Anda di halaman 1dari 36

MAKALAH

NASIB PEROKOK

Ayu Laely Rahmawti (1911201011)


Chyntia Madona (1911201014)
Fakhirah Fitri Ainiyah (1911201019)
Gustiva Suriyani (1911201024)
Muhammad Amin (1911201030)
Nadira Bunga Muharima (1911201036)
Sherin Maya Damanik (1911201048)
Yohanes Halomoan N (1911201056)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN & ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ABDURRAB
2020

1
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ilmiah tentang Nasib Perokok. Makalah ilmiah ini telah
kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak
sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi
dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya.Oleh karena itu
dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca. Akhir
kata kami berharap semoga makalah ini dapat membantu para pembaca untuk
mudah memahami sub modul pertama dari modul 3.1 Respirasi dan Imunologi.

Pekanbaru, 02 November 2020

penyusun

DAFTAR ISI

1
KATA PENGANTAR ............................................................................................................... 1
DAFTAR ISI ........................................................................................................................... 1
BAB 2PENDAHULUAN .......................................................................................................... 2
1.1 Kasus .......................................................................................................................... 3
1.2 Terminologi ................................................................................................................ 3
1.3 Identifikasi Masalah ................................................................................................... 3
Brainstorming .................................................................................................................. 3
1.5 Spider Web ................................................................................................................ 4
1.6 Learning Objective .................................................................................................. 4
BAB IIPEMBAHASAN ............................................................................................................ 5
2.1 Anatomi ..................................................................................................................... 5
2.2. Fisiologi Paru ............................................................................................................. 8
2.3. Patofisiologi ............................................................................................................ 14
A. Sesak Nafas (Dispnea) ............................................................................................... 14
B. Batuk .......................................................................................................................... 16
Penyakit dengan Keluhan Sesak dan Batuk ................................................................... 19
Obstruktif ....................................................................................................................... 19
Pemeriksaan Fisik Paru .................................................................................................. 22
Pemeriksaan Dada bagian Anterior ............................................................................... 22
Pemeriksaan Dada bagian Posterior.............................................................................. 25
Penilaian Fungsi Paru ..................................................................................................... 30
Spirometri ...................................................................................................................... 30
BAB IIIPENUTUP ................................................................................................................. 32
Simpulan ........................................................................................................................ 32
Saran .............................................................................................................................. 32
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................... iv

BAB I
PENDAHULUAN

2
1.1 Kasus
Laki-laki 60 tahun datang dengan keluhan sesak nafas sejak 1 hari yang lalu.
Keluhan lain adalah batuk berdahak jernih. Pasien penderita PPOK sejak 4 tahun
yang lalu. Pasien adalah perokok berat. Pemeriksaan TTV dalam batas normal,
pemeriksaan paru dada barrel chest, fremitus menurun, perkusi hipersonor, suara
vesikular dengan ekspirasi memanjang, wheezing (+). Pemeriksaan jantung normal.
Hasil pemeriksaan spirometri FEV1 55 %.

1.2 Terminologi

1. PPOK : PPOK : (penyakit paru obstruktif kronis) adalah


sekelompok penyakit paru yang ditandai dengan
peningkatan resistensi saluran napas yang terjadi
akibat penyempitan lumen saluran napas bawah.
2. Batuk :Dorongan suara mendadak yang kuat untuk
melepaskan udara dan membersihkan iritasi pada
tenggorokan atau saluran pernafasan
3. Fremitus : Getaran yang terasa saat dipalpasi dada atau thorax
4. Hipersonor : Penanda banyaknya kandungan udara diparu ketika
diperkusi
5. Barrel Chest : Dada yang membulat, menonjol, dengan peningkatan
abnormal diameter anteroposterior, yang
menunjukkan sedikit pergerakan pada saat
pernafasan (respirasi) yang bisa ditemukan pada
emfisema dan kifosis
6. Vesikuler Bunyi yang lemah dan nadanya rendah
Spirometri Pengukuran kapasitas pernapasan / paru

Wheezing Jenis-jenis bunyi seperti bersiul yang bernada tinggi


timbul akibat udara.

3
FEV1 (Forced Ekspiratory volume in 1 s) Volume udara
yang pasien dapat dikeluarkan selama 1 detik
pertama setelah inspirasi penuh.

Keyword :

1. Laki-laki 60 Tahun
2. Sesak napas sejak 1 hari yang lalu
3. Batuk berdahak jernih
4. Penderita PPOK sejak 4 tahun yang lalu
5. Pasien perokok berat
6. TTV dalam batas normal
7. Paru dada barrel chest
8. Fremitus menurun
9. Perkusi hipersonor
10. Suara vesicular dengan respirasi memanjang
11. Wheezing (+)
12. Pemeriksaan jantung normal
13. FEV 1 55%

4
1.3 Identifikasi Masalah

1. Apakah hubungan perokok dengan PPOK ?


2. Mengapa dada pasien barrel chest ?
3. Apa saja gejala awal dari PPOK ?
4. Apakah ada hubungan usia dan jenis kelamin dengan PPOK ?
5. Berapakah hasil normal dari pemeriksaan spidometri ?
6. 6.bagaimana anatomi dari paru ?
7. Mengapa perokok bisa terkena sesak napas ?
8. Mengapa pada pemeriksaan fisik fremitus menurun,perkusi hipersonor,
suara vesicular dengan ekspirasi memanjang ?
9. Bagaimanakah mekanisme dari batuk ?
10. Mengapa pada penderita PPOK terdapat wheezing ?
11. Bagaimanakah fungsi paru dari berbagai jenis dan sebutkan nilai normal
dari masing masing fungsi ?
12. Bagaimanakah mekanisme dari sesak napas ?
13. Apasajakah penyakit penyakit yang timbul dengan gejala batuk dan sesak?

1.4 Brainstorming

3
1.5 Spider Web

Fisiologi
Kelainan

PARU Anatomi

Batuk Sesak
Pemeriksaan fisik

Penyakit lain dengan Pemeriksaan fisik :


keluhan batuk dan
sesak 1. inspeksi

2. palpasi

3.perkusi

4. auskultas

1.6 Learning Objective


1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan anatomi paru-paru
2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan fisiologi paru
3. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan patofisilogi sesak dan
batuk.
4. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan Penyakit lain dengan
keluhan sesak dan batuk
5. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan Pemeriksaan fisik paru dan
pemeriksaan spirometer.

4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Anatomi
A. Trakea dan Bronkus

( snell: 2011)

Trakea memiliki panjang 10-13 cm dari cartilago cricoidea larynx hingga


percabangan(bifurcation tracheae) yang berlanjut menjadi dua bronchus
utama(bronchi principales). Trakea terbagi menjadi bagian leher (pars cervicalis)
dan bagian sternum (pars thoracica). Bronchus utama kanan bercabang masuk
menjadi tiga Bronchus lobaris dexter dan dua bronchus lobaris sinister segmental
(bronchi segmentales) muncul sebagai cabang broncus lobaris. Pada sisi kanan,
terdapat sepuluh segmen paru dan sepuluh Bronchi segmentales. Namun pada paru
kiri, tidak terdapat segmen 7 beserta bronchi segmentalesnya.

5
Bronchus membelah sebanyak 6 hingga 12 kali sebelum menjadi
bronchioles yang memiliki diameter <1 mm sehingga hanya tampak dengan
menggunakan mikroskop. Secara mikroskopis, bronchioles mudah dibedakan dari
bronchus karena tidak terdapat cartilage dan kelemjar pada dinding bronchiolus.
Pada awalnya, bronchiolus menyalurkan udara ke lobulus paru(Lobulus pulmonis);
selanjutnya bronchiolus bercabang lagi sebanyak 3-4 kali untuk menjadi
bronchiolus terminalis. Bronchiolus terminalis merupakan bagian akhir dari zona
konduksisystem respirasi yang memiliki volume 150-170 ml. bronchiolus
terminalis memberikan suplai ke sebuah asinus paru (acinus pulmonis) yang
mengandung 10 generasi bronchiolus respiratorius dengan ductus dan sacculi
alveolares. Setiap seksi acinus mengandung alveolus sehingga merupakan zona
pertukaran respirasi

B. Paru

6
(Sobotta: 2017)
Paru kanan memiliki tiga lobus (lobi superior,medius, dan inferior) yang
dipisahkan oleh fissura oblique dan fisurra horizontalis . paru kiri terdiri dari dua
lobus (lobi superior dan inferior) yang dipisahkan oleh fissura oblik. Berada di
dekat lobus medial, terdapat lingual lobus superior paru; lingual membentuk
proyeksi seperti museum. Volum paru kanan sekitar 2-3L bahkan dapat mencapai
5-8L ketika inspirasi maksimum. Volum tersebut terdiri dari permukaan pertukaran
gas sekitar 70-140m2 . volum paru kiri, memiliki volum yang lebih kecil 10-2%. Ke

7
arah cranial, paru memiliki puncak (Apeks pulmonis; sedangkan kea rah caudal
terdapat dasar yang lebar (Basis pulmonis). Permukaan paru dilapisi oleh Pleura
visceralis yang terbagi menjadi tiga area sesuai dengan hubungan topografinya.
Facies costalis pada posisi lateral diagfragmaticca, sisi medial pada margo anterior
dan pada posterior yang tumpul menjadi facies mediatinalis.
Hilus paru (Hilum pulmonis), dimana terdapat pintu masuk/ keluar
bronchus utama, jalur neurovascular paru beserta radix pulmonis. Pada hilus ini,
pleura visceralis juga melewati permukaan paru menuju pleura parietalis yang
melapisi rongga pleura (cavitas pleuralis). Lapisan ini berlanjut kea rah inferior
menuju lig,pulmonale.Susunan bronchus utama dan pembuluh darah pada hilus
memiliki karakteristik yang berbeda pada kedua paru. Padda paru kanan , bronchus
utama (Bronchus principalis0 terletak jauh diatas, sedangkan pada paru kiri terletak
di bawah A. pulmonalis. Vv. Pulmonales berada di depan dan dibawah. Saat
transeksi Rasix pulmonis, beberapa Nodus lymphoideus traceobronchiolis pada
area hilus juga ikut terpotong, nodus ini biasanya berwarna hitam karena adanya
deposit debu arang. Permukaan mediastinum (sisi kiri lebih dari kanan) berbentuk
konkaf pada bagian dekat jantung.
Lobus paru terbagi menjadi beberapa segmen berbentuk konus, yang
dipisahkan satu sama lain dengan jaringan ikat septa, sehingga batas segmen tidak
tampak di permukaan paru. Segmen tersebut memiliki bronchus segmental dan
cabang segmental arteri pulmonalis sendiri. Paru kanan memiliki sepuluh segmen;
tiga segmen di lobus superior, dua di medialis, lima di inferior. Paru kiri hanya
memiliki Sembilan segmen karena distensi mediastinum yang lebih besar pada sisi
kiri (segmen basal medialis) tidak berkembang ataupun bergabung dengan segmen
VII. Lain dari itu, pembagian segemen lobus medius sisi kanan bersesuain dengan
dua segmen pada kiri, di dalam lingula pulmonis. (sobotta:2017).

2.2. Fisiologi Paru


Paru adalah sepasang organ berbentuk kerucut di rongga thoraks. Keduanya
dipisahkan satu sama lain oleh jantung dan struktur lain di mediastinum. Fungsi
utama paru adalah mengambil O2 ke dalam tubuh dan mengeluarkan CO2 dari tubuh
(Tortora, 2016).Tujuan dari pernapasan adalah untuk menyediakan oksigen bagi
jaringan dan membuang karbon dioksida. Untuk mencapai tujuan ini, pernapasan
dapat dibagi menjadi empat fungsi utama (Guyton & Hall, 2016) :
• Ventilasi paru, yang berarti masuk dan keluarnya udara antara atmosfir dan
alveoli paru.
• Difusi oksigen dan karbon dioksida antara alveoli dan darah.

8
• Pengangkutan oksigen dan karbon dioksida dalam darah dan cairan tubuh
ke dan dari sel jaringan tubuh.
• Pengaturan ventilasi dan hal-hal lain dari pernapasan

A. Volume Paru dan Kapasitas Paru

Gambar 1.1 Diagram peristiwa pernapasan selama bernapas normal, inspirasi


maksimal dan ekspirasi maksimal (Guyton & Hall, 2016).

Untuk menguraikan peristiwa-peristiwa dalam siklus paru, kadang-kadang


perlu menyatukan dua atau lebih volume di atas. Dapat diuraikan sebagai
berikut(Guyton & Hall, 2016):
1. Volume Tidal (VT)
volume udara yang diinspirasi atau diekspirasi setiap kali bernapas normal;
besarnya kira-kira 500 ml pada laki-laki dewasa.
2. Volume Cadangan Inspirasi (VCI)
volume udara ekstra yang dapat diinspirasi setelah dan di atas volume tidal
normal bila dilakukan inspirasi kuat; biasanya mencapai 3000 ml.
3. Volume Cadangan Ekspirasi (VCE)
volume udara ekstra maksimal yang dapat diekspirasi melalui ekspirasi kuat
pada akhir ekspirasi tidak normal; jumlah normalnya adalah sekitar 1100
ml.
4. Volume Residu (VR)

9
volume udara yang masih tetap berada dalam paru setelah ekspirasi paling
kuat; volume ini besarnya kira-kira 1200 ml.
5. Volume Ekspirasi paksa dalam satu detik atau (FEV1)
volume udara yang dapat dihembuskan selama detik pertama ekspirasi
dalam suatu penentuan VC. Biasanya FEV1 adalah sekitar 80% dari VC;
yaitu pada keadaan normal 80% udara yang dapat dihembuskan dalam
keadaan paksa dari paru yang telah kembang maksimal dapat dihembuskan
dalam satu detik. Pengukuran ini menunjukkan laju aliran udara paru
maksimal yang dapat dicapai.
6. Kapasitas Inspirasi sama dengan volume tidal ditambah volume cadangan
inspirasi. Ini adalah jumlah udara (kira-kira 3500 mililiter) yang dapat
dihirup oleh seseorang, dimulai pada tingkat ekspirasi normal dan
pengembangan paru sampai jumlah maksimum.
7. Kapasitas Residu fungsional sama dengan volume cadangan ekspirasi
ditambah volume residu. Ini adalah jumlah udara yang tersisa dalam paru
pada akhir ekspirasi normal (kira-kira 2300 mililiter).
8. Kapasitas Vital sama dengan volume cadangan inspirasi ditambah volume
tidal dan volume cadangan ekspirasi. Ini adalah jumlah udara maksimum
yang dapat dikeluarkan seseorang dari paru, setelah terlebih dahulu mengisi
paru secara maksimum dan kemudian mengeluarkannya sebanyak-
banyaknya (kira-kira 4600 mililiter).
9. Kapasitas paru total adalah volume maksimum yang dapat mengembangkan
paru sebesar mungkin dengan inspirasi sekuat mungkin (kira-kira 5800
mililiter); jumlah ini sama dengan kapasitas vital ditambah volume residu.

B. Mekanisme Pernafasan

10
Udara cenderung mengalir dari daerah dengan tekanan tinggi ke daerah dengan
tekanan rendah, yaitu menuruni gradien tekanan. Udara mengalir masuk dan keluar
paru selama tindakan bernapas karena berpindah mengikuti gradien tekanan antara
alveolus dan atmosfer yang berbalik arah secara bergantian dan ditimbulkan oleh
aktivitas siklik otot pernapasan. Ter dapat tiga tekanan yang berperan penting dalam
ventilasi :
1. Tekanan atmosfer (barometrik)
Tekanan atmosfer adalah tekanan yang ditimbulkan oleh berat udara di
atmosfer pada benda di permukaan bumi. Pada ketinggian permukaan laut
tekanan ini sama dengan 760 mm Hg. Tekanan atmosfer berkurang seiring
dengan penambahan ketinggian di atas permukaan laut karena lapisan
lapisan udara di atas permukaan bumi juga semakin menipis. Pada setiap
ketinggian terjadi perubahan minor tekanan atmosfer karena perubahan
kondisi cuaca (yaitu. tekanan barometrik naik atau turun).
2. Tekanan intra-alveolus
Tekanan intra-alveolus yang juga dikenal sebagai tekanan intraparu,
adalah tekanan di dalam alveolus Karena alveolus berhubungan dengan
atmosfer melalui saluran napas penghantar, udara cepat mengalir menu runi

11
gradien tekanannya setiap tekanan intra-alveolus berbeda dari tekanan
atmosfer, udara terus mengalir sampai kedua tekanan seimbang
(ekuilibrium).
3. Tekanan intrapleura
Tekanan intrapleura adalah tekanan di dalam kantung pleura. Tekanan
ini, yang juga dikenal sebagai tekanan intrathoraks, adalah tekanan yang
ditimbulkan di luar paru di dalam rongga thoraks. Tekanan intrapleura
biasanya lebih rendah daripada tekanan atmosfer, rerata 756 mm Hg saat
istirahat.
Tekanan intrapleura tidak menyeimbangkan diri dengan tekanan atmosfer
atau intra-alveolus karena tidak ada komu nikasi langsung antara rongga pleura dan
atmosfer atau paru. Karena kantung pleura adalah suatu kantung tertutup tanpa
lubang, maka udara tidak dapat masuk atau keluar meskipun mungkin terdapat
gradien tekanan antara kantung pleura dan daerah sekitar. (Sherwood:2014)

1. PERMULAAN RESPIRASI: KONTRAKSI OTOT INSPIRASI


Sebelum inspirasi dimulai, otot-otot pernapasan berada dalam keadaan
lemas, tidak ada udara yang mengalir, dan tekanan intra-alveolus setara dengan
tekanan atmosfer. Otot inspirasi utama-otot yang berkontraksi untuk melakukan
inspirasi sewaktu bernapas tenang-adalah diafragma dan otot interkostal eksternal.
Pada awitan inspirasi, otot-otot ini dirangsang untuk berkontraksi sehingga rongga
thoraks membesar. Otot inspirasi utama adalah diafragma, suatu lembaran otot
rangka yang membentuk lantai rongga thoraks dan disarafi oleh saraf frenikus.
Diafragma dalam keadaan melemas berbentuk kubah yang menonjol ke atas ke
dalam rongga thoraks. Ketika berkontraksi (pada stimulasi oleh saraf frenikus),
diafragma turun dan memperbesar volume rongga thoraks dengan meningkatkan
ukuran vertikal (atas ke bawah) . Dinding abdomen, jika melemas, menonjol keluar
sewaktu inspirasi karena diafragma yang turun menekan isi abdomen ke bawah dan
ke depan. Tujuh puluh lima persen pembesaran rongga thoraks sewaktu bernapas
tenang dilakukan oleh kontraksi diafragma.

12
Dua set otot interkostal terletak antara iga-iga. Otot interkostal eksternal
terletak di atas otot interkostal internal. Kontraksi otot interkostal eksternal, yang
serat-seratnya berjalan ke bawah dan depan antara dua iga yang berdekatan,
memperbesar rongga toraks dalam dimensi lateral (sisi ke sisi) dan antero posterior
(depan ke belakang). Ketika berkontraksi, otot interkostal eksternal mengangkat iga
dan selanjutnya sternum ke atas dan ke depan . Saraf inter kostal mengaktifkan otot-
otot interkostal ini.Sebelum inspirasi, pada akhir ekspirasi sebelumnya, tekanan
intra-alveolus sama dengan tekanan atmosfer, sehingga tidak ada udara mengalir
masuk atau keluar paru. Sewaktu rongga thoraks membesar, paru juga dipaksa
mengembang untuk mengisi rongga thoraks yang lebih besar. Sewaktu paru
membesar, tekanan intra-alveolus turun karena jumlah molekul udara yang sama
kini menempati volume paru yang lebih besar. Pada gerakan inspirasi biasa, tekanan
intra-alveolus turun 1 mm Hg menjadi 759 mm Hg. Karena tekanan intra-alveolus
sekarang lebih rendah daripada tekanan atmosfer maka udara mengalir ke dalam
paru mengikuti penurunan gradien tekan an dari tekanan tinggi ke rendah. Udara
terus masuk ke paru sampai tidak ada lagi gradien-yaitu, sampai tekanan intra-
alveolus setara dengan tekanan atmosfer. Karena itu, ekspansi paru tidak
disebabkan oleh udara masuk ke dalam paru; udara mengalir ke dalam paru karena
turunnya tekanan intra-alveolus yang ditimbulkan oleh ekspansi paru.Sewaktu
inspirasi, tekanan intrapleura turun menjadi 754 mm Hg akibat ekspansi thoraks.
Peningkatan gradien tekanan transmural yang terjadi sewaktu inspirasi memastikan
bahwa paru teregang untuk mengisi rongga thoraks yang
mengembang.(sherwood:2014)

2. PERMULAAN EKSPIRASI: RELAKSASI OTOT INSPIRASI

13
Pada akhir inspirasi, otot inspirasi melemas. Diafragma mengambil posisi
aslinya yang seperti kubah ketika melemas. Ketika otot interkostal eksternal
melemas, sangkar iga yang sebelumnya terangkat turun karena gravitasi. Tanpa
gaya-gaya yang menyebabkan ekspansi dinding dada (dan karena nya, ekspansi
paru) maka dinding dada dan paru yang semula teregang mengalami recoil ke
ukuran prainspirasinya karena sifat-sifat elastiknya, seperti balon teregang yang
dikempis kan. Sewaktu paru kembali mengecil, tekanan intra-alveolus meningkat,
karena jumlah molekul udara yang lebih banyak yang semula terkandung di dalam
volume paru yang besar pada akhir inspirasi kini termampatkan ke dalam volume
yang lebih kecil. Pada ekspirasi biasa, tekanan intra-alveolus meningkat sekitar 1
mm Hg di atas tekanan atmosfer menjadi 761 mm Hg. Udara kini meninggalkan
paru menuruni gradien tekanan nya dari tekanan intra-alveolus yang lebih tinggi ke
tekanan atmosfer yang lebih rendah. Aliran keluar udara berhenti ketika tekanan
intra-alveolus menjadi sama dengan tekanan atmosfer dan gradien tekanan tidak
ada lagi. (Sherwood:2014).

2.3. Patofisiologi
A. Sesak Nafas (Dispnea)
Sesak nafas adalah ketidakmampuan ventilasi untuk memenuhi kebutuhan
udara. Sensasi bernapas merupakan hasil interaksi antara impuls motorik efferent
atau keluar, dari otak ke otot ventilasi dan impuls sensorik afferent, yang datang,
dari reseptor di seluruh tubuh (umpan balik), serta pengolahan integratif informasi
ini yang kita simpulkan, yang seharusnya berlangsung di otak (Manning &
Schwartzstein, 2016)
Dispnea dibagi menjadi 2 (Ambrosino N,2006) :
1. Dispnea Akut : Sesak Nafas yang berlangsung kurang dari 1 bulan
2. Dispnea Kronik : Sesak Nafas yang berlangsung lebih dari 1 bulan

14
Gambar 1.2 Mekanisme Sesak Napas (Manning & Schwartzstein, 2016).

a. Efferent Motorik
Gangguan pompa ventilasi, terutama peningkatan resistensi saluran napas
atau kekakuan system pernapasan, biasanya menyebabkan peningkatan kerja atau
upaya peningkatan usaha untuk bernapas. Jika otot-otot melemah, atau kelelahan
diperlukan usaha yang lebih besar, meskipun mekanika sistem masih normal.
Peningkatan impuls saraf dari korteks motorik diketahui melalui impuls corollary,
yaitu sinyal saraf yang dikirim ke korteks sensorik pada saat yang sama ketika
impuls motorik dikirim ke otot pernapasan (Loscalzo, 2018).

b. Afferent Sensorik
Kemoreseptor di badan karotis dan medulla diaktifkan oleh kondisi
hipoksemia, hiperkapnia akut, dan asidemia. Stimulasi reseptor-reseptor ini, serta
reseptor-reseptor lain yang menyebabkan peningkatan ventilasi, menimbulkan
sensasi kehabisan napas. Mekanoreseptor di paru, jika dirangsang oleh
bronkospasme menyebabkan sensasi dada tertekan. Reseptor j yang peka terhadap
edema interstitium dan reseptor vascular paru yang diaktifkan oleh perubahan akut
tekanan arteri pulmonalis tampaknya berperan untuk menimbulkan perasaan
kehabisan napas. Metaboreseptor yang terletak di otot rangka, dipercayai diaktifkan
oleh perubahan dalam lingkungan biokimia lokal di jaringan yang aktif selama

15
aktivitas fisik dan jika dirangsang ikut berperan menyebabkan ketidaknyamanan
pernapasan (Loscalzo, 2018).

c. Mekanisme Dispnea
• Sensasi dispnea berawal dari aktivasi sistem sensorik yang terlibat dalam
sistem respirasi
• Informasi sensorik sampai pada pusat pernafasan diotak dan memperoses
respiratory related signalsdan menghasilkan pengaruh kognitif,
kontekstual, dan perilaku sehingga terjadi sensasi dispnea (Burki NK,
2009).

B. Batuk

Batuk adalah refleks perlindungan yang berfungsi untuk fisiologis normal


membersihkan sekresi dan sisa kotoran yang berlebihan dari saluran pulmonal.
Refleks batuk mempunyai 3 komponen: anggota badan aferen, anggota badan
motoris , dan anggota badan eferen, tempat pemprosesan saraf pusat. Saraf
trigeminal, glossopharyngeal, dan vagus memasok jalur aferen untuk reseptor
batuk; vagus, melalui cabang faring, laring superior, dan paru-paru, memasok
sebagian besar reseptor-reseptor ini. Reseptor terletak di sepanjang saluran napas
dari faring ke bronchiolus terminal, dengan konsentrasi terbesar terletak di laring,
carina, dan bifurcatio bronchus yang lebih besar(Bernida, Sugiman, & Widodo,
2013).
Tiga jenis reseptor dominan(Bernida, Sugiman, & Widodo, 2013) :
• Reseptor cepat beradaptasi (RAR) yang merespon rangsangan mekanis,
asap rokok, amonia, larutan asam dan basa, hipotonik dan garam hipertonik,
kongesti paru, atelektasis, dan bronkokontriksi
• Adaptasi reseptor secara lambat (SARs)
• Nociceptors pasa C-serat yang merespon rangsangan kimia serta mediator
inflamasi dan imunologi seperti histamin, bradikinin, prostaglandin,
substansi p, capsaicin, dan pH asam.

16
Impuls aferen di transmisikan ke pusat batuk otak, di nukleus traktus solitarius
dari medulla batang otak, yang terhubung ke generator pernapasan pusat. Untuk
menyelesaikan busur refleks, impuls eferen meninggalkan medulla dan berjalan ke
laring dan trakeobronkial melalui nervus vagus. Sementara itu, saraf motorik
spinalis dan spinal C3 ke S2 memasok otot-otot intercostalis, dinding perut,
diafragma, dan dasar panggul. Refleks batuk ini telah memiliki neuroplastisitas
sehingga respon hipersensitif diperoleh dari waktu ke waktu karena batuk itu sendiri
memicu iritasi kronis, peradangan, dan remodelling jaringan. Baik perifer
(peningkatan sensitivitas reseptor batuk) dan pusat (perubahan dalam pengolahan
pusat batang otak) sensitisasi dapat menjelaskan respon batuk berlebihan yang
umum pada pasien dan lebih berkontribusi pada pemeliharaan batuk
kronis(Bernida, Sugiman, & Widodo, 2013).
Ada beberapa fase pada batuk yaitu (Bernida, Sugiman, & Widodo, 2013) :

A. Fase Inspirasi
Pada fase awal (inspirasi) akan terjadi proses inspirasi maksimal
(inspirasi dalam) dengan harapan akan meningkatkan volume gas yang
terhirup. Semakin dalam inspirasi semakin banyak gas yang terhirup dan
semakin besar peregangan otot-otot napas serta peningkatan tekanan positif
intratorakal. Peningkatan tekanan positif intratorakal ini diperlukan untuk
fase selanjutnya yaitu fase ekspirasi (ekspulsif).

B. Fase Compressive
Pada fase kompresi ini, glottis menutup setelah udara terhirup secara
maksimal pada fase ekspirasi. Penutupan glottis berlangsung singkat yaitu
sekitar 0,2 detik. Tujuan penutupan glottis ini adalah untuk
mempertahankan volume paru pada saat tekanan intratorakal tinggi. Pada
keadaan ini terjadi pemendekan otot ekspirasi dengan akibat kontraksi otot
ekspirasi yang akan meningkatkan tekanan intratorakal dan intra abdomen.
Peningkatan tekanan intratorakal dan intra abdomen diperlukan untuk fase
selanjutnya yaitu fase ekspulsif.

17
C. Fase ekspirasi
Pada fase ekspirasi (ekspulsi) glottis dibuka setelah sebelumnya
tertutup. Dengan tertutupnya glottis dan terdapatnya tekanan intratorakal
dan intra abdomen yang tinggi maka terjadilah proses ekspirasi yang cepat
dan singkat sehingga disebut juga sebagai fase ekspulsi. Derasnya aliran
udara ini terjadi sangat kuat dan cepat akibat tingginya tekanan intratorakal
dan intra abdomen. Semakin tinggi tekanan semakin kuat aliran udara yang
dikeluarkan. Pada fase inilah terjadi pembersihan bahan-bahan yang tidak
diperlukan seperti mucus dan lain-lain.

D. Fase relaksasi
Setelah fase ekspulsif akan terjadi keadaan relaksasi dari otot-otot
pernapasan. Waktu relaksasi dapat terjadi singkat atau lama tergantung pada
proses batuknya. Fase relaksasi ini dapat berlangsung singkat karena untuk
persiapan bila diperlukan batuk berikutnya. Jadi, secara ringkas proses
batuk dapat dijelaskan sebagai berikut: proses batuk terjadi didahului
inspirasi maksimal, penutupan glottis, dan peningkatan tekanan intratorakal
lalu glottis terbuka dan dibatukkan secara eksplosif untuk mengeluarkan
benda asing yang ada pada saluran napas. Proses diatas dapat berlangsung
beberapa kali tergantung kebutuhan.Ada beberapa klasifikasi batuk
berdasarkan keparahannya (Hendrawan N, 2009):

• Batuk Akut
Batuk akut adalah fase awal batuk dan mudah untuk disembuhkan
dengan kurun waktu kurang dari tiga minggu. Penyebab utamanya adalah
infeksi saluran nafas atas,seperti salesma, sinusitis bakteri akut, pertusis,
eksaserbasi penyakit paru obstruktif kronis,rhinitis alergi, dan rhinitis
karena iritan.

18
• Batuk Sub.Akut
Batuk Sub-akut adalah fase peralihan dari akut menjadi kronis yang
terjadi selama 3-8 minggu.Penyebab paling umum adalah batuk paska
infeksi, sinusitis bakteri, atau asma.

• Batuk Kronis
Batuk kronis adalah fase batuk yang sulit untuk disembuhkan karena
terjadi pada kurun waktu yang cukup lama yaitu lebih dari delapan minggu.
Batuk kronis juga bisa digunakan sebagai tanda adanya penyakit lain yang
lenih berat misalkan ; asma , tuberculosis (tbc), penyakit paru obstruktif
kronis (ppok), gangguan refluks lambung, dan kanker paru-paru.
Berdasarkan penelitian, 95 % penyebab batuk kronis adalah post nasal drip,
sinusitis, asma, penyakit refluks gastroesofageal (gerd), bronchitis kronis
karena merokok, bronkiektasis, atau penggunaan obat golongan ACE I, 5 %
sisanya dikarenakan kanker paru, sarkoidosis, gagal jantung kanan, dan
aspirasi karena disfungsi faring. Jika tidak ada sebab lain, batuk kronis bisa
juga dikarenakan faktos psikologis.

2.4 Penyakit dengan Keluhan Sesak dan Batuk


a. Obstruktif
Perubahan patologis pada penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) terjadi
pada saluran napas besar (sentral), bronkiolus kecil (perifer), dan parenkim
paru.Sebagian besar kasus PPOK adalah hasil paparan rangsangan
berbahaya, paling sering adalah karena asap rokok. Mekanisme patogenik
pada PPOK tidak jelas tetapi kemungkinan besar beragam. PPOK
mencakup beberapa penyakit diantaranya (Tortora, 2016):

b. Emfisema
Gangguan yang ditandai oleh kerusakan dinding alveolus sehingga
terbentuk ruang-ruang udara yang tetap terisi udara sewaktu ekshalasi.
(Tortora, 2016). Emfisema paling sering terjadi karena pelepasan berlebihan
enzim perusak misalnya tripsin dari makrofag alveolus sebagai mekanisme

19
pertahanan terhadap pajanan kronik asap rokok atau iritan lain. Paru dalam
keadaan normal terlindung dari kerusakan oleh enzim-enzim ini oleh α-
antitripsin, suatu protein yang menghambat tripsin. Namun, sekresi
berlebihan enzim enzim destruktif ini sebagai respons terhadap iritasi kronik
dapat mengalahkan kemampuan protektif α-antitripsin se- hingga enzim-
enzim ini menghancurkan tidak saja benda asing tetapi juga jaringan paru.
Berkurangnya jaringan paru menyebabkan rusaknya dinding alveolus dan
kolapsnya saluran napas halus yang menjadi karakteristik emfisema.
Penyebab emfisema yang lebih jarang adalah ketidak mampuan
tubuh secara genetis menghasilkan α-antitripsin sehingga jaringan paru
tidak terlindung dari tripsin. Jaringan paru yang tidak terlindung tersebut
secara perlahan meng alami disintegrasi di bawah pengaruh enzim-enzim
makrofag meskipun dalam jumlah kecil, tanpa pajanan kronik ke iritan.
(Sherwood:2014).

c. Asma
Pada asma, sumbatan saluran napas disebabkan oleh (1)
menebalnya dinding saluran napas, yang ditimbulkan oleh peradangan dan
edema yang dipicu oleh histamin;(2) tersumbatnya saluran napas oleh
sekresi berlebihan mukus kental; dan (3) hiperresponsivitas saluran napas,
yang ditandai oleh konstriksi hebat saluran napas kecil akibat spasme otot
polos di dinding saluran napas. Pemicu yang menyebabkan peradangan dan
respons bronko konstriksi yang berlebihan ini mencakup pajanan berulang
ke alergen (misalnya kutu debu rumah atau serbuk sari tanaman), iritan
(misalnya asap rokok), dan infeksi. Banyak penelitian yang menunjukan
infeksi jangka panjang oleh Chlamydia pneumoniae, menjadi penyebab
infeksi paru yang umum dijumpai, dan mendasari hampir separuh dari kasus
asma dewasa. Pada serangan asma yang berat, penyumbatan dan
penyempitan hebat saluran napas dapat menghentikan aliran udara dan
menyebabkan ke matian. (sherwood:2014) Gejalanya mencakup kesulitan

20
bernapas, batuk, mengi, dada terasa sesak, takikardia, kelelahan, kulit
lembab dan rasa cemas (Tortora, 2016).

d. Bronkitis Kronik
Bronkitis kronik adalah suatu penyakit peradangan saluran napas
bawah jangka panjang, umumnya dipicu oleh pajanan berulang ke asap
rokok, polutan udara, atau alergen. Sebagai respons terhadap iritasi kronik,
saluran napas menyempit karena penebalan edematosa kronik lapisan
dalamnya disertai oleh pembentukan berlebihan mukus kental. Meskipun
terjadi batuk berulang akibat iritasi kronik tersebut, namun sumbatan mukus
sering tidak dapat dikeluarkan dengan tuntas, terutama karena iritan
melumpuhkan eskalator mu kus bersilia . Infeksi paru oleh bakteri sering
terjadi, karena timbunan mukus adalah medium yang baik bagi
pertumbuhan bakteri. (Sherwood,2014) Selain batuk produktif gejala
bronchitis kronik adalah sesak napas, mengi, sianosis dan hipertensi paru
(Tortora, 2016).

e. Gagal jantung kongestif


Seiring dengan dyspnea, ada gejala lain termasuk kelelahan,
berkurangnya toleransi latihan, dan retensi cairan. Penyebab utamanya
adalah penyakit jantung koroner tingkat lanjut, kardiomiopati primer,
hipertensi, dan penyakit katup jantung. Pada semua jenis gagal jantung
kongestif, volume stroke dan curah jantung berkurang(Sherwood, 2014).
f. Pneumonia
Dyspnea adalah gejala utama pneumonia terutama pada pasien di atas usia
65 (sekitar 80%). Nyeri pleuritik, demam, dan batuk merupakan gejala yang
menyertai. Pemeriksaan menunjukkan tachypnea, rales inspirasi, dan
terkadang pernapasan bronkus. Pemeriksaan laboratorium (parameter
inflamasi; hipoksemia dalam analisis gas darah arteri, pada kasus berat),
rontgen dada, dan pada beberapa kasus CT dada membantu secara

21
diagnostik.Skor CRB-65 digunakan untuk menilai tingkat keparahan
pneumonia (Bakta, 2015).

2.5 Pemeriksaan Fisik Paru


A.Pemeriksaan Dadabagian Anterior
Ketika memeriksa dalam posisi terlentang, pasien harus berbaring
santai dengan lengan agak abduksi.Periksa pasien yang mengalami
kesulitan bernapas dalam posisi duduk atau dengan bagian kepala tempat
tidur ditinggikan ke tingkat yang nyaman bagi pasien (Bickley, 2016).
a. Inspeksi
Amati bentuk dada pasien dan pergerakan dinding dadanya.Perhatikan
(Bickley, 2016) :
• Deformitas atau asimetri
• Retraksi abnormal sela-sela iga bawah sewaktu inspirasi.
• Keterlambatan lokal atau gangguan dalam gerakan pernapasan
Kelainan Bentuk Dinding Dada (Ward, 2007) :
• Barrel chest, berhubungan dengan emfisema dan hiperinflasi paru.
Menunjukkan peningkatan diameter anterior posterior.
• Flat chest, diameter antero posteriornya memendek.
• Pectus Excavatum adalah gangguan dari aspek bawah sternum. Sternum
terdorong ke dalam atau mencekung.
• Pectus Carinatum adalah deformitas carinatum atau kelopak berbentuk
dada.

b. Palpasi
Palpasi memiliki empat potensi penggunaan (Bickley, 2016):
• Identifikasi daerah yang nyeri
• Penilaian kelainan yang teramati
• Penilaian lebih lanjut terhadap ekspansi dada

22
Letakkan kedua jempol pemeriksa di sepanjang tepi iga, tangan
pemeriksa di sepanjang sangkar iga lateral.Setelah berada di posisinya,
geser tangan sedikit ke medial untuk membentuk lipatan kulit longgar di
antara kedua jempol pemeriksa.Minta pasien untuk menarik napas dalam.
Amati seberapa jauh kedua jempol pemeriksa berpisah sewaktu toraks
mengembang, rasakan tingkat dan simetri gerakan pernapasan (Bickley,
2016).

• Penilaian fremitus taktil


Bandingkan kedua sisi dada dengan menggunakan permukaan ulnar
tangan pemeriksa.Fremitus biasanya berkurang atau lenyap di atas
precordium. Bila memeriksa wanita, geser payudara dengan lembut sesuai
kebutuhan (Bickley, 2016).

23
c. Perkusi
• Lakukan perkusi pada dada anterior dan lateral, juga dengan
membandingkan kedua sisi. Jantung normalnya menghasilkan daerah redup
di sebelah kiri sternum dari sela iga ke-3 sampai ke-5. Lakukan perkusi paru
kiri lateral dari daerah redup (Bickley, 2016).
• Pada wanita, untuk meningkatkan perkusi, secara lembut geser payudara
dengan tangan kiri pemeriksa sewaktu melakukan perkusi dengan tangan
kanan (Bickley, 2016).
• Identifikasi dan tentukan lokasi setiap daerah dengan nada perkusi yang
abnormal. Dengan jari pleksimeter pemeriksa di atas dan sejajar dengan
perkiraan batas atas pekak hati, lakukan perkusi secara progresif ke arah
bawah di garis midklavikula. Identifikasi batas pekak hati. Kemudian,
sewaktu memeriksa abdomen, gunakan metode ini untuk memperkirakan
ukuran hati. Sewaktu melakukan perkusi ke arah bawah di dada kiri, suara
sonor paru normal biasanya berubah menjadi timpani karena gelembung
udara di lambung (Bickley, 2016).

24
d. Auskultasi
• Dengarkan dada di anterior dan lateral sewaktu pasien bernapas dengan
mulut terbuka, dan sedikit lebih dalam daripada normal. Bandingkan area
simetrik paru, dengan menggunakan pola seperti yang dianjurkan pada
perkusi dan memperluasnya ke daerah sekitar jika diindikasikan
• Dengarkan bunyi napas, dengan memerhatikan intensitas dan
mengidentifikasi setiap variasi pernapasan vesikuler normal. Bunyi napas
biasanya lebih keras di lapang paru anterior atas. Bunyi napas
bronkovesikular dapat terdengar di atas saluran napas besar, khususnya di
sisi kanan.
• Identifikasi setiap bunyi tambahan, waktunya pada siklus pernapasan, dan
lokasinya di dinding dada.

B.Pemeriksaan Dada bagian Posterior


a. Inspeksi
Dari posisi garis tengah di belakang pasien, perhatikan bentuk dan
pergerakan dada, termasuk (Bickley, 2016):
• Deformitas atau asimetri ketika dada mengembang.
• Retraksi abnormal sela iga waktu inspirasi.

25
• Gangguan gerakan pernapasan di satu atau kedua sisi atau keterlambatan
gerakan unilateral.

b. Palpasi
Sewaktu Anda meraba dada, fokuslah pada daerah-daerah nyeri tekan
dan kelainan di kulit, ekspansi pernapasan, dan fremitus (Bickley, 2016).
• Identifikasi daerah yang nyeri. Secara hati-hati palpasi setiap daerah yang
dilaporkan nyeri oleh pasien atau tempat terlihat lesi atau mem ar
• Nilai semua kelainan yang terlihat, misalnya massa atau traktus sinus
(struktur mirip saluran yang meradang dan buntu serta membuka ke kulit)
• Memeriksa pengembangan toraks. Letakkan kedua jempol pemeriksa
setinggi iga ke-10, dengan jari lain memegang dengan longgar dan sejajar
dengan sangkar iga lateral. Setelah ditempelkan, geser tangan ke arah
medial untuk menghasilkan lipatan kulit di kedua sisi antara jempol dan
tulang punggung pasien. Minta pasien menarik napas dalam. Perhatikan
jarak antara kedua jempol pemeriksa sewaktu keduanya bergerak memisah
selama inspirasi, dan rasakan gerakan dan simetri sangkar iga sewaktu dada
mengembang dan berkontraksi. Hal ini kadang dinamai ekskursi paru.

26
Gambar 1.8 Lokasi Pemeriksaan Pengembangan Thorax
Posterior (Bickley, 2016)
• Palpasi untuk fremitus taktil. Fremitus merujuk kepada getaran yang dapat
diraba dan disalurkan melalui saluran bronkopulmonaris ke dinding dada
pasien sewaktu berbicara. Untuk mendeteksi fremitus, gunakan pangkal jari
di telapak tangan atau permukaan ulnar tangan pemeriksa untuk
mengoptimalkan sensivitas getar tulang-tulang tangan pemeriksa. Minta
pasien untuk mengulang kata “tujuh-tujuh” atau “satu-satu”. Jika fremitus
lemah minta pasien untuk berbicara lebih keras atau dengan suara lebih
dalam.
• Gunakan satu tangan sampai pemeriksa mengetahui rasa fremitus. Gunakan
kedua tangan untuk membandingkan kedua sisi dan mempercepat
pemeriksaan serta mungkin mempermudah terdeteksinya perbedaan
• Palpasi dan bandingkan daerah-daerah simetrik paru dalam pola yang
diperlihatkan di foto. Identifikasi dan tentukan lokasi setiap bagian yang
fremitusnya meningkat, menurun atau lenyap. Fremitus biasanya lebih jelas
di daerah interskapula daripada di lapang paru bawah dan sering lebih jelas
di sisi kanan daripada kiri. Fremitus lenyap di bawah diafragma.

.Gambar 1.9 Lokasi Fremitus Thorax Posterior (Bickley, 2016)


c. Perkusi

27
Perkusi salah satu teknik pemeriksaan fisik terpenting.Perkusi menyebabkan
dinding dada dan jaringan di bawahnya bergetar, menghasilkan suara yang dapat
didengar dan getaran yang dapat dirasakan. Perkusi menentukan apakah jaringan di
bawahnya berisi udara, berisi cairan, atau padat
• Hiperekstensikan jari tengah tangan kiri pemeriksa, dikenal sebagai jari
pleksimeter. Tekan sendi antarfalang distal ke permukaan yang akan
diperkusi. Perhatikan bahwa jempol dan jari ke 2, 4, dan 5 tidak menyentuh
dada
• Letakkan lengan bawah kanan pemeriksa cukup dekat dengan pemeriksa,
dengan tangan tertekuk ke atas. Jari tengah harus difleksikan parsial, lemas
dan siap memukul
• Dengan gerakan pergelangan tangan yang cepat, tajam, tetapi lemas, pukul
jari pleksimeter dengan jari tengah kanan atau jari pleksor. Arahkan ke sendi
antarfalang dist al
• Pukul menggunakan ujung jari pleksor, jangan bantalan jari
• Tarik jari pemukul pemeriksa dengan cepat untuk menghindari teredamnya
getaran yang diciptakan pemeriksa
• Ketika melakukan perkusi dada posterior bawah, berdiri agak di samping
dan bukan tepat di belakang pasien
• Dalam membandingkan dua area, gunakan teknik perkusi yang sama di
kedua area
Nada perkusi dan karakteristiknya:
• Lakukan perkusi di satu sisi dada lalu di sisi lain pada masing-masing
ketinggian dalam pola seperti tangga, seperti diperlihatkan oleh angka di
bawah.
• Identifikasi turunnya diafragma. Pertama, tentukan level redup diafragma
sewaktu pernapasan tenang. Dengan menekan jari pleksimeter di atas dan
sejajar dengan perkiraan redup diafragma, lakukan perkusi ke arah bawah
secara progresif sampai redup menggantikan sonor.

28
GAMBAR 1 GAMBAR 2

GAMBAR 3

d. Auskultasi
Auskultasi adalah teknik pemeriksaan terpenting untuk menilai aliran udara
melalui percabangan trakeobronkus. Bersama dengan perkusi, cara ini juga
membantu dokter memperkirakan kondisi sekitar paru dan rongga pleura.
Auskultasi melibatkan :
1. Mendengarkan bunyi yang dihasilkan oleh napas,
2. Mendengar setiap bunyi tambahan,
3. Jika dicurigai terdapat kelainan, mendengarkan suara pasien ketika ia
berbicara atau berbisik sewaktu suara tersebut ditransmisikan melalui
dinding dada.

29
PEMERIKSAAN AUSKULTASI

2.6 Penilaian Fungsi Paru


Spirometri

Gambar 1.13 Spirometer (Loscalzo, 2018).

Metode sederhana untuk mempelajari ventilasi paru adalah dengan


mencatat volume udara yang masuk dan keluar paru-paru, suatu proses
yang disebut spirometri. Spirometer ini terdiri dari sebuah drum yang
dibalikkan di atas bak air, dan drum tersebut diimbangi oleh suatu beban.
Dalam drum terdapat gas untuk bernapas, biasanya udara atau oksigen; dan
sebuah pipa yang menghubungkan mulut dan ruang gas. Apabila seseorang

30
bernapas dari dan ke dalam ruang ini, drum akan naik turun dan terjadi
perekaman yang sesuai di atas gulungan kertas yang berputar(Guyton &
Hall, 2016).

Interpretasi Spirometri
Interpretasi hasil spirometri harus dimulai dengan penilaian kualitas
tes. Kegagalan memenuhi standar kinerja dapat mempengaruhi hasil tes
yang tidak akurat. Pasien diharuskan untuk menghirup semaksimal
mungkin, menghembuskan nafas sebanyak mungkin, dan melanjutkan
usaha ekspirasi sampai mereka mengosongkan paru-paru mereka.
Pengurangan jumlah udara yang dihembuskan secara paksa pada detik
pertama dari pernafasan paksa (FEV1 ) dapat mencerminkan pengurangan
dalam inflasi maksimum paru-paru (TLC);obstruksi saluran
udara;kelemahan otot pernafasan;atau gaya ekspirasi submaksimal.
Obstruksi jalan napas adalah penyebab paling umum dari penurunan
FEV1.Obstruksi aliran udara mungkin akibat dari bronkospasme, radang
saluran napas, hilangnya elastisitas paru-paru, peningkatan sekresi di
saluran napas, atau kombinasi dari penyebab ini.

Gambar 1.13 Interpretasi Spirometri (Loscalzo, 2018).

31
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Paru adalah sepasang organ berbentuk kerucut di rongga thoraks. Paru
kanan memiliki tiga lobus (lobi superior,medius, dan inferior) yang dipisahkan oleh
fissura oblique dan fisurra horizontalis . paru kiri terdiri dari dua lobus (lobi
superior dan inferior) yang dipisahkan oleh fissura oblik. Fungsi utama paru adalah
mengambil O2 ke dalam tubuh dan mengeluarkan CO2 dari tubuh .

Sesak nafas adalah ketidakmampuan ventilasi untuk memenuhi


kebutuhan udara. Batuk adalah refleks perlindungan yang berfungsi untuk
fisiologis normal membersihkan sekresi dan sisa kotoran yang berlebihan dari
saluran pulmonal. Ada beberapa penyakit dengan keluhan sesak dan batuk yaitu
PPOK, emfisiema ,asma, bronkitis kronik , gagal jantung dan pneumonia adapun
pemeriksaan fisik meliputi inspeksi palpasi perkusi dan auskultasi pada dada depan
maupun belakang.

3.2 Saran
Kami sebagai penulis menyadari bahwa makalah yang kami buat masih jauh
dari kata sempurna. Oleh karena itu, untuk kedepannya kami akan lebih fokus dan
detail dalam menjelaskan tentang makalah diatas dengan sumber-sumber yang lebih
banyak dan tentunya dapat dipertanggungjawabkan. Kiranya para pembaca bisa
memberikan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan
makalah ini. Sehingga para pembaca bisa dengan mudah memahami inti dari
makalah kami.

32
DAFTAR PUSTAKA

Bakta, I. (2015). Ilmu Penyakit Dalam . Jakarta: Interna Publishing.

Bernida, I., Sugiman, T., & Widodo, D. (2013). Batuk. Jakrta: Badan Penerbit FK UI.

Bickley, L. S. (2016). Pemeriksaan Fisik dan Riwayat kesehatan. Jakarta: EGC.

Guyton, & Hall, J. E. (2016). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. singapore: ELSEVIER.

John E. Hall, P. (2016). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Singapore: ELSEVIER.

Kumar, V., & Abbas, A. K. (2013). Buku Ajar Patologi Robbins. Singapura: Elsevier.

Loscalzo, J. (2018). Pulmonologi dan Penyakit Kritis. Jakarta: EGC.

Manning, H. L., & Schwartzstein, R. M. (2016). Pathophisyiology of Dyspnea. NEJM .

Sherwood, L. (2014). Fisiologi Manusia: dari sel ke sistem. Jakarta: EGC.

Snell, Richard S.,M.D,PhD.(2011).Anatomi Klinis: Berdasarkan Sistem. Jakarta: EGC


Tortora, G. J. (2016). Dasar Anatomi & Fisiologi. Jakarta: EGC.

Ward, J. P. (2007). Sistem Respirasi. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Paulsen F dan Waschke J. (2017). Atlas Anatomi Manusia "Sobotta", Edisi 24 Jilid 2.

Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.

iv

Anda mungkin juga menyukai