Anda di halaman 1dari 36

PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS

( SKILL LABORATORY)
BLOK 3.1 KELAINAN SISTEM RESPIRASI

PEMERIKSAAN FISIK PARU PADA KASUS PENYAKIT


RESPIRASI

FAKULTAS KEDKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS JAMBI
2018

1
I. TUJUAN :
Mahasiswa mampu menerapkan kemampuan melakukan
pemeriksaan fisik paru untuk membantu menegakkan diagnosis pada
penyakit- penyakit respirasi

II. PROSEDUR
1. Keterampilan klinis ini memakai sistem role play dan
dilaksanakan dalam dua kali pertemuan
2. Mahasiswa dibagi menjadi beberapa kelompok yang terdiri
atas 9-`10 mahasiswa dimana masing- masing kelompok
dibimbing oleh satu orang instruktur.
3. Pada pertemuan pertama, instruktur akan mengajarkan
mahasiswa cara pemeriksaan fisik paru pada keadaan normal
dan patologis dengan menggunakan mahasiswa lain sebagai
probandus. Beberapa mahasiswa kemudian diminta
mengulangi dengan probandus sesama mahasiswa.
4. Pada pertemuan kedua, setiap mahasiswa diminta melakukan
pemeriksaaan fisik paru yang telah diajarkan pada pertemuan
sebelumnya. Mahasiswa akan berperan sebagai pasien-dokter
secara bergantian sesuai dengan skenario yang ada. Dalam
melakukan pemeriksaan tersebut, mahasiswa diberi waktu 15
menit. Mahasiswa yang telah melakukan pemeriksaan, tetap
berada dalam ruang skill lab dan akan mengamati teknik
pemeriksaan mahasiswa yang lain. Pada akhir skill lab setiap
mahasiswa akan memberikan masukan terhadap teknik
pemeriksaan temannya.

2
5. Mahasiswa menerapkan kemampuan dasar pemeriksaan fisik
paru yang telah didapat di blok sebelumnya untuk melakukan
pemeriksaan pada pasien dengan penyakit pada sistem
respirasi.
6. Pada pertemuan kedua, instruktur akan memberikan data-data
mengenai hasil pemeriksaan fisik paru pasien, diagnosis
sementara dan pemeriksaan penunjang yang harus dilakukan
pada pasien. Data yang ada hanya akan diberikan bila
mahasiswa aktif bertanya dan melakukan pemeriksaan secara
benar.
7. Diakhir proses, instruktur akan memberikan umpan balik
kepada kelompok mahasiswa yang dibimbingnya dan
mahasiswa melakukan refleksi terhadap kegiatan yang telah
mereka lakukan.

III. ILUSTRASI KASUS (PERTEMUAN KEDUA)


Seorang pasien wanita usia 45 tahun (40 Kg) datang ke poliklinik
paru dengan keluhan dada kanan terasa berat dan muka tampak
pucat. Dari anamnesis didapatkan berat badan menurun 4 kg dalam
1 bulan terakhir, batuk sudah lebih dari satu bulan, pada awalnya
batuk kering sekarang batuk berdahak. Os belum pernah berobat,
bekerja sebagai tukang cuci. sejak 1 minggu yang lalu os merasa
sesak, makin hari sesak makin bertambah, bahkan sejak 2 hari yang
lalu os merasa demam dan dada kanan terasa berat. Os merasa
lebih enak bila tidur dengan posisi tertentu. Setelah mendapat surat
keterangan miskin, os baru bisa berobat ke rumah Sakit.

3
Pada pemeriksaan tanda vital didapatkan KU : tampak sakit
sedang, TD : 100/70 mmHg, nadi 100x/ menit, Respiratory rate
30x/ menit, T : 38° C. anda sebagai dokter yang sedang bertugas di
Poliklinik paru.
Instruksi untuk mahasiswa (pertemuan kedua):
1. Lakukan pemeriksaan fisik paru dengan benar pada pasien ini
( tanyakan hasil dari setiap pemeriksaan yang anda lakukan pada
instruktur)
2. Tentukan dignosis sementara pada pasien ini
3. Tentukan pemeriksaan penunjang yang seharusnya dilakukan
pada pasien ini sehingga dapat membantu menegakkan
diagnosis kerja.
Instruktur diharapkan menjelaskan kepada mahasiswa bahwa
yang menjadi penekanan pada kegiatan ini adalah kemampuan
psikomotor (point 1), sementara point 2 dan 3 sebagai
pelengkap.

4
V. PEDOMAN PEMERIKSAAN

Pemeriksaan fisik toraks terdiri dari 3 bagian, yaitu


pemeriksaaan fisik paru, pemeriksaaan fisik mammae, dan
pemeriksaan fisik aksila. Pada keterampilan klinis kali ini akan
difokuskan pada pemeriksaaan fisik paru.
Sebelum melakukan pemeriksaan fisik paru, akan sangat
membantu jika kita mengingat kembali terlebih dahulu beberapa
lokasi anatomis yang dapat menolong kita dalam melakukan
pemeriksaan fisik.

1. MENENTUKAN LETAK SELA IGA (INTERCOSTAL


SPACE = ICS):
a. Dinding dada depan
Pertama-tama temukan incisura jugularis sterni. Kemudian
gerakkan jari 5 cm atau lebih ke arah kaudal sampai menemukan
angulus sterni Ludovici yang menghubungkan manubrium sterni
dan korpus sterni. Lalu gerakkan jari ke lateral untuk
menemukan iga 2. Dari sela iga 2, gunakan 2 jari untuk
menyusuri sela iga berikutnya.
b. Dinding dada belakang
a. Dengan jari-jari pada satu tangan, tekan dan telusuri
dinding dada belakang dari daerah lumbal ke kranial sampai
teraba sisi inferior iga 12
b. Angulus inferior skapula terletak setinggi vertebra torakal 7
atau sela iga 7.

5
2. MENENTUKAN VERTEBRA
Posisi kepala penderita dalam keadaan fleksi ke depan.
Ujung prosesus spinosus yang paling menonjol adalah vertebrae
C7. Kadang-kadang terdapat dua buah prosesus spinosus yang
kelihatannya sama-sama menonjol, yaitu C7 dan Th 1. Vertebra
berikutnya dapat ditentukan dengan meraba prosesus
spinosusnya.

3. MENENTUKAN GARIS-GARIS IMAJINER DI DINDING


DADA :
1. Linea midsternal : garis vertikal yang melalui pertengahan
sternum,
2. Linea sterna : garis vertikal sejajar midsternal pada tepi
sternum.
3. Linea parasternal : garis vertikal 1 cm lateral dari garis
sternal.
4. Linea midklavikula : garis vertikal yang sejajar dengan
garis midsternal dan memotong pertengahan masing- masing
tulang klavikula.
5. Linea aksilaris anterior : garis vertikal yang melalui lipatan
aksila anterior,
6. Linea aksilaris posterior : garis vertikal yang melalui lipatan
aksila posterior.
7. Linea midaksilaris : garis vertikal yang dimulai dari puncak
aksila atau garis vertikal yang terletak di pertengahan antara
garis aksilaris anterior dan aksilaris posterior.

6
Gambar 1. Proyeksi dada depan

8. Linea midspinal : garis vertikal sepanjang prosesus


spinosus vertebra.
9. Linea midskapula : garis vertikal yang melalui angulus inferior
skapula.

Gambar 2.Proyeksi dada samping

7
Gambar 3. Proyeksi dada belakang

8
4. PROYEKSI PARU PADA DINDING TORAKS
a. Apeks paru : terletak 2-4 cm di atas 1/3 medial tulang
klavikula.
b.Sisi inferior paru :
• Anterior kanan:
Pada linea midklavikula setinggi iga 6, dan garis aksilaris
anterior setinggi iga 8.
• Posterior :
Setinggi vertebra Torakal 10, pada inspirasi dalam akan
bergeser ke bawah setinggi vertebra Torakal 12

Gambar 4. Proyeksi paru belakang

5. LOBUS PARU
Paru kanan terdiri dari 3 lobus yaitu lobus superior,
lobus medius, dan lobus inferior. Paru kiri terdiri dari 2 lobus
yaitu lobus superior dan lobus inferior. Fisura minor membagi
lobus superior dan lobus medius paru kanan, sedangkan fisura
mayor (oblik) kanan membagi lobus medius dan lobus inferior

9
paru kanan dan fisura mayor kiri membagi lobus superior dan
lobus inferior paru kiri.
a. Fisura mayor
Pada dinding toraks posterior, fisura mayor dapat diproyeksikan
ke margo vertebralis skapula pada dinding torak posterior jika
kedua tangan pasien diletakkan di atas kepala..
b. Fisura minor
Fisura minor diproyeksikan sebagai suatu garis yang dimulai
dari garis midaksilaris setinggi iga 5 dan berjalan ke anterior
setinggi iga 4.

Gambar 5. Pembagian lobus paru depan

10
Gambar 6. Pembagian lobus paru samping

Gambar 7. Pembagian lobus paru belakang

11
6. MENENTUKAN LETAK KARINA (BIFURCATIO
TRACHEA):
a. Anterior : setinggi angulus sterni Ludovici
b. Posterior : setinggi prosesus spinosus vertebra Torakal 4

PEMERIKSAAN FISIK PARU


1. INSPEKSI
A. POLA PERNAPASAN
Penilaian pola pernapasan meliputi: frekuensi (rate),
irama (rhythm), kedalaman (depth), dan usaha bernapas (effort
of breathing). Frekuensi napas adalah jumlah napas inspirasi dan
ekspirasi selama 1 menit. Frekuensi napas normal pada orang
dewasa adalah 16- 18 kali / menit.
Pada irama pernapasan, kita menilai apakah pernapasan
penderita teratur (regular) atau tidak teratur (irregular).
Kedalaman pernapasan adalah penilaian apakah penderita
bernapas secara normal, dangkal, atau dalam.
Usaha bernapas dinilai dari ada tidaknya otot-otot
pernapasan tambahan yang digunakan pada waktu bernapas
seperti otot sternokleidomastoideus, otot skalenus, dan otot
trapesius, juga dilihat adakah retraksi pernapasan di daerah
supraklavikula.

12
Gambar 8. Retraksi pernafasan

Kelainan dalam pola pernapasan :


a. Pernapasan cepat dan dangkal (tachypnea)
Pernapasan cepat dan dangkal
umumnya disebabkan oleh kelainan
yang bersifat restriktif, misalnya
penyakit paru restriksi, nyeri dada
pleuritik, dan diafragma letak tinggi (elevated diaphragm).

b.Pernapasan cepat dan dalam (hyperpnea, hyperventilation)


Pernapasan cepat dan dalam
dapat dijumpai pada beberapa
keadaan, misalnya: sehabis
olahraga, cemas dan asidosis
metabolik. Pada pasien koma, infark, hipoksia, atau
hiperglikemia yang
mengenai midbrain (mesencephalon) atau pons, pola
pernapasan

13
semacam ini dapat juga ditemukan. Pernapasan Kussmaul
adalahpernapasan cepat dan dalam yang berhubungan
dengan asidosis metabolik misalnya pada koma hiperglikemi.

c. Pernapasan lambat (Bradypnea)


Dapat dijumpai pada koma diabetikum,
depresi pernapasan karena obat-obatan
dan tekanan tinggi intra kranial.

d. Pernapasan Cheyne Stokes


Pola pernapasan penderita meningkat
dan berkurang secara bergantian sehingga
terjadi periode pernapasan dalam dan
dangkal secara Hyperpnea Apnea bergantian yang diikuti
dengan periode apnea. Pola pernapasan ini secara normal
didapatkan pada anak-anak dan orang tua pada saat tidur. Pada
penderita gaga! jantung, uremia, depresi pernapasan karena
obat-obatan, dan kerusakan otak {khas pada kerusakan otak
yang mengenai kedua hemisphere otak atau diencephalon),
pola pernapasan ini dapat dijumpai sebagai salah satu
gejalanya.

e. Pernapasan Ataksik (pernapasan Biot)


Ciri-ciri pernapasan ataksik adalah
ketidakteraturan yang tidak terduga.
Pernapasan dapat dangkal ataupun dalam dan berhenti dalam
periode-periode yang singkat dalam pola yang tidak teratur.

14
Penyebabnya antara lain depresi pernapasan dan kerusakan
qtak (khususnya jika setinggi Medulla oblongata).

f. Pernapasan Sigh (Sighing Respiration)


Normal dijumpai pada orang yang
berkeluh kesah dan frekuensinya 1-4
kali / menit. Jika frekuensinya
makin sering, maka harus
diwaspadai sebagai gejala awal
hiperpnea, yang merupakan penyebab umum dispnea
dan dizziness (pusing).
g.Pernapasan Obstruksi (Obstruktive breathing)
Pada penderita penyakit paru
obstruksi kronik (PPOK) ekspirasi
memanjang karena gerangkatan
resistensi atau tahanan jalan napas.
Jika frekuensi napas meningkat, air trapping maka
pasien tidak mempunyai cukup waktu untuk ekspirasi
penuh, sehingga udara ekspirasi tidak dapat keluar seluruhnya,
sebagian akan terperangkap di dalam paru (air trapping).
Akumulasi udara yang terus menerus ini mengakibatkan pola
pernapasan akhirnya menjadi lebih dangkal.
Dalam keadaan normal, penderita dapat berbaring dalam posisi
tidur terlentang tanpa kesulitan bernapas dan tidak
menggunakan otot-otot pernapasan tambahan. Jika pernapasan
terlihat berat dan terdengar wheezing, perhatikan apakah
terjadi pada fase inspirasi atau ekspirasi.

15
Stridor merupakan suara pernapasan tambahan yang nyaring
dan keras dan terutama terdengar pada saat inspirasi. Hal ini
menunjukkan obstruksi parsial di laring atau trakhea.
Dangarkan juga napas pasien. Pada orang normal, suara napas
saat inspirasi tidak terdengar lagi pada jarak lebih dari
beberapa cm dari mulut. Pada asma dan bronkitis kronis,
intensitas suara napas pada saat inspirasi meningkat dan dapat
terdengar dari jarak yang cukup jauh. Pada saat inspirasi
perhatikan apakah terdapat retraksi. Di anterior, rerraksi dapat
dilihat sebagai cekungan di fosa supraklavikula dan
interkostal. Di posterior, retraksi dapat dilihat sebagai
cekungan di sela iga bagian bawah. Retraksi dapat ditemukan
pada asma yang berat, PPOK, dan obstruksi trakeal / laringeal.

B. BENTUK TORAKS
Kelainan bentuk dada
a. Barrel chest ( dada tong)
Diameter anterior-posterior
lebih besar atau sama
dengan diameter kanan-kiri. Sering terdapat pada
penderita emfisema paru maupun proses degeneratif pada
tulang rangka dada yang menyertai proses penuaan. Pada
proses degeneratif sering terdapat bersamaan dengan
kifoskoliosis.
b.Funnel chest (pectus excavatum/ dada cerobong)
Bagian inferior sternum
Menjorok ke belakang. Funnel chest

16
Dapat mengakibatkan terjadinya
pergeseran letak jantung, struktur-struktur
media stinum dan paru ke tempat yang tidak normal
sehingga mengakibatkan penafsiran yang keliru tentang
hasil pemeriksaan. Jika berat, dapat mengakibatkan
gejala payah jantung karena membatasi kontraksi
jantung. Kompresi terhadap jantung dan pembuluh-
pembuluh darahjsesar dapat mengakibatkan
c. Pigeon chest (pectus carinatum/dada burung/ ayam/
chicken breast)
Sternum menonjol ke depan seperti
Kapal terbalik. Keadaan ini jarang
Mengakibatkan perubahan
fisiologis paru.

Deformitas
Deformitas adalah kelainan bentuk toraks yang didapat
(acquired) misalnya karena kecelakaan, trauma, dan lain-
lain. Pada trauma yang mengakibatkan fraktur
iga, dapat timbul flail chest atau dada gail yaitu keadaan
dimana dinding toraks pada daerah fraktur bergerak secara
berlawanan (paradoks) dengan dinding toraks yang normal,
yaitu masuk ke dalam pada saat inspirasi dan menonjol ke
luar pada saat ekspirasi. Flail chest terjadi bila beberapa iga
yang berurutan mengalami fraktur pada 2 tempat sehingga
suatu segmen dinding toraks terlepas dari kesatuannya.

17
C. PERGERAKAN DINDING DADA
Simetris / Asimetris
Ada 2 cara untuk memeriksa simetris tidaknya pergerakan
dinding dada, antara lain:
a. Penderita dalam posisi berbaring dan bernapas seperti
biasa. Pemeriksa berdiri di sebelah kaki penderita dan
melihat pergerakan arcus costa untuk menilai simetris
atau tidaknya pergerakan dinding dada.
b. Pada penderita yang gemuk, berperut besar, atau pada
penderita yang karena sesaknya tidak dapat berbaring,
perhatikan gerakan tulang klavikulanya.
Gerakan dinding dada yang tertinggal pada satu sisi
menunjukkan suatu efusi pleura (yang dapat disertai
penonjolan sela iga), penebalan pleura unilateral,
ateletaksis, benda asing atau tumor dalam saluran napas,
dan kelainan otot atau saraf dinding dada. Penderita yang
mengalami peradangan pleura akut akibat pneumonia,
pleuritis, atau inf ark paru dapat menahan gerakan dinding
toraks pada satu sisi untuk mengurangi rasa nyeri.

Posisi paksa / terbatas


Apabila karena suatu kelainan penderita merasa tidak
nyaman dengan posisi normal, maka ia akan menyesuaikan
diri dalam posisi paksa / terbatas. Hal tersebut dilakukan
penderita agar merasa lebih nyaman dan mengurangi rasa
nyeri. Misalnya : penderita pleuritis akut atau efusi pleura

18
akan berbaring pada sisi yang sakit untuk mengurangi
perasaan nyeri dan sesak yang timbul pada gerakan napas.
D. LAIN-LAIN
Perhatikan apakah terdapat benjolan tumor, sikatriks, bekas operasi,
spider naevi (pada sirosis hepatis), posisi trakea (bergeser ke
kanan/kiri).

2. PALPASI
A. Palpasi trakea
Posisi trakea dapat ditentukan dengan menempatkan ujung jari II
dan jari III yang membentuk huruf V, atau ujung jari II tangan
kiri dan kanan di incisura suprasternalis dan kemudian
menentukan kedudukan gelang-gelang trakea dalam
hubungannya dengan sternum. Pergeseran trakea ke satu sisi
merupakan petunjuk yang peka pergeseran posisi struktur
mediastinum. Efusi pleura, pneumotoraks, empiema dan tumor
akan mendorong struktur mediastinum / trakea ke sisi yang
berlawanan. Sebaliknya, pada atelektasis yang disebabkan oleh
sumbatan mukus, tumor, atau benda asing yang menyumbat
bronkus, maka struktur mediastinum / trakea akan tertarik ke sisi
yang sakit.

19
Gambar 9. Palpasi trakea
B. Menilai pergerakan (ekspansi) dinding dada:
simetris/asimetris.
a. Anterior:
Letakkan kedua ibu jari pemeriksa di prosesus sifoideus
penderita dan jari-jari lain di arcus costa. Kemudian gerakkan
kedua ibu jari sedikit ke arah medial agar terdapat lipatan
kulit diantara kedua ibu jari. Mintalah penderita untuk
melakukan inspirasi maksimal. Perhatikan pergerakan kedua
ibu jari yang menjauhi garis tengah saat dinding dada
mengembang dan lihat apakah pergerakannya simetris atau
tidak.
b. Posterior:
Letakkan kedua ibu jari pemeriksa di garis midspinal setinggi
Torakal 10 (karena setinggi Torakal 10 paru-paru paling
mengembang) dan jari-jari lain di arcus costae. Kemudian
gerakkan kedua ibu jari sedikit ke arah medial agar terdapat
lipatan kulit diantara kedua ibu jari. Mintalah penderita untuk
melakukan inspirasi maksimal. Perhatikan pergerakan kedua
ibu jari yang menjauhi garis tengah saat dinding dada
mengembang dan lihat apakah pergerakannya simetris atau
tidak

20
Gambar 10. Teknik Palpasi pada pemeriksaan
pergerakan dinding dada

C. Identifikasi daerah nyeri/ lesi


Rabalah masing-masing iga dan semua bagian dinding dada
dengan tekanan kuat. Pada saat yang sama, tanyakan apakah
terdapat perasaan nyeri dan perhatikan bukti adanya perasaan
tidak nyaman. Perasaan nyeri pada palpasi dalam di sela iga
dapat disebabkan oleh peradangan pleura akut atau infark paru.

D. Menilai tanda-tanda abnormalitas


Pada palpasi, periksa juga apakah terdapat tumor (melekat di
dinding'dada atau tidak, ukuran, konsistensi), peradangan, abses
(ditandai dengan fluktuasi), dan fraktur iga (ditandai dengan
terdengarnya bunyi seperti gesekan rambut pada palpasi daerah
lesi).
E. Menilai Fremitus Taktil (Tactile Fremitus)
Fremitus terjadi jika getaran suara yang berasal dari laring
menjalar ke bronkus dan mengakibatkan paru dan dinding dada

21
ikut bergetar. Cara memeriksanya adalah dengan meletakkan
kedua sisi ulnar tangan pemeriksa secara simetris di sela iga
dada penderita, kemudian mintalah penderita untuk
mengucapkan kata-kata "satu-dua-tiga" atau "tujuh-puluh-tujuh"
dengan suara yang dalam dan kuat. Pindahkan tangan pemeriksa
dari atas ke bagian bawah dinding dada penderita, dan
bandingkan getaran yang dihasilkan oleh suara tersebut. Secara
normal fremitus menurun atau menghilang di daerah precordial.
Fremitus meningkat jika terjadi konsolidasi paru, misalnya
pada pneumonia, dimana fremitus pada sisi paru yang terkena
lebih mudah dirasakan daripada sisi lainnya. Fremitus yang
menurun atau menghilang paling sering didapatkan pada efusi
pleura dan penebalan pleura. Sebab lainnya adalah PPOK,
pneumotoraks, massa tumor, dan juga pada dinding dada yang
sangat tebal. Lokasi dimana taktil fremitus meningkat /
menurun / menghilang harus digambarkan secara lengkap,
misalnya : fremitus mulai menurun setinggi sela iga 7 posterior
sebelah kiri bawah.

3.PERKUSI
Perkusi dinding dada berguna untuk membedakan apakah
jaringan di bawahnya terisi udara, cairan, atau jaringan padat.
Penetrasi perkusi adalah sekitar 5-7 cm ke dalam dinding dada
sehingga lesi yang letaknya lebih dalam tidak dapat terdeteksi.
Lesi dengan ukuran garis tengah kurang dari 200 - 250 ml juga
tidak dapat mengubah nada perkusi. Efusi pleura yang minimal
sudah dapat menimbulkan perubahan suara perkusi dan fremitus

22
lama sebelum efusi tersebut cukup besar untuk dapat dilihat pada
foto toraks.

A. Teknik Perkusi
Cara melakukan perkusi
yang baik adalah dengan
menggunakan jari ketiga
tangan kiri dalam posisi
hiperekstensi sebagai
pleximeter. Tekan sendi
jari (artikulatio
interphalangeal) distal
dengan erat ke permukaan Gambar Teknik Perkusi

yang akan diperkusi.


Hindari persentuhan
dengan jari lain tangan kiri
karena
akan mempengaruhi hasil
perkusi. Selanjutnya,
dengan ujung jari
ketiga tangan kanan sebagai
pemukul (plexor) yang berada dalam posisi sedikit fleksi,
pemeriksa mengetuk pangkal ruas jari ketiga tangan kiri.
Gerakan mengetuk menggunakan sendi pergelangan tangan
sebagai poros, bukan sendi siku. Lakukan gerakan mengetuk
secara ccpat, tepat, namun rileks, dan ketukan dilakukan 2-3
kali di setiap tempat yang akan diperkusi. Lakukan perkusi

23
secara simetris pada sisi kiri dan kanan dada mulai dari apex
sampai ke basal paru-paru. Perkusi dinding dada bagian
posterior sebaiknya dilakukan pada penderita dalam posisi
duduk sambil menyilangkan kedua lengannya di depan dada.

B. Karakter suara utama perkusi


Nilailah apakah suara perkusi simetris antara sisi kiri dan sisi
kanan. Ada 5 jenis suara pokok perkusi yang dapat dibedakan
berdasarkan 3 kualitas dasar suara yaitu intensitas, tinggi
suara, dan durasi.

No Karakteristik Intensitas Tinggi Durasi Contoh

1. Pekak (Flatness) Lemah tinggi singkat Paha


2. Redup (Dullness) sedang sedang sedang Hepar
3. Sonor (Resonance)) kuat rendah panjang Paru normal
4. Hipersonor Sangat Lebih Lebih Emfisema paru
(Hyperresonance) kuat rendah panjang
5. Timpani (tympani) kuat tinggi Gaster yang
kosong.
pipi yang
dikembungkan.

Suara perkusi redup rnenggantikan suara perkusi sonor ketika


jaringan padat atau cairan rnenggantikan jaringan paru yang normal
misalnya pada pneumonia lobaris (dimana alveoli mengalami

24
konsolidasi oleh sel-sel darah), efusi pleura (terkumpulnya cairan
serous pada rongga pleura), hematotoraks (darah), empiema (pus),
jaringan fibrosis, atau tumor.
Hipersonor yang menyeluruh mungkin dapat didengar pada paru
yang terlalu banyak mengandung udara (hyperinflated) karena
emfisema atau asma, namun hal ini tidak selalu ditemukan.
Hipersonor yang unilateral menandakan pneumotoraks yang luas
pada satu paru atau mungkin terdapat bulla yang berisi udara pada
paru. Hipersonor karena emfisema dapat menutupi seluruh daerah
redup jantung. jika mammae seorang wanita menghalangi tindakan
perkusi, geserlah mammae dengan hati-hati menggunakan tangan
kiri saat melakukan perkusi dengan tangan kanan. Hal ini penting
dilakukan karena redup akibat pneumonia lobaris pada lobus kanan
medius biasanya terdapat di bawah mammae kanan. Jika pemeriksa
tidak menggeser mammae, maka suara perkusi yang abnormal
mungkin tidak terdengar. Suara perkusi yang abnormal harus
diidentifikasi, dijelaskan, dan digambarkan lokasinya.
C. Peranjakan
Peranjakan yang dimaksud adalah peranjakan
diagfragma pada saat ekspirasi maksima! dan inspirasi
maksimal. Tujuannya adalah untuk menilai kemampuan gerak
diafragma sekaligus untuk menilai ada tidaknya hepatomegali.
Pemeriksaan peranjakan dilakukan dengan melakukan perkusi
pada dinding dada bagian belakang tubuh penderita. Caranya
adalah dengan menempatkan pleximeter sejajar dengan sela
iga setinggi batas suara sonor paru pada ekspirasi maksimal
(posisi I). Kemudian mintalah penderita untuk melakukan

25
inspirasi maksimal, dan tentukan kembali batas bawah suara
sonor paru yang baru (posisi II) dengan melakukan perkusi ke
arah bawah. Normal, peranjakan ini berkisar antara 5-6 cm dan
simetris pada sisi kiri dan kanan dada. Jika terdapat perlekatan
pleura atau efusi pleura maka peranjakan dapat mengecil atau
tidak ditemukan pada sisi yang terkena.
Pada kelumpuhan N. phrenicus pada satu sisi yang
merupakan tanda paling sering pada penyakit mediastinum,
maka akan terdapat peranjakan yang paradoksal. Pada saat
inspirasi maksimal, diafragma pada sisi yang sehat akan
bergerak ke bawah, sedangkan diafragma yang sakit akan
bergerak ke atas karena peningkatan tekanan abdominal.
Kemampuan pergerakan diafragma berkurang pada
emfisema paru karena diafragma tertekan dan terfiksasi pada
kedua sisinya. Untuk menilai ada tidaknya hepatomegali,
pemeriksaan peranjakan dilakukan pada dinding dada anterior
pada garis midklavikula kanan. Caranya sama seperti di atas.

4. AUSKULTASI
Auskultasi paru sangat berguna dalam menilai aliran udara yang
melalui cabang trakeobronkial, mendeteksi obstruksi, dan menilai
keadaan paru dan rongga pleura secara umum.

A. Teknik Auskultasi
Dengan menggunakan stetoskop, dengarkan suara napas
penderita saat bernapas dalam (lebih dalam dari normal)
melalui mulut yang terbuka. Dengan menggunakan lokasi

26
pemeriksaan yang sama seperti pada perkusi, bandingkanlah
sisi kiri dan kanan dada, dari atas ke bawah. Dengarkan
minimal 1 kali inspirasi dan 1 kali ekspirasi penuh di setiap
lokasi. Waspadalah terhadap keadaan hiperventilasi pada saat
pemeriksaan (misalnya: mengigau atau pingsan, suruhlah
penderita untuk beristirahat jika diperiukan).

B. Suara Napas
Perhatikanlah intensitas suara napas dan nilai apakah
suara napas normal atau melemah. Suara napas dapat melemah
pada orang yang tidak mampu bernapas cukup dalam, atau
pada orang yang dinding dadanya terlalu tebal, misalnya pada
obesitas. Suara napas yang melemah didapatkan juga bila
aliran udara menurun (pada PPOK atau kelemahan otot-otot
pernapasan), atau bila cairan atau udara dalam rongga pleura
menghambat transmisi udara {pada efusi pleura atau
pneumotoraks). Dalam mendengarkan suara napas, perlu
diperhatikan juga tinggi, intensitas dan durasi suara napas saat
inspirasi dan ekspirasi.

27
Berdasarkan hal tersebut, suara napas dibagi 3 golongan yakni:
Suara Napas Durasi suara Tinggi Intensitas Lokasi
saat suara suara napas normal
inspirasi napas saat saat
dan ekspirasi ekspirasi
ekspirasi

Vesikular Inspirasi rendah lemah Di daerah


lebih perifer paru
panjang dari selain trakea
ekspirasi dan bronkus
besar

Bronkial / Ekspirasi tinggi keras Di daerah


trakeobronkial sama atau trakea dan
lebih bronkus
panjang dari besar
inspirasi (central
airway),
serta di
antara
skapula

Catalan : Secara teoritis, dibedakan suara napas bronkial dan


bronkovesikular, tetapi dalam praktek sehari-hari sulit untuk
membedakannya karena tergantung interpretasi masing-masing
pemeriksa. Oleh karena itu, penggolongan yang umum digunakan di
klinik adalah suara napas vesikular dan bronkovesikular saja.

28
C. Suara napas tambahan
Sampai saat ini ada beberapa klasifikasi istilah yang digunakan
dalam klinik untuk menggambarkan suara napas tambahan.
Klasifikasi yang kini banyak digunakan adalah yang
direkomendasikan oleh ATS-ACCP Pulmonary Nomenclature
Committee, yaitu:

Suara napas Klasifikasi Istilah lain


tambahan
Crackles: Diskontinyu Rales Krepitasi
- Fine crackles Ronki basah:
- Coarse crackles - Ronki basah halus
- Ronki basah kasar
Wheezes Kontinyu, nada Sibilant Rales
tinggi Musical Rales
Sibilani Ronchus
Mengi
Ronchi Kontinyu, nada Wheezes nada rendah
rendah Sonorous Rales
Ronki kering

D. Pleural Friction Rubs


Pleural Friction Rubs adalah suara yang terdengar
berkeretak (cracking) dan bergesek (grating) yang timbul

29
karena pergesekan pleura visceralis dan pleura parietalis
selama pernapasan. Pada keadaan normal, kedua permukaan
pleura tidak menimbulkan suara saat bergesekan selama
pernapasan. Namun pada keadaan peradangan atau proses
neoplastik dimana kedua permukaan pleura menjadi kasar,
maka akan timbul suara friction rub pada saat kedua
permukaan pleura tersebut saling bergesekan.
Pergesekan pleura visceralis dan parietalis paling besar
terjadi pada basis lateral dan posterior paru. Semakin ke atas,
pergesekan tersebut berangsur -angsur semakin berkurang,
sehingga pada apeks paru hanya terdapat sedikit atau sama
sekali tidak ada pergesekan. Maka dari itu, suara ini paling
jelas terdengar pada basis paru dan daerah bawah sisi aksila.

E. Fremitus Vokal (Vocal Fremitus/ Vocal resonans/ Breath and


Voice Sounds)
Fremitus vokal adalah salah satu pemeriksaan auskultasi
dimana penderita diminta untuk mengucapkan atau
membisikkan "satu-dua-tiga" atau "sembilan-puluh-sembilan"
("tujuh-puluh-tujuh") sambil pemeriksa mendengarkan
penghantaran suara tersebut pada dinding dada dengan
stetoskop. Fremitus vokal diperiksa secara simetris pada sisi
kiri dan sisi kanan dada dari atas ke bawah seperti pada
pemeriksaan fremitus taktil. Fremitus vokal mempunyai nilai
diagnostik yang sama dengan fremitus taktil.
Pada keadaan normal, fremitus vokal akan terdengar
sebagai suara bising halus yang tidak jelas. Fremitus vokal

30
paling jelas terdengar di bagian atas dada di daerah sekitar
trakea dan bronkus besar. Fremitus vokal lebih jelas terdengar
pada orang kurus dibandingkan orang gemuk atau berotot, dan
lebih jelas pada pria dibandingkan pada wanita.

Fremitus vokal yang meningkat


Fremitus vokal yang meningkat pada keadaan
pneumonia lobaris atau di didekat permukaan atas dari efusi
pleura yang luas. Ketika paru yang tadinya normal mengalarni
konsolidasi, suara yang dihantarkan ke dinding dada meialui
bronkus menjadi lebih jelas terdengar dibanding paru normal.
Ada tiga karakter pada fremitus vokal yang meningkat, yaitu
a. Egofoni
Fremitus vokal yang terdengar seperti suara hidung atau suara
embikan. Hal ini dapat dibayangkan seperti saat kita
menghitung "satu-dua-tiga" dan seterusnya, lalu tiba-tiba kita
menutup kedua lubang hidung kita.
b. Bronkofoni
Fremitus vokal yang terdengar lebih kuat dan lebih jelas dari
normal karena suara dihantarkan lebih baik meialui bronkus
yang terbuka dan dikelilingi jaringan paru yang mengalarni
konsolidasi (airless). Pada saat penderita berbicara, fremitus
vokal yang terdengar seakan-akan langsung keluar dari dada
penderita.
c. Whispered Pectoriloquy

31
Seperti bronkofoni, terdengar lebih kuat dan lebih jelas dari
normal, tetapi whispered pectoriloquy pemeriksa dapat
memahami kata-kata yang diucapkan penderita dengan jelas.

Fremitus vokal yang menurun


Fremitus vokal yang menurun paling sering diakibatkan oleh
penyumbatan bronkus, atelektasis, efusi pleura, pneumotoraks
dan penebalan pleura.

32
DAFTAR PUSTAKA
1. Buku Panduan Diagnosis Fisik di Klinik, editor : Edhiwan
Prasetya & J. Teguh Widjaja Edisi Revisi - 2006 - Bandung: PT
Danamartha Sejahtera Utama
2. Diagnosis Fisik, Adams. Alih bahasa: dr. Henny
Lukmanto.edisi17.1995.Jakarta.EGC

33
CHECKLIST
PEMERIKSAAN FISIK PARU

NO KRITERIA SKOR

0 1 2 3
1. Mengucapkan salam dan memperkenalkan
diri.
2. Menerangkan cara dan tujuan pemeriksaan.
A Anterior (pasien dalam posisi berbaring)
3. Melakukan Inspeksi paru (tanyakan
hasilnya)
a. Pola pernafasan, irama, frekuensi
b. Trakea
c. Pergerakan dinding dada
d. Bentuk Thorax
e. Tumor, sikatriks, bekas operasi, spider
naevi
f. Posisi paksa
4 Melakukan Palpasi paru (tanyakan
hasilnya)
a. Palpasi trakea
b. Pergerakan di dinding dada
c. Nyeri tekan
d. Meraba tanda- tanda adanya tumor,
peradangan, fraktur iga
e. Fremitus taktil

34
5 Melakukan perkusi paru secara zig-zag
(tanyakan hasilnya)
o perkusi secara simetris pada sisi
kiri dan kanan dada mulai dari
apex sampai ke basal paru- paru
o perkusi dilakukan dua sampai
tiga kali di setiap tempat yang
akan diperkusi
b. menentukan batas paru hepar dan
peranjakan
6. Melakukan auskultasi paru secara zig-zag
dan sistematis dari apex ke basis paru
(tanyakan hasilnya)
a. Anterior : suara nafas, suara nafas
tambahan, fremitus vocal
B Posterior (pasien dalam posisi duduk
dengan menyilangkan kedua lengan di
depan dada)
7. Melakukan Inspeksi paru (tanyakan
hasilnya)
Tumor, sikatriks, bekas operasi, spider naevi
8. Melakukan Palpasi paru (tanyakan
hasilnya)
a. Pergerakan dinding dada
b. Fremitus taktil
9. Melakukan perkusi paru secara zig-zag
perkusi secara simetris pada sisi kiri dan
kanan dada mulai dari apex sampai ke basal
paru- paru (tanyakan hasilnya)

35
10. Melakukan auskultasi paru secara zig-zag
dan sistematis dari apex ke basis paru
(tanyakan hasilnya)
Posterior : suara nafas, suara nafas
tambahan, fremitus vocal
11. Memberi penjelasan tentang hasil
pemeriksaan kepada pasien dan
memberitahukan pemeriksaan lanjutan yang
akan dilakukan
12. Menyebutkan diagnosis sementara pasien
pada instruktur/penguji
13. Menyebutkan pemeriksaan penunjang yang
harus dilakukan
Total skor

Skor 1 : Tidak dilakukan


Skor 2 : Dilakukan dengan salah
Skor 3 : Dilakukan tetapi kurang sempurna
Skor 4 : Dilakukan dengan sempurna

36

Anda mungkin juga menyukai