Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

I. Judul Praktikum
Analisis Sperma

II. Tanggal Praktikum


Senin, 27 Januari 2020

III. Tujuan Praktikum


1. Mengetahui analisis sperma pada manusia, baik secara makroskopis dan
mikroskopis.
2. Mampu membedakan sperma yang normal dan abnormal.

IV. Dasar Teori


Semen, yang diejakulasikan selama aktivitas seksual pria, terdiri atas
cairan dan sperma yang berasal dari vas deferens (kira-kira 10% dari keseluruhan
semen), cairan dari vesikula seminalis (kira-kira 60%), cairan dari kelenjar prostat
(kira-kira 30%), dan sejumlah kecil cairan dari kelenjar mukosa, terutama kelenjar
bulbouretralis. Jadi, bagian terbesar semen adalah cairan vesikula seminalis, yang
merupakan cairan terakhir yang diejakulasikan dan berfungsi untuk mendorong
sperma keluar dari duktus ejakulatorius dan uretra. pH rata-rata dari campuran
semen mendekati 7,5 cairan prostat yang bersifat basa menetralkan keasaman
yang ringan dari bagian semen lainnya. Cairan prostat membuat semen terlihat
seperti susu, sementara cairan dari vesikula seminalis dan dari kelenjar mukosa
membuat semen menjadi agak kental. Juga, enzim pembeku dari cairan prostat
menyebabkan fibrinogen cairan vesikula seminalis membentuk koagulum yang
lemah, yang mempertahankan semen dalam daerah vagina yang lebih dalam,
tempat serviks uterus. Koagulum kemudian dilarutkan 15 sampai 20 menit
kemudian karena lisis oleh fibrilosin yang dibentuk dari profibrinolisin prostat.
Pada menit pertama setelh ejakulasi, sperma masih tetap tidak bergerak, mungkin
karena viskositas dari koagulum. Sewaktu koagulum dilarutkan, sperma secara
simultan menjadi sangat motil. (Guyton, 1997)
Walaupun sperma daat hidup untuk beberapa minggu dalam duktus
genetalia pria, sekali sperma diejakulasikan ke dalam semen, jangka waktu hidup
maksimal sperma hanya 24 sampai 48 jam pada suhu tubuh. Akan tetapi, pada
suhu lebih rendah, semen dapat disimpan untuk beberapa minggu; dan ketika
dibekukan pada suhu di bawah -100oC, sperma dapat disimpan sampai bertahun-
tahun. (Guyton, 1997)
Pemeriksaan analisis semen dikerjakan pada pasien varikokel atau
infertilitas pria untuk membantu diagnosis atau mengikuti perkembangan hasil
pasca terapi atau pasca operasi infertilitas pria. Pada analisis disebutkan tentang
volume ejakulat, jumlah sperma, motilitas, dan morfologi sperma. Di samping itu
perlu dinilai kemungkinan adanya leukosit, sel-sel darah merah, dan kadar
fruktosa yang rendah untuk menilai kemungkinan terjadinya penyakit-penyakit
pada gnetalia pria. (Purnomo, 2007)
Analisa semen dilakukan untuk menentukan seorang pria fertil atau
infertil. Semen yang diperiksa harus dari seluruh ejakulat. Abstinensia merupakan
faktor yang penting, dan yang terbaik ialah sekitar 3-4 hari. (Yatim, 1982)
Paling baik jika semen diperiksa selambatnya sejam setelah ejakulasi.
Jika sampel masih dipakai lebih dari 4 jam setelah ejakulasi agar disimpan dalam
lemari es, dan untuk memeriksanya kembali harus ditaruh dulu dalam suhu kamar.
Yang dianalisa antara lain:
1. Bau
Baunya khas, tajam, dan tidak busuk. Bau berasal dari oksidasi spermin
yang dihasilkan prostat. Jika tidak ada bau khas semen, prostat tidak aktif atau
mengalami gangguan. Mungkin gangguan itu pada saluran atau kelenjar
sendiri. Bau busuk oleh adanya infeksi.
2. Warna
Normalnya berwarna putih kelabu atau seperti lem kanji. Jika agak lama
abstinensi menjadi kekuningan. Jika putih atau kuning tandanya banyak
leukosit, yang mungkin oleh adanya infeksi pada genitalia. Beberapa macam
obat, seperti antibiotika, dapat mewarnai semen.
3. Volume
Berdasarkan volume, dapat digolongkan menjadi :
a. Aspermia : 0 ml
b. Hypospermia : < 1 ml
c. Normospermia : 1-6 ml
d. Hyperspermia : > 6 ml
Rata-rata volume ejakulasi itu 2,5-3,5 ml. Hypospermia dapat terjadi
oleh beberapa hal, yaitu sampel tumpah waktu ditampung atau diangkut,
gangguan patologis dan genetis pada genitalia vesikula seminalis tidak ada
atau tidak berfungsi, dan gangguan hormonal atau karena radang kelenjar.
Sedangkan hiperspermia dapat terjadi karena abstinensi terlalu lama ataupun
karena kelenjar kelamin terlalu aktif.
4. Likuefaksi
Pengenceran atau likuefaksi terjadi pada semen normal 15-20 menit
post-ejakulasi. Kalau semen tidak mengencer, ini berarti ada gangguan pada
prostat yang menghasilkan zat pengencer itu (seminin). Orang tersebut sering
kurang fertil (subfertil).
5. Viskositas
Kekentalan semen diperiksa dengan alat yang disebut viskometer.
Secara sederhana dapat dilakukan, dengan jalan mencelupkan batang kaca ke
obyak yang telah ditetesi semen, diangkat pelan, diukur tinggi benang yang
terjadi antara batang kaca dan obyek samapai batas putus. Viskositas normal
jika panjang benang 3-5 cm.
Jika semen terlalu kental (> 5 cm), berarti kurang enzim likuifaksi dari
prostat. Terlalu encer (< 3 cm), karena zat koagulasi yang dihasilkan vesikula
seminalis etrlalu sedikit, atau enzim pengencaran dari prostat terlalu banyak.
6. pH
Semen diteteskan dengan batang kaca pada kertas pH berukuran warna
petunjuk. pH normal adalah 7,2- 7,8. Jika pH > 8 menunjukkan adanya radang
akut kelenjar kelamin atau epididimitis. pH < 7,2 menunjukkan adanya
penyakit kronis pada kelenjar atau epididimis. Jika pH rendah sekali
menunjukka adanya gangguan atau aplasia pada vesikula seminalis atau
ductus ejaculatorius. pH dapat berubah 1 jam sesudah ejakulasi. Oleh karena
itu, harus dilakukan pengukuran sebelum 1 jam.
7. Konsentrasi
Konsentrasi atau jumlah spermatozoa/ ml semen, dihitung dengan
hemositometer Neubauer. Berdasarkan konsentrasinya, dapat digolongkan
sebagai berikut:
a. Polyzoospermia : > 250 juta/ ml
b. Normozoospermia : 40-200 juta/ ml
c. Oligospermia : 40 juta/ ml
d. Azoospermia : 0/ ml
Menurut Rehan et all. (1975) konsentrasi itu 8,1 ± 57 SD juta dengan
range 4-318 juta/ ml. Sedangkan menurut Smith et all. (1978) konsentrasi itu
70 ± 65 SD juta/ ml dengan range 0,1-600 juta/ ml.
Jumlah semen yang biasanya diejakulasikan pada setiap koitus rata-rata
adalah 3,5 mililiter, dan setiap mililiter semen mengandung rata-rata 120 juta
sperma, walaupun bahkan pada orang “ normal” jumlah ini dapat bervariasi
dari 35-200 juta. Hal ini berarti bahwa rata-rata total dari 400 juta sperma
biasanya terdapat dalam setiap ejakulasi. Ketika jumlah sperma dalam setiap
mililiter turun kira-kira di bawah 20 juta, orang tersebut sepertinya hampir
mengalami infertilitas. (Guyton and Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran. Jakarta: EGC)
8. Motilitas
Jumlah yang bergerak maju ialah jumlah spermatozoa semuadikurang
jumlah yang mati. Dianggap normal jika motil maju > 40%. Menurut Rehan
et all. (1975) yang normal % motilnya ialah 63 ± 16 SD, dengan range 10-
95%. Menurut WHO, normal apabila motilitas 60 menit setelah ejakulasi >
50% dengan gerakan ke depan. (Llewellyn dan Jones, 2001)
Ada orang dengan spermatozoa lemah sekali majunya, disebut
asthenozoospermia. Jika hampir semua sperma yang diperiksa nampak mati
dan tidak bergerak, disebut necrozoospermia. Berarti orang tersebut infertil.
Namun, laporan terakhir menunjukkan bahwa sperma yang tidak bergerak
belum menunjukkan mati. Mungkin ada suatu zat cytotoxic atau antibodi yang
menyebabkan tidak bergerak. (Yatim, 1982)
9. Morfologi
Semen diwarnai dengan Giemsa, dilihat dengan mikroskop pembesaran
450X atau 1000X. Dihitung sebanyak 200 spermatozoa dan dibedakan dengan
yang normal, dengan yang abnormal. Semen dianggap normal jika jumlah
abnormal hanya 30-40%. Jika > 40% disebut teratozoospermia. Jika > 50%
infertil, meskipun konsentrasi normal (Yatim, 1982). Menurut WHO, uji
semen dikatakan normal apabila morfologi normal sperma > 50%. (Llewellyn
dan Jones, 2001)
Bentuk abnormal antara lain disebabkan oleh penyakit alergi, ejakulasi
terlalu sering, gangguan pada epididimis, stres psikis atau fisik, gangguan
hormonal, dan gangguan saraf. (Yatim, 1982)

V. Alat dan Bahan


1. Alat :
a. mikroskop
b. pipet tetes
c. gelas/tabung ukur kaca
d. objek glass
e. cover glass
f. pipet leukosit
g. bilik hitung Neubauer Improved (NI)
2. Bahan :
a. semen
b. NaCl fisiologis
c. aquadest
d. larutan fikasasi etanol 95% : eter ( 1: 1)
e. cat Giemsa

VI. Cara kerja


Pengumpulan bahan
1. Sediaan semen diambil setelah abstinensia minimal 48 jam sampai maksimal
7 hari dengan cara masturbasi
2. Sediaan semen idealnya dikeluarkan dalam kamar yang tenang dalam
laboratorium. Jika hal tersebut tidak memungkinkan, maka sediaan harus
dikirim ke laboratorium dalam waktu maksimal 1 jam sejak dikeluarkan
3. Sediaan semen dimasukkan ke dalam botol/gelas kaca bermulut lebar, yang
ditulisi identitas penderita, tanggal pengumpulan dan lamanya abstinensia
4. Sediaan semen dikirim ke laboratorium pada suhu 20-400C.

Pemeriksaan makroskopis
1. Warna
Normal : berwarna putih kelabu homogen, kadangkala didapatkan butiran
seperti jeli yang tidak mencair.
Abnormal : Jernih menandakan jumlah sperma sangat sedikit
Merah kecoklatan  adanya sel darah merah
Kuning  pada penderita ikterus atau minum vitamin.
2. Bau
Normal : bau khas seperti bunga akasia
Abnoramal : bau busuk  infeksi.
3. Likuefaksi (mencairnya semen)
Sediaan diamati pada suhu kamar dan dicatat waktu pencairan.
Normal : mencair dalam 60 menit, rata-rata ± 15 menit.
4. Volume
Diukur dengan tabung/gelas ukur dari kaca.
Normal : > 2 ml.
5. Konsistensi
Cara :
a) Sampel diambil dengan pipet atau ujung jarum, kemudian biarkan
menetes.
b) Amati benang yang terbentuk dan sisa ampel di ujung pipet/jarum.
Normal : benang yang terbentuk < 2 cm atau sisa sampel di ujung pipet/jarum
hanya sedikit.
6. pH
Cara :
a) Teteskan sampel pada kertas pH meter.
b) Bacalah hasilnya setelah 30 detik dengan membandingkan dengan kertas
standar.
Normal : pH 7,2 – 7,8
Abnormal : pH > 7,8  infeksi
pH < 7  pada semen azoospermia, perlu dipikirkan
kemungkinan disgenesis vas deferens, vesika
seminal, atau epididimis.
Pemeriksaan mikroskopis
1. Pemeriksaan estimasi jumlah sperma
Cara :
a. Teteskan 1 tetes sampel ke objek glass, kemudian tutup dengan cover
glass.
b. Periksa di bawah mikroskop dengan pembesaran 400 x ( 40 x lensa
objektif, 10 x lensa okuler), kondensor diturunkan dan cahaya minimal.
Pemeriksaan dilakukan pada beberapa lapang pandang, pada suhu kamar.
c. Jumlah rata-rata sperma yang didapat dikalikan dengan 106.
d. Jumlah rata-rata sperma yang didapat, juga digunakan sebagai dasar
pengenceran saat penghitungan dengan bilik hitung Neubauer Improved.
Tabel 1. Pengenceran berdasarkan estimasi jumlah sperma
Jumlah sperma / lapang pandang Pengenceran
(400x)
< 15 1:5
15 – 40 1 : 10
40 – 200 1 : 20
> 200 1 : 50
2. Motilitas sperma
Cara :
a. Teteskan 1 tetes (10 – 15 mikroliter) sampel ke objek glass, kemudian
tutup dengan cover glass.
b. Periksa di bawah mikroskop dengan pembesaran 400 x ( 40 x lensa
objektif, 10 x lensa okuler), kondensor diturunkan dan cahaya minimal.
c. Pemeriksaan dilakukan dalam 4 -6 lapang pandang pada 200 sperma, pada
suhu kamar (180 – 240 C).
d. Kecepatan gerak sperma normal adalah : 5 kali panjang kepala sperma
atau setengah kali panjang ekor sperma atau ± 25 μm/detik.
e. Dilihat gerakan sperma dan diklasifikasikan sebagai berikut :
(a) jika sperma bergerak cepat dan lurus ke muka.
(b) jika geraknya lambat atau sulit maju lurus atau bergerak tidak lurus.
(c) jika tidak bergerak maju.
(d) jika sperma tidak bergerak.
f. Lakukan pemeriksaan ulangan dengan tetesan sperma kedua
3. Morfologi sperma
Cara :
a. Teteskan 1 tetes (10 – 15 mikroliter) sampel ke salah satu ujung objek
glass.
b. Dengan objek glass kedua, dibuat apusan sampel seperti terlihat pada
gambar.

c. Sediaan dikeringkan di udara, selanjutnya difiksasi dengan etanol 95% :


eter (1 : 1), biarkan sediaan kering.
d. Kemudian cat dengan Giemsa selama 30 menit, bilas dengan air bersih,
keringkan dan preparat siap diperiksa.
e. Periksa di bawah mikroskop dengan pembesaran 400 x ( 40 x lensa
objektif, 10 x lensa okuler), kondensor diturunkan dan cahaya minimal.
f. Pemeriksaan morfologi dilakukan pada 200 sperma meliputi kepala, leher
dan ekor, kemudian hasil yang didapat dibuat persentase.
Sperma Normal abnormal
kepala leher ekor
1
2 ...dst
200
Gambar 1. Sperma normal :

Gambar 2. Sperma abnormal

4. Pemeriksaan elemen bukan sperma


Cara :
a. Dilakukan penghitungan sel selain sperma seperti leukosit, sel epitel
gepeng dan sel lain yang ditemukan. Pengitungan dilakukan dalam 100
sperma ditemukan berapa sel lain selain sperma
b. Penghitungan :
C=NxS C : jumlah sel dalam juta / ml
100 N : jumlah sel yang dihitung dalam 100 sperma
S : jumlah sperma dalam juta / ml
5. Pemeriksaan hitung jumlah sperma
Alat dan bahan :

Cara :
a. Siapkan hemositometer (pipet leukosit dan Bilik hitung NI)
b. Pasang bilik hitung NI dibawah miroskop dengan pembesaran 100x atau
400x, cari kotak hitung seperti terlihat dalam gambar.

Gambar 3. Kotak dalam bilik hitung NI

c. Penghitungan dilakukan di kotak tengah yang terdiri dari 25 kotak sedang


yang masing-masing didalamnya terbagi lagi menjadi 16 kotak kecil.
d. Hisap semen sampai angka 0,5, kemudian hisap pengencer aquadest/NaCl
fisiologis sampai angka 11  digunakan pengenceran 1 : 20.
(Pengenceran lain dapat digunakan sesuai Tabel 1. Pengenceran
berdasarkan estimasi jumlah sperma).
e. Jumlah kotak sedang yang harus dihitung berdasar jumlah sperma yang
ditemukan :
1) jumlah sperma dalam 1 kotak sedang < 10  hitung 25 kotak.
2) jumlah sperma dalam 1 kotak sedang 10-40  hitung 10 kotak.
3) jumlah sperma dalam 1 kotak sedang > 40  hitung 5 kotak.
f. Buatlah rata-rata jumlah sperma.
g. Selanjutnya hitunglah jumlah sperma dan faktor koreksinya dengan aturan
seperti tertera dalam tabel 2.

Tabel 2. Jumlah penghitungan kotak dan faktor koreksi jumlah sperma


Pengenceran Jumlah kotak sedang yang dihitung
25 10 5
Faktor koreksi
1 : 10 10 4 2
1 : 20 5 2 1
1 : 50 2 0,8 0,4

Contoh :
Rata-rata ditemukan 50 sperma yang dihitung dalam 5 kotak sedang dengan
pengenceran 1 : 20, maka jumlah sperma adalah :
= 50/1 x 106 = 50 juta / ml
Rata-rata ditemukan 20 sperma yang dihitung dalam 10 kotak sedang dengan
pengenceran 1 : 20, maka jumlah sperma adalah :
= 20/4 x 106 = 5 juta / ml
BAB II
HASIL DAN PEMBAHASAN

I. Hasil
Sperma dari probandus diambil pada pukul 14.00, diperiksa pada pukul 14.52.
A. Pemeriksaan makroskopis
1. Warna : putih kelabu
2. Bau : khas
3. Likuefaksi : encer (60 menit)
4. Volume : > 2 ml
5. Konsistensi : < 2 cm (normal)
6. pH :8
B. Pemeriksaan mikroskopis
1. Estimasi jumlah = 100 x 106 spermatozoa /ml = 108 spermatozoa / ml
Pengenceran = 1 : 20
2. Motilitas
Kriteria :
(a) jika sperma bergerak cepat dan lurus ke muka = 81
(b) jika gerak lambat atau sulit maju lurus atau bergerak tidak lurus = 0
(c) jika tidak bergerak maju = 0
(d) jika sperma tidak bergerak = 19
Persentase sperma yang motil = 81/100 x 100 %
= 81 %.
Persentase sperma yang tidak motil = 19/100 x 100 %
= 19 %
3. Morfologi
Normal Abnormal
Kepala Leher Ekor
85 8 6 1
Presentase sperma normal = 85/100 x 100% = 85%
Presentase sperma abnormal = 15/100 x 100% =15%

4. Elemen bukan sperma


a. Sel leukosit =2
b. Sel squamous simplex = 1
Jumlah sel yang dihitung dalam 100 sperma = (2+1) sel
= 3 sel
5. Pemeriksaan hitung sperma
Pengukuran awal pada kotak sedang terdapat 26 spermatozoa. Selanjutnya
dilakukan pengukuran terhadap 10 kotak sedang.
26 22 23 27 25
40 12 24 24 20
Jumlah rata-rata pada setiap kotak = 24,3 x 106 spermatozoa/ ml
Pengenceran = 1 : 20
Faktor koreksi =2
Jadi, diperoleh jumlah sperma = 24,3/2 x 106 spermatozoa/ml
= 12,15 x 106 spermatozoa/ml

Interpretasi hasil : oligozoospermia


a. Jumlah spermatozoa/ml = 12,15 x 106 spermatozoa/ml
b. % motilitas spermatozoa yang bergerak baik = 81 %
c. % morfologi spermatozoa normal = 85 %
d. Jumlah elemen bukan sperma
C=NxS
100
= 3 x 1,25 x 106
100
= 36,45 x 104 sel/ml.

II. Pembahasan
Paling baik semen diperiksa selambatnya sejam setelah ejakulasi. Analisa
semen dalam pemeriksaan tersebut dilakukan pada saat yang baik, karena diambil
pada pukul 14.00 dan diperiksa pada pukul 14.52. Analisa dilakukan melalui
pemeriksaan makroskopis dan mikroskopis. Pada pemeriksaan makroskopis sampel
semen berwarna putih kelabu, berbau khas seperti bunga akasia, likuefaksi encer
(60 menit), volume > 2 ml, dan konsistensi < 2 cm, dan pH 8.
Pemeriksaan makroskopis semen yang normal ditunjukkan dengan warna
putih kelabu homogen, kadangkala didapatkan butiran seperti jeli yang tidak
mencair, berbau khas seperti bunga akasia, likuefaksi mencair dalam 60 menit,
volume > 2 ml, konsistensi benang yang terbentuk < 2 cm atau sisa sampel di ujung
pipet/jarum hanya sedikit, pH 7,2 – 7,8. Dari hasil pemeriksaan sperma sampel,
secara makroskopis didapatkan warna, bau, likuefaksi, volume (termasuk
normospermia : 1-6 ml), konsistensi yang normal. pH tidak normal yaitu yang
seharusnya 7,2 – 7,8 didapatkan pH 8. Hal ini dikarenakan jangka waktu
dikeluarkan sperma sampai dilakukan pemeriksaan mempunyai rentang waktu yang
cukup lama, pada penempatan sperma di gelas kaca sedikit tercampur air sabun
sehingga mengubah pH menjadi basa.
Pada pemeriksaan mikroskopis didapatkan :
1. Data estimasi jumlahnya 108 spermatozoa/ ml,
2. Motilitas kategori A = 81%,
Menurut WHO, dikatakan normal jika jumlah sperma yang dalam kategori
A berjumlah > 50%. Jadi, pemeriksaan tersebut menunjukkan hasil yang
normal.
3. Morfologi normal = 85% dan abnormal (kepala = 8, leher = 6, ekor = 1),

Sperma yang normal terdiri dari kepala, leher, dan ekor. Kepala (panjang 4-
5 µm dan lebar 2,5-3,5 µm) dilihat dari atas berbentuk lonjong dan pyryform
dilihat dari samping, lebih tebal dekat leher dan menggepeng ke ujung. Sebagian
besar berisi inti, yang kromatinnya sangat terkondensasi. Dua pertiga bagian
depan inti ditutupi akrosom, yang berisi enzim termasuk hialuronidase untuk
menembus dan memasuki ovum. (Yatim,1982)
Leher, bagian penghubung ekor dengan kepala. Tempat melekat ekor ke
kepala disebut implantation fossa. Bagian ekor yang menonjol disebut
capitulum, semacam sendi peluru pada kepala. (Yatim,1982)
Ekor sperma, yang disebut flagellum, memiliki tiga komponen utama : (1)
rangka pusat yang dibentuk dari 11 mikrotubulus, yang secara keseluruhan
disebut aksonema, struktur tersebut serupa dengan silia. (2) membran sel tipis
yang menutupi aksonema. (3) sekelompok mitokondria yang mengelilingi
aksonema pada bagian proksimal ekor (disebut badan ekor). (Yatim,1982)
Sperma yang tidak normal adalah sperma yang mempunyai kelainan
morfologi, diantaranya kelainan kepala yaitu berkepala dua, atau bentuk kepala
yang abnormal. Selain kepala, keadaan abnormal juga bisa terjadi pada leher
dan ekor. Di bawah ini gambar sperma yang tidak normal :

4. Elemen bukan sperma (sel leukosit = 2, epitel squamous simplex = 1),


Sebagian besar semen mengandung sejumlah sel darah putih, tetapi pada
batas yang masih dianggap normal. Elemen bukan sperma yang terdapat dalam
semen tersebut hanya sedikit, yaitu 3 sel di antara 100 spermatozoa. Berarti
keberadaan sel tersebut masih dalam kadar normal.
Sel darah merah bisa terdapat dalam semen apabila terjadi luka pada saluran
reproduksi. Jumlah sel darah putih yang meningkat dalam semen juga dapat
dijadikan suatu indikator terjadinya infeksi.
5. Pemeriksaan hitung sperma yaitu 12,15 x 106 spermatozoa/ml.
Jumlah rata-rata spermatozoa dari 10 kotak sedang yang terdapat pada bilik
hitung Neubauer Imprived adalah 243.000.000 spermatozoa/ml. Pengenceran
yang dilakukan 1 : 20, maka faktor koreksinya 2. Jadi, jumlah sperma adalah
24,3/2 x 106 spermatozoa/ml = 12,15 x 106 spermatozoa/ml Jumlah
spermatozoa termasuk dalam oligospermia karena jumlahnya < 20 juta.

BAB III
KESIMPULAN

1. Semen probandus berbau bunga akasia (normal), warnanya putih kelabu homogen
(normal), likuefaksi + 1 jam (normal), volume > 2 ml (normal), konsistensi
benang yang terbentuk < 2 cm (normal) dan pH 8 (abnormal, yang dikarenakan
penempatan sperma di gelas kaca sedikit tercampur air sabun sehingga mengubah
pH menjadi basa).
2. Hasil pemeriksaan estimasi jumlah sperma adalah 108 spermatozoa/ ml.
3. Pemeriksaan motilitas sperma didapatkan hasil 81 %
4. Hasil pemeriksaan morfologi sperma 85 % morfologi normal, 8 % morfologi
abnormal kepala, 6 % morfologi abnormal leher, dan 1% morfologi abnormal
ekor.
5. Hasil pemeriksaan elemen bukan sperma ada 36,45 x 104 sel/ml
6. Hasil pemeriksaan hitung jumlah sperma adalah 12,15 x 106 / ml
7. Hasil interpretasi analisis sperma pada probandus menunjukkan oligozoospermia
karena jumlah sperma < 20 juta/ml, persentasi motil sperma > 50 % dan persentasi
morfologi sperma > 50%.

DAFTAR PUSTAKA
Hall, Guyton. N.1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Jakarta : EGC.

Llewellyn, B dan Jones. 2001. Dasar-Dasar Obstetri dan Ginekologi. Jakarta:


Hipokrates.

Purnomo dan Basuki B. 2007. Dasar-Dasar Urologi Edisi Kedua. Jakarta : Sagung
Seto.

Yatim, W. 1982. Reproduksi dan Embryologi. Bandung: Tarsito.

Anda mungkin juga menyukai

  • Nomor 2
    Nomor 2
    Dokumen3 halaman
    Nomor 2
    Rahmad Salendra
    Belum ada peringkat
  • Skenario
    Skenario
    Dokumen1 halaman
    Skenario
    Rahmad Salendra
    Belum ada peringkat
  • Nomor 3
    Nomor 3
    Dokumen1 halaman
    Nomor 3
    Rahmad Salendra
    Belum ada peringkat
  • Nurfaise I11107035
    Nurfaise I11107035
    Dokumen14 halaman
    Nurfaise I11107035
    crushna
    Belum ada peringkat
  • 4370 Jawaban Tutor
    4370 Jawaban Tutor
    Dokumen3 halaman
    4370 Jawaban Tutor
    Melania Putri
    Belum ada peringkat
  • 4463 - Tutor Ca
    4463 - Tutor Ca
    Dokumen4 halaman
    4463 - Tutor Ca
    Melania Putri
    Belum ada peringkat
  • 1
    1
    Dokumen7 halaman
    1
    Rahmad Salendra
    Belum ada peringkat
  • Point 3
    Point 3
    Dokumen4 halaman
    Point 3
    Rahmad Salendra
    Belum ada peringkat
  • Skenario 2
    Skenario 2
    Dokumen1 halaman
    Skenario 2
    MEGA
    Belum ada peringkat
  • Bahan Bahan
    Bahan Bahan
    Dokumen1 halaman
    Bahan Bahan
    Rahmad Salendra
    Belum ada peringkat
  • 13
    13
    Dokumen1 halaman
    13
    bayu pamungkas
    Belum ada peringkat
  • 4372 161709 Tutor
    4372 161709 Tutor
    Dokumen3 halaman
    4372 161709 Tutor
    Melania Putri
    Belum ada peringkat
  • Nomor 2
    Nomor 2
    Dokumen7 halaman
    Nomor 2
    Rahmad Salendra
    Belum ada peringkat
  • Tutor 6.2 Skenario 1 Kel 1
    Tutor 6.2 Skenario 1 Kel 1
    Dokumen68 halaman
    Tutor 6.2 Skenario 1 Kel 1
    Rahmad Salendra
    Belum ada peringkat
  • 8
    8
    Dokumen9 halaman
    8
    Vidia Ananda
    Belum ada peringkat
  • Polip Serviks
    Polip Serviks
    Dokumen34 halaman
    Polip Serviks
    Rahmad Salendra
    Belum ada peringkat
  • No 11 Dan Li
    No 11 Dan Li
    Dokumen2 halaman
    No 11 Dan Li
    Vidia Ananda
    Belum ada peringkat
  • Fis Repro Men
    Fis Repro Men
    Dokumen33 halaman
    Fis Repro Men
    Rahmad Salendra
    Belum ada peringkat
  • No 1
    No 1
    Dokumen5 halaman
    No 1
    Vidia Ananda
    Belum ada peringkat
  • Polip Servikss
    Polip Servikss
    Dokumen9 halaman
    Polip Servikss
    Rahmad Salendra
    Belum ada peringkat
  • Polip Servik
    Polip Servik
    Dokumen15 halaman
    Polip Servik
    Rahmad Salendra
    Belum ada peringkat
  • Skenario 1 6.1
    Skenario 1 6.1
    Dokumen50 halaman
    Skenario 1 6.1
    Siska Geralda
    Belum ada peringkat
  • Polip Servik
    Polip Servik
    Dokumen15 halaman
    Polip Servik
    Rahmad Salendra
    Belum ada peringkat
  • Fisiologi Endokrin
    Fisiologi Endokrin
    Dokumen52 halaman
    Fisiologi Endokrin
    Aisy Savira
    Belum ada peringkat
  • 2,11
    2,11
    Dokumen2 halaman
    2,11
    Rahmad Salendra
    Belum ada peringkat
  • Polip Servik
    Polip Servik
    Dokumen15 halaman
    Polip Servik
    Rahmad Salendra
    Belum ada peringkat
  • 2,11 DX
    2,11 DX
    Dokumen2 halaman
    2,11 DX
    Rahmad Salendra
    Belum ada peringkat
  • Skenario 1 6.1
    Skenario 1 6.1
    Dokumen50 halaman
    Skenario 1 6.1
    Siska Geralda
    Belum ada peringkat
  • 2,11
    2,11
    Dokumen3 halaman
    2,11
    Rahmad Salendra
    Belum ada peringkat