FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
LHOKSEUMAWE
2
Editor:
dr.Rahmi Surayya,M.Med.Ed
Nilawati,Amd
KATA PENGANTAR
Assalamu'alaikum Wr. Wb
.
Alhamdulillahirabbil „alamin, segenap puji dan syukur kita panjatkan
kehadirat Allah SWT atas tersusunnya Buku Panduan Keterampilan Klinik 4
untuk instruktur dan mahasiswa tahun akademik 2016/2017. Panduan ini
digunakan sebagai acuan dalam melaksanakan keterampilan klinik 4 sesuai
dengan jadwal yang telah diatur. Panduan KK 4 ini terdiri dari 12 judul
keterampilan yang tersebar dalam seri keterampilan pemeriksaan fisik, seri
keterampilan prosedural, dan seri keterampilan laboratorium.
3
Terima kasih, kami sampaikan kepada tim penyusun dan editor yang
telah menyusun buku panduan ini. Kami menyadari bahwa panduan ini masih
jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat kami
perlukan.
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.
Lhokseumawe, Februari 2017
Tim penyusun
DAFTAR ISI
4
2. Spiromerti……………. .............................................................................
10.Edukasi Rokok………………………………………………………………..
I. Pendahuluan
Modul ini dibuat untuk para mahasiswa dalam mencapai kemampuan tertentu di dalam
pemeriksaan sistem respirasi. Dengan mempelajari modul ini mahasiswa diharapkan akan
memiliki kemampuan yang baik tentang aplikasi sistem respirasi dalam pemeriksaan fisik
dalam mencapai suatu diagnosis.
5
4. Mampu memotivasi pasien agar melakukan apa-apa yang disuruh oleh pemeriksaan.
5. Mampu mengintruksikan pasien tidur telentang dan diikuti posisi duduk untuk
dilakukan pemeriksaan sistem respirasi.
6. Mampu melakukan inspeksi toraks dan trakea dalam keadaan statis dan dinamis dan
menilai kelainan yang ditemukan
7. Mampu melakukan palpasi toraks dan menilai kelainan yang ditemukan.
8. Mampu melakukan perkusi pada dinding toraks dan menilai kelainan yang
ditemukan.
9. Mampu melakukan auskultasi dengan menggunakan stetoskop dan menilai kelainan
yang ditemukan .
6
Sternum 1/2 distal melengkung ke anterior, bagian lateral dinding
toraks kompressi ke medial (seperti dada burung).
Etiologi : Ricketsia dan kelainan congenital
2. Funnel chest
Bagian distal dari sternum terdorong ke dalam/mencekung
Etiologi : Ricketsia atau kongenital
3. Flat chest
Diameter anterior –posterior memendek
Etiologi : bilateral pleuro pulmonary fibrosis
4. Barrel chest (toraks emfisematous)
Diameter anterior – posterior memanjang
Iga-iga mendatar
Sela iga melebar
Sudut epigastrium tumpul
Diafragma mendatar
Etiologi : penyakit paru Obstruktif menahun ( PPOM )
5. Skoliosis
Vertebra thorakalis melengkung ke depan, sehingga terjadi perubahan
bentuk dan volume rongga toraks
6. Kyphosis / gibbus
Vertebra thorakalis melengkung kebelakang
Etiologi : Tuberkulosis Vertebra (spondilitis TB)
7. Unilateral Flattening
Salah satu hemithorax menjadi lebih pipih
Etiologi : fibrosis paru atau fibrosis pleura (schwarte)
8. Unilateral prominence
Salah satu hemithorax menonjol
Etiologi :
Efusi pleura yang banyak
Pneumothorax
b. Pernafasan Abnormal
1. Dyspneu
Keluhan objektif dimana orang sakit akan merasakan kesulitan bernafas, dapat
terjadi pada :
Obesitas
Penyakit jantung
Penyakit paru
Anemia
Hipertiroidisme
Neurocirculatory
Asthenia
1. Orthopnea
Sesak nafas kalau posisi tidur dan berkurang kalau posisi duduk .
2. Kusmaull breathing
Pernafasan yang cepat dan dalam ,misal pada keadaan asidosis.
3. Asthmatic breathing
Ekspirasi memanjang disertai mengi (wheezing),misal pada asma bronkial
4. Cheyne stokes breathing
Pernafasan periodik secara bergantian antara pernafasan cepat (hiperpnea)
dengan apnea. Apnea dapat sampai 30 detik, pasien dapat tertidur pada periode
ini .
Contoh :
7
o Penyakit jantung
o Penyakit ginjal
o Asma berat
o Peningkatan tekanan intra kranial
o Keracunan obat
5. Biot’s breathing
Pernafasan yang tak teratur ,didapatkan pada :
o Trauma kapitis
o Tumor serebral
o Meningoensefalitis
B. Palpasi Toraks
Penilaian pada palpasi toraks adalah taktil fremitus dengan cara berikut: Kedua
telapak tangan pemeriksa menempel pada dinding toraks seperti pada bagian
posterior atau punggung, kemudian pasien disuruh berucap kata-kata seperti 77 atau
99 dengan nada yang sedang kemudian simetris, dibandingkan getaran suara yang
timbul pada dinding toraks yang dirasakan pada kedua telapak tangan pemeriksa.
- Fremitus normal : hemithorax kiri sama dengan hemithoraks kanan secara
simetris
- Fremitus meningkat ,ditemukan pada :
i. Infiltrat paru
ii. Compressive atelectasis
iii. Kavitas paru
- Fremitus menurun ditemukan pada :
i. Penebalan Pleura
ii. Efusi Pleura
iii. Pneumothorax
iv. Emfisema paru
v. Obstruksi bronkus total
8
C. Perkusi Toraks
Perkusi adalah jenis pemeriksaan fisik yang berdasarkan interpretasi dari suara yang di
hasilkan oleh ketokan pada dinding toraks. Metode ini tetap penting walaupun
pemeriksaan radiologi toraks makin berkembang, oleh karena dalam pemeriksaan fisik
yang baik bisa memprediksikan kelainan yang ada dalam rongga toraks sebelum
pemeriksaan radiologi dilakukan.
Teknik Perkusi
Penderita bisa dalam posisi tidur dan bisa dalam posisi duduk. Pemeriksaan
menggunakan jari tengah dan jari kiri yang menempel pada permukaan dinding toraks,
tegak lurus dengan iga atau sejajar dengan iga disebut sebagai fleksi meter. Sementara jari
tengah tangan kanan di gunakan sebagai pemukul (pengetok) disebut fleksor pada
fleksimeter tadi. Jika pasien duduk, kedua tangan pasien diletakkan pada paha dengan
fleksi pada sendi siku. Jika pasien tidur oleh karena tidak dapat duduk maka untuk
perkusi daerah punggung pasien dimiringkan ke kiri dan ke kanan bergantian. Perkusi
dimulai dari lapangan atas paru menuju ke lapangan bawah sambil membandingkan
bunyi perkusi antara hemithorax kanan dan hemithorax kiri :
1. Jika dinding toraks pasien lebih tebal tekanan jari fleksi meter pada permukaan
dinding toraks semakin ditingkatkan dan ketokan fleksor semakin kuat.
2. Lakukan ketukan cepat, kuat, tegak lurus memantul dari jari tengah tangan kanan pada
phalang kedua dari jari tengah tangan kiri yang menempel pada permukaan dinding
toraks.
3. Gerakan ketokan pada pergelangan tangan bukan pada siku .
4. Kekuatan perkusi disesuaikan, pada dinding toraks yang ototnya tebal perkusi agak
lebih kuat sedangkan pada daerah yang ototnya tipis seperti daerah aksila dan
lapangan bawah paru, kekuatan perkusi tidak terlalu kuat.
9
o Batas jantung dengan perkusi :
Kanan : ruang intercostal III- IV pinggir sternum kanan
Kiri atas : ruang intercostal III kiri, 2-4 cm dari midsternum
Kiri bawah : intercostal V kiri, pada linea mid clavicularis.
D. Auskultasi paru
Auskultasi paru dilaksanankan secara indirek yaitu dengan memakai stetoskop. Sebelum
ditemukan stetoskop auskultasi dilakukan secara direk dengan menempelkan telinga
pemeriksa pada permukaan tubuh orang sakit. Ada dua tipe dari stetoskop yaitu Bell type
untuk mendengar nada-nada yang lebih rendah dan Bowel atau membrane type untuk
nada-nada yang lebih tinggi. Umumnya setiap stetoskop dilengkapi dengan kedua tipe ini.
Posisi penderita sebaiknya duduk seperti melakukan perkusi. Kalau pasien tidak bisa
duduk, auskultasi dapat dilaksanakan dalam posisi tidur. Pasien sebaiknya disuruh
bernafas dengan mulut tidak melalui hidung.
Pemeriksa memberikan contoh bernafas terlebih dulu sebelum memeriksa
pasien. Hal yang diperiksa pada auskultasi paru adalah :
1. Suara nafas (breath sounds)
2. Ronchi (rales)
10
3. Pleura Friction (bunyi gesekan pleura)
4. Voice sounds (bunyi bersuara)
Ronki (Rales)
Ada dua jenis ronki yaitu ronki basah (moist rales) dan ronki kering (dry rales).
Ronki basah adalah suara tambahan selain suara nafas, yaitu bunyi gelembung-
gelembung udara yang melewati cairan (gurgling atau bubling) terutama pada
fase inspirasi. Ronki basah disebabkan oleh adanya eksudat atau cairan dalam
bronkiolus atau alveoli dan bisa juga pada bronkus dan trakea. Ada ronki basah
nyaring contohnya pada infiltrat paru dan ronki basah tak nyaring misalnya pada
bendungan paru. Ada ronki basah kasar, ini biasanya berasal dari cairan yang
berada di bronkus besar atau trakea, ada ronki basah sedang dan ada pula ronki
basah halus yang terutama terdengar pada akhir inspirasi, terdengar seperti bunyi
gesekan rambut antara jari telunjuk dengan empu jari.
Ronki kering disebabkan lewatnya udara melalui penyempitan saluran
nafas, inflamasi atau spasme saluran nafas seperti pada bronkitis atau asma
bronkial. Ronki kering lebih dominan pada fase ekspirasi, terdengar squeaking
dan groaning, pada saluran yang lebih besar adalah deep tone gan groaning
11
(sonorous) dan pada saluran yang lebih kecil terdengar squeaking dan whistling
(sibilant). Ronki kering dengan berbagai kualitas frekuensi pitchnya disebut
musical rales (seperti pada asma bronkial)
Pleural Friction
Terjadinya bunyi pergeseran antara pleura pariental dengan pleura viseral waktu
inspirasi disebut pleural friction. Dapat terjadi pada pleuritis fibrinosa. Lokasi
yang sering terjadi pleura friction adalah pada bagian bawah dari aksila, namun
dapat juga terjadi di bagian lain pada lapangan paru. Terdengar seperti menggosok
ibu jari dengan jari telunjuk dengan tekanan yang cukup keras pada pangkal
telinga kita, terdengar pada fase inspirasi dan ekspirasi.
Bronchophoni
Vocal sound (suara biasa) bila didengarkan pada dinding toraks (lapangan paru)
akan terdengar kurang keras dan terdengar jauh. Bila terdengar lebih keras, lebih
jelas dan pada pangkal telinga pemeriksa disebut bronchoponi positif, terdapat
pada pemadatan parenkim paru, misal pada infiltrat dan atelektasis kompresif.
Eugophoni
Eugophoni yaitu bronchophoni yang terdengar nasal, biasanya disebabkan oleh
kompresif atelektasis akibat dorongan efusi pleura pada parenkim paru terdengar
pada perbatasan cairan dengan parenkim paru.
12
LEMBAR PENILAIAN KETERAMPILAN KLINIK
PEMERIKSAAN FISIK SISTEM RESPIRASI
NAMA :
NIM :
13
5. Gigi dan lidah
6. Bukal
Keterangan Skor : 0=Tidak dilakukan sama sekali
1=Dilakukan dengan banyak perbaikan
2=Dilakukan dengan sedikit perbaikan
3=Dilakukan dengan sempurna
Lhokseumawe,…………………….2016
Instruktur Mahasiswa,
(………………………….)
(……..………….…………)
NIP: NIM:
NAMA :
NIM :
Inspeksi Toraks 0 1 2 3
14
16 Mencari batas paru hepar pada linea mid klavikularis kanan
(perubahan suara perkusi dari sonor ke redup, normal pada
RIC V kanan)
17 Menentukan batas belakang paru normal vertebra Th X/XI
kanan dan kiri
18 Menentukan peranjakan batas belakang, dengan inspirasi
dalam, batas belakang beranjak turun 2 jari (±4 cm)
19 Perkusi timpani pada toraks anterior kiri bawah (daerah
lambung)
20 Perkusi menentukan batas paru jantung : kanan, kiri atas, kiri
bawah
Auskultasi
21 Mendengar suara nafas, vesikuler pada kedua lapangan paru
kiri dan kanan pada posisi tidur dan duduk
22 Mendengar nafas trakeal (bronkial) pada daerah supra sternal
dan trakea
23 Mendengar suara nafas bronkovesikuler pada daerah
interskapula dan di atas korpus sterni
Lhokseumawe,…………………….2016
Instruktur Mahasiswa,
(……………………..……….)
(……………….…………………………)
NIP: NIM:
15
BANTUAN HIDUP DASAR (BASIC LIFE SUPPORT)
A. INDIKASI
Kasus yang harus dilakukan tindakan Bantuan Hidup Dasar antara lain;
1. Henti Nafas
Henti nafas ditandai dengan tidak adanya gerakan dada dan aliran udara pernafasan
dari korban/pasien. Ini dapat terjadi pada keadaan:
a) Tenggelam
b) Stroke
c) Obstruksi jalan nafas
d) Epiglotitis
e) Overdosis obat-obatan
f) Tersengat listrik
g) Infark miokard
h) Tersambar petir
i) Koma akibat berbagai macam kasus
Pada awal henti nafas oksigen masih dapat masuk ke dalam darah untuk beberapa
menit dan jantung masih dapat mensirkulasikan darah ke otak dan organ vital lainnya.
Jika pada keadaan ini diberikan bantuan nafas akan sangat bermanfaat agar korban dapat
tetap hidup dan mencegah henti jantung.
2. Henti Jantung
Pada saat terjadi henti jantung secara langsung akan terjadi henti sirkulasi. Henti
sirkulasi ini akan dengan cepat menyebabkan otak dan organ vital kekurangan oksigen.
Pernafasan yang terganggu (tersengal-sengal) merupakan tanda awal akan terjadi henti
jantung.
Bantuan hidup dasar merupakan bagian dari pengelolaan gawat darurat medik yang
bertujuan:
a. Mencegah berhentinya sirkulasi atau berhentinya respirasi
b. Memberikan bantuan eksternal terhadap sirkulasi dan ventilasi dari korban yang
mengalami henti jantung atau henti nafas melalui Resusitasi Jantung Paru (RJP).
Resusitasi Jantung Paru terdiri dari dua tahap, yaitu:
16
- Survei Primer (Primary Survey), yang dapat dilakukan oleh setiap orang
- Survei Sekunder (Secondary Survey), yang hanya dapat dilakukan oleh tenaga
medis dan paramedis terlatih dan merupakan lanjutan dari survei primer.
B. SURVEI PRIMER
Dalam survei primer difokuskan pada bantuan nafas dan bantuan sirkulasi serta
defibrilasi. Untuk dapat mengingatkan dengan mudah tindakan survei primer dirumuskan
dengan abjad A, B, C, dan D, yaitu:
A airway (jalan nafas )
B breathing (bantuan nafas)
C circulation (bantuan sirkulasi)
D defibrillation (terapi listrik)
Sebelum melakukan tahapan A (airway), harus terlebih dahulu dilakukan prosedur
awal pada korban/pasien, yaitu:
1. Memastikan keamanan lingkungan bagi penolong
2. Memastikan kesadaran dari korban /pasien
Untuk memastikan korban dalam keadaan sadar atau tidak, penolong harus
melakukan upaya agar dapat memastikan kesadaran korban/pasien, dapat dengan
cara menyentuh atau menggoyangkan bahu korban/pasien dengan lembut dan
mantap untuk mencegah pergerakan yang berlebihan, sambil memanggil
namanya atau Pak!!! / Bu!!! / Mas!!! / Mbak!!!
3. Meminta pertolongan
Jika ternyata korban /pasien tidak memberikan respon terhadap panggilan, segera
minta bantuan denagn cara berteriak “Tolong!!!” untuk mengaktifkan sistem
pelayanan medis lebih lanjut.
4. Memperbaiki posisi korban/pasien
Untuk melakukan tindakan BHD yang efektif, korban/pasien harus dalam posisi
terlentang dan berada pada permukaan yang rata dan keras. Jika korban
ditemukan dalam posisi miring atau tengkurap, ubahlah posisi korban ke posisi
terlentang. Ingat! Penolong harus membalikkan korban sebagai satu kesatuan
antara kepala, leher, dan bahu digerakkan secara bersama-sama. Jika posisi sudah
terlentang, korban harus dipertahankan pada posisi horizontal dengan alas tidur
yang keras dan kedua tangan di samping tubuh.
5. Mengatur posisi penolong
Segera berlutut sejajar dengan bahu korban agar saat memberikan bantuan nafas
dan sirkulasi, penolong tidak perlu mengubah posisi atau menggerakkan lutut.
Pengenalan Masalah
Gangguan airway dapat timbul secara mendadak dan total, perlahan-lahan dan
sebagian, serta progresif/berulang. Meskipun seringkali berhubungan dengan nyeri dan
atau kecemasan, takipneu mungkin merupakan tanda yang samar-samar tetapi dini akan
17
adanya bahaya terhadap airway atau ventilasi. Oleh karena itu penting untuk melakukan
penilaian ulang terhadap kelancaran airway dan kecukupan ventilasi. Khususnya
korban/pasien dengan penurunan kesadaran mempunyai risiko terhadap gangguan airway
dan sering kali memerlukan pemasangan airway definitif.
1. Lihat (look)
a. Bila korban/pasien sadar :
o Korban/pasien memegang leher dan gelisah
o Kebiruan, terutama didaerah bibir
o Korban/pasien berusaha dengan susah payah untuk bernafas. Lihat adanya
retraksi dan penggunaan otot-otot nafas tambahan.
b. Bila korban/pasien tidak sadar : tidak terdapat gejala apa-apa, mungkin terlihat
kebiruan (sianosis) saja. Sianosis menunjukkan hipoksemia yang disebabkan oleh
kurangnya oksigenasi dan dapat dilihat dengan melihat pada kuku-kuku dan kulit
sekitar mulut.
2. Dengar (listen) adanya suara –suara abnormal. Pernafasan yang berbunyi adalah
pernafasan yang tersumbat. Suara mendengkur (snoring), berkumur (gurgling), dan
bersiul (crowing sound, stridor) mungkin berhubungan dengan sumbatan parsial pada
faring atau laring. Korban/pasien yang melawan dan kata – kata kasar (gaduh gelisah)
mungkin mengalami hipoksia dan tidak boleh dianggap karena keracunan atau mabuk.
3. Raba (feel) lokasi trakea dan dengan cepat tentukan apakah trakea berada di tengah.
18
A. Head Tilt
Dorong kepala ke belakang dengan tangan diatas dahinya. Pada posisi ini
lidah tertarik keatas sehingga jalan nafas akan terbuka.
Jangan meletakkan seseuatu dibawah kepala kerena hanya akan memperburuk
keadaan
B. Chin Lift
Jari jemari salah satu tangan diletakkan dibawah dagu, yang kemudian secara
hati-hati diangkat ke atas untuk membawa dagu kearah depan. Ibu jari tangan
yang sama, dengan ringan menekan bibir bawah untuk membuka mulut. Cara
ini tidak boleh menyebabkan hiperekstensi leher.
C. Jaw thrust
Dilakukan dengan cara memegang sudut rahang bawah ke depan
Tindakan selanjutnya tergantung pada keadaan korban itu sendiri. Bila korban
bernafas cukup, letakkan korban dalam posisi miring dan posisi leher/kepala
tetap dipertahankan. Bila korban tidak bernafas atau pernafasan tidak cukup
lakukan pernafasan buatan.
19
2. Membersihkan jalan nafas
Dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu :
Penghisapan (suction) dengan alat penghisap
Sapuan jari : Penolong membuang sumbatan yang mengganggu jalan nafas
dengan menggunakan jari tangannya. Kalau sumbatan berupa cairan dapat
dibersihkan dengan jari telunjuk atau jari tengah yang dilapisi dengan
sepotong kain, sedangkan sumbatan oleh benda keras dapat dikorek dengan
menggunakan jari telunjuk yang dibengkokkan. Khusus pada anak dan bayi,
tindakan ini hanya dilakukan bila benda yang menyumbat terlihat. Mulut
dapat dibuka dengan teknik Cross Finger, di mana ibu jari diletakkan
berlawanan dengan jari telunjuk pada mulut korban.
Khusus untuk mengatasi sumbatan total pada jalan nafas akibat tersedak benda
padat, dikenal adanya perasat Heimlich. Perasat ini dapat dilakukan pada
dewasa dan anak, dengan cara sebagai berikut :
a. Hentakan perut; pada korban/pasien dewasa dan anak yang ada respon.
Penolong berdiri dibelakang korban/pasien. Posisi tangan penolong
memeluk diatas perut korban/pasien dengan sisi genggaman tangan
diletakkan pada pertengahan antara pusar dan batas pertemuan iga kiri-
kanan. Lalu hentakan tangan penolong ke arah belakang dan atas, posisi
kedua siku ke arah luar, lalu hentakkan sambil meminta korban/pasien
membantu memuntahkannya. Lakukan berulang-ulang sampai berhasil
atau korban/pasien menjadi tidak respon.
b. Hentakan perut; pada korban/pasien dewasa dan anak yang tidak ada
respon.
Baringkan korban/pasien dalam posisi terlentang, berlututlah sedemikian
rupa sehingga pada korban/pasien diapit oleh lutut penolong, lalu
tempatkan tumit tangan sedikit diatas pusat tepat pada garis tengah antara
pusat dan pertemuan rusuk kiri dan kanan. Lakukan 5 kali hentakan,
hentakan perut kearah bawah atas kemudian periksalah korban/pasien
dengan sapuan jari. Bila belum berhasil, ulangi langkah ini sampai jalan
nafas terbuka.
20
Caranya :
- Penolong mendekatkan telinga di atas mulut dan hidung korban/pasien dengan
wajah mengarah ke badan korban, sambil tetap mempertahankan jalan nafas tetap
terbuka
- Look (lihat pergerakan naik turunnya dinding dada/perut)
- Listen and Feel (udara terdengar dan terasa di pipi saat keluar dari mulut/hidung)
- Prosedur ini dilakukan tidak boleh melebih 10 detik.
21
Frekuensi cukup (nilai normal)
Adapun tanda-tanda pernafasan tidak adekuat antara lain :
Gerakan dada kurang baik
Ada suara nafas tambahan
Sianosis (kulit kebiruan)
Frekuensi kurang atau berlebih
Perubahan status mental (gelisah, cemas)
Tanda-tanda adanya henti nafas adalah :
Tidak ada gerakan dada atau perut
Tidak terdengar aliran udara melalui mulut atau hidung
Tidak terasa hembusan nafas dari mulut atau hidung
Pernafasan pada dewasa umumnya dada Sesak nafas dapat terlihat atau mungkin
perut (thorako abdominal), pada bayi juga tidak, bila terlihat maka akan
dan anak umumnya pernafasan perut ditemukan :
o Korban/pasien mengeluh sesak
o Bernafas cepat
o Pernafasan cuping hidung
o Pemakaian otot pernafasan tambahan :
- Tarikan bagian atas dada
(suprasternal)
- Tarikan antar iga (interkostal)
- Tarikan ulu hati (epigastrium)
o Mungkin korban/pasien terlihat biru
(sianosis)
Tabel 1. Penilaian status pernafasan
Pernafasan buatan
Bila korban/pasien tidak bernafas maka penolong harus berupaya memberikan
bantuan pernafasan. Ada beberapa teknik yang dikenal untuk memberikan
bantuan pernafasan, yaitu;
- Menggunakan mulut penolong
Mulut ke masker RJP
Mulut ke APD (alat pelindung diri)
Mulut ke mulut/hidung/stoma (lubang yang dibuat pada tenggorokan)
- Menggunakan alat bantu
Kantung masker berkatup (bag valve mask)
22
The EC clamp techniques of bagi-mask ventilations. Three fingers of one
hand lift the jaw (they form the "E") while the thumb and index finger hold
the mask to the face (making a "C")
Dewasa 10 – 12 kali/menit
Anak (1-8 thn) 20 kali/menit
Bayi (0-1 thn) > 20 kali/menit
MULUT KE MULUT
- Buka jalan nafas dengan head tilt-chin lift (bila tidak curiga ada patah tulang leher),
bila dicurigai cedera leher, maka lakukan dengan jaw thrust.
- Lakukan pemeriksaan nafas, lihat, dengar dan rasakan selama 3-5 detik
- Jika korban/pasien tidak bernafas, tarik nafas dalam, lalu tempelkan dan ketatkan
bibir anda disekeliling mulut korban agar tidak terjadi kebocoran saat
menghembuskan nafas dan jepit hidung menggunakan ibu jari dan telunjuk.
Tiupkan udara kedalam paru-parunya (selama 1,5-2 detik untuk dewasa dan 1,5
detik untuk bayi dan anak-anak) dan perhatikan dada korban, bila dada korban
naik, berarti udara telah mencapai paru-paru. Volume udara yang berlebihan dan
laju inspirasi yang terlalu cepat dapat menyebabkan udara memasuki lambung
sehingga terjadi distensi lambung.
- Kekuatan tiupan bervariasi sesuai dengan ukuran tubuh korban/pasien. Pada
korban/pasien dewasa umumnya dilakukan tiupan kuat, pada anak-anak diberikan
tiupan sedang, dan pada bayi hanya diberikan tiupan hasil penggembangan pipi
penolong
- Tetap pertahankan head tilt-chin lift, lepaskan mulut anda dari mulut korban supaya
terjadi pengeluaran udara secara pasif dari paru-paru. Perhatikan dada korban akan
mengecil. Ambillah nafas sebelum anda meniupkan udara kedalam paru-paru
korban lagi
- Jika mengalami kesulitan memberikan nafas buatan yang efektif, maka periksa lagi
apakah mulut korban telah bersih dari sumbatan, apakah posisi head tilt-chin lift
sudah benar. Usahakan lagi memberi nafas buatan sampai 5 kali untuk
23
mendapatkan paling sedikit 2 nafas buatan yang efektif. Teruskan sampai korban
mulai bernafas atau ada digantikan oleh orang lain yang menguasai pernafasan
buatan.
MULUT KE HIDUNG
Teknik ini direkomendasikan jika usaha ventilasi dari mulut ke mulut tidak
memungkinkan, misalnya pada trismus atau bila mulut korban mengalami luka
yang berat. Caranya : tempelkan mulut pada hidung pasien dan penolong menutup
mulut pasien dengan rapat (dagu didorong kedepan).
MULUT KE STOMA
Dilakukan pada korban/pasien dengan laringotomi (mempunyai lubang yang
menghubungkan trakhea langsung ke kulit)
24
Pemberian oksigen pada korban/pasien yang sudah kembali bernafas spontan dapat
dengan kanul hidung, masker wajah dll.
Umum
Sirkulasi terdiri dari jantung dan pembuluh darah
Volume darah orang dewasa normal ± 7% dari berat badan
Volume darah anak-anak ± 8 – 9% dari berat badan (80-90ml/kg BB).
Frekuensi denyut jantung :
o Dewasa : 60-100 kali/menit
o Bayi : 100-160 kali/menit
o Anak (2-10 thn) : 70-140 kali/menit
Gangguan sirkulasi
Yang dinilai :
1. Nadi : kecepatan, kualitas, keteraturan, pulsus paradoksus
2. Warna kulit
3. Tekanan darah dan suhu → bila ada waktu.
25
26
UJI FAAL PARU (SPIROMETRI)
Faal paru berarti kerja atau fungsi paru dan uji faal paru merupakan pengukuran obyektif
apakah fungsi paru seseorang dalam keadaan normal atau abnormal. Pemeriksaan faal paru
biasanya dikerjakan berdasarkan indikasi atau keperluan tertentu. Secara lengkap, uji faal paru
dilakukan dengan menilai fungsi ventilasi, difusi gas, perfusi darah paru dan transpor gas O2 dan
CO2 dalam peredaran darah. Untuk keperluan praktis dan uji skrining, biasanya penilaian faal
paru seseorang cukup dengan melakukan uji fungsi ventilasi paru. Apakah fungsi ventilasi
nilainya baik, dapat mewakili keseluruhan fungsi paru dan biasanya fungsi-fungsi paru lainnya
juga baik. Penilaian fungsi ventilasi berkaitan erat dengan penilaian mekanika pernapasan. Untuk
menilai fungsi ventilasi digunakan alat spirometer untuk mencatat grafik pernapasan berdasarkan
jumlah dan kecepatan udara yang keluar atau masuk ke dalam spirometer.
Spirometri merupakan suatu metode sederhana yang dapat mengukur sebagian terbesar
volume dan kapasitas paru. Spirometri merekam secara grafis atau digital, volume ekspirasi paksa
(forced expiratory volume in 1 second/FEV1) dan kapasitas vital paksa (forced vital
capacity/FVC). Pemeriksaan dengan spirometer ini penting untuk pengkajian fungsi ventilasi
paru secara mendalam. Jenis gangguan fungsi paru dapat digolongkan menjadi 2 yaitu :
a. Gangguan fungsi obstruktif (hambatan aliran udara) : bilai nilai rasio FEV1/FVC <70%
b. Gangguan fungsi restriktif (hambatan pengembangan paru) : bila nilai kapasitas vital (vital
capacity/VC) <80% dibanding dengan nilai standar.
INDIKASI
a. Diagnostik
- Evaluasi keluhan dan gejala (deformitas rongga dada, sianosis, penurunan suara
napas, perlambatan udara ekspirasi, overinflasi, ronki yang tidak dapat dijelaskan)
- Evaluasi hasil laboratorium abnormal (foto toraks abnormal, hiperkapnia, hipoksemia,
polisitemia)
- Menilai pengaruh penyakit sistemik terhadap fungsi paru
- Deteksi dini seseorang yang memiliki risiko menderita penyakit paru (perokok, usia
>40 tahun, pekerja yang terpajan substansi tertentu)
- Pemeriksaan rutin (risiko pra-operasi, menilai prognosis, menilai status kesehatan)
b. Monitoring
- Menilai efek terapi (terapi bronkodilator, steroid)
- Menggambarkan perjalanan penyakit (penyakit paru, interstisial lung disease/ILD),
gagal jantung kronik, penyakit neuromuskuler, sindrom Guillain-Barre)
- Menilai efek samping obat terhadap fungsi paru
c. Evaluasi kecacatan
- Mengetahui kecacatan atau ketidakmampuan (misal untuk kepentingan rehabilitasi,
asuransi, alasan hukum dan militer)
d. Kesehatan masyarakat
- Skrining gangguan fungsi paru pada populasi tertentu
KONTRA INDIKASI
Absolut : Tidak ada
Relatif : Batuk darah, pneumotoraks, status kardiovaskuler tidak stabil, infark miokard baru
atau emoli paru, aneurisma selebri, pasca bedah mata.
27
INTERPRETASI HASIL
Faal Paru Normal :
- VC dan FVC >80% dari nilai prediksi
- FEV1 >80% dari nilai prediksi
- Rasio FEV1/FVC >70%
28
1. Persiapan Tindakan
a. Bahan dan Alat :
- Alat spirometer yang telah dikalibrasi untuk volume dan arus minimal 1 kali dalam
seminggu.
- Mouth piece sekali pakai.
b. Pasien :
- Bebas rokok minimal 2 jam sebelum pemeriksaan
- Tidak boleh makan terlalu kenyang, sesaat sebelum pemeriksaan
- Tidak boleh berpakaian terlalu ketat
- Penggunaan bronkodilator kerja singkat terakhir minimal 8 jam sebelum pemeriksaan
dan 24 jam untuk bronklodilator kerja panjang.
- Memasukkan data ke dalam alat spirometri, data berikut :
Identitas diri (Nama)
Jenis kelamin
Umur
Berat badan
Tinggi badan
Suhu ruangan
c. Ruang dan fasilitas :
- Ruangan harus mempunyai sistem ventilasi yang baik
- Suhu udara tempat pemeriksaan tidak boleh <170C atau >400C
- Pemeriksaan terhadap pasien yang dicurigai menderita penyakit infeksi saluran napas
dilakukan pada urutan terakhir dan setelah itu harus dilakukan tindakan antiseptik
pada alat.
2. Prosedur Tindakan
- Dilakukan pengukuran tinggi badan, kemudian tentukan besar nilai dugaan berdasarkan
nilai standar faal paru Pneumobile Project Indonesia
- Pemeriksaan sebaiknya dilakukan dalam posisi berdiri
- Penilaian meliputi pemeriksaan VC, FVC, FEV1, MVV :
Kapasitas vital (Vital Capasity, VC)
Pilih pemeriksaan kapasitas vital pada alat spirometri
Menerangkan manuver yang akan dilakukan
Pastikan bibir pasien melingkupi sekeliling mouth piece sehingga tidak ada kebocoran
Instruksikan pasien menghirup udara sebanyak mungkin dan kemudian udara
dikeluarkan sebanyak mungkin melalui mouthpiece
Manuver dilakukan minimal 3 kali
Kapasitas vital paksa (Forced Vital Capasity, FVC) dan Volume ekspirasi paksa
detik pertama (Forced Expiratory Volume in One Second, FEV1)
29
Pemeriksaan dilakukan 3 kali
30
LEMBAR PENILAIAN KETERAMPILAN KLINIK
PEMERIKSAAN UJI FAAL PARU (SPIROMETRI)
NAMA :
NIM :
Lhokseumawe,…………………….2016
Instruktur Mahasiswa,
(………………………….) (…….………….…………)
NIP: NIM:
31
Foto toraks adalah foto X-ray pada toraks yang dibuat untuk membantu melihat kelainan-
kelainan yang ada pada rongga toraks. Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan yang cukup
penting dalam penegakan diagnosis penyakit, terutama sistem respirasi. Pada foto toraks ini kita
dapat melihat kelainan-kelainan yang ada pada paru, pleura, organ-organ mediastinum, tulang-
tulang dan pada jaringan lunak sekitarnya. Dalam pembuatan foto toraks haruslah diperlihatkan
beberapa keadaan sehingga foto toraks yang dihasilkan dapat memenuhi syarat.
Indikasi Foto Toraks
1. Pasien dengan riwayat batuk.
2. Pasien dengan sesak
3. Nyeri dada
4. Untuk check up
5. Kelainan-kelainan pada dinding toraks
LANGKAH KLINIK
1. Melalukan pemeriksaan identitas pasien sesuai nomor register foto
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Tanggal
2. Melakukan pemeriksaan identitas foto yaitu
No foto
Marker dari foto berupa R – L atau D – S
3. Memasang foto di light – box dengan beranggapan pasien berhadapan dengan
pemeriksa
4. Menentukan posisi foto apakah PA, AP, Lateral (R/L), Lateral dekubitus (R/L)
atau oblique
5. Menentukan foto memenuhi syarat atau tidak, dengan menilai :
Inspirasi cukup dilihat dari posisi kedua diagfragma (kanan setinggi
intercostal IX – X posterior, dan diafragma kanan lebih tinggi dari pada
kiri)
Posisi simetris, dapat dilihat dari projeksi tulang corpus vertebra thoracal
yang terletak ditengah sendi sternoclaviculer kanan dan kiri.
Film meliputi seluruh cavum toraks mulai dari puncak cavum toraks
sampai sinus phrenico-costalis kanan kiri dapat terlihat pada film tersebut.
Vertebra thoracal biasanya terlihat hanya sampai Th. 3-4.
6. Melakukan penilaian terhadap foto toraks :
Periksa vaskuler parenkim paru, hili, mediastinum dan kedua
sinus/diafragma.
Karakteristik kelainan/lesi pada paru-paru, pleura, diafragma atau
mediastinum Periksa, apakah ada efek dari kelainan/lesi berupa
pendorongan atau penarikan terhadap hili, diafragma, mediastinum dan
penyempitan/pelebaran sela iga.
Pada anak-anak, periksa, apakah ada pembesaran kelenjar
paratrakeal/parahiler.
Periksa, apakah ada organ abdomen dalam rongga toraks.
Periksa keadaan soft tissue dan tulang-tulang iga/clavicula
32
8. Mengusulkan tambahan foto toraks posisi lain untuk lebih memperkuat
diagnosa (bila perlu).
5. Insiparasi cukup
Pada insipasi yang tidak adekuat atau pada saat ekspirasi, jantung akan terlihat
lebar dan mendatar, corakan bronkovaskular akan terlihat ramai/ memadat
karena terdorong oleh diafragma. Insiprasi dinyatakan cukup jika iga 6 anterior
atau iga 10 posterior terlihat komplit. Iga sisi anterior terlihat berbentuk V dan
iga posterior terlihat menyerupai huruf A
33
Gambar 3. Pengaruh inspirasi terhadap ukuran jantung dan corakan
bronkovaskular.
A. Inspirasi kurang, B Inspirasi cukup
6. Simetris
Radiografi toraks dikatakan simetris jika terdapat jarak yang sama antara
prosesus spinosus dan sisi medial os clavikula kanan – kiri. Posisi asimetris
dapat mengakibatkan gambaran jantung mengalami rotasi dan densitas paru
sisi kanan kiri berbeda sehingga penilaian menjadi kurang valid.
Gambar 4. Jarak yang sama antara prosesus spinosus dengan sisi medial
os clavikula bilateral
34
Gambar 6. Hillus paru pada foto toraks PA dan Lateral
- Sudut yang dibentuk oleh diafragma dengan iga disebut degan sinus kostofrenikus. Sinus
kostofrenikus normal berbentuk lancip.
- Sudut yang dibentuk oleh diafragma dengan bayangan jantung disebut sinus
kardiofrenikus
- Diafragma terlihat sebagai kubah di bawah jantung dan paru. Perbedaan tinggi kedua
diafragma yang normal adalah 1-1,5 cm. Tinggi kubah diafragma tidak boleh kurang dari
1,5 cm. Jika kurang dari 1,5 cm maka diafragma dikatakan mendatar.
Gambar 7. Diafragma pada foto toraks PA. Cara menilai tinggi kubah diafragma
- Batas jantung di kanan bawah dibentuk oleh atrium kanan. Atrium kanan bersambung
dengan mediastinum superior yang dibentuk oleh v. cava superior.
- Batas jantung disisi kiri atas dibentuk oleh arkus aorta yang menonjol di sebelah kiri
kolumna vertebralis. Di bawah arkus aorta ini batas jantung melengkung ke dalam
(konkaf) yang disebut pinggang jantung.
- Pada pinggang jantung ini, terdapat penonjolan dari arteria pulmonalis
- Di bawah penonjolan a. Pulmonalis terdapat aurikel atrium kiri (left atrial appendage)
- Batas kiri bawah jantung dibentuk oleh ventrikel kiri yang merupakan lengkungan
konveks ke bawah sampai ke sinus kardiofrenikus kiri. Puncak lengkungan dari ventrikel
kiri itu disebut sebagai apex jantung.
- Aorta desendens tampak samar-samar sebagai garis lurus yang letaknya para-vertebral
kiri dari arkus sampai diafragma.
35
Gambar 8. Radioanatomi foto toraks PA
36
- Lobus inferior kanan (right lower lobe/ RLL)
Gambar 10. Radioanatomi lobus paru kanan radiografi toraks PA dan lateral
Gambar 11. Radioanatomi lobus paru kiri radiografi toraks PA dan lateral
37
- Mediastinum posterior (pericardium sisi posterior sampai vertebra)
Rumus:
38
Pada radiografi toraks PA dewasa dengan bentuk tubuh yang normal, CTR kurang dari 50%. Pada
umumnya jantung mempunyai batas radio-anatomis sebagai berikut:
- Batas kanan jantung letaknya para-sternal, Bila kita memakai garis A, maka garis A ini
panjangnya tidak lebih dari 1/3 garis dari M ke dinding toraks kanan.
- Batas jantung sisi kiri terletak di garis pertengahan klavikula (mid-clavicular line).
- Batas dari arkus aorta, yaitu batas teratas dari jantung, letaknya 1-2 cm di bawah tepi
manubrium sterni.
39
LEMBAR PENILAIAN KETERAMPILAN KLINIK
PENILAIAN FOTO TORAKS UNTUK SISTEM RESPIRASI
NAMA :
NIM :
Nilai
No Aspek yang dinilai
0 1 2
1 Memasang radiografi toraks ke lampu kaca
2 Identitas
3 Marker
Foto toraks PA
4 Menilai densitas foto
5 Menunjukkan iga anterior (bentuk V)
6 Menunjukkan iga posterior (bentuk A)
7 Menilai inspirasi cukup atau tidak (iga 6 anterior atau iga 10
posterior terlihat komplit)
8 Menilai simetris/ tidak radiografi toraks (simetris jika terdapat
jarak yang sama antara prosesus spinosus dan sisi medial os
clavikula kanan-kiri)
9 Menunjukkan os scapula apakah superposisi dengan toraks atau
tidak
10 Menunjukkan hillus paru
11 Menunjukkan trakea dan bronkus utama kanan kiri
12 Menunjukkan sinus kardiofrenikus
13 Menunjukkan sinus kardiofrenikus
14 Menunjukkan diafragma
15 Mengukur tinggi kubah diafragma
16 Menyebutkan batas jantung sambil menunjukkannya di foto
toraks PA
- Atrium kanan
- Arcus aorta
- Pinggang jantung
- Aurikel atrium kiri
- Ventrikel kiri
- Apeks jantung
Foto toraks lateral
17 Menunjukkan hillus paru
18 Menunjukkan sinus kostofrenikus
19 Menunjukkan diafragma
20 Menjelaskan batas rongga mediastinum
21 Menyebutkan batas jantung sambil menunjukkannya di foto
toraks lateral
- Ventrikel kanan
- Atrium kiri
- Ventrikel kiri
22 Melakukan pengukuran jantung (Cardio-Thoracic Ratio)
40
Keterangan Skor : 0=Tidak dilakukan sama sekali
1=Dilakukan dengan perlu perbaikan
2=Dilakukan dengan sempurna
Lhokseumawe,………………….20
Instruktur Mahasiswa,
(………………………….) (……..………….…………)
NIP: NIM:
41
KONSELING BERHENTI MEROKOK
Konseling berasal dari kata counsel yang artinya memberikan saran, melakukan diskusi
dan pertukaran pendapat. Konseling adalah suatu kegiatan bertemu dan berdiskusinya seseorang
yang membutuhkan (klien) dan seseorang yang memberikan (konselor) dukungan dan dorongan
sedemikian rupa sehingga klien mempunyai keyakinan akan kemampuan dalam pemecahan
masalah. Pentingnya konseling untuk membantu klien dalam program berhenti merokok
disebabkan oleh berbagai hal, di antaranya :
1. Banyak perokok kesulitan berhenti karena ketergantungan nikotin.
2. Berhenti merokok menyebabkan gejala withdrawal, yang membuat klien relaps di saat
berusaha berhenti merokok.
3. Karena gejala withdrawal berlangsung 2-4 minggu, maka sangat penting untuk bisa
membantu klien di bulan pertama program berhenti merokok
42
Dalam melakukan konseling berhenti merokok bagi klien yang siap untuk berhenti merokok,
dilakukan intervensi singkat dengan menggunakan pendekatan 5A yaitu :
1. Ask = identifikasi tentang status dan situasi merokok klien.
2. Assess = nilai kesiapan klien untuk berhenti merokok.
3. Advise = beri anjuran/nasihat dengan pesan yang jelas dan tegas sesuai situasi klien.
4. Assist = bantu klien untuk berhenti merokok dengan identifikasi kesiapan berhenti merokok:
Tidak siap berhenti : berikan motivasi singkat dengan pendekatan 5R.
Siap berhenti : desain program berhenti merokok.
Sedang dalam proses berhenti : mencegah relaps.
5. Arrange = menyusun strategi tindak lanjut yaitu jadwal konseling berikutnya (follow up).
Bagi klien tidak siap berhenti merokok bisa diberikan motivasi singkat dengan pendekatan
5R yaitu :
1. Relevance = kaitkan merokok dengan dampak negatif terhadap kesehatan, manfaat, ekonomi,
dan kehidupan orang di sekitar klien.
2. Risk = minta klien untuk menjabarkan sendiri bahaya yang muncul dari merokok, baik risiko
akut, jangka panjang dan terhadap lingkungan di sekitar klien.
3. Reward = klien diajak mengidentifikasi manfaat yang dapat diperoleh dari berhenti merokok.
4. Roadblocks = tanyakan dan jelaskan kepada klien mengenai kemungkinan hambatan yang
dapat muncul dari upaya berhenti merokok.
5. Repetition = dukungan secara terus-menerus (berulang) saat klien kontrol untuk memberikan
motivasi dan memberitahu hal-hal yang harus dilakukan agar berhasil.
Pada fasilitas kesehatan dengan jumlah pasien yang besar konseling untuk berhenti merokok
dapat dilakukan dengan cepat tanpa memakan banyak waktu. metode sederhana yang dapat
digunakan adalah metode ABC yaitu Ask, Brief, dan Cessation support. Secara cepat yang dapat
dilakukan adalah :
Ask : Tanyakan dan dokumentasikan status merokok pasien.
Brief advise : berikan nasehat tentang bahaya merokok, nasehat tersebut harus bersifat
personal sesuai dengan permasalahan pasien. Hargai pasien yang sudah pernah mencoba
untuk berhenti merokok serta dokumentasikan nasehat yang diberikan.
43
Cessation Support (dukungan berhenti merokok) : bila pada klinik yang mempunyai unit
berhenti merokok maka dapat langsung dilakukan edukasi untuk berhenti merokok,
sedang pada fasilitas yang tidak punya dapat langsung merujuk ke fasilitas yang memiliki
unit berhenti merokok.
44
PENUNTUN BELAJAR KONSELING BERHENTI MEROKOK
45
1. PERSIAPAN PERTEMUAN
Penampilan pemeriksa
Waktu yang cukup
Tempat yang aman
46
2. SAAT KONSELING
Memperlihatkan sikap yang ramah, mengucapkan salam
Perkenalkan diri melalui jabat tangan
Menciptakan suasana yang bersahabat dalam rangka membina sambung rasa
Menggunakan bahasa yang mudah dipahami
Menjadi pendengar yang baik
Memberi kesempatan kepada klien untuk memberikan respons
Konseling dimulai dengan konselor memperkenalkan diri kemudian menanyakan data
umum klien yaitu : Nama, Umur, Alamat, Status perkawinan, Pekerjaan, dan Tingkat
pendidikan.
Bagi klien yang siap berhenti merokok, dilakukan diskusi untuk mengumpulkan
informasi dan identifikasi status dan situasi merokok dengan pendekatan 5A :
1. Ask (tanyakan)
- “Apakah Anda pernah/sedang merokok?”
- “Berapa batang rokok yang Anda konsumsi setiap hari?”
- “Sejak usia berapa Anda mulai merokok?”
- “Berapa kali Anda pernah berusaha berhenti merokok?”
- “Gangguan kesehatan apa yang dialami akibat merokok?”
Menanyakan dua pertanyaan untuk menilai tingkat ketergantungan nikotin dengan HSI
(heavy smoking index)
a. Berapa batang rokok yang dihisap dalam 1 hari
1-10 (skor 0)
11-20 (skor 1)
21-30 (skor 2)
> 30 (skor 3)
b. Berapa lama setelah bangun tidur merokok?
5 menit (skor 3)
6-30 menit (skor 2)
31-60 menit (skor 1)
>60 (Skor 0)
Jika skor HIS > 4 , pasien memerlukan strategi khusus karena memiliki risiko untuk
timbul gejala withdrawal seperti anxietas dan cepat marah, gelisah dan gangguan tidur.
Atau dapat juga menanyakan dengan menggunakan Fagerstom Test
2. Advise (anjurkan/nasihati)
- “Bapak, sangat penting bagi Bapak untuk berhenti merokok. Kami dapat
membantu Bapak untuk berhenti merokok dengan program yang ada di
Puskesmas/RS ini.”
- “Sangat penting bagi Anda untuk berhenti merokok. Lebih cepat, lebih baik. Dan
saya bisa membantu Anda.”
- “Sebagai dokter Bapak, saya sangat menekankan bahwa berhenti merokok
merupakan usaha yang paling baik untuk meningkatkan kualitas kesehatan
Bapak. Saya pribadi dan seluruh staff disini siap membantu Bapak.”
- “Jika Bapak terus merokok, akan berdampak sangat buruk pada penyakit asma
Bapak.”
- “Perokok ringan sekalipun tetap berbahaya bagi kesehatan, jadi Bapak sebaiknya
segera berhenti merokok.”
- “Saya menyadari bahwa berhenti merokok itu tidak mudah. Tapi ini adalah
langkah yang sangat penting untuk kesehatan Anda dan keluarga, saat ini mapun
di masa depan. Saya bisa membantu Anda untuk merencanakan program
berhenti merokok.”
47
3. Assess (evaluasi)
Dapat dilakukan dengan melihat tanggapan klien setiap saat konseling atas
pertanyaan tentang keinginan untuk berhenti merokok : “Apakah Bapak mau untuk
berhenti merokok sekarang?”
Ada 2 kemungkinan respons klien yang akan kita dapatkan :
a. Ingin berhenti merokok sekarang
b. Tidak ingin berhenti merokok
Kedua respons ini akan menentukan bantuan yang dapat diberikan oleh konselor.
4. Assist (bantu)
Berdasarkan hasil evaluasi, maka tindakan bantuan yang diberikan tergantung pada
keinginan klien untuk berhenti merokok.
Bagi klien yang siap berhenti merokok sekarang :
- Sediakan program berhenti merokok untuk klien yang ingin mengikuti program
intensif
- Bantu klien untuk menyusun rencana berhenti merokok
- Berikan informasi tambahan bagi klien yang termasuk dalam salah satu
populasi khusus
- Apabila diperlukan, rekomendasikan untuk menggunakan obat yang telah
disetujui : varenicline tartrate, bupropion slow release, nicotine replacement
therapy
- Beri dukungan sosial untuk mendorong klien melanjutkan program berhenti
merokok yang dijalani
- Beri informasi tambahan yang akan menguatkan klien untuk menjalani
program berhenti merokok, termasuk nomor telepon Puskesmas/klinik/RS atau
nomor handphone konselor yang dapat dihubungi
Bagi klien yang tidak ingin berhenti merokok :
- Lakukan langkah 5R
48
berhenti merokok, dan bantuk klien menyusun waktu untuk berhenti merokok,
kemudian lakukan pendekatan 5R
Bagi klien yang tidak ingin berhenti merokok, dibutuhkan suatu intervensi yang didesain
agar perokok tersebut dapat berhenti merokok dengan keinginan sendiri. Harapan ini
dapat dicapai melalui pendekatan yang disebut dengan 5R :
1. Relevance
Kaitkan merokok dengan dampak negatif terhadap kesehatan dan manfaat ekonomi
yang diperoleh jika klien berhenti merokok, selain itu kaitkan juga pada kehidupan
orang sekitar klien, misalnya asma anak klien akan semakin sering kambuh apabila
klien tidak berhenti.
2. Risk
Minta klien untuk menjabarkan sendiri bahaya yang muncul dari merokok :
• Risiko akut misalnya napas pendek, asma
• Risiko jangka panjang misalnya serangan jantung, stroke, tumor, PPOK, kanker
paru, impotensi
• Risiko terhadap lingkungan misalnya tingginya kemungkinan kanker paru pada
anak-anak, tingginya kasus anak merokok, risiko asma, infeksi saluran napas dan
gangguan pada telinga tengah.
3. Reward
Klien diajak mengidentifikasi manfaat yang dapat diperoleh dari merokok selama ini
kemudian coba juga identifikasi mengenai manfaat apa saja dari berhenti merokok
misalnya manfaat dari sisi kesehatan, meningkatkan usia harapan hidup, menghemat
uang, manfaat kepada lingkungan, manfaat kesehatan kepada anak dan bebas dari
kecanduan.
4. Roadblock
Tanyakan kepada klien mengenai kemungkinan hambatan yang dapat muncul dari
upaya berhenti merokok, misalnya teman-teman yang masih merokok atau keinginan
yang kuat untuk merokok kembali. Hambatan yang biasa muncul adalah withdrawal
effect, ketakutan akan gagal, berat badan meningkat, kurang dukungan, depresi,
berada di lingkungan perokok, hasrat berlebih karena menikmati rokok dan
pengetahuan yang kurang berkaitan dengan pilihan program.
5. Repetition
Dukungan motivasi dilakukan secara terus menerus pada saat klien melakukan
kontrol. Strategi menghadapi klien yang pernah gagal dalam upayanya berhenti
merokok adalah dengan memberi motivasi misalnya seseorang yang sekarang
berhasil berhenti merokok juga pernah gagal berulang-ulang. Klien harus diberitahu
yang harus dilakukan agar berhasil.
49
Media dan alat bantu pembelajaran
a. Daftar panduan beajar edukasi berhenti merokok
b. Kuesioner berhenti merokok
c. CO analyzer
d. Alat peraga tentang bahaya merokok
e. Meja dan kursi konsultasi, status penderita , pulpen dan pensil
Metode pembelajaran
1. Demonstrasi sesuai dengan daftar panduan belajar
2. Ceramah
3. Diskusi
4. Partisipasi aktif dalam skill lab (simulasi)
5. Evaluasi melalui check list/daftar tilik dengan sistem skor
50
LAMPIRAN 1: Status berhenti merokok
Topik Uraian
I. Riwayat keluarga yang merokok ASK
(riwayat merokok, penyakit yang
berhubungan dengan rokok)
□ Farmakologi
51
□ Non Farmakologi
VI. Tanggal pertemuan berikutnya ARRANGE
52
LAMPIRAN 2 : TEST MANDIRI PROFIL PEROKOK (HORN)
(Untuk setiap pernyataan, lingkarilah angka yang paling sesuai dengan gambaran pengalaman
anda, dari 5-selalu hingga 1-tidak pernah)
53
S. Saya merokok di tempat tertentu
atau ketika saya melakukan aktivitas 5 4 3 2 1
tertentu.
T. Ketika saya merasa tidak nyaman,
5 4 3 2 1
saya menyalakan rokok.
U. Saya merokok agar menjadi bagian
5 4 3 2 1
”dalam” keramaian
Penilaian
Gunakan tabel berikut ini untuk menghitung skor:
i. Masukkan angka yang dilingkari untuk setiap pernyataan pada tempat yang telah disediakan,
letakkan angka yang dilingkari untuk penyataan A pada baris A, untuk pernyataan B pada
baris B dan seterusnya.
ii. Jumlahkan 3 skor horisontal pada setiap baris (contoh: penjumlah skor pada baris A, H dan
O akan menghasilkan skor total untuk kategori stimulasi)
+ + =
E L S kebiasaan
+ + =
F M T stres
+ + =
G N U sosial
54
LAMPIRAN 3 : KUESIONER TOLERANSI FAGERSTROM
Skor Fagerstrom:
0-5 ketergantungan rendah
6-10 ketergantungan sedang
11-15 ketergantungan tinggi
55
LAMPIRAN 4
2. Bila ya, ”Apakah anda merencanakan 5. ”Pernahkah anda bebas merokok selama
berhenti di bulan depan?” enam bulan atau lebih (hingga 5
tahun)?”
3. Bila ya, ”Apakah anda mencoba berhenti ”Apakah anda mengalami hilangnya
dalam satu tahun terakhir ini atau keinginan secara total dan apakah anda
membuat beberapa perubahan seperti 100% yakin dalam situasi yang sebelumnya
mengurangi rokok atau menunda rokok merupakan risiko tinggi?”
pertama anda?”
56
Indeks brinkman
Perkalian jumlah rokok (batang) yang dihisap perhari dikalikan lama (tahun) merokok.
Ringan : < 200
Sedang : 200 - 600
Berat : > 600
57
EDUKASI BERHENTI MEROKOK
NAMA :
NIM :
NILAI
No Aspek yang dinilai
0 1 2
1 Memberikan salam pembuka dan memperkenalkan diri,
2 Menanyakan identitas pasien
3 Menanyakan penilaian awal
4 Melakukan edukasi berhenti merokok pada perokok yang ingin
berhenti merokok
5 Melakukan edukasi pada perokok yang belum siap berhenti
merokok
6 Melakukan edukasi pada bekas perokok
7 Melakukan pendekatan singkat berhenti merokok
TOTAL
(………………………….) (…….………….…………)
NIP: NIM:
58
RUJUKAN
59
PEMERIKSAAN FISIK KELENJAR TIROID
I. PENGANTAR
Modul ini dibuat untuk mahasiswa dengan tujuan mencapai kemampuan tertentu
dalam pemeriksaan fisis kelenjar Tiroid (gondok). Pemeriksaan terdiri dari kegiatan inspeksi,
palpasi dan auskultasi. Seorang dokter harus mampu melakukan pemeriksaan Kelenjar Tiroid
karena pembesaran kelenjar tiroid berhubungan dengan Diagnosis berbagai penyakit
Tiroid seperti akibat insufisiensi iodium, inflamasi, hipertiroid (Grave Disease) dan
neoplasma tiroid.
II. TUJUAN PEMBELAJARAN
A. Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah menyelesaikan blok ini mahasiswa mampu menegakkan diagnosis gangguan
hormon Tiroid secara klinis praktis dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik
kelenjar tiroid, meliputi inspeksi, palpasi dan auskultasi serta menegakkan diagnosis dan
penatalaksanaan kelainan hormon dan reproduksi dengan pendekatan dokter keluarga
B. Tujuan Pembelajaran Khusus:
Mahasiswa mampu melakukan:
1. Menginformasikan kepada pasien tentang tujuan dari pemeriksaan.
2. Menginformasikan kepada pasien agar melakukan apa yang diinstruksikan oleh
pemeriksa.
3. Dapat melakukan pemeriksaan anamnesis, inspeksi, palpasi dan auskultasi kelenjar
Tiroid
4. Dapat menentukan derajat pembesaran K elenjar Tiroid.
5. Dapat melaporkan keadaan Kelenjar Tiroid tersebut, yaitu meliputi, ukuran,
konsistensi, suhu dan warna kulit diatasnya, noduler atau difusa, ada atau tidak ada
nyeri, ada atau tidak ada perlengketan serta ada atau tidak adanya bising pembuluh
darah (bruit).
6. Dapat menetapkan status fungsi Kelenjar Tiroid (eutiroid/hipertiroid) dengan
menggunakan Indeks Wayne dan New Castle.
V. TEORI
1. PENDAHULUAN
Pada kegiatan skills lab ini akan dipelajari bagaimana memeriksa penderita
dengan dugaan kelainan kelenjar Tiroid. Sebagai dasar tentulah dipahami anatomi dan
letak kelenjar tersebut di badan kita. Berapa ukuran normalnya?. Pembuluh darah
manakah yang memberi vaskularisasi dan diinervasi oleh syaraf apakah kelenjar ini?.
Ada tiga komponen yang diharapkan dilakukan oleh dokter dalam mengelola
pasien : menegakkan diagnosis, memberi pengobatan dalam arti luas serta memantau
pengobatan tersebut. Penegakan diagnosis maupun pemantauan pasien dapat dikerjakan
secara anamnesis dan pemeriksaan fisik, secara biokimia yang rasional dan bila
diperlukan menggunakan alat penunjang.
60
2. ANAMNESIS
Dalam anamnesis ditanyakan mengenai pembesaran didaerah leher depan, adanya
keluhan-keluhan hipertiroid (seperti selalu kepanasan, keringatan, makin kurus, dll).
Disamping itu apakah ada merasakan nyeri atau tanda-tanda penekanan (seperti
gangguan menelan, sesak nafas, suara serak). Apakah terdapat anggota keluarga atau
tetangga yang menderita penyakit yang sama?.
3. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik Kelenjar Tiroid merupakan bagian dari pemeriksaan umum
seorang penderita. Dalam memeriksa leher seseorang, struktur leher lainnya pun harus
diperhatikan. Ada beberapa alasan untuk hal ini, pertama sering struktur ini tertutup
atau berubah oleh keadaan kelenjar Tiroid, kedua metastasis Tiroid sering terjadi ke
kelenjar limfe leher dan ketiga banyak juga kelainan leher yang sama sekali tidak
berhubungan dengan gangguan Kelenjar Tiroid. Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik
sistematik juga diperlukan, sebab dampak yang ditimbulkan oleh gangguan fungsi
Kelenjar Tiroid melibatkan hampir seluruh organ tubuh, sehingga pengungkapan detail
kelainan organ lainnya sangat membantu menegakkan maupun mengevaluasi gangguan
kelainan penyakit Kelenjar Tiroid. Pemeriksaan Kelenjar Tiroid meliputi inspeksi, palpasi
dan auskultasi.
A. Inspeksi
Waktu memeriksa kelenjar Tiroid hendaknya dipastikan arah sinar yang tepat,
sehingga masih memberi gambaran jelas pada kontur, relief, tekstur kulit maupun
benjolan. Demikian pula harus diperhatikan apakah ada bekas luka operasi. Dengan dagu
agak diangkat, perhatikan struktur di bagian bawah-depan leher. Kelenjar Tiroid normal
biasanya tidak dapat dilihat dengan cara inspeksi, kecuali pada orang yang amat kurus,
namun apabila dalam keadaan tertentu ditemukan deviasi trachea atau dilatasi vena maka
harus curiga kemungkinan adanya gondok substernal. Biasanya dengan inspeksi saja kita
dapat menduga adanya pembesaran Kelenjar Tiroid yang lazim disebut gondok.
Gondok yang agak besar dapat dilihat, namun untuk memastikan serta melihat
gambaran lebih jelas maka pasien diminta untuk membuat gerakan menelan (oleh karena
Tiroid melekat pada trachea ia akan tertarik keatas bersama gerakan menelan).
Manuver ini cukup diagnostik untuk memisahkan apakah satu struktur leher tertentu
berhubungan atau tidak dengan Tiroid. Sebaliknya apabila struktur kelenjar Tiroid
tidak ikut gerakan menelan sering disebabkan perlengkapan dengan jaringan sekitarnya.
Untuk ini dipikirkan kemungkinan radang kronik atau keganasan Tiroid.
B. Palpasi
Dalam menentukan besar, bentuk konsistensi dan nyeri tekan Kelenjar Tiroid maka
palpasi merupakan jalan terbaik dan terpenting. Ada beberapa cara, tergantung dari
kebiasaan pemeriksa. Syarat untuk palpasi Tiroid yang baik adalah menundukkan leher
sedikit serta menoleh ke arah Tiroid yang akan diperiksa (menoleh kekanan untuk
memeriksa Tiroid kanan, maksudnya untuk memberi relaksasi otot
sternokleidomastoideus kanan). Pemeriksa berdiri didepan pasien atau duduk setinggi
pasien.
Sebagian pemeriksa lebih senang memeriksa Tiroid dari belakang pasien. Apapun
yang dipilih langkah pertama ialah meraba daerah Tiroid dengan jari telunjuk (dan atau 3
jari) guna memastikan ukuran, bentuk, konsistensi, nyeri tekan dan simetri. Untuk
mempermudah meraba Tiroid, kita dapat menggeser laring dan Tiroid ke satu sisi dengan
menggunakan ibu jari atau jari tangan lain pada kartilago Tiroid. Kedua Tiroid diperiksa
dengan cara yang sama sambil pasien melakukan gerakan menelan.
61
Gambar 1. Pemeriksaan palpasi Kelenjar Tiroid
Dalam menentukan besar, bentuk konsistensi dan nyeri tekan kelenjar Tiroid
maka palpasi merupakan jalan terbaik dan yang terpenting. Ada beberapa cara,
tergantung dari kebiasaan pemeriksa. Syarat untuk palpasi Tiroid yang baik adalah
menundukan leher sedikit serta menoleh kearah Tiroid yang akan diperiksa (menoleh ke
kanan untuk memeriksa Tiroid kanan, maksudnya untuk memberi relaksasi otot
sternokledomastoideus kanan). Pemeriksaan berdiri didepan pasien atau duduk setinggi
pasien. Sebagian pemeriksa lebih senang memeriksa Tiroid dari belakang pasien. Apapun
yang dipilih langkah pertama ialah meraba daerah Tiroid dengan jari telunjuk (dan atau 3
jari) guna memastikan ukuran, bentuk, konsistensi, nyeri tekan dan simetri. Untuk
mempermudah meraba Tiroid, kita dapat menggeser laring dan Tiroid ke satu sisi dengan
menggunakan ibu jari atau jari tangan lain pada kartilago Tiroid. Kedua Tiroid diperiksa
dengan cara yang sama sambil pasien melakukan gerakan menelan. Palpasi lebih mudah
dilakukan pada orang kurus, meskipun pada orang gemuk Tiroid yang membesar juga
dapat diraba dengan mudah
Palpasi lebih mudah dilakukan pada orang kurus, meskipun pada orang gemuk
Tiroid yang membesar juga dapat diraba dengan mudah. Ukuran Tiroid dapat
dinyatakan dalam bermacam-macam cara :
a. Misalnya dapat diterjemahkan dalam ukuran volume (cc) dibandingkan dengan
62
ukuran volume ibu jari pemeriksa
b. Ukuran lebar dan panjang (… cm x …. cm) atau ukuran berat (……gram jaringan
dengan perbandingan ibu jari pemeriksa yang sudah ditera sendiri berdasarkan
volume air yang tergeser oleh ibu jari dan volume dikaitkan dengan berat daging
dalam gram)
c. Mengukur luas permukaan kelenjar dapat digunakan sebagai ukuran besarnya Tiroid
d. Gradasi pembesaran kelenjar Tiroid untuk keperluan epidemiologi (untuk menentukan
prevalensi gondok endemik) menggunakan klasifikasi Perez atau modifikasinya.
Umumnya wanita mempunyai Kelenjar Tiroid lebih besar sehingga lebih mudah diraba.
Tujuan menggunakan metode ini ialah mendapat angka statistik dalam
mengendalikan masalah gondok endemik dan kurang Yodium, dengan cara yang
reploducible. Klasifikasi awal (Perez 1960) adalah sebagai berikut :
Derajat 0 : Subjek tanpa gondok
Derajat 1 : Subjek dengan gondok yang dapat diraba (palpable)
Derajat 2 : Subjek dengan gondok terlihat (visible)
Derajat 3 : Subjek dengan gondok besar sekali, terlihat dari beberapa cm.
Dalam praktik masih banyak dijumpai kasus dengan gondok yang teraba
membesar tetapi tidak terlihat. Untuk ini dibuat subklas baru yaitu derajat IA dan
derajat IB.
Derajat IA : Subjek dengan gondok teraba membesar tetapi tidak terlihat
meskipun leher sudah ditengadahkan maksimal.
Derajat IB : Subjek dengan gondok teraba membesar tetapi terlihat dengan sikap
kepala biasa, artinya leher tidak ditengadahkan.
Adapun kriteria untuk menyatakan bahwa gondok membesar ialah apabila
lobus lateral Tiroid sama atau lebih besar dari falang akhir ibu jari tangan pasien
(bukan jari pemeriksa). Dalam sistem klasifikasi ini setiap nodul perlu dilaporkan
khusus (pada survei GAKI dapatan ini mempunyai arti tersendiri).
Apabila dalam pemeriksaan survei populasi ditemukan nodularitas artinya
ditemukan nodul pada lobus kelenjar Tiroid, maka temuan ini perlu dilaporkan
secara khusus. Kista kita duga apabila pada rabaan berbentuk hemisferik,
berkonsistensi kenyal, dengan permukaan halus. Gondok keras sering ditemukan
pada Tiroiditis kronik atau keganasan pada gondok, kenyal atau lembek pada struma
colloides dan pada defisiensi Yodium. Nyeri tekan atau nyeri spontan dapat dijumpai
pada radang atau infeksi (Tiroiditis autoimun, virus atau bakteri) tetapi dapat juga
karena peregangan mendadak kapsul Tiroid oleh hemoragi ke kista, keganasan atau
malahan dapat ditemukan pada hipertiroidisme.
63
Pita ukuran seperti gambar diatas kadang digunakan untuk menilai secara kasar
perubahan ukuran kelenjar, membesar, tetap atau mengecil selama pengobatan atau
observasi. Dalam pengobatan penyakit Graves pengecilan kelenjar diawal pengobatan
memberikan indikasi respon baik sedangkan pembesaran menandakan adanya
overtreatment obat anti Tiroid (terjadi hipotiroidisme → TSH naik → stimulasi dan
lingkar leher membesar). Namun ini biasanya terlambat 2 minggu sesudah perubahan
biokimia.
Palpasi juga berguna dalam menentukan pergeseran trachea (bisa karena
trachea terdesak atau tertarik sesuatu). Cari massa yang menyebabkan pergeseran
dengan cara palpasi. Rabalah pembesaran imfonodi yang dapat merupakan petunjuk
penyebaran karsinoma kelenjar Tiroid ke kelenjar limfe regional. Khusus perhatikan
limfonodi sepanjang daerah trachea yang menutupi trachea, kartilago krikoid,
kartilago Tiroid di linea mediana (disebut upper pretracheal node atau delphian
group) dan limfonodi mastoid yang terdapat di sudut radang bawah, raba pula
kalau ada pembesaran vena.
64
C. Auskultasi
Tidak banyak informasi yang dapat disumbangkan oleh auskultasi Tiroid, kecuali
untuk mendengarkan bruit, bising pembuluh di daerah gondok yang paling banyak
ditemukan pada gondok toksik (utamanya ditemukan di lobus kanan Tiroid, ingat
vaskularisasinya).
65
Gambar 4. Pembesaran kelenjar gondok
Tabel 1. Indeks Diagnostik Wayne dan perbandingannya kasus hipertiroidisme dengan
kontrol
Nilai Toxic Kontrol Nilai Toxic Kontrol
Gejala apabila Tanda apabila
Pos Neg % % Pos Neg % %
Dyspneu +1 81 40 Gondok +3 87 11
Palpitasi +2 75 26 Difus -3 49 11
Kelemahan +2 80 31 Noduler 32 0
Suka dingin +5 73 41 Adenoma 4 0
single
Suka panas -5 Bising tiroid +2 -2
Keringat +3 68 31 Eksoftalmus +2 34 2
lebih
Nervous 59 21 Lid lag +1 62 16
Makan +3 32 2 Hiperkinesus +4 -2 39 9
tambah
Makan -3 13 3 Tremor +1 66 26
kurang tangan
Berat turun +3 52 2 Tangan +1 -1 72 22
keringat
Berat naik -3 4 16 Tangan panas +2 -2 76 44
Diare 8 0 Fibrilasi +4 19 0
atrium
Konstipasi 15 21 Nadi 66 19
rerata/menit
Mensis 3 6 Nadi reguler +3 100 78
banyak >90
Mensis 18 5 80 – 90 0 0
sedikit
Abortus +2 <80 -3
Wayne EJ.Clinical and metabolic studies in thyroid disease .Brit med J, 1:78, 1960.Klinis
66
dianggap ada hipertiroidi apabila skor yang diperoleh mencapai 20 atau lebih, kurang dari 10
tidak ada hipertiroidi klinis dan antara 10-19 dianggap meragukan
Tabel 2. Indeks diagnostic New Castle
Item Grade Score Item Grade Score
Age of onset 15-24 0 Hyperkinesis present 4
25-34 4 absent 0
35-44 8 Fine finger tremor present 7
45-55 12 absent 0
55 16 Pulse rate >90/m 16
Psychological presipitant present -5 80-90 8
absent 0 <80 0
Frequent checking present -3 Thyroid bruit present 18
absent 0 absent 0
Severe anticipatory anxiety present -3 Exopthalmus present 9
absent 0 absent 0
Increased appetite present 5 Lid retraction present 2
absent 0 absent 0
Goiter present 3
absent 0
Gurney C.Owen SG. Hall R et al.New Castle Thyrotoxicosis Index. Lancet ii : 1275,1970
Euthyrold range – 11 to + 23, doubtful range + 24 to + 39 and toxic range + 40 to + 80
C. TAHAP INTERPRETASI
Membuat Interpretasi
67
1. Menentukan grade pembesaran kelenjar
2. Mencatat dan melaporkan hasil pemeriksaan meliputi: Menentukan
difus/noduler, konsistensi kelenjar, adanya nyeri tekan, ukuran kelenjar dan lingkar
lehernya, Suhu dan Warna kulit, Perlengketan ke sekitarnya.
3. Menentukan status klinis fungsi Tiroid dengan menggunakan indeks Wayne
4. Menentukan status klinis fungsi Tiroid dengan menggunakan indeks New Castle
68
Kepustakaan
ed
1. Adams. Textbook of Physical Diagnosis.17 .Williams & Wilkins.1987.
2. Delp MH, Manning RT. Major Diagnosis Fisik. Terjemahan Moelia Radja Siregar.
EGC 1996
3. Lynn. S. Bickley; Bates Guide to Physical Examination and History taking, 8 th
Edition, Lippincott 2003.
4. Zubir N. Pemeriksaan abdomen. Dalam: Acang N, Zubir N, Najirman,
Yuliwansyah R, Eds. Buku Ajar Diagnosis Fisik. Penerbit Bagian Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Andalas, Padang. 2008
69
LEMBAR PENILAIAN KETERAMPILAN KLINIK
PEMERIKSAAN FISIK KELENJAR TIROID
Nama :
NIM :
Tanggal :
SKOR
No Point penilaian
1 2 3 4
Pembuka dan Mempersiapkan Pemeriksaan pasien
1 Memberikan salam pembuka saling memperkenalkan
2 diri*
Menginformasikan kepada pasien tentang tujuan pemeriksaan,
serta meminta untuk melakukan apa yang diinstruksikan oleh
pemeriksa
3 Mempersiapkan ruangan nyaman, cukup cahaya, meteran dan
stetoscope.*
Membuat Interpretasi
10 Menentukan grade pembesaran kelenjar
11 Mencatat dan melaporkan hasil pemeriksaan
meliputi: Menentukan difus/noduler, konsistensi kelenjar,
adanya nyeri tekan, ukuran kelenjar, suhu dan warna kulit,
perlekatan ke sekitarnya
12 Menentukan status klinis fungsi Tiroid dengan
menggunakan indeks Wayne
13 Menentukan status klinis fungsi Tiroid dengan
menggunakan indeks New Castle
TOTAL SKOR
Keterangan :
Skor 1 : Tidak dilakukan
Skor 2 : Dilakukan dengan banyak kesalahan/dilakukan*
Skor 3 : Dilakukan dengan sedikit kesalahan
Skor 4 : Dilakukan dengan sempurna
Lhokseumawe, ………………….2016
Instruktur
( .................................................)
PEMBERIAN INSULIN PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TANPA
KOMPLIKASI
I. PENDAHULUAN
Insulin adalah hormon yang digunakan untuk mengobati diabetes Melitus.
Injeksi insulin adalah pemberian insulin eksogen ke dalam jaringan subkutan.
V. TEORI
Indikasi Penyuntikan insulin
1. Semua penyandang DM tipe I memerlukan insulin eksogen karena produksi
insulin oleh sel beta tidak ada atau hampir tidak ada.
2. Penyandang DM tipe II tertentu mungkin membutuhkan insulin bila terapi jenis lain
tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah.
3. Keadaan stress berat, seperti pada infeksi berat, tindakan pembedahan, infark
miokard akut atau stroke.
4. DM gestasional dan penyandang DM yang hamil membutuhkan insulin bila diet saja
tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah.
5. Ketoasidosis diabetik.
6. Hiperglikemik hiperosmolar non ketotik.
7. Penyandang DM yang mendapat nutrisi parenteral atau yang memerlukan suplemen
tinggi kalori, untuk memenuhi kebutuhan energi yang meningkat, secara bertahap
akan memerlukan insulin eksogen untuk mempertahankan kadar glukosa darah
mendekati normal selama periode resistensi insulin atau ketika terjadi peningkatan
kebutuhan insulin.
8. Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat.
9. Kontra indikasi atau alergi terhadap obat hipoglikemi oral.
Hal-hal yang perlu diperhatikan;
1. Vial insulin yang tidak digunakan sebaiknya disimpan dilemari es.
2. Periksa vial insulin tiap kali akan digunakan (misalnya : adanya perubahan warna).
3. Pastikan jenis insulin yang akan digunakan dengan benar.
4. Insulin dengan kerja cepat (rapid-acting insulin) harus diberikan dalam 15 menit
sebelum makan. Interval waktu yang direkomendasikan antara waktu pemberian
injeksi dengan waktu makan adalah 30 menit.
5. Sebelum memberikan terapi insulin, periksa kembali hasil laboratorium (kadar
gula darah).
6. Amati tanda dan gejala hipoglikemia dan hiperglikemia.
VI. JENIS INSULIN
Sebelum menyuntikkan insulin, harus diketahui dahulu farmakokinetik insulin apa
yang akan digunakan. Pemberian insulin yang tepat waktu akan memberikan hasil terapi yang
optimal.
Pada lokasi dimana timbunan lemak cukup banyak, injeksi insulin dapat dilakukan
dengan membentuk sudut 90°, sedangkan pada daerah dengan ketebalan lemak yang lebih
sedikit perlu dilakukan injeksi membentuk sudut 45° dengan dibuat sedikit lipatan kulit agar
injeksi tidak mencapai lapisan otot. Ukuran jarum juga mempengaruhi kedalaman injeksi,
sehingga untuk jarum dengan panjang ≥ 8 mm harus dibuat lipatan kulit.
Rotasi lokasi injeksi juga menjadi hal yang penting diperhatikan terutama bagi pasien
diabetes yang menggunakan injeksi insulin 3-4 kali perhari. Rotasi lokasi injeksi akan
mempengaruhi absorbsi insulin sehingga menjadi lebih ‘konsisten’ dan mengurangi risiko
terbentuknya jaringan parut. Rotasi lokasi injeksi dapat dilakukan dengan cara membagi satu
lokasi menjadi beberapa kuadran, dimana masing-masing kuadran digunakan untuk satu
minggu dan diputar searah jarum jam. Jarak injeksi satu dengan yang lain dalam satu kuadran
minimal 1 cm.
Komplikasi Penyuntikan Insulin:
1. Hipoglikemia
2. Lipoatrofi
3. Lipohipertrofi
4. Alergi sistemik atau lokal
5. Sepsis
Persiapan Alat :
1. Spuit insulin / insulin pen
2. Vial insulin.
3. Kapas + alkohol / alcohol swab.
4. Handscoen bersih.
1. Persiapan alat dan bahan : insulin vial, syringe, kapas alcohol, tempat untuk
membuang jarum (sharp container).
2. Mencuci tangan.
5.
6. Lepas penutup jarum (needle cap) pada syringe.
7.
8. Dengan posisi jarum masih di dalam vial, putar botol dan syringe kearah
bawah dan tarik plunger sampai pada angka unit insulin yang akan
diinjeksikan.
9. Sebelum mencabut syringe dari vial, perhatikan apakah ada gelembung udara
di dalam barrel. Bila didapatkan gelembung udara, dorong kembali plunger
ke atas, kemudian tarik kembali plunger ke arah bawah dengan perlahan.
Lepaskan syringe dari vial. Gelembung udara di dalam barrel akan
mempengaruhi dosis insulin yang kita berikan.
Check Dose
10.
X. INSULIN PEN
1. Persiapan alat dan bahan : pen device, jarum untuk pen, tempat membunag
jarum (sharp container).
2. Mencuci tangan.
3. Perhatikan jenis insulin yang akan digunakan. Jika menggunakan ‘cloudy
insulin’ harus dilakukan proses mixing terlebih dahulu.
4. Pasang jarum pen dengan cara seperti pada gambar. Sebaiknya gunakan
jarum yang baru setiap kali akan melakukan injeksi.
1= Tidak Dilakukan
2 = Dilakukan
Nilai :Jumlah Checklist x 100
16
Lhokseumawe, 2016
Instruktur
(
)
Nama :
NIM :
Tanggal :
SKOR
No Prosedur Tindakan
1 2
1 Mencuci tangan
Menyiapkan insulin (insulin Pen): cek tanggal kadaluarsa, warna
2
insulin, kejernihan (sesuai jenis insulin), adanya endapan.
Penggunaan pertama kali:
a. Gulung insulin pen pada telapak tangan sebanyak 10-15 kali
secara perlahan (10- 15 detik)
3
b. Kemudian gerakkan pen ke atas dan ke bawah, lakukan
sampai suspen cairan tercampur rata (lakukan tindakan ini
setiap kali akan injeksi)
Memasang jarum insulin pen:
a. Buka protective tab dari jarumnya kemudian pasang ke
insulin pen (jarum ini dilindungi oleh inner needle cap (tutup
4
jarum dalam) dan big outer needle cap (tutup jarum luar))
b. Tarik atau lepaskan tutup jarum luar dan dalamnya. Jangan
membuang tutup jarum luar.
Mengecek aliran insulin (priming):
a. Atur dosis insulin pada angka 2 unit.
b. Balikkan insulin pen sehingga jarum menghadap atas,
5 kemudian ketuk-ketuk agak tidak ada udara dan gelembung.
c. c. Masih jarum menghadap atas, tekan push-button sampai
dosisnya 0 unit. (Cairan insulin harus keluar. Jika tidak, ganti
jarum dan ulangi prosedur tidak lebih dari 6 kali).
Tulis tanggal dan waktu kadaluarsa (4 minggu setelah dibuka) pada
6
insulin pen
Keterangan Skor
1= Tidak dilakukan
2 = Dilakukan
Nilai :Jumlah Checklist x 100
12
Lhokseumawe, 2016
Instruktur
( )
KK 2.6 TA 2015-2016
I. PENGANTAR
Modul ini dibuat untuk mahasiswa dengan tujuan mencapai kemampuan tertentu
dalam edukasi pasien Diabetes Melitus. Seorang dokter harus mampu melakukan
kegiatan edukasi baik primer, sekunder maupun tersier pada pasien dengan
Diabetes Melitus dengan atau tanpa komplikasi. Keterampilan komunikasi
merupakan domain utama dalam modul ini.
IV. TEORI
1. Pendahuluan
Diabetes Melitus merupakan penyakit kronik yang akan diderita seumur hidup.
Dalam pengelolaan diabetes Melitus terdapat 4 pilar utama, yaitu : perencanaan makan,
kegiatan jasmani, penggunaan obat dan penyuluhan/edukasi. Edukasi sangat penting bagi
orang dengan diabetes. Edukasi merupakan dasar utama pengobatan dan pencegahan
diabetes yang sempurna. Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan
prilaku telah terbentuk dengan mapan. Keberhasilan pengelolaan diabetes mandiri
membutuhkan partisipasi aktif pasien, keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan
mendampingi pasien dalam menuju perubahan prilaku. Untuk mencapai keberhasilan
perubahan prilaku, dibutuhkan edukasi yang komprehensif dan upaya peningkatan
motivasi.
Edukasi kepada pasien dan keluarganya guna memahami lebih jauh tentang
perjalanan penyakit DM, pencegahan, penyulit DM, dan penatalaksanaannya akan sangat
membantu meningkatkan keikutsertaan mereka dalam usaha memperbaiki hasil
pengelolaan. Dengan edukasi, diharapkan orang dengan diabetes dapat merawat dirinya
secara mandiri. Sesuai definisi WHO, promosi kesehatan adalah proses atau upaya
pemberdayaan masyarakat untuk dapat memelihara dan meningkatkan kesehatannya.
2. Edukator
Dalam memberikan edukasi, seorang edukator atau pemberi penyuluhan perlu
memiliki sifat empati, yaitu kemampuan memahami apa yang dirasakan orang lain.
Prinsip yang perlu diperhatikan pada proses edukasi diabetes adalah:
1) Memberikan dukungan dan nasehat yang positif serta hindari terjadinya kecemasan.
2) Memberikan informasi secara bertahap, dimulai dengan hal-hal yang sederhana
3) Lakukan pendekatan untuk mengatasi masalah dengan melakukan simulasi.
84
KK 2.6 TA 2015-2016
85
KK 2.6 TA 2015-2016
Riwayat lahir dengan berat badan rendah, kurang dari 2,5 kg. Bayi yang lahir
dengan BB rendah mempunyai risiko yang lebih tinggi dibanding dengan bayi
lahir dengan BB normal.
ii. Faktor risiko yang bisa dimodifikasi:
Berat badan lebih (IMT > 23 kg/m2).
Kurangnya aktivitas fisik. v Hipertensi (> 140/90 mmHg).
Dislipidemia (HDL < 35 mg/dL dan atau trigliserida > 250 mg/dL)
Diet tak sehat (unhealthy diet).
Diet dengan tinggi gula dan rendah serat akan meningkatkan risiko menderita
prediabetes dan DM tipe-2.
iii. Faktor lain yang terkait dengan risiko diabetes :
Penderita Polycystic Ovary Syndrome (PCOS) atau keadaan klinis lain yang
terkait dengan resistensi insulin
Penderita sindrom metabolik
Memiliki riwayat toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa
terganggu (GDPT) sebelumnya.
Memiliki riwayat penyakit kardiovaskular, seperti stroke, PJK, PAD (Peripheral
Arterial Diseases).
Intoleransi Glukosa
Intoleransi glukosa merupakan suatu keadaan yang mendahului timbulnya
diabetes. Angka kejadian intoleransi glukosa dilaporkan terus mengalami
peningkatan. Istilah ini diperkenalkan pertama kali pada tahun 2002 oleh Department
of Health and Human Services (DHHS) dan The American Diabetes Association
(ADA). Sebelumnya istilah untuk menggambarkan keadaan intoleransi glukosa
adalah TGT dan GDPT. Setiap tahun 4-9% orang dengan intoleransi glukosa akan
menjadi diabetes. Intoleransi glukosa mempunyai risiko timbulnya gangguan
kardiovaskular sebesar satu setengah kali lebih tinggi dibandingkan orang normal.
Diagnosis intoleransi glukosa ditegakkan dengan pemeriksaan TTGO setelah puasa 8
jam. Diagnosis intoleransi glukosa ditegakkan apabila hasil tes glukosa darah
menunjukkan salah satu dari tersebut di bawah ini :
a. Glukosa darah puasa antara 100 – 125 mg/dL
b. Glukosa darah 2 jam setelah muatan glukosa ( TTGO ) antara 140-199 mg/dL.
Pada pasien dengan intoleransi glukosa anamnesis dan pemeriksaan fisik
yang dilakukan ditujukan untuk mencari faktor risiko yang dapat dimodifikasi
Materi penyuluhan edukasi primer meliputi antara lain:
a. Program penurunan berat badan. Pada seseorang yang Mempunyai risiko
diabetes dan mempunyai berat badan lebih, penurunan berat badan merupakan
cara utama untuk menurunkan risiko terkena DM tipe -2 atau prediabetes.
Beberapa penelitian menunjukkan penurunan berat badan 5-1% dapat mencegah
atau memperlambat munculnya DM tipe- 2.
b. Diet sehat. Dianjurkan diberikan pada setiap orang yang mempunyai risiko.
Jumlah asupan kalori ditujukan untuk mencapai berat badan ideal. Karbohidrat
komplek merupakan pilihan dan diberikan secara terbagi dan seimbang sehingga
tidak menimbulkan puncak (peak) glukosa darah yang tinggi setelah makan.
Mengandung sedikit lemak jenuh, dan tinggi serat larut
c. Latihan jasmani. Latihan jasmani teratur dapat memperbaki kontrol glukosa
darah, mempertahankan atau menurunkan berat badan serta dapat meningkatkan
kadar kolesterol HDL. Latihan jasmani yang dianjurkan dikerjakan sedikitnya
selama 150 menit/minggu dengan latihan aerobik sedang (mencapai 50-70%
denyut jantung maksimal), atau 90 menit/minggu dengan latihan aerobik berat
(mencapai denyut jantung >70% maksimal. Latihan jasmani dibagi menjadi 3-4
kali/minggu
d. Menghentikan merokok. Merokok merupakan salah satu risiko timbulnya
gangguan kardiovaskular. Meski merokok tidak berkaitan langsung dengan
86
KK 2.6 TA 2015-2016
Penyulit DM :
a. Dislipidemia pada Diabetes
i. Dislipidemia pada penyandang diabetes lebih meningkatkan risiko timbulnya
penyakit kardiovaskular. Pada pasien dewasa pemeriksaan profil lipid sedikitnya
dilakukan setahun sekali dan bila dianggap perlu dapat dilakukan lebih sering.
ii. Pada pasien yang pemeriksaan profil lipid menunjukkan hasil yang baik
pemeriksaan profil lipid dapat dilakukan 2 tahun sekali
iii. Gambaran dislipidemia yang sering didapatkan pada penyandang diabetes adalah
peningkatan kadar trigliserida, dan penurunan kadar kolesterol HDL, sedangkan
kadar kolesterol LDL normal atau sedikit meningkat.
iv. Perubahan perilaku yang tertuju pada pengurangan asupan kolesterol dan
penggunaan lemak jenuh serta peningkatan aktivitas fisik terbukti dapat
memperbaiki profil lemak dalam darah
v. Dipertimbangkan untuk memberikan terapi farmakologis sedini mungkin bagi
penyandang diabetes yang disertai dislipidemia
vi. Target terapi: Penurunan LDL
a) Pada penyandang diabetes tanpa disertai penyakit kardiovaskular: - LDL
<100 mg/dL (2,6 mmol/L)
b) Pasien dengan usia >40 tahun, dianjurkan diberi terapi statin untuk
menurunkan LDL sebesar 30-40% dari kadar awal.
c) Pasien dengan usia <40 tahun dengan risiko penyakit kardiovaskular yang
gagal dengan perubahan gaya hidup, dapat diberikan terapi farmakologis
d) Pada pasien DM dengan penyakit Acute Coronary Syndrome (ACS):
- LDL <70 mg/dL (1,8 mmol/L)
- semua pasien diberikan terapi statin untuk menurunkan LDL sebesar 30-
40%.
- trigliserida < 150 mg/dL (1,7 mmol/L)
- HDL > 40 mg/dL (1,15 mmol/L) untuk pria dan >50 mg/dL untuk wanita
Setelah target LDL terpenuhi, jika trigliserida ≥ 150 mg/dL (1,7 mmol/L) atau
HDL ≤ 40 mg/dL (1,15 mmol/L) dapat diberikan niasin atau fibrat
b. DM Hipertensi pada Diabetes
Indikasi pengobatan : Bila TD sistolik >130 mmHg dan/atau TD diastolik >80
mmHg. Sasaran (target penurunan) tekanan darah: Tekanan darah <130/80 mmHg, Bila
disertai proteinuria ≥ 1g/24 jam : < 125/75 mmHg
87
KK 2.6 TA 2015-2016
Pengelolaan:
i. Non-farmakologis: Modifikasi gaya hidup, antara lain: menurunkan berat badan,
meningkatkan aktivitas fisik, menghentikan merokok dan alkohol, serta
mengurangi konsumsi garam
ii. Pada pasien dengan tekanan darah sistolik antara 130-139 mmHg atau tekanan
diastolik antara 80-89 mmHg diharuskan melakukan perubahan gaya hidup
sampai 3 bulan. Bila gagal mencapai target dapat ditambahkan terapi
farmakologis
iii. Pasien dengan tekanan darah sistolik >140 atau tekanan diastolik >90 mmHg,
dapat diberikan terapi farmakologis secara langsung
iv. Diberikan terapi kombinasi apabila target terapi tidak dapat dicapai dengan
monoterapi.
Catatan
- Penghambat ACE, penyekat reseptor angiotensin II (ARB = angiotensin II
receptor blocker) dan antagonis kalsium golongan non-dihidropiridin dapat
memperbaiki mikroalbuminuria.
- Penghambat ACE dapat memperbaiki kinerja kardiovaskular.
- Diuretik (HCT) dosis rendah jangka panjang, tidak terbukti memperburuk
toleransi glukosa.
- Pengobatan hipertensi harus diteruskan walaupun sasaran sudah tercapai.
- Bila tekanan darah terkendali, setelah satu tahun dapat dicoba menurunkan dosis
secara bertahap.
- Pada orang tua, tekanan darah diturunkan secara bertahap
c. Obesitas pada Diabetes
Terutama obesitas sentral secara bermakna berhubungan dengan sindrom
dismetabolik (dislipidemia, hiperglikemia, hipertensi), yang didasari oleh resistensi
insulin.
Obesitas dan diabetes meningkatkan risiko kematian akibat PJK. Penurunan 5-
10% dari berat badan dapat memperbaiki sindrom dismetabolik dan menurunkan
risiko PJK secara bermakna. Pengelolaan obesitas terutama ditujukan pada perubahan
perilaku pola makan dan peningkatan kegiatan jasmani. Apabila tidak cukup, maka
pendekatan farmakoterapi (misalnya sibutramine dan orlistat) atau terapi bedah, dapat
merupakan pilihan.
d. Gangguan koagulasi pada Diabetes
Terapi aspirin 75-160 mg/hari diberikan sebagai strategi pencegahan sekunder bagi
penyandang diabetes dengan riwayat pernah mengalami penyakit kardiovaskular dan
yang mempunyai risiko kardiovaskular lain.
88
KK 2.6 TA 2015-2016
Referensi
1. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia.Konsensus pengelolaan dan pencegahan
Diabetes Melitus Tipe 2 Di Indonesia 2006. FKUI/Rumah Sakit Umum Pusat
Nasional Dr Cipto Mengunkusumo, Jakarta,Indonesia 2006
2. Pusat Diabetes dan Lipid FKUI/RS Dr Cipto Mangunkusumo.Petunjuk Praktis
Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2. Jakarta 2001
3. WHO-Depkes RI. Konferensi Nasional Promosi Kesehatan Pemberdayaan
Masyarakat Menuju Indonesia Sehat 2010, Jakarta 2001
89
KK 2.6 TA 2015-2016
Nama :
Nim :
Klp :
Keterangan :
0 :tidak dilakukan
15
Mahasiswa ,
90
KK 2.6 TA 2015-2016
I. PENGANTAR
Pemeriksaan terhadap adanya glukosa urine termasuk pemeriksaan penyaring
dalam urinalisis. Prosedur ini diajarkan kepada mahasiswa agar mereka memahami
bahwa tes reduksi urine ini dapat dipakai untuk menguji adanya glukosa dalam urine
sehingga merupakan upaya diagnostik untuk mengetahui adanya peningkatan glukosa
didalam darah. Sekaligus agar mahasiswa dapat melakukan persiapan, melakukan, serta
menginterpretasikan hasil pemeriksaan ini.
IV. PRASYARAT
Pengetahuan yang perlu dimiliki sebelum berlatih adalah teori proses pembentukan urina
dan komposisinya
V. TEORI
Menyatakan adanya glukosa dalam urine dapat dilakukan dengan berbagai cara. Cara
yang tidak spesifik yaitu menggunakan sifat glukosa sebagai zat pereduksi. Pada tes ini
terdapat suatu zat dalam reagen yang berubah sifat dan warnanya jika direduksi oleh glukosa.
Reagen yang banyak digunakan untuk menyatakan adanya glukosa adalah yang mengandung
garam cupri.
Diantara reagensia yang mengandung garam cupri untuk menyatakan reduksi, reagen
yang terbaik adalah larutan Benedict. Prinsip dari tes Benedict ini adalah glukosa dalam urin
akan mereduksi kuprisulfat menjadi kuprosulfat yang terlihat dengan perubahan warna dari
larutan Benedict tersebut. Tetapi harus diingat bahwa yang mempunyai sifat pereduksi tidak
hanya glukosa, monosakarida lain seperti galaktosa, fruktosa dan pentosa, disakarida seperti
laktosa dan beberapa zat bukan gula seperti asam homogentisat, formalin, salisilat kadar
tinggi terutama vitamin C dsb juga mengadakan reduksi.
CARA KERJA
91
KK 2.6 TA 2015-2016
Nama Mahasiswa :
92
KK 2.6 TA 2015-2016
NIM :
Kelompok :
N Aspek Yang Dinilai Nilai
o
1 Menerangkan tujuan dan prosedure 1 2 3 4
2 Mempersiapkan alat-alat yang diperlukan
3 Memasukkan 5 ml reagen Benedict kedalam tabung reaksi
4 Meneteskan 5-8 tetes urine ke dalam tabung reaksi
5 Memasukkan tabung reaksi tsb ke dalam air mendidih selama 5 menit
atau langsung dipanaskan diatas lampu spiritus selama 3 menit
hingga mendidih
6 Mengangkat tabung dan mengocok isinya
7 Membaca hasil tes reduksi
Keterangan :
1= Tidak Dilakukan
2= Dilakukan dengan banyak perbaikan
3= Dilakukan dengan sedikit perbaikan
4= Dilakukan dengan sempurna
Lhokseumawe,
2016
Instruktur
( )
93
KK 2.6 TA 2015-2016
I. PENGANTAR
Pada modul keterampilan klinik sebelumnya (blok 1.4 ) sudah dipelajari tentang
pemeriksaan abdomen pendahuluan berupa inspeksi, auskultasi dan proyeksi organ
pada abdomen. Modul pada blok 2.6 ini merupakan lanjutan dari pemeriksaan fisik
abdomen berupa anamnesis kelainan sistem pencernaan, pemeriksaan palpasi dan
perkusi untuk organ Hepar, Lien, dan Ginjal serta pemeriksaan khusus untuk Nyeri
Tekan/Lepas, Asites dan Psoas sign. Modul ini dibuat untuk melengkapi kemampuan
mahasiswa dalam menguasai keterampilan anamnesis dan pemeriksaan fisik
abdomen sehingga mahasiswa dapat mencapai kemampuan tertentu dalam
pemeriksaan abdomen.
4. Menyuruh pasien agar rileks dengan jalan memfleksikan sendi lutut (bila
perlu) dan mengadakan pembicaraan denganpasien
94
KK 2.6 TA 2015-2016
5. Melakukan palpasisuperficial
IV. PRASYARAT
1. Sebelum berlatih mahasiswa harus menguasai ilmu dasar anatomi,
histologi, fisiologi, biokimia pada sistem pencernaanmanusia.
2. Sebelum berlatih, mahasiswa harus mengetahui Penyakit-penyakit pada
sistem pencernaanmanusia.
3. Sebelum berlatih, mahasiswaharus:
- mempelajari kembali Penuntun Skillslab Blok 1.4 tentang pemeriksaan
inspeksi, auskultasi abdomen dan proyeksi organ di abdomenmanusia.
- mempelajari penuntun skills lab blok 1.5 tentang pemeriksaan
ballottement ginjal serta nyeri tekan dan nyeri ketokginjal.
95
KK 2.6 TA 2015-2016
96
KK 2.6 TA 2015-2016
97
KK 2.6 TA 2015-2016
Bila kita memeriksa abdomen, beberapa struktur organ normal dalam abdomen
dapat diidentifikasi.Kolon sigmoid dapat diraba seperti tabung di kwadran kiri bawah
sedangkan caecum dan bahagian dari kolon asenden seperti tabung yang lunak dan
lebih lebar pada kwadrant kanan bawah.Kolon tranversum dan kolon desenden juga
mungkin dapat diraba.
98
KK 2.6 TA 2015-2016
99
KK 2.6 TA 2015-2016
100
KK 2.6 TA 2015-2016
dindingabdomen. Pada level yang lebih bawah pada kwadran kanan atas,
pool bawah ginjal kanan, kadang- kadang dapat diraba. Pulsasi dari aorta
abdominalis sering terlihat dan dapat diraba pada abdomenatas,
sedangkan pulsasi arteri iliaca kadang-kadangdapatdiraba di kwadran
bawah. Vesica urinaria yang terisi penuh dan uterus hamil dapat diraba di
atas simpisis pubis.
Cavum abdominal meluas ke atas di bawah iga-iga kearah dome dari
diaphragma, pada ruangan ini terletak sebahagian besar hepar dan gaster
dan seluruh limpa normal yang dapat dicapai pada palpasi dengan tangan.
Perkusi akan membantu dalam menilai ketiga organ ini.Vesica fellea,normal
terletak dibawah hepar dan tidak dapat dibedakan dari jaringan hepar.
Duodenum dan pancreas juga terletak jauh didalam pada kwadran atas
abdomen dan tidak bisa diraba dalam keadaannormal.Ginjal terletak pada
regio posterior, dilindungi oleh iga. Sudut costovertebral adalah regio
dimana kita menilai nyeri tekan dan nyeri ketok padaginjal.
101
KK 2.6 TA 2015-2016
102
KK 2.6 TA 2015-2016
103
KK 2.6 TA 2015-2016
pasien
1. INSPEKSI
Inspeksi abdomen dari posisi berdiri disebelah kanan pasien. Bila
akan melihat contour abdomen dan memperhatikan peristaltik, maka
sebaiknya duduk atau jongkok sehingga abdomen terlihat dari
samping(tangensial)
Apa yang diinspeksi :
1. Kulit. Lihat apakahada jaringan parut. Terangkan lokasinya , striae, dilatasivena
2. PALPASI
Palpasi superficial berguna untuk mengidentifikasi adanya
tahanan otot (muscular resistance), nyeri tekan dinding abdomen, dan
beberapa organ dan masa yang superficial. Dengan tangan dan lengan
dalam posisi horizontal, mempergunakan ujung –ujung jari cobalah gerakan
yang enteng dangentle.
Hindari gerakan yang tiba tiba dan tidak diharapkan.Secara pelan
gerakkan dan rasakan seluruh kwadran. Identifikasi setiap organ atau
massa, area yang nyeri tekan, atau tahanan otot yang meningkat (spasme).
104
KK 2.6 TA 2015-2016
Gunakanlah kedua telapak tangan, satu diatas yang lain pada tempat yang
susah dipalpasi (contoh, pada orang gemuk).
Palpasi dalam dibutuhkan untuk mencari massa dalam abdomen.
Dengan menggunakan permukaan palmaris dari jari-jari anda, lakukanlah
palpasi diseluruh kwadran untuk mengetahui adanya massa, lokasi,
ukuran, bentuk, mobilitas terhadap jaringan sekitarnya dan nyeri tekan.
Massa dalam abdomen dapat diklasifikasikan dalam beberapa cara:
fisiologis seperti uterus yang hamil; inflamasi seperti divertikulitis kolon,
pseudokista pancreas; vascular seperti aneurysma aorta; neoplastik seperti
mioma uteri, kanker kolon atau kanker ovarium atau karena obstruksi
seperti pembesaran vesika urinaria karena retensi urin.
dibawah jari-jari anda dan anda akan dapat meraba permukaan anterior
dari hepar.Pinggir hepar normal teraba lunak, tajam, dan rata. Hitunglah
pembesaran hepar dengan menggunakan jari-jari pemeriksa
jarak antara arkus kostarum dengan pinggir heparterbawah
antara prosesus xyphoideus dengan pinggir heparterbawah
Cara lain meraba hepar dengan metode “Teknik hooking” (gambar 7).
Caranya berdiri pada sebelah kanan pasien.Letakkan kedua tangan
pada perut sebelah kanan, dibawah dari pinggir pekak hepar.Tekankan
dengan jari-jari mengarah ke atas dan pinggir costa. Suruh pasien bernafas
abdomen dalam, akan teraba hati .
c. Palpasilimpa
Dalam menentukan pembesaran limpa secara palpasi, teknik
pemeriksaannya tidak banyak berbeda dengan palpasi hati.Pada keadaan
normal limpa tidak teraba.
106
KK 2.6 TA 2015-2016
atau pinggir dari limpa karena limpa turun mengenai ujung jari. Catatlah
adanya nyeri tekan, nilai contour dari limpa dan ukur jarak antara titik
terendah dari limpa dengan pinggir costa kiri.
107
KK 2.6 TA 2015-2016
d. PalpasiGinjal
Ginjalkanan
Ginjalkiri
Untuk meraba ginjal kiri, pindahlah ke sebelah kiri pasien.Gunakan
tangan kanan untuk mendorong dan mengangkat dari bawah, kemudian
gunakan tangan kiri menekan kwadrant kiri atas.Lakukan seperti
sebelumnya. Pada keadaan normal ginjal kiri jarang teraba .
Nyeri tekanginjal
108
KK 2.6 TA 2015-2016
Nyeri tekan ginjal mungkin ditemui saat palpasi abdomen, tetapi juga
dapat dilakukan pada sudut costovertebrae. Kadang- kadang penekanan
pada ujung jari pada tempat tersebut cukup membuat nyeri, dan dapat pula
ditinju dengan permukaan ulnar kepalan tangan kanan dengan beralaskan
volar tangan kiri ( fish percussion).
e.PemeriksaanAorta
Tekanlah dengan tepat dan dalam pada abdomen atas sedikit ke kiri
dari garis tengah dan identifikasi posisi aorta. Aorta orang dewasa
normal tidak lebih dari 2 cm lebarnya (tidak termasuk ketebalan
dinding abdomen ). Pada orang dewasa tua bila ditemui masa di
abdomen atas dan berdenyut ( pulsasi) maka dicurigai adalah
aneurismaaorta.
109
KK 2.6 TA 2015-2016
3. PERKUSI
Perkusi berguna untuk orientasi abdomen, guna mengukur besarnya
hepar dan kadang limpa, mengetahui adanya cairan ascites, massa
padat, massa yang berisi cairan, dan adanya udara dalam gaster dan
usus.
a. Orientasiperkusi
Lakukan perkusi yang benar diatas keempat kwadran untuk menilai
distribusi dari tympani dan pekak (dullness).Tympani biasanya menonjol
bila adanya gas dalam traktus digestivus, sedangkan cairan normal dan
feces menyebabkan bunyi pekak (dullness).Catat dimana tympani
berubah menjadi pekak pada masing-masing sisi.Cek area suprapubik,
adakah pekak karena vesika urinaria yang penuh atau karena uterus
yang membesar .
b. Perkusihepar
Lakukan perkusi pada linea midklavikularis kanan, mulailah setinggi bawah
umbilikus (area tympani) bergerak kearah atas ke hepar ( area pekak, pinggir
bawah hepar). Selanjutnya lakukan perkusi dari arah paru pada linea
midklavikularis kanan kearah bawah ke hepar ( pekak ) untuk menidentifikasi
pinggir atas hepar. Sekarang ukurlah dalam centimeter “vertical Span” / tingginya
dari pekak hepar.Biasanya ukurannya lebih besar pada laki laki daripada wanita,
orang yang tinggi dari orang pendek. Hepar dinilai membesar, bila pinggir atas
hepar diatas dari ruang intercostalis V dan 1 cm diatas arcus costalis, atau
panjang pekak hepar lebih dari 6-12 cm, dan lobus kiri hepar 2 cm dibawah
processus xyphoideus.
110
KK 2.6 TA 2015-2016
Gambar 10aPerkusihepar
c. PerkusiLimpa
Normal limpa terletak pada lengkung diafragma posterior dari linea mid
aksilaris kiri. Perkusi limpa penting bila limpa membesar
(Splenomegali ). Limpa dapat membesar ke arah anterior, ke bawah,
dan ke medial yang menutupi daerah gaster dan kolon, yang biasanya
adalah timpani dengan pekak karena organ padat.
Bila kita mencurigai adanya splenomegali maka lakukanlah maneuver
ini :
1. Lakukan perkusi pada ruang intercostalis terakhir pada linea aksilaris
anterior kiri (gambar 6 ). Ruangan ini biasanya timpani. Sekarang suruh
pasien menarik nafas dalam dan perkusi lagi. Bila limpa normal maka
suaranya tetap timpani. Perobahan suara perkusi dari timpani ke pekak
pada saat inspirasi menyokong untuk pembesaran limpa.
111
KK 2.6 TA 2015-2016
Kadang kadang mungkin saja terdengar pekak dalam inspirasi tapi limpa
masih normal.Hal ini memberikan tanda positif palsu.
2. Lakukan perkusi dari beberapa arah dari timpani kearah area pekak dari
limpa(Gambar 7). Cobalah utnuk membayangkan ukuran dari limpa. Jika
area pekak besar maka menyokong untuk splenomegali. Perkusi dari
limpa akan dipengaruhi oleh isi gaster dan kolon, tetapi menyokong
suatu splenomegali sebelum organ
tersebut teraba.
112
KK 2.6 TA 2015-2016
4. AUSKULTASI
Auskultasi berguna dalam menilai pergerakan usus dan adanya
stenosis arteri atau adanya obstruksi vascular lainnya. Auskultasi
paling baik dilakukan sebelum palpasi dan perkusi karena palpasi dan
perkusi akan mempengaruhi frekwensi dari bising usus. Letakan
stetoskop di abdomen secara baik.
Dengarlah bunyi usus dan catatlah frekwensi dan karakternya. Normal
bunyi usus terdiri dari “Clicks” dan “gurgles” dengan frekwensi 5 – 15
kali permenit. kadang-kadang bisa didengar bunyi “Borborygmi” yaitu
bunyi usus gurgles yang memanjang dan lebih keras karena
hyperperistaltik. Bunyi usus dapat berubah dalam keadaan seperti
diare, obstruksi intestinal, ileus paralitik, danperitonitis.
Pada pasien dengan hypertensi dengarkan di epigastrium dan pada
masing kwadran atas bunyi “bruits vascular“ yang hampir sama
dengan bunyi bising jantung (murmur).Adanya bruits sistolik dan
diastolik pada pasien hypertensi akibat dari stenosis arteri renalis.
Bruit sistolik di epigastrium dapat terdengar pada orang normal. Jika
kita mencurigai adanya insufisiensi arteri pada kaki maka
dengarkanlah bruits sistolik diatas aorta, arteri iliaca, dan arteri
femoralis (gambar 5).
113
KK 2.6 TA 2015-2016
PEMERIKSAAN KHUSUS
A. PENILAIAN ADANYAASCITES
Karena cairan ascites secara alamiah sesuai dengan gravitasi,
sementara gas atau usus yang berisi udara terapung keatas, maka perkusi
akan menghasilkan bunyi pekak di abdomen. Peta antara timpani dan
pekak dapat dilihat pada gambar.
1. Tes untuk “ Shifting dullness ” (Gambar 14 dan15)
Setelah menandai batas timpani dan pekak, suruh pasien bergerak
ke salah satu sisi abdomen.Perkusi lagi diatas batas antara timpani dan
pekak tadi.Pada pasien yang tidak ada ascites, batasnya relative tetap.
2. Tes untuk adanya gelombang cairan (Gambar13)
Suruh pasien atau asisten menekankan pinggir kedua tangannya
kearah dalam perut digaris tengah abdomen. Ketoklah dinding abdomen
dengan ujung jari dan rasakan adanya impuls yang dirambatkan melalui
cairan pada bagian yang berlawanan /berseberangan
114
KK 2.6 TA 2015-2016
Gambar 13TestUndulasi
Gambar14Test Shiftingdulness
B. MENGETAHUI NYERIABDOMEN
1. Pertama tama tanyakan pasien untuk menentukan dimana nyeri dimulai dan
dimana nyeri sekarang. Suruh pasien batuk. Tentukan apakah ada nyeri dan
dimana lokasi nyeri tersebut. Nyeri perut pada appendicitis yang klasik dimulai
sekitar umbilicus dan kemudian beralih ke kwadran kanan bawah. Bila disuruh
115
KK 2.6 TA 2015-2016
Pemeriksaan tambahan
1. Melakukan pemeriksaan nyeri lepas pada daerah yang nyeri. Adanya nyeri
lepas menunjukkan inflamasi pada peritoneum sepertiAppendicitis.
2. Melakukan test TandaRovsing dan radiasi dari nyeri lepas.
Tekanlah kwadran kiri bawah perut dan kemudian lepaskan tiba
tiba.Bila nyeri terasa pada kwadran kanan bawah ketika perut sebelah
kiri ditekan, menunjukkan pemeriksaan tanda Rovsing positif. Nyeri
yang dirasakan pada kwadran kanan bawah ketika tekanan
dilepaskan menyokong suatu radiasi nyeri lepas yang positif.
3. Mencari tanda Psoas (Psoas Sign).
Letakkan tangan kanan pada lutut kanan penderita dan perintahkan
penderita untuk mengangkat kaki dan paha melawan tangan
anda.Atau perintahkan pasien untuk tidur dengan sisi kiri dan
ektensikan tungkai pada sendi coxae. Fleksi kaki pada sendi coxae
akan mengkontraksikan M. psoas. Adanya nyeri perut dengan
maneuver ini dikenal dengan Psoas sign positif, yang menyokong
adanya iritasi otot psoas oleh appendix yang sedanginflamasi.
4. Menentukan adanya tanda Obturator (ObturatorSign).
Fleksikan kaki pasien pada artikulatio coxae kanan dan sendi lutut.
Kemudian rotasikan kearah dalam (internal rotasi) pada sendi
coxae. Nyeri pada hypogastrica kanan, menandakan tanda
obturator positif. Ini menyokong adanya iritasi pada otot obturator.
116
KK 2.6 TA 2015-2016
117
KK 2.6 TA 2015-2016
Bila nyeri atau nyeri tekan pada perut kanan atas, dapat dicurigai
adanya kolesistitis akut. Maka lakukanlah test tanda Murphy (Murphy
Sign). Tekan/kait dengan empu jari atau jari jari lainnya dibawah arcus
costrum kanan, pada perpotongan pinggir otot muskulus rektus kanan
dengan arcus costarum kanan. Perintahkan pasien untuk bernafas
dalam.Bila nyeri bertambah tajam sehingga pasien tiba-tiba menahan
nafasnya, ini menunjukkan tanda Murphy positif, yang menandakan adanya
kolesistitisakut.
5. Suruh pasien rilek, tangan bebas disamping. Jika perlu suruh pasien untuk fleksi
pada lutut, dan bernafas normal. Kalau perlu ajaklah pasien berbicara untuk
membuat suasana rileks.
6. Gunakanlah waktu yang cukup untuk melakukan pemeriksaan abdomen ini.
Setiap penemuan adalahvpenting.
7. Berdirilah atau duduklah disebelah kananpasien
8. Beritahu pasien setiap jenis pemeriksaan yang andalakukan
9. Suruhlah pasien memberikan respon bila adanya nyeri atau sensasi lain
saatpemeriksaan
10. Pemeriksaan rektum dilakukan bila ada indikasi.
118
KK 2.6 TA 2015-2016
INSPEKSI
Perhatikan:
Kontour dan keadaanumum
Keadaan dari permukaanperut
Apakah ada retraksi atau penonjolan dindingperut
Bentuk simetris atau asimetris dari perut.
Perhatikan dan catat pergerakan kulit selamapernafasan
Perhatikan apakah adanya pigmentasi kulit, jaringan parut, pelebaran vena –
vena (venaektasia)
Perhatikan umbilicus (penonjolan atauretraksi)
Lihat dan perhatikan areainguinal.
PALPASI
Lakukan Palpasi abdomen superficial secara sistematik. Tentukanlah
tonus daninflamasi dari otot abdomen, dan adanyapenonjolan
Periksalah adanya nyeri tekan dan nyerilepas
Periksalah adanyaascites
Lakukan palpasihepar
Lakukan palpasilimpa
Lakukan palpasi ginjal, vesica urinaria, danaorta
PERKUSI
Lakukan perkusi untuk mendapatkan adanya daerah yang tympani dan
pekak pada seluruh kwadrant.Perkusi bagian bawah antara paru dan arcus
aorta. Catatlah adanya daerah pekak (dullness) pada sebelah kanan
(daerah hepar) dan timpani pada sebelah kiri.
PERKUSI HEPAR
Lakukan perkusi pada linea midklavikular kanan mulai dari bawah arcus
costa (suara timpani) kearah cranial sampai terdengar pekak dari pinggir
bawah hepar.Kemudian cobalah untuk menentukan pinggir atas dari hepar
dengan cara perkusi seperti cara diatas, tapi dari cranial kekaudal.
119
KK 2.6 TA 2015-2016
Cobalah mengukur area pekak hepar dengan cm dan juga coba perkusi
lobus kiri dari umbilicus ke midsternum.
PERKUSILIEN
Perkusilah ruangan interkostal dibawah linea axillaries anterior
kiri.Bagaimana bunyinya?Kemudian perintahkan pasien menarik nafas
dalam dan lakukanlah seperti yang tadi.Apakah ada perbedaan?
AUSKULTASI
Letakkan stetoskop anda pada area seperti pada gambar.Lakukanlah
auskultasi secara simetris. Catatlah kalau ditemui bruits dan identifikasi
bunyi usus normal.
PEMERIKSAAN ASCITES
Lakukan pemeriksaan untuk mengetahui adanya ascites dengan cara :
Cara ShiftingDullness
CaraUndulasi
Kepustakaan
Lynn. S. Bickley; Bates Guide to Physical Examination and History taking, 8
th Edition, Lippincott 2003.
120
LEMBAR PENILAIAN KETERAMPILAN KLINIK
NIM :...................................
No Penilaian SKOR
0 1 2 3
1. Memberikan salam pembuka saling memperkenalkan diri*
2. Mengindentifikasi keluhan utama pasien
3. Melakukan anamnesis secara teliti dan sistematis, yang
sesuai dengan kronologis kejadian
4. Menginformasikan kepada pasien tentang pemeriksaan
yang akan dilakukan
5. Berdiri di sisi kanan pasien*
6. Meminta pasien untuk berbaring dengan posisi telentang*
7. Meminta pasien untuk membuka pakaian*
8. Membuat pasien dalam posisi relaks dengan
menekukkan lutut*
Palpasi
9. Persiapan sebelum melakukan palpasi (mengesekkan
kedua telapak tangan untuk menghangatkan)*
10. Melakukan palpasi superfisial umum
11. Melakukan palpasi dalam umum
12. Memeriksa nyeri tekan dan nyeri lepas, Letakkan tangan
pada titik Mc Burney dan lakukan penekanan pada titik Mc
Burney, Lepaskan penekanan dengan cepat danMelaporkan
hasil pemeriksaan nyeri tekan dan nyerilepas
Palpasi hepar
13. Melakukan palpasi hepar dengan benar (tangan kiri menahan
dinding abdomen posterior, tangan kanan melakukan palpasi
di bagian anterior pada sisi lateral kanan abdomen dekat M.
Rectus abdominis)
14 Melaporkan hasil palpasi hepar ( teraba atau tidak) dan bila
teraba, nilai pembesarannya berapa jari dari arcus
Palpasicostarum.
lien
15. Melakukan palpasi lien dengan benar (tangan kiri menahan
dinding posterior abdomen), tangan kanan melakukan palpasi
di anterior di bawah batas kostae kiri
16. Melaporkan ukuran lien (teraba atau tidak teraba) dan
menilai pembesarannya dengan metode Schuffner
Palpasi ginjal
17. Melakukan palpasi ginjal dengan benar, dengan kedua tangan
(tangan kiri menahan di dinding posterior, tangan kanan di
dinding anterior melakukan palpasi dengan lembut di
quadran kanan atas lateral dan sejajar dengan M. Rectus
18. Abdominis)
Melakukan palpasi kedua ginjal (kiri dan kanan)
19. Melaporkan hasil palpasi ginjal (tidak teraba atau teraba)*
Perkusi
20. Meminta pasien untuk merespon pemeriksaan (apakah
terasa sakit, atau tidak)*
21. Melakukan perkusi dengan jari untuk mendapatkan
gambaran di 4 kuadran abdomen
Perkusi hepar
22. Melakukan perkusi untuk mengetahui batas bawah hepar
(pada sisi kanan regio medioklavikula dari kaudal kosta
dinding arcus abdomen ke atas) dan menandakan batas
tempat perubahan bunyi timpani kepekak
23. Melakukan perkusi untuk mengetahui batas atas hepar (pada
linea medioklavikula kanan dari atas ke bawah) dan
mengukur daerah pekak hepar pada lineamedioklavikula
24 Melakukan perkusi untuk mengetahui batas lobus kanan dan
kiri hepar dari arah umbilical ke atas dan menandakan batas
tempat perubahan bunyi timpani ke pekak
25 Menyimpulkan ukuran hepar (normal atau hepatomagali)
Pemeriksaan asites dengan metode Test shifting dullness
26 Melakukan perkusi dari arah umbilikus ke lateral
27 Menentukan titik tempat perubahan timpani ke pekak
dan menandai
28 Meminta pasien untuk berbaring ke satu sisi
29 Perkusi pasien dari lateral titik yang ditandai tadi
Pemeriksaan asites dengan metode Tes Undulasi
30 Minta pasien untuk menekan kedua tangan di atas
garis tengah abdomen
31 Ketok salah satu sisi abdomen dengan ujung jari dan
rasakan penjalaran getaran pada sisi abdomen
berseberangan
32 Melaporkan hasilnya apakah terdapat ascites atau tidak
Iliopsoas sign
33 Meminta pasien untuk meluruskan kedua tungkainya dan me
rentangkan tungkai kanan ke atas
34 Pemeriksa menahan lutut pasien
35 Mengulangi pemeriksaan serupa pada tungkai kiri
36 Melaporkan hasil pemeriksaan illiopsoas sign
Obturator sign
37 Posisikan pasien dengan tungkai kanan fleksi 90’ pada
panggul dan lutut
38 Tahan tungkai pasien di atas lutut pada persendian
39 Rotasikan tungkai ke latero medial
40 Melaporkan hasil pemeriksaan obturator sign
TOTAL SKOR
Lhokseumawe, ………….
Instruktur
(………………………… )
NIP
PEMERIKSAAN COLOKDUBUR
C. TEORI
Pemeriksaan ini sangat penting untuk dapat kita peroleh informasi penting untuk
menegakan diagnosa.Tetapi pemeriksaan ini sering terabaikan. Begitu pentingnya hingga
pernah dicetuskan bahwa tidak ada telunjuk untuk colok dubur,boleh digunakan jari kaki
untuk colok dubur.
2. Knee-elbow position.
Baik untuk perabaan prostat dan vesikula seminalis.
3. Dorsal position. Pasien
tidur dengan posisi
setengah duduk posisi
lutut ditekukkan(fleksi).
Telunjuk tangan kanan
pasien masuk kedubur
dengan melintasi
dibawah paha kanan
pasien. Untuk bimanual
palpasi tangan kiri
diatas supra pubis.
4. Lithotomy position.
Dilakukan pada meja
operasi. Bimanual
dengan telunjuk
kanan pada rektum
sedang tangan kiri
pada suprapubis.
Struktur anatomi yang dapat dinilai dengan colok dubur:
1. Lekukan anus.Juga dapat diraba antara spinkter otot interna dan eksterna.
Biasanya dalam keadaan neurogenik bladder spincter akan terabamelemah.
2. Anorektal ring,pertemuan antara anus dan rectum (dewasa panjangnya2-
3cm).Daerah ini sangat penting karena lokasi abses anorektal atau fistula ani.
3. Katup Houston terbawah. Makin naik telunjuk nantinya akan teraba lipatan
mukous membran.
4. Promotorium
5. Prostat atau cervixuteri.
Waktu melakukan colok dubur ini kurang menyenangkan bagi pasien,tidak jarang
terasa nyeri.Gunakan sarung tangan yang telah diberi pelicin. Untuk itu sebelum
melakukan pemeriksaan harus diberikan pesan bahwa :
“Saya akan melakukan pemeriksaan dalam melalui dubur anda bila terasa
tidak nyaman tolong buka mulut nafas dalam dan perlahan
keluarkan melalui mulut anda”.
a. PemeriksaanAnus
Keadaan yang akan ditemukan:
- Bila ada feses yang keras akan menyusahkan kita untuk merotasikan telunjukkita.
- Bila teraba massa tumor ,apakah lesi tersebut lunak atau keras,dimana posisi
tumor tersebut dan apakah telah memenuhi seluruh permukaan mukosa
usus.Coba terus telusuri apakah telunjuk masih bisa melalui celah tumor dan
masih dapat meraba pool atas tumor. Ukur jarak pool bawah tumor dari
anus.Coba gerakan ke sekitarnya apakah tumornya telah terfiksir pada tulang
sakrum atau masih mobil (bisa digerakkan).
- Kemudian bila kita keluarkan sarung tangan tersebut lihat apakah ada darahnya
atau lendir.
- Untuk kasus haemorhoid interna kitatidakbisa nilaidengan
colokduburkarena lunaksekali.
- Pada protusio rekti biasanya teraba ujung dari protusiotersebut.
- Dalam keadaan obstruksi teraba kita merasakan ampula rekti menyempit
sedangkan dalam keadaan paralisis dilatasi(balooning).
b. Palpasi Prostat:
- Pada keganasan prostat yang asimptomatik yang lokasinya pada lobus lateral
yang dalam dan lobus medius tidak dapat diraba melalui rectal. Bila terletak
pada permukaan kapsul teraba nodul,konsistensi keras,dalam keadaan lanjut
prostat irreguler,sulkusmedianusobliterasidankadangukuranprostatmembesar.
Kepustakaan :
1. Manekin rectaltoucher
2. Sarung tangan (Handschoen)
3. Jelly
PROSEDUR
0 1 2 3
0 = Tidak dilakukan
1 = Dilakukan / diterangkan tidak secara lengkap atau ada bagian
yang terlupakan.
2 = Dilakukan / diterangkan sistematik tetapi tidak begitu lancar.
3 = Dilakukan / diterangkan sistematik dan lancar.
Lhokseumawe, ………………….
Instruktur
(……………………………)
NIP
PENGANTAR
TUJUAN UMUM
iv line catheter.
TUJUAN KHUSUS
1. Mahasiswa mampu mempersiapkan alat dan bahan untuk pemasangan
kateter intravena
2. Mahasiswa mampu menentukan ukuran kateter intravena yangdigunakan
STRATEGI PEMBELAJARAN
1. Responsi
1. Sarung tangannonsteril.
2. Kateter plastik yang menyelubungi jarum (jaruminfus).
3. Larutan IV untukcairan.
4. Papan lengan(pilihan).
5. Slanginfus.
6. Tiang IV (yang diletakkan di tempat tidur atau berdiri sendiri denganroda)
ataupompaIV.
7. Paket atau perlengkapan pemasangan IV, termasuk torniket
(ataumansettekanan darah); plester-dengan lebar 2,5 cm (atau lebar plester 5
cm), kapas alkohol (atau antiseptik yang telah direkomendasikan oleh institusi,
seperti povidone); balutan kasa berukuran 5x5 cm; plester perekat ; label
perekat.
8. Gunting dan sabun(opsional).
9. Handuk atau penglindunglinen
Pembuluh darah yaitu arteri dan vena terdiri dari beberapa lapisan,masing-
masing dengan struktur dan fungsi khusus :
1. Tunikaintima
2. Tunikamedia
Merupakan lapisan tengah, terdiri dari jaringan ikat yang mengandung serabut
muskular dan elastis.Jaringan ikat ini memungkinkan vena mentoleransi
perubahan tekanan dan aliran dengan menyediakan rekoil elastis dan kontraksi
muskular.
3. Tunikaadventisia
Merupakan lapisan terluar, terdiri dari serabut elastis longitudinal dan jaringan
ikat longgar
Vena perifer atau superfisial terletak di dalam fasia subkutan dan merupakan
akses paling mudah untuk terapi intravena.
2. Sefalika Berasal dari bagian radial lengan. Sefalika aksesorius dimulai pada
pleksus belakang lengan depan atau jaringan venadorsalis.
3. Basilika Dimulai dari bagian ulnar jaringan vena dorsalis, meluas ke
permukaan anterior lengan tepat di bawah siku di mana bertemu vena
medianakubiti.
4. Sefalika mediana Timbul dari fossaantekubiti.
1. Pada orang dewasa pemasangan kanula lebih baik pada tungkai atas dan pada
tungkai bawah
5. Vena kepala, digunakan sesual kebijaksanaan institusi, sering dipilih pada bayi
dananak.
Faktor Yang Mempengaruhi Pemilihan Sisi Penusukan Vena
Pemilihan tempat insersi untuk penusukan vena juga harus teliti karena ada
beberapa faktor yang mempengaruhi pemilihan tempat insersi yang bisa
menyebabkan terjadinyakomplikasi.
1. Umur pasien; misalnya pada anak kecil, pemilihan sisi adalah sangat penting
dan mempengaruhi berapa lama IV periferberakhir.
2. Prosedur yang diantisipasi; misalnya jika pasien harus menerima jenis terapi
tertentu atau mengalami beberapa prosedur seperti pembedahan, pilih sisi
yang tidak terpengaruhi apapun.
3. Aktivitas pasien; misalnya gelisah, bergerak, tak bergerak dan perubahan tingkat
kesadaran.
4. Jenis IV: jenis larutan dan obat-obatan yang akan diberikan sering memaksa
tempat- tempat yang optimus (mis: hiperalimentasi adalah sangat mengiritasi
vena-venaperifer).
5. Terapi IV sebelumnya; flebitis sebelumnya membuat vena tidak baik untuk
digunakan: Kemoterapi membuat vena menjadi buruk (mudah pecah
atasklerosis).
6. Sakit sebelumnya; misalnya jangan digunakan ekstrimitas yang sakit pada
pasienstroke.
Pemasangan infus
Pelaksanaan dalam pemasangan infus harus dilaksanakan sebaik-baiknya guna
menghindari terjadinya komplikasi yang tidak diinginkan. Berikut cara umum dalam
pemasangan infus:
a. Persiapkan alat dan bahan seperti tiga buah potongan plester sepanjang 2,5 cm.
Belah dua salah satu plester sampai ke bagian tengah, jarum atau kateter, kapas
alkohol atau antiseptik.
b. Sambungkan cairan infus dengan infus set terlebih dahulu dan periksa tidak ada
udara pada infusset.
c. Pasang torniket pada daerah proksimal vena yang akan dikaterisasi 60-80mmHg.
f. Dengan kapas alkohol atau antiseptik yang tepat, bersihkan tempat insersi dan
biarkan hinggamengering.
g. Dorong pasien untuk tarik nafas dalam agar pasien relaksasi dannyaman.
h. Masukkan kateter ke vena sejajar dengan bagian terlurus vena, tusuk kulit
dengan sudut 30-45 derajat, setelah keluar darah pada ujung kateter, tarik
sedikit jarum pada kateter, dorong kateter sampai ujung, dan ditekan ujung
kateter dengan satu jari.
i. Lepaskan torniket. Sambungkan kateter dengan cairaninfus.
2. Infiltrasi disebabkan oleh alat intravena keluar dari vena, dengan kebocoran
cairan kedalam jaringansekitarnya.
3. Emboli udara disebabkan karena masuknya udara kedalam sistemvaskular
4. Emboli dan kerusakan kateter disebabkan karena kateter rusak pada hubungan
dan kehilangan potongan kateter ke dalamsirkulasi.
5. Kelebihan dan bebn sirkulasi disebabkan karena infus cairan terlalu cepat (anak-
anak dan lansia lebihrentan).
6. Reaksi pirogenik disebabkan karena kontaminasi peralatan interavena dan
larutan yang digunakan deganbakteri.
REFERENSI
PEMASANGAN IV LINE
NAMA : ________________________________
NIM : ________________________________
Menjelaskan komplikasi
6
pemasangankateter intravena
Keter
anga
n:
Skor
Penil
aian :
0 : Tidak dilakukan
1 : Dilakukan dengan
banyak perbaikan 2 :
Dilakukan dengan sedikit
perbaikan
3 : Dilakukan dengan sempurna dan
terstruktur
(.......................................
.)
NIP
I. PENGERTIAN
Pemasangan Pipa Nasogastrik (NGT) adalah prosedur memasukkan pipa
panjang yang terbuat dari polyurethane atau silicone melalui hidung, esofagus
sampai kedalam lambung dengan indikasi tertentu. Sangat penting bagi
mahasiswa kedokteran untuk mengetahui cara pemasangan pipa NGT dan
mengetahui pipa NGT tersebut sudah masuk dengan benar pada tempatnya.
II. INDIKASI
Ada 3 indikasi utama pemasangan NGT :
1. Dekompresi isilambung
3. Diagnostik
III. KONTRAINDIKASI
Kontraindikasi pemasangan NGT meliputi:
IV. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi akibat pemasangan NGT:
Tujuan Khusus:
3. Diskusi
4. Partisipasi aktif dalam skill lab(simulasi)
b. Prosedur pemasanganNGT.
c.Meminta persetujuanpasien.
Whoosh tes :
1. Insertion and Confirmation of position of Nasogastric tubes for adults and children. Northern
Health and Social Care Trust. June2010
2. Policy for the insertion of a Naso-gastric tube in Adults. Birmingham East andNorth NHS.
October2009.
3. Nasogastric Feeding Tube Placement and Management Resource Manual.Salford Royal NHS
Foundation. August2011.
4. Schwartz Manual of Surgery 8th Edition. The MacGraw-Hill companies, New York, 2006
NAMA : ________________________________
NIM : ________________________________
SKOR
No ASPEK YANG DINILAI
0 1 2 3
1 Mempersiapkan alat dan bahan untuk
pemasangan NGT
2 Memberi salam,memperkenalkan diri
Menjelaskan indikasi,kontraindikasi,komplikasi
3 pemasangan NGT serta tindakan yang akan di lakukan
serta menuliskan Informed Consent
keterangan : Skor
Penilaian :
0 : Tidak dilakukan
1 : Dilakukan dengan banyak perbaikan
2 : Dilakukan dengan sedikit perbaikan
3 : Dilakukan dengan sempurna dan terstruktur
Nilai =( Total Skor didapat/30)x100 =
Lhokseumawe, ..........................
Instruktur,
(........................................)
NIP
1 27/2/17 10.30-12.20
2 27/2/17 13.30-15.10
KK.5
V 3 28/2/17 10.30-12.20 Penilaian
Kelenjar Tiroid
4 28/2/17 13.30-15.10
5 2/3/17 13.30-15.10
1 7/3/17 09.30-11.20
KK 6
2 7/3/17 13.30-15.10
Pemberian
VI 3 8/3/17 13.30-15.10 Insulin pada
DM tanpa
4 9/3/17 10.30-12.20
Komplikasi
5 9/3/17 13.30-15.10
1 13/3/17 07.30-09.20
2 13/3/17 13.30-15.10
KK 7
VII 3 15/3/17 08.30-10.20 Edukasi pada
Penderita DM
4 15/3/17 13.30-15.10
5 17/3/17 08.30-10.20
1 20/3/17 13.30-15.10
2 21/3/17 10.30-12.20 KK 8
5 24/3/17 09.30-11.20
1 27/3/17 13.30-15.10
2 29/3/17 13.30-15.10 KK 9
5 3/4/17 13.30-15.10
1 4/4/17 09.30-11.20
2 4/4/17 13.30-15.10
KK 10
X 3 5/4/17 13.30-15.10 Pemeriksaan
Colok Dubur
4 6/4/17 09.30-11.20
5 6/4/17 13.30-15.10
XI 1 11/4/17 09.30-11.20 KK 11
4 13/3/17 09.30-11.20
5 13/3/17 13.30-15.10
1 17/4/17 13.30-15.10
2 18/4/17 13.30-15.10
KK 12
XII 3 19/4/17 13.30-15.10 Pemasangan
NGT
4 20/4/17 13.30-15.10
5 21/4/17 10.30-12.20