),
palpasi iktus kordis, kardiomegali
Pemeriksaan Lab : Foto toraks, EKG, pemerksaan mikrobiologi.
6. Intensitas bunyi bising jantung. Derajat 1 – 6 (1/6 – 6/6)
Pada skenario 4/6 artinya bunyi bising keras, terdapat getaran dan penjalaran
bunyi luas.
7. Sesak nafas, nyeri dada, berdebar-debar.
8. Tanpa gagal jantung : Agregasi trombosit dan β blocker
Dengan gagal jantung : Diuretik, ACE Inhibitor, Digitalis, Capthropril
Bakteri : Antibiotik
9. Karena bakteri menginfeksi saluran pernfasan paru-paru, sehingga infeksi
menjalar ke atrium kiri dan menginfeksi katup mitral.
Menjalar ke aksila karena jantung mengalami kardiomegali dan derajat bunyi
jantung sudah 4
10. Gagal jantung dan perikarditis.
11. Bakteri Streptococcus β hemolitycus group A
12. Sering diderita pada anak-anak karena mudah terpapar infeksi (6-12 th).

5
Hipotesis

Hematom dan pemendekan tungkai disebabkan oleh fraktur akibat benturan yang
hebat saat terjatuh. Sehingga terjadi gangguan vaskularisasi yang menimbulkan nyeri
akibat sistem saraf yang menyambung dari bagian femur hingga lumbal.

6
Sasaran Belajar

1. Memahami dan menjelaskan Penyakit Jantung Rematik


1.1 Definisi
1.2 Etiologi
1.3 Klasifikasi
1.4 Patogenesis
1.5 Morfologi
1.6 Maninfestasi klinis
1.7 Diagnosis dan diagnosis banding
1.8 Penatalaksanaan
1.9 Pencegahan
1.10 Komplikasi
1.11 Prognosis
1.12 Epidemiologi

7
1. Memahami dan menjelaskan Penyakit Jantung Rematik

1.1 Definisi
Penyakit Jantung Reumatik (PJR) adalah suatu kondisi dimana terjadi kerusakan
pada katup jantung yang bisa berupa penyempitan atau kebocoran, terutama katup
mitral (stenosis katup mitral) sebagai akibat adanya gejala sisa dari Demam
Reumatik.

Demam Rheumatik adalah suatu penyakit inflamasi sistemik non supuratif yang
digolongkan sebagai kelainan vaskular kolagen atau kelainan jaringan ikat. Proses
inflamasi meliputi peradangan yang mengenai banyak organ tubuh terutama
jantung, sendi dan SSP.
1.2 Etiologi
Streptococcus Pyogenes
a) Klasifikasi : Kokus, gram positif
b) Epidemiologi : habitatnya di kulit, membran mukosa. Dan penyebarannya
melalui droplet yang terjadi biasanya di ruangan yang ramai
c) Struktur :
a. Kapsul : terdiri dari asam hyaluronat yang tidak terdeteksi sehingga
tidak dianggap benda asing oleh tubuh
b. Dinding sel :
1. Fimbria : mempunyai protein-M sebagai faktor virulensi utama
2. Karbohidrat
3. Protein F:untuk membantu bakteri menempel pada pharinx
d) Produk :
a. Sitokin
b. Streptolysin O dan S: untuk merusak sel-sel dengan cara melisis sel-sel di
sekitarnya
c. Streptokinase : membantu mengubah plasminogen menjadi plasmin
sehingga penyebaran infeksi semakin mudah
d. C5a peptidase : inaktivator c5a
e. Streptodornase : membantu nekrosis DNA sel
Infeksi Streptococcus beta-hemoliticus grup A.

Streptococcus β-hemolyticus dikelompokkan menjadi beberapa kelompok serologis


berdasarkan antigen polisakarida dinding sel. Kelompok serologis grup A
(Streptococcus pyogenes) dapat dikelompokkan lagi menjadi 130 jenis M types, dan
bertanggung jawab terhadap sebagian besar infeksi pada manusia. Hanya faringitis
yang disebabkan oleh Streptococcus grup A yang dihubungkan dengan
etiopatogenesis demam rematik dan penyakit jantung rematik. Streptococcus grup A
merupakan kuman utama penyebab faringitis, dengan puncak insiden pada anak-anak
usia -15 tahun.

8
Morfologi dan identifikasi

Kuman berbentuk bulat atau bulat telur, kadang menyerupai batang, tersusun berderet
seperti rantai. Panjang rantai bervariasi dan sebagian besar ditentukan oleh faktor
lingkungan. Rantai akan lebih panjang pada media cair dibanding pada media padat.
Pada pertumbuhan tua atau kuman yang mati sifat gram positifnya akan hilang dan
menjadi gram negatif Streptococcus terdiri dari kokus yang berdiameter 0,5-1 μm.
Dalam bentuk rantai yang khas, kokus agak memanjang pada arah sumbu rantai.
Streptococcus patogen jika ditanam dalam perbenihan cair atau padat yang cocok
sering membentuk rantai panjang yang terdiri dari 8 buah kokus atau lebih.
Streptococcus yang menimbulkan infeksi pada manusia adalah gram positif, tetapi
varietas tertentu yang diasingkan dari tinja manusia dan jaringan binatang ada yang
gram negatif. Pada perbenihan yang baru kuman ini positif gram, bila perbenihan
telah berumur beberapa hari dapat berubah menjadi negatif gram. Tidak membentuk
spora, kecuali beberapa strain yang hidupnya saprofitik. Geraknya negatif. Strain
yang virulen membuat selubung yang mengandung hyaluronic acid dan M type
specific protein.

ASTO ( anti-streptolisin O) merupakan antibodi yang paling dikenal dan paling


sering digunakan untuk indikator terdapatnya infeksi streptococcus. Lebih kurang 80
% penderita demam reumatik / penyakit jantung reumatik akut menunjukkan
kenaikkan titer ASTO ini; bila dilakukan pemeriksaan atas 3 antibodi terhadap
streptococcus, maka pada 95 % kasus demam reumatik / penyakit jantung reumatik
didapatkan peninggian atau lebih antibodi terhadap streptococcus.

Faktor-faktor pada individu :


1. Faktor genetik
Adanya antigen limfosit manusia ( HLA ) yang tinggi. HLA terhadap demam rematik
menunjkan hubungan dengan aloantigen sel B spesifik dikenal dengan antibodi
monoklonal dengan status reumatikus

2. Jenis kelamin
Demam reumatik sering didapatkan pada anak wanita dibandingkan dengan anak
laki-laki. Tetapi data yang lebih besar menunjukkan tidak ada perbedaan jenis
kelamin, meskipun manifestasi tertentu mungkin lebih sering ditemukan pada satu
jenis kelamin.

3. Golongan etnik dan ras


Data di Amerika Utara menunjukkan bahwa serangan pertama maupun ulang demam
reumatik lebih sering didapatkan pada orang kulit hitam dibanding dengan orang kulit
putih. Tetapi data ini harus dinilai hati-hati, sebab mungkin berbagai faktor
lingkungan yang berbeda pada kedua golongan tersebut ikut berperan atau bahkan
merupakan sebab yang sebenarnya.

4. Umur

9
Umur agaknya merupakan faktor predisposisi terpenting pada timbulnya demam
reumatik / penyakit jantung reumatik. Penyakit ini paling sering mengenai anak umur
antara 5-15 tahun dengan puncak sekitar umur 8 tahun. Tidak biasa ditemukan pada
anak antara umur 3-5 tahun dan sangat jarang sebelum anak berumur 3 tahun atau
setelah 20 tahun. Distribusi umur ini dikatakan sesuai dengan insidens infeksi
streptococcus pada anak usia sekolah. Tetapi Markowitz menemukan bahwa
penderita infeksi streptococcus adalah mereka yang berumur 2-6 tahun.

5. Keadaan gizi dan lain-lain


Keadaan gizi serta adanya penyakit-penyakit lain belum dapat ditentukan apakah
merupakan faktor predisposisi untuk timbulnya demam reumatik.

6. Reaksi autoimun
Dari penelitian ditemukan adanya kesamaan antara polisakarida bagian dinding sel
streptokokus beta hemolitikus group A dengan glikoprotein dalam katub mungkin ini
mendukung terjadinya miokarditis dan valvulitis pada reumatik fever

Faktor-faktor lingkungan :
1. Keadaan sosial ekonomi yang buruk
Mungkin ini merupakan faktor lingkungan yang terpenting sebagai predisposisi untuk
terjadinya demam reumatik. Insidens demam reumatik di negara-negara yang sudah
maju, jelas menurun sebelum era antibiotik termasuk dalam keadaan sosial ekonomi
yang buruk sanitasi lingkungan yang buruk, rumah-rumah dengan penghuni padat,
rendahnya pendidikan sehingga pengertian untuk segera mengobati anak yang
menderita sakit sangat kurang; pendapatan yang rendah sehingga biaya untuk
perawatan kesehatan kurang dan lain-lain. Semua hal ini merupakan faktor-faktor
yang memudahkan timbulnya demam reumatik.

2. Iklim dan geografi


Demam reumatik merupakan penyakit kosmopolit. Penyakit terbanyak didapatkan
didaerah yang beriklim sedang, tetapi data akhir-akhir ini menunjukkan bahwa daerah
tropis pun mempunyai insidens yang tinggi, lebih tinggi dari yang diduga semula.
Didaerah yang letaknya agak tinggi agaknya insidens demam reumatik lebih tinggi
daripada didataran rendah.

3. Cuaca
Perubahan cuaca yang mendadak sering mengakibatkan insidens infeksi saluran nafas
bagian atas meningkat, sehingga insidens demam reumatik juga meningkat.

1.3 Klasifikasi

10
2. PJR lebih sering terjadi
pada penderita yang
menderita keterlibatan
jantung yang berat pada
serangan DR akut. PJR
kronik dapat ditemukan
tanpa adanya riwayat DR
akut. Hal ini
terutama didapatkan pada
penderita dewasa dengan
ditemukannya kelainan
katup.
Kemungkinan sebelumnya
penderita tersebut

11
mengalami serangan
karditis rematik subklinis,
sehingga tidak berobat dan
tidak didiagnosis pada
stadium akut. Kelainan
katup yang paling
sering ditemukan adalah
pada katup mitral, kira-kira
tiga kali lebih banyak
daripada katup
aorta. Klasifikasi PJR
memiliki 4 (empat) bagian,
di antaranya insufisiensi
mitral,stenosis

12
mitral, insufisiensi aorta,
dan stenosis aorta.
A. Insufisiensi Mitral
Insufisiensi mitral
merupakan lesi yang paling
sering ditemukan pada masa
anak-anak
dan remaja dengan PJR
kronik. Pada keadaan ini
bisa juga terjadi
pemendekan katup,
sehingga daun katup tidak
dapat tertutup dengan
sempurna. Penutupan katup
mitral yang
13
tidak sempurna
menyebabkan terjadinya
regurgitasi darah dari
ventrikel kiri ke atrium
kiri selama fase sistol. Pada
kelainan ringan tidak
terdapat kardiomegali,
karena beban
volume maupun kerja
jantung kiri tidak
bertambah secara
bermakna. Hal ini bisa
dikatakan bahwa
insufisiensi mitral

14
merupakan klasifikasi
ringan, karena tidak terdapat
kardiomegali yang
merupakan salah satu
gejala gagal jantung.
Tanda-tanda fisik
insufisiensi mitral utama
tergantung pada
keparahannya. Pada
penyakit ringan, tanda-
tanda gagal jantung tidak
akan ada. Pada insufisiensi
berat, terdapat tanda-tanda
gagal

15
jantung kongestif kronis,
meliputi kelelahan, lemah,
berat badan turun, pucat.
B. Stenosis Mitral
8
3. Stenosis mitral
merupakan kelainan
katup yang paling sering
diakibatkan oleh PJR.
Perlekatan antar daun-daun
katup, selain dapat
menimbulkan insufisiensi
mitral (tidak
dapat menutup sempurna)
juga dapat menyebabkan
16
stenosis mitral (tidak dapat
membuka
sempurna). Ini akan
menyebabkan beban
jantung kanan akan
bertambah, sehingga
terjadi hipertrofi ventrikel
kanan yang dapat
menyebabkan gagal jantung
kanan. Dengan
terjadinya gagal jantung
kanan, stenosis mitral
termasuk ke dalamkondisi
yang berat.
C. Insufisiensi Aorta
17
PJR menyebabkan sekitar
50% kasus regurgitasi aorta.
Pada sebagian besar kasus
ini
terdapat penyakit katup
mitralis serta stenosis aorta.
Regurgitasi aortadapat
disebabkan
oleh dilatasi aorta, yaitu
penyakit pangkal aorta.
Kelainan ini dapat terjadi
sejak awal
perjalanan penyakit akibat
perubahan-perubahan yang

18
terjadi setelah proses
radang.
Rematik pada katup aorta.
Insufisiensi aorta ringan
bersifat asimtomatik. Oleh
karena itu,
insufisiensi aorta juga bisa
dikatakan sebagai
klasifikasi PJR yang ringan.
Tetapi apabila
penderita PJR memiliki
insufisiensi mitral dan
insufisiensi aorta, maka
klasifikasi

19
tersebut dapat dikatakan
sebagai klasifikasi PJR yang
sedang. Hal ini dapat
dikaitkan
bahwa insufisiensi mitral
dan insufisiensi aorta
memiliki peluang untuk
menjadi
klasifikasi berat, karena
dapat menyebabkan gagal
jantung.
D. Stenosis aorta
Stenosis aorta adalah
kalsifikasi senilis, variasi

20
kongenital, penyakit jantung
rematik.
Diagnosis stenosis oarta
ditandai oleh murmur
sistolik ejeksi di basis
jantung yang
melebar ke leher. Paling
keras pada daerah aorta da
apek. Awalnya, curah
jantung masih
baik, mumur ini kesar dan
kasat pasa puncak mid-sistol
dan disertai thrill.
Pada Stenosis aorta
kongenital murmur biasanya
21
didahului oleh klik sistolik.
Perabaan
amplitude nadi menurun (
pulsus parvud et tardus).
Bunyi jantung ke dua
melemah. Foto
thorak dapat normal karena
menunjukkan hipertropi
konsntril ventrikel kiri,
kongesti
paru, pembesaran atrium
kiri dan rongga jantung
kanan. EKG pembesaran
ventrikrl kiri.

22
Kasus selanjutnya, akan
ditemukan depresi segmen
ST dan inversi gelombang
T(LV
strain) disadapan I. AVL
dan precordial,
ekokardiografi sangat
membantu untuk
menunjukkan penebalan dan
kalsifikasi daun katup aorta.
Gerak dan jenis katup
bipuspid
atau tripuspid, hipertropi
vebtrikrl kiri dapat pula

23
dinilai. Kecepatan aliran
darah di katup
aorta dapat diukur
dengan Droppler-
ekokardiografi. Gradient
katup aorta dapat
dikalkulasi dengan memakai
rumus Bernaulli Gradien =
4 x V2.
PJR lebih sering terjadi pada penderita yang menderita keterlibatan jantung yang
berat pada serangan DR akut. PJR kronik dapat ditemukan tanpa adanya riwayat DR
akut. Hal ini terutama didapatkan pada penderita dewasa dengan ditemukannya
kelainan katup. Kemungkinan sebelumnya penderita tersebut mengalami serangan
karditis rematik subklinis, sehingga tidak berobat dan tidak didiagnosis pada stadium
akut. Kelainan katup yang paling sering ditemukan adalah pada katup mitral, kira-kira
tiga kali lebih banyak daripada katup aorta. Klasifikasi PJR memiliki 4 (empat)
bagian, di antaranya insufisiensi mitral,stenosis mitral, insufisiensi aorta, dan stenosis
aorta.
Menurut perjalanan penyakit

1. Stadium I
Stadium ini berupa infeksi saluran napas bagian atas oleh kuman beta-
Streptococcus hemolyticus grup A. Keluhan biasanya berupa demam, batuk, rasa
sakit waktu menelan, tidak jarang disertai muntah dan bahkan pada anak kecil dapat
terjadi diare. Pada pemeriksaan fisik sering didapatkan eksudat di tonsil yang

24
menyertai tanda-tanda peradangan lainnya. Kelenjar getah bening submandibular
seringkali membesar. Infeksi ini biasanya berlangsung 2-4 hari dan dapat sembuh
sendiri tanpa pengobatan. Para peneliti mencatat 50-90% riwayat infeksi saluran
napas bagian atas pada penderita demam reumatik/penyakit jantung reumatik, yang
biasanya terjadi 10-14 hari sebelum manifestasi pertama demam reumatik/penyakit
jantung reumatik.

2. Stadium II
Stadium ini disebut juga periode laten, ialah masa antara infeksi Streptococcus
dengan permulaan gejala demam reumatik, biasanya periode ini berlangsung 1-3
minggu, kecuali korea yang dapat timbul 6 minggu atau bahkan berbulan-bulan
kemudian.

3. Stadium III
Merupakan fase akut demam reumatik, saat timbulnya berbagai manifestasi
klinik demam reumatik/penyakit jantung reumatik. Manifestasi klinik tersebut dapat
digolongkan dalam gejala peradangan umum (gejala minor) dan manifestasi spesifik
(gejala mayor) demam reumatik/penyakit jantung reumatik.

4. Stadium IV
Disebut juga stadium inaktif. Pada stadium ini penderita demam reumatik tanpa
kelainan jantung atau penderita penyakit jantung reumatik tanpa gejala sisa katup
tidak menunjukkan gejala. Pada penderita penyakit jantung reumatik dengan gejala
sisa kelainan katup jantung, gejala yang timbul sesuai dengan jenis serta beratnya
kelainan. Pada fase ini baik penderita demam reumatik maupun penyakit jantung
reumatik sewaktu-waktu dapat mengalami reaktivasi penyakitnya

Menurut Jenis Penyakit

5. Insufisiensi Mitral (Regurgitasi Mitral)


Insufisiensi mitral merupakan lesi yang paling sering ditemukan pada masa
anak-anak dan remaja dengan PJR kronik. Pada keadaan ini bisa juga terjadi
pemendekan katup, sehingga daun katup tidak dapat tertutup dengan sempurna.
Penutupan katup mitral yang tidak sempurna menyebabkan terjadinya regurgitasi
darah dari ventrikel kiri ke atrium kiri selama fase sistol. Pada kelainan ringan tidak
terdapat kardiomegali, karena beban volume maupun kerja jantung kiri tidak
bertambah secara bermakna. Hal ini bisa dikatakan bahwa insufisiensi mitral
merupakan klasifikasi ringan, karena tidak terdapat kardiomegali yang merupakan
salah satu gejala gagal jantung.Tanda-tanda fisik insufisiensi mitral utama tergantung
pada keparahannya. Pada penyakit ringan,tanda-tanda gagal jantung tidak akan ada.

25
Pada insufisiensi berat, terdapat tanda-tanda gagal jantung kongestif kronis, meliputi
kelelahan, lemah, berat badan turun, pucat.
6. Stenosis Mitral
Stenosis mitral merupakan kelainan katup yang paling sering diakibatkan oleh
PJR. Perlekatan antar daun-daun katup, selain dapat menimbulkan insufisiensi mitral
(tidak dapat menutup sempurna) juga dapat menyebabkan stenosis mitral (tidak dapat
membuka sempurna). Ini akan menyebabkan beban jantung kanan akan bertambah,
sehingga terjadi hipertrofi ventrikel kanan yang dapat menyebabkan gagal jantung
kanan. Dengan terjadinya gagal jantung kanan, stenosis mitral termasuk ke dalam
kondisi yang berat
7. Insufisiensi Aorta (Regurgitasi Aorta)
PJR menyebabkan sekitar 50% kasus regurgitasi aorta. Pada sebagian besar
kasus ini terdapat penyakit katup mitralis serta stenosis aorta. Regurgitasi aorta dapat
disebabkan oleh dilatasi aorta,yaitu penyakit pangkal aorta. Kelainan ini dapat terjadi
sejak awal perjalanan penyakit akibat perubahan-perubahan yang terjadi setelah
proses radang rematik pada katup aorta. Insufisiensi aorta ringan bersifat
asimtomatik. Oleh karena itu, insufisiensi aorta juga bisa dikatakan sebagai
klasifikasi PJR yang ringan. Tetapi apabila penderita PJR memiliki insufisiensi mitral
dan insufisiensi aorta, maka klasifikasi tersebut dapat dikatakan sebagai klasifikasi
PJR yang sedang. Hal ini dapat dikaitkan bahwa insufisiensi mitral dan insufisiensi
aorta memiliki peluang untuk menjadi klasifikasi berat, karena dapat menyebabkan
gagal jantung.
8. Stenosis aorta
Stenosis aorta adalah obstruksi aliran darah dari ventrikel kiri ke aorta dimana
lokasi obstruksi dapat terjadi di valvuler, supravalvuler, dan subvalvuler. Gejala-
gejala stenosis aorta akan dirasakan penderita setelah penyakit berjalan lanjut
termasuk gagal jantung dan kematian mendadak. Pemeriksaan fisik pada stenosis
aorta yang berat didapatkan tekanan nadi menyempit dan lonjakan denyut arteri
melambat.
1.4 Patogenesis
Teori yang paling dapat diterima adalah teori imunologi.
Streptokokus memiliki kapsul yang terdiri atas protein M kemudian menempel pada
endotel mukosa (saluran napas atas), mensekresi toksin yang dapat memicu radang
dan membantu penyebaran ke aliran darah. Sel APC mempresentasikan antigen
SGA yang berupa protein M pada sistem imun spesifik (sel B dan sel T), kemudian
sel ini tersensitasi dan berproliferasi serta berdiferensiasi.

26
Mekanisme patogenesis Streptokokus
Proses sensitasi akan memicu sekresi antibodi terhadap protein M oleh sel plasma,
aktivasi sel T menjadi sel T efektor dan sel memori terhadap antigen protein M.
Perlu diketahui, bahwa didalam tubuh kita protein M juga dimiliki oleh jaringan ikat
kulit, SSP, sendi, sarkolema dan myosin jantung, akibatnya selain menyerang
kuman SGA, sel-sel spesifik tersebut menyerang jaringan sendiri (Autoimunitas)
akibatnya terjadi kerusakan jaringan dan muncul manifestasi DR.
Apabila DR tidak segera diatasi maka proses lebih lanjut adalah kelainan yang
terjadi pada katup yang disebut sebagai Penyakit Jantung Reumatik – PJR

27
1.5 Morfologi dan Fisiologi

Gambaran Penyakit Katup lnsufisiensi mitral


Insufisiensi ini merupakan akibat perubahan struktural yang biasanya meliputi
kehilangan bahan valvuler dan pemendekan serta penebalan kordae tendinea. Selama
demam reurnatik akut dengan keterlibatan jantung berat,gagal jantung kongestif
paling sering disebabkan oleh gabungan pengaruh mekanik insufisiensi mitral berat
bersama dengan
penyakit radang yang dapat melibatkan perikardium, miokardium, endokardium dan
epikardium. karena beban volumeyang besar dan proses radang, ventrikel kiri
menjadi besar dan tidak efisien. atrium kiri dilatasi ketika darah beregurgitasi ke
dalam ruangan ini. kenaikan tekanan atrium kiri mengakibatkan kongesti pulmonal
dan gejala-gejala gagal jantung sisi kiri.

Pada kebanyakan kasus insufisiensi mitral ada dalam kisaran ringan sampai sedang.
Bahkan, pada penderita-penderita yang pada permulaannya insufisiensi berat,
biasanya kemudian ada perbaikan spontan. Hasilnya lesi kronis paling sering ringan
atau sedang, dan penderita akan tidak bergejala. Lebih separuh penderita dengan
insufisiensi mitlal selama serangan akut akan tidak lagi mempunyai bising akibat
mitral setahun kemudian. Namun, pada penderita dengan insufisiensi mitral kronis,
berat, tekanan arteria pulmonalis menjadi naik, pembesaran ventrikel dan atrium
kanan yang selanjutnya akan terjadi gagal jantung sisi kanan.

Morfologi
4. Pada stadium akut : Katup membengkak dan mengalami kemerahan atau
Valvulitis
5. Ditemukannya Aschoff bodies (jisim aschoff): Nodul peradangan fokal berupa
nekrosis fibrinoid dikelilingi limfosit , makrofag besar (sel aschoff)(mikroskopik)
6. Katup kronis/menyembuh
-penebalan bilah fibrosa
-penebalan, penyatuan dan pemendekan katup mitral

Patofisiologinya adalah sebagai berikut:


1. M-protein dari membran sel streptokokus bertindak sebagai alfa-helical coiled
coil dan terikat dengan stuktur yang homolog dengan cardiac myosin sebagai
tropomyosin, keratin dan laminin yang mengakibatkan DR dan PJR.
2. Adanya region N-terminal yang berbeda di jantung,synovia dan otak.
Didapatkannya injuri pada endothelial valvular karena adanya antibodi anti-
carbohydrates yang mempengaruhi VCAM1 dan molekul adhesive lainnya dan
interaksi dengan limfosit T-cell CD4 + CD8+ dan seterusnya merusak katup
dengan cara menyebabkan gangguan mineralisasi katup.
3. Faktor-faktor yang diduga mendasari terjadinya komplikasi pasca streptokok ini
adalah virulensi dan antigenisitas streptokok, dan besarnya responsi umum dari
host dan persistensi organisme yang menginfeksi faring.

28
Pada endokard, yang terkena terutama adalah katupkatup jantung dan 50%-nya
mengenai katup mitral. Pada keadaan dini DR akut katup-katup yang terkena ini akan
merah, edema dan menebal dengan vegetasi yang disebut sebagai Verruceae. Setelah
agak tenang katup-katup yang terkena menjadi tebal, fibrotik, pendek dan tumpul
yang menimbulkan stenosis.

1.6 Maninfestasi Klinis


Diagnosis kemungkinan besar demam reumatik memakai kriteria Jones sebagai
pedoman, yaitu :

1.) 2 manifestasi mayor, atau


2.) manifestasi mayor + 2 manifestasi minor, ditambah adanya gejala infeksi
Streptokokus beta hemolitikus grup A sebelumnya.

Manifestasi Mayor                 Manifestasi Minor


. Karditis                                   Klinis :

. Poliartritis                               .  Demam

. Khorea                                    . Arthralgia

. Eritema marginatum               . Riwayat demam reumatik atau penyakit jantung


reumatik

. Nodul subkutan                      Laboratorium :

                                                  . Reaksi fase akut :

-  LED      , lekositosis

-  CRP +        - Interval P-R memanjang

Ditambah bukti adanya bukti infeksi streptokokus yang mendahului: titer ASTO
atau titer antibodi terhadap streptokokus lainnya yang meningkat, kultur hapusan
tenggorokan positif Streptokokus grup A, atau demam skarlatina. 
 

Kriteria Mayor

1.) Karditis merupakan manifestasi klinik demam rematik yang paling berat
karena merupakan satu-satunya manifestasi yang dapat mengakibatkan
kematian penderita pada fase akut dan dapat menyebabkan kelainan katup
sehingga terjadi penyakit jantung rematik. Diagnosis karditis rematik dapat
ditegakkan secara klinik berdasarkan adanya salah satu tanda berikut:

29
(a) bising baru atau perubahan sifat bising organik,

(b) kardiomegali,

(c) perikarditis,

(d) gagal jantung kongestif

Bising jantung merupakan manifestasi karditis rematik yang seringkali muncul


pertama kali, sementara tanda dan gejala perikarditis serta gagal jantung kongestif
biasanya baru timbul pada keadaan yang lebih berat.Bising pada karditis rematik
dapat berupa bising pansistol di daerah apeks (regurgitasi mitral), bising awal
diastol di daerah basal (regurgitasi aorta), bising mid-diastol pada apeks (bising
Carey-Coombs) yang timbul akibat adanya dilatasi ventrikel kiri.

2.) Poliartritis ditandai oleh adanya nyeri, pembengkakan, kemerahan, teraba


panas, dan keterbatasan gerak aktif pada dua sendi atau lebih (peradangan
pada banyak sendi). Artritis pada demam rematik paling sering mengenai
sendi-sendi besar anggota gerak bawah (lutut dan engkel), lalu bermigrasi ke
sendi-sendi besar lain di ekstremitas atas atau bawah (siku dan pergelangan
tangan). Kelainan ini hanya berlangsung beberapa hari sampai seminggu pada
satu sendi dan kemudian berpindah, sehingga dapat ditemukan atritis yang
saling tumpang tindik pada beberapa sendi pada waktu yang sama, sementara
tanda-tanda radang mereda pada satu sendi, dan sendi yang lain mulai terlibat.
Berespon sangat baik dalam pemberian aspirin. Poliartritis lebih umum
dijumpai pada remaja dan orang dewasa muda dibandingkan pada anak-anak.

3.) Khorea secara khas ditandai oleh adanya gerakan tidak disadari dan tidak
bertujuan yang berlangsung cepat pada umunya bersifat bilateral, meskipun
dapat juga hanya mengenai satu sisi tubuh. Manifestasi demam rematik ini
lazim disertai kelemahan otot dan ketidak stabilan emosi. Manifestasi ini lebih
nyata bila penderita bangun dan dalam keadaan stres. Penderita tampak selalu
gugup dan seringkali menyeringai. Bicaranya tertahan-tahan dan meledak-
ledak. Koordinasi otot-otot halus sukar. Tulisan tangannya jelek dan ditandai

30
oleh coretan ke atas yang tidak mantap dengan garis yang ragu-ragu. Pada saat
puncak gejalanya tulisannya tidak dapat dibaca sama sekali. Khorea jarang
terjadi pada penderita dibawah usia 3 tahun atau setelah masa pubertas dan
lazim terjadi pada perempuan.

4.) Eritema marginatum merupakan ruam yang khas untuk demam reumatik dan
jarang ditemukan pada penyakit lain. Karena kekhasannya tanda ini
dimasukkan dalam manifestasi minor. Kelainan ini berupa ruam tidak gatal,
makuler dengan tepi erithema (kemerahan) yang menjalar dari bagian satu ke
bagian lain mengelilingi kulit yang tampak normal, terjadi pada 5% penderita.
Gangguan ini berdiameter 2,5 cm dan paling sering ditemukan pada batang
tubuh dan tungkai bagian atas, tidak melibatkan muka. Erithema ini timbul
sewaktu-waktu selama sakit, meskipun yang tersering adalah pada stadium
awal, dan biasanya terjadi hanya pada penderita demam reumatik dengan
karditis.

5.) Nodulus subkutan kini hanya ditemukan pada penderita penyakit jantung
reumatik khronik. Frekuensinya kurang dari 5%, namun pada penjangkitan di
Utah nodulus subkutan ditemukan pada sampai 10% penderita. Nodulus
(benjolan) ini biasanya terletak pada permukaan sendi, terutama ruas jari,
lutut, dan persendian kaki. Kadang-kadang nodulus ini ditemukan pada kulit
kepala dan di atas tulang belakang. Ukurannya bervariasi dari 0,5 sampai
dengan 2 cm serta tidak nyeri dan dapat digerakkan secara bebas; biasanya
kecil dan menghilang lebih cepat. Kulit yang menutupi tidak pucat atau
meradang. Nodulus ini muncul hanya sesudah beberapa minggu sakit dan
kebanyakan hanya ditemukan pada penderita dengan karditis.

31
Kriteria Minor
1) Riwayat demam rematik sebelumnya dapat digunakan sebagai salah satu
kriteria minor apabila tercatat dengan baik sebagai suatu diagnosis yang
didasarkan pada kriteria obyektif yang sama. Akan tetapi, riwayat demam
rematik atau penyakit jantung rematik inaktif yang pernah diidap seorang
penderita seringkali tidak tercatat secara baik sehingga sulit dipastikan
kebenarannyam atau bahkan tidak terdiagnosis.

2) Artalgia adalah rasa nyeri pada satu sendi atau lebih tanpa disertai peradangan
atau keterbatasan gerak sendi. Gejala minor ini harus diedakan dengan nyeri
pada otot atau jaringan periartikulat lainnya, atau dengan nyeri sendi malam
hari yang lazim terjadi pada anak-anak normal. Artalgia tidak dapat digunakan
sebagai kriteria minor apabila poliartritis sudah dipakai sebagai kriteria mayor.

3) Demam pada demam rematik biasanya ringan, meskipun ada kalanya


mencapai 390c, teruta,a jika terdapat karditis. Manifestaso ini lazim
berlangsung sebagai suatu demam derajat ringan selama beberapa minggu.
Demam merupakan pertanda infeksi yang tidak spesifik, dan karena dapat
dijumpai pada begitu banyak penyakit lain, kriteria minor ini tidak memiliki
arti diagnosis banding yang bermakna.

4) Peningkatan kadar reaktan fase akut berupa kenaikan laju endap darah, kadar
protein C reaktif, serta leukositosis merupakan indikator nonspesifik dan
peradangan atau infeksi. Ketiga tanda reaksi fase akut ini hampir selalu
ditemukan pada demam rematik, kecuali jika korea merupakan satu-satunya
manifestasi mayor yang ditemukan.

5) Interval P-R yang memanjang biasanya menunjukkan adanya keterlambatan


abnormal sistem konduksi pada nodus atrioventrikel dan meskipun sering
dijumpai pada demam rematik, perubahan gambaran EKG ini tidak spesifik
untuk demam rematik.

Titer antistreptosilin O (ASTO) merupakan pemeriksaan diagnostik standar untuk


demam rematik, sebagai salah satu bukti yang mendukung adanya infeksi
streptokokus. Infeksi streptokokus juga dapat dibukikan dengan melakukan
biakan usapan tenggorokan. Diagnosis jantung rheuma hampir pasti jika
ditemukan 2 kriteria mayor atau lebih.

1.7 Diagnosis dan Diagnosis Banding


Pemeriksaan fisik
1. Pemeriksaan tanda vital

32
Pemeriksaan tanda vital seperti tekanan darah,frekuensi pernapasan,denyut
nadi,berat badan,tinggi badan. Pemeriksaan tanda vital pada pasien ini berfungsi
untuk mengetahui kondisi umum dari pasien. Pada penderita demam jantung
rematik dengan komplikasi yang parah seperti insufisiensi mitral akan didapatkan
tanda-tanda gagal jantung yaitu dispneadan mungkin juga terjadi denyut nadi yang
cepat untuk mengkompesasi kekurangan aliran darah yang masuk ke aorta.
Beberapa kelainan dari tanda vital juga akan diketemukan pada penyakit jantung
rematik dengan komplikasi yang lain. Berat badan dan tinggi badan juga
merupakan suatu pertanda penting untuk membedakan suatu penyakit jantung
bawaan maupun didapat. Sebagian besar penyakit jantung bawaan akan
menunjukkan keterlambatan tumbuh kembang dari anak terserbut.

2. Inspeksi : memperhatikan gerakan-gerakan lain pada dinding dada.


Pada pemeriksaan inspeksi perlu diperhatikan adanya sesak napas, pernapasan
cuping hidung, sianosis, pembengkakan pada sendi, melihat apakah denyut jantung
terlihat di permukaan kulit atau tidak. Adanya pernapasan cuping hidung, sianosis
merupakan pertanada adanya gejala dari gagal jantung ataupun kelainan dari pada
jantung. Pembengkakan sendi merupakan salah satu kriteria major jones sehingga
patut menjadi perhatian utama untuk mendiagnosis penyakit jantung rematik.
Denyut jantung yang terlihat juga dapat terjadi karena beberapa sebab, mungkin
terjadi karena terjadi kardiomegali yang cukup besar atau anak tersebut sangat
kurus.

3. Palpasi : meraba denyut jantung.


Palpasi berguna untuk menekan sendi, dimana pada arthritis yang disebabkan oleh
demam rematik akan terjadi sakit. Palpasi juga penting untuk memeriksa nodul
subkutan, nodul subkutan pada demam jantung rematik dapat digerakan dan tidak
sakit. Pemeriksaan palpasi yang tidak kalah penting adalah menentukan ukuran
dari hati. Ukuran dari hati akan membesar apabila terjadi gagal jantung kanan
yang merupakan salah satu komplikasi lanjut dari penyakit jantung rematik.

4. Perkusi : mengetahui batas-batas jantung.


Perkusi berguna untuk memeriksa apakah adanya perbesaran dari jantung. Pada
penderita kronis akan terjadi perbesaran jantung karena efek kompensasi.

5. Auskultasi : mendengarkan bunyi-bunyi jantung.


Pada pemerikssaan auskultasi berguna untuk mencari suara patologis dari jantung.
Pada penderita jantung rematik biasanya ditemukan murmur holosistolik yang
merupakan akibat dari insufisiensi katup mitral dan mungkin pada penderita yang
lebih lanjut disebabkan oleh insufisiensi katup trikuspidalis. Pada pemeriksaan
auskultasi juga mungkin ditemukan suara jantung ketiga yang disebabkan
keterlambatan penutupan atau percepatan penutupan dari katup-katup jantung.

33
Yang paling sering adalah kecepatan penutupan dari katup aorta yang disebabkan
oleh insufisiensi dari katup mitral
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Kultur tenggorokan
Temuan kultur tenggorokan untuk Streptococcus β hemolitic grup A biasanya
negatif dengan gejala saat demam rematik atau penyakit jantung rematik
muncul. Upaya harus dilakukan untuk mengisolasi organisme sebelum memulai
terapi antibiotik untuk membantu mengkonfirmasi diagnosis dari faringitis
streptokokus.

b. Rapid antigen detection test


Tes ini memungkinkan deteksi cepat antigen Streptococcus β hemolitic grup A
dan memungkinkan diagnosis faringitis streptokokus dan inisiasi terapi
antibiotik. Karena tes deteksi antigen cepat memiliki spesifisitas lebih dari 95 %
tetapi sensitivitas hanya 60-90 %, kultur tenggorokan harus diperoleh dalam
hubungannya dengan tes ini.

c. Antibodi Antistreptococcal
Gambaran klinis demam rematik dimulai pada saat kadar antibodi
antistreptococcal berada di puncak demam. Dengan demikian, tes antibodi
antistreptococcal berguna untuk mengkonfirmasikan Streptococcus β hemolitic
grup A. Tingkat tinggi dari antibodi antistreptococcal berguna, terutama pada
pasien yang hadir dengan chorea sebagai satu-satunya kriteria diagnostik.
Sensitivitas untuk infeksi baru-baru ini dapat ditingkatkan dengan menguji
beberapa antibodi. Titer antibodi harus diperiksa pada interval 2 minggu untuk
mendeteksi titer meningkat.
Antibodi antistreptococcal ekstraseluler yang paling umum diuji meliputi
antistreptolysin titer O (ASTO), antideoxyribonuclease (DNAse) B,
antihyaluronidase, antistreptokinase, esterase antistreptococcal, dan anti-DNA.
Tes antibodi untuk komponen seluler Streptococcus β hemolitic grup A
termasuk polisakarida antistreptococcal, antibodi asam antiteichoic, dan protein
antibodi anti-M.
Ketika puncak titer antistreptolysin O (2-3 minggu setelah timbulnya demam
rematik), sensitivitas tes ini adalah 80-85 %. Anti-DNAse B memiliki
sensitivitas yang sedikit lebih tinggi (90 %) untuk mendeteksi demam rematik
atau glomerulonefritis akut. Hasil Antihyaluronidase sering abnormal pada
pasien demam rematik dengan tingkat titer O antistreptolysin normal dan akan
naik lebih awal dan bertahan lebih lama dari peningkatan titer O
antistreptolysin selama demam rematik.

d. Fase akut reaktan

34
Protein dan laju endap C-reaktif meningkat pada demam rematik karena sifat
inflamasi dari penyakit. Kedua tes memiliki sensitivitas yang tinggi tetapi
spesifisitas rendah untuk demam rematik. Mereka dapat digunakan untuk
memantau resolusi peradangan, mendeteksi kekambuhan saat mengonsumsi
aspirin, atau mengidentifikasi kekambuhan penyakit.

e. Antibodi reaktif jantung : Tropomyosin meningkat pada demam rematik akut.

f. Uji deteksi cepat untuk D8/17


Teknik immunofluorescence ini untuk mengidentifikasi penanda sel B D8/17
positif pada 90% pasien dengan demam rematik. Ini mungkin berguna untuk
mengidentifikasi pasien yang berisiko untuk terkena demam rematik.

2. Pemeriksaan radiologi
a. Roentgenografi dada
Kardiomegali, kongesti paru, dan temuan lain yang sesuai dengan gagal jantung
dapat terlihat pada radiografi dada. Bila pasien mengalami demam dan
gangguan pernapasan, radiografi dada membantu membedakan gagal jantung
akibat pneumonia rematik.

b. Doppler–echocardiogram
Dalam penyakit jantung rematik akut, Doppler-echokardiografi
mengidentifikasi dan menghitung insufisiensi katup dan disfungsi ventrikel.
Dengan karditis ringan, regurgitasi mitral dapat hadir selama penyakit fase akut
tetapi sembuh dalam beberapa minggu atau bulan. Sebaliknya, pasien dengan
karditis sedang hingga parah memiliki mitral persisten dan/atau regurgitasi
aorta.

Fitur echocardiographic yang paling penting dari regurgitasi mitral dari


valvulitis rematik akut adalah dilatasi annulus, pemanjangan korda ke anterior
leaflet, dan regurgitasi mitral mengarah ke posterolateral.

Selama demam rematik akut, ventrikel kiri sering melebar. Dengan demikian,
beberapa ahli jantung percaya bahwa insufisiensi katup (dari endokarditis),

35
disfungsi miokard (dari miokarditis), adalah penyebab dominan gagal jantung
pada demam rematik akut.
Pada penyakit jantung rematik kronis, echocardiography dapat digunakan untuk
melacak perkembangan stenosis katup dan dapat membantu menentukan waktu
untuk intervensi bedah. Cuspis dari katup yang terkena menjadi difus menebal,
dengan fusi komisura dan korda tendinea. Peningkatan echodensity katup mitral
dapat menandakan kalsifikasi.

Sistolik Insufisiensi Mitral


http://emedicine.medscape.com/article/891897-workup#a0720

Tampilan parasternal long-axis menunjukkan insufisiensi sistolik mitral dengan


pancaran khas dengan penyakit jantung rematik (pancaran biru membentang
dari ventrikel kiri ke atrium kiri). Pancaran ini biasanya diarahkan ke dinding
lateral dan posterior. (LV : ventrikel kiri, LA : atrium kiri, Ao : aorta, RV :
ventrikel kanan).

Diastolik Insufisiensi Aorta


http://emedicine.medscape.com/article/891897-workup#a0720

36
Tampilan parasternal long-axis menunjukkan diastolik insufisiensi aorta
memiliki pancaran khas diamati dengan penyakit jantung rematik (pancaran
merah membentang dari aorta ke ventrikel kiri). (LV: ventrikel kiri, LA: atrium
kiri, Ao: aorta, RV: ventrikel kanan).

The World Heart Federation telah menerbitkan pedoman untuk


mengidentifikasi individu dengan penyakit rematik tanpa riwayat yang jelas
dari demam rematik akut. Berdasarkan gambaran 2 dimensi (2D) dan pulsasi
dan warna Doppler, pasien dibagi menjadi 3 kategori: penyakit jantung rematik
yang pasti, penyakit jantung rematik, dan normal. Untuk pasien anak-anak
(didefinisikan pada usia <20 tahun).

c. Jantung kateterisasi
Pada penyakit jantung rematik akut, prosedur ini tidak diindikasikan. Pada
penyakit kronis, kateterisasi jantung telah dilakukan untuk mengevaluasi
penyakit katup mitral dan aorta. Gejala postkaterisasi termasuk perdarahan,
nyeri, mual dan muntah, dan obstruksi arteri atau vena dari trombosis atau
spasme. Komplikasi mungkin termasuk insufisiensi mitral setelah dilatasi balon
katup mitral, takiaritmia, bradiaritmia, dan oklusi pembuluh darah.

d. EKG
Pada EKG, takikardia sinus paling sering menyertai penyakit jantung rematik
akut. Tidak ada korelasi antara bradikardi dan tingkat keparahan karditis.
Tingkat pertama atrioventrikular (AV) block (perpanjangan interval PR)
diamati pada beberapa pasien dengan penyakit jantung rematik. Kelainan ini
mungkin terkait dengan peradangan miokard lokal yang melibatkan AV node
atau vaskulitis yang melibatkan arteri nodal AV. Blok AV tingkat pertama
adalah penemuan yang spesifik dan tidak boleh digunakan sebagai kriteria
untuk diagnosis penyakit jantung rematik. Keberadaannya tidak berkorelasi
dengan perkembangan penyakit jantung rematik kronis. Tingkat dua
(intermittent) dan tingkat tiga (lengkap) AV blok dengan perkembangan
ventrikel berhenti telah dijelaskan. Blok jantung dalam pengaturan demam
rematik, bagaimanapun, biasanya sembuh dengan sisa proses penyakit. Ketika
demam rematik akut dikaitkan dengan perikarditis, elevasi segmen ST dapat
hadir dan kebanyakan pada lead II, III, aVF, dan V4-V6.

3. Pemeriksaan Histology
Badan Aschoff (titik perivaskular kolagen eosinophilic dikelilingi oleh limfosit, sel
plasma, dan makrofag) ditemukan dalam perikardium, daerah perivaskular
miokardium, dan endokardium. Badan Aschoff memiliki gambaran granulomatous
dengan titik fibrinoid dan akhirnya digantikan oleh nodul jaringan parut. Sel-sel
makrofag Anitschkow yang padan dalam badan Aschoff. Dalam perikardium,

37
eksudat fibrin dan serofibrinous dapat menghasilkan penampilan "roti dan
mentega" perikarditis.

Badan Aschoff
http://emedicine.medscape.com/article/1962779-overview#aw2aab6b6

Badan aschoff menandai fase akut dari penyakit jantung rematik, atau karditis
rematik, yang merupakan agregat interstitial makrofag dan limfosit, dengan
kolagen nekrotik, di daerah fibrosis interstitial

Sel Anitschkow
http://emedicine.medscape.com/article/1962779-overview#aw2aab6b6

Anitschkow atau sel ulat berada di tengah badan Aschoff. Sel-sel ini tidak spesifik
untuk demam rematik tetapi terlihat dalam berbagai kondisi. Dalam Aschoff
nodul, sel-sel Anitschkow adalah makrofag, meskipun perubahan nuklear yang
sama dapat terjadi pada miosit dan sel-sel jaringan ikat lainnya.

38
DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding untuk demam reumatik
a. Appendicitis
Usus buntu adalah akhir dari struktur tubular dari sekum. Apendisitis merupakan
hasil dari peradangan akut usus buntu dengan gejala sakit perut yang hebat seperti
yang dialami pada penyakit jantung koroner. Pada penyakit jantung rematik terjadi
peradangan mikrovaskuler mesenterika akut sedangkan pada appendicitis
peradangan pada appendix.

b. Dilatasi kardiomiopati
Adalah penyakit progresif otot jantung yang ditandai dengan pembesaran ruang
ventrikel dan disfungsi kontraktil dengan penebalan dinding ventrikel kiri (LV).
Ventrikel kanan juga dapat melebar dan disfungsional. Dilatasi Cardiomyopathy
adalah penyebab paling umum ketiga gagal jantung dan alasan yang paling sering
untuk transplantasi jantung. Gejala yang sering timbul yaitu kelelahan, Dyspnea
saat aktivitas, sesak napas, Ortopnea hampir sama dengan penyakit jantung
rematik.

c. Coccidioidomycosis
Disebabkan oleh Coccidioides immitis, jamur asli tanah di San Joaquin Valley of
California, dan dengan C.posadasii. Gejala yang timbul seperti demam, batuk,
nyeri dada, sesak napas, eritema.

d. Kawasaki disease
Penyakit Kawasaki (KD) adalah sindrom vaskulitis demam akut anak usia dini,
meskipun memiliki prognosis yang baik dengan pengobatan, dapat menyebabkan
kematian karena adanya aneurisma arteri koroner (CAA) dalam persentase pasien
yang sangat kecil. Gejalanya berupa miokarditis dan perikarditis, sama dengan
penyakit jantung rematik. Namun penyakit jantung rematik tidak diderita anak usia
dini seperti kawasaki disease.

Lupus
Demam reumatik Artritis reumatoid eritomatosus
sistemik
Umur 5-15 tahun 5 tahun 10 tahun
Rasio kelamin sama Wanita 1,5:1 Wanita 5:1
Kelainan sendi
Sakit Hebat sedang Biasanya ringan
Bengkak Non spesifik Non spesifik Non spesifik

39
Kelainan Ro Tidak ada Sering (lanjut) Kadang-kadang
Eritema
Kelainan kulit Makular Lesi kupu-kupu
marginatum
Karditis Ya Jarang Lanjut
Laboratorium
Lateks
± 10%
Aglutinasi sel Kadang-kadang
- ± 10%
domba
- ± 5%
Sediaa sel LE
Respon terhadap
cepat Biasanya lambat Lambat  / -
salisilat

1.8 Penatalaksanaan
1. Tirah Baring
Semua penderita demam reumatik perlu tirah baring. Lamanya tergantung berat
ringannya penyakit.
Tabel 2. : Tirah baring dan mobilisasi penderita demam reumatik (Taranta & 
Markowitz, 1989) 
Status Jantung Penatalaksanaan
Tanpa Karditis Tirah baring selama 2 minggu dan mobilisasi bertahap selama 2 minggu
Karditis tanpa
Tirah baring selama 4 minggudan mobilisasi bertahap selama 4 minggu
Kardiomegali
Karditis dengan
Tirah baring selama 6 minggu dan mobilisasi bertahap selama  6 minggu
Kardiomegali
Karditis dengan Tirah baring selama dalam keadaan gagal jantung dan mobilisasi bertahap
gagal jantung selama 3 bulan
 
2. Eradikasi kuman streptokokus dengan Antibiotika :
a) Penisilin Benzatin 600.000 - 900.000 U untuk anak dengan berat badan kurang
dari 30 kg dan l,2 juta U bila berat badan lebih dari 30 kg diberikan sekali.
Efek Samping : Ruam kulit termasuk letusan makulopapular dan dermatitis
eksfoliatif, urtikaria, Reaksi Serum-sicknesslike (misalnya,
menggigil, demam, edema, arthralgia) Reaksi Jarisch-
Herxheimer melaporkan ketika merawat sifilis, kolitis
pseudomembran.
Kontraindikasi : Hipersensitivitas, reaksi yang serius dan kadang-kadang fatal
Perhatian :Tidak untuk penggunaan IV. Jangan menyuntikkan IV atau
mempercampurkan dengan solusi IV lainnya. Laporan
administrasi IV sengaja terkait dengan penangkapan
kardiorespirasi dan kematian.

40
Kehamilan : Diekskresikan lewat ASI, harus hati-hati
Absorption : IM, lambat
Metabolism : ~30% in liver
Ekskresi : Urine (60-90%)

b) Penisilin oral 4 x 250 mg/hari untuk anak besar dan 4 x 125 mg/hari bila berat
badan kurang dari 20 kg diberikan selama 10 hari.
Efek Samping : Diare, mual, kandidiasis oral, muntah, anemia, nefritis
interstisial, hipersensitivitas, anafilaksis, Reaksi Coombs
positif.
Kontra Indikasi : Alergi terhadap penisilin, sefalosporin, atau imipenem.
Perhatian : Perhatian pada kerusakan dan gangguan ginjal. Penggunaan
jangka panjang dapat menyebabkan superinfeksi
Kehamilan : Diekskresikan di ASI, melewati placenta
Distribusi : Ikatan protein 80%
Metabolisme : Hati
Ekskresi : Urin

c) Pada penderita yang alergi terhadap penisilin dapat diberikan eritromisin 50


mg/kg BB/hari selama 10 hari.
Efek Samping : Abdominal pain (8%), Headache (8%), Nausea (8%),
Diarrhea (7%), Rash (3%), Vomiting (3%), Dyspepsia (2%),
Flatulence (2%), Pain (2%), Pruritus (1%), Pseudomembranous
colitis, Hypertrophic pyloric stenosis, Fever, Urticaria, Skin
eruptions, Tinnitus <1%, Cholestatic hepatitis, Confusion,
Hearing loss, Hypotension, Ventricular tachycardia, Vertigo,
Interstitial nephritis.
Kontraindikasi : Hipersensitivitas, kerusakan hati, Sejarah hepatitis yang
disebabkan oleh macrolide, hepatitis kolestatik, Pemberian
bersama terfenadine (dihentikan), astemizol (dihentikan),
cisapride, atau pimozide
Perhatian : Risiko kematian mendadak karena penyebab jantung dengan
penggunaan seiring eritromisin oral dengan obat yang
menghambat CYP3A4.
Kehamilan : Melewati plasenta; memasuki ASI
Ekskresi : Terutama feses, urine (narkoba 2-15% sebagai tidak berubah)

d) Obat-obat lain tidak dianjurkan.


 
3. Analgesik dan anti-inflamasi
Obat anti radang diberikan untuk menekan gejala radang akut yang timbul
meskipun adanya radang dan perjalanan penyakitnya sendiri tidak berubah. Oleh

41
karena itu obat anti radang sebaiknya hanya diberikan bila diagnosis telah
ditegakkan .

Pedoman pemberian analgetik dan anti-inflamasi

Manifestasi Klinik Pengobatan

Artralgia Salisilat saja 75-100 mg/kg BB/hari

Artritis saja, dan/atau


Salisilat saja 100 mg/kg BB/hari selama 2 minggu dilanjutkan
karditis tanpa
dengan 75 mg/kg BB selama 4-6 minggu.
kardiomegali
Karditis dengan Prednison 2 mg/kg/ BB/hari selama 2 minggu,dikurangi bertahap
kardiomegali atau gagal selama 2 minggu ditambah salisilat 75 mg/kg BB selama 6
jantung minggu.

a) Aspirin
Efek Samping : angioedema, bronkospasme, perubahan CNS, masalah
Dermatologic, Nyeri GI, ulserasi, perdarahan, hepatotoksisitas, Gangguan
pendengaran, mual, Penghambatan agregasi trombosit, hemolisis prematur,
Edema paru (salisilat-diinduksi, noncardiogenic), ruam, kerusakan ginjal,
tinnitus, urtikaria, muntah.
Perhatian : Anemia, GI malabsorpsi, riwayat tukak lambung, asam urat,
penyakit hati, hypochlorhydria, hypoprothrombinemia, gangguan ginjal,
tirotoksikosis, defisiensi vitamin K, batu ginjal, penggunaan etanol (dapat
meningkatkan perdarahan). Menghentikan terapi jika tinnitus berkembang.
Tidak diindikasikan untuk anak-anak dengan penyakit virus, penggunaan
salisilat pada pasien anak dengan varicella atau penyakit seperti flu dikaitkan
dengan peningkatan kejadian sindrom Reye.
Kehamilan : Kehamilan kategori di trimester ke-3 adalah sangat penting bahwa
pasien tidak menggunakan aspirin selama 3 bulan terakhir kehamilan kecuali
diperintahkan untuk melakukannya oleh dokter, karena dapat menyebabkan
masalah pada anak yang belum lahir atau komplikasi selama persalinan.
Laktasi : Obat memasuki ASI, keputusan harus dibuat mengenai apakah akan
menghentikan menyusui atau untuk menghentikan obat, dengan
mempertimbangkan pentingnya obat untuk ibu.
Metabolisme: Dimetabolisme oleh hati melalui sistem enzim microsomal
Ekskresi : Urin (80-100%), keringat, air liur, tinja

b) Prednisone

42
Dapat menurunkan peradangan dengan membalikkan peningkatan permeabilitas
kapiler dan menekan aktivitas PMN. Jika sedang sampai parah karditis ditandai
dengan kardiomegali, gagal jantung kongestif, atau blok jantung, 2 mg/kg/hari
PO harus digunakan sebagai tambahan, atau sebagai pengganti, dari terapi
salisilat atau aspirin. Prednison harus dilanjutkan selama 2-4 minggu,
tergantung pada beratnya karditis, dan dosisnya semakin sedikit selama minggu
terakhir terapi. Efek samping dapat diminimalkan dengan penghentian terapi
prednisone setelah 2 minggu dan menambahkan atau mempertahankan salisilat
untuk tambahan 2-4 minggu.
Efek Samping : angioedema, anafilaksis, bradikardi
Laktasi : Obat memasuki ASI, hindari penggunaan
Metabolisme : Dimetabolisme oleh hati
Ekskresi : Urin

4. Pengobatan Korea
Korea pada umumnya akan sembuh sendiri, meskipun dapat berlangsung selama
beberapa minggu sampai 3 bulan. Obat-obat sedatif, seperti klorpromazin,
diazepam, fenobarbital atau haloperidol dilaporkan memberikan hasil yang
memuaskan. Perlu diingat, halopenidol sebaiknya tidak diberikan
pada anak di bawah umur 12 tahun.

5. Penanganan Gagal Jantung


Gagal jantung pada demam rematik dapat ditangani seperti kasus gagal jantung
pada umumnya. Komplikasi ini biasanya dapat diatasi dengan tirah baring dan
pemberian kortikosteroid, meskipun seringkali perlu diberikan digitalis, diuretik,
atau vasodilator . Digitalis biasanya tidak seefektif pada gagal jantung kongestif
akibat kelainan lainnya . Pemberian obat ini harus dilakukan secara hati-hati
karena dapat menambah iritabilitas jantung sehingga dapat menyebabkan aritmia ,
di samping batas keamanannya yang sempit.

NON FARMAKOLOGI
a. Diet
Diet harus bergizi dan tanpa pembatasan kecuali pada pasien dengan gagal jantung
kongestif. Pada pasien ini, asupan cairan dan natrium harus dibatasi. Suplemen
kalium mungkin diperlukan jika steroid atau diuretik yang digunakan.
b. Aktivitas
Awalnya, pasien harus bed rest diikuti dengan periode aktivitas dalam ruangan
sebelum diizinkan untuk kembali ke sekolah. Aktivitas penuh seharusnya tidak
diperbolehkan sampai reaktan fase akut telah kembali ke tingkat normal.

c. Perawatan Bedah
Ketika gagal jantung menetap atau memburuk setelah terapi medis yang agresif
untuk penyakit jantung rematik akut, operasi dapat dilakukan untuk menurunkan
insufisiensi katup. 40 % pasien dengan penyakit jantung rematik akut kemudian

43
mengalami stenosis mitral. Pada pasien dengan stenosis kritis, valvulotomy mitral,
balon perkutan valvuloplasty, atau penggantian katup mitral dapat diindikasikan.
Karena tingginya tingkat gejala berulang setelah annuloplasty atau prosedur
perbaikan lainnya, penggantian katup tampaknya menjadi pilihan bedah yang lebih
disukai

1.9 Pencegahan

Penyakit demam reumatik dapat mengakibatkan gejala sisa (sequele) yang amat
penting pada jantung sebagai akibat berat ringannya karditis selama serangan akut
demam reumatik. Dari beberapa penelitian tentang insidens karditis dan PJR yang
menetap adalah akibat kekambuhan DR tanpa PJR sebelumnya adalah 6-14%.
Kekambuhan yang terbanyak dan terpenting adalah akibat perjalanan penyakit
demam reumatik itu sendiri. Cukup banyak dilaporkan insidens dari kekambuhan
demam reumatik yang berlanjut dan mengakibatkan PJR.

DR dapat diatasi dengan antibiotika penisilin-V atau benzatin penisilin parentral yang
adekuat terhadap kuman SGA hemolitikus. Pasien DR berisiko tinggi untuk terjadi
kekambuhan kembali, sehingga diperlukan pencegahan yang berkelanjutan dengan
antibiotika sebagai pencegahan sekunder terhadap kekambuhan tersebut. Tetapi yang
sulit adalah menetapkan berapa lama pencegahan sekunder ini dilakukan. Walaupun
risiko kekambuhan berkurang dengan bertambahnya umur dan juga interval
kekambuhan makin panjang tetapi kekambuhan ini bisa terjadi selama 5-10 tahun.
Hanya akan berkurang atau menghilang bila dilakukan pengobatan pencegahan
sekunder secara teratur untuk waktu yang cukup lama.

Program pencegahan sekunder yang dapat mengurangi atau menghilangkan


perjalanan penyakit DR dan PJR, yang dapat dilakukan adalah :
1. Untuk pasien <20 tahun, berikan suntikan Benzatin Penisilin G 1,2 juta unit tiap 4
minggu sampai umur 25 tahun
2. Bila umur pasien >20 tahun, berikan suntikan Benzatin Penisilin G (long-acting)
selama 5 tahun.
3. Bila pasien telah selesai dengan protocol 1 dan 2 sedangkan terjadi kekambuhan
lagi maka aka mendapatkan kembali suntikan Benzatin Penisilin G dengan dosis
1,2 juta unit tiap 4 minggu untuk selama 5 tahun berikutnya. Bila kasus berat tiap
3 minggu.

Pencegahan demam rematik meliputi pencegahan primer (primary prevention) untuk


mencegah terjadinya serangan awal demam rematik dan pencegahan sekunder
(secondary prevention) nuntuk mencegah terjadinya serangan ulang demam rematik.
a. Primary prevention: eradikasi Streptococcus dari pharynx dengan menggunakan
benzathine peniciline single dose IM.

44
b. Secondary prevention: AHA menyarankan pemberian 1,2 juta unit benzathine
peniciline setiap 4 minggu, atau setiap 3 minggu untuk pasien berisiko tinggi
(pasien dengan penyakit jantung atau berisiko mengalami infeksi ulangan).
c. Pemberian profilaksis secara oral dapat berupa penisilin V, namun efek terapinya
tidak sebaik benzathine penisilin.
AHA merekomendasikan pengobatan profilaksis selama minimal 10 tahun.
Penghentian pemberian obat profilaksis bila penderita berusia di sekitar dekade ke
3 dan melewati 5 tahun terakhir tanpa serangan demam rematik akut.Namun pada
penderita dengan risiko kontak tinggi dengan Sterptococcus maka pemberian
antibiotik dapat dipertimbangkan untuk seumur hidup ( Meador, 2009; Abdulah
Siregar, 2008 ).

1.10 Komplikasi

Potensi komplikasi termasuk gagal jantung dari insufisiensi katup (karditis rematik
akut) atau stenosis (karditis rematik kronis). Komplikasi jantung yang dimaksud
meliputi aritmia atrium, edema paru, emboli paru berulang, endokarditis infektif,
pembentukan trombus intrakardiak, dan emboli sistemik

1. Mitral stenosis
2. Mitral regurgitasi
3. Stenosis aorta dan regurgitasi aorta
4. Congestive heart failure (CHF)
5. Rekurensi paling sering terjadi pada tahun 1-5 setelah serangan akut sembuh

1.11 Prognosis

Prognosis demam reumatik tergantung pada stadium saat diagnosis ditegakkan, umur,
ada tidaknya dan luasnya kelainan jantung, pengobatan yang diberikan, serta jumlah
serangan sebelumnya. Prognosis pada umumnya buruk pada penderita dengan
karditis pada masa kanak-kanak. Serangan ulang dalam waktu 5 tahun pertama dapat
dialami oleh sekitar 20% penderita dan kekambuhan semakin jarang terjadi setelah
usia 21 tahun. Kira-kira 75% pasien dengan demam reumatik akut sembuh kembali
setelah 6 minggu, dan kurang dari 5 % tetap memiliki gejala korea atau karditis yang
tidak diketahui lebih dari 6 bulan setelah pengobatan rutin.

1.12 Epidemiologi

Baik pada negara maju dan negara berkembang, faringitis dan infeksi kulit
(impetigo) adalah infeksi yang paling sering disebabkan oleh grup A streptococci,
yang merupakan bakteri yang paling sering menyebabkan faringitis, dengan insidens
puncak pada anak usia 5-15 tahun. Faringitis streptokokal jarang terjadi pada 3 tahun

45
pertama kehidupan dan diantara orang tua. Diperkirakan sebagian besar anak-anak
mengalami 1 episode faringitis per tahun, dimana 15-20% disebabkan oleh grup A
streptococcus dan hampir 80% oleh virus patogen.

Pada tahun 1994 diperikirakan 12 juta individu menderita demam rematik dan
penyakit jantung rematik di seluruh dunia, dengan sekurangnya 3 jula menderita
gagal jantung dan memerlukan perawatan di rumah sakit berulang. Sebagian besar
individu dengan gagal jantung memerlukan bedah katup jantung dalam 5-10 tahun.
Angka kematian PJR bervariasi dari 0,5 per 100,000 populasi di Denmark, sampai 8,2
per 100,000 populasi di Cina, dan perkiraan angka anual kematian PJR untuk tahun
2000 adalah 332000 seluruh dunia. Mortality rate pada 100,000 populasi bervariasi
dari 1,8 di regio WHO Amerika sampai 7,6 di WHO Asia Tenggara. Dan untuk
DALYs ( Disability-adjusted life years ) kehilangan diperkirakan 2,47 per 100,000
poupulasi di WHO Amerika Serikat sampai 173,4 per 100,000 populasi pada WHO
Regio Asia Tenggara.
Demam rematik jarang terjadi sebelum usia 5 tahun dan setelah usia 25 tahun,
paling banyak ditemukan pada anak-anak dan dewasa muda. Insidens tertinggi
terdapat pada anak usia 5-15 tahun dan di negara tidak berkembang atau sedang
berkembang dimana antibiotik tidak secara rutin digunakan untuk pengobatan
faringitis.
Penyakit jantung rematik (PJR), adalah penyebab terutama mitral stenosis dengan
60% mitral stenosis murni dengan riwayat demam rematik akut. Dengan insidens
terjadi lebih sering pada perempuan dibandingkan laki-laki (2:1). Pada negara
berkembang, penyakit ini memiliki periode laten 20-40 tahun sampai beberapa
dekade untuk gejala penyakit ini memerlukan intervensi bedah. Pada gejala yang
terbatas 0-15% survival rate tanpa terapi. Diperkirakan seperlima dari pasien
dengan penyakit jatung postreumatik memiliki insufisensi murni, 45% memiliki
stenosis dengan insufisiensi, 34% murni stenosis, dan 20% murni insufisiensi.
Menurut Institut Jantung, Paru-paru dan Darah Nasional Amerika Serikat (National
Heart, Lung and Blood Institute), penyakit jantung merupakan penyebab kematian
nomor satu, baik pria maupun wanita di Amerika Serikat, dimana jumlah kematian
akibat penyakit ini mencapai lebih dari 500.000 jiwa setiap tahunnya. Di Indonesia
sebanyak 80.812 penderita di suatu Rumah Sakit, diantaranya 2.836 adalah
penderita penyakit kardiovaskuler yang terdiri dari 43.2% penyakit jantung, 30.1%
hipertensi, 14.5% demam rematik dan rematik jantung, 8.4% penyakit jantung
bawaan, 2.5% jantung pulmonair dan 1.3% radang katup jantung. Berdasarkan hasil
Riskesdas 2007, prevalensi penyakit jantung di Indonesia sebesar 7.2% berdasarkan
wawancara, sementara berdasarkan riwayat diagnosis tenaga kesehatan hanya
ditemukan sebesar 0.9%. cakupan kasus jantung yang sudah didiagnosis oleh tenaga
kesehatan sebesar 12.5% dari semua responden yang mempunyai gejala subjektif
menyerupai gejala penyakit jantung. Prevalensi penyakit jantung menurut provinsi,
berkisar antara 2.6% di Lampung sampai 12.6% di NAD

46
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah Siregar. 2008. Demam Rematik dan Penyakit Jantung Rematik.
http://www.usu.ac.id/id/files/pidato/ppgb/2008/ppgb_2008_afif_siregar.pdf

Aru Sudoyo, Bambang Setiyohadi, Idrus, Marcellus, Siti Setiati. 2006. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia

Ganesja Harimurti. 1996. Demam Rematik. Buku Ajar Kardiologi. Balai penerbit
FKUI: Jakarta

Gray H, Dawkins K, Morgan J, Simpson I.2005. Penyakit Katup Jantung dalam


Lecture Notes Kardiologi. Edisi Keempat. Jakarta : Erlangga

Poestika Sastroamidjojo., Sarodja RM., 1998. Demam Rematik Akut. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Balai penerbit FKUI: Jakarta

Burke, Allen Patrick Pathology of Rheumatic Heart Disease.


http://emedicine.medscape.com/article/1962779-overview#a1
Palupi, SEE, Khairani R. 2007. Kumpulan Kuliah Kardiologi. Jakarta: Bagian Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2009. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi V. Jakarta: Interna Publishing
Sudoyo A.W, Setyohadi, Bambang, Alwi, Idrus, Dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jilid 1. Edisi III. Jakarta: Balai Pustaka FKUI

47
48

Anda mungkin juga menyukai