Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN TUTORIAL 3

BLOK SISTEM RESPIRASI


MODUL III: ILMU PENYAKIT PARU

Nama : FEBBY ANZELINA


NPM : 221210054

FASILITATOR

dr. RENATHA NAINGGOLAN, M.ked (ClinPath), Sp.PK

UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA


FAKULTAS KEDOKTERAN
2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya hantarkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan
karunia-Nya lah, saya dapat menyelesaikan laporan ini tepat pada waktunya. Tidak lupa saya
ucapkan terima kasih kepada dr. RENATHA NAINGGOLAN, M.ked (ClinPath), Sp.PK
yang telah membina dan mengarahkan kami dalam pembelajaran tutorial. Makalah “Tutorial
Blok Sistem Respirasi” ini saya buat guna memenuhi salah satu tuntutan tugas pada proses
pembelajaran Tutorial.
Saya menyadari, laporan “Tutorial Blok Sistem Respirasi” ini banyak terdapat
kekurangan dan jauh dari kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan. Untuk itu, saya
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari Dosen Tutor kami, demi perbaikan
pada penulisan selanjutnya. Demikianlah makalah ini saya buat, semoga bermanfaat. Atas
perhatiannya saya ucapkan terima kasih.

Medan, 5 April 2023

i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar .......................................................................................................... i
Daftar Isi ................................................................................................................... ii
Pemicu ..................................................................................................................... 1
I. Klarifikasi Istilah ......................................................................................... 1
II. Identifikasi Masalah .................................................................................... 1
III. Analisa Masalah .......................................................................................... 2
IV. Kerangka Konsep ........................................................................................ 3
V. Learning Objective ..................................................................................... 4
VI. Pembahasan ................................................................................................. 4
VII. Kesimpulan .................................................................................................. 14
Daftar Pustaka ........................................................................................................... 15

ii
SKENARIO
Seorang laki-laki yang berumur 70 tahun datang ke IGD Rumah Sakit pasien ini datang
dengan keluhan sesak napas dan disertai batuk berdahak berwarna kuning. Sesak napas
dirasakan sejak umur 60 tahun dengan kebiasaan merokok 1 bungkus per hari sejak usia
muda, sesak semakin bertambah jika beraktivitas. Kunjungan ke IGD sudan beberapa kali
dilakukan dan merasa nyaman setelah diberikan oksigen dan pengasapan. Saat di IGD pasien
dilakukan pemeriksaan.
1. Tanda-tanda vital didapatkan
 Tekanan darah: 130/85
 Nadi 100/menit
 Pernafasan: 24-26 kali/menit
 Suhu badan: 35,5°C
 Saturasi oksigen dengan menggunakan oksigen: 2 L/menit menggunakan nasal
kanul didapatkan saturasi 92-93%.

2. Pemeriksaan fisik diagnostik


 Suara ronki di kedua lapangan paru.
 Pada foto thorax, tampak gambaran hyperaeration dan hiperlusensi di kedua
lapangan paru, sela iga paru kanan dan paru kiri melebar diafragma kanan
letak rendah dimana diafragma letak rendah dengan terpotong di ICS 7.
 Gambaran jantung seperti gambar Pendulum.
 Pemeriksaan peak flow didapatkan hembusan pasien di daerah zona merah.

3. Hasil Lab
 HB: 16,0
 Leukosit: 8000
 Neutrofil: 80%
 Trombosit: 200.000

I. KLARIFIKASI ISTILAH
1. Hyperaeration: Peningkatan pertukaran CO2 dengan O2 oleh darah dalam
paru.
2. Hiperlusensi: Radio lusensi yang berlebihan.
3. Peak Flow: Seberapa cepat nafas yang dikeluarkan setelah menarik nafas yang
dalam.

II. IDENTIFIKASI MASALAH


1. Sesak nafas dan disertai batuk berdahak berwarna kuning.
2. Merokok 1 bungkus per hari sejak muda.

1
3. Pemeriksaan fisik diagnostik:
1) Suara ronki di kedua lapangan paru.
2) Pada foto thorax, tampak gambaran hyperaeration dan hiperlusensi di
kedua lapangan paru, sela iga paru kanan dan paru kiri melebar
diafragma kanan letak rendah dimana diafragma letak rendah dengan
terpotong di ICS 7.
3) Gambaran jantung seperti gambar pendulum dan pemeriksaan peak
flow didapatkan hembusan pasien di daerah zona merah.

III. ANALISIS MASALAH


1. Karena obstruksi.
2. Faktor pencetus rokok
3. Pemeriksaan fisik:
1) Karena obstruksi
2) Karena udara yang masuk tidak keluar sehingga tampak gambaran
udara menekan diafragma sehingga tampak di ICS 7.
3) Karena adanya obstruksi paru, sehingga diafragma mendatar dan
jantung tampak menggantung (pendulum). Sesak nafas parah sehingga
membutuhkan perawatan.

2
IV. KERANGKA KONSEP

Pasien 70 tahun

Rokok 1 bungkus per hari sejak muda

Sesak Nafas

Pemeriksaan Fisik: Pemeriksaan Penunjang

Suara ronki di kedua lapangan paru. 1. Pada foto thorax, tampak gambaran
hyperaeration dan hiperlusensi di kedua
lapangan paru, sela iga paru kanan dan
paru kiri melebar diafragma kanan letak
rendah dimana diafragma letak rendah
dengan terpotong di ICS 7.

2. Gambaran jantung seperti gambar


Pendulum.

3. Pemeriksaan peak flow didapatkan


hembusan pasien di daerah zona merah.

DD
1. COPD ec Emfisema
2. COPD ec Bronkitis Kronis

3
V. PEMBAHASAN LEARNING OBJECTIVE
1. Definisi dari DD
HHI
2. Diagnosa pasien dan DD
I. Anamnesis
1. Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala
pernapasan.
2. Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja
3. Riwayat penyakit emfisema pada keluarga
4. Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, mis berat
badan lahir rendah (BBLR), infeksi saluran napas berulang,
lingkungan asap rokok dan polusi udara
5. Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
6. Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi.
II. Pemeriksaan Fisik
 Inspeksi
1. Pursed-lips breathing (mulut setengah terkatup / mencucu)
2. Barrel chest (diameter antero-posterior dan transversal
sebanding)
3. Penggunaan otot bantu napas - Hipertropi otot bantu napas
4. Pelebaran sela iga
5. Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena
jugularis di leher dan edema tungkai
6. Penampilan pink puffer atau blue bloater
Pink puffer : Gambaran yang khas pada emfisema,
penderita kurus, kulit kemerahan dan pernapasan pursed-
lips breathing
Blue bloater : Gambaran khas pada bronkitis kronik,
penderita gemuk sianosis, terdapat edema tungkai dan
rongki basah di basal paru, sianosis sentral dan perifer
 Palpasi
Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar
 Perkusi
Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak
diafragma rendah, hepar terdorong ke bawah
 Auskultasi
1. Suara napas vesikuler normal, atau melemah
2. Terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa
atau pada ekspirasi paksa
3. Ekspirasi memanjang
4. Bunyi jantung terdengar jauh
III. Pemeriksaan Penunjang
1) Faal Paru
Spirometri
(VEP1, VEP1 prediksi, KVP, VEP1/KVP - Obstruksi ditentukan
oleh nilai VEP1 prediksi (%) dan atau VEP1/KVP (%).

4
1. Obstruksi : % VEP1 (VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1%
(VEP1/KVP) < 75%
2. VEP1 % merupakan parameter yang paling umum dipakai
untuk menilai beratnya PPOK dan memantau perjalanan
penyakit
3. Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan,
APE meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai
alternatif dengan memantau variabiliti harian pagi dan sore,
tidak lebih dari 20%.

Uji bronkodilator
1. Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada
gunakan APE meter.
2. Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan,
15-20 menit kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE,
perubahan VEP1 atau APE < 20 % nilai awal dan <200 ml
3. Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil

2) Laboratorium darah Hb, Ht, Tr, Lekosit Analisis Gas Darah


Analisa gas darah arteri menunjukkan gambaran yang berbeda
pada pasien dengan emfisema dominan dibandingkan dengan
bronkitis kronis dominan. Pada bronkitis kronis analisis gas
darah menunjukkan hipoksemi yang sedang sampai berat pada
pemberian oksigen 100%, hal ini menunjukkan adanya shunt
kanan ke kiri. Gambaran seperti ini disebabkan karena pada
bronkitis kronis terjadi gangguan rasio ventilasi/perfusi (V/Q
ratio) yang nyata. Sedangkan pada emfisema, rasio V/Q tidak
begitu terganggu oleh karena baik ventilasi maupun perfusi,
keduanya menurun disebabkan berkurangnya jumlah unit
ventilasi dan capillary bed. Oleh karena itu pada emfisema
gambaran analisa gas darah arteri akan memperlihatkan
normoksia atau hipoksia ringan, normokapnia, dan tidak ada
shunt kanan ke kiri.

3) Radiologi Foto toraks PA dan lateral berguna untuk


menyingkirkan penyakit paru lain.
Pada emfisema terlihat gambaran :
a. Hiperinflasi
b. Hiperlusen
c. Ruang retrosternal melebar
d. Diafragma mendatar
e. Jantung menggantung (jantung pendulum/tear drop / eye
drop appearance).
Pada bronkitis kronik :
a. Normal
b. Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21% kasus.

5
3. Etiologi
Etiologi bronkitis kronis
Bronkitis Kronis Bronkitis kronis adalah suatu kondisi peradangan
jangka-panjang saluran napas bawah, umumnya dipicu oleh pajanan berulang
terhadap asap rokok, polutan udara, atau alergen. Sebagai respons terhadap
iritasi kronis, saluran napas menyempit oleh penebalan edematosa kronis
lapisan saluran napas disertai oleh pembentukan berlebihan mukus kental.
Meskipun terjadi batuk berulang abat iritasi kronis tersebut tetapi sumbatan
mukus tersebut sering tidak dapat dikeluarkan secara tuntas, terutama karena
iritan melumpuhkan eskalator mukus silia. Infeksi paru oleh bakteri yang
sering terjadi karena timbunan mukus adalah medium yang baik bagi
pertumbuhan bakteri.

4. Manifestasi Klinis
Manisfestasi klinis bronkitis kronik
Batuk terus-menerus yang disertai dahak dalam jumlah banyak, dan
batuk terbanyak terjadi pada pagi hari. Sebagian besar penderita bronkitis
kronik tidak mengalami obstruksi aliran pernapasan, tetapi 10-15% perokok
merupakan golongan yang mengalami penurunan aliran napas. Penderita batuk
produktif kronik yang mempunyai aliran napas normal disebut penderita
bronkitis kronik simpleks (simple chronic bronchitis), sedangkan yang disertai
dengan penurunan aliran napas yang progresif disebut penderita bronkitis
kronik obstruktif. Pemeriksaan fisik tidak sensitif untuk bronkitis kronik yang
ringan sampai sedang, tetapi pada penderita yang mengalami obstruksi napas,
gejalanya telah tampak pada saat inspeksi, yaitu digunakannya otot pernapasan
tambahan (accessory respiratory muscle).
Manisfestasi klinis emfisema
Gejala yang spesifik adalah sesak napas saat melakukan kegiatan
(exertional breathlessness) yang disertai batuk kering dan mengi. Sesak napas
tampak jelas pada penyakit yang telah parah. Penderita menunjukkan
hyperinflated lung dengan berkurangnya ekspansi dada saat inspirasi, perkusi
hipersonor dan napas pendek.

5. Mekanisme merokok dengan terjadinya PPOK


Paparan sering inhalasi zat iritan

Iritasi saluran nafas

Inflamasi kronis

6
Hipertropi kelompok Perubahan reseptor muskarinik
Zat iritan mengandung sangat
submukosa dan sel goblet
banyak zat asing

Hipersekresi mukus Aserilkolin menigkat Kerja extra silia

Spasme otot polos Silia melemah

Penumpukan mukus

Obstruksi

Sesak nafas

Paparan dari asap rokok dan polusi udara yang sering masuk ke dalam saluran
pernapasan akan menyebabkan terjadinya iritasi saluran pernapasan. Iritasi yang
berkepanjangan akan menimbulkan peradangan yang kronis. Peradangan kronis
menyebabkan banyak hal

6. Penatalaksanaan
 Tatalaksana Emfisema
Terapi Medis
Terapi medis termasuk menggunakan bronkodilator atau
dikombinasikan dengan obat anti inflamasi seperti kortikosteroid dan
penghambat fosfodiesterase-4.
1) Bronkodilator
Mekanisme utama tindakan dapat dibagi menjadi dua
kategori: agonis beta2 dan obat antikolinergik. Mereka adalah
obat lini pertama untuk COPD dan diberikan melalui inhalasi.
Mereka diketahui meningkatkan FEV1 dengan mengubah tonus
otot polos saluran udara. Bronkodilator biasanya diberikan

7
secara teratur untuk mencegah dan mengurangi gejala,
eksaserbasi, dan rawat inap.
Agonis beta2 kerja pendek (SABA) dan antagonis
muskarinik kerja pendek (SAMA) biasanya diresepkan sesuai
kebutuhan untuk pengelolaan dispnea intermiten. Long-acting
beta2 agonists (LABA) dan long-acting muskarinic antagonists
(LAMA) digunakan, terutama pada kasus peningkatan dispnea
atau lebih dari sesekali dispnea. Jika gejalanya menetap saat
menggunakan satu bronkodilator, bronkodilator lain harus
ditambahkan.

2) Kortikosteroid inhalasi
(ICS) adalah terapi tambahan untuk bronkodilator
dalam terapi step-up. ICS termasuk beclomethasone,
budesonide, fluticasone, dll. Efek samping yang umum adalah
infeksi lokal, batuk, dan pneumonia. Kortikosteroid sistemik
oral digunakan untuk semua pasien dengan eksaserbasi PPOK
dan dihindari pada pasien yang stabil karena efek yang lebih
merugikan.

3) Inhibitor Phosphodiesterase-4 oral


Seperti roflumilast bertindak dengan mengurangi
peradangan dan dapat ditambahkan jika ada obstruksi aliran
udara yang parah tanpa perbaikan dengan obat-obatan di atas.

4) Terapi tiga kali inhalasi.


(LABA+ LAMA+ ICS) baru-baru ini disetujui oleh
FDA dan hanya diminum sekali sehari.

 Terapi Intervensi
1) Operasi pengurangan volume paru-paru mengurangi
hiperinflasi dan meningkatkan daya recoil elastis.
2) Transplantasi paru bila FEV1 dan atau DLCO kurang dari 20%.

 Tatalaksana Bronkitis kronis


Farmakologi
 Bronkodilator: Agonis reseptor β-adrenergik kerja pendek dan
panjang, serta antikolinergik, membantu dengan meningkatkan
lumen saluran napas, meningkatkan fungsi silia, dan dengan
meningkatkan hidrasi mukosa.
 Glukokortikoid: Mengurangi peradangan dan produksi lendir.
 Kortikosteroid inhalasi mengurangi eksaserbasi dan
meningkatkan kualitas hidup.

8
 Penghambat fosfodiesterase-4: mengurangi peradangan dan
meningkatkan relaksasi otot polos saluran napas dengan
mencegah hidrolisis siklik adenosin monofosfat (suatu zat
ketika terdegradasi akan menyebabkan pelepasan mediator
inflamasi).
Non Farmakologi
Intervensi nonfarmakologi yaitu berhenti merokok.
Penghentian merokok meningkatkan fungsi mukosiliar dan
menurunkan hiperplasia sel goblet.
7. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah uji jalan 6 menit yang
dimodifikasi. Untuk di Puskesmas dengan sarana terbatas, Evaluasi yang dapat
digunakan adalah keluhan lelah yang timbul atau bertambah sesak.
Pemeriksaan-pemeriksaan yang dapat dilakukan bila fasilitas tersedia :
a) Spirometri
Spirometri (FEV1, FEV1 prediksi, FVC, FEV1/FVC)
INTERPRETASI HASIL Faal Paru Normal :
- VC dan FVC >80% dari nilai prediksi
- FEV1 >80% dari nilai prediksi
- Rasio FEV1/FVC >70%

Gangguan Faal Paru Restriksi :

- VC atau FVC <80% dari nilai prediksi


- Restriksi ringan jika VC atau FVC 60% - 80%
- Restriksi sedang jika VC atau FVC 30% -59%
- Restriksi berat jika VC atau FVC <30%

Gangguan Faal Paru Obstruksi :

- FEV1 <80% dari nilai prediksi


- Rasio FEV1/FVC <70%
- Obstruksi ringan jika rasio FEV1/FVC 60% - 80%
- Obstruksi sedang jika rasio FEV1/FVC 30% -59%
- Obstruksi berat jika rasio FEV1/FVC <30%

FEV1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk


menilai beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit.
b) Foto Thorax
Foto thorax PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit
paru lain. CT scan juga dapat dilakukan bila ada kecurigaan tumor
paru.

9
KESIMPULAN
Seorang laki-laki berusia 23 tahun mengalami sesak nafas yang disertai dengan
kebingungan dan sakit kepala. Dari pemeriksaan fisik, diketahui frekuensi napas 28 x/menit,
letargis, bibir berwarna merah cerah. Kadar karbon hemoglobin meningkat dalam serum dan
dokter mendiagnosa pasien mengalami Hipoksia et causa karbonmonoksida. Hal ini
disebabkan oleh perapian di basement pasien yang menyebabkan kadar CO di udara sekitar
pasien meningkat. Hemoglobin dalam darah cenderung lebih kuat mengikat CO
dibandingkan O2 yang menyebabkan tidak tercukupinya asupan O 2 ke seluruh tubuh dan
tersebarnya toksik HbCO ke seluruh tubuh.

10
DAFTAR PUSTAKA
Antariksa, B., Susanthy D., Pradjnaparamita., Joko R., Faisal Y., Suradi., Dianiati K. S.,
Wiwien H. W., Ida B. N. R, 2011. PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik) Diagnosis
dan Penatalaksanaan. Jakarta : Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.
Djaharuddin, I. (2017). Ketrampilan Klinis Uji Faal Paru (Spirometri). Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin, 1–6.
Dr. R. Darmanto Djojodibroto, S. F. (2020). RESPIROLOGI (Respiratory Medicine) (3 ed.).
(d. Y. Suyono, Ed.) Jakarta: EGC.
Pahal P, Avula A, Sharma S. Emphysema. [Updated 2023 Jan 26]. In: StatPearls [Internet].
Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2023 Jan-.
Sari, M. A., & Nurromdhoni, I. (2021). Penyakit Paru Obstruktif Kronis: Laporan Kasus.
Proceeding Book National Symposium and Workshop Continuing Medical Education
XIV, 448–461.
Sherwood, L. (2014). Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta: Buku.
Widysanto A, Mathew G. Chronic Bronchitis. [Updated 2022 Nov 28]. In: StatPearls
[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2023 Jan-.

11

Anda mungkin juga menyukai