Oleh :
SINDY FAJRINA
113121044
B. ETIOLOGI
1. Asap rokok
a. Perokok aktif.
b. Perokok pasif.
2. Polusi udara
a. Polusi di dalam ruangan- asap rokok - asap kompor.
b. Polusi di luar ruangan- gas buang kendaraan bermotor, debu
jalanan.
3. Polusi di tempat kerja (bahan kimia, zat iritasi, gas beracun)
a. Infeksi saluran nafas bawah berulang.
D. KLASIFIKASI
1. Bronkitis kronik
Bronchitis Kronis merupakan gangguan klinis yang ditandai dengan
pembentukan mucus yang berlebihan dalam bronkus dan
termanifestasikan dalam bentuk batuk kronis dan pembentuk sputum
selama 3 bulan dalam setahun, paling sedikit 2 tahun berturut-turut
(Bruner & Suddarth, 2012).
2. Emfisiema paru
Perubahan anatomis parenkim paru yang ditandai pelebaran dinding
alveolus, duktus alveolaris dan destruksi dinding alveolar (Bruner &
Suddarth, 2012).
3. Asma bronchial
Suatu penyakit yang ditandai dengan tanggap reaksi yang meningkat
dari trachea dan bronkus terhadap berbagai macam rangsangan dengan
manifestasi berupa kesukaran bernafas yang disebabkan oleh
peyempitan yang menyeluruh dari saluran nafas (Bruner & Suddarth,
2012).
E. PATOFISIOLOGI
Pada Bronkitis Kronik terjadi penyempitan saluran nafas,
penyempitan ini dapat mengakibatkan Obstruksi jalan nafas dan
menimbulkan sesak. Pada Bronkitis Kronik, saluran pernafasan kecil yang
berdiameter kurang dari 2 mm menjadi lebih sempit. Berkelok-kelok, dan
berobliterasi. Penyempitan ini terjadi karena Metaplasisel goblet. Saluran
nafas besar juga menyempit karena Hipertropi dan Hiperplasi kelenjar
mukus.
Pada Emfisema paru penyempitan saluran nafas disebabkan oleh
berkurangnya elastisitas paru-paru. Pada Emfisema beberapa faktor
penyebab Obstruksi jalan nafas yaitu: Inflamasi dan pembengkakan
Bronki, produksi lendir yang 10 berlebihan, kehilangan rekoil elastik jalan
nafas, dan Kolaps Bronkiolus serta redistribusi udara alkeoli yang
berfungsi. Karena dinding alveoli mengalami kerusakan, area permukaan
alveolar yang kontak langsung dengan kapiler paru secara kontinu
berkurang mengakibatkan kerusakan difusi oksigen. Kerusakan difusi
oksigen mengakibatkan Hipoksemia.
Pada tahap akhir, eliminasi karbondioksida mengalami kerusakan
mengakibatkan peningkatan tekanan karbon dalam darah arteri
(Hiperkapnia) dan menyebabkan asidosis respirastorius individu dengan
Emfisema mengalami Obstruksi Kronik kealiran masuk dan kealiran
keluar dari paru. Untuk mengalirkan udara ke dalam dan keluar paru-paru,
dibutuhkan tekanan negatif selama inspirasi dan tekanan positip dalam
tingkat yang adekuat harus dicapai dan dipertahan selama ekspirasi.
F. PATHWAY
Pembesaran alveoli
Hipoksia Penurunan
nafsu makan
Sesak
Devicit Nutrisi
Pola napas tidak
efektif
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Anamnesis
a. Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala
pernapasan.
b. Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja.
c. Riwayat penyakit emfisema pada keluarga .
d. Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, misalnya berat
badan lahir rendah (BBLR), infeksi saluran napas berulang,
lingkungan asap rokok dan polusi udara.
e. Batuk berulang dengan atau tanpa bunyi mengi.
2. Pemeriksaan fisik.
3. Foto Torak PA dan Lateral
Foto torak PA dan Lateral berguna untuk menyingkirkan
kemungkinan penyakit paru lain. Pada penderita emfisema dominan
didapatkan gambaran hiperinflasi, yaitu diafragma rendah dan rata,
hiperlusensi, ruang retrosternal melebar, diafragma mendatar, dan
jantung yang menggantung/penduler (memanjang tipis vertikal).
Sedangkan pada penderita bronkitis kronis dominan hasil foto thoraks
dapat menunjukkan hasil yang normal ataupun dapat terlihat corakan
bronkovaskuler yang meningkat disertai sebagian bagian yang
hiperlusen.
4. Analisa Gas Darah(AGD)
Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun, timbul
sianosis, terjadi vasokonstriksi vaskuler paru dan penambahan
eritropoesis. Hipoksia yang kronik merangsang pembentukan
eritropoetin sehingga menimbulkan polisitemia. Pada kondisi umur 55-
60 tahun polisitemia menyebabkan jantung kanan harus bekerja lebih
berat dan merupakan salah satu penyebab payah jantung kanan.
5. Pemeriksaan Sputum
Untuk mengetahui petogen penyebab infeksi.
6. Pemeriksaan Darah Rutin.
7. Pemeriksaan Electrocardiogram (EKG).
H. PENATALAKSANAAN
1. Menghentikan merokok, menghindari polusi udara.
2. Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.
3. Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi
antimikroba tidak perlu diberikan. Pemberian antimikroba harus tepat
sesuai dengan kuman penyebab infeksi yaitu sesuai hasil uji
sensitivitas atau pengobatan empirik.
4. Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator. Penggunaan
kortikosteroid untuk mengatasi proses inflamasi (bronkospasme) masih
controversial.
5. Pengobatan simtomatik.
6. Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul.
7. Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberikan
dengan aliran lambat 1 – 2 liter/menit
I. PENGKAJIAN
Data Subjektif dan Data Objektif yang biasanya ditemukan pada pasien
PPOK yaitu:
1. Data Subyektif
a. Batuk tidak efektif atau tidak batuk.
b. Nafas terasa berat, dalam, dan lambat.
c. Badan lemas disertai pusing.
d. Kurang nafsu makan dan berat badan turun.
e. Selalu terjaga pada malam hari.
2. Data Objektif
a. Pernafasan dilakukan dengan usaha dan tampak adanya bantuan
otot-otot pernafasan.
b. Dispneu, takipneu.
c. Batuk nonproduktif ataupun produktif disertai sputum kental.
d. Sianosis, takikardi, gelisah, pulse paradoksus.
e. Kelainan pada bentuk dada.
f. Fase ekspirasi memanjang.
g. Bendungan vena jugularis.
h. Suara nafas ronchii atau wheezing.
i. Klien tampak kepayahan, gelisah.
J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologi
2. Pola nafas tidak efektif b.d hambatan upaya napas
3. Devicit nutrisi b.d factor psikologis (keengganan makan)
K. INTERVENSI KEPERAWATAN