Anda di halaman 1dari 152

1

JUDUL KETRAMPILAN KLINIK IV

I.SERI KETRAMPILAN PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan Respirasi
Spirometri
Interpretasi Rontgen Thorax
Penilaian Kelenjar Tiroid
Pemeriksaan Abdomen Khusus
Pemeriksaan Colok Dubur

II.SERI KETRAMPILAN PROSEDURAL


Pemberian Insulin pada DM tanpa Komplikasi
Vena Puncture
Pemasangan NGT
III.SERI KETRAMPILAN KOMUNIKASI
Edukasi Rokok
Edukasi pada Penderita DM
IV.SERI KETRAMPILAN LABORATORIUM
Pemeriksaan Glukosa Darah (Benedict)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
LHOKSEUMAWE

Tim Penyusun Buku Panduan


Keterampilan Klinik 4

KETUA : dr.Nur Fardian,M.Gizi

WAKIL : dr.Anna Millizia,M.Ked (An),Sp.An

ANGGOTA : dr.Julia Fitriani,M.Ked (Ped),Sp.A

2
Editor:

dr.Rahmi Surayya,M.Med.Ed

Nilawati,Amd

KATA PENGANTAR

Assalamu'alaikum Wr. Wb
.
Alhamdulillahirabbil „alamin, segenap puji dan syukur kita panjatkan
kehadirat Allah SWT atas tersusunnya Buku Panduan Keterampilan Klinik 4
untuk instruktur dan mahasiswa tahun akademik 2016/2017. Panduan ini
digunakan sebagai acuan dalam melaksanakan keterampilan klinik 4 sesuai
dengan jadwal yang telah diatur. Panduan KK 4 ini terdiri dari 12 judul
keterampilan yang tersebar dalam seri keterampilan pemeriksaan fisik, seri
keterampilan prosedural, dan seri keterampilan laboratorium.

3
Terima kasih, kami sampaikan kepada tim penyusun dan editor yang
telah menyusun buku panduan ini. Kami menyadari bahwa panduan ini masih
jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat kami
perlukan.
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.
Lhokseumawe, Februari 2017
Tim penyusun

DAFTAR ISI

Halaman Depan ............................................................................................... i


Judul Keterampilan Klinik 2 ............................................................................ ii
Daftar Tim Penyusun Panduan Keterampilan Klinik 2 .................................. iii
Lembar Pengesahan Panduan Keterampilan Klinik 2 .................................... iv
Kata Pengantar ................................................................................................ v
Daftar Isi ......................................................................................................... vi
1. Pemariksaan Respirasi………. ............................................................

4
2. Spiromerti……………. .............................................................................

3. Interpretasi Rontgen Thorax .....................................................................

4. Penilaian Kelenjar Tiroid ..........................................................................

5. Pemeriksaan Abdomen Khusus ...............................................................

6. Pemeriksaan Colok Dubur .........................................................................

7. Pemberian Insulin pada DM tanpa Komplikasi ....................................

8. Vena Puncture .......................................................................................

9. Pemasangan NGT ..................................................................................

10.Edukasi Rokok………………………………………………………………..

11.Edukasi pada Penderita DM……………………………………………….

12.Pemeriksaan Glukosa Darah (Benedict)……………………………………..

PEMERIKSAAN FISIK SISTEM RESPIRASI

I. Pendahuluan
Modul ini dibuat untuk para mahasiswa dalam mencapai kemampuan tertentu di dalam
pemeriksaan sistem respirasi. Dengan mempelajari modul ini mahasiswa diharapkan akan
memiliki kemampuan yang baik tentang aplikasi sistem respirasi dalam pemeriksaan fisik
dalam mencapai suatu diagnosis.

II. Tujuan Pembelajaran


A. Tujuan pembelajaran umum
1. Mempersiapkan pasien untuk pemeriksaan sistem respirasi.
2. Melakukan pemeriksaan fisik sistem respirasi meliputi: inspeksi, palpasi, perkusi dan
auskultasi dari sistem respirasi.

B. Tujuan pembelajaran khusus


1. Mampu mempersiapkan pasien untuk dilakukan pemeriksaan.
2. Mampu menginformasikan kepada pasien tentang tujuan dari pemeriksaan/ tes.
3. Mampu memberikan instruksi kepada pasien membuka pakaiannya dengan cara yang
baik

5
4. Mampu memotivasi pasien agar melakukan apa-apa yang disuruh oleh pemeriksaan.
5. Mampu mengintruksikan pasien tidur telentang dan diikuti posisi duduk untuk
dilakukan pemeriksaan sistem respirasi.
6. Mampu melakukan inspeksi toraks dan trakea dalam keadaan statis dan dinamis dan
menilai kelainan yang ditemukan
7. Mampu melakukan palpasi toraks dan menilai kelainan yang ditemukan.
8. Mampu melakukan perkusi pada dinding toraks dan menilai kelainan yang
ditemukan.
9. Mampu melakukan auskultasi dengan menggunakan stetoskop dan menilai kelainan
yang ditemukan .

III. Anatomi Sistem Respirasi


A. Saluran nafas bagian atas
Terdiri dari :
 Nasal
 Orofaring
 Laring
Batas saluran nafas atas dan bawah : Pita suara (rima glottis)
B. Saluran nafas bagian bawah
Terdiri dari :
 Trakea
 Bronkus
 Bronkus utama kiri dan kanan ( kiri 2 lobus,kanan 3 lobus )
 Cabang-cabang bronkus
 Bronkiolus terminalis
 Bronkiolus respiratorium
 Sakkus alveolaris
 Alveoli
C. Rongga toraks
Dibentuk oleh :
 Klavikula
 Sternum
 Tulang iga (costae)
 Skapula
 Vertebrata torakalis
 Otot-otot dinding toraks

IV. Fisiologi pernafasan : Respiratory Movement


Toraks melakukan ekspansi secara aktif akibat aktifitas otot pernafasan dan
secara pasif kemudian terjadi ekspirasi. Frekuensi pernafasan normal adalah 14-
18/menit, pada bayi baru lahir normal 44x/menit dan secara gradual berkurang dengan
bertambahnya umur.
Diafragma lebih berperan pada laki-laki dan anak, sehingga yang menonjol
gerakan pernafasan bagian atas abdomen dan toraks bagian bawah. Pada wanita yang
lebih berperan adalah otot interkostal, gerakan pernafasan yang menonjol adalah gerakan
rongga toraks bagian atas.

Sistematika Pemeriksaan Fisik Sistem Respirasi


A. Inspeksi Toraks
a. Beberapa bentuk dinding toraks
Besar rongga toraks bervariasi, pada orang dewasa diameter anterior-posterior lebih
kecil dari diameter transversal.
1. Pigeon chest

6
Sternum 1/2 distal melengkung ke anterior, bagian lateral dinding
toraks kompressi ke medial (seperti dada burung).
Etiologi : Ricketsia dan kelainan congenital

2. Funnel chest
Bagian distal dari sternum terdorong ke dalam/mencekung
Etiologi : Ricketsia atau kongenital
3. Flat chest
Diameter anterior –posterior memendek
Etiologi : bilateral pleuro pulmonary fibrosis
4. Barrel chest (toraks emfisematous)
 Diameter anterior – posterior memanjang
 Iga-iga mendatar
 Sela iga melebar
 Sudut epigastrium tumpul
 Diafragma mendatar
Etiologi : penyakit paru Obstruktif menahun ( PPOM )
5. Skoliosis
Vertebra thorakalis melengkung ke depan, sehingga terjadi perubahan
bentuk dan volume rongga toraks
6. Kyphosis / gibbus
Vertebra thorakalis melengkung kebelakang
Etiologi : Tuberkulosis Vertebra (spondilitis TB)
7. Unilateral Flattening
Salah satu hemithorax menjadi lebih pipih
Etiologi : fibrosis paru atau fibrosis pleura (schwarte)
8. Unilateral prominence
Salah satu hemithorax menonjol
Etiologi :
 Efusi pleura yang banyak
 Pneumothorax

b. Pernafasan Abnormal
1. Dyspneu
Keluhan objektif dimana orang sakit akan merasakan kesulitan bernafas, dapat
terjadi pada :
 Obesitas
 Penyakit jantung
 Penyakit paru
 Anemia
 Hipertiroidisme
 Neurocirculatory
 Asthenia

1. Orthopnea
Sesak nafas kalau posisi tidur dan berkurang kalau posisi duduk .
2. Kusmaull breathing
Pernafasan yang cepat dan dalam ,misal pada keadaan asidosis.
3. Asthmatic breathing
Ekspirasi memanjang disertai mengi (wheezing),misal pada asma bronkial
4. Cheyne stokes breathing
Pernafasan periodik secara bergantian antara pernafasan cepat (hiperpnea)
dengan apnea. Apnea dapat sampai 30 detik, pasien dapat tertidur pada periode
ini .
Contoh :

7
o Penyakit jantung
o Penyakit ginjal
o Asma berat
o Peningkatan tekanan intra kranial
o Keracunan obat
5. Biot’s breathing
Pernafasan yang tak teratur ,didapatkan pada :
o Trauma kapitis
o Tumor serebral
o Meningoensefalitis

B. Palpasi Toraks
Penilaian pada palpasi toraks adalah taktil fremitus dengan cara berikut: Kedua
telapak tangan pemeriksa menempel pada dinding toraks seperti pada bagian
posterior atau punggung, kemudian pasien disuruh berucap kata-kata seperti 77 atau
99 dengan nada yang sedang kemudian simetris, dibandingkan getaran suara yang
timbul pada dinding toraks yang dirasakan pada kedua telapak tangan pemeriksa.
- Fremitus normal : hemithorax kiri sama dengan hemithoraks kanan secara
simetris
- Fremitus meningkat ,ditemukan pada :
i. Infiltrat paru
ii. Compressive atelectasis
iii. Kavitas paru
- Fremitus menurun ditemukan pada :
i. Penebalan Pleura
ii. Efusi Pleura
iii. Pneumothorax
iv. Emfisema paru
v. Obstruksi bronkus total

8
C. Perkusi Toraks
Perkusi adalah jenis pemeriksaan fisik yang berdasarkan interpretasi dari suara yang di
hasilkan oleh ketokan pada dinding toraks. Metode ini tetap penting walaupun
pemeriksaan radiologi toraks makin berkembang, oleh karena dalam pemeriksaan fisik
yang baik bisa memprediksikan kelainan yang ada dalam rongga toraks sebelum
pemeriksaan radiologi dilakukan.

Teknik Perkusi
Penderita bisa dalam posisi tidur dan bisa dalam posisi duduk. Pemeriksaan
menggunakan jari tengah dan jari kiri yang menempel pada permukaan dinding toraks,
tegak lurus dengan iga atau sejajar dengan iga disebut sebagai fleksi meter. Sementara jari
tengah tangan kanan di gunakan sebagai pemukul (pengetok) disebut fleksor pada
fleksimeter tadi. Jika pasien duduk, kedua tangan pasien diletakkan pada paha dengan
fleksi pada sendi siku. Jika pasien tidur oleh karena tidak dapat duduk maka untuk
perkusi daerah punggung pasien dimiringkan ke kiri dan ke kanan bergantian. Perkusi
dimulai dari lapangan atas paru menuju ke lapangan bawah sambil membandingkan
bunyi perkusi antara hemithorax kanan dan hemithorax kiri :
1. Jika dinding toraks pasien lebih tebal tekanan jari fleksi meter pada permukaan
dinding toraks semakin ditingkatkan dan ketokan fleksor semakin kuat.
2. Lakukan ketukan cepat, kuat, tegak lurus memantul dari jari tengah tangan kanan pada
phalang kedua dari jari tengah tangan kiri yang menempel pada permukaan dinding
toraks.
3. Gerakan ketokan pada pergelangan tangan bukan pada siku .
4. Kekuatan perkusi disesuaikan, pada dinding toraks yang ototnya tebal perkusi agak
lebih kuat sedangkan pada daerah yang ototnya tipis seperti daerah aksila dan
lapangan bawah paru, kekuatan perkusi tidak terlalu kuat.

Beberapa penilaian hasil perkusi toraks :


o Suara perkusi normal dari toraks pada lapangan paru disebut sonor .
o Hiperinflasi dari paru dimana udara tertahan lebih banyak dalam alveoli menghasilkan
perkusi hipersonor.
o Perkusi pada infiltrat paru dimana parenkim lebih solid (padat/mengandung sedikit
udara) perkusi akan menghasilkan redup (dullness)
o Perkusi pada efusi pleura akan menghasilkan suara pekak (flatness). Pada keadaan ini
rongga pleura berisi cairan yang merupakan struktur yang solid.
o Adanya udara di dalam rongga pleura (pneumothorax) akan menimbulkan suara
perkusi yang timpani atau hipersonor.
o Waktu inspirasi dalam, batas belakang paru akan turun 4-6 cm, oleh karena terjadi
peranjakan dari redup menjadi sonor 4-6 cm .
o Bagian anterior toraks sonor mulai dari clavicula ke arah arcus costarum, kecuali pada
daerah jantung dan hati yang memberikan perkusi redup atau pekak
o Pada daerah anterior kanan pada ruang intercostal 4-6 akan didapatkan perkusi redup,
di mana pada daerah ini didapatkan overlap antara parenkim paru dengan hati (perkusi
dilakukan pada linea medium clavicularis kanan)
o Dari intercostalis VI sampai arcus costarum kanan, perkusi adalah pekak (daerah hati)
yang tidak ditutupi parenkim paru.
o Pada bagian anterior kiri bawah, didapatkan perkusi timpani (daerah lambung)
o 2-3 cm diatas (superior) dari clavicula di sebut kronig’s isthmus. Suatu zona sonor ± 4-
6 cm meluas melewati bahu kearah posterior sampai tonjolan scapula, daerah ini bisa
menyempit bila terjadi fibrosis dari apex paru.
o Daerah posterior dari toraks, bunyi perkusi sonor dari apex paru sampai batas bawah.
Thorakal X/XI di atas scapula sonor agak melemah.

9
o Batas jantung dengan perkusi :
Kanan : ruang intercostal III- IV pinggir sternum kanan
Kiri atas : ruang intercostal III kiri, 2-4 cm dari midsternum
Kiri bawah : intercostal V kiri, pada linea mid clavicularis.

D. Auskultasi paru
Auskultasi paru dilaksanankan secara indirek yaitu dengan memakai stetoskop. Sebelum
ditemukan stetoskop auskultasi dilakukan secara direk dengan menempelkan telinga
pemeriksa pada permukaan tubuh orang sakit. Ada dua tipe dari stetoskop yaitu Bell type
untuk mendengar nada-nada yang lebih rendah dan Bowel atau membrane type untuk
nada-nada yang lebih tinggi. Umumnya setiap stetoskop dilengkapi dengan kedua tipe ini.
Posisi penderita sebaiknya duduk seperti melakukan perkusi. Kalau pasien tidak bisa
duduk, auskultasi dapat dilaksanakan dalam posisi tidur. Pasien sebaiknya disuruh
bernafas dengan mulut tidak melalui hidung.
Pemeriksa memberikan contoh bernafas terlebih dulu sebelum memeriksa
pasien. Hal yang diperiksa pada auskultasi paru adalah :
1. Suara nafas (breath sounds)
2. Ronchi (rales)

10
3. Pleura Friction (bunyi gesekan pleura)
4. Voice sounds (bunyi bersuara)

Breath Sounds ( Suara nafas )


Pada orang sehat dapat didengar dengan auskultasi jenis suara nafas :
1. Vesikuler
2. Trakeal (bronkial)
3. Bronkovesikuler
Untuk mendengar suara nafas perhatikan intensitas, durasi dan pitch (nada) dari inspirasi
dibandingkan dengan ekspirasi .
Pada pernafasan vesikuler, suara inspirasi lebih keras, lebih panjang dan nada
lebih tinggi dari suara ekspirasi.suara vesikuler terdengar hampir di seluruh lapangan
paru, kecuali pada daerah supra sternal dan interscapula. Suara vesikuler dapat mengeras
pada orang kurus atau post “exercise“ dan melemah pada orang gemuk atau pada
penyakit-penyakit tertentu .
Pada pernafasan trakeal (bronkial) suara ekspirasi, intensitasnya lebih keras,
durasinya lebih panjang dan nadanya lebih tinggi dari suara inspirasi. Pada keadaan
normal, terdapat pada daerah trakea. Jika ditemukan suara ini pada daerah yang
seharusnya vesikuler, maka dapat disebabkan oleh pemadatan dari parenkim paru seperti
pada pneumonia dan atelektasis kompresi.
Pada pernafasan bronkovesikuler adalah campuran antara elemen vesikuler dan
element bronkial. Jenis pernafasan ini ditandai ekspirasi lebih keras, lebih lama dan
nadanya lebih tinggi dari inspirasi. Jenis pernafasan ini, normal didapatkan pada daerah
supra sternal dan interskapula, dimana terdapat overlap antara parenkim paru
dengan bronkus besar. Pernafasan bronkovesikuler bila didapatkan pada daerah
yang secara normal adalah vesikuler, menunjukkan adanya kelainan pada daerah
tersebut .

Jenis pernafasan lain :


1. Asmatis yaitu pernafasan dengan ekspirasi yang memanjang disertai bunyi
yang menciut (mengi ) atau wheezing didapat pada penderita asma bronchial.
2. Amphoric sounds: suara nafas yang berasal dari cavernae atau pneumothoraxs
dengan fistel yang terbuka seperti mendengar botol kosong yang ditiup.

Ronki (Rales)
Ada dua jenis ronki yaitu ronki basah (moist rales) dan ronki kering (dry rales).
Ronki basah adalah suara tambahan selain suara nafas, yaitu bunyi gelembung-
gelembung udara yang melewati cairan (gurgling atau bubling) terutama pada
fase inspirasi. Ronki basah disebabkan oleh adanya eksudat atau cairan dalam
bronkiolus atau alveoli dan bisa juga pada bronkus dan trakea. Ada ronki basah
nyaring contohnya pada infiltrat paru dan ronki basah tak nyaring misalnya pada
bendungan paru. Ada ronki basah kasar, ini biasanya berasal dari cairan yang
berada di bronkus besar atau trakea, ada ronki basah sedang dan ada pula ronki
basah halus yang terutama terdengar pada akhir inspirasi, terdengar seperti bunyi
gesekan rambut antara jari telunjuk dengan empu jari.
Ronki kering disebabkan lewatnya udara melalui penyempitan saluran
nafas, inflamasi atau spasme saluran nafas seperti pada bronkitis atau asma
bronkial. Ronki kering lebih dominan pada fase ekspirasi, terdengar squeaking
dan groaning, pada saluran yang lebih besar adalah deep tone gan groaning

11
(sonorous) dan pada saluran yang lebih kecil terdengar squeaking dan whistling
(sibilant). Ronki kering dengan berbagai kualitas frekuensi pitchnya disebut
musical rales (seperti pada asma bronkial)

Pleural Friction
Terjadinya bunyi pergeseran antara pleura pariental dengan pleura viseral waktu
inspirasi disebut pleural friction. Dapat terjadi pada pleuritis fibrinosa. Lokasi
yang sering terjadi pleura friction adalah pada bagian bawah dari aksila, namun
dapat juga terjadi di bagian lain pada lapangan paru. Terdengar seperti menggosok
ibu jari dengan jari telunjuk dengan tekanan yang cukup keras pada pangkal
telinga kita, terdengar pada fase inspirasi dan ekspirasi.

The Whispered Voice (suara berbisik)


Dalam keadaan tidak memungkinkan untuk melakukan pemeriksaan suara nafas
secara memuaskan, misalnya nyeri dada bila bernafas atau keadaan keletihan,
maka dapat dilakukan pemeriksaan suara berbisik (the whispered voice). Dimana
pasien disuruh mengucapkan kata 77 (tujuh puluh tujuh) secara berbisik
sementara pemeriksa mendengarkan dengan stetoskop pada seluruh lapangan
paru. Pada kelainan infiltrat maka suara berbisik tersebut akan terdengar jelas
pada pangkal telinga kita dan disebut bronchial whispered positif, dapat
mendeteksi infiltrat yang kecil / minimal.

Bronchophoni
Vocal sound (suara biasa) bila didengarkan pada dinding toraks (lapangan paru)
akan terdengar kurang keras dan terdengar jauh. Bila terdengar lebih keras, lebih
jelas dan pada pangkal telinga pemeriksa disebut bronchoponi positif, terdapat
pada pemadatan parenkim paru, misal pada infiltrat dan atelektasis kompresif.

Eugophoni
Eugophoni yaitu bronchophoni yang terdengar nasal, biasanya disebabkan oleh
kompresif atelektasis akibat dorongan efusi pleura pada parenkim paru terdengar
pada perbatasan cairan dengan parenkim paru.

12
LEMBAR PENILAIAN KETERAMPILAN KLINIK
PEMERIKSAAN FISIK SISTEM RESPIRASI

NAMA :
NIM :

POINT PENILAIAN SKOR


No
0 1 2 3
1 Memberikan salam pembuka saling memperkenalkan diri
Menginformasikan kepada pasien tentang pemeriksaan
2
yang akan dilakukan
3 Berdiri di sisi kanan pasien
4 Meminta pasien untuk membuka pakaian ( baju )
5 Meminta pasien untuk berbaring dengan posisi terlentang
6 Membuat pasien dalam posisi relaks
PEMERIKSAAN SISTEM RESPIRASI BAGIAN ATAS
SKOR
No POINT PENILAIAN
0 1 2 3
7 Orang sakit dalam posisi tidur telentang atau duduk
8 Pasien di suruh membuka mulut selebar mungkin
9 Gunakan cahaya senter (flash light)
10 Tekan lidah penderita dengan spatel lidah (tongue
spatels) dengan lembut (soft)
11 Orang sakit disuruh menyebut Ah ………….h…..h…
12 Mahasiswa memperhatikan :
1. Palatum
2. Arkus palatum
3. Tonsil
4. Dinding posterior dari faring

13
5. Gigi dan lidah
6. Bukal
Keterangan Skor : 0=Tidak dilakukan sama sekali
1=Dilakukan dengan banyak perbaikan
2=Dilakukan dengan sedikit perbaikan
3=Dilakukan dengan sempurna

Nilai : Skor Total X 100 = ………………..


36

Lhokseumawe,…………………….2016
Instruktur Mahasiswa,

(………………………….)
(……..………….…………)
NIP: NIM:

LEMBAR PENILAIAN KETERAMPILAN KLINIK


PEMERIKSAAN FISIK SISTEM RESPIRASI BAGIAN BAWAH

NAMA :
NIM :

Inspeksi Toraks 0 1 2 3

1 Melakukan inspeksi dalam keadaan statis


2 Melakukan inspeksi terhadap pergerakan toraks waktu
respirasi (keadaan dinamis)
3 Perhatikan posisi trakea : normal, deviasi kiri atau kanan
4 Posisi dari iga-iga
5 Ruang sela iga
6 Sternum dan klavikula
7 Sudut epigastrium
8 Vertebra thorakalis
9 Kelainan bentuk rongga toraks
10 Apakah ada Venektasi
11 Pernafasan abnormal ( kusmaull, Cheyne Stokes dll )
Palpasi
12 Apakah ada limfadenopati supra klavikularis
13 Apakah ada emfisema subkutis
14 Melakukan palpasi pada permukaan rongga toraks untuk
menilai tactil fremitus (stem fremitus) pada hemithorax kiri
dan kanan, membandingkannya secara simetris (pada daerah
anterior kiri fremitus menurun oleh karena terdapat jantung)
Perkusi

15 Melakukan perkusi pada kedua hemithorax kiri dan kanan

14
16 Mencari batas paru hepar pada linea mid klavikularis kanan
(perubahan suara perkusi dari sonor ke redup, normal pada
RIC V kanan)
17 Menentukan batas belakang paru normal vertebra Th X/XI
kanan dan kiri
18 Menentukan peranjakan batas belakang, dengan inspirasi
dalam, batas belakang beranjak turun 2 jari (±4 cm)
19 Perkusi timpani pada toraks anterior kiri bawah (daerah
lambung)
20 Perkusi menentukan batas paru jantung : kanan, kiri atas, kiri
bawah

Auskultasi
21 Mendengar suara nafas, vesikuler pada kedua lapangan paru
kiri dan kanan pada posisi tidur dan duduk
22 Mendengar nafas trakeal (bronkial) pada daerah supra sternal
dan trakea
23 Mendengar suara nafas bronkovesikuler pada daerah
interskapula dan di atas korpus sterni

Keterangan Skor : 0. Tidak dilakukan sama sekali


1. Dilakukan dengan banyak perbaikan
2. Dilakukan dengan sedikit perbaikan
3. Dilakukan dengan sempurna

Nilai : Skor Total X 100 = ……………


69

Lhokseumawe,…………………….2016
Instruktur Mahasiswa,

(……………………..……….)
(……………….…………………………)
NIP: NIM:

15
BANTUAN HIDUP DASAR (BASIC LIFE SUPPORT)

A. INDIKASI

Kasus yang harus dilakukan tindakan Bantuan Hidup Dasar antara lain;
1. Henti Nafas
Henti nafas ditandai dengan tidak adanya gerakan dada dan aliran udara pernafasan
dari korban/pasien. Ini dapat terjadi pada keadaan:
a) Tenggelam
b) Stroke
c) Obstruksi jalan nafas
d) Epiglotitis
e) Overdosis obat-obatan
f) Tersengat listrik
g) Infark miokard
h) Tersambar petir
i) Koma akibat berbagai macam kasus
Pada awal henti nafas oksigen masih dapat masuk ke dalam darah untuk beberapa
menit dan jantung masih dapat mensirkulasikan darah ke otak dan organ vital lainnya.
Jika pada keadaan ini diberikan bantuan nafas akan sangat bermanfaat agar korban dapat
tetap hidup dan mencegah henti jantung.
2. Henti Jantung
Pada saat terjadi henti jantung secara langsung akan terjadi henti sirkulasi. Henti
sirkulasi ini akan dengan cepat menyebabkan otak dan organ vital kekurangan oksigen.
Pernafasan yang terganggu (tersengal-sengal) merupakan tanda awal akan terjadi henti
jantung.
Bantuan hidup dasar merupakan bagian dari pengelolaan gawat darurat medik yang
bertujuan:
a. Mencegah berhentinya sirkulasi atau berhentinya respirasi
b. Memberikan bantuan eksternal terhadap sirkulasi dan ventilasi dari korban yang
mengalami henti jantung atau henti nafas melalui Resusitasi Jantung Paru (RJP).
Resusitasi Jantung Paru terdiri dari dua tahap, yaitu:

16
- Survei Primer (Primary Survey), yang dapat dilakukan oleh setiap orang
- Survei Sekunder (Secondary Survey), yang hanya dapat dilakukan oleh tenaga
medis dan paramedis terlatih dan merupakan lanjutan dari survei primer.

B. SURVEI PRIMER

Dalam survei primer difokuskan pada bantuan nafas dan bantuan sirkulasi serta
defibrilasi. Untuk dapat mengingatkan dengan mudah tindakan survei primer dirumuskan
dengan abjad A, B, C, dan D, yaitu:
A airway (jalan nafas )
B breathing (bantuan nafas)
C circulation (bantuan sirkulasi)
D defibrillation (terapi listrik)
Sebelum melakukan tahapan A (airway), harus terlebih dahulu dilakukan prosedur
awal pada korban/pasien, yaitu:
1. Memastikan keamanan lingkungan bagi penolong
2. Memastikan kesadaran dari korban /pasien
Untuk memastikan korban dalam keadaan sadar atau tidak, penolong harus
melakukan upaya agar dapat memastikan kesadaran korban/pasien, dapat dengan
cara menyentuh atau menggoyangkan bahu korban/pasien dengan lembut dan
mantap untuk mencegah pergerakan yang berlebihan, sambil memanggil
namanya atau Pak!!! / Bu!!! / Mas!!! / Mbak!!!
3. Meminta pertolongan
Jika ternyata korban /pasien tidak memberikan respon terhadap panggilan, segera
minta bantuan denagn cara berteriak “Tolong!!!” untuk mengaktifkan sistem
pelayanan medis lebih lanjut.
4. Memperbaiki posisi korban/pasien
Untuk melakukan tindakan BHD yang efektif, korban/pasien harus dalam posisi
terlentang dan berada pada permukaan yang rata dan keras. Jika korban
ditemukan dalam posisi miring atau tengkurap, ubahlah posisi korban ke posisi
terlentang. Ingat! Penolong harus membalikkan korban sebagai satu kesatuan
antara kepala, leher, dan bahu digerakkan secara bersama-sama. Jika posisi sudah
terlentang, korban harus dipertahankan pada posisi horizontal dengan alas tidur
yang keras dan kedua tangan di samping tubuh.
5. Mengatur posisi penolong
Segera berlutut sejajar dengan bahu korban agar saat memberikan bantuan nafas
dan sirkulasi, penolong tidak perlu mengubah posisi atau menggerakkan lutut.

A (AIRWAY) Jalan nafas


 Umum
Susunan jalan nafas dimulai dari mulut dan hidung, tekak (faring), pangkal
tenggorok (laring), batang tenggorok (trakea), cabang tenggorok (bronkus), dan paru-
paru.
Orang dewasa akan bernafas terutama melalui hidung, tetapi tanpa kesulitan akan
dapat bernafas melalui mulut. Bayi akan mengalami kesulitan bernafas melalui mulut,
sehingga bila hidung tersumbat akan ada kesan seolah-olah sesak nafas.

 Pengenalan Masalah
Gangguan airway dapat timbul secara mendadak dan total, perlahan-lahan dan
sebagian, serta progresif/berulang. Meskipun seringkali berhubungan dengan nyeri dan
atau kecemasan, takipneu mungkin merupakan tanda yang samar-samar tetapi dini akan

17
adanya bahaya terhadap airway atau ventilasi. Oleh karena itu penting untuk melakukan
penilaian ulang terhadap kelancaran airway dan kecukupan ventilasi. Khususnya
korban/pasien dengan penurunan kesadaran mempunyai risiko terhadap gangguan airway
dan sering kali memerlukan pemasangan airway definitif.

1. Trauma wajah (maksilofasial)


Trauma pada wajah membutuhkan pengelolaan airway yang agresif. Contoh
mekanisme penyebab cedera ini adalah penumpang/pengemudi kendaraan yang
tidak menggunakan kaca depan. Patah tulang wajah mungkin menyebabkan
sekresi yang meningkat atau gigi yang tercabut, yang menambah masalah dalam
mempertahankan airway.
2. Trauma leher
Luka tembus leher dapat menyebabkan kerusakan vaskuler dengan perdarahan
yang berat. Ini dapat menimbulkan perubahan letak dan sumbatan airway.
Cedera tumpul atau tajam pada leher dapat menyebabkan kerusakan pada laring
atau trakhea yang kemudian menyebabkan sumbatan airway.

 Sumbatan jalan nafas (airway obstruction)


Terdapat banyak keadaan yang akan menyebabkan kematian dalam waktu
singkat, tetapi kesemuanya berakhir pada satu hasil akhir yaitu kegagalan oksigenasi sel,
terutama otak dan jantung. Sumbatan total jalan nafas merupakan pembunuh tercepat
dibanding gangguan pernafasan dan sirkulasi. Lagi pula perbaikan breathing tidak
mungkin dilakukan bila tidak ada airway yang paten.
Penyebab sumbatan jalan nafas lainnya adalah benda asing (makanan, cairan, gigi
palsu dll) dan penyempitan jalan nafas (akibat pembengkakan pada luka bakar, radang,
dll).

1. Lihat (look)
a. Bila korban/pasien sadar :
o Korban/pasien memegang leher dan gelisah
o Kebiruan, terutama didaerah bibir
o Korban/pasien berusaha dengan susah payah untuk bernafas. Lihat adanya
retraksi dan penggunaan otot-otot nafas tambahan.
b. Bila korban/pasien tidak sadar : tidak terdapat gejala apa-apa, mungkin terlihat
kebiruan (sianosis) saja. Sianosis menunjukkan hipoksemia yang disebabkan oleh
kurangnya oksigenasi dan dapat dilihat dengan melihat pada kuku-kuku dan kulit
sekitar mulut.
2. Dengar (listen) adanya suara –suara abnormal. Pernafasan yang berbunyi adalah
pernafasan yang tersumbat. Suara mendengkur (snoring), berkumur (gurgling), dan
bersiul (crowing sound, stridor) mungkin berhubungan dengan sumbatan parsial pada
faring atau laring. Korban/pasien yang melawan dan kata – kata kasar (gaduh gelisah)
mungkin mengalami hipoksia dan tidak boleh dianggap karena keracunan atau mabuk.
3. Raba (feel) lokasi trakea dan dengan cepat tentukan apakah trakea berada di tengah.

 Pengelolaan jalan nafas


1. Membuka Jalan Nafas
Lidah paling sering menyebabkan sumbatan jalan nafas pada kasus-kasus
kehilangan kesadaran, karena pada saat ini otot-otot menjadi lemas, termasuk otot
dasar lidah yang akan jatuh ke belakang sehingga jalan nafas menjadi tertutup.
Setelah jalan nafas dipastikan bebas dari sumbatan benda asing, pembebasan
jalan nafas oleh lidah dapat dilakukan dengan cara tengadah kepala – topang
dagu (head tilt - chin lift) dan manuver pendorongan mandibula (jaw thrust).
Teknik membuka jalan nafas yang direkomendasikan untuk orang awam adalah
head tilt – chin lift, namun demikian penolong kesehatan harus dapat melakukan
manuver lain.

18
A. Head Tilt
 Dorong kepala ke belakang dengan tangan diatas dahinya. Pada posisi ini
lidah tertarik keatas sehingga jalan nafas akan terbuka.
 Jangan meletakkan seseuatu dibawah kepala kerena hanya akan memperburuk
keadaan
B. Chin Lift
 Jari jemari salah satu tangan diletakkan dibawah dagu, yang kemudian secara
hati-hati diangkat ke atas untuk membawa dagu kearah depan. Ibu jari tangan
yang sama, dengan ringan menekan bibir bawah untuk membuka mulut. Cara
ini tidak boleh menyebabkan hiperekstensi leher.
C. Jaw thrust
 Dilakukan dengan cara memegang sudut rahang bawah ke depan
 Tindakan selanjutnya tergantung pada keadaan korban itu sendiri. Bila korban
bernafas cukup, letakkan korban dalam posisi miring dan posisi leher/kepala
tetap dipertahankan. Bila korban tidak bernafas atau pernafasan tidak cukup
lakukan pernafasan buatan.

19
2. Membersihkan jalan nafas
Dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu :
 Penghisapan (suction) dengan alat penghisap
 Sapuan jari : Penolong membuang sumbatan yang mengganggu jalan nafas
dengan menggunakan jari tangannya. Kalau sumbatan berupa cairan dapat
dibersihkan dengan jari telunjuk atau jari tengah yang dilapisi dengan
sepotong kain, sedangkan sumbatan oleh benda keras dapat dikorek dengan
menggunakan jari telunjuk yang dibengkokkan. Khusus pada anak dan bayi,
tindakan ini hanya dilakukan bila benda yang menyumbat terlihat. Mulut
dapat dibuka dengan teknik Cross Finger, di mana ibu jari diletakkan
berlawanan dengan jari telunjuk pada mulut korban.
 Khusus untuk mengatasi sumbatan total pada jalan nafas akibat tersedak benda
padat, dikenal adanya perasat Heimlich. Perasat ini dapat dilakukan pada
dewasa dan anak, dengan cara sebagai berikut :
a. Hentakan perut; pada korban/pasien dewasa dan anak yang ada respon.
Penolong berdiri dibelakang korban/pasien. Posisi tangan penolong
memeluk diatas perut korban/pasien dengan sisi genggaman tangan
diletakkan pada pertengahan antara pusar dan batas pertemuan iga kiri-
kanan. Lalu hentakan tangan penolong ke arah belakang dan atas, posisi
kedua siku ke arah luar, lalu hentakkan sambil meminta korban/pasien
membantu memuntahkannya. Lakukan berulang-ulang sampai berhasil
atau korban/pasien menjadi tidak respon.
b. Hentakan perut; pada korban/pasien dewasa dan anak yang tidak ada
respon.
Baringkan korban/pasien dalam posisi terlentang, berlututlah sedemikian
rupa sehingga pada korban/pasien diapit oleh lutut penolong, lalu
tempatkan tumit tangan sedikit diatas pusat tepat pada garis tengah antara
pusat dan pertemuan rusuk kiri dan kanan. Lakukan 5 kali hentakan,
hentakan perut kearah bawah atas kemudian periksalah korban/pasien
dengan sapuan jari. Bila belum berhasil, ulangi langkah ini sampai jalan
nafas terbuka.

B (BREATHING) Bantuan Nafas


Apabila kondisi jalan nafas sudah jelas dan meyakinkan tidak ada sumbatan maka
segera yakinkan kondisi pernafasan korban apakah sudah memadai atau belum. .

20
Caranya :
- Penolong mendekatkan telinga di atas mulut dan hidung korban/pasien dengan
wajah mengarah ke badan korban, sambil tetap mempertahankan jalan nafas tetap
terbuka
- Look (lihat pergerakan naik turunnya dinding dada/perut)
- Listen and Feel (udara terdengar dan terasa di pipi saat keluar dari mulut/hidung)
- Prosedur ini dilakukan tidak boleh melebih 10 detik.

Tanda-tanda pernafasan yang memadai (adekuat) adalah :


 Dada dan perut bergerak naik turun seirama dengan pernafasan
 Udara terdengar dan terasa saat keluar dari mulut/hidung
 Korban/pasien tampak nyaman

21
 Frekuensi cukup (nilai normal)
Adapun tanda-tanda pernafasan tidak adekuat antara lain :
 Gerakan dada kurang baik
 Ada suara nafas tambahan
 Sianosis (kulit kebiruan)
 Frekuensi kurang atau berlebih
 Perubahan status mental (gelisah, cemas)
Tanda-tanda adanya henti nafas adalah :
 Tidak ada gerakan dada atau perut
 Tidak terdengar aliran udara melalui mulut atau hidung
 Tidak terasa hembusan nafas dari mulut atau hidung

Pernafasan Normal Sesak nafas (dispnoe)


Kecepatan bernafas manusia adalah: Kecepatan bernafas tidak normal apabila :
o Dewasa : 12 – 20 kali/menit o Dewasa :>30 atau <10 kali/menit
o Anak-anak : 15 – 30 kali/menit o Anak-anak : >40 kali/menit
o Bayi baru lahir : 30 – 60 kali/menit o Bayi : >60 kali/menit

Pernafasan pada dewasa umumnya dada Sesak nafas dapat terlihat atau mungkin
perut (thorako abdominal), pada bayi juga tidak, bila terlihat maka akan
dan anak umumnya pernafasan perut ditemukan :
o Korban/pasien mengeluh sesak
o Bernafas cepat
o Pernafasan cuping hidung
o Pemakaian otot pernafasan tambahan :
- Tarikan bagian atas dada
(suprasternal)
- Tarikan antar iga (interkostal)
- Tarikan ulu hati (epigastrium)
o Mungkin korban/pasien terlihat biru
(sianosis)
Tabel 1. Penilaian status pernafasan

 Pernafasan buatan
Bila korban/pasien tidak bernafas maka penolong harus berupaya memberikan
bantuan pernafasan. Ada beberapa teknik yang dikenal untuk memberikan
bantuan pernafasan, yaitu;
- Menggunakan mulut penolong
 Mulut ke masker RJP
 Mulut ke APD (alat pelindung diri)
 Mulut ke mulut/hidung/stoma (lubang yang dibuat pada tenggorokan)
- Menggunakan alat bantu
Kantung masker berkatup (bag valve mask)

22
The EC clamp techniques of bagi-mask ventilations. Three fingers of one
hand lift the jaw (they form the "E") while the thumb and index finger hold
the mask to the face (making a "C")

Frekuensi pernafasan buatan :

Dewasa 10 – 12 kali/menit
Anak (1-8 thn) 20 kali/menit
Bayi (0-1 thn) > 20 kali/menit
 MULUT KE MULUT
- Buka jalan nafas dengan head tilt-chin lift (bila tidak curiga ada patah tulang leher),
bila dicurigai cedera leher, maka lakukan dengan jaw thrust.
- Lakukan pemeriksaan nafas, lihat, dengar dan rasakan selama 3-5 detik
- Jika korban/pasien tidak bernafas, tarik nafas dalam, lalu tempelkan dan ketatkan
bibir anda disekeliling mulut korban agar tidak terjadi kebocoran saat
menghembuskan nafas dan jepit hidung menggunakan ibu jari dan telunjuk.
Tiupkan udara kedalam paru-parunya (selama 1,5-2 detik untuk dewasa dan 1,5
detik untuk bayi dan anak-anak) dan perhatikan dada korban, bila dada korban
naik, berarti udara telah mencapai paru-paru. Volume udara yang berlebihan dan
laju inspirasi yang terlalu cepat dapat menyebabkan udara memasuki lambung
sehingga terjadi distensi lambung.
- Kekuatan tiupan bervariasi sesuai dengan ukuran tubuh korban/pasien. Pada
korban/pasien dewasa umumnya dilakukan tiupan kuat, pada anak-anak diberikan
tiupan sedang, dan pada bayi hanya diberikan tiupan hasil penggembangan pipi
penolong
- Tetap pertahankan head tilt-chin lift, lepaskan mulut anda dari mulut korban supaya
terjadi pengeluaran udara secara pasif dari paru-paru. Perhatikan dada korban akan
mengecil. Ambillah nafas sebelum anda meniupkan udara kedalam paru-paru
korban lagi
- Jika mengalami kesulitan memberikan nafas buatan yang efektif, maka periksa lagi
apakah mulut korban telah bersih dari sumbatan, apakah posisi head tilt-chin lift
sudah benar. Usahakan lagi memberi nafas buatan sampai 5 kali untuk

23
mendapatkan paling sedikit 2 nafas buatan yang efektif. Teruskan sampai korban
mulai bernafas atau ada digantikan oleh orang lain yang menguasai pernafasan
buatan.

 MULUT KE HIDUNG
Teknik ini direkomendasikan jika usaha ventilasi dari mulut ke mulut tidak
memungkinkan, misalnya pada trismus atau bila mulut korban mengalami luka
yang berat. Caranya : tempelkan mulut pada hidung pasien dan penolong menutup
mulut pasien dengan rapat (dagu didorong kedepan).

 MULUT KE STOMA
Dilakukan pada korban/pasien dengan laringotomi (mempunyai lubang yang
menghubungkan trakhea langsung ke kulit)

24
Pemberian oksigen pada korban/pasien yang sudah kembali bernafas spontan dapat
dengan kanul hidung, masker wajah dll.

C (CIRCULATION) Bantuan Sirkulasi

 Umum
 Sirkulasi terdiri dari jantung dan pembuluh darah
 Volume darah orang dewasa normal ± 7% dari berat badan
 Volume darah anak-anak ± 8 – 9% dari berat badan (80-90ml/kg BB).
 Frekuensi denyut jantung :
o Dewasa : 60-100 kali/menit
o Bayi : 100-160 kali/menit
o Anak (2-10 thn) : 70-140 kali/menit

 Takikardia apabila denyut jantung :


o Bayi : > 160 kali/menit
o Anak pra sekolah : > 140 kali/menit
o Anak usia sekolah : > 120 kali/menit
o Dewasa : > 100 kali/menit

 Penentuan denyut nadi.


Pada orang dewasa dan anak-anak denyut nadi diraba pada a.karotis (daerah
leher) atau a.radialis (ventral pergelangan tangan), pada bayi meraba denyut nadi
ialah pada a.brakhialis, yakni pada sisi dalam lengan atas. Meraba a.karotis dapat
dilakukan dengan dua atau tiga jari tangan. Raba pertengahan leher sehingga
teraba trakhea, kemudian kedua jari digeser ke bagian sisi kanan atau kiri kira-
kira 1-2 cm. Raba dengan lembut selama 5-10 detik.
Jika teraba denyutan nadi, penolong harus kembali memeriksa pernafasan korban.
Jika tidak bernafas, berikan bantuan nafas dan jika bernafas, pertahankan jalan
nafas.
Jika tidak ditemukan denyut nadi, selajutnya dapat diberikan bantuan sirkulasi
atau disebut dengan kompresi jantung luar.

Gangguan sirkulasi
Yang dinilai :
1. Nadi : kecepatan, kualitas, keteraturan, pulsus paradoksus
2. Warna kulit
3. Tekanan darah dan suhu → bila ada waktu.

25
26
UJI FAAL PARU (SPIROMETRI)

Faal paru berarti kerja atau fungsi paru dan uji faal paru merupakan pengukuran obyektif
apakah fungsi paru seseorang dalam keadaan normal atau abnormal. Pemeriksaan faal paru
biasanya dikerjakan berdasarkan indikasi atau keperluan tertentu. Secara lengkap, uji faal paru
dilakukan dengan menilai fungsi ventilasi, difusi gas, perfusi darah paru dan transpor gas O2 dan
CO2 dalam peredaran darah. Untuk keperluan praktis dan uji skrining, biasanya penilaian faal
paru seseorang cukup dengan melakukan uji fungsi ventilasi paru. Apakah fungsi ventilasi
nilainya baik, dapat mewakili keseluruhan fungsi paru dan biasanya fungsi-fungsi paru lainnya
juga baik. Penilaian fungsi ventilasi berkaitan erat dengan penilaian mekanika pernapasan. Untuk
menilai fungsi ventilasi digunakan alat spirometer untuk mencatat grafik pernapasan berdasarkan
jumlah dan kecepatan udara yang keluar atau masuk ke dalam spirometer.
Spirometri merupakan suatu metode sederhana yang dapat mengukur sebagian terbesar
volume dan kapasitas paru. Spirometri merekam secara grafis atau digital, volume ekspirasi paksa
(forced expiratory volume in 1 second/FEV1) dan kapasitas vital paksa (forced vital
capacity/FVC). Pemeriksaan dengan spirometer ini penting untuk pengkajian fungsi ventilasi
paru secara mendalam. Jenis gangguan fungsi paru dapat digolongkan menjadi 2 yaitu :
a. Gangguan fungsi obstruktif (hambatan aliran udara) : bilai nilai rasio FEV1/FVC <70%
b. Gangguan fungsi restriktif (hambatan pengembangan paru) : bila nilai kapasitas vital (vital
capacity/VC) <80% dibanding dengan nilai standar.

INDIKASI
a. Diagnostik
- Evaluasi keluhan dan gejala (deformitas rongga dada, sianosis, penurunan suara
napas, perlambatan udara ekspirasi, overinflasi, ronki yang tidak dapat dijelaskan)
- Evaluasi hasil laboratorium abnormal (foto toraks abnormal, hiperkapnia, hipoksemia,
polisitemia)
- Menilai pengaruh penyakit sistemik terhadap fungsi paru
- Deteksi dini seseorang yang memiliki risiko menderita penyakit paru (perokok, usia
>40 tahun, pekerja yang terpajan substansi tertentu)
- Pemeriksaan rutin (risiko pra-operasi, menilai prognosis, menilai status kesehatan)

b. Monitoring
- Menilai efek terapi (terapi bronkodilator, steroid)
- Menggambarkan perjalanan penyakit (penyakit paru, interstisial lung disease/ILD),
gagal jantung kronik, penyakit neuromuskuler, sindrom Guillain-Barre)
- Menilai efek samping obat terhadap fungsi paru

c. Evaluasi kecacatan
- Mengetahui kecacatan atau ketidakmampuan (misal untuk kepentingan rehabilitasi,
asuransi, alasan hukum dan militer)

d. Kesehatan masyarakat
- Skrining gangguan fungsi paru pada populasi tertentu

KONTRA INDIKASI
Absolut : Tidak ada
Relatif : Batuk darah, pneumotoraks, status kardiovaskuler tidak stabil, infark miokard baru
atau emoli paru, aneurisma selebri, pasca bedah mata.

27
INTERPRETASI HASIL
Faal Paru Normal :
- VC dan FVC >80% dari nilai prediksi
- FEV1 >80% dari nilai prediksi
- Rasio FEV1/FVC >70%

Gangguan Faal Paru Restriksi :


- VC atau FVC <80% dari nilai prediksi
- Restriksi ringan jika VC atau FVC 60% - 80%
- Restriksi sedang jika VC atau FVC 30% - 59%
- Restriksi berat jika VC atau FVC <30%

Gangguan Faal Paru Obstruksi :


- FEV1 <80% dari nilai prediksi
- Rasio FEV1/FVC <70%
- Obstruksi ringan jika rasio FEV1/FVC 60% - 80%
- Obstruksi sedang jika rasio FEV1/FVC 30% - 59%
- Obstruksi berat jika rasio FEV1/FVC <30%

TEKNIK PEMERIKSAAN UJI FAAL PARU (SPIROMETRI)


LANGKAH KLINIK

28
1. Persiapan Tindakan
a. Bahan dan Alat :
- Alat spirometer yang telah dikalibrasi untuk volume dan arus minimal 1 kali dalam
seminggu.
- Mouth piece sekali pakai.

b. Pasien :
- Bebas rokok minimal 2 jam sebelum pemeriksaan
- Tidak boleh makan terlalu kenyang, sesaat sebelum pemeriksaan
- Tidak boleh berpakaian terlalu ketat
- Penggunaan bronkodilator kerja singkat terakhir minimal 8 jam sebelum pemeriksaan
dan 24 jam untuk bronklodilator kerja panjang.
- Memasukkan data ke dalam alat spirometri, data berikut :
 Identitas diri (Nama)
 Jenis kelamin
 Umur
 Berat badan
 Tinggi badan
 Suhu ruangan
c. Ruang dan fasilitas :
- Ruangan harus mempunyai sistem ventilasi yang baik
- Suhu udara tempat pemeriksaan tidak boleh <170C atau >400C
- Pemeriksaan terhadap pasien yang dicurigai menderita penyakit infeksi saluran napas
dilakukan pada urutan terakhir dan setelah itu harus dilakukan tindakan antiseptik
pada alat.

2. Prosedur Tindakan
- Dilakukan pengukuran tinggi badan, kemudian tentukan besar nilai dugaan berdasarkan
nilai standar faal paru Pneumobile Project Indonesia
- Pemeriksaan sebaiknya dilakukan dalam posisi berdiri
- Penilaian meliputi pemeriksaan VC, FVC, FEV1, MVV :
Kapasitas vital (Vital Capasity, VC)
 Pilih pemeriksaan kapasitas vital pada alat spirometri
 Menerangkan manuver yang akan dilakukan
 Pastikan bibir pasien melingkupi sekeliling mouth piece sehingga tidak ada kebocoran
 Instruksikan pasien menghirup udara sebanyak mungkin dan kemudian udara
dikeluarkan sebanyak mungkin melalui mouthpiece
 Manuver dilakukan minimal 3 kali

Kapasitas vital paksa (Forced Vital Capasity, FVC) dan Volume ekspirasi paksa
detik pertama (Forced Expiratory Volume in One Second, FEV1)

 Pilih pemeriksaan FVC pada alat spirometri


 Menerangkan manuver yang akan dilakukan
 Pastikan bibir pasien melingkupi sekeliling mouth piece sehingga tidak ada kebocoran
 Istruksikan pasien menghirup udara semaksimal mungkin dengan cepat kemudian
sesegera mungkin udara dikeluarkan melalui mouth piece dengan tenaga maksimal
hingga udara dapat dikeluarkan sebanyak-banyaknya
 Nilai FEV1 ditentukan dari FVC dalam 1 detik pertama (otomatis)

29
 Pemeriksaan dilakukan 3 kali

Maksimal Voluntary Ventilation (MVV)


 Pilih pemeriksaan MVV pada alat spirometri
 Menerangkan manuver yang akan dilakukan
 Pastikan bibir pasien melingkupi sekeliling mouth piece sehingga tidak ada kebocoran
 Instruksikan pasien bernapas cepat dan dalam selama 15 detik
 Manuver dilakukan 1 kali

- Menampilkan hasil di layar spirometri dan mencetak hasil grafik.


- Menentukan interpretasi hasil uji faal paru (spirometri).

30
LEMBAR PENILAIAN KETERAMPILAN KLINIK
PEMERIKSAAN UJI FAAL PARU (SPIROMETRI)

NAMA :
NIM :

POINT PENILAIAN SKOR


No
0 1 2 3
1 Memberikan salam pembuka saling memperkenalkan diri
Menginformasikan kepada pasien tentang pemeriksaan yang
2 akan dilakukan

3 Persiapan Bahan dan Alat


Dilakukan pengukuran tinggi badan, kemudian tentukan besar
nilai dugaan berdasarkan nilai standar faal paru Pneumobile
4
Project Indonesia

5 Memasukkan data ke dalam alat spirometri


6 Melakukan pemeriksaan dalam posisi berdiri
7 Melakukan pemeriksaan Kapasitas vital (Vital Capasity, VC)
Melakukan pemeriksaan Kapasitas vital paksa (Forced Vital
Capasity, FVC) dan Volume ekspirasi paksa detik pertama
8
(Forced Expiratory Volume in One Second, FEV1)

Melakukan pemeriksaan Maksimal Voluntary Ventilation


9
(MVV)
Menampilkan hasil di layar spirometri dan mencetak hasil
10 grafik.

11 Menentukan interpretasi hasil uji faal paru (spirometri).

Keterangan Skor : 0=Tidak dilakukan sama sekali


1=Dilakukan dengan banyak perbaikan
2=Dilakukan dengan sedikit perbaikan
3=Dilakukan dengan sempurna
Nilai : Skor Total X 100 = ……………
33

Lhokseumawe,…………………….2016
Instruktur Mahasiswa,

(………………………….) (…….………….…………)
NIP: NIM:

TEKNIK PENILAIAN FOTO TORAKS PADA SISTEM RESPIRASI

31
Foto toraks adalah foto X-ray pada toraks yang dibuat untuk membantu melihat kelainan-
kelainan yang ada pada rongga toraks. Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan yang cukup
penting dalam penegakan diagnosis penyakit, terutama sistem respirasi. Pada foto toraks ini kita
dapat melihat kelainan-kelainan yang ada pada paru, pleura, organ-organ mediastinum, tulang-
tulang dan pada jaringan lunak sekitarnya. Dalam pembuatan foto toraks haruslah diperlihatkan
beberapa keadaan sehingga foto toraks yang dihasilkan dapat memenuhi syarat.
Indikasi Foto Toraks
1. Pasien dengan riwayat batuk.
2. Pasien dengan sesak
3. Nyeri dada
4. Untuk check up
5. Kelainan-kelainan pada dinding toraks

LANGKAH KLINIK
1. Melalukan pemeriksaan identitas pasien sesuai nomor register foto
 Nama
 Umur
 Jenis Kelamin
 Tanggal
2. Melakukan pemeriksaan identitas foto yaitu
 No foto
 Marker dari foto  berupa R – L atau D – S
3. Memasang foto di light – box dengan beranggapan pasien berhadapan dengan
pemeriksa
4. Menentukan posisi foto apakah PA, AP, Lateral (R/L), Lateral dekubitus (R/L)
atau oblique
5. Menentukan foto memenuhi syarat atau tidak, dengan menilai :
 Inspirasi cukup dilihat dari posisi kedua diagfragma (kanan setinggi
intercostal IX – X posterior, dan diafragma kanan lebih tinggi dari pada
kiri)
 Posisi simetris, dapat dilihat dari projeksi tulang corpus vertebra thoracal
yang terletak ditengah sendi sternoclaviculer kanan dan kiri.
 Film meliputi seluruh cavum toraks mulai dari puncak cavum toraks
sampai sinus phrenico-costalis kanan kiri dapat terlihat pada film tersebut.
 Vertebra thoracal biasanya terlihat hanya sampai Th. 3-4.
6. Melakukan penilaian terhadap foto toraks :
 Periksa vaskuler parenkim paru, hili, mediastinum dan kedua
sinus/diafragma.
 Karakteristik kelainan/lesi pada paru-paru, pleura, diafragma atau
mediastinum Periksa, apakah ada efek dari kelainan/lesi berupa
pendorongan atau penarikan terhadap hili, diafragma, mediastinum dan
penyempitan/pelebaran sela iga.
 Pada anak-anak, periksa, apakah ada pembesaran kelenjar
paratrakeal/parahiler.
 Periksa, apakah ada organ abdomen dalam rongga toraks.
 Periksa keadaan soft tissue dan tulang-tulang iga/clavicula

7. Menentukan diagnosis berdasarkan kelainan yang ditemukan

32
8. Mengusulkan tambahan foto toraks posisi lain untuk lebih memperkuat
diagnosa (bila perlu).

Syarat layak baca radiografi toraks, yaitu:


1. Identitas: foto yang akan dibaca harus mencantumkan identitas yang lengkap
sehingga jelas apakah foto yang akan dibaca memang milik pasien.
2. Marker: harus mencantumkan marker R/L
3. Os scapula tidak superposisi dengan toraks: hal ini dapat tercapai pada posisi
PA, tangan di punggung daerah pinggang dengan sendi bahu internal rotasi
4. Densitas cukup: densitas foto dikatakan cukup/ berkualitas jika corpus vertebra
di belakang jantung terlihat samar.

Gambar 1. Gambaran radiografi dengan densitas “lunak, densitas cukup


dan densitas “keras”

5. Insiparasi cukup
Pada insipasi yang tidak adekuat atau pada saat ekspirasi, jantung akan terlihat
lebar dan mendatar, corakan bronkovaskular akan terlihat ramai/ memadat
karena terdorong oleh diafragma. Insiprasi dinyatakan cukup jika iga 6 anterior
atau iga 10 posterior terlihat komplit. Iga sisi anterior terlihat berbentuk V dan
iga posterior terlihat menyerupai huruf A

Gambar 2. Inspirasi cukup jika terlihat iga 6 anterior atau iga 10


posterior

33
Gambar 3. Pengaruh inspirasi terhadap ukuran jantung dan corakan
bronkovaskular.
A. Inspirasi kurang, B Inspirasi cukup

6. Simetris
Radiografi toraks dikatakan simetris jika terdapat jarak yang sama antara
prosesus spinosus dan sisi medial os clavikula kanan – kiri. Posisi asimetris
dapat mengakibatkan gambaran jantung mengalami rotasi dan densitas paru
sisi kanan kiri berbeda sehingga penilaian menjadi kurang valid.

Gambar 4. Jarak yang sama antara prosesus spinosus dengan sisi medial
os clavikula bilateral

Radioanatomi toraks proyeksi PA/AP


- Trakea dan brous kanan kiri terlihat sebagai lesi lusen (hitam) yang superposisi dengan
vertebra

Gambar 5. Trakea dan bronkus utama terlihat lusen

- Hillus terdiri dari arteri, vena, bronkus dan limfe

34
Gambar 6. Hillus paru pada foto toraks PA dan Lateral

- Sudut yang dibentuk oleh diafragma dengan iga disebut degan sinus kostofrenikus. Sinus
kostofrenikus normal berbentuk lancip.
- Sudut yang dibentuk oleh diafragma dengan bayangan jantung disebut sinus
kardiofrenikus
- Diafragma terlihat sebagai kubah di bawah jantung dan paru. Perbedaan tinggi kedua
diafragma yang normal adalah 1-1,5 cm. Tinggi kubah diafragma tidak boleh kurang dari
1,5 cm. Jika kurang dari 1,5 cm maka diafragma dikatakan mendatar.

Gambar 7. Diafragma pada foto toraks PA. Cara menilai tinggi kubah diafragma

- Batas jantung di kanan bawah dibentuk oleh atrium kanan. Atrium kanan bersambung
dengan mediastinum superior yang dibentuk oleh v. cava superior.
- Batas jantung disisi kiri atas dibentuk oleh arkus aorta yang menonjol di sebelah kiri
kolumna vertebralis. Di bawah arkus aorta ini batas jantung melengkung ke dalam
(konkaf) yang disebut pinggang jantung.
- Pada pinggang jantung ini, terdapat penonjolan dari arteria pulmonalis
- Di bawah penonjolan a. Pulmonalis terdapat aurikel atrium kiri (left atrial appendage)
- Batas kiri bawah jantung dibentuk oleh ventrikel kiri yang merupakan lengkungan
konveks ke bawah sampai ke sinus kardiofrenikus kiri. Puncak lengkungan dari ventrikel
kiri itu disebut sebagai apex jantung.
- Aorta desendens tampak samar-samar sebagai garis lurus yang letaknya para-vertebral
kiri dari arkus sampai diafragma.

35
Gambar 8. Radioanatomi foto toraks PA

- Apeks paru terletak di atas bayangan os clavikula.


- Lapangan atas paru berada di atas iga 2 anterior, lapangan tengah berada antara iga 2-4
anterior dan lapangan bawah berada di bawah iga 4 anterior.

Radioanatomi toraks proyeksi lateral


- Di belakang sternum, batas depan jantung dibentuk oleh ventrikel kanan yang merupakan
lengkungan dari sudut diafragma depan ke arah kranial. Kebelakang, lengkungan ini
menjadi lengkungan aorta.
- Bagian belakang batas jantung dibentuk oleh atrium kiri. Atrium kiri ini menempati
sepertiga tengah dari seluruh batas jantung sisi belakang. Dibawah atrium kiri terdapat
ventrikel kiri yang merupakan batas belakang bawah jantung.
- Batas belakang jantung mulai dari atrium kiri sampai ventrikel kiri berada di depan
kolumna vertebralis. Ruangan di belakang ventrikel kiri disebut ruang belakang jantung
(retrocardiac space) yang radiolusen karena adanya paru-paru.
- Aorta desendens letaknya berhimpit dengan kolumna vertebralis.

Gambar 9. Radioanatomi foto toraks Lateral kiri

Paru kanan terdiri dari 3 lobus yaitu:


- Lobus superior kanan (right upper lobe/ RUL)
- Lobus media kanan (right middle lobe/ RML)

36
- Lobus inferior kanan (right lower lobe/ RLL)

Gambar 10. Radioanatomi lobus paru kanan radiografi toraks PA dan lateral

Paru kiri terdiri dari 2 lobus


- Lobus superior kiri (Left upper lobe/ LUL) dan lingula
- Lobus inferior kiri (Left lower lobe/ LLL)

Gambar 11. Radioanatomi lobus paru kiri radiografi toraks PA dan lateral

Mediastinum terdiri dari :


- Mediastinum superior (dari aperture toracis sampai arcus aorta)
- Mediastnum anterior (daerah antara sternum dengan pericardiumsisi anterior)
- Mediastinum media (jantung)

37
- Mediastinum posterior (pericardium sisi posterior sampai vertebra)

Gambar 12. Radiografi toraks lateral. Mediastinum

Cara pengukuran Cardio Thoracic Ratio (CTR)


- Ditarik garis M yang berjalan di tengah-tengah kolumna vertebralis torakalis.
- Garis A adalah jarak antara M dengan batas jantung sisi kanan yang terjatuh.
- Garis B adalah jarak antara M dengan batas kiri jantung yang terjatuh.
- Garis transversal C ditarik dari dinding toraks sisi kanan ke dinding toraks sisi kiri. Garis
ini melalui sinus kardiofrenikus kanan. Bila sinus-sinus kardiofrenikus ini tidak sama
tingginya, maka garis C ditarik melalui pertengahan antara kedua sinus itu. Ada pula
yang menarik garis C ini dari sinus kostofrenikus kanan ke sinus kostofrenikus kiri.
Perbedaan kedua cara ini tidak begitu besar, sehingga dapat dipakai semuanya.

Gambar 13. Cara mengukur CTR

Rumus:

38
Pada radiografi toraks PA dewasa dengan bentuk tubuh yang normal, CTR kurang dari 50%. Pada
umumnya jantung mempunyai batas radio-anatomis sebagai berikut:
- Batas kanan jantung letaknya para-sternal, Bila kita memakai garis A, maka garis A ini
panjangnya tidak lebih dari 1/3 garis dari M ke dinding toraks kanan.
- Batas jantung sisi kiri terletak di garis pertengahan klavikula (mid-clavicular line).
- Batas dari arkus aorta, yaitu batas teratas dari jantung, letaknya 1-2 cm di bawah tepi
manubrium sterni.

39
LEMBAR PENILAIAN KETERAMPILAN KLINIK
PENILAIAN FOTO TORAKS UNTUK SISTEM RESPIRASI

NAMA :
NIM :

Nilai
No Aspek yang dinilai
0 1 2
1 Memasang radiografi toraks ke lampu kaca
2 Identitas
3 Marker
Foto toraks PA
4 Menilai densitas foto
5 Menunjukkan iga anterior (bentuk V)
6 Menunjukkan iga posterior (bentuk A)
7 Menilai inspirasi cukup atau tidak (iga 6 anterior atau iga 10
posterior terlihat komplit)
8 Menilai simetris/ tidak radiografi toraks (simetris jika terdapat
jarak yang sama antara prosesus spinosus dan sisi medial os
clavikula kanan-kiri)
9 Menunjukkan os scapula apakah superposisi dengan toraks atau
tidak
10 Menunjukkan hillus paru
11 Menunjukkan trakea dan bronkus utama kanan kiri
12 Menunjukkan sinus kardiofrenikus
13 Menunjukkan sinus kardiofrenikus
14 Menunjukkan diafragma
15 Mengukur tinggi kubah diafragma
16 Menyebutkan batas jantung sambil menunjukkannya di foto
toraks PA
- Atrium kanan
- Arcus aorta
- Pinggang jantung
- Aurikel atrium kiri
- Ventrikel kiri
- Apeks jantung
Foto toraks lateral
17 Menunjukkan hillus paru
18 Menunjukkan sinus kostofrenikus
19 Menunjukkan diafragma
20 Menjelaskan batas rongga mediastinum
21 Menyebutkan batas jantung sambil menunjukkannya di foto
toraks lateral
- Ventrikel kanan
- Atrium kiri
- Ventrikel kiri
22 Melakukan pengukuran jantung (Cardio-Thoracic Ratio)

40
Keterangan Skor : 0=Tidak dilakukan sama sekali
1=Dilakukan dengan perlu perbaikan
2=Dilakukan dengan sempurna

Nilai : Skor Total X 100 = ……………


42

Lhokseumawe,………………….20
Instruktur Mahasiswa,

(………………………….) (……..………….…………)
NIP: NIM:

41
KONSELING BERHENTI MEROKOK

Konseling berasal dari kata counsel yang artinya memberikan saran, melakukan diskusi
dan pertukaran pendapat. Konseling adalah suatu kegiatan bertemu dan berdiskusinya seseorang
yang membutuhkan (klien) dan seseorang yang memberikan (konselor) dukungan dan dorongan
sedemikian rupa sehingga klien mempunyai keyakinan akan kemampuan dalam pemecahan
masalah. Pentingnya konseling untuk membantu klien dalam program berhenti merokok
disebabkan oleh berbagai hal, di antaranya :
1. Banyak perokok kesulitan berhenti karena ketergantungan nikotin.
2. Berhenti merokok menyebabkan gejala withdrawal, yang membuat klien relaps di saat
berusaha berhenti merokok.
3. Karena gejala withdrawal berlangsung 2-4 minggu, maka sangat penting untuk bisa
membantu klien di bulan pertama program berhenti merokok

Manfaat berhenti merokok :


1. Manfaat kesehatan ; memperlambat penurunan VEP1, menurunkan risiko infeksi, stroke ,
penyakit jantung dan kematian
2. Manfaat sosial dan mental : menjadi lebih disiplin, percaya diri dan menjadi lebih
menarik
3. Manfaat ekonomi : dapat lebih berhemat, menjaga stabilitas keuangan keluarga dll

Kendala Berhenti merokok :


1. Biologis
a. Adiksi Nikotin
b. Efek withdrawal ; cemas mudah tersinggung, insomnia dll
2. Psikologis dan prilaku
3. Lingkungan Sosial

Kesiapan untuk berhenti merokok.


Tingkat kesiapan pasien dalam berhenti merokok:
1. Stage I : Tidak Siap berhenti merokok dalam satu bulan kedepan.
2. Stage II : Siap Berhenti merokok dalam satu bulan kedepan.
3. Stage III : Sedang proses berhenti merokok dalam kurun waktu 6 bulan.
4. Stage IV : Sudah berhenti merokok lebih dari 6 bulan.

Gambar. 1. Alogaritma penatalaksanaan pasien sesuai status merokok

42
Dalam melakukan konseling berhenti merokok bagi klien yang siap untuk berhenti merokok,
dilakukan intervensi singkat dengan menggunakan pendekatan 5A yaitu :
1. Ask = identifikasi tentang status dan situasi merokok klien.
2. Assess = nilai kesiapan klien untuk berhenti merokok.
3. Advise = beri anjuran/nasihat dengan pesan yang jelas dan tegas sesuai situasi klien.
4. Assist = bantu klien untuk berhenti merokok dengan identifikasi kesiapan berhenti merokok:
 Tidak siap berhenti : berikan motivasi singkat dengan pendekatan 5R.
 Siap berhenti : desain program berhenti merokok.
 Sedang dalam proses berhenti : mencegah relaps.
5. Arrange = menyusun strategi tindak lanjut yaitu jadwal konseling berikutnya (follow up).

Gambar. 2. Algoritma untuk pasien yang siap untuk berhenti merokok

Bagi klien tidak siap berhenti merokok bisa diberikan motivasi singkat dengan pendekatan
5R yaitu :
1. Relevance = kaitkan merokok dengan dampak negatif terhadap kesehatan, manfaat, ekonomi,
dan kehidupan orang di sekitar klien.
2. Risk = minta klien untuk menjabarkan sendiri bahaya yang muncul dari merokok, baik risiko
akut, jangka panjang dan terhadap lingkungan di sekitar klien.
3. Reward = klien diajak mengidentifikasi manfaat yang dapat diperoleh dari berhenti merokok.
4. Roadblocks = tanyakan dan jelaskan kepada klien mengenai kemungkinan hambatan yang
dapat muncul dari upaya berhenti merokok.
5. Repetition = dukungan secara terus-menerus (berulang) saat klien kontrol untuk memberikan
motivasi dan memberitahu hal-hal yang harus dilakukan agar berhasil.

Pada fasilitas kesehatan dengan jumlah pasien yang besar konseling untuk berhenti merokok
dapat dilakukan dengan cepat tanpa memakan banyak waktu. metode sederhana yang dapat
digunakan adalah metode ABC yaitu Ask, Brief, dan Cessation support. Secara cepat yang dapat
dilakukan adalah :
 Ask : Tanyakan dan dokumentasikan status merokok pasien.
 Brief advise : berikan nasehat tentang bahaya merokok, nasehat tersebut harus bersifat
personal sesuai dengan permasalahan pasien. Hargai pasien yang sudah pernah mencoba
untuk berhenti merokok serta dokumentasikan nasehat yang diberikan.

43
 Cessation Support (dukungan berhenti merokok) : bila pada klinik yang mempunyai unit
berhenti merokok maka dapat langsung dilakukan edukasi untuk berhenti merokok,
sedang pada fasilitas yang tidak punya dapat langsung merujuk ke fasilitas yang memiliki
unit berhenti merokok.

44
PENUNTUN BELAJAR KONSELING BERHENTI MEROKOK

45
1. PERSIAPAN PERTEMUAN
 Penampilan pemeriksa
 Waktu yang cukup
 Tempat yang aman

46
2. SAAT KONSELING
 Memperlihatkan sikap yang ramah, mengucapkan salam
 Perkenalkan diri melalui jabat tangan
 Menciptakan suasana yang bersahabat dalam rangka membina sambung rasa
 Menggunakan bahasa yang mudah dipahami
 Menjadi pendengar yang baik
 Memberi kesempatan kepada klien untuk memberikan respons
 Konseling dimulai dengan konselor memperkenalkan diri kemudian menanyakan data
umum klien yaitu : Nama, Umur, Alamat, Status perkawinan, Pekerjaan, dan Tingkat
pendidikan.
 Bagi klien yang siap berhenti merokok, dilakukan diskusi untuk mengumpulkan
informasi dan identifikasi status dan situasi merokok dengan pendekatan 5A :
1. Ask (tanyakan)
- “Apakah Anda pernah/sedang merokok?”
- “Berapa batang rokok yang Anda konsumsi setiap hari?”
- “Sejak usia berapa Anda mulai merokok?”
- “Berapa kali Anda pernah berusaha berhenti merokok?”
- “Gangguan kesehatan apa yang dialami akibat merokok?”
Menanyakan dua pertanyaan untuk menilai tingkat ketergantungan nikotin dengan HSI
(heavy smoking index)
a. Berapa batang rokok yang dihisap dalam 1 hari
 1-10 (skor 0)
 11-20 (skor 1)
 21-30 (skor 2)
 > 30 (skor 3)
b. Berapa lama setelah bangun tidur merokok?
 5 menit (skor 3)
 6-30 menit (skor 2)
 31-60 menit (skor 1)
 >60 (Skor 0)
Jika skor HIS > 4 , pasien memerlukan strategi khusus karena memiliki risiko untuk
timbul gejala withdrawal seperti anxietas dan cepat marah, gelisah dan gangguan tidur.
Atau dapat juga menanyakan dengan menggunakan Fagerstom Test
2. Advise (anjurkan/nasihati)
- “Bapak, sangat penting bagi Bapak untuk berhenti merokok. Kami dapat
membantu Bapak untuk berhenti merokok dengan program yang ada di
Puskesmas/RS ini.”
- “Sangat penting bagi Anda untuk berhenti merokok. Lebih cepat, lebih baik. Dan
saya bisa membantu Anda.”
- “Sebagai dokter Bapak, saya sangat menekankan bahwa berhenti merokok
merupakan usaha yang paling baik untuk meningkatkan kualitas kesehatan
Bapak. Saya pribadi dan seluruh staff disini siap membantu Bapak.”
- “Jika Bapak terus merokok, akan berdampak sangat buruk pada penyakit asma
Bapak.”
- “Perokok ringan sekalipun tetap berbahaya bagi kesehatan, jadi Bapak sebaiknya
segera berhenti merokok.”
- “Saya menyadari bahwa berhenti merokok itu tidak mudah. Tapi ini adalah
langkah yang sangat penting untuk kesehatan Anda dan keluarga, saat ini mapun
di masa depan. Saya bisa membantu Anda untuk merencanakan program
berhenti merokok.”

47
3. Assess (evaluasi)
Dapat dilakukan dengan melihat tanggapan klien setiap saat konseling atas
pertanyaan tentang keinginan untuk berhenti merokok : “Apakah Bapak mau untuk
berhenti merokok sekarang?”
Ada 2 kemungkinan respons klien yang akan kita dapatkan :
a. Ingin berhenti merokok sekarang
b. Tidak ingin berhenti merokok
Kedua respons ini akan menentukan bantuan yang dapat diberikan oleh konselor.

4. Assist (bantu)
Berdasarkan hasil evaluasi, maka tindakan bantuan yang diberikan tergantung pada
keinginan klien untuk berhenti merokok.
Bagi klien yang siap berhenti merokok sekarang :
- Sediakan program berhenti merokok untuk klien yang ingin mengikuti program
intensif
- Bantu klien untuk menyusun rencana berhenti merokok
- Berikan informasi tambahan bagi klien yang termasuk dalam salah satu
populasi khusus
- Apabila diperlukan, rekomendasikan untuk menggunakan obat yang telah
disetujui : varenicline tartrate, bupropion slow release, nicotine replacement
therapy
- Beri dukungan sosial untuk mendorong klien melanjutkan program berhenti
merokok yang dijalani
- Beri informasi tambahan yang akan menguatkan klien untuk menjalani
program berhenti merokok, termasuk nomor telepon Puskesmas/klinik/RS atau
nomor handphone konselor yang dapat dihubungi
Bagi klien yang tidak ingin berhenti merokok :
- Lakukan langkah 5R

5. Arrange (susun tindak lanjut)


- Susunlah rencana untuk memastikan komunikasi/kontak tindak lanjut dari
setiap langkah yang sudah dilakukan, baik dilakukan dengan tatap muka
maupun melalui telepon
- Komunikasi/kontak tindak lanjut harus segera dilakukan setelah klien berhenti
merokok, sedapat mungkin dalam minggu pertama setelah berhenti merokok.
Rencanakan waktu untuk komunikasi/kontak tindak lanjut berikutnya
- Pada klien yang sudah berhenti merokok : Berikan ucapan “Selamat”,
tegaskan keputusan klien untuk berhenti merokok sudah benar, ingatkan klien
akan manfaat berhenti merokok, evaluasi perkembangan dan kendala yang
dihadapi, evaluasi kepatuhan klien terhadap terapi farmakologi yang diberikan
dan masalah yang berhubungan dengan efek terapi farmakologi, antisipasi
relaps (kambuh) dengan mendiskusikan masalah yang timbul seperti
stress/alkohol/dll, motivasi klien untuk memanfaatkan dukungan sosial dari
lingkungan sekitar termasuk komunikasi melalui nomor telepon yang
disediakan
- Pada klien yang merokok kembali : nyatakan “Empati”, gali alasan mengapa
klien gagal, jadikan pengalaman ini sebagai pelajaran untuk program berhenti
merokok berikutnya, dan berikan dukungan motivasi agar klien siap untuk
mengikuti program berhenti merokok lagi
- Pada klien yang belum berhenti merokok : gali alasan klien untuk menunda

48
berhenti merokok, dan bantuk klien menyusun waktu untuk berhenti merokok,
kemudian lakukan pendekatan 5R
 Bagi klien yang tidak ingin berhenti merokok, dibutuhkan suatu intervensi yang didesain
agar perokok tersebut dapat berhenti merokok dengan keinginan sendiri. Harapan ini
dapat dicapai melalui pendekatan yang disebut dengan 5R :
1. Relevance
Kaitkan merokok dengan dampak negatif terhadap kesehatan dan manfaat ekonomi
yang diperoleh jika klien berhenti merokok, selain itu kaitkan juga pada kehidupan
orang sekitar klien, misalnya asma anak klien akan semakin sering kambuh apabila
klien tidak berhenti.
2. Risk
Minta klien untuk menjabarkan sendiri bahaya yang muncul dari merokok :
• Risiko akut misalnya napas pendek, asma
• Risiko jangka panjang misalnya serangan jantung, stroke, tumor, PPOK, kanker
paru, impotensi
• Risiko terhadap lingkungan misalnya tingginya kemungkinan kanker paru pada
anak-anak, tingginya kasus anak merokok, risiko asma, infeksi saluran napas dan
gangguan pada telinga tengah.
3. Reward
Klien diajak mengidentifikasi manfaat yang dapat diperoleh dari merokok selama ini
kemudian coba juga identifikasi mengenai manfaat apa saja dari berhenti merokok
misalnya manfaat dari sisi kesehatan, meningkatkan usia harapan hidup, menghemat
uang, manfaat kepada lingkungan, manfaat kesehatan kepada anak dan bebas dari
kecanduan.
4. Roadblock
Tanyakan kepada klien mengenai kemungkinan hambatan yang dapat muncul dari
upaya berhenti merokok, misalnya teman-teman yang masih merokok atau keinginan
yang kuat untuk merokok kembali. Hambatan yang biasa muncul adalah withdrawal
effect, ketakutan akan gagal, berat badan meningkat, kurang dukungan, depresi,
berada di lingkungan perokok, hasrat berlebih karena menikmati rokok dan
pengetahuan yang kurang berkaitan dengan pilihan program.
5. Repetition
Dukungan motivasi dilakukan secara terus menerus pada saat klien melakukan
kontrol. Strategi menghadapi klien yang pernah gagal dalam upayanya berhenti
merokok adalah dengan memberi motivasi misalnya seseorang yang sekarang
berhasil berhenti merokok juga pernah gagal berulang-ulang. Klien harus diberitahu
yang harus dilakukan agar berhasil.

49
Media dan alat bantu pembelajaran
a. Daftar panduan beajar edukasi berhenti merokok
b. Kuesioner berhenti merokok
c. CO analyzer
d. Alat peraga tentang bahaya merokok
e. Meja dan kursi konsultasi, status penderita , pulpen dan pensil

Metode pembelajaran
1. Demonstrasi sesuai dengan daftar panduan belajar
2. Ceramah
3. Diskusi
4. Partisipasi aktif dalam skill lab (simulasi)
5. Evaluasi melalui check list/daftar tilik dengan sistem skor

50
LAMPIRAN 1: Status berhenti merokok

KLINIK BERHENTI MEROKOK


CATATAN KLIEN
IDENTITAS
Nama : ______________________________________
Jenis Kelamin : ______________________________________
Tanggal : ______________________________________
Umur/tgl lahir : ______________________________________
NO RM : ______________________________________
Alamat : ______________________________________
Pekerjaan : ______________________________________
Pendidikan : ______________________________________
Status pernikahan :__________________ Jumlah Anak : ________ orang
No telp/ HP : ______________________________________
Diagnosis : ______________________________________

Topik Uraian
I. Riwayat keluarga yang merokok ASK
(riwayat merokok, penyakit yang
berhubungan dengan rokok)

II. Identifikasi masalah ASK


a. Usia mulai merokok
b. Alasan mulai merokok
c. Lama merokok (tahun)
d. Jumlah rokok/hari/tahun Indeks Brinkman : .............
Skor HORN : .................
Skor Fagerstorm: ...............
III. Riwayat berhenti merokok sebelumnya ASK
a. Jumlah usaha berhenti
b. Kapan usaha terakhir
c. Jumlah hari bebas rokok
d. Metoda berhenti
e. Masalah yang dihadapi
f. Alasan mulai merokok kembali
IV. Tingkat Perilaku ADVISE/ ASSESS
a. Tingkat kesiapan (lingkari Sedang memutuskan/kebulatan niat/ persiapan/
jawaban) aksi/pemeliharaan
b. Tingkat motivasi
(1=tidak termotivasi; 10=sangat
termotivasi)
c. Alasan ingin berhenti
d. Tanggal mulai berhenti
V. Intervensi ASSIST
Cara berhenti merokok □ seketika (cold turkey)
Pilihan terapi berhenti merokok □ bertahap
□ penundaan

□ Farmakologi

51
□ Non Farmakologi
VI. Tanggal pertemuan berikutnya ARRANGE

Klien : .................................... Tanda tangan : ............................

Konselor : ............................... Tanda tangan:.............................

52
LAMPIRAN 2 : TEST MANDIRI PROFIL PEROKOK (HORN)

(Untuk setiap pernyataan, lingkarilah angka yang paling sesuai dengan gambaran pengalaman
anda, dari 5-selalu hingga 1-tidak pernah)

Selalu Sering Kadang Jarang Tidak


pernah
A. Saya merokok agar terjaga/ berpikir
5 4 3 2 1
lebih baik.
B. Merokok adalah menyenangkan dan
5 4 3 2 1
menenangkan.
C. Ketika Saya kehabisan rokok, saya
hampir selalu tidak dapat menahan/ 5 4 3 2 1
mentoleransinya.
D. Bagian dari nikmat merokok
dimulai dari langkah saya menyalakan 5 4 3 2 1
api.
E. Saya merokok secara otomatis tanpa
5 4 3 2 1
menyadarinya.
F. Saya menyalakan rokok ketika saya
5 4 3 2 1
sedih/ marah/ khawatir akan sesuatu.
G. Saya merokok agar lebih terlihat
5 4 3 2 1
lebih tenang/ menarik/ populer.
H. Saya merokok agar saya merasa
5 4 3 2 1
lebih gembira/ hidup.
I. Saya merasa merokok dapat
5 4 3 2 1
menyenangkan.
J. Saya harus merokok begitu saya
5 4 3 2 1
terbangun
K. Bagian dari nikmatnya merokok
adalah ketika melihat asap 5 4 3 2 1
dihembuskan.
L. Kadang saya mendapatkan diri saya
sedang merokok tanpa ingat bahwa saya 5 4 3 2 1
telah menyalakannya.
M. Ketika saya merasa ”sedih” atau
ingin menghindari diri dari masalah 5 4 3 2 1
saya, saya merokok.
N. Saya merokok ketika orang/ teman
saya/ anggota keluarga di sekitar saya 5 4 3 2 1
merokok
O. Saya merokok agar mendapatkan
5 4 3 2 1
perasaan ”tinggi”
P. Saya paing ingin merokok ketika
5 4 3 2 1
saya merasa nyaman dan relaks.
Q. Saya merasakan ”lapar” rokok
ketika saya belum merokok dalam 5 4 3 2 1
beberapa waktu.
R. Saya merasa tidak nyaman tanpa
5 4 3 2 1
sebatang rokok di tangan saya.

53
S. Saya merokok di tempat tertentu
atau ketika saya melakukan aktivitas 5 4 3 2 1
tertentu.
T. Ketika saya merasa tidak nyaman,
5 4 3 2 1
saya menyalakan rokok.
U. Saya merokok agar menjadi bagian
5 4 3 2 1
”dalam” keramaian

Penilaian
Gunakan tabel berikut ini untuk menghitung skor:
i. Masukkan angka yang dilingkari untuk setiap pernyataan pada tempat yang telah disediakan,
letakkan angka yang dilingkari untuk penyataan A pada baris A, untuk pernyataan B pada
baris B dan seterusnya.
ii. Jumlahkan 3 skor horisontal pada setiap baris (contoh: penjumlah skor pada baris A, H dan
O akan menghasilkan skor total untuk kategori stimulasi)

+ + = Skor 10 atau lebih mengindikasikan


A H O stimulasi suatu faktor penting yang
mempengaruhi perilaku merokok. Skor-
+ + = skor ini membantu dalam
B I P kesenangan mengidentifikasikan berbagai faktor
yang terkait dalam ketergantungan
merokok sehingga klien dan konselor
+ + =
dapat memperoleh pilihan adaptif atau
C J Q craving menambahkan sesuatu guna
menyeimbangkan hilangnya berbagai
+ + = Perilaku Fisiologis dan Psikologis
D K R pegangan akibat merokok

+ + =
E L S kebiasaan

+ + =
F M T stres

+ + =
G N U sosial

54
LAMPIRAN 3 : KUESIONER TOLERANSI FAGERSTROM

1 Berapa banyak rokok yang anda hisap dalam satu hari?

1-10 ..................................................................................................... (0)


11-20 ....................................................................................................(1)
21-30 ....................................................................................................(2)
31 atau lebih ........................................................................................ (3)
2 Seberapa cepat anda menyalakan rokok pertama anda setelah anda terjaga?
Dalam 5 menit ...................................................................................... (3)
6 hingga 30 menit .................................................................................(2)
31 hingga 60 menit ...............................................................................(1)
Setelah 60 menit ...................................................................................(0)
3 Rokok mana yang paling anda tidak relakan untuk dihentikan?
Rokok pertama pada pagi hari ..............................................................(1)
Lainnya ..................................................................................................(0)
4 Apakah anda merokok lebih banyak dalam dua jam pertama hari anda
daripada sisa hari anda?
Tidak .......................................................................................................(0)
Ya ............................................................................................................(1)
5 Apakah anda kesulitan menahan rasa ingin merokok di tempat yang dilarang
seperti bangunan umum, pesawat terbang atau di tempat kerja?
Tidak .......................................................................................................(0)
Ya ............................................................................................................(1)
6 Apakah anda masih merokok ketika anda sakit berat sehingga anda harus
berbaring dalam sebagian besar waktu anda?
Tidak .......................................................................................................(0)
Ya ............................................................................................................(1)
POIN TOTAL

Skor Fagerstrom:
0-5 ketergantungan rendah
6-10 ketergantungan sedang
11-15 ketergantungan tinggi

55
LAMPIRAN 4

PENILAIAN STADIUM PERUBAHAN PERILAKU


1. Apakah anda merencanakan untuk 4. ”Pernahkah anda berhasil berhenti
berhenti merokok dalam 6 bulan ke merokok dalam periode 1 hari hingga 6
depan? bulan terakhir ini?”

□ Tidak (belum berhenti □ Tidak (persiapan) berhenti


memikirkannya) disini □ Ya (tindakan) disini
□ Ya (memikirkannya) lanjut ke P.2 lanjut ke P.5

2. Bila ya, ”Apakah anda merencanakan 5. ”Pernahkah anda bebas merokok selama
berhenti di bulan depan?” enam bulan atau lebih (hingga 5
tahun)?”

□ Tidak (memikirkannya) berhenti □ Tidak (kambuh) berhenti


□ Ya (persiapan) disini □ Ya (pemeliharaan) disini
lanjut ke P.3 lanjut ke P.6

3. Bila ya, ”Apakah anda mencoba berhenti ”Apakah anda mengalami hilangnya
dalam satu tahun terakhir ini atau keinginan secara total dan apakah anda
membuat beberapa perubahan seperti 100% yakin dalam situasi yang sebelumnya
mengurangi rokok atau menunda rokok merupakan risiko tinggi?”
pertama anda?”

□ Tidak (memikirkannya) berhenti □ Tidak (pemeiharaan) berhenti


□ Ya (persiapan) disini □ Ya (terminasi) disini
lanjut ke P.4 akhir
penilaian

LAMPIRAN 5 : INDEKS BRINKMAN

56
Indeks brinkman
Perkalian jumlah rokok (batang) yang dihisap perhari dikalikan lama (tahun) merokok.
Ringan : < 200
Sedang : 200 - 600
Berat : > 600

LEMBAR PENILAIAN KETERAMPILAN KLINIK

57
EDUKASI BERHENTI MEROKOK

NAMA :
NIM :
NILAI
No Aspek yang dinilai
0 1 2
1 Memberikan salam pembuka dan memperkenalkan diri,
2 Menanyakan identitas pasien
3 Menanyakan penilaian awal
4 Melakukan edukasi berhenti merokok pada perokok yang ingin
berhenti merokok
5 Melakukan edukasi pada perokok yang belum siap berhenti
merokok
6 Melakukan edukasi pada bekas perokok
7 Melakukan pendekatan singkat berhenti merokok
TOTAL

Keterangan : 0 = tidak dilakukan


1 = dilakukan tapi tidak benar/ tidak lengkap
2 = dilakukan dengan benar/ lengkap

Nilai : Skor Total X 100 = ……………


14
Lhokseumawe,…………………….2016
Instruktur Mahasiswa,

(………………………….) (…….………….…………)
NIP: NIM:

58
RUJUKAN

1. Adams. 1987. Textbook of Physical Diagnosis. Ed ke-7. Williams & Wilkins


2. Argen AC, Bass DH. Resuscitation, Dalam: Heese de V, penyunting. Handboook of
pediatrics. Ed ke-4. Cape Town: Oxford University Press; 1995. h. 1-13.
3. Berg RA. Pediatric Cardiopulmonary Resuscitation, Dalam: Helfaer MA, Nichols DG,
penyunting. Rogers’ handbook of pediatric intensive care. Ed ke-4. Philadelphia: lippincott
Williams Wilkins; 2009. h. 14-22.
4. Balitbangkes. Riset Kesehatan Dasar. 2007.
5. Balitbangkes. Riset Kesehatan Dasar. 2013.
6. Global Strategy For Diagnosis, Management and Prevention of COPD (GOLD) 2012.
7. Lynn. S. Bickley; 2003. Bates Guide to Physical Examination and History taking. Ed ke-8.
Lippincott.
8. Rubertsson S. Cerdiopulmonary resuscitation. Dalam: Grenvik A, Ayres SM, Holbrook PR,
Shoemakaer WC, penyunting. Pocket companion to textbook of critical care. Philadelphia:
WB Sunders, co; 1996. h. 1-29.
9. Perhimpunan dokter paru Indonesia. Berhenti merokok. Pedoman Penatalaksanaan untuk
dokter di Indonesia. PDPI. Jakarta. 2011.
10. Viliers FPR. Practical management of pediatric emergencies. Ed ke-2. Johannesberg:
Departement of Pediatrics Child Health University of the Witwatersrand; 1993.
11. V. Brussasco, R. Crapo, G. Viegi. ATS/ESR task Force. Standaritation of Lunt Function
Testing. Eur Repir J 2005; 26:153-56.

59
PEMERIKSAAN FISIK KELENJAR TIROID
I. PENGANTAR
Modul ini dibuat untuk mahasiswa dengan tujuan mencapai kemampuan tertentu
dalam pemeriksaan fisis kelenjar Tiroid (gondok). Pemeriksaan terdiri dari kegiatan inspeksi,
palpasi dan auskultasi. Seorang dokter harus mampu melakukan pemeriksaan Kelenjar Tiroid
karena pembesaran kelenjar tiroid berhubungan dengan Diagnosis berbagai penyakit
Tiroid seperti akibat insufisiensi iodium, inflamasi, hipertiroid (Grave Disease) dan
neoplasma tiroid.
II. TUJUAN PEMBELAJARAN
A. Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah menyelesaikan blok ini mahasiswa mampu menegakkan diagnosis gangguan
hormon Tiroid secara klinis praktis dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik
kelenjar tiroid, meliputi inspeksi, palpasi dan auskultasi serta menegakkan diagnosis dan
penatalaksanaan kelainan hormon dan reproduksi dengan pendekatan dokter keluarga
B. Tujuan Pembelajaran Khusus:
Mahasiswa mampu melakukan:
1. Menginformasikan kepada pasien tentang tujuan dari pemeriksaan.
2. Menginformasikan kepada pasien agar melakukan apa yang diinstruksikan oleh
pemeriksa.
3. Dapat melakukan pemeriksaan anamnesis, inspeksi, palpasi dan auskultasi kelenjar
Tiroid
4. Dapat menentukan derajat pembesaran K elenjar Tiroid.
5. Dapat melaporkan keadaan Kelenjar Tiroid tersebut, yaitu meliputi, ukuran,
konsistensi, suhu dan warna kulit diatasnya, noduler atau difusa, ada atau tidak ada
nyeri, ada atau tidak ada perlengketan serta ada atau tidak adanya bising pembuluh
darah (bruit).
6. Dapat menetapkan status fungsi Kelenjar Tiroid (eutiroid/hipertiroid) dengan
menggunakan Indeks Wayne dan New Castle.

III. STRATEGI PEMBELAJARAN


1. Latihan dengan instruktur
2. Responsi
3. Bekerja kelompok
4. Bekerja dan belajar mandiri
IV. PRASYARAT
1. Sebelum berlatih mahasiswa harus menguasai ilmu dasar anatomi, histologi, fisiologi,
biokimia kelenjar Tiroid pada tubuh manusia.
2. Sebelum memeriksa kelenjar Tiroid, mahasiswa harus mengetahui penyakit-penyakit
Tiroid atau penyakit yang berhubungan dengan kelenjar Tiroid

V. TEORI
1. PENDAHULUAN
Pada kegiatan skills lab ini akan dipelajari bagaimana memeriksa penderita
dengan dugaan kelainan kelenjar Tiroid. Sebagai dasar tentulah dipahami anatomi dan
letak kelenjar tersebut di badan kita. Berapa ukuran normalnya?. Pembuluh darah
manakah yang memberi vaskularisasi dan diinervasi oleh syaraf apakah kelenjar ini?.
Ada tiga komponen yang diharapkan dilakukan oleh dokter dalam mengelola
pasien : menegakkan diagnosis, memberi pengobatan dalam arti luas serta memantau
pengobatan tersebut. Penegakan diagnosis maupun pemantauan pasien dapat dikerjakan
secara anamnesis dan pemeriksaan fisik, secara biokimia yang rasional dan bila
diperlukan menggunakan alat penunjang.

60
2. ANAMNESIS
Dalam anamnesis ditanyakan mengenai pembesaran didaerah leher depan, adanya
keluhan-keluhan hipertiroid (seperti selalu kepanasan, keringatan, makin kurus, dll).
Disamping itu apakah ada merasakan nyeri atau tanda-tanda penekanan (seperti
gangguan menelan, sesak nafas, suara serak). Apakah terdapat anggota keluarga atau
tetangga yang menderita penyakit yang sama?.

3. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik Kelenjar Tiroid merupakan bagian dari pemeriksaan umum
seorang penderita. Dalam memeriksa leher seseorang, struktur leher lainnya pun harus
diperhatikan. Ada beberapa alasan untuk hal ini, pertama sering struktur ini tertutup
atau berubah oleh keadaan kelenjar Tiroid, kedua metastasis Tiroid sering terjadi ke
kelenjar limfe leher dan ketiga banyak juga kelainan leher yang sama sekali tidak
berhubungan dengan gangguan Kelenjar Tiroid. Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik
sistematik juga diperlukan, sebab dampak yang ditimbulkan oleh gangguan fungsi
Kelenjar Tiroid melibatkan hampir seluruh organ tubuh, sehingga pengungkapan detail
kelainan organ lainnya sangat membantu menegakkan maupun mengevaluasi gangguan
kelainan penyakit Kelenjar Tiroid. Pemeriksaan Kelenjar Tiroid meliputi inspeksi, palpasi
dan auskultasi.
A. Inspeksi
Waktu memeriksa kelenjar Tiroid hendaknya dipastikan arah sinar yang tepat,
sehingga masih memberi gambaran jelas pada kontur, relief, tekstur kulit maupun
benjolan. Demikian pula harus diperhatikan apakah ada bekas luka operasi. Dengan dagu
agak diangkat, perhatikan struktur di bagian bawah-depan leher. Kelenjar Tiroid normal
biasanya tidak dapat dilihat dengan cara inspeksi, kecuali pada orang yang amat kurus,
namun apabila dalam keadaan tertentu ditemukan deviasi trachea atau dilatasi vena maka
harus curiga kemungkinan adanya gondok substernal. Biasanya dengan inspeksi saja kita
dapat menduga adanya pembesaran Kelenjar Tiroid yang lazim disebut gondok.
Gondok yang agak besar dapat dilihat, namun untuk memastikan serta melihat
gambaran lebih jelas maka pasien diminta untuk membuat gerakan menelan (oleh karena
Tiroid melekat pada trachea ia akan tertarik keatas bersama gerakan menelan).
Manuver ini cukup diagnostik untuk memisahkan apakah satu struktur leher tertentu
berhubungan atau tidak dengan Tiroid. Sebaliknya apabila struktur kelenjar Tiroid
tidak ikut gerakan menelan sering disebabkan perlengkapan dengan jaringan sekitarnya.
Untuk ini dipikirkan kemungkinan radang kronik atau keganasan Tiroid.
B. Palpasi
Dalam menentukan besar, bentuk konsistensi dan nyeri tekan Kelenjar Tiroid maka
palpasi merupakan jalan terbaik dan terpenting. Ada beberapa cara, tergantung dari
kebiasaan pemeriksa. Syarat untuk palpasi Tiroid yang baik adalah menundukkan leher
sedikit serta menoleh ke arah Tiroid yang akan diperiksa (menoleh kekanan untuk
memeriksa Tiroid kanan, maksudnya untuk memberi relaksasi otot
sternokleidomastoideus kanan). Pemeriksa berdiri didepan pasien atau duduk setinggi
pasien.
Sebagian pemeriksa lebih senang memeriksa Tiroid dari belakang pasien. Apapun
yang dipilih langkah pertama ialah meraba daerah Tiroid dengan jari telunjuk (dan atau 3
jari) guna memastikan ukuran, bentuk, konsistensi, nyeri tekan dan simetri. Untuk
mempermudah meraba Tiroid, kita dapat menggeser laring dan Tiroid ke satu sisi dengan
menggunakan ibu jari atau jari tangan lain pada kartilago Tiroid. Kedua Tiroid diperiksa
dengan cara yang sama sambil pasien melakukan gerakan menelan.

61
Gambar 1. Pemeriksaan palpasi Kelenjar Tiroid

Dalam menentukan besar, bentuk konsistensi dan nyeri tekan kelenjar Tiroid
maka palpasi merupakan jalan terbaik dan yang terpenting. Ada beberapa cara,
tergantung dari kebiasaan pemeriksa. Syarat untuk palpasi Tiroid yang baik adalah
menundukan leher sedikit serta menoleh kearah Tiroid yang akan diperiksa (menoleh ke
kanan untuk memeriksa Tiroid kanan, maksudnya untuk memberi relaksasi otot
sternokledomastoideus kanan). Pemeriksaan berdiri didepan pasien atau duduk setinggi
pasien. Sebagian pemeriksa lebih senang memeriksa Tiroid dari belakang pasien. Apapun
yang dipilih langkah pertama ialah meraba daerah Tiroid dengan jari telunjuk (dan atau 3
jari) guna memastikan ukuran, bentuk, konsistensi, nyeri tekan dan simetri. Untuk
mempermudah meraba Tiroid, kita dapat menggeser laring dan Tiroid ke satu sisi dengan
menggunakan ibu jari atau jari tangan lain pada kartilago Tiroid. Kedua Tiroid diperiksa
dengan cara yang sama sambil pasien melakukan gerakan menelan. Palpasi lebih mudah
dilakukan pada orang kurus, meskipun pada orang gemuk Tiroid yang membesar juga
dapat diraba dengan mudah
Palpasi lebih mudah dilakukan pada orang kurus, meskipun pada orang gemuk
Tiroid yang membesar juga dapat diraba dengan mudah. Ukuran Tiroid dapat
dinyatakan dalam bermacam-macam cara :
a. Misalnya dapat diterjemahkan dalam ukuran volume (cc) dibandingkan dengan

62
ukuran volume ibu jari pemeriksa
b. Ukuran lebar dan panjang (… cm x …. cm) atau ukuran berat (……gram jaringan
dengan perbandingan ibu jari pemeriksa yang sudah ditera sendiri berdasarkan
volume air yang tergeser oleh ibu jari dan volume dikaitkan dengan berat daging
dalam gram)
c. Mengukur luas permukaan kelenjar dapat digunakan sebagai ukuran besarnya Tiroid
d. Gradasi pembesaran kelenjar Tiroid untuk keperluan epidemiologi (untuk menentukan
prevalensi gondok endemik) menggunakan klasifikasi Perez atau modifikasinya.
Umumnya wanita mempunyai Kelenjar Tiroid lebih besar sehingga lebih mudah diraba.
Tujuan menggunakan metode ini ialah mendapat angka statistik dalam
mengendalikan masalah gondok endemik dan kurang Yodium, dengan cara yang
reploducible. Klasifikasi awal (Perez 1960) adalah sebagai berikut :
Derajat 0 : Subjek tanpa gondok
Derajat 1 : Subjek dengan gondok yang dapat diraba (palpable)
Derajat 2 : Subjek dengan gondok terlihat (visible)
Derajat 3 : Subjek dengan gondok besar sekali, terlihat dari beberapa cm.

Dalam praktik masih banyak dijumpai kasus dengan gondok yang teraba
membesar tetapi tidak terlihat. Untuk ini dibuat subklas baru yaitu derajat IA dan
derajat IB.
Derajat IA : Subjek dengan gondok teraba membesar tetapi tidak terlihat
meskipun leher sudah ditengadahkan maksimal.
Derajat IB : Subjek dengan gondok teraba membesar tetapi terlihat dengan sikap
kepala biasa, artinya leher tidak ditengadahkan.
Adapun kriteria untuk menyatakan bahwa gondok membesar ialah apabila
lobus lateral Tiroid sama atau lebih besar dari falang akhir ibu jari tangan pasien
(bukan jari pemeriksa). Dalam sistem klasifikasi ini setiap nodul perlu dilaporkan
khusus (pada survei GAKI dapatan ini mempunyai arti tersendiri).
Apabila dalam pemeriksaan survei populasi ditemukan nodularitas artinya
ditemukan nodul pada lobus kelenjar Tiroid, maka temuan ini perlu dilaporkan
secara khusus. Kista kita duga apabila pada rabaan berbentuk hemisferik,
berkonsistensi kenyal, dengan permukaan halus. Gondok keras sering ditemukan
pada Tiroiditis kronik atau keganasan pada gondok, kenyal atau lembek pada struma
colloides dan pada defisiensi Yodium. Nyeri tekan atau nyeri spontan dapat dijumpai
pada radang atau infeksi (Tiroiditis autoimun, virus atau bakteri) tetapi dapat juga
karena peregangan mendadak kapsul Tiroid oleh hemoragi ke kista, keganasan atau
malahan dapat ditemukan pada hipertiroidisme.

63
Pita ukuran seperti gambar diatas kadang digunakan untuk menilai secara kasar
perubahan ukuran kelenjar, membesar, tetap atau mengecil selama pengobatan atau
observasi. Dalam pengobatan penyakit Graves pengecilan kelenjar diawal pengobatan
memberikan indikasi respon baik sedangkan pembesaran menandakan adanya
overtreatment obat anti Tiroid (terjadi hipotiroidisme → TSH naik → stimulasi dan
lingkar leher membesar). Namun ini biasanya terlambat 2 minggu sesudah perubahan
biokimia.
Palpasi juga berguna dalam menentukan pergeseran trachea (bisa karena
trachea terdesak atau tertarik sesuatu). Cari massa yang menyebabkan pergeseran
dengan cara palpasi. Rabalah pembesaran imfonodi yang dapat merupakan petunjuk
penyebaran karsinoma kelenjar Tiroid ke kelenjar limfe regional. Khusus perhatikan
limfonodi sepanjang daerah trachea yang menutupi trachea, kartilago krikoid,
kartilago Tiroid di linea mediana (disebut upper pretracheal node atau delphian
group) dan limfonodi mastoid yang terdapat di sudut radang bawah, raba pula
kalau ada pembesaran vena.

Gambar 2. Lokasi kelenjar Tiroid.

64
C. Auskultasi
Tidak banyak informasi yang dapat disumbangkan oleh auskultasi Tiroid, kecuali
untuk mendengarkan bruit, bising pembuluh di daerah gondok yang paling banyak
ditemukan pada gondok toksik (utamanya ditemukan di lobus kanan Tiroid, ingat
vaskularisasinya).

Menegakkan Diagnosis Klinis Penyakit Graves/Hipertiroid


Diagnosis penyakit Graves diawali dengan mencurigai tanda-tanda hipertiroidisme yang
ditegaskannya dengan indeks klinis Wayne dan New Castle. Indeks Wayne ini merupakan
cara sederhana menegakkan diagnosis secara klinis, dapat membedakan antara keadaan
klinis hipertiroidisme dengan eutiroidisme bukan dengan hipotiroidisme. Dari indeks ini
yang menempati posisi penting adalah gejala dan tanda : usia, bising gondok dan jumlah
nadi permenit, tremor serta ada tidaknya faktor psikologis yang memicu keadaan.
Dengan indeks-indeks ini dapat ditegakkan diagnosis klinis namun untuk
memastikannya diperlukan pemeriksaan lainnya yaitu konfirmasi laboratorik. Maksud dari
frequent checking pada indeks Wayne adalah keraguan pasien, misalnya ia berkali-kali
mencheck apa pintu sudah dikunci, lampu sudah dimatikan, kran sudah ditutup dan
sebagainya.
Dari praktek kita bisa mulai anamnesis dan memeriksa fisik berdasarkan indeks
diagnostik Wayne maupun New Castle dengan menggunakan variabel dengan nilai beda
besar. Contohnya, usia, kepekaan atas suhu, berat badan, nafsu makan, permukaan
gondok, bising gondok, nadi filbrasi atrium. Secara klinis diagnosis dapat dinyatakan
dalam indek yang keakuratannya sejalan dengan pemeriksaan laboratorium apabila
dilaksanakan dengan teliti. Dari indeks Wayne dapat dibedakan dengan orang normal.
Langkah berikutnya memastikan diagnosis hipertiroidisme dengan berbagai cara
(laboratorik dan penunjang lain). Diagnosis penyakit Graves umumnya mudah ditegakkan
dengan ditemukannya kombinasi gejala dan tanda mata, gondok serta beberapa tanda khas
hipertiroidisme.

Gambar 3. Penonjolan Mata (eksoftalmus)


pada hipertiroid (graves disease)

65
Gambar 4. Pembesaran kelenjar gondok
Tabel 1. Indeks Diagnostik Wayne dan perbandingannya kasus hipertiroidisme dengan
kontrol
Nilai Toxic Kontrol Nilai Toxic Kontrol
Gejala apabila Tanda apabila
Pos Neg % % Pos Neg % %
Dyspneu +1 81 40 Gondok +3 87 11
Palpitasi +2 75 26 Difus -3 49 11
Kelemahan +2 80 31 Noduler 32 0
Suka dingin +5 73 41 Adenoma 4 0
single
Suka panas -5 Bising tiroid +2 -2
Keringat +3 68 31 Eksoftalmus +2 34 2
lebih
Nervous 59 21 Lid lag +1 62 16
Makan +3 32 2 Hiperkinesus +4 -2 39 9
tambah
Makan -3 13 3 Tremor +1 66 26
kurang tangan
Berat turun +3 52 2 Tangan +1 -1 72 22
keringat
Berat naik -3 4 16 Tangan panas +2 -2 76 44
Diare 8 0 Fibrilasi +4 19 0
atrium
Konstipasi 15 21 Nadi 66 19
rerata/menit
Mensis 3 6 Nadi reguler +3 100 78
banyak >90
Mensis 18 5 80 – 90 0 0
sedikit
Abortus +2 <80 -3
Wayne EJ.Clinical and metabolic studies in thyroid disease .Brit med J, 1:78, 1960.Klinis

66
dianggap ada hipertiroidi apabila skor yang diperoleh mencapai 20 atau lebih, kurang dari 10
tidak ada hipertiroidi klinis dan antara 10-19 dianggap meragukan
Tabel 2. Indeks diagnostic New Castle
Item Grade Score Item Grade Score
Age of onset 15-24 0 Hyperkinesis present 4
25-34 4 absent 0
35-44 8 Fine finger tremor present 7
45-55 12 absent 0
55 16 Pulse rate >90/m 16
Psychological presipitant present -5 80-90 8
absent 0 <80 0
Frequent checking present -3 Thyroid bruit present 18
absent 0 absent 0
Severe anticipatory anxiety present -3 Exopthalmus present 9
absent 0 absent 0
Increased appetite present 5 Lid retraction present 2
absent 0 absent 0
Goiter present 3
absent 0
 Gurney C.Owen SG. Hall R et al.New Castle Thyrotoxicosis Index. Lancet ii : 1275,1970
 Euthyrold range – 11 to + 23, doubtful range + 24 to + 39 and toxic range + 40 to + 80

IV. PROSEDUR KERJA


A. TAHAP PERSIAPAN:
1. Alat dan sarana:
 Mistar kecil atau meteran kain
 Ruangan pemeriksaan yang nyaman dan cukup cahaya.
 Stetoscope
2. Pasien simulasi dari mahasiswa.
B. TAHAP PELAKSANAAN
a. Pembuka dan Mempersiapkan Pemeriksaan pasien
1. Memberikan salam pembuka saling memperkenalkan diri
2. Menginformasikan kepada pasien tentang tujuan pemeriksaan, serta
meminta untuk melakukan apa yang diinstruksikan oleh pemeriksa.
3. Mempersiapkan ruangan nyaman, cukup cahaya, meteran dan stetoscope.
b. Melakukan anamnesis sehubungan penyakit kelenjar Tiroid
1. Menemukan senang udara dingin/panas, m enemukan banyak/kurang keringat
2. Menemukan keluhan penurunan/peningkatan berat badan, nafsu makan
meningkat/menurun
c. Melakukan Pemeriksaan Fisik sehubungan penyakit kelenjar Tiroid
1. Menemukan kegelisahan atau mata menonjol (inspeksi dari samping)
2. Mengambil posisi dibelakang/samping pasien, Meminta posisi kepala pasien
sesuai kebutuhan, Mengukur lingkaran leher, Mengukur besar kelenjar Tiroid
3. Meminta pasien menelan sewaktu inspeksi/palpasi, Melakukan palpasi dengan
jari-jari digeser-geserkan
4. Melakukan auskultasi diatas kelenjar Tiroid

C. TAHAP INTERPRETASI
Membuat Interpretasi

67
1. Menentukan grade pembesaran kelenjar
2. Mencatat dan melaporkan hasil pemeriksaan meliputi: Menentukan
difus/noduler, konsistensi kelenjar, adanya nyeri tekan, ukuran kelenjar dan lingkar
lehernya, Suhu dan Warna kulit, Perlengketan ke sekitarnya.
3. Menentukan status klinis fungsi Tiroid dengan menggunakan indeks Wayne
4. Menentukan status klinis fungsi Tiroid dengan menggunakan indeks New Castle

68
Kepustakaan
ed
1. Adams. Textbook of Physical Diagnosis.17 .Williams & Wilkins.1987.
2. Delp MH, Manning RT. Major Diagnosis Fisik. Terjemahan Moelia Radja Siregar.
EGC 1996
3. Lynn. S. Bickley; Bates Guide to Physical Examination and History taking, 8 th
Edition, Lippincott 2003.
4. Zubir N. Pemeriksaan abdomen. Dalam: Acang N, Zubir N, Najirman,
Yuliwansyah R, Eds. Buku Ajar Diagnosis Fisik. Penerbit Bagian Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Andalas, Padang. 2008

69
LEMBAR PENILAIAN KETERAMPILAN KLINIK
PEMERIKSAAN FISIK KELENJAR TIROID
Nama :
NIM :
Tanggal :
SKOR
No Point penilaian
1 2 3 4
Pembuka dan Mempersiapkan Pemeriksaan pasien
1 Memberikan salam pembuka saling memperkenalkan
2 diri*
Menginformasikan kepada pasien tentang tujuan pemeriksaan,
serta meminta untuk melakukan apa yang diinstruksikan oleh
pemeriksa
3 Mempersiapkan ruangan nyaman, cukup cahaya, meteran dan
stetoscope.*

Melakukan anamnesis sehubungan penyakit kelenjar Tiroid


4 Menemukan senang udara dingin/panas, Menemukan
banyak/kurang keringat
5 Menemukan keluhan penurunan/peningkatan berat badan,
nafsu makan meningkat/menurun
Melakukan Pemeriksaan Fisik sehubungan penyakit kelenjar Tiroid
6 Menemukan kegelisahan atau mata menonjol (inspeksi dari
samping)
7 Mengambil posisi dibelakang/samping pasien, Meminta posisi
kepala pasien sesuai kebutuhan, mengukur besar kelenjar
Tiroid
8 Meminta pasien menelan sewaktu inspeksi/palpasi,
Melakukan palpasi dengan jari-jari digeser-geserkan

9 Melakukan auskultasi diatas kelenjar Tiroid

Membuat Interpretasi
10 Menentukan grade pembesaran kelenjar
11 Mencatat dan melaporkan hasil pemeriksaan
meliputi: Menentukan difus/noduler, konsistensi kelenjar,
adanya nyeri tekan, ukuran kelenjar, suhu dan warna kulit,
perlekatan ke sekitarnya
12 Menentukan status klinis fungsi Tiroid dengan
menggunakan indeks Wayne
13 Menentukan status klinis fungsi Tiroid dengan
menggunakan indeks New Castle
TOTAL SKOR
Keterangan :
Skor 1 : Tidak dilakukan
Skor 2 : Dilakukan dengan banyak kesalahan/dilakukan*
Skor 3 : Dilakukan dengan sedikit kesalahan
Skor 4 : Dilakukan dengan sempurna

Nilai Keterampilan rata-rata = total skor /48 x 100 % = ……….

Lhokseumawe, ………………….2016
Instruktur

( .................................................)
PEMBERIAN INSULIN PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TANPA
KOMPLIKASI
I. PENDAHULUAN
Insulin adalah hormon yang digunakan untuk mengobati diabetes Melitus.
Injeksi insulin adalah pemberian insulin eksogen ke dalam jaringan subkutan.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


1. Tujuan Pembelajaran Umum
Keterampilan teknik injeksi insulin dirancang untuk menyiapkan mahasiswa
agar mampu dan terampil dalam melakukan tindakan injeksi insulin secara baik dan
benar.
2. Tujuan Pembelajaran Khusus
a. Mahasiswa mengetahui berbagai jenis insulin
b. Mahasiswa mengetahui berbagai cara pemberian insulin (delivery mode)
c. Mahasiswa mengetahui lokasi dan cara penyuntikan insulin
d. d.Mahasiswa dapat melakukan pemberian indulin menggunakan vial dan syringe
e. Mahasiswa dapat melakukan pemberian insulin pen

III. WAKTU DAN TEMPAT


- Waktu : 2 x 50 menit
- Tempat : Ruang skill lab

IV. STRATEGI PEMBELAJARAN


1. Responsi
2. Bekerja Kelompok
3. Bekerja dan belajar mandiri

V. TEORI
Indikasi Penyuntikan insulin
1. Semua penyandang DM tipe I memerlukan insulin eksogen karena produksi
insulin oleh sel beta tidak ada atau hampir tidak ada.
2. Penyandang DM tipe II tertentu mungkin membutuhkan insulin bila terapi jenis lain
tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah.
3. Keadaan stress berat, seperti pada infeksi berat, tindakan pembedahan, infark
miokard akut atau stroke.
4. DM gestasional dan penyandang DM yang hamil membutuhkan insulin bila diet saja
tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah.
5. Ketoasidosis diabetik.
6. Hiperglikemik hiperosmolar non ketotik.
7. Penyandang DM yang mendapat nutrisi parenteral atau yang memerlukan suplemen
tinggi kalori, untuk memenuhi kebutuhan energi yang meningkat, secara bertahap
akan memerlukan insulin eksogen untuk mempertahankan kadar glukosa darah
mendekati normal selama periode resistensi insulin atau ketika terjadi peningkatan
kebutuhan insulin.
8. Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat.
9. Kontra indikasi atau alergi terhadap obat hipoglikemi oral.
Hal-hal yang perlu diperhatikan;
1. Vial insulin yang tidak digunakan sebaiknya disimpan dilemari es.
2. Periksa vial insulin tiap kali akan digunakan (misalnya : adanya perubahan warna).
3. Pastikan jenis insulin yang akan digunakan dengan benar.
4. Insulin dengan kerja cepat (rapid-acting insulin) harus diberikan dalam 15 menit
sebelum makan. Interval waktu yang direkomendasikan antara waktu pemberian
injeksi dengan waktu makan adalah 30 menit.
5. Sebelum memberikan terapi insulin, periksa kembali hasil laboratorium (kadar
gula darah).
6. Amati tanda dan gejala hipoglikemia dan hiperglikemia.
VI. JENIS INSULIN
Sebelum menyuntikkan insulin, harus diketahui dahulu farmakokinetik insulin apa
yang akan digunakan. Pemberian insulin yang tepat waktu akan memberikan hasil terapi yang
optimal.

Farmakokinetik sediaan insulin yang umum digunakan


Profil Kerja (jam)
Awal Puncak
Rapid-Acting Insulins
Insulin aspart (Novorapid) 0.2 – 0.5 0.5 – 2
Insulin gluilisine (Apidra) 0.2 – 0.5 0.5 – 2
Insulin lispro (Humalog) 0.2 – 0.5 0.5 – 2
Short Acting Insulins
Regular human insulin 0.5 - 1 2–3
(Humulin R, Actrapid)
Long-Acting Insulins
Insulin detemir 1–3 Tanpa puncak
Insulin glargine 1–3 Tanpa puncak
Intermediate-Acting Insulins
Neutral Protamine Hagedorn 1.5 – 4 4 – 10
(Humulin N, Insulatard)
Premixed
NPH/R 70/30 0.5 – 1 3 – 12
NPH/R 50/50 0.5 – 1 3 – 12
Insulin protamine aspart/aspart 70/30 0.2 – 0.5 1–4
Insulin protamine lispro/lispro 75/25 0.2 – 0.5 1 -4

VII. CARA PEMBERIAN INSULIN


Ada beberapa cara pemberian insulin :
1. Insulin syringe
2. Insulin pen
3. Insulin pump
Pemberian insulin syringe dan pen saat ini yang paling lazim digunakan.
Pemberian dengan syringe dimana insulin berada dalam kemasan vial secara prinsip
hampir sama dengan pemberian obat yang lain. Yang membedakan adalah syringe
yang khusus hanya diperuntukkan bagi insulin.
VIII. LOKASI DAN TEKNIK PENYUNTIKAN INSULIN
Insulin diinjeksikan di lapisan
lemak subkutan agar bisa diabsorbsi
dengan baik dan bekerja dengan optimal.
Pemilihan lokasi injeksi akan
mempengaruhi kecepatan absorbsi
insulin. Lokasi dengan absorbsi terbaik
ada di daerah abdomen (beri jarak lebih
kurang 2 inchi dari umbilicus), kemudian
lengan dan paha bagian luar, serta pantat.
Area injeksi : abdomen (3 jari di sekeliling umbillikus) (fast speed), deltoid
(medium speed), paha anterior (slower speed), area scapulae (medium speed) pada
punggung belakang, ventrogluteal dan dorsogluteal bagian atas (slower speed)

Pada lokasi dimana timbunan lemak cukup banyak, injeksi insulin dapat dilakukan
dengan membentuk sudut 90°, sedangkan pada daerah dengan ketebalan lemak yang lebih
sedikit perlu dilakukan injeksi membentuk sudut 45° dengan dibuat sedikit lipatan kulit agar
injeksi tidak mencapai lapisan otot. Ukuran jarum juga mempengaruhi kedalaman injeksi,
sehingga untuk jarum dengan panjang ≥ 8 mm harus dibuat lipatan kulit.

Rotasi lokasi injeksi juga menjadi hal yang penting diperhatikan terutama bagi pasien
diabetes yang menggunakan injeksi insulin 3-4 kali perhari. Rotasi lokasi injeksi akan
mempengaruhi absorbsi insulin sehingga menjadi lebih ‘konsisten’ dan mengurangi risiko
terbentuknya jaringan parut. Rotasi lokasi injeksi dapat dilakukan dengan cara membagi satu
lokasi menjadi beberapa kuadran, dimana masing-masing kuadran digunakan untuk satu
minggu dan diputar searah jarum jam. Jarak injeksi satu dengan yang lain dalam satu kuadran
minimal 1 cm.
Komplikasi Penyuntikan Insulin:
1. Hipoglikemia
2. Lipoatrofi
3. Lipohipertrofi
4. Alergi sistemik atau lokal
5. Sepsis
Persiapan Alat :
1. Spuit insulin / insulin pen
2. Vial insulin.
3. Kapas + alkohol / alcohol swab.
4. Handscoen bersih.

IX. INSULIN VIAL AND SYRINGE

1. Persiapan alat dan bahan : insulin vial, syringe, kapas alcohol, tempat untuk
membuang jarum (sharp container).
2. Mencuci tangan.

Bersihkan tutup karet vial.


3.
Lepas penutup jarum (needle cap) pada syringe.
4.

Tarik plunger ke bawah sampai pada angka unit insulin


yang akan diinjeksikan.

5.
6. Lepas penutup jarum (needle cap) pada syringe.

Injeksikan jarum ke dalam vial kemudian dorong plunger ke


bawah (akan mendorong udara di dalam syringe masuk ke dalam
vial sehingga mencegah terbentuknya bagian hampa udara atau
vacuum dalam syringe).

7.
8. Dengan posisi jarum masih di dalam vial, putar botol dan syringe kearah
bawah dan tarik plunger sampai pada angka unit insulin yang akan
diinjeksikan.

9. Sebelum mencabut syringe dari vial, perhatikan apakah ada gelembung udara
di dalam barrel. Bila didapatkan gelembung udara, dorong kembali plunger
ke atas, kemudian tarik kembali plunger ke arah bawah dengan perlahan.
Lepaskan syringe dari vial. Gelembung udara di dalam barrel akan
mempengaruhi dosis insulin yang kita berikan.
Check Dose

10.

11. Tentukan lokasi injeksi insulin, kemudian lakukan proses


disinfektan menggunakan kapas alcohol dan tunggu sampai
kering.

Menyiapkan insulin pen pada penggunaan pertama

Memasang jarum insulin pen

Mengecek aliran insulin (priming)

X. INSULIN PEN
1. Persiapan alat dan bahan : pen device, jarum untuk pen, tempat membunag
jarum (sharp container).
2. Mencuci tangan.
3. Perhatikan jenis insulin yang akan digunakan. Jika menggunakan ‘cloudy
insulin’ harus dilakukan proses mixing terlebih dahulu.

4. Pasang jarum pen dengan cara seperti pada gambar. Sebaiknya gunakan
jarum yang baru setiap kali akan melakukan injeksi.

5. Untuk menghindari terbentuknya gelembung udara di dalam pen, putar


dosage button/knob ke angka 2, kemudian tekan plunger sampai dose
selector nya kembali ke angka 0.
6. Untuk mengatur dosis insulin yang akan digunakan, dose selector harus
berada pada posisi angka 0, kemudian putar dosage button/knob sesuai
dengan dosis yang akan diberikan.
7. Injeksikan insulin tegak lurus ke dalam lapisan subkutan, bila perlu dengan
membuat ‘skin fold’ terlebih dahulu.
8. Tekan plunger (pastikan jarum benar-benar masuk ke dalam kulit) sampai
dose selector menunjukkan angka 0. Setelah hitungan ke-10 lepaskan jarum
dari kulit, pasang kembali inner protective cap dari jarum, kemudian jarum
diputar untuk dilepas dan selanjutnya dibuang pada tempat yang telah
disediakan. Pasang kembali penutup insulin pen.

LEMBAR PENILAIAN KETERAMPILAN KLINIK


TEKNIK INJEKSI INSULIN
Nama :
NIM :
Tanggal :
SKOR
No Prosedur Tindakan
1 2
1 Mencuci tangan
2 Menyiapkan insulin dari vial dan aspirasi sebanyak dosis yang
3 diperlukan
Siapkan klien dan bantu pada posisi nyaman untuk injeksi
4 Jelaskan tujuan prosedur pemberian obat pada klien
5 Jaga privasi klien (gunakan sampiran)
Pilih area injeksi yang tepat. Hindari area kulit yang terdapat
6 jaringan parut,kemerahan, memar, bengkak, melepuh dan terdapat lesi
atau infeksi
Melakukan rotasi tempat/lokasi penyuntikan insulin. Lihat
7
catatan perawat
8 sebelumnya.
Gunakan sarung tangan
Bersihkan kulit dengan kapas alkohol secara sirkuler dari bagian tengah
9
ke luar ± 5 cm
Siapkan spoit injeksi :
10 a. Buka penutup jarum
b. Keluarkan udara dari dalam spoit jika ada
Menyuntikkan insulin secara subcutan dengan tangan yang domin secara
11
lembut dan
12 perlahan.
Mencabut jarum dengan cepat (jangan diusap).
13 Buang spoit dan jarumnnya dengan aman pada tempatnya
14 Lepaskan sarung tangan dan cuci tangan
Dokumentasikan:
15
Obat yang diberikan, waktu, dosis, dan rute pemberian obat
Evaluasi :
16 a. Evaluasi respon klien
b. Lakukan follow up terhadap efek obat yang mungkin terjadi

1= Tidak Dilakukan
2 = Dilakukan
Nilai :Jumlah Checklist x 100
16

Lhokseumawe, 2016
Instruktur

(
)

LEMBAR PENILAIAN KETERAMPILAN KLINIK


PROSEDUR MENYIAPKAN INSULIN PEN

Nama :
NIM :
Tanggal :

SKOR
No Prosedur Tindakan
1 2
1 Mencuci tangan
Menyiapkan insulin (insulin Pen): cek tanggal kadaluarsa, warna
2
insulin, kejernihan (sesuai jenis insulin), adanya endapan.
Penggunaan pertama kali:
a. Gulung insulin pen pada telapak tangan sebanyak 10-15 kali
secara perlahan (10- 15 detik)
3
b. Kemudian gerakkan pen ke atas dan ke bawah, lakukan
sampai suspen cairan tercampur rata (lakukan tindakan ini
setiap kali akan injeksi)
Memasang jarum insulin pen:
a. Buka protective tab dari jarumnya kemudian pasang ke
insulin pen (jarum ini dilindungi oleh inner needle cap (tutup
4
jarum dalam) dan big outer needle cap (tutup jarum luar))
b. Tarik atau lepaskan tutup jarum luar dan dalamnya. Jangan
membuang tutup jarum luar.
Mengecek aliran insulin (priming):
a. Atur dosis insulin pada angka 2 unit.
b. Balikkan insulin pen sehingga jarum menghadap atas,
5 kemudian ketuk-ketuk agak tidak ada udara dan gelembung.
c. c. Masih jarum menghadap atas, tekan push-button sampai
dosisnya 0 unit. (Cairan insulin harus keluar. Jika tidak, ganti
jarum dan ulangi prosedur tidak lebih dari 6 kali).
Tulis tanggal dan waktu kadaluarsa (4 minggu setelah dibuka) pada
6
insulin pen

Keterangan Skor
1= Tidak dilakukan
2 = Dilakukan
Nilai :Jumlah Checklist x 100
12
Lhokseumawe, 2016

Instruktur
( )
KK 2.6 TA 2015-2016

EDUKASI PADA PENDERITA DIABETES MELITUS (DM)

I. PENGANTAR
Modul ini dibuat untuk mahasiswa dengan tujuan mencapai kemampuan tertentu
dalam edukasi pasien Diabetes Melitus. Seorang dokter harus mampu melakukan
kegiatan edukasi baik primer, sekunder maupun tersier pada pasien dengan
Diabetes Melitus dengan atau tanpa komplikasi. Keterampilan komunikasi
merupakan domain utama dalam modul ini.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


1. Tujuan Pembelajaran Umum
Mahasiswa memahami dan mampu melakukan kegiatan edukasi kepada penderita
Diabetes Melitus.
2. Tujuan Pembelajaran Khusus
Mahasiswa mampu untuk :
1) Melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik pada penderita diabetes melitus
2) Memilih pemeriksaan laboratorium, radiologi dan penunjang lainnya dalam
menegakkan diagnosis
3) Melakukan rujukan dan konsultasi terhadap diagnosis dan penatalaksanaan
diabetes Melitus serta komplikasinya
4) Melakukan pemantauan perkembangan penyakit dan kemajuan terapi
farmakologik dan non farmakologik

III. STRATEGI PEMBELAJARAN


1. Latihan dengan instruktur
2. Responsi
3. Bekerja kelompok
4. Bekerja dan belajar mandiri

IV. TEORI
1. Pendahuluan
Diabetes Melitus merupakan penyakit kronik yang akan diderita seumur hidup.
Dalam pengelolaan diabetes Melitus terdapat 4 pilar utama, yaitu : perencanaan makan,
kegiatan jasmani, penggunaan obat dan penyuluhan/edukasi. Edukasi sangat penting bagi
orang dengan diabetes. Edukasi merupakan dasar utama pengobatan dan pencegahan
diabetes yang sempurna. Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan
prilaku telah terbentuk dengan mapan. Keberhasilan pengelolaan diabetes mandiri
membutuhkan partisipasi aktif pasien, keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan
mendampingi pasien dalam menuju perubahan prilaku. Untuk mencapai keberhasilan
perubahan prilaku, dibutuhkan edukasi yang komprehensif dan upaya peningkatan
motivasi.
Edukasi kepada pasien dan keluarganya guna memahami lebih jauh tentang
perjalanan penyakit DM, pencegahan, penyulit DM, dan penatalaksanaannya akan sangat
membantu meningkatkan keikutsertaan mereka dalam usaha memperbaiki hasil
pengelolaan. Dengan edukasi, diharapkan orang dengan diabetes dapat merawat dirinya
secara mandiri. Sesuai definisi WHO, promosi kesehatan adalah proses atau upaya
pemberdayaan masyarakat untuk dapat memelihara dan meningkatkan kesehatannya.
2. Edukator
Dalam memberikan edukasi, seorang edukator atau pemberi penyuluhan perlu
memiliki sifat empati, yaitu kemampuan memahami apa yang dirasakan orang lain.
Prinsip yang perlu diperhatikan pada proses edukasi diabetes adalah:
1) Memberikan dukungan dan nasehat yang positif serta hindari terjadinya kecemasan.
2) Memberikan informasi secara bertahap, dimulai dengan hal-hal yang sederhana
3) Lakukan pendekatan untuk mengatasi masalah dengan melakukan simulasi.

84
KK 2.6 TA 2015-2016

4) Diskusikan program pengobatan secara terbuka, perhatikan keinginan diabetisi.


Berikan penjelasan secara sederhana dan lengkap tentang program pengobatan yang
diperlukan oleh diabetisi dan diskusikan hasil pemeriksaan laboratorium.
5) Lakukan kompromi dan negosiasi agar tujuan pengobatan dapat diterima.
6) Berikan motivasi dengan memberikan penghargaan
7) Libatkan keluarga/ pendamping dalam proses edukasi
8) Perhatikan kondisi jasmani dan psikologis serta tingkat pendidikan pasien dan
keluarganya
9) Gunakan alat bantu audio visual
Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu dilakukan sebagai bagian
dari upaya pencegahan dan merupakan bagian yang sangat penting dari pengelolaan DM
secara holistik. Materi edukasi terdiri dari materi edukasi tingkat awal dan materi edukasi
tingkat lanjutan. Edukasi yang diberikan kepada pasien meliputi pemahaman tentang:
a. Materi edukasi pada tingkat awal adalah:
1) Perjalanan penyakit DM
2) Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM
3) Penyulit DM dan risikonya
4) Intervensi farmakologis dan non-farmakologis serta target perawatan
5) Interaksi antara asupan makanan, aktivitas fisik, dan obat hipoglikemik oral atau
insulin serta obat-obatan lain
6) Cara pemantauan glukosa darah dan pemahaman hasil glukosa darah atau urin
mandiri (hanya jika pemantauan glukosa darah mandiri tidak tersedia)
7) Mengatasi sementara keadaan gawat darurat seperti rasa sakit, atau hipoglikemia
8) Pentingnya latihan jasmani yang teratur
9) Masalah khusus yang dihadapi (contoh: hiperglikemia pada kehamilan)
10) Pentingnya perawatan kaki
11) Cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan.
b. Materi edukasi pada tingkat lanjut adalah :
1) Mengenal dan mencegah penyulit akut DM
2) Pengetahuan mengenai penyulit menahun DM
3) Penatalaksanaan DM selama menderita penyakit lain
4) Makan di luar rumah
5) Rencana untuk kegiatan khusus
6) Hasil penelitian dan pengetahuan masa kini dan teknologi mutakhir tentang DM
7) Pemeliharaan/Perawatan kaki

3. Edukasi diabetes Melitus meliputi :


1. Edukasi untuk pencegahan primer
2. Edukasi untuk pencegahan skunder
3. Edukasi untuk pencegahan tersier
1) Edukasi untuk pencegahan primer
Edukasi ditujukan kepada kelompok masyarakat yang mempunyai risiko tinggi dan
kelompok prediabetes.
a. Faktor risiko diabetes
Faktor risiko diabetes sama dengan faktor risiko untuk intoleransi glukosa yaitu :
i. Faktor risiko yang tidak bisa dimodifikasi :
 Ras dan etnik
 Riwayat keluarga dengan diabetes (anak penyandang diabetes)
 Umur
Risiko untuk menderita intoleransi glukosa meningkat seiring dengan meningkatnya
usia. Usia > 45 tahun harus dilakukan pemeriksaan DM.
 Riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir bayi > 4000 gram atau riwayat pernah
menderita DM gestasional (DMG).

85
KK 2.6 TA 2015-2016

 Riwayat lahir dengan berat badan rendah, kurang dari 2,5 kg. Bayi yang lahir
dengan BB rendah mempunyai risiko yang lebih tinggi dibanding dengan bayi
lahir dengan BB normal.
ii. Faktor risiko yang bisa dimodifikasi:
 Berat badan lebih (IMT > 23 kg/m2).
 Kurangnya aktivitas fisik. v Hipertensi (> 140/90 mmHg).
 Dislipidemia (HDL < 35 mg/dL dan atau trigliserida > 250 mg/dL)
 Diet tak sehat (unhealthy diet).
Diet dengan tinggi gula dan rendah serat akan meningkatkan risiko menderita
prediabetes dan DM tipe-2.
iii. Faktor lain yang terkait dengan risiko diabetes :
 Penderita Polycystic Ovary Syndrome (PCOS) atau keadaan klinis lain yang
terkait dengan resistensi insulin
 Penderita sindrom metabolik
 Memiliki riwayat toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa
terganggu (GDPT) sebelumnya.
 Memiliki riwayat penyakit kardiovaskular, seperti stroke, PJK, PAD (Peripheral
Arterial Diseases).

Intoleransi Glukosa
Intoleransi glukosa merupakan suatu keadaan yang mendahului timbulnya
diabetes. Angka kejadian intoleransi glukosa dilaporkan terus mengalami
peningkatan. Istilah ini diperkenalkan pertama kali pada tahun 2002 oleh Department
of Health and Human Services (DHHS) dan The American Diabetes Association
(ADA). Sebelumnya istilah untuk menggambarkan keadaan intoleransi glukosa
adalah TGT dan GDPT. Setiap tahun 4-9% orang dengan intoleransi glukosa akan
menjadi diabetes. Intoleransi glukosa mempunyai risiko timbulnya gangguan
kardiovaskular sebesar satu setengah kali lebih tinggi dibandingkan orang normal.
Diagnosis intoleransi glukosa ditegakkan dengan pemeriksaan TTGO setelah puasa 8
jam. Diagnosis intoleransi glukosa ditegakkan apabila hasil tes glukosa darah
menunjukkan salah satu dari tersebut di bawah ini :
a. Glukosa darah puasa antara 100 – 125 mg/dL
b. Glukosa darah 2 jam setelah muatan glukosa ( TTGO ) antara 140-199 mg/dL.
Pada pasien dengan intoleransi glukosa anamnesis dan pemeriksaan fisik
yang dilakukan ditujukan untuk mencari faktor risiko yang dapat dimodifikasi
Materi penyuluhan edukasi primer meliputi antara lain:
a. Program penurunan berat badan. Pada seseorang yang Mempunyai risiko
diabetes dan mempunyai berat badan lebih, penurunan berat badan merupakan
cara utama untuk menurunkan risiko terkena DM tipe -2 atau prediabetes.
Beberapa penelitian menunjukkan penurunan berat badan 5-1% dapat mencegah
atau memperlambat munculnya DM tipe- 2.
b. Diet sehat. Dianjurkan diberikan pada setiap orang yang mempunyai risiko.
Jumlah asupan kalori ditujukan untuk mencapai berat badan ideal. Karbohidrat
komplek merupakan pilihan dan diberikan secara terbagi dan seimbang sehingga
tidak menimbulkan puncak (peak) glukosa darah yang tinggi setelah makan.
Mengandung sedikit lemak jenuh, dan tinggi serat larut
c. Latihan jasmani. Latihan jasmani teratur dapat memperbaki kontrol glukosa
darah, mempertahankan atau menurunkan berat badan serta dapat meningkatkan
kadar kolesterol HDL. Latihan jasmani yang dianjurkan dikerjakan sedikitnya
selama 150 menit/minggu dengan latihan aerobik sedang (mencapai 50-70%
denyut jantung maksimal), atau 90 menit/minggu dengan latihan aerobik berat
(mencapai denyut jantung >70% maksimal. Latihan jasmani dibagi menjadi 3-4
kali/minggu
d. Menghentikan merokok. Merokok merupakan salah satu risiko timbulnya
gangguan kardiovaskular. Meski merokok tidak berkaitan langsung dengan

86
KK 2.6 TA 2015-2016

timbulnya prediabetes, tetapi merokok dapat memperberat komplikasi


kardiovaskular dari prediabetes dan DM tipe-2
2) Edukasi untuk pencegahan sekunder
Edukasi sekunder diberikan kepada kelompok pasien DM baru yang bertujuan
untuk mencegah komplikasi DM. Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau
menghambat timbulnya penyulit pada pasien yang telah menderita DM. Dilakukan
dengan pemberian pengobatan yang cukup dan tindakan deteksi dini penyulit sejak awal
pengelolaan penyakit DM.
Dalam upaya pencegahan sekunder program penyuluhan memegang peran
penting untuk meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani program pengobatan dan
dalam menuju perilaku sehat. Penyuluhan untuk pencegahan sekunder ditujukan terutama
pada pasien baru. Penyuluhan dilakukan sejak pertemuan pertama dan perlu selalu
diulang pada setiap kesempatan pertemuan berikutnya. Materi penyuluhan berupa
penyuluhan pada tingkat pertama dan lanjutan. Salah satu penyulit DM yang sering
terjadi adalah penyakit kardiovaskular, yang merupakan penyebab utama kematian pada
penyandang diabetes. Selain pengobatan terhadap tingginya kadar glukosa darah,
pengendalian berat badan, tekanan darah, profil lipid dalam darah serta pemberian
antiplatelet dapat menurunkan risiko timbulnya kelainan kardiovaskular pada penyandang
diabetes.

Penyulit DM :
a. Dislipidemia pada Diabetes
i. Dislipidemia pada penyandang diabetes lebih meningkatkan risiko timbulnya
penyakit kardiovaskular. Pada pasien dewasa pemeriksaan profil lipid sedikitnya
dilakukan setahun sekali dan bila dianggap perlu dapat dilakukan lebih sering.
ii. Pada pasien yang pemeriksaan profil lipid menunjukkan hasil yang baik
pemeriksaan profil lipid dapat dilakukan 2 tahun sekali
iii. Gambaran dislipidemia yang sering didapatkan pada penyandang diabetes adalah
peningkatan kadar trigliserida, dan penurunan kadar kolesterol HDL, sedangkan
kadar kolesterol LDL normal atau sedikit meningkat.
iv. Perubahan perilaku yang tertuju pada pengurangan asupan kolesterol dan
penggunaan lemak jenuh serta peningkatan aktivitas fisik terbukti dapat
memperbaiki profil lemak dalam darah
v. Dipertimbangkan untuk memberikan terapi farmakologis sedini mungkin bagi
penyandang diabetes yang disertai dislipidemia
vi. Target terapi: Penurunan LDL
a) Pada penyandang diabetes tanpa disertai penyakit kardiovaskular: - LDL
<100 mg/dL (2,6 mmol/L)
b) Pasien dengan usia >40 tahun, dianjurkan diberi terapi statin untuk
menurunkan LDL sebesar 30-40% dari kadar awal.
c) Pasien dengan usia <40 tahun dengan risiko penyakit kardiovaskular yang
gagal dengan perubahan gaya hidup, dapat diberikan terapi farmakologis
d) Pada pasien DM dengan penyakit Acute Coronary Syndrome (ACS):
- LDL <70 mg/dL (1,8 mmol/L)
- semua pasien diberikan terapi statin untuk menurunkan LDL sebesar 30-
40%.
- trigliserida < 150 mg/dL (1,7 mmol/L)
- HDL > 40 mg/dL (1,15 mmol/L) untuk pria dan >50 mg/dL untuk wanita
Setelah target LDL terpenuhi, jika trigliserida ≥ 150 mg/dL (1,7 mmol/L) atau
HDL ≤ 40 mg/dL (1,15 mmol/L) dapat diberikan niasin atau fibrat
b. DM Hipertensi pada Diabetes
Indikasi pengobatan : Bila TD sistolik >130 mmHg dan/atau TD diastolik >80
mmHg. Sasaran (target penurunan) tekanan darah: Tekanan darah <130/80 mmHg, Bila
disertai proteinuria ≥ 1g/24 jam : < 125/75 mmHg

87
KK 2.6 TA 2015-2016

Pengelolaan:
i. Non-farmakologis: Modifikasi gaya hidup, antara lain: menurunkan berat badan,
meningkatkan aktivitas fisik, menghentikan merokok dan alkohol, serta
mengurangi konsumsi garam
ii. Pada pasien dengan tekanan darah sistolik antara 130-139 mmHg atau tekanan
diastolik antara 80-89 mmHg diharuskan melakukan perubahan gaya hidup
sampai 3 bulan. Bila gagal mencapai target dapat ditambahkan terapi
farmakologis
iii. Pasien dengan tekanan darah sistolik >140 atau tekanan diastolik >90 mmHg,
dapat diberikan terapi farmakologis secara langsung
iv. Diberikan terapi kombinasi apabila target terapi tidak dapat dicapai dengan
monoterapi.
 Catatan
- Penghambat ACE, penyekat reseptor angiotensin II (ARB = angiotensin II
receptor blocker) dan antagonis kalsium golongan non-dihidropiridin dapat
memperbaiki mikroalbuminuria.
- Penghambat ACE dapat memperbaiki kinerja kardiovaskular.
- Diuretik (HCT) dosis rendah jangka panjang, tidak terbukti memperburuk
toleransi glukosa.
- Pengobatan hipertensi harus diteruskan walaupun sasaran sudah tercapai.
- Bila tekanan darah terkendali, setelah satu tahun dapat dicoba menurunkan dosis
secara bertahap.
- Pada orang tua, tekanan darah diturunkan secara bertahap
c. Obesitas pada Diabetes
Terutama obesitas sentral secara bermakna berhubungan dengan sindrom
dismetabolik (dislipidemia, hiperglikemia, hipertensi), yang didasari oleh resistensi
insulin.
Obesitas dan diabetes meningkatkan risiko kematian akibat PJK. Penurunan 5-
10% dari berat badan dapat memperbaiki sindrom dismetabolik dan menurunkan
risiko PJK secara bermakna. Pengelolaan obesitas terutama ditujukan pada perubahan
perilaku pola makan dan peningkatan kegiatan jasmani. Apabila tidak cukup, maka
pendekatan farmakoterapi (misalnya sibutramine dan orlistat) atau terapi bedah, dapat
merupakan pilihan.
d. Gangguan koagulasi pada Diabetes
Terapi aspirin 75-160 mg/hari diberikan sebagai strategi pencegahan sekunder bagi
penyandang diabetes dengan riwayat pernah mengalami penyakit kardiovaskular dan
yang mempunyai risiko kardiovaskular lain.

3) Edukasi untuk pencegahan tersier


a. Pencegahan tersier ditujukan pada kelompok penyandang diabetes yang telah
mengalami penyulit dalam upaya mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut.
b. Upaya rehabilitasi pada pasien dilakukan sedini mungkin, sebelum kecacatan
menetap. Sebagai contoh aspirin dosis rendah (80-325 mg/hari) dapat diberikan
secara rutin bagi penyandang diabetes yang sudah mempunyai penyulit
makroangiopati.
c. Pada upaya pencegahan tersier tetap dilakukan penyuluhan
Tujuan pemberian edukasi pada diabetesi adalah terjadinya perubahan prilaku
sehingga diabetisi dapat menjalani pola hidup sehat. Perilaku yang diharapkan
adalah :
a. Mengikuti pola makan sehat
b. Meningkatkan kegiatan jasmani
c. Menggunakan obat diabetes dan obat-obat pada keadaan khusus secara aman, teratur

88
KK 2.6 TA 2015-2016

d. Melakukan pemantauan Glukosa Darah Mandiri (PGDM) dan memanfaatkan data


yang ada. PGDM dianjurkan bagi pasien dengan pengobatan insulin atau pemicu
sekresi insulin. Waktu pemeriksaan PGDM bervariasi, tergantung pada terapi. Waktu
yang dianjurkan adalah, pada saat sebelum makan, 2 jam setelah makan (menilai
ekskursi maksimal glukosa), menjelang waktu tidur (untuk menilai risiko
hipoglikemia), dan di antara siklus tidur (untuk menilai adanya hipoglikemia
nokturnal yang kadang tanpa gejala), atau ketika mengalami gejala seperti
hypoglycemic.
e. Melakukan perawatan kaki secara berkala
f. Memiliki kemampuan untuk mengenal dan menghadapi keadaan sakit akut dengan
tepat
g. Mempunyai keterampilan mengatasi masalah yang sederhana, dan mau bergabung
dengan kelompok diabetisi serta mengajak keluarga untuk mengerti pengelolaan
diabetes.
h. Mampu memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada

Edukasi dapat dilakukan secara individual dengan pendekatan berdasarkan


penyelesaian masalah. Seperti halnya dengan proses edukasi, perubahan prilaku
memerlukan perencanaan yang baik, implementasi, evaluasi dan dokumentasi.

Referensi
1. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia.Konsensus pengelolaan dan pencegahan
Diabetes Melitus Tipe 2 Di Indonesia 2006. FKUI/Rumah Sakit Umum Pusat
Nasional Dr Cipto Mengunkusumo, Jakarta,Indonesia 2006
2. Pusat Diabetes dan Lipid FKUI/RS Dr Cipto Mangunkusumo.Petunjuk Praktis
Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2. Jakarta 2001
3. WHO-Depkes RI. Konferensi Nasional Promosi Kesehatan Pemberdayaan
Masyarakat Menuju Indonesia Sehat 2010, Jakarta 2001

89
KK 2.6 TA 2015-2016

CHEK LIST EDUKASI DIABETES MELLITUS

Nama :

Nim :

Klp :

No ASPEK YANG DINILAI SKOR

1. Menjelaskan tujuan pemberian edukasi 0 1 2 3

2. Menjelaskan edukasi pencegahan primer

3. Menjelaskan edukasi pencegahan sekunder

4. Menjelaskan edukasi pencegahan tersier

5. Menunjukkan sikap empati saat sesi edukasi

Keterangan :

0 :tidak dilakukan

1 :dilakukan dan perlu banyak perbaikan

2 :dilakukan dan perlu sedikit perbaikan

3 :dilakukan dengan sempurna

Nilai = Total Skor x 100

15

Instuktur , Lhokseumawe , 2016

Mahasiswa ,

90
KK 2.6 TA 2015-2016

PEMERIKSAAN GLUKOSA URINE/ REDUKSI URINE (BENEDICT)

I. PENGANTAR
Pemeriksaan terhadap adanya glukosa urine termasuk pemeriksaan penyaring
dalam urinalisis. Prosedur ini diajarkan kepada mahasiswa agar mereka memahami
bahwa tes reduksi urine ini dapat dipakai untuk menguji adanya glukosa dalam urine
sehingga merupakan upaya diagnostik untuk mengetahui adanya peningkatan glukosa
didalam darah. Sekaligus agar mahasiswa dapat melakukan persiapan, melakukan, serta
menginterpretasikan hasil pemeriksaan ini.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


A. Tujuan Umum
Untuk memberikan keterampilan kepada mahasiswa dalam mempersiapkan, melakukan
dan menginterpretasikan tes reduksi (glukosa) urine.
B. Tujuan Khusus
1. Mampu menjelaskan pada pasien mengenai tujuan dan prosedure tes reduksi urine
2. Mampu melakukan persiapan bahan dan alat untuk tes reduksi urine
3. Mampu melakukan tes reduksi urine
4. Mampu menginterpretasikan hasil tes reduksi urine

III. STRATEGI PEMBELAJARAN


1. Demonstrasi oleh instruktur
2. Bekerja kelompok dengan pengawasan instruktur
3. Bekerja dan belajar mandiri

IV. PRASYARAT
Pengetahuan yang perlu dimiliki sebelum berlatih adalah teori proses pembentukan urina
dan komposisinya

V. TEORI
Menyatakan adanya glukosa dalam urine dapat dilakukan dengan berbagai cara. Cara
yang tidak spesifik yaitu menggunakan sifat glukosa sebagai zat pereduksi. Pada tes ini
terdapat suatu zat dalam reagen yang berubah sifat dan warnanya jika direduksi oleh glukosa.
Reagen yang banyak digunakan untuk menyatakan adanya glukosa adalah yang mengandung
garam cupri.
Diantara reagensia yang mengandung garam cupri untuk menyatakan reduksi, reagen
yang terbaik adalah larutan Benedict. Prinsip dari tes Benedict ini adalah glukosa dalam urin
akan mereduksi kuprisulfat menjadi kuprosulfat yang terlihat dengan perubahan warna dari
larutan Benedict tersebut. Tetapi harus diingat bahwa yang mempunyai sifat pereduksi tidak
hanya glukosa, monosakarida lain seperti galaktosa, fruktosa dan pentosa, disakarida seperti
laktosa dan beberapa zat bukan gula seperti asam homogentisat, formalin, salisilat kadar
tinggi terutama vitamin C dsb juga mengadakan reduksi.

VI. PROSEDUR KERJA


CARA BENEDICT
Bahan dan Alat
 Tabung Reaksi
 Lampu spiritus/water bath
 Rak tabung reaksi
 Penjepit tabung reaksi
 Reagen Benedict
 Urine

CARA KERJA

91
KK 2.6 TA 2015-2016

1) Masukkan 5 ml reagen Benedict ke dalam tabung reaksi


2) Teteskan sebanyak 5-8 tetes urine kedalam tabung tersebut
3) Masukkan tabung kedalam air mendidih selama 5 menit atau langsung dipanaskan
diatas lampu spiritus selama 3 menit sampai mendidih
4) Angkat tabung, kocok isinya dan bacalah hasil reduksinya
- : Tetap biru atau sedikit kehijau-hijauan dan agak keruh
+ : Hijau kekuning-kuningan dan keruh (sesuai dengan 0,5 - 1% glukosa
++ : Kuning kehijauan atau keruh (1 – 1,5% glukosa)
+++ : Jingga atau warna lumpur keruh (2 – 3,5% glukosa)
++++ : Merah bata atau merah keruh ( > 3,5% glukosa)

LEMBAR PENILAIAN KETERAMPILAN KLINIK


REDUKSI URIN/ BENEDICT

Nama Mahasiswa :

92
KK 2.6 TA 2015-2016

NIM :
Kelompok :
N Aspek Yang Dinilai Nilai
o
1 Menerangkan tujuan dan prosedure 1 2 3 4
2 Mempersiapkan alat-alat yang diperlukan
3 Memasukkan 5 ml reagen Benedict kedalam tabung reaksi
4 Meneteskan 5-8 tetes urine ke dalam tabung reaksi
5 Memasukkan tabung reaksi tsb ke dalam air mendidih selama 5 menit
atau langsung dipanaskan diatas lampu spiritus selama 3 menit
hingga mendidih
6 Mengangkat tabung dan mengocok isinya
7 Membaca hasil tes reduksi
Keterangan :
1= Tidak Dilakukan
2= Dilakukan dengan banyak perbaikan
3= Dilakukan dengan sedikit perbaikan
4= Dilakukan dengan sempurna

Nilai = Jumlah skor x 100


21

Lhokseumawe,
2016
Instruktur

( )

PEMERIKSAAN FISIK ABDOMEN (Lanjutan)

93
KK 2.6 TA 2015-2016

I. PENGANTAR
Pada modul keterampilan klinik sebelumnya (blok 1.4 ) sudah dipelajari tentang
pemeriksaan abdomen pendahuluan berupa inspeksi, auskultasi dan proyeksi organ
pada abdomen. Modul pada blok 2.6 ini merupakan lanjutan dari pemeriksaan fisik
abdomen berupa anamnesis kelainan sistem pencernaan, pemeriksaan palpasi dan
perkusi untuk organ Hepar, Lien, dan Ginjal serta pemeriksaan khusus untuk Nyeri
Tekan/Lepas, Asites dan Psoas sign. Modul ini dibuat untuk melengkapi kemampuan
mahasiswa dalam menguasai keterampilan anamnesis dan pemeriksaan fisik
abdomen sehingga mahasiswa dapat mencapai kemampuan tertentu dalam
pemeriksaan abdomen.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


a. Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah menyelesaikan blok ini mahasiswa harus mampu melakukan
anamnesis kelainan sistem pencernaan dan pemeriksaan fisik abdomen,
meliputi palpasi dan perkusi serta mempunyai kemampuan khusus untuk
mendeteksi kelainan khusus pada abdomen

b. Tujuan Pembelajaran Khusus


Secara khusus, mahasiswa harus mampu untuk:

1. Melakukan anamnesis kelainan sistem pencernaan (mengidentifikasi


keluhan utama dan keluhan penyerta,) baik auto maupun allo anamnesis
yang teliti dan sistematis, sesuai dengan kronologis kejadian.

2. Menginformasikan kepada pasien tentang tujuan dari pemeriksaan

3. Menginformasikan kepada pasien agar melakukan apa yang diinstruksikan


oleh pemeriksa.

4. Menyuruh pasien agar rileks dengan jalan memfleksikan sendi lutut (bila
perlu) dan mengadakan pembicaraan denganpasien

94
KK 2.6 TA 2015-2016

5. Melakukan palpasisuperficial

6. Melakukan palpasi lebih dalam untuk menemukan/meraba


hepar,vesikafelea, limpa, ginjal dan vesica urinaria

7. Melakukan perkusi untuk menentukan batas pekak antara paru danhepar

8. Melakukan pemeriksaan adanyaascites

9. Melakukan pemeriksaan adanya iliopsoas sign dan obturatorsign

III. STRATEGI PEMBELAJARAN


1. Latihan dengan instruktur
2. Responsi
3. Bekerja kelompok
4. Bekerja dan belajar mandiri

IV. PRASYARAT
1. Sebelum berlatih mahasiswa harus menguasai ilmu dasar anatomi,
histologi, fisiologi, biokimia pada sistem pencernaanmanusia.
2. Sebelum berlatih, mahasiswa harus mengetahui Penyakit-penyakit pada
sistem pencernaanmanusia.
3. Sebelum berlatih, mahasiswaharus:
- mempelajari kembali Penuntun Skillslab Blok 1.4 tentang pemeriksaan
inspeksi, auskultasi abdomen dan proyeksi organ di abdomenmanusia.
- mempelajari penuntun skills lab blok 1.5 tentang pemeriksaan
ballottement ginjal serta nyeri tekan dan nyeri ketokginjal.

V. TEORI DAN PROSEDUR KERJA


A. ANAMNESIS KELAINAN SISTEM PENCERNAAN
Untuk menentukan kelainan/ penyakit yang diderita seseorang akibat
gangguan saluran pencernaan perlu dilakukan anamnesis, baik auto

95
KK 2.6 TA 2015-2016

maupun allo anamnesis yang teliti dan sistematis, sesuai dengan


kronologiskejadian.
Anamnesis dimulai dengan keluhan utama,yakni keluhan yang
diderita seseorang, membawa dia untuk meminta pertolongan/ pengobatan
kepada dokter.Gejala klinis gangguan sistem pencernaan dapat berupa
nyeri epigastrium, mual muntah, kembung, diare, dll.
Anamnesis untuk kelainan sistem pencernaan secara garis besar
dapat dibagi atas 3 bagian, yaitu:
a. gangguan asupan(intake)
b. gangguan penyerapan(absorpsi)
c. gangguan struktur lainnya pada sistem pencernaan, baik pada sistem
pencernaan bagian atas maupun sistem pencernaan bagianbawah.
a. Gangguan asupan dapat disebabkan oleh kelainan pada sistem pencernaan itu
sendiri ataupun yang berasal dari luar sistem pencernaan. Gangguan pada sistem
pencernaan misalnya:
- Adanya gangguan menelan. Gangguan menelan, dapat akibat adanya
kelainan pada orofaring,seperti:
o adanya faringitis akut, tonsilitis,tumor
- gangguan pada esofagus meliputi esofagitis, striktur esofagus, atresia
esofagus, akhalasia, tumor danlain-lain.
- Kelainan pada lambung juga akan mengakibatkan makanan yang sudah
ditelan kembali dikeluarkan akibat mual dan muntah. Hal ini misalnya
dapat ditemukan pada:
 ulkus ventrikuli, gastritis,
 penyakit reflukgastroesofageal,
 gangguan pada spinktergastro-duodenum,
 penyakit hepatobilier,
 gangguan pada pankreas
- Gangguan diluar sistem pencernaan yang dapat mengganggu asupan/
intake dimana hal tersebut mengakibatkan mual dan muntah, misalnya:
 Hyperemesis gravidarum,
 Penyakit ginjal kronik,
 Diabetes melitus dengan ketoasidosis,

96
KK 2.6 TA 2015-2016

 Gangguan pada susunan saraf pusat,


b. Gangguan penyerapandapat terjadi, baik disebabkan oleh kelainan pada sistem
pencernaan bagian atas, maupun kelainan pada sistem pencernaan bagianbawah.
- Gangguan pada sistem pencernaan bagian atas misalnya: gastritis
kronik, ganggaun sekresi enzim pankreas, gangguan sekresi bilirubin ke
usus halus, infeksi pada usus halus, penyakit“celiac”.
- Gangguan pada sistem pencernaan bagian, bawah meliputi infeksi pada
colon, toksin bakteri, penyakit otoimun pada sistem pencernaan, tumor
dan lain-lain. Gangguan penyerapan akibat kelainan diluar sistem
pencernaan, misalnya penderita dengan hipertiroid, gangguanelektrolit,
dll.

c. Gangguan lainnya yang ditemukan pada sistem pencernaan, meliputi


perdarahan pada sistem pencernaan, baik yang bersumber dari sistem
pencernaan bagian atas, maupun dari sistem pencernaan bagian
bawah, tumor sistem pencernaan, primer ataupun sekunder,
hemorhoid, kelainan kongenital, misalnya atresia ani dan lain-lain.

B. ANATOMI DAN FISIOLOGI DINDING ABDOMEN


Muskulus rektus abdominis dapat diidentifikasi bila seseorang
disuruh mengangkat kepala dan bahu dalam posisi tiduran seperti pada
gambar berikut.
Untuk memudahkan keterangan abdomen umumnya dibagi dalam
empat kwadran dengan jalan membuat garis khayal yang memotong
umbilikus. Yaitu Kwadran kanan atas, kanan bawah, kiri atas dan kiri
bawah. Cara lain dapat juga dengan membagi abdomen menjadi 9 seksi
( regio ).Tiga istilah sering dipakai yaitu:Epigastric, Umbilikal, dan
hypogastric atau supra pubik.

97
KK 2.6 TA 2015-2016

Gambar 1 Dinding anterior abdomen

Identifikasi kwadran abdomen dan proyeksi alat/ organ dalam abdomen.

Bila kita memeriksa abdomen, beberapa struktur organ normal dalam abdomen
dapat diidentifikasi.Kolon sigmoid dapat diraba seperti tabung di kwadran kiri bawah
sedangkan caecum dan bahagian dari kolon asenden seperti tabung yang lunak dan
lebih lebar pada kwadrant kanan bawah.Kolon tranversum dan kolon desenden juga
mungkin dapat diraba.

98
KK 2.6 TA 2015-2016

Gambar 2 Kwadran dari Abdomen

Kwadran Kanan atas Kwadran Kiri atas

- Hepar - Lobus kiri dari hepar


- Vesica fellea - Lambung
- Pylorus - Corpus pancreas
- Duodenum - Fleksura lienalis kolon
- Caput pancreas - Sebagian dari kolon
- Fleksura hepatica colon tranversum
- Sebagian kolon asendens - Kolon desenden
- Kolon tranversum

Kwadran Kanan bawah Kwadran kiri bawah

- Cecum dan appendik - Kolon sigmoid


- Sebagian colon acenden - Sebagian kolon desenden

99
KK 2.6 TA 2015-2016

Gambar 3 Sembilan Regio Abdomen (Metode Region)

Hipochondrium kanan Epigastrika Hypochodrium kiri


 Lobus hepar  Pylorusdan gaster  Gaster
kanan  Duodenum  Ekor
 Vesika felea  Pancreas Pankreas
 Bagian dari hepar lobus kiri  Fleksura
lienalis
Lumbal Kanan Umbilikal Lumbalkolon
kiri
 Lobushepar  Omentum  Kolondesenden
kanan  Mesenterium  Bagian Distal
 Vesikafelea  Bagiandistal duodenum duodenum
 Jejunum
Inguinal Kanan Suprapubik /Hypogastrik Inguinal kiri
 Caecum Ileum  Colon Sigmoid
 Appendik VesicaUrinaria
 Bagiandistal ileum

Meskipun pinggirbawah hepar terletak di bawah pinggir arcus


costarumkanan, konsistensinya yang lunak sukar untuk diraba melalui

100
KK 2.6 TA 2015-2016

dindingabdomen. Pada level yang lebih bawah pada kwadran kanan atas,
pool bawah ginjal kanan, kadang- kadang dapat diraba. Pulsasi dari aorta
abdominalis sering terlihat dan dapat diraba pada abdomenatas,
sedangkan pulsasi arteri iliaca kadang-kadangdapatdiraba di kwadran
bawah. Vesica urinaria yang terisi penuh dan uterus hamil dapat diraba di
atas simpisis pubis.
Cavum abdominal meluas ke atas di bawah iga-iga kearah dome dari
diaphragma, pada ruangan ini terletak sebahagian besar hepar dan gaster
dan seluruh limpa normal yang dapat dicapai pada palpasi dengan tangan.
Perkusi akan membantu dalam menilai ketiga organ ini.Vesica fellea,normal
terletak dibawah hepar dan tidak dapat dibedakan dari jaringan hepar.
Duodenum dan pancreas juga terletak jauh didalam pada kwadran atas
abdomen dan tidak bisa diraba dalam keadaannormal.Ginjal terletak pada
regio posterior, dilindungi oleh iga. Sudut costovertebral adalah regio
dimana kita menilai nyeri tekan dan nyeri ketok padaginjal.

Gambar 4Organ dalam rongga abdomen

101
KK 2.6 TA 2015-2016

Gambar 4a Posterior view dari Ginjal

102
KK 2.6 TA 2015-2016

Gambar 4b. Organ dalam abdomen

Teknik Pemeriksaan Abdomen

Keadaan yang penting diperhatikan sewaktu pemeriksaan

1. Cahaya ruangan cukup baik


2. Pasien harusrelaks
3. Pakaian harus terbuka dari processus xyphoideus sampai sympisis pubis.

Untuk mendapatkan relaksasi dari pasien adalah :


1. Vesica urinaria harus dikosongkan lebihdahulu
2. Pasien dalam posisi tidur dengan bantal dibawah kepala dan lutut pada posisi
fleksi (biladiperlukan)
3. Keduatangandisamping ataudilipat diatas dada. Bila tangan
diataskepalaakan menarik dan menegangkan ototperut
4. Telapak tangan pemeriksa harus cukup hangat, stetoskop juga cukup hangat,
dan kuku harus pendek. Dengan jalan menggesek- gesekkan tangan akan
membuat telapak tangan jadi hangat.
5. Minta pasien menunjukkan tempat/area yang sakit, dan periksa
areainipaling terakhir.
6. Lakukan pemeriksaan perlahan lahan, hindari gerakan yang cepat dan
takdiinginkan
7. Jika perlu ajak pasien berbicara sehingga pasien akan lebihrelaks
8. Jika pasien sangat sensitif dan penggeli mulailah palpasi dengan tangan
pasien sendiri di bawah tangan pemeriksa kemudian secara perlahan lahan
tangan pemeriksa menggantikan tangan pasien
9. Perhatikan hasil pemeriksaan dengan memperhatikan raut muka dan emosi

103
KK 2.6 TA 2015-2016

pasien

1. INSPEKSI
Inspeksi abdomen dari posisi berdiri disebelah kanan pasien. Bila
akan melihat contour abdomen dan memperhatikan peristaltik, maka
sebaiknya duduk atau jongkok sehingga abdomen terlihat dari
samping(tangensial)
Apa yang diinspeksi :
1. Kulit. Lihat apakahada jaringan parut. Terangkan lokasinya , striae, dilatasivena

2. Umbilikus : Lihat contour dan lokasinya, tanda tanda peradangan


dan hernia umbilikalis.
3. Kontour dari abdomen. Apakah datar (flat), gembung (protuberant),
“rounded” Scaphoid, (concave atau hollowed). Juga dilihat daerah inguinal
danfemoral
4. Simetrisitas dariabdomen
5. Adanya organ yang membesar. Pada saat pasienbernafasperhatikan
apakahhepar membesar atau limpa membesar turun dibawah arcus costarum.
6. Apakah ada massa/tumor
7. Lihat Peristaltikusus. Peristaltik usus akan terlihat dalam keadaan normal pada
orang sangat kurus. Bila ada obstruksi usus perhatikan beberapamenit.
8. Pulsasi. Dalam keadaan normal pulsasi aorta sering terlihat di regio epigastrica.

2. PALPASI
Palpasi superficial berguna untuk mengidentifikasi adanya
tahanan otot (muscular resistance), nyeri tekan dinding abdomen, dan
beberapa organ dan masa yang superficial. Dengan tangan dan lengan
dalam posisi horizontal, mempergunakan ujung –ujung jari cobalah gerakan
yang enteng dangentle.
Hindari gerakan yang tiba tiba dan tidak diharapkan.Secara pelan
gerakkan dan rasakan seluruh kwadran. Identifikasi setiap organ atau
massa, area yang nyeri tekan, atau tahanan otot yang meningkat (spasme).

104
KK 2.6 TA 2015-2016

Gunakanlah kedua telapak tangan, satu diatas yang lain pada tempat yang
susah dipalpasi (contoh, pada orang gemuk).
Palpasi dalam dibutuhkan untuk mencari massa dalam abdomen.
Dengan menggunakan permukaan palmaris dari jari-jari anda, lakukanlah
palpasi diseluruh kwadran untuk mengetahui adanya massa, lokasi,
ukuran, bentuk, mobilitas terhadap jaringan sekitarnya dan nyeri tekan.
Massa dalam abdomen dapat diklasifikasikan dalam beberapa cara:
fisiologis seperti uterus yang hamil; inflamasi seperti divertikulitis kolon,
pseudokista pancreas; vascular seperti aneurysma aorta; neoplastik seperti
mioma uteri, kanker kolon atau kanker ovarium atau karena obstruksi
seperti pembesaran vesika urinaria karena retensi urin.

a. Penilaian adanya iritasiperitoneum


Nyeri abdomen dan nyeri tekan abdomen, terutama bila disertai
dengan spasme otot dinding perut akan menyokong adanya inflamasi dari
peritoneum parietal.Tentukan lokasinya secara akurat dan tepat.Sebelum
melakukan palpasi, minta pasien batuk dan menunjukkan dengan satu jari
lokasi nyeri tersebut, kemudian palpasi tempat tersebut secara jentel.Dan
carilah adanya nyeri tekan lepas. Caranya dengan menekankan jari-jari
secara lambat pada
dinding perut, kemudian tiba-tiba dilepaskan. Bila waktu jaritangan
dilepaskan menyebabkan nyeri yang tidak hanya nyeri tekan, maka disebut
nyeri lepaspositif.
b. Palpasi Hepar /Hati
Letakkan tangan kiri anda dibawah dan dorong setinggi iga 11 dan 12
pada posisi pasien tidur telentang.Minta pasien untuk relaks. Dengan cara
menekan tangan kiri kearah depan maka hepar akan mudah diraba dengan
tangan kanandianterior.Letakkan tangan kanan pada perut sebelah kanan,
lateral dari muskulus rektus dengan ujung jari dibawah dari batas pekak
hepar.Posisikan jari-jari ke arah cranial atau obliq, tekanlah ke bawah dan
ke atas.
Minta pasien mengambil nafas dalam. Usahakan meraba hepar pada
ujung jari karena hepar akan bergerak ke caudal. Jika kamu telah
merabanya, lepaskan tekanan palpasi sehingga hepar dapat bergeser
105
KK 2.6 TA 2015-2016

dibawah jari-jari anda dan anda akan dapat meraba permukaan anterior
dari hepar.Pinggir hepar normal teraba lunak, tajam, dan rata. Hitunglah
pembesaran hepar dengan menggunakan jari-jari pemeriksa
 jarak antara arkus kostarum dengan pinggir heparterbawah
 antara prosesus xyphoideus dengan pinggir heparterbawah
Cara lain meraba hepar dengan metode “Teknik hooking” (gambar 7).
Caranya berdiri pada sebelah kanan pasien.Letakkan kedua tangan
pada perut sebelah kanan, dibawah dari pinggir pekak hepar.Tekankan
dengan jari-jari mengarah ke atas dan pinggir costa. Suruh pasien bernafas
abdomen dalam, akan teraba hati .
c. Palpasilimpa
Dalam menentukan pembesaran limpa secara palpasi, teknik
pemeriksaannya tidak banyak berbeda dengan palpasi hati.Pada keadaan
normal limpa tidak teraba.

Limpa membesar mulai dari lengkung iga kiri, melewati umbilikus


sampai regio iliaka kanan. Seperti halnya hati, limpa juga bergerak sesuai
dengan gerakan pernapasan.Palpasi dimulai dari regio iliaka kanan,
melewati umbilikus di garis tengah abdomen, menuju ke lengkung iga
kiri.Pembesaran limpa diukur dengan menggunakan garis Schuffner
(disingkat dengan ’S’), yaitu garis yang dimulai dari titik lengkung iga kiri
menuju ke umbilikus dan diteruskan sampai ke spina iliaka anterior superior
(SIAS) kanan. Garis tersebut dibagi menjadi 8 bagian yang sama yaitu S1
sampai dengan S8. Palpasi limpa dapat dipermudah dengan cara

memiringkan penderita 450 ke arah kanan (ke arah pemeriksa). Setelah


tepi bawah limpateraba, kemudian dilakukan deskripsi pembesarannya.
Untuk meyakinkan bahwa yang teraba tersebut adalah limpa, maka harus
diusahakan meraba insisuranya.
Letakkan tangan kiri anda dibawah dari arkus kostarum kiri pasien,
dorong dan tekan kearah depan. Dengan tangan kanan dibawah pinggir
costa, tekan kearah limpa.Mulailah palpasi pada posisi limpa yang
membesar.Suruh pasien nafas dalam kemudian usahakan meraba puncak

106
KK 2.6 TA 2015-2016

atau pinggir dari limpa karena limpa turun mengenai ujung jari. Catatlah
adanya nyeri tekan, nilai contour dari limpa dan ukur jarak antara titik
terendah dari limpa dengan pinggir costa kiri.

Gambar 5Palpasi Hepar teknik mengkait (Hooking technique)

Gambar 6. Gambar Palpasi limpa

107
KK 2.6 TA 2015-2016

Gambar 7 Pemeriksaan Bimanual Ginjal

d. PalpasiGinjal
Ginjalkanan

Letakkan tangan kanan dibawah dan paralel dengan iga 12 dengan


ujung jari menyentuh sudut costovertebral.Angkat dan dorong ginjal kanan
kearah anterior. Letakkan tangan kanan secara gentle di kwadrant kanan
atas sebelah lateral dan paralel dengan muskulus rektus. Suruh pasien
bernafas dalam. Saat pasien dipuncak inspirasi, tekan tangan kanan cepat
dan dalam ke kwadrant kanan atas dibawah pinggir arcus costarum dan
ginjal kanan akan teraba diantara- antaratangan.
Minta pasien menahan nafas.Lepaskan tekanan tangan kanan secara
pelan-pelan dan rasakan bagaimana ginjal kanan kembali ke posisi semula
dalam ekpirasi.Jika ginjal kanan teraba tentukan ukuran, contour, dan
adanya nyeri tekan.

Ginjalkiri
Untuk meraba ginjal kiri, pindahlah ke sebelah kiri pasien.Gunakan
tangan kanan untuk mendorong dan mengangkat dari bawah, kemudian
gunakan tangan kiri menekan kwadrant kiri atas.Lakukan seperti
sebelumnya. Pada keadaan normal ginjal kiri jarang teraba .

Nyeri tekanginjal

108
KK 2.6 TA 2015-2016

Nyeri tekan ginjal mungkin ditemui saat palpasi abdomen, tetapi juga
dapat dilakukan pada sudut costovertebrae. Kadang- kadang penekanan
pada ujung jari pada tempat tersebut cukup membuat nyeri, dan dapat pula
ditinju dengan permukaan ulnar kepalan tangan kanan dengan beralaskan
volar tangan kiri ( fish percussion).

Gambar 8.Nyeri ketok ginjal

e.PemeriksaanAorta

Tekanlah dengan tepat dan dalam pada abdomen atas sedikit ke kiri
dari garis tengah dan identifikasi posisi aorta. Aorta orang dewasa
normal tidak lebih dari 2 cm lebarnya (tidak termasuk ketebalan
dinding abdomen ). Pada orang dewasa tua bila ditemui masa di
abdomen atas dan berdenyut ( pulsasi) maka dicurigai adalah
aneurismaaorta.

Gambar 9. Palpasi Aorta

109
KK 2.6 TA 2015-2016

3. PERKUSI
Perkusi berguna untuk orientasi abdomen, guna mengukur besarnya
hepar dan kadang limpa, mengetahui adanya cairan ascites, massa
padat, massa yang berisi cairan, dan adanya udara dalam gaster dan
usus.
a. Orientasiperkusi
Lakukan perkusi yang benar diatas keempat kwadran untuk menilai
distribusi dari tympani dan pekak (dullness).Tympani biasanya menonjol
bila adanya gas dalam traktus digestivus, sedangkan cairan normal dan
feces menyebabkan bunyi pekak (dullness).Catat dimana tympani
berubah menjadi pekak pada masing-masing sisi.Cek area suprapubik,
adakah pekak karena vesika urinaria yang penuh atau karena uterus
yang membesar .
b. Perkusihepar
Lakukan perkusi pada linea midklavikularis kanan, mulailah setinggi bawah
umbilikus (area tympani) bergerak kearah atas ke hepar ( area pekak, pinggir
bawah hepar). Selanjutnya lakukan perkusi dari arah paru pada linea
midklavikularis kanan kearah bawah ke hepar ( pekak ) untuk menidentifikasi
pinggir atas hepar. Sekarang ukurlah dalam centimeter “vertical Span” / tingginya
dari pekak hepar.Biasanya ukurannya lebih besar pada laki laki daripada wanita,
orang yang tinggi dari orang pendek. Hepar dinilai membesar, bila pinggir atas
hepar diatas dari ruang intercostalis V dan 1 cm diatas arcus costalis, atau
panjang pekak hepar lebih dari 6-12 cm, dan lobus kiri hepar 2 cm dibawah
processus xyphoideus.

110
KK 2.6 TA 2015-2016

Gambar 10aPerkusihepar

Gambar 10 b. Pekak hepar

c. PerkusiLimpa
Normal limpa terletak pada lengkung diafragma posterior dari linea mid
aksilaris kiri. Perkusi limpa penting bila limpa membesar
(Splenomegali ). Limpa dapat membesar ke arah anterior, ke bawah,
dan ke medial yang menutupi daerah gaster dan kolon, yang biasanya
adalah timpani dengan pekak karena organ padat.
Bila kita mencurigai adanya splenomegali maka lakukanlah maneuver
ini :
1. Lakukan perkusi pada ruang intercostalis terakhir pada linea aksilaris
anterior kiri (gambar 6 ). Ruangan ini biasanya timpani. Sekarang suruh
pasien menarik nafas dalam dan perkusi lagi. Bila limpa normal maka
suaranya tetap timpani. Perobahan suara perkusi dari timpani ke pekak
pada saat inspirasi menyokong untuk pembesaran limpa.

111
KK 2.6 TA 2015-2016

Kadang kadang mungkin saja terdengar pekak dalam inspirasi tapi limpa
masih normal.Hal ini memberikan tanda positif palsu.
2. Lakukan perkusi dari beberapa arah dari timpani kearah area pekak dari
limpa(Gambar 7). Cobalah utnuk membayangkan ukuran dari limpa. Jika
area pekak besar maka menyokong untuk splenomegali. Perkusi dari
limpa akan dipengaruhi oleh isi gaster dan kolon, tetapi menyokong
suatu splenomegali sebelum organ
tersebut teraba.

Gambar 10 c Perkusi limpa

Gambar 10 d Palpasi limpa

112
KK 2.6 TA 2015-2016

Gambar 11.Palpasi Superficial Abdomen

4. AUSKULTASI
Auskultasi berguna dalam menilai pergerakan usus dan adanya
stenosis arteri atau adanya obstruksi vascular lainnya. Auskultasi
paling baik dilakukan sebelum palpasi dan perkusi karena palpasi dan
perkusi akan mempengaruhi frekwensi dari bising usus. Letakan
stetoskop di abdomen secara baik.
Dengarlah bunyi usus dan catatlah frekwensi dan karakternya. Normal
bunyi usus terdiri dari “Clicks” dan “gurgles” dengan frekwensi 5 – 15
kali permenit. kadang-kadang bisa didengar bunyi “Borborygmi” yaitu
bunyi usus gurgles yang memanjang dan lebih keras karena
hyperperistaltik. Bunyi usus dapat berubah dalam keadaan seperti
diare, obstruksi intestinal, ileus paralitik, danperitonitis.
Pada pasien dengan hypertensi dengarkan di epigastrium dan pada
masing kwadran atas bunyi “bruits vascular“ yang hampir sama
dengan bunyi bising jantung (murmur).Adanya bruits sistolik dan
diastolik pada pasien hypertensi akibat dari stenosis arteri renalis.
Bruit sistolik di epigastrium dapat terdengar pada orang normal. Jika
kita mencurigai adanya insufisiensi arteri pada kaki maka
dengarkanlah bruits sistolik diatas aorta, arteri iliaca, dan arteri
femoralis (gambar 5).

113
KK 2.6 TA 2015-2016

Gb.12.Proyeksi arteri di dinding anterior abdomen

PEMERIKSAAN KHUSUS

A. PENILAIAN ADANYAASCITES
Karena cairan ascites secara alamiah sesuai dengan gravitasi,
sementara gas atau usus yang berisi udara terapung keatas, maka perkusi
akan menghasilkan bunyi pekak di abdomen. Peta antara timpani dan
pekak dapat dilihat pada gambar.
1. Tes untuk “ Shifting dullness ” (Gambar 14 dan15)
Setelah menandai batas timpani dan pekak, suruh pasien bergerak
ke salah satu sisi abdomen.Perkusi lagi diatas batas antara timpani dan
pekak tadi.Pada pasien yang tidak ada ascites, batasnya relative tetap.
2. Tes untuk adanya gelombang cairan (Gambar13)
Suruh pasien atau asisten menekankan pinggir kedua tangannya
kearah dalam perut digaris tengah abdomen. Ketoklah dinding abdomen
dengan ujung jari dan rasakan adanya impuls yang dirambatkan melalui
cairan pada bagian yang berlawanan /berseberangan

114
KK 2.6 TA 2015-2016

Gambar 13TestUndulasi

Gambar14Test Shiftingdulness

Gambar 15 Peta bunyi perkusi dariascites

B. MENGETAHUI NYERIABDOMEN

1. Pertama tama tanyakan pasien untuk menentukan dimana nyeri dimulai dan
dimana nyeri sekarang. Suruh pasien batuk. Tentukan apakah ada nyeri dan
dimana lokasi nyeri tersebut. Nyeri perut pada appendicitis yang klasik dimulai
sekitar umbilicus dan kemudian beralih ke kwadran kanan bawah. Bila disuruh
115
KK 2.6 TA 2015-2016

batuk, pasien akan merasakan lebih sakit dikananbawah.


2. Mencari tempat adanya nyeri tekan lokal. Nyeri tekan kanan bawah
menunjukkan adanya appendicitisakut.
3. Merasakan adanya rigiditas otot (tahanan ototperut)
4. Melakukan pemeriksaan rectum. Pemeriksaan ini hanya untuk membantu
menegakkan diagnosis appendicitis, terutama yang letak appendiknya pada
rongga pelvic.Nyeri pada bagian kanan pelvis juga disebabkan oleh inflamasi
adnexa atau vesikulaseminalis.

Pemeriksaan tambahan
1. Melakukan pemeriksaan nyeri lepas pada daerah yang nyeri. Adanya nyeri
lepas menunjukkan inflamasi pada peritoneum sepertiAppendicitis.
2. Melakukan test TandaRovsing dan radiasi dari nyeri lepas.
Tekanlah kwadran kiri bawah perut dan kemudian lepaskan tiba
tiba.Bila nyeri terasa pada kwadran kanan bawah ketika perut sebelah
kiri ditekan, menunjukkan pemeriksaan tanda Rovsing positif. Nyeri
yang dirasakan pada kwadran kanan bawah ketika tekanan
dilepaskan menyokong suatu radiasi nyeri lepas yang positif.
3. Mencari tanda Psoas (Psoas Sign).
Letakkan tangan kanan pada lutut kanan penderita dan perintahkan
penderita untuk mengangkat kaki dan paha melawan tangan
anda.Atau perintahkan pasien untuk tidur dengan sisi kiri dan
ektensikan tungkai pada sendi coxae. Fleksi kaki pada sendi coxae
akan mengkontraksikan M. psoas. Adanya nyeri perut dengan
maneuver ini dikenal dengan Psoas sign positif, yang menyokong
adanya iritasi otot psoas oleh appendix yang sedanginflamasi.
4. Menentukan adanya tanda Obturator (ObturatorSign).
Fleksikan kaki pasien pada artikulatio coxae kanan dan sendi lutut.
Kemudian rotasikan kearah dalam (internal rotasi) pada sendi
coxae. Nyeri pada hypogastrica kanan, menandakan tanda
obturator positif. Ini menyokong adanya iritasi pada otot obturator.

116
KK 2.6 TA 2015-2016

5. Mencari adanya hyperesthesia di daerah kanan bawah dengan cara


memegang lipatan kulit dengan ibu jari dan jari telunjuk. Pada
keadaan normal, maneuver ini tidak menimbulkannyeri

Gambar 16. Point test

Gambar 17 Test Iliopsoas (Iliopsoassign)

C. PENILAIAN ADANYA KOLESISTITISAKUT

117
KK 2.6 TA 2015-2016

Bila nyeri atau nyeri tekan pada perut kanan atas, dapat dicurigai
adanya kolesistitis akut. Maka lakukanlah test tanda Murphy (Murphy
Sign). Tekan/kait dengan empu jari atau jari jari lainnya dibawah arcus
costrum kanan, pada perpotongan pinggir otot muskulus rektus kanan
dengan arcus costarum kanan. Perintahkan pasien untuk bernafas
dalam.Bila nyeri bertambah tajam sehingga pasien tiba-tiba menahan
nafasnya, ini menunjukkan tanda Murphy positif, yang menandakan adanya
kolesistitisakut.

PETUNJUK UNTUK PRAKTEK ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN FISIK

1. Bacalah instruksinya terlebih dahulu, ingatlah seluruh teknik dan anatomi


dari abdomen kalau perlu bukalah bukuanatomi.
2. Dalam melakukan latihan anamnesis, kuasai dulu dasar-dasar keterampilan
anamnesis. Bukalah buku-buku yang terkait seperti buku diagnosisfisik.
3. Untuk melakukan pemeriksaan fisik, suruhlah pasien membuka
pakaianterutama abdomennya
4. Pasien dengan posisi telentang dengan bantaltipis.

5. Suruh pasien rilek, tangan bebas disamping. Jika perlu suruh pasien untuk fleksi
pada lutut, dan bernafas normal. Kalau perlu ajaklah pasien berbicara untuk
membuat suasana rileks.
6. Gunakanlah waktu yang cukup untuk melakukan pemeriksaan abdomen ini.
Setiap penemuan adalahvpenting.
7. Berdirilah atau duduklah disebelah kananpasien
8. Beritahu pasien setiap jenis pemeriksaan yang andalakukan
9. Suruhlah pasien memberikan respon bila adanya nyeri atau sensasi lain
saatpemeriksaan
10. Pemeriksaan rektum dilakukan bila ada indikasi.

118
KK 2.6 TA 2015-2016

INSPEKSI
 Perhatikan:
 Kontour dan keadaanumum
 Keadaan dari permukaanperut
 Apakah ada retraksi atau penonjolan dindingperut
 Bentuk simetris atau asimetris dari perut.
 Perhatikan dan catat pergerakan kulit selamapernafasan
 Perhatikan apakah adanya pigmentasi kulit, jaringan parut, pelebaran vena –
vena (venaektasia)
 Perhatikan umbilicus (penonjolan atauretraksi)
 Lihat dan perhatikan areainguinal.

PALPASI
 Lakukan Palpasi abdomen superficial secara sistematik. Tentukanlah
tonus daninflamasi dari otot abdomen, dan adanyapenonjolan
 Periksalah adanya nyeri tekan dan nyerilepas
 Periksalah adanyaascites
 Lakukan palpasihepar
 Lakukan palpasilimpa
 Lakukan palpasi ginjal, vesica urinaria, danaorta

PERKUSI
Lakukan perkusi untuk mendapatkan adanya daerah yang tympani dan
pekak pada seluruh kwadrant.Perkusi bagian bawah antara paru dan arcus
aorta. Catatlah adanya daerah pekak (dullness) pada sebelah kanan
(daerah hepar) dan timpani pada sebelah kiri.

PERKUSI HEPAR
Lakukan perkusi pada linea midklavikular kanan mulai dari bawah arcus
costa (suara timpani) kearah cranial sampai terdengar pekak dari pinggir
bawah hepar.Kemudian cobalah untuk menentukan pinggir atas dari hepar
dengan cara perkusi seperti cara diatas, tapi dari cranial kekaudal.

119
KK 2.6 TA 2015-2016

Cobalah mengukur area pekak hepar dengan cm dan juga coba perkusi
lobus kiri dari umbilicus ke midsternum.

PERKUSILIEN
Perkusilah ruangan interkostal dibawah linea axillaries anterior
kiri.Bagaimana bunyinya?Kemudian perintahkan pasien menarik nafas
dalam dan lakukanlah seperti yang tadi.Apakah ada perbedaan?

AUSKULTASI
Letakkan stetoskop anda pada area seperti pada gambar.Lakukanlah
auskultasi secara simetris. Catatlah kalau ditemui bruits dan identifikasi
bunyi usus normal.

PEMERIKSAAN ASCITES
Lakukan pemeriksaan untuk mengetahui adanya ascites dengan cara :
 Cara ShiftingDullness
 CaraUndulasi

Kepustakaan
Lynn. S. Bickley; Bates Guide to Physical Examination and History taking, 8
th Edition, Lippincott 2003.

Simadibrata MK, 2006. Pemeriksaan abdomen, urogenital dan anorektal.


Dalam: Sudoyo A. W, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK. S, Setiati
S, eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid I, edisi IV, Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Jakarta, hal:51-
55.

120
LEMBAR PENILAIAN KETERAMPILAN KLINIK

ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN ABDOMEN LANJUTAN

NAMA MAHASISWA : ...................................

NIM :...................................

No Penilaian SKOR
0 1 2 3
1. Memberikan salam pembuka saling memperkenalkan diri*
2. Mengindentifikasi keluhan utama pasien
3. Melakukan anamnesis secara teliti dan sistematis, yang
sesuai dengan kronologis kejadian
4. Menginformasikan kepada pasien tentang pemeriksaan
yang akan dilakukan
5. Berdiri di sisi kanan pasien*
6. Meminta pasien untuk berbaring dengan posisi telentang*
7. Meminta pasien untuk membuka pakaian*
8. Membuat pasien dalam posisi relaks dengan
menekukkan lutut*
Palpasi
9. Persiapan sebelum melakukan palpasi (mengesekkan
kedua telapak tangan untuk menghangatkan)*
10. Melakukan palpasi superfisial umum
11. Melakukan palpasi dalam umum
12. Memeriksa nyeri tekan dan nyeri lepas, Letakkan tangan
pada titik Mc Burney dan lakukan penekanan pada titik Mc
Burney, Lepaskan penekanan dengan cepat danMelaporkan
hasil pemeriksaan nyeri tekan dan nyerilepas
Palpasi hepar
13. Melakukan palpasi hepar dengan benar (tangan kiri menahan
dinding abdomen posterior, tangan kanan melakukan palpasi
di bagian anterior pada sisi lateral kanan abdomen dekat M.
Rectus abdominis)
14 Melaporkan hasil palpasi hepar ( teraba atau tidak) dan bila
teraba, nilai pembesarannya berapa jari dari arcus
Palpasicostarum.
lien
15. Melakukan palpasi lien dengan benar (tangan kiri menahan
dinding posterior abdomen), tangan kanan melakukan palpasi
di anterior di bawah batas kostae kiri
16. Melaporkan ukuran lien (teraba atau tidak teraba) dan
menilai pembesarannya dengan metode Schuffner
Palpasi ginjal
17. Melakukan palpasi ginjal dengan benar, dengan kedua tangan
(tangan kiri menahan di dinding posterior, tangan kanan di
dinding anterior melakukan palpasi dengan lembut di
quadran kanan atas lateral dan sejajar dengan M. Rectus
18. Abdominis)
Melakukan palpasi kedua ginjal (kiri dan kanan)
19. Melaporkan hasil palpasi ginjal (tidak teraba atau teraba)*
Perkusi
20. Meminta pasien untuk merespon pemeriksaan (apakah
terasa sakit, atau tidak)*
21. Melakukan perkusi dengan jari untuk mendapatkan
gambaran di 4 kuadran abdomen
Perkusi hepar
22. Melakukan perkusi untuk mengetahui batas bawah hepar
(pada sisi kanan regio medioklavikula dari kaudal kosta
dinding arcus abdomen ke atas) dan menandakan batas
tempat perubahan bunyi timpani kepekak
23. Melakukan perkusi untuk mengetahui batas atas hepar (pada
linea medioklavikula kanan dari atas ke bawah) dan
mengukur daerah pekak hepar pada lineamedioklavikula
24 Melakukan perkusi untuk mengetahui batas lobus kanan dan
kiri hepar dari arah umbilical ke atas dan menandakan batas
tempat perubahan bunyi timpani ke pekak
25 Menyimpulkan ukuran hepar (normal atau hepatomagali)
Pemeriksaan asites dengan metode Test shifting dullness
26 Melakukan perkusi dari arah umbilikus ke lateral
27 Menentukan titik tempat perubahan timpani ke pekak
dan menandai
28 Meminta pasien untuk berbaring ke satu sisi
29 Perkusi pasien dari lateral titik yang ditandai tadi
Pemeriksaan asites dengan metode Tes Undulasi
30 Minta pasien untuk menekan kedua tangan di atas
garis tengah abdomen
31 Ketok salah satu sisi abdomen dengan ujung jari dan
rasakan penjalaran getaran pada sisi abdomen
berseberangan
32 Melaporkan hasilnya apakah terdapat ascites atau tidak
Iliopsoas sign
33 Meminta pasien untuk meluruskan kedua tungkainya dan me
rentangkan tungkai kanan ke atas
34 Pemeriksa menahan lutut pasien
35 Mengulangi pemeriksaan serupa pada tungkai kiri
36 Melaporkan hasil pemeriksaan illiopsoas sign
Obturator sign
37 Posisikan pasien dengan tungkai kanan fleksi 90’ pada
panggul dan lutut
38 Tahan tungkai pasien di atas lutut pada persendian
39 Rotasikan tungkai ke latero medial
40 Melaporkan hasil pemeriksaan obturator sign
TOTAL SKOR

Keterangan (tanda * : untuk poin penilaian bertanda*):

Skor 1 : Tidak dilakukan/tidak dilakukan*

Skor 2 : Dilakukan dengan banyak kesalahan/dilakukan* Skor


3 : Dilakukan dengan sedikit kesalahan

Skor 4 : Dilakukan dengan sempurna

Keterampilan rata-rata = total skor didapat /104x 100 % = ……….

Lhokseumawe, ………….

Instruktur

(………………………… )

NIP
PEMERIKSAAN COLOKDUBUR

A. TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM


Dapat memberikan pemahaman dan keterampilan kepada mahasiswa tentang pentingnya
colok dubur untuk mendiagnosa pasien.

B. TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS


1. Mampu merencanakan dan mempersiapkan alat atau bahan untuk,melakukan colok
dubur
2. Mampu menerangkan ke pasien ( inform consent ) tentang tindakan yang akan
dilakukan dan persetujuan atas tindakantersebut.
3. Mampu melakukan tindakan colok dubur dengan baik dansistematis.
4. Mampu mengajarkan kepada orang lain (misalnya sejawat lain) bagaimana cara
melakukan colok dubur yangbenar.

C. TEORI

Pemeriksaan ini sangat penting untuk dapat kita peroleh informasi penting untuk
menegakan diagnosa.Tetapi pemeriksaan ini sering terabaikan. Begitu pentingnya hingga
pernah dicetuskan bahwa tidak ada telunjuk untuk colok dubur,boleh digunakan jari kaki
untuk colok dubur.

Ada beberapa posisi untuk colok dubur :

1. Left lateral (Sims )position.


Rutin digunakan untuk wanita atau prosedue standar laki-laki.Pasien miring
kekiri,dengan tungkai atas kanan fleksi,sedangkan tungkai bawah kiri semi
ekstensi.Panggul harus menungging dan sejajar dengan pinggir tempat tidur.

2. Knee-elbow position.
Baik untuk perabaan prostat dan vesikula seminalis.
3. Dorsal position. Pasien
tidur dengan posisi
setengah duduk posisi
lutut ditekukkan(fleksi).
Telunjuk tangan kanan
pasien masuk kedubur
dengan melintasi
dibawah paha kanan
pasien. Untuk bimanual
palpasi tangan kiri
diatas supra pubis.

4. Lithotomy position.
Dilakukan pada meja
operasi. Bimanual
dengan telunjuk
kanan pada rektum
sedang tangan kiri
pada suprapubis.
Struktur anatomi yang dapat dinilai dengan colok dubur:

1. Lekukan anus.Juga dapat diraba antara spinkter otot interna dan eksterna.
Biasanya dalam keadaan neurogenik bladder spincter akan terabamelemah.
2. Anorektal ring,pertemuan antara anus dan rectum (dewasa panjangnya2-
3cm).Daerah ini sangat penting karena lokasi abses anorektal atau fistula ani.
3. Katup Houston terbawah. Makin naik telunjuk nantinya akan teraba lipatan
mukous membran.
4. Promotorium
5. Prostat atau cervixuteri.

PROSEDUR KERJA MELAKUKAN COLOK DUBUR:

Waktu melakukan colok dubur ini kurang menyenangkan bagi pasien,tidak jarang
terasa nyeri.Gunakan sarung tangan yang telah diberi pelicin. Untuk itu sebelum
melakukan pemeriksaan harus diberikan pesan bahwa :

“Saya akan melakukan pemeriksaan dalam melalui dubur anda bila terasa
tidak nyaman tolong buka mulut nafas dalam dan perlahan
keluarkan melalui mulut anda”.

Baru telunjuk masuk melalui anus,setelah melewati spinkter telunjuk dirotasikan


kesekeliling mukosa anus.

a. PemeriksaanAnus
Keadaan yang akan ditemukan:

- Bila ada feses yang keras akan menyusahkan kita untuk merotasikan telunjukkita.
- Bila teraba massa tumor ,apakah lesi tersebut lunak atau keras,dimana posisi
tumor tersebut dan apakah telah memenuhi seluruh permukaan mukosa
usus.Coba terus telusuri apakah telunjuk masih bisa melalui celah tumor dan
masih dapat meraba pool atas tumor. Ukur jarak pool bawah tumor dari
anus.Coba gerakan ke sekitarnya apakah tumornya telah terfiksir pada tulang
sakrum atau masih mobil (bisa digerakkan).
- Kemudian bila kita keluarkan sarung tangan tersebut lihat apakah ada darahnya
atau lendir.
- Untuk kasus haemorhoid interna kitatidakbisa nilaidengan
colokduburkarena lunaksekali.
- Pada protusio rekti biasanya teraba ujung dari protusiotersebut.
- Dalam keadaan obstruksi teraba kita merasakan ampula rekti menyempit
sedangkan dalam keadaan paralisis dilatasi(balooning).

b. Palpasi Prostat:

1. Waktu melakukan palpasi prostat, buli-buli haruskosong.


2. Dilakukan pada posisi knee-elbow posisi atau left lateralposisi.
3. Gunakan telunjuk yang telah diberi pelicin dan masukan perlahan keanus.
4. Perabaan prostat normalnya kenyal dan elastis.Teraba lobus medial yang
dibatasi oleh sulkus medial.Telusuri sulkus kebawah maka akan teraba bagian
yang lunak berarti kita telah sampai pada pool bawah prostat sampai pada
uretra membranous,yang pada masing-masing sisinya kadang teraba kelenjer
bulbouretra (Cowper),sedangkan bila kita telusuri keatas teraba pool atas
prostat dan vesikulaseminalis.

Keadaan yang akan ditemukan:

- Dalam keadaaan normal vesikula seminalis ini tidakteraba.

- Dalam keadaan prostatitis kronis,prostat teraba membesar,agak panas dan


nyeritekan.

- Pada keganasan prostat yang asimptomatik yang lokasinya pada lobus lateral
yang dalam dan lobus medius tidak dapat diraba melalui rectal. Bila terletak
pada permukaan kapsul teraba nodul,konsistensi keras,dalam keadaan lanjut
prostat irreguler,sulkusmedianusobliterasidankadangukuranprostatmembesar.

Kepustakaan :

- Hamilton Bailey : Demonstration of Phisical Signs inClinicalSurgery Ed17: 1992


rev.2008 : ELBS: GreatBritain
BAHAN DAN ALAT

1. Manekin rectaltoucher
2. Sarung tangan (Handschoen)
3. Jelly

PROSEDUR

1. Operator memakai hand schoen secara baik danbenar.


2. Posisi tergantung kondisi dan yang akan dinilai,standart dilakukan Simsposisi.
3. Lihat keadaan lokal sekelilinganus.
4. Hand schoen yang sudah tersedia diolesi dengan jelly secukupnya lalu
dimasukan kedalamanus.
5. Pelan-pelan telunjuk yang telah pakai hand schoen didorong masuk, nilai
spincter anus ekterna.,dorong kedalam sampai ampula recti.lalu
rotasikantelunjuk.
6. Nilai mukosa rektum dan keadaansekelilingnya.
7. Kemudian nilai kondisiprostat.
8. Setelah selesai dan dirasa sudah cukup,kemudian keluarkan telunjuk dan
lihat apakah ada berlendir atau berdarah handschoennya.

LEMBAR PENILAIAN KETERAMPILAN KLINIK

PEMERIKSAAN RECTAL TOUCHER

NAMA MAHASISWA : ...................................


NIM :...................................

No Aspek yang dinilai Nilai

0 1 2 3

1 Kemampuan menerangkan tujuan melakukan colok dubur

2 Kemampuan untuk menyiapkan bahan dan alat


untuk melakukan colok dubur

3 Kemampuan untuk melakukan inform concern


kepada pasien sebelum melakukan colok dubur.

4 Kemampuan untuk melakukan pemeriksaan colok dubur


yang benar dan mampu mendeskripsikan.

5 Kemampuan untuk menjelaskan interpretasi


hasil pemeriksaan
Keterangan :

0 = Tidak dilakukan
1 = Dilakukan / diterangkan tidak secara lengkap atau ada bagian
yang terlupakan.
2 = Dilakukan / diterangkan sistematik tetapi tidak begitu lancar.
3 = Dilakukan / diterangkan sistematik dan lancar.

Keterampilan rata-rata = total skor didapat /15x 100 % = ……….

Lhokseumawe, ………………….

Instruktur
(……………………………)

NIP

KETERAMPILAN VENA PUNCTURE (IV LINE)

PENGANTAR

Pemasangan kateter intravena (iv line catheter) adalah menempatkan


cairan steril melalui jarum langsung ke vena pasien. Biasanya cairan steril
mengandung elektrolit (natrium, kalsium, kalium), nutrien (biasanya glukosa),
vitamin atau obat.Pemasangan kateter intravena digunakan untuk memberikan
cairan ketika pasien tidak dapat menelan, tidak sadar, dehidrasi atau syok, untuk
memberikan garam yang diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan
elektrolit, atau glukosa yang diperlukan untuk metabolisme, atau untuk
memberikanmedikasi.

TUJUAN UMUM

Mahasiswa mampu melakukan persiapan alat dan bahan dan melakukan


pemasangan

iv line catheter.

TUJUAN KHUSUS
1. Mahasiswa mampu mempersiapkan alat dan bahan untuk pemasangan
kateter intravena
2. Mahasiswa mampu menentukan ukuran kateter intravena yangdigunakan

3. Mahasiswa mampu menentukan lokasi insersi atau penusukan kateter


intravena pada ekstremitasatas
4. Mahasiswa mengetahui persiapan psikologis pasien yang akan dilakukan
pemasangan kateterintravena
5. Mahasiswa mampu melakukan pemasangan kateterintravena

6. Mahasiswa mengetahui komplikasi dari pemasangan kateterintravena

STRATEGI PEMBELAJARAN

1. Responsi

2. Mengenalkan alat dan bahan untuk pemasangan kateter intravena,


mengenalkan warna dan ukuran kateter intravena, dan mengenalkan lokasi
penusukan kateter intravena pada ekstremitasatas

3. Berlatih melakukan pemasangan kateterintravena

4. Tugas kelompok di rumah (menjelaskan tentang komplikasi pemasangan


kateter intravena)

INTRAVENA LINE CATHETER

Alat dan Bahan

Dalam melakukan pemasangan infus dibutuhkan alat dan bahan yang


sebelumnya harus dipersiapkan terlebih dahulu, yaitu :

1. Sarung tangannonsteril.
2. Kateter plastik yang menyelubungi jarum (jaruminfus).
3. Larutan IV untukcairan.
4. Papan lengan(pilihan).
5. Slanginfus.
6. Tiang IV (yang diletakkan di tempat tidur atau berdiri sendiri denganroda)
ataupompaIV.
7. Paket atau perlengkapan pemasangan IV, termasuk torniket
(ataumansettekanan darah); plester-dengan lebar 2,5 cm (atau lebar plester 5
cm), kapas alkohol (atau antiseptik yang telah direkomendasikan oleh institusi,
seperti povidone); balutan kasa berukuran 5x5 cm; plester perekat ; label
perekat.
8. Gunting dan sabun(opsional).
9. Handuk atau penglindunglinen

Ukuran Kateter Intravena

Untuk pemilihan kateter intravena, pilihlah alat dengan panjang terpendek,


diameter terkecil yang memungkinkan administrasi cairan dengan benar.

Pemilihan Akses Vena


Anatomi

Pembuluh darah yaitu arteri dan vena terdiri dari beberapa lapisan,masing-
masing dengan struktur dan fungsi khusus :

1. Tunikaintima

Merupakan lapisan paling dalam dan berkontak langsung dengan aliran


vena.Lapisan ini dibentuk oleh lapisan tunggal sel-sel endotel yang
menyediakan permukaan yang licin dan bersifat nontrombogenik.Pada lapisan
ini terdapat katup, tonjolan semilunar, yang membantu mencegah refluks
darah.Kerusakan lapisan ini dapat terjadi akibat kanulasi traumatik, iritasi oleh
alat yang kaku atau besar, serta cairan infus dan partikel yang bersifatiritan.

2. Tunikamedia

Merupakan lapisan tengah, terdiri dari jaringan ikat yang mengandung serabut
muskular dan elastis.Jaringan ikat ini memungkinkan vena mentoleransi
perubahan tekanan dan aliran dengan menyediakan rekoil elastis dan kontraksi
muskular.

3. Tunikaadventisia

Merupakan lapisan terluar, terdiri dari serabut elastis longitudinal dan jaringan
ikat longgar

Vena perifer atau superfisial terletak di dalam fasia subkutan dan merupakan
akses paling mudah untuk terapi intravena.

1. Metakarpal  Titik mulai yang baik untuk kanulasiintravena.

2. Sefalika  Berasal dari bagian radial lengan. Sefalika aksesorius dimulai pada
pleksus belakang lengan depan atau jaringan venadorsalis.
3. Basilika  Dimulai dari bagian ulnar jaringan vena dorsalis, meluas ke
permukaan anterior lengan tepat di bawah siku di mana bertemu vena
medianakubiti.
4. Sefalika mediana  Timbul dari fossaantekubiti.

5. Basilikamediana Timbul dari fossa antekubiti, lebih besar dan


kurangberliku-liku daripadasefalika.
6. Anterbrakial mediana  Timbul dari pleksus vena pada telapak tangan, meluas
ke arah atas sisi ulnar dari lengandepan

Lokasi Insersi pada Vena Ekstremitas Atas Pemilihan

Adapun pemilihan vena untuk tempat insersi dilakukan sebelum melakukan


pemasangan infus berbeda-beda :

1. Pada orang dewasa pemasangan kanula lebih baik pada tungkai atas dan pada
tungkai bawah

1. Vena tangan paling sering digunakan untuk terapi IV yangrutin.

2. Vena depan, periksa dengan teliti kedua lengan sebelum keputusandibuat.

3. Vena lengan atas, juga digunakan untuk terapiIV.

4. Vena ekstremitas bawah, digunakan hanya menurut kebijaksanaaninstitusi.

5. Vena kepala, digunakan sesual kebijaksanaan institusi, sering dipilih pada bayi
dananak.
Faktor Yang Mempengaruhi Pemilihan Sisi Penusukan Vena

Pemilihan tempat insersi untuk penusukan vena juga harus teliti karena ada
beberapa faktor yang mempengaruhi pemilihan tempat insersi yang bisa
menyebabkan terjadinyakomplikasi.

1. Umur pasien; misalnya pada anak kecil, pemilihan sisi adalah sangat penting
dan mempengaruhi berapa lama IV periferberakhir.
2. Prosedur yang diantisipasi; misalnya jika pasien harus menerima jenis terapi
tertentu atau mengalami beberapa prosedur seperti pembedahan, pilih sisi
yang tidak terpengaruhi apapun.
3. Aktivitas pasien; misalnya gelisah, bergerak, tak bergerak dan perubahan tingkat
kesadaran.
4. Jenis IV: jenis larutan dan obat-obatan yang akan diberikan sering memaksa
tempat- tempat yang optimus (mis: hiperalimentasi adalah sangat mengiritasi
vena-venaperifer).
5. Terapi IV sebelumnya; flebitis sebelumnya membuat vena tidak baik untuk
digunakan: Kemoterapi membuat vena menjadi buruk (mudah pecah
atasklerosis).
6. Sakit sebelumnya; misalnya jangan digunakan ekstrimitas yang sakit pada
pasienstroke.

7. Kesukaan pasien; jika mungkin pertimbangkan kesukaan alami pasien untuk


sebelah kiri ataukanan.
8. Torniquet; gunakan 4 sampal 6 inci diatas sisi pungsi yangdiinginkan.

9. Membentuk genggaman; minta pasien membuka dan menutup


genggamanberulang-ulang.

10. Posisi tergantung; gantung lengan pada posisi menggantung (misalnya


dibawah batas jantung).

Persiapan Psikologis Pada pasien

Kondisi pasien perlu diperhatikan sebelum dilakukannya pemasangan infus,


sebaiknya lakukan komunikasi dan persiapan yang baik sebelum pemasangan guna
agar pasien tidak cemas saat dilakukan pemasangan infus,adapun persiapan
psikologis pada pasien :

a. Jelaskan prosedur sebelum melakukan dan berikan penyuluhan jikadiperlukan.

b. Berikan instruksi tentang perawatan dan keamananIV.

c. Gunakan terapi bermain untuk anakkecil.

d. Dorong pasien untuk mengajukan pertanyaan ataumasalah.

Pemasangan infus
Pelaksanaan dalam pemasangan infus harus dilaksanakan sebaik-baiknya guna
menghindari terjadinya komplikasi yang tidak diinginkan. Berikut cara umum dalam
pemasangan infus:

a. Persiapkan alat dan bahan seperti tiga buah potongan plester sepanjang 2,5 cm.
Belah dua salah satu plester sampai ke bagian tengah, jarum atau kateter, kapas
alkohol atau antiseptik.
b. Sambungkan cairan infus dengan infus set terlebih dahulu dan periksa tidak ada
udara pada infusset.
c. Pasang torniket pada daerah proksimal vena yang akan dikaterisasi 60-80mmHg.

d. Cuci tangan dan gunakan sarungtangan.


e. Pilih vena yang akan dilakukan pemasangan, untuk anak-anaklakukan
tekniktransiluminasi untuk mendapatkan vena.

f. Dengan kapas alkohol atau antiseptik yang tepat, bersihkan tempat insersi dan
biarkan hinggamengering.

g. Dorong pasien untuk tarik nafas dalam agar pasien relaksasi dannyaman.

h. Masukkan kateter ke vena sejajar dengan bagian terlurus vena, tusuk kulit
dengan sudut 30-45 derajat, setelah keluar darah pada ujung kateter, tarik
sedikit jarum pada kateter, dorong kateter sampai ujung, dan ditekan ujung
kateter dengan satu jari.
i. Lepaskan torniket. Sambungkan kateter dengan cairaninfus.

j. Lakukan fiksasi dengan plester atau ikatpita.

k. Lakukan monitoring kelancaran infus (tetesan, bengkak atau tidaknya


tempatinsersi)

l. Mencatat waktu, tanggal dan pemasangan ukurankateter

Komplikasi terapi intravena

Teknik pemasangan terapi intravena harus dilakukan sebaik-baiknya, adapun


faktor-faktor yang bisa menyebabkan terjadinya komplikasi harus dapat dicegah
semaksimal mungkin.Ada beberapa komplikasi yang bisa terjadi pada pemasangan
infus:

1. Flebitis disebabkan oleh alat intravena, obat-obatan, dan/atauinfeksi

2. Infiltrasi disebabkan oleh alat intravena keluar dari vena, dengan kebocoran
cairan kedalam jaringansekitarnya.
3. Emboli udara disebabkan karena masuknya udara kedalam sistemvaskular

4. Emboli dan kerusakan kateter disebabkan karena kateter rusak pada hubungan
dan kehilangan potongan kateter ke dalamsirkulasi.
5. Kelebihan dan bebn sirkulasi disebabkan karena infus cairan terlalu cepat (anak-
anak dan lansia lebihrentan).
6. Reaksi pirogenik disebabkan karena kontaminasi peralatan interavena dan
larutan yang digunakan deganbakteri.

REFERENSI

1. Smith-Temple, J., & Johnson Young, J. (2010). Nurses’ guide to clinical


procedures (6th ed). Philadelphia, PA: Lippincott Williams &Wilkins.
2. The Joint Commission. (2014). 2014 National patient safety goals. Retrieved
April, 2014
fromhttp://www.jointcommission.org/standards_information/npsgs.aspx
3. Scales K. 2005. Vascular access: a guide to peripheral venous canulation.
Nursing Standard : 19, 48-52. Date of acceptance : June13.
LEMBAR PENILAIAN KETERAMPILAN KLINIK

PEMASANGAN IV LINE

NAMA : ________________________________
NIM : ________________________________

No ASPEK YANG DINILAI SKOR


0 1 2 3
Mempersiapkan alat dan
1
bahanuntuk pemasangan
iv linecatheter
Menjelaskan warna dan ukuran kateter
2
intravena

Menentukan lokasi pemasangan kateter


3
intravena pada vena ekstremitas atas

Menyebutkan persiapan psikologispasien


4
sebelum memasang kateterintravena

5 Melakukan pemasangan infus

Menjelaskan komplikasi
6
pemasangankateter intravena

Keter
anga
n:
Skor
Penil
aian :
0 : Tidak dilakukan
1 : Dilakukan dengan
banyak perbaikan 2 :
Dilakukan dengan sedikit
perbaikan
3 : Dilakukan dengan sempurna dan
terstruktur

Nilai =( Total Skor didapat/18)x100 =


Lhokseumawe, ......................
....
Instruktur,

(.......................................
.)
NIP

PEMASANGAN PIPA NASOGASTRIK (NASOGASTRIC TUBE/NGT )

I. PENGERTIAN
Pemasangan Pipa Nasogastrik (NGT) adalah prosedur memasukkan pipa
panjang yang terbuat dari polyurethane atau silicone melalui hidung, esofagus
sampai kedalam lambung dengan indikasi tertentu. Sangat penting bagi
mahasiswa kedokteran untuk mengetahui cara pemasangan pipa NGT dan
mengetahui pipa NGT tersebut sudah masuk dengan benar pada tempatnya.

II. INDIKASI
Ada 3 indikasi utama pemasangan NGT :

1. Dekompresi isilambung

 Mengeluarkan cairan lambung pada pasien ileus obstruktif/ileus


paralitik peritonitis dan pankreatitisakut.
 Perdarahan saluran cerna bagian atas untuk bilas lambung
(mengeluarkan cairanlambung)
2. Memasukkan Cairan/Makanan ( Feeding, LavageLambung)

 Pasien tidak dapat menelan oleh karena berbagaisebab

 Lavage lambung pada kasuskeracunan

3. Diagnostik

 Membantu diagnosis dengan analisa cairan isilambung.

III. KONTRAINDIKASI
Kontraindikasi pemasangan NGT meliputi:

1. Pasien dengan maxillofacial injury atau fraktur basis cranii fossa


anterior. Pemasangan NGT melalui nasal berpotensi untuk
misplacement NGT melalui fossa cribiformis, menyebabkan penetrasi
keintrakranial
2. Pasien dengan riwayat striktur esofagus dan varisesesofagus.

3. Pasien dengan tumoresofagus

IV. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi akibat pemasangan NGT:

1. Iritasi hidung, sinusitis, epistaksis, rhinorrhea, fistula


esophagotracheal akibat pemasangan NGT jangkalama.
2. PneumoniaAspirasi.
3. Hypoxia, cyanosis, atau respiratory arrest akibat trachealintubation
V. TUJUAN PEMBELAJARAN
TujuanUmum:

Setelah mengikuti kegiatan ini mahasiswa mampu melakukan pemasangan NGT


secara benar.

Tujuan Khusus:

Setelah kegiatan ini mahasiswa mampu:

1. Mengetahui indikasi dan kontraindikasi pemasanganNGT.


2. Mempersiapkan alat dan bahan untuk pemasanganNGT
3. Melakukan pemasangan NGT sesuai dengan prosedur.

VI. MEDIA DAN ALAT BANTU BELAJAR


- Daftar panduan belajar PemasanganNGT.
- Stetoskop, handscoen (sarung tangan), pipanasogastrik
- Jelly, lap, sabun dan wastafel (air mengalir) untuk simulasi mencucitangan
- Audio-visual

VII. METODE PEMBELAJARAN


1. Demonstrasi sesuai dengan daftar panduanbelajar
2. Ceramah

3. Diskusi
4. Partisipasi aktif dalam skill lab(simulasi)

5. Evaluasi melalui check list/daftar tilik dengan sistemskor

VIII. BAHAN DAN ALAT


a. Handscoen
b. Selang nasogastrik (Nasogastrictube)
c. Jeli silokain atau K-Y jelly
d. Stetoscope
e. Spuit 10 cc
f. Non-allergenictape
g. CurvedBasin
h. Suction

IX. PROSEDUR TINDAKAN


1. Melakukan Informed Consent kepadapasien:
a.Menjelaskan indikasi pemasangan NGT sesuai dengan kondisipasien

b. Prosedur pemasanganNGT.
c.Meminta persetujuanpasien.

Gambar 1. Peralatan pemasangan NGT

2. Menyiapkan peralatan dan bahan untuk pemasanganNGT.


3. Mencuci tangan dan memakai Personel Protective Equipment
(Handscoen).

4. Memposisikan pasien setengah duduk dengan kepala sedikit di tekuk ke


depan (High Fowler) bila pasiensadar.
5. Memposisikan pasien dalam posisi telentang jika pasien tidaksadar.
6. Melakukan pengukuran / perkiraan batas lambung dengan menggunakan
NGT, yaitu dari hidung ke telinga, lalu dari telinga ke processus
xiphoideus. Menentukan batas panjang NGT yang akan dimasukkan
dengan melihat indikator yang padaNGT.

Gambar 2. Pengukuran NGT


7. Mengoles NGT dengan K-YJelly.

8. Memasukkan NGT melalui hidung secara pelan-pelan sampai mencapai


lambung (sampai batas yang telah ditentukan sebelumnya).
9. Menguji letak NGT apakah sudah sampai lambung dengan
menggunakanmetode

Whoosh tes :

a. Memasang membran stetoskop setinggi epigastriumkiri.

b. Melakukan aspirasi udara dengan spoit 10 cc.

c. Memasang spoit 10 cc yang telah berisi udara keNGT.

d. Menyemprotkan udara yang berada di dalam spoit dengan cepat sambil


mendengarkan ada tidaknya suara “whoosh” pada stetoskop. Jika
terdengar suara “whoosh” makaNGT telah masuk ke dalam lambung. Jika
tidak terdengar maka selang NGT dimasukkan/dikeluarkan beberapa cm.
Kemudian dilakukan pengulangan metode “whoosh” hingga terdengar
suara padastetoskop.

Gambar 3. Whoosh test

10. Melakukan fiksasi NGT pada hidung dengan menggunakanplester.

11. Menyambungkan NGT dengan botolpenampung.


12. Membuka dan membuang handschoen pada tempat sampahmedis.
13. Melakukan cucitangan.

Gambar 2. Fiksasi NGT


Referensi:

1. Insertion and Confirmation of position of Nasogastric tubes for adults and children. Northern
Health and Social Care Trust. June2010
2. Policy for the insertion of a Naso-gastric tube in Adults. Birmingham East andNorth NHS.
October2009.
3. Nasogastric Feeding Tube Placement and Management Resource Manual.Salford Royal NHS
Foundation. August2011.
4. Schwartz Manual of Surgery 8th Edition. The MacGraw-Hill companies, New York, 2006

LEMBAR PENILAIAN KETERAMPILAN KLINIK


PEMASANGAN NASOGASTRIC TUBE/NGT ( NGT)

NAMA : ________________________________
NIM : ________________________________

SKOR
No ASPEK YANG DINILAI
0 1 2 3
1 Mempersiapkan alat dan bahan untuk
pemasangan NGT
2 Memberi salam,memperkenalkan diri

Menjelaskan indikasi,kontraindikasi,komplikasi
3 pemasangan NGT serta tindakan yang akan di lakukan
serta menuliskan Informed Consent

4 Mencuci tangan dan memakai Personel Protective


Equipment (Handscoen).
5 Mempersiapkan posisi pasien

6 Menentukan lokasi dan pengukuran pemasangan NGT

Mengoleskan jelly pada NGT dan melakukan prosedur


7
pemasangan NGT

8 Menguji dan memastikan letak NGT yang sudah


terpasang

9 Melakukan fiksasi dan menyambungkan NGT dengan botol


penampung

10 Membuka handscoen dan memcuci tangan

keterangan : Skor
Penilaian :
0 : Tidak dilakukan
1 : Dilakukan dengan banyak perbaikan
2 : Dilakukan dengan sedikit perbaikan
3 : Dilakukan dengan sempurna dan terstruktur
Nilai =( Total Skor didapat/30)x100 =
Lhokseumawe, ..........................
Instruktur,

(........................................)
NIP

JADWAL KETERAMPILAN KLINIK BLOK 2.4 GANGGUAN RESPIRASI TAHUN


AKADEMIK 2016/2017
K TANG
MG GAL
L WAKTU JUDUL INSTRUKTUR TEKNISI
GU
P

1 1/2/17 13.30-15.10 dr. Cut Khairunnisa,M.Kes

2 2/2/17 9.30-11.20 dr. Cut Khairunnisa,M.Kes


KK.1
I 3 30/1/17 13.30-15.10 dr.Rahmi Surayya,M.Med.Ed
Pemeriksaan
4 2/2/17 13.30-15.10 Respirasi dr.Meutia Kamalat Shah

5 31/1/17 13.30-15.10 dr.Meutia Kamalat Shah

1 6/2/17 13.30-15.10 dr.Cut Sidrah Nadira,M.Sc

2 7/2/17 13.30-15.10 dr.Cut Sidrah Nadira,M.Sc


KK.2
II 3 8/2/17 13.30-15.10 dr.Cut Sidrah Nadira,M.Sc
Spiromerti
4 9/2/17 13.30-15.10 dr. Nora Maulina,M.Biomeb

5 10/2/17 13.30-15.10 dr. Nora Maulina,M.Biomeb

1 13/2/17 13.30-15.10 dr.Maulina Debbyousha,Sp.PD


Fakrul
2 14/2/17 13.30-15.10 dr.Maulina Debbyousha,Sp.PD Rizal,Amd.Kep
KK 3
III 3 16/2/17 9.30-11.20 Interpretasi dr.Maulina Debbyousha,Sp.PD
Rontgen Thorax
4 17/2/17 9.30-11.20 dr.Maulina Debbyousha,Sp.PD

5 17/2/17 13.30-15.10 dr.Maulina Debbyousha,Sp.PD

1 20/2/17 9.30-11.20 dr.Meutia Kamalat Shah

2 20/2/17 13.30-15.10 KK. 4 dr.Meutia Kamalat Shah

IV 3 21/2/17 10.30-12.20 Edukasi Rokok dr.Meutia Kamalat Shah

4 21/2/17 13.30-15.10 dr.Sufri Halwi,M.Kes

5 23/2/17 13.30-15.10 dr.Sufri Halwi,M.Kes

1 27/2/17 10.30-12.20

2 27/2/17 13.30-15.10
KK.5
V 3 28/2/17 10.30-12.20 Penilaian
Kelenjar Tiroid
4 28/2/17 13.30-15.10

5 2/3/17 13.30-15.10
1 7/3/17 09.30-11.20
KK 6
2 7/3/17 13.30-15.10
Pemberian
VI 3 8/3/17 13.30-15.10 Insulin pada
DM tanpa
4 9/3/17 10.30-12.20
Komplikasi
5 9/3/17 13.30-15.10

1 13/3/17 07.30-09.20

2 13/3/17 13.30-15.10
KK 7
VII 3 15/3/17 08.30-10.20 Edukasi pada
Penderita DM
4 15/3/17 13.30-15.10

5 17/3/17 08.30-10.20

1 20/3/17 13.30-15.10

2 21/3/17 10.30-12.20 KK 8

VIII 3 21/3/17 13.30-15.10 Pemeriksaan


Glukosa
4 23/3/17 09.30-11.20 Darah(Benedict)

5 24/3/17 09.30-11.20

1 27/3/17 13.30-15.10

2 29/3/17 13.30-15.10 KK 9

IX 3 30/3/17 10.30-12.20 Pemeriksaan


Abdomen
4 30/3/17 13.30-15.10 Khusus

5 3/4/17 13.30-15.10

1 4/4/17 09.30-11.20

2 4/4/17 13.30-15.10
KK 10
X 3 5/4/17 13.30-15.10 Pemeriksaan
Colok Dubur
4 6/4/17 09.30-11.20

5 6/4/17 13.30-15.10

XI 1 11/4/17 09.30-11.20 KK 11

2 11/4/17 13.30-15.10 Vena Pucture


3 12/3/17 13.30-15.10

4 13/3/17 09.30-11.20

5 13/3/17 13.30-15.10

1 17/4/17 13.30-15.10

2 18/4/17 13.30-15.10
KK 12
XII 3 19/4/17 13.30-15.10 Pemasangan
NGT
4 20/4/17 13.30-15.10

5 21/4/17 10.30-12.20

Anda mungkin juga menyukai