Limfadenitis TB
FAKULTAS KEDOKTERAN
Cover…………………………………………………………………………………………......01
Daftar isi……………………………………………………………………………….......……..02
I. Skenario………………………………………………………..............………………. 03
III. Problem…………………………………………………...........………………………...05
IV. Pembahasan……………………………......……………………………………………..06
Daftar Pustaka…………………………………………………………………………......…….34
2
BAB I
SKENARIO lII
Tn.Tarjo usia 45 tahun, datang ke poliklinik dengan keluhan adanya benjolan di leher.
Pasien juga mengeluhkan adanya batuk berdahak, berwarna hijau kekuningan, dan sesak
yang dirasakan sejak 7 bulan.
3
BAB II
KATA KUNCI
1. Benjolan di leher
2. Batuk berdahak
3. Berwarna hijau kekuningan
4. Sesak
4
BAB III
Rumusan Masalah
5
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Batasan
6
Berbagai struktur leher kompak diatur dengan penggambaran yang ketat. Sistem
saraf dengan saraf tulang belakang dan saraf terletak di bagian belakang tertutup dalam
kandang dari delapan tulang yang disebut tulang leher. Serba guna sendi dalam dua
pertama tulang leher membawa mengangguk dan samping gerakan kepala dengan
bantuan trapezius dan sternokleidomastoid otot . Sendi antara sisa tulang leher tidak
mengizinkan banyak gerakan dan memberikan stabilitas pada saraf tertutup.
Tenggorokan, yang terdiri dari faring dan laring, adalah bagian umum untuk
makanan dan udara, yang terletak di depan tulang leher. Tenggorokan memanjang ke
bawah ke dalam esofagus dan trakea.
Trakea terletak di depan leher dan membawa pesawat dari tenggorokan ke paru-
paru. Laring adalah pintu masuk khusus trakea yang menciptakan suara dari angin.
Selama menelan, laring bergerak ke atas – hal ini dapat dilihat dari bergerak dari bagian
yang menonjol dari laring tulang rawan atas – jakun. Epiglotis adalah lipatan jaringan
yang menutup laring selama menelan, sehingga tidak memungkinkan makanan masuk ke
trakea.
Pembuluh darah terletak di kedua sisi trakea dan esofagus. Pembuluh karotis
mengambil darah beroksigen ke otak dan urat nadi membawa darah terdeoksigenasi dari
otak. Sebuah set alternatif pembuluh yang memasok darah ke otak melalui tulang
belakang dan disebut arteri vertebralis. Oleh karena itu, penyakit tulang belakang dapat
menyebabkan gejala penyakit otak akibat suplai darah yang tidak memadai ke otak.
7
B. Histologi
Histologi dari region thorax terdapat otot, tulang, jaringan lemak, kulit, dll. Pada otot
region thorax di dominasi oleh otot bergaris dibandingkan otot polos dan otot jantung. Pada otot
bergaris Otot rangka (lurik) secara umum berwarna merah muda, sebagian disebabkan oleh
pigmen mioglobin dalam serat otot dan vaskularisasi di dalam otot itu sendiri. Variasi antara otot
‘merah’ ataupun ‘putih’ disebabkan oleh banyaknya pigmen tersebut dalam serat otot. Serat otot
rangka berbentuk silindris panjang dan berinti banyak dengan ujung serat otot meruncing atau
agak membulat pada ujung otot (mendekati tendon). Kekuatan kontraksi otot ini dipengaruhi
oleh banyaknya serat otot (sebagai unit fungsional kontraksi), bukan oleh panjangnya serat otot.
Contohnya: pada otot pengatur gerak bola mata; serat ototnya mengandung puluhan hingga
ratusan serat otot, berbeda pada otot pada daerah femur; serat ototnya mengandung ratusan tibu
serat otot.
Tiap gelendong otot dibungkus oleh jaringan ikat yaitu epimisium, yang tampak sebagai
selubung putih di sekitar otot. Di dalamnya, terdapat serat-serat otot yang tersusun dalam
fasikulus. Diantara fasikulus. Setiap fasikulus tersebut dikelilingi oleh jaringan ikat yang sama
yaitu perimisium. Di dalam fasikulus, setiap serat otot dibungkus oleh jaringan ikat bernama
endomisium. Struktur tambahan berupa arteri, vena, dan neuron menyelinap diantara jaringan
ikat pada otot. Nukleus ditemukan di pinggir serat otot. Otot rangka ini memiliki multinukleus
karena berasal dari fusi beberapa nukleus dari mioblas. Jadi satu serat otot rangka terbentuk dari
beberapa myoblast.
Pada kulit terdapat beberapa lapisan kulit mulai dari epidermis, dermis dan hypodermis.
Pada epidermis tersusun atas sel berlapis kubis yang saling berhubungan. Pada dermis terdapat
papillary layer dan reticular layer. Dan pada hypodermis banyak mengandung jaringan adipose
yang tersusun atas lemak.
8
Gambar ; struktur kulit Gambar ; otot bergaris
Bronchus
Bronchus terdiri dari bronchus primer, sekunder dan tersier. Terdapat dua percabangan
dari bronchus primer yang terbagi menjadi bronchus primer kiri dan kananyang masing-masing
akan masuk ke paru-paru bagian kanan dan kiri. Bronchus kanan bentuknya lebih vertical,
pendek dan lebar dibandingkan dengan bronchus kiri.
Beberapa struktur yang berubah pada bronchial tree, yaitu:
a. Membrane mukosa berubah dari sel epitel pseudostratified columnar bersilia dengan
beberapa sel goblet di bronkhiolus lebih besar di bronchus primer, sekunder dan tersier
menjadi epitel simple columnar bersilia tanpa sel goblet di bronkhiolus yang lebih kecil,
kemudian ke epitel simple kuboidal tak bersilia.di terminal bronkhiolus.
b. Piringan kartilago perlahan digantikan oleh cincin kartilago incomplete di bronchus
primer dan akhirnya menghilang di bronkhiolus distal.
c. Peningkatan jumlah dari smooth muscle. Smooth muscle mengelilingi lumen di spiral
band.
Bronkhiolus
9
Alveolus
Alveolus adalah sebuah kantung yang berbentuk cup yang dilapisi oleh epitel simple
squamous dan ditopang oleh thin elastic basement membrane. Dinding dari alveolus memiliki
dua macam tipe sel. Sel alveolus tipe I adalah sel epitel selapis gepeng yang membentuk a nearly
continuous lining of the alveolar wall dan merupakan sel yang paling banyak. Sel alveolus tipe
II yang juga disebut septal sel adalah sel epitel cuboidal atau round dengan free surface yang
berisi microvilli. Juga terdapat alveolar makrofag pada dinding alveolus yang memfagosit dust
particle dan debris lainnya dari alveolar space. Juga terdapat fibroblast yang memproduksi
reticular dan elastic fiber.
Limfonodi berbentuk kecil lonjong atau seperti kacang dan terdapat di sepanjang
pembuluh limfe. Kerjanya sebagai penyaring dan dijumpai di tempat-tempat terbentuknya
limfosit. Kelompok-kelompok utama terdapat di dalam leher, axial, thorax, abdomen, dan lipat
paha.
10
sebuah kelenjar limfe mempunyai pinggiran cembung dan yang cekung. Pinggiran yang
cekung disebut hilum. Sebuah kelenjar terdiri dari jaringan fibrous, jaringan otot, dan jaringan
kelenjar. Di sebelah luar, jaringan limfe terbungkus oleh kapsul fibrous. Dari sini keluar tajuk-
tajuk dari jaringan otot dan fibrous, yaitu trabekulae, masuk ke dalam kelenjar dan membentuk
sekat-sekat. Ruangan diantaranya berisi jaringan kelenjar, yang mengandung banyak sel darah
putih atau limfosit.
C. Fisiologi
Udara dapat masuk atau keluar paru-paru karena adanya tekanan antara udara luar dengan
udara dalam paru-paru. Perbedaan tekanan ini terjadi disebabkan oleh karena terjadinya
perubahan besar kecilnya rongga dada, rongga perut, dan rongga alveolus. Perubahan besarnya
rongga ini terjadi karena pekerjaan otot-otot pernafasan, yaitu otot antara tulang rusuk dan otot
diafragma. Berdasarkan kegiatan otot-otot pernafasan tersebut, maka pernafasan dibedakan
menjadi dua, yaitu pernafasan dada dan pernafasan perut.
11
a. Pernafasan Dada
b. Pernafasan Perut
Pada saat kita bernafas, terjadi dua hal yang selalu terjadi bergantian, yaitu menarik nafas
(inspirasi) dan menghembuskan nafas (ekspirasi). Satu kali inspirasi dan satu kali ekspirasi inilah
yang disebut satu kali bernafas. Inspirasi terjadi karena terdapat selisih tekanan udara di luar
tubuh dengan tekanan udara dalam paru-paru, maka udara akan mengalir dari tempat yang
bertekanan tinggi ke tempat yang bertekanan lebih rendah, akibatnya udara masuk ke dalam
paru-paru.
a. Mekanisme Inspirasi
Sewaktu inspirasi terjadi pembesaran dinding dada ke arah ventrodorsalis dan lateralis.
Pengembangan dada ini dimungkinkan karena mobilitas artikulasio kostovertebralis, elastisitas
rawan iga, dan karena sedikit bertambahnya kifosis kolumna vertebralis. Dapat dijelaskan
bahwa, sebelum menarik nafas (inspirasi), kedudukan diafragma melengkung ke arah rongga
dada, dan otot-ototnya dalam keadaan mengendur. Bila otot diafragma berkontraksi, maka
diafragmanya akan mendatar. Pada waktu inspirasi maksimum, otot antar tulang rusuk
(interkostal) berkontraksi sehingga tulang rusuk terangkat. Keadaan ini akan menambah
besarnya rongga dada. Mendatarnya diafragma dan terangkatnya tulang rusuk menyebabkan
rongga dada bertambah besar, diikuti mengembangnya paru-paru, sehingga udara luar melalui
12
hidung, trakea, terus ke bronkus, kemudian masuk ke paru-paru. Otot-otot yang berperan dalam
inspirasi adalah diafragma (otot primer inspirasi), mm.intercostalis eksterna (otot komplementer
inspirasi), dan otot-otot leher, yakni: m.skalenus dan m.sternokleidomastoideus, keduanya
berperan pada inspirasi paksa dengan mengangkat sternum dan dua iga pertama, dengan kata lain
memperbesar bagian atas rongga toraks.
b. Mekanisme Ekspirasi
Ekspirasi terjadi akibat proses pasif dengan melemasnya otot-otot inspirasi sehingga
rongga dada dan paru kembali ke ukuran prainspirasi. Dapat dijelaskan bahwa, bila otot
antartulang rusuk (interkostal) dan otot diafragma mengendur, maka diafragma akan melengkung
ke arah rongga dada lagi, dan tulang rusuk akan kembali ke posisi semula. Kedua hal tersebut
menyebabkan rongga dada mengecil, akibatnya udara dalam paru-paru terdorong ke luar. Inilah
yang disebut dengan mekanisme ekspirasi. Pada ekspirasi paksa, otot-otot yang berperan adalah
otot-otot abdomen dan mm.intercostalis interna.
Gaya yang menggerakkan rangka dada secara umum oleh mm. Intercostals dan mm.
Scalene. Otot-otot tersebut merupakan otot metametrik primitive yang harus dimasukkan ke
dalam golongan otot autochthonus dada. Termasuk pula mm. Tranversus thoracis dan
mm.subcostales. Otot-otot tersebut disarafi oleh rami anteriores N.spinalis dan N.Intercostalis.
D. Patofisiologi
Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di jaringan paru,
dimana ia akan membentuk suatu sarang pneumonik, yang disebut sarang primer atau afek
primer. Sarang primer ini mugkin timbul di bagian mana saja dalam paru, berbeda dengan sarang
reaktivasi. Dari sarang primer akan kelihatan peradangan saluran getah bening menuju hilus
(limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus
(limfadenitis regional).Afek primer bersama-sama dengan limfangitis regional dikenal sebagai
kompleks primer. Kompleks primer ini akan mengalami salah satu nasib sebagai berikut : 1.
Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad integrum) 2. Sembuh
dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon, garis fibrotik, sarang perkapuran di
hilus) 3. Menyebar dengan cara : a. Perkontinuitatum, menyebar kesekitarnya Salah satu contoh
adalah epituberkulosis, yaitu suatu kejadian dimana terdapat penekanan bronkus, biasanya
bronkus lobus medius oleh kelenjar hilus yang membesar sehingga menimbulkan obstruksi pada
13
saluran napas bersangkutan, dengan akibat atelektasis. Kuman tuberkulosis akan menjalar
sepanjang bronkus yang tersumbat ini ke lobus yang atelektasis dan menimbulkan peradangan
pada lobus yang atelektasis tersebut, yang dikenal sebagai epituberkulosis. b. Penyebaran secara
bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke paru sebelahnya. Penyebaran ini juga terjadi ke
dalam usus. Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Kejadian penyebaran ini sangat
bersangkutan dengan daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi basil. Sarang yang ditimbulkan
dapat sembuh secara spontan, akan tetapi bila tidak terdapat imuniti yang adekuat, penyebaran
ini akan menimbulkan keadaan cukup gawat seperti tuberkulosis milier, meningitis tuberkulosa,
typhobacillosis Landouzy. Penyebaran ini juga dapat menimbulkan tuberkulosis pada alat tubuh
lainnya, misalnya tulang, ginjal, anak ginjal, genitalia dan sebagainya. Komplikasi dan
penyebaran ini mungkin berakhir dengan :
D. Patomekanisme
Ada banyak factor yang dapat menyebabkan timbulnya benjolan pada leher, seperti
trauma,infeksi, hormon, neoplsma dan kelainan herediter. Faktor-faktor ini bekerja dengan
caranya masing-masing dalam menimbulkan benjolan. Hal yang perlu di tekankan adalah tidak
selamanya benjolan yang ada pada leher timbul karena kelainan yang ada pada leher. Tidak
jarang kelainan itu justru berasal dari kelainan sisitemik seperti limfoma dan TBC.
Hampir semua struktur yang ada di leher dapat mengalami benjolan entah itu kelenjar
tiroid, paratiroid dan getah bening, maupun benjolan yang berasal dari struktur jaringan lain
seperti lemak, otot dan tulang.
Infeksi dapat menyebabkan timbulnya benjolan pada leher melalui beberapa cara yang di
antaranya berupa benjolan yang berasal dari invasi bakteri langsung pada jaringan yang terserang
secara langsung maupun benjolan yang timbul sebagai efek kerja imunitas tubuh yang
bermanifestasi pada pembengkkan kelenjar getah bening.
Jika jaringan tubuh manusia terkena rangsangan berupa trauma dan reaksi imun, maka
otomatis sel-sel akan mengalami gangguan fisiologis. Sebagai responnya, sel tubuh terutama
mast sel dan basofil akan mengalami granulasian mengeluarkan mediator radang berupa
histamine, serortonin, bradikinin, sitokinberupa IL-2,IL-6 dan lain-lain. Mediator-mediator
radang ini terutama histamine akan menyebabkan dilatasi arteriola dan meningkatkan
14
permeabilitas venula serta pelebaran intra endothelia juntion. Hal ini mengakibatkan cairan yang
ada dalam pembuluh darah keluar kejaringan sekitarnya sehingga timbul benjolan pada daerah
yang terinfeksi ataupun terkena trauma. Infeksi dapat menimbulkan pembesaran kelenjar limfe
karena apabila mekanisme pertahanan tubuh berfungsi baik, sel-sel pertahanan tubuh seperti
makrofag, neutrofil dan sel T akan berupaya memusnahkan agar infeksi usitu sendiri berupaya
untuk menghanurkan sel-sel tubuh terutama eritrosit agar bias mendapatkan nutrisi. Kedua upaya
perlawanan ini akan mengakibatkan pembesaran kelenjar limfe karena bekerja keras untuk
memproduksi sel limfoid maupun menyaring sel tubuh yang mengalami kerusakan dan agen
infeksius yang masuk agar tidakmenyebarke organ tubuh lain.
Sedangkan mekanisme timbulnya benjolan akibat neoplasma entah itu di otot, sel
limfoid, tulang mau kelenjar secara umum hamper sama. Awalnya terjadi dysplasia dan
metaplasia padasel matur akibat berbagai factor sehingga diferensiasi sel tidak lagi sempurna.
Displasia inimenimbulkan sejumlah kelainan fisiologis molekuler seperti peningkatan laju
pembelahan sel dan inaktifasi mekanisme bunuh diri sel terprogram. Hal ini berakibat pada
proliferasi sel tak terkendali yang bermanifestasi pada timbulnya benjolan pada jaringan.
Neoplasma dapat terjadi pada semua sel yang ada di leher entah itu kelenjar tiroid- adenoma
tiroid, lemak-lipoma, kartilago-kondroma, jaringan limfe – limfoma maupun akibat dari
metastase kanker dari organ di luar leher.
Timbulnya benjol unilateral dikarenakan sel yang abnormal berdiferensiasi di sisi sinistra
dan tidak bilateral. Sel berdiferensiasi dan membentuk angiogenesis tumor. Proliferasi sel tumor
akan membentuk masa yang dapat menekan jaringan sekitarnya. Jaringan yang tertekan akan
menjadi atrofik. Tumor di leher dapat menekan trachea dan bias mengganggu pernafasan
-TBC paru
15
Ketika bakteri TB masuk ke dalam tubuh, bakteri tersebut bisa bersifat tidak aktif untuk
beberapa waktu sebelum kemudian menyebabkan gejala-gejala TB. Pada kasus ini, kondisi
tersebut dikenal sebagai tuberkulosis laten. Sedangkan TB yang langsung memicu gejala dikenal
dengan istilah tuberkulosis aktif.
Selain gejala utama berupa batuk berdahak yang berlangsung lebih dari 21 hari, tuberkulosis juga
memiliki gejala-gejala lain. Di antaranya:
Orang dengan sistem kekebalan tubuh yang menurun, misalnya pengidap HIV/AIDS,
diabetes atau orang yang sedang menjalani kemoterapi.
Orang yang mengalami malanutrisi atau kekurangan gizi.
Pecandu narkoba.
Para perokok.
Para petugas medis yang sering berhubungan dengan pengidap TB.
Diagnosis TB
Tuberkulosis termasuk penyakit yang sulit untuk dideteksi, terutama pada anak-anak.
Dokter biasanya menggunakan beberapa cara untuk mendiagnosis penyakit ini, antara lain:
Rontgen dada.
Tes Mantoux.
Tes darah.
Tes dahak.
16
Pengobatan TB
Langkah pengobatan yang digunakan adalah pemberian antibiotik yang harus dihabiskan
oleh pengidap TB selama jangka waktu tertentu sesuai resep dokter.Jenis-jenis antibiotik yang
digunakan adalah isoniazid, rifampicin, pyrazinamide dan ethambutol. Sama seperti semua obat-
obat lain, antibiotik untuk TB juga memiliki efek samping, terutama rifampicin dan ethambutol.
Rifampicin dapat menurunkan keefektifan alat kontrasepsi yang mengandung hormon.
Sedangkan ethambutol dapat memengaruhi kondisi penglihatan pengidap.
-Limfoma
Limfoma adalah salah satu jenis kanker darah yang terjadi ketika limfosit B atau T, yaitu
sel darah putih yang menjaga daya tahan tubuh, menjadi abnormal dengan membelah lebih cepat
dari sel biasa atau hidup lebih lama dari biasanya.
Limfoma digolongkan dalam jenis Hodgkin jika dokter mendeteksi adanya sel abnormal
Reed-Sternberg dalam sel kanker. Sementara limfoma tanpa sel abnormal tersebut termasuk
dalam kategori limfoma non-Hodgkin.
Gejala limfoma
Gejala utama yang dialami pengidap limfoma adalah tumbuhnya benjolan. Benjolan ini
tidak terasa sakit dan umumnya muncul pada leher, ketiak, dan selangkangan. Selain benjolan,
ada beberapa gejala yang mungkin dirasakan pengidap. Indikasi-indikasi tersebut biasanya
meliputi:
17
Tidak nafsu makan.
Pembengkakan pada perut.
Sakit perut.
Batuk yang tidak kunjung sembuh.
Gangguan pernapasan.
Sakit dada.
Penyebab limfoma
Limfoma terjadi karena adanya perubahan atau mutasi pada DNA sel-sel limfosit
sehingga pertumbuhannya menjadi tidak terkendali. Penyebab di balik mutasi tersebut belum
diketahui secara pasti. Tetapi ada beberapa hal yang diduga dapat meningkatkan risiko seseorang
untuk terkena limfoma. Faktor-faktor risiko tersebut meliputi:
Usia. Sebagian besar limfoma Hodgkin terjadi pada pengidap yang berusia 15-30 tahun
dan lansia di atas 55 tahun. Sedangkan risiko limfoma non-Hodgkin akan meningkat
seiring usia, khususnya lansia berusia di atas 60 tahun.
Faktor keturunan. Risiko Anda untuk terkena limfoma akan meningkat jika Anda
memiliki anggota keluarga inti (ayah, ibu, atau saudara kandung) yang menderita jenis
kanker yang sama.
Pernah tertular virus Epstein-Barr atau EBV. Virus ini menyebabkan demam kelenjar.
Orang yang pernah mengalami demam kelenjar lebih berisiko mengalami limfoma
Hodgkin.
Sistem kekebalan tubuh yang lemah, misalnya karena mengidap HIV atau menggunakan
obat imunosupresan.
Jenis kelamin. Limfoma lebih sering menyerang pria dibandingkan dengan wanita.
Diagnosis limfoma
Menanyakan gejala-gejala yang dialami pasien merupakan langkah awal diagnosis pada
semua penyakit, termasuk limfoma. Riwayat kesehatan Anda dan pemeriksaan fisik juga akan
18
Anda jalani. Jika menduga Anda mengidap limfoma, dokter akan menganjurkan beberapa
pemeriksaan atau tes untuk memastikan diagnosis. Langkah pemeriksaan tersebut meliputi:
Tes darah dan urine. Melalui langkah ini, dokter akan mengetahui kondisi kesehatan
Anda secara keseluruhan.
X-ray, CT, MRI, dan PET scan. Pemeriksaan ini digunakan untuk melihat tingkat
penyebaran limfoma.
Biopsi untuk mengambil sampel kelenjar getah bening yang membengkak serta sumsum
tulang.
Pengobatan limfoma
Radioterapi.
Obat-obatan steroid.
Terapi biologis, contohnya obat rituximab. Obat ini akan menempelkan diri pada sel-sel
kanker lalu merangsang sistem kekebalan tubuh untuk menyerang dan membunuhnya.
Transplantasi sumsum tulang. Langkah ini dibutuhkan bagi penderita limfoma yang
mengalami kerusakan sumsum tulang akibat kemoterapi dosis tinggi.
-Limfadenitis TB
Limfadenitis adalah peradangan pada kelenjar limfe atau getah bening. Jadi, limfadenitis
tuberkulosis (TB) merupakan peradangan pada kelenjar limfe atau getah bening yang disebabkan
oleh basil tuberkulosis. limfadenitis TB (adenitis tuberkulosis) merupakan peradangan
granulomatosa spesifik kronis pada kelenjar getah bening dengan nekrosis kaseasi, yang
disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis atau Mycobacterium bovis.
19
mengembangkan nekrosis caseous pusat dan cenderung menjadi konfluen, menggantikan
jaringan limfoid.
Gejala Limfadenitis
Jika muncul limfadenitis berarti kelenjar getah bening mengalami infeksi, baik yang
berasal dari kelenjar itu sendiri maupun karena komplikasi dari infeksi di bagian tubuh lain. Dua
hal yang bisa dirasakan ketika limfadenitis terjadi adalah kelenjar getah bening terasa nyeri dan
permukaan kulit di atasnya merah, ukuran kelenjar getah bening bisa membengkak hingga lebih
besar dari kacang polong.
Tanda-tanda yang paling menonjol adalah benjolan tanpa rasa sakit yang berlangsung
lama, terdapat pada daerah kelenjar getah bening yang terkena, misalnya di leher atau di
ketiak.
Benjolan terus-menerus tumbuh baik ukuran maupun jumlahnya. Di dalam kelenjar getah
bening yang terkena ada proses kematian sel-sel atau disebut area necrosis yang bisa
membentuk cairan kental berupa nanah. Benjolan atau massa ini disebut sebagai “abses
dingin”, karena tidak seperti abses lainnya, pada TBC kelenjar tidak ada warna
kemerahan lokal yang menyertainya atau rabaan hangat pada pembengkakan.
Seiring perkembangan penyakit, kulit menjadi terlibat, massa semakin besar menyebar ke
kulit dan bisa pecah, membentuk saluran dan luka terbuka (koreng).
Pada penyakit TBC kelenjar, selain pembengkakan biasanya disertai dengan Gejala
Penyakit TBC lainnya, seperti demam, menggigil, lemah dan penurunan berat badan di
sekitar 43% pasien.
Gejala umum yang muncul bersama limfadenitis bila terdapat infeksi di bagian tubuh lain
adalah:
Mengalami infeksi saluran pernapasan atas. Limfadenitis biasa disertai pilek, nyeri
tenggorokan, dan demam.
Pembengkakan kelenjar getah bening di seluruh tubuh.
Pembengkakan tangan dan kaki, bisa menandakan terhalangnya aliran dari kelenjar getah
bening.
Kelenjar getah bening mengalami pengerasan, kaku, dan membesar. Hal ini bisa
mengindikasikan adanya tumor.
Demam dan berkeringat pada malam hari
Penyebab Limfadenitis
20
Umumnya penyebab terjadinya limfadenitis adalah terjadinya infeksi, baik infeksi virus,
bakteri, atau parasit. Berikut ini jenis-jenis infeksi yang bisa menyebabkan terjadinya
pembengkakan kelenjar getah bening:
Infeksi umum, seperti infeksi telinga, abses gigi, mononukleosis, infeksi kulit atau luka,
HIV, campak, radang tenggorokan.
Infeksi khusus, seperti TBC, beberapa penyakit menular seksual, toksoplasmosis, infeksi
bakteri dari cakaran dan gigitan kucing.
Diagnosis Limfadenitis
Diagnosis merupakan langkah dokter untuk mengidentifikasi penyakit atau kondisi yang
menjelaskan gejala dan tanda-tanda yang dialami oleh pasien. Untuk mendiagnosis limfadenitis,
selain memeriksa catatan kesehatan penderita, dokter akan melakukan beberapa pemeriksaan
berikut:
Pemeriksaan fisik. Dokter akan memeriksa ukuran, kekenyalan, suhu dan tekstur dari
kelenjar getah bening yang berada dekat dengan permukaan kulit.
Uji darah. Pemeriksaan darah akan dilakukan untuk mengetahui penyebab limfadenitis.
Uji pencitraan. Pencitraan sinar-X atau CT Scan di bagian tubuh yang terinfeksi akan
membantu dokter untuk mengetahui sumber infeksi.
Biopsi kelenjar getah bening. Dokter akan mengambil sebagian atau seluruh kelenjar
getah bening untuk diperiksa di laboratorium jika tidak bisa mendiagnosis dengan cara
lain.
Pengobatan Limfadenitis
Limfadenitis yang disebabkan virus biasanya akan sembuh dengan sendirinya ketika
infeksi virus sudah diobati. Beberapa jenis pengobatan limfadenitis adalah:
- Limfoma
Gejala utama yang dialami pengidap limfoma adalah tumbuhnya benjolan. Benjolan ini
tidak terasa sakit dan umumnya muncul pada leher, ketiak, dan selangkangan. Selain benjolan,
ada beberapa gejala yang mungkin dirasakan pengidap. Gejala lain yaitu:
22
- Limfadenitis TB
Dua hal yang bisa dirasakan ketika limfadenitis terjadi adalah kelenjar getah bening terasa nyeri
dan permukaan kulit di atasnya merah, ukuran kelenjar getah bening bisa membengkak hingga
lebih besar dari kacang polong.
Gejala umum yang muncul bersama limfadenitis bila terdapat infeksi di bagian tubuh lain
adalah:
Mengalami infeksi saluran pernapasan atas. Limfadenitis biasa disertai pilek, nyeri
tenggorokan, dan demam.
Pembengkakan kelenjar getah bening di seluruh tubuh.
Pembengkakan tangan dan kaki, bisa menandakan terhalangnya aliran dari kelenjar getah
bening.
Kelenjar getah bening mengalami pengerasan, kaku, dan membesar. Hal ini bisa
mengindikasikan adanya tumor.
Demam dan berkeringat pada malam hari
23
-perkusi : sonor pada ke – 2 lapangan paru
-askultasi : suara nafas vesikuler kanan dan kiri sama (+) , wheezing (-)
2. Jantung :
- Inspeksi : ikhtus cordis tidak terlihat
- Palpasi : ikhtus cordis tidak teraba
- Perkusi : tidak ada pembesaran jantung
- Askultasi : suara jantung normal (tidak ada suara tambahan)
3. Abdomen:
4.Extremitas
24
BAB V
Dari gejala yang di alami oleh Tn.Tarjo 45 tahun, terdapat benjolan di leher. Pasien
juga mengeluhkan adanya batuk berdahak, berwarna hijau kekuningan, dan sesak yang dirasakan
sejak 7 bulan. Maka hipotesis awal kami adalah :
Limfoma
Limfoma adalah kanker yang muncul dalam sistem limfatik yang menghubungkan noda
limfa atau kelenjar getah bening di seluruh tubuh.Sistem limfatik termasuk bagian penting dalam
sistem kekebalan tubuh manusia. Sel-sel darah putih limfosit dalam sistem limfatik akan
membantu pembentukan antibodi tubuh untuk memerangi infeksi. Tetapi jika sel-sel limfosit B
dalam sistem limfatik diserang kanker, sistem kekebalan tubuh penderita akan menurun sehingga
rentan mengalami infeksi.
Limfadenitis TB
Limfadenitis adalah peradangan pada kelenjar limfe atau getah bening. Jadi, limfadenitis
tuberkulosis (TB) merupakan peradangan pada kelenjar limfe atau getah bening yang
disebabkan oleh basil tuberkulosis. limfadenitis TB (adenitis tuberkulosis) merupakan
peradangan granulomatosa spesifik kronis pada kelenjar getah bening dengan nekrosis kaseasi,
yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis atau Mycobacterium bovis.
Karakteristik dari limfadenitis tb adalah unsur morfologi dari granuloma TB (kaseosa
tuberkel). Tuberkel ini terdiri dari sel-sel raksasa berinti dan (sel Langhans), dikelilingi oleh sel-
sel epiteloid agregat, limfosit sel T dan fibroblas. tuberkel granulomatosa akhirnya
mengembangkan nekrosis caseous pusat dan cenderung menjadi konfluen, menggantikan
jaringan limfoid.
25
BAB VI
6.1 Limfadenitis TB
Limfadenitis adalah peradangan pada kelenjar limfe atau getah bening. Jadi, limfadenitis
tuberkulosis (TB) merupakan peradangan pada kelenjar limfe atau getah bening yang disebabkan
oleh basil tuberkulosis. limfadenitis TB (adenitis tuberkulosis) merupakan peradangan
granulomatosa spesifik kronis pada kelenjar getah bening dengan nekrosis kaseasi, yang
disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis atau Mycobacterium bovis.
Gejala umum yang muncul bersama limfadenitis bila terdapat infeksi di bagian tubuh lain
adalah:
Mengalami infeksi saluran pernapasan atas. Limfadenitis biasa disertai pilek, nyeri
tenggorokan, dan demam.
Pembengkakan kelenjar getah bening di seluruh tubuh.
Pembengkakan tangan dan kaki, bisa menandakan terhalangnya aliran dari kelenjar getah
bening.
Kelenjar getah bening mengalami pengerasan, kaku, dan membesar. Hal ini bisa
mengindikasikan adanya tumor.
Demam dan berkeringat pada malam hari
6.2 Limfoma
Limfoma adalah kanker yang muncul dalam sistem limfatik yang menghubungkan noda
limfa atau kelenjar getah bening di seluruh tubuh.Sistem limfatik termasuk bagian penting dalam
sistem kekebalan tubuh manusia. Sel-sel darah putih limfosit dalam sistem limfatik akan
membantu pembentukan antibodi tubuh untuk memerangi infeksi. Tetapi jika sel-sel limfosit B
dalam sistem limfatik diserang kanker, sistem kekebalan tubuh penderita akan menurun sehingga
rentan mengalami infeksi
26
Gejala utama yang dialami pengidap limfoma adalah tumbuhnya benjolan. Benjolan ini
tidak terasa sakit dan umumnya muncul pada leher, ketiak, dan selangkangan. Selain benjolan,
ada beberapa gejala yang mungkin dirasakan pengidap.Lipoma terletak di bawah kulit dan biasa
muncul di area leher, punggung, paha, lengan, perut, atau bahu.
27
BAB VII
Anamnesis
Identitas Pasien
o Nama : Tn. Tarjo
o Jenis kelamin : Laki-laki
o Umur : 45 tahun
o Alamat : Kediri
Keluhan utama :
- Benjolan di leher
28
Riwayat Sosial/kebiasaan
- Pasien sudah meniah selama 25 tahun
- Mempunyai 2 orang anak , laki laki 12 tahun dan wanita 9 tahun
- Pekerjaan sebagai petani dan merokok 2 pak setiap hari sejak 10 tahun yang lalu
Riwayat Obat :
- Belum pernah berobat
2. Nadi : 96 x/menit
3. RR : 28 x/menit
4. Suhu : 36,9ᵒC
6. Kepala/ Leher :
7. Thorax :
1. Paru :
-inspeksi : bentuk dan gerakan dada simetris , tidak menggunakan otot bantu
pernafasan.
- palpasi : premitus raba kanan sama dengan kiri
-perkusi : sonor pada ke – 2 lapangan paru
-askultasi : suara nafas vesikuler kanan dan kiri sama (+) , wheezing (-)
2. Jantung :
- Inspeksi : ikhtus cordis tidak terlihat
29
- Palpasi : ikhtus cordis tidak teraba
- Perkusi : tidak ada pembesaran jantung
- Askultasi : suara jantung normal (tidak ada suara tambahan)
3. Abdomen:
4.Extremitas
Sesuai dengan gejala yang dialami pasien, maka kami menyimpulkan pasien tersebut
menderita Limfadenitis Tuberculosa.Limfadenitis Tuberculosa merupakan peradangan pada
kelenjar limfe atau getah bening yang disebabkan oleh basil tuberkulosis (Ioachim, 2009).Gejala
dari limfadenitis tuberculosa yang paling menonjol adanya benjolan di daerah kelenjar getah
bening seperti leher atau ketiak tanpa rasa sakit yang berlangsung lama.Benjolan terus tumbuh
darisegi ukuran dan jumlahnya. Biasanya disertai dengan batuk berdahak dalam jangka waktu
lama,demam, berkeringat pada malam hari, sesak dirasa nyaman pada waktu duduk dan
penurunan berat badan.
30
BAB VIII
MEKANISME DIAGNOSIS
MEKSNISME DIAGNOSIS
Gejala Klinis :
Pemeriksaan Fisik :
-benjolan di leher. Pasien juga mengeluhkan
adanya batuk berdahak, berwarna hijau 1. Tensi : 130 /80 mmHg
kekuningan, dan sesak yang dirasakan sejak 7 2. Nadi : 96 x/menit
bulan. 3. RR : 28 x/menit
4. Suhu : 36,9ᵒC
5. Kepala/ Leher :
- Anemia (-), Ikterus (-),
Cyanosis (-), Dyspnea(-)
6. Thorax :
- Paru : sonor pada ke – 2
lapangan paru
- Jantung : murmur(-)
7. Abdomen :
Hipotesis Awal : - Inspeksi : perut datar
- Palpasi : supel tidak ada pembesaran
1. Limfoma Perkusi : timpani pada seluruh lapangan
abdomenteraba
2. Limfadenitis TB 8. Extremitas : Akral hangat
9. Lain-lain : oedem (-)
Hipotesis Akhir :
Limfadenitis TB
9.1 Penatalaksanaan
Terapi :
- Obat anti tuberkolosis , ada yang jangka pendek, 6 bulan, dan ada yang jangka
panjang.
- Terapi obat tidak boleh putus (harus minum obat terus )
- Lebih baik jika ada PMO
- Pengobatan TB terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif dan fase lanjutan. Pada
umumnya lama pengobatan adalah 6-8 bulan. Obat lini pertama adalah Isoniazid
(H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z), Etambutol (E), dan Streptomisin (S).
Sedangkan obat lini kedua adalah kanamisin, kapreomisin, amikasin, kuinolon,
sikloserin, etionamid, para-amino salisilat (PAS). Obat lini kedua hanya
digunakan untuk kasus resisten obat, terutama TB mulidrug resistant (MDR).
Beberapa obat seperti kapreomisin, sikloserin, etionamid dan PAS belum tersedia
di pasaran Indonesia tetpi sudah digunakan pada pusat pengobatan TB-MDR.1,2
- Pasien dievaluasi secara periodik
- Evaluasi terhadap respons pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat serta
ada tidaknya komplikasi penyakit
- Evaluasi klinis meliputi keluhan, berat badan, pemeriksaan fisis
-
32
BAB X
A. Prognosis
Baik jika pasien meminum obat dengan teratur.
B. Kompkasi
Jika tidak ditangani, ada beberapa komplikasi berisiko menyerang para penderita
limfadenitis:
Munculnya abses. Abses adalah kumpulan nanah akibat infeksi. Abses bisa
menyebabkan kerusakan parah jika terjadi pada organ tubuh vital.
Infeksi aliran darah (bakteremia). Infeksi bakteri pada bagian tubuh mana pun bisa
menyebabkan sepsis akibat infeksi di aliran darah. Sepsis bisa menyebabkan
kegagalan organ dan kematian.
C. PENCEGAHAN
- Berhenti merokok
- Menggunakan masker
- Dahak tidak di buang sembarangan
- Edukasi meminum obat yang baik dan bensr
33
DAFTAR PUSTAKA
http://www.medicinesia.com/kedokteran-klinis/respirasi-kedokteran-klinis/tuberkulosis-
diagnosis-dan-tatalaksananya/
http://www.alodokter.com/limfadenitis
https://ayostoptb.wordpress.com/modul/modul-b/bab-ii-materi-pembelajaran/a-tuberkulosis/4-
komplikasi-pada-pasien-tb/
http://www.kabarisehat.com/bahaya-pembengkakan-kelenjar-getah-bening-limfadenitis/
http://www.klikpdpi.com/konsensus/tb/tb.html
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31369/4/Chapter%20II.pdf
34