Anda di halaman 1dari 46

BST

KANKER TIROID

Disusun oleh:

Fiony Adida 130100269 Irianto 130100253


Peter Obrian Gtg 130100316 Ronario 130100368
Clara Shinta Aruan 130100364 An Nur Fithri 130100226
Cristya Kartika PS 130100374 Fina Arbaiyah HSB 130100134
Teguh Pangestu 130100136 Fauziah 130100351
Dewi Nur Cahya 130100284

Pembimbing:
Dr.dr. Kamal Basri Siregar, Sp.B(K) Onk

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK
MEDAN
2018
ii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena atas berkat dan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan laporan kasus kami
yang berjudul “Kanker Tiroid”.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen
pembimbing, Dr.dr. Kamal Basri Siregar, Sp.B (K) Onk yang telah
meluangkan waktunya dan memberikan banyak masukan dalam penyusunan
laporan kasus ini sehingga dapat selesai tepat pada waktunya.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan yang telah disusun ini
masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran
yang membangun untuk laporan kasus ini. Akhir kata, semoga laporan kasus ini
dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan semua pihak yang terlibat dalam
pelayanan kesehatan di Indonesia.

Medan, Agustus 2018

Penulis
iii

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Kanker Tiroid

Nama :
Fiony Adida 130100269
Peter Obrian Gtg 130100316
Clara Shinta Aruan 130100364
Cristya Kartika PS 130100374
Teguh Pangestu 130100136
Dewi Nur Cahya 130100284
Irianto 130100253
Ronario 130100368
An Nur Fithri 130100226
Fina Arbaiyah hsb 130100134
Fauziah 130100351

Pembimbing

Dr.dr. Kamal Basri Siregar, Sp.B (K) Onk


iv

DAFTAR ISI

Cover .................................................................................................................. i
Kata Pengantar ................................................................................................ ii
Lembar Pengesahan ......................................................................................... iii
Daftar Isi ........................................................................................................... iv
BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 1
2.1. Embriologi Tiroid ........................................................................... 1
2.2. Anatomi Tiroid .............................................................................. 2
2.3. Fungsi Tiroid ................................................................................. 8
2.4. Mekanisme dan Metabolism Yodium ........................................... 10
2.5. Faktor Risiko ................................................................................. 14
2.6. Patofisiologi Kanker Tiroid ........................................................... 16
2.7. Biomolekuler Kanker Tiroid ......................................................... 17
2.8. Jenis-Jenis Histopatologi Kanker Tiroid ........................................ 22
2.9. Gejala Klinis Kanker Tiroid dan Tiroid Ablasi ............................. 28
2.10. Diagnostik Kanker Tiroid .............................................................. 32
2.11. Penanganan Bedah Kanker Tiroid ................................................. 35
BAB 2 STATUS ORANG PASIEN ............................................................... 38
1

BAB 1
TINJAUAN PUSTAKA

1.1. Embriologi Tiroid


Kelenjar tiroid adalah kelenjar endokrin yang pertama kali tampak
pada fetus, kelenjar ini berkembang sejak minggu ke-3 sampai minggu ke-4
dan berasal dari penebalan endoderm dasar faring, yang kemudian akan
berkembang memanjang ke kaudal dan disebut divertikulum tiroid. Akibat
bertambah panjangnya embrio dan pertumbuhan lidah maka divertikulum ini
akan mengalami desensus sehingga berada di bagian depan leher dan bakal
faring. Divertikulum ini dihubungkan dengan lidah oleh suatu saluran yang
sempit yaitu duktus tiroglosus yang muaranya pada lidah yaitu foramen
cecum.2
Divertikulum ini berkembang cepat membentuk 2 lobus yang tumbuh
ke lateral sehingga terbentuk kelenjar tiroid terdiri dari 2 lobus lateralis
dengan bagian tengahnya disebut ismus. Pada minggu ke-7 perkembangan
embrional kelenjar tiroid ini mencapai posisinya yang terakhir pada ventral
dari trakea yaitu setinggi vertebra servikalis V, VI, VII dan vertebra torakalis I,
dan secara bersamaan duktus tiroglosus akan hilang. Perkembangan
selanjutnya tiroid bergabung dengan jaringan ultimobranchial body
yang berasal dari branchial pouch V, dan membentuk C-cell atau sel
parafolikuler dari kelenjar tiroid.2

Gambar 2.1. Perkembangan jaringan tiroid


Sekitar 75 % pada kelenjar tiroid ditemukan lobus piramidalis yang
menonjol dari ismus ke kranial, ini merupakan sisa dari duktus tiroglosus
2

bagian kaudal. Pada akhir minggu ke 7 – 10 kelenjar tiroid sudah mulai


berfungsi, folikel pertama akan terisi koloid. Sejak saat itu fetus mulai
mensekresikan Thyrotropin Stimulating Hormone (TSH), dan sel parafolikuler
pada fetus sementara belum aktif.2
1.2. Anatomi Tiroid
Kelenjar thyroid terletak di leher depan setentang vertebra cervicalis 5
sampai thoracalis 1, terdiri dari lobus kiri dan kanan yang dihubungkan oleh
isthmus. Setiap lobus berbentuk seperti buah pear, dengan apex di atas sejauh
linea oblique lamina cartilage thyroidea, dengan basis di bawah pada cincin
trachea 5 atau 6. Kelenjar tiroid dibungkus oleh capsula yang berasal dari lamina
pretracheal fascia profunda. Capsula ini melekatkan thyroid ke larynx dan trachea.
Berat kelenjar thyroid bervariasi antara 20-30 gr, rata-rata 25 gr. Dengan
adanya ligamentum suspensorium Berry kelenjar thyroidea ditambatkan ke
cartilage cricoidea dari facies posteromedial kelenjar. Jumlah ligamentum ini 1 di
kiri dan kanan. Fungsinya sebagai ayunan/ gendongan kelenjar ke larynx dan
mencegah jatuh/ turunnya kelenjar dari larynx, terutama bila terjadi pembesaran
(4)
kelenjar.
3

(4)
I. LOBUS LATERALIS
Setiap lobus kiri dan kanan terdiri dari 3 bagian yaitu :
1. Apex
2. Basis
3. 3 Facies/ permukaan dan 3 Margo/ pinggir

(4)
1. APEX
• Berada di atas dan sebelah lateral oblique cartilage thyroidea
• Terletak antara M.Constrictor inferior (di medial) dan M.Sternothyroideus
(di lateral)
• Batas atas apex pada perlekatan M.Sternothroideus.
• Di apex A. Thyroidea superior dan N.Laringeus superior berpisah, arteri
berada di superficial dan nervus masuk lebih ke dalam dari apex
(polus)→Ahli bedah sebaiknya meligasi arteri thyroidea sup.dekat ke
apex.

Gambar 2. Topografi kelenjar thyroid (tampak depan)


(4)
2. BASIS
• Terletak setentang dengan cincin trachea 5 atau 6.
• Berhubungan dengan A. Thyroidea inferior dan N. Laryngeus recurrent
yang berjalan di depan atau belakang atau di antara cabang-cabang arteri
tersebut. →Ahli bedah sebaiknya meligasi arteri thyroidea inf. jauh dari
kelenjar.

(4)
3. A. FACIES SUPERFICIAL/ ANTEROLATERAL
Berbentuk konvex ditutupi oleh beberapa otot dari dalam ke luar :
1. M. Sternothyroideus
2. M. Sternohyoideus
3. M. Omohyoideus venter superior
4. Bagian bawah M. Sternocleidomastoideus
4

(4)
B. FACIES POSTEROMEDIAL
Bagian ini berhubungan dengan :
- 2 saluran : larynx yang berlanjut menjadi trachea, dan pharynx
berlanjut menjadi oesophagus.
- 2 otot : M. Constrictor inferior dan M. Cricothyroideus.
- 2 nervus : N. Laryngeus externa dan N. Larungeus recurrent.

(4)
C. FACIES POSTEROLATERAL
Berhubungan dengan carotid sheath (selubung carotid) dan isinya
yaitu A. Carotis interna, N. Vagus, dan V. Jugularis interna (dari medial ke
lateral).
(4)
D. MARGO ANTERIOR
Margo ini memisahkan facies superficial dari posteromedial,
berhubungan dengan anastomose A. Thyroidea superior.
(4)
E. MARGO POSTERIOR
Bagian ini memisahkan facies posterolateral dari posteromedial,
berhubungan dengan anastomose A. Thyroidea superior dan inferior.
Ductus thoracicus terdapat pada sisi kirinya.
Terdapat kelenjar parathyroidea superior pada pertengahan margo
posterior lobus lateralis kelenjar thyroidea tepatnya di antara true dan false
capsule. Setentang cartilage cricoidea dan sebelah dorsal dari N.
Laryngeus recurrent.
Kelenjar parathyroidea inferior letaknya bervariasi, terdapat 3
kemungkinan letaknya :
- Pada polus bawah (inferior) lobus lateralis di dalam false capsule di
bawah A. Thyroidea inferior.
- Di luar false capsule dan di atas A. Thyroidea superior
- Di dalam true capsule pada jaringan kelenjar dan ventral terhadap N.
Laryngeus recurrent.
5

(1,2,4,5)
II. ISTHMUS
Isthmus adalah bagian kelenjar yang terletak di garis tengah dan
menghubungkan bagian bawah lobus dextra dan sinistra (isthmus mungkin juga
tidak ditemukan). Diameter transversa dan vertical ± 1,25 cm.
Pada permukaan anterior isthmus dijumpai (dari superficial ke profunda) :
- Kulit dan fascia superficialis
- V. Jugularis anterior
- Lamina superficialis fascia cervicalis profunda
- Otot-otot : M. Sternohyoideus danM. Sternothyroideus.
Permukaan posterior berhubungan dengan cincin trachea ke 3 dan 4. Pada
margo superiornya dijumpai anastomose kedua A. Thyroidea superior, lobus
pyramidalis dan Levator glandulae. Di margo inferior didapati V. Thyroidea
inferior dan A. Thyroidea ima.

III. LOBUS PYRAMIDALIS


• Kadang-kadang dapat ditemui.
6

• Jika ada biasanya terdapat di margo superior isthmus, memanjang ke os


hyoidea, atau bisa juga berasal dari lobus kiri atau kanan.
• Sering didapati lembaran fibrosa atau musculous yang menghubungkan lobus
pyramidalis dan os hyoidea, jika penghubung ini otot dikenal dengan nama
levator glandula thyroidea.
(1,2,3,4,5)
1. Sistem Arteri
• A. Thyroidea superior, adalah cabang A. Carotis externa yang masuk ke
jaringan superficial kelenjar, mendarahi jaringan connective dan capsule.
• A. Thyroidea inferior adalah cabang trunchus thyreocervicalis dan masuk ke
lapisan dalam kelenjar, mendarahi jaringan parenkim dan propia kelenjar.
• A. Thyroidea ima, Arteri ini kadang-kadang dijumpai merupakan cabang
arcus aorta atau A. Brachiocephalica dan mendarahi istmus.
• A. Thyroidea acessorius, adalah cabang-cabang A. Oesophageal dan
Tracheal yang masuk ke facies posteromedial.

(1,2,3,4,5)
2. Sistem Vena
• V. Thyroidea superior; muncul dari polus superior dan berakhir pada vena
jugularis interna (kadang-kadang V. Facialis)
• V. Thyroidea inf.; muncul dari margo bawah istmus dan berakhir pada V.
Brachiocephalica sin.
• V. Thyroidea media; muncul dari pertengahan lobus lateralis dan berakhir di
V. Jugularis int.
7

(4)
3. Aliran Lymphatic
• Ascending Lymphatic
- Media, mengalir ke prelaryngeal lymph node yang terletak pada
membrane cricothyroidea
- Lateral, mengalir ke Jugulo-digastric grup dari deep cervical lymph node.
• Descending Lymphatic
- Medial, mengalir ke pretracheal grup di trachea
- Lateral, mengalir ke Gl. Recurrent chain pada N. Laryngeus recurrent.
8

1.3. Fungsi Tiroid


Jaringan tiroid memiliki dua jenis sel yang memproduksi hormon. Sel
folikuler memproduksi hormon tiroid, yang berperan untuk mempengaruhi denyut
jantung, suhu tubuh, dan tingkat energi. Sedangkan sel C (sel parafolikuler)
mempoduksi kalsitonin yang membantu mengendalikan kadar kalsium dalam
darah.
Fungsi utama kelenjar tiroid adalah menghasilkan hormon tiroid. Hormon
tiroid yang paling penting adalah triiodothyroxine (T3) dan thyroxine (T4).
Hormon ini mengatur metabolisme, peningkatan sistesis protein di setiap jaringan
tubuh, meningkatkan penggunaan oksigen, meningkatkan produksi panas tubuh,
cardiac output, dan denyut jantung.. Hormon tiroid juga penting untuk
perkembangan tubuh dan pematangan sistem saraf pusat serta saraf perifer.
Pengaruh hormon tiroid terhadap pertumbuhan melalui kerja langsung
pada sel untuk meningkatkan kecepatan pertumbuhan, mengatur hormon yang
9

lain, atau dengan memicu pengeluaran growth hormone. Biosintesis hormon tiroid
dimulai dari asupanion iodine yang terdapat pada air atau makanan, kemudian
diserap dan dibawa ke cairan ekstraseluler, dan akhirnya ke dalam tiroid dimana
konsentrasi iodine dalam sel 30 kali lebih tinggi dibandingkan konsentrasi di
darah tepi. Pengambilan iodide secara aktif melewati membran basalis difasilitasi
oleh human sodium iodide symporter. Sistem transpor ini berpasangan dengan
aliran natrium. Iodide di dalam tiroid kemudian dioksidasi menjadi iodine. Iodine
selanjutnya diubah menjadi thyrosine. Hasil akhirnya adalah monoiodotyrosine
(MIT) apabila satu molekul thyrosine yang terikat, dan diiodotyrosine (DIT)
apabila dua molekul thyrosine yang terikat. Sisa iodothyrosine kemudian
mengendap dan membentuk hormon tiroid aktif T3 dan 13 T4. Hormon T3
terbentuk dari penggabungan satu molekul DIT dan satu molekul MIT, sedangkan
hormon T4 dibentuk dari penggabungan dua molekul DIT .
Hormon tiroid disimpan di dalam TGB termasuk sisa endapan serta T3
dan T4. Pada penelitian tentang variasi rantai molekul TGB ditemukan perbedaan
antara kelenjar tiroid normal dan kondisi patologis s 14 Sintesis dan pengeluaran
hormon tiroid diatur oleh kadar hormon Thyroid StimulatingHormone (TSH) di
dalam darah. Thyroid StimulatingHormone dihasilkan oleh kelenjar pituitary
anterior. Hormon ini berikatan dengan reseptor spesifik pada membran sel
folikular, dan mengaktifkan adenyl cycklase pathway yang mengatur T3 dan T4.
Stimulasi kelenjar tiroid oleh TSH akan meningkatkan sekresi hormon
tiroid dan aliran darah ke kelenjar tiroid. Kondisi ini akan menyebabkan hipertrofi
dan hiperplasia sel folikular yang diikuti dengan penurunan cadangan koloid. Pada
tingkat fungsional sel, hal ini ditandai dengan peningkatan konsentrasi iodide dan
protein pengikat, peningkatan sintesis, dan sekresi hormon .
Pengeluaran hormon TSH dari kelenjar pituitary anterior diatur oleh
Thyroid ReleasingHormone (TRH)di hipotalamus. Pengeluaran TSH dan TRH
diatur oleh kadar T3 dan T4 yang bebas di dalam darah melalui mekanisme
umpan balik negatif ke pituitary dan hipotalamus. Kadar T3 dan T4 yang rendah
akan memacu pengeluaran TSH dan TRH, begitu juga sebaliknya kadar T3 dan
T4 yang tinggi akan menghambat pengeluaran TSH dan TRH. Di perifer, T3 dan
10

T4 berikatan dengan reseptor hormon tiroid (TR), dan membentuk kompleks


hormon-reseptor yang akan menuju inti dan merangsang transkripsi, sehingga
disebut thyroid response elements (TREs).
1.4. Mekanisme dan Metabolisme Iodium
Iodium adalah mikronutrien yang sangat penting bagi kesehatan dan
kesejahteraan hidup.Hanya 5 gram yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup
seorang individu dengan rentang kehidupan 70 tahun.Yodium sebagian besar
terkonsentrasi di kelenjar tiroid.Tubuh dewasa yang sehat mengandung 15-20 mg
yodium, 70-80% dari yang disimpan dalam kelenjar tiroid.Asupan harian yodium
dengan jumlah individu hingga 500 mikrogram.Kebutuhan fisiologis harian
selama masa dewasa adalah 150 mikrogram; selama kehamilan dan masa
menyusui adalah 200 mikrogram; dan selama periode neonatal adalah 40
mikrogram.Biasanya sekitar 120 mikrogram iodium diambil oleh kelenjar tiroid
untuk sintesis hormon tiroid.
Iodium sebagian besar diperoleh dari sumber makanan terutama sayuran
yang ditanam di tanah kaya iodium, persyaratan yang tersisa dipenuhi dari air
minum. Rumput laut seperti wakame, nori atau mekabu, yang banyak digunakan
di beberapa budaya Asia untuk membuat sup, salad dan bumbu, adalah makanan
yang kaya akan iodium. Iodium ditemukan di alam dalam berbagai bentuk:
natrium anorganik dan garam kalium (iodida dan iodat); yodium diatomik
anorganik (yodium molekuler atau I), dan yodium monoatomik organik. (Tabel 1)
11

Kelenjar tiroid memainkan peran penting dalam metabolisme


iodium.Kelenjar terdiri dari beberapa folikel yang dilapisi oleh sel-sel folikel yang
terletak pada membran basal.Folikel diisi oleh caoran kental yang jelas yang
disebut koloid.Koloid adalah gycoprotein yang disebut thyroglobulin.

Perangkap iodium adalah langkah pertama dalam metabolisme yodium


(Gambar 1). Proses dimulai dengan pengambilan iodida dari kapiler ke dalam sel
folikel kelenjar oleh sistem transpor aktif. Hal ini terjadi terhadap gradien kimia
dan listrik oleh natrium / iodine symported protein (NIS) yang ditemukan pada
membran basolateral sel folikuler; energi yang dibutuhkan oleh proses ini
dihubungkan ke ATPase yang bergantung pada Na +; - K pump.

Sintesis dan sekresi tiroglobulin adalah langkah kedua. Ini terjadi oleh
proses independen lain di dalam sel folikular; sintesis dimulai pada retikulum
12

endoplasma kasar sebagai unit peptida berat molekul 330.000 (produk terjemahan
utama RNA messenger-nya). Kemudian unit-unit ini bergabung menjadi dimer,
diikuti dengan penambahan moieties karbohidrat, setelah itu molekul bergerak ke
aparatus Golgi.Molekul thyroglobulin yang lengkap mengandung sekitar 140
residu tirosin, yang berfungsi sebagai substrat untuk sintesis hormon
tiroid.Tiroglobulin terkandung dalam vesikula kecil yang kemudian bergerak
menuju permukaan apikal membran plasma sebelum dilepaskan ke lumen folikel.
Langkah ketiga adalah oksidasi iodida.Iodida dalam sel folikuler bergerak
ke arah permukaan apikal membran plasma, untuk masuk ke dalam lumen folikel;
transportasi ini oleh transporter iodida / klorida independen natrium disebut
pendrin.Iodida (I ') kemudian langsung teroksidasi menjadi Iodine oleh (I).
Ini diikuti oleh pengorganisasian tiroglobulin, dimana iodinasi residu
tirosin yang ada dalam molekul tiroglobulin terjadi.Iodinasi pertama terjadi pada
posisi 3 untuk membentuk monoiodotyrosine (MIT) dan kemudian pada posisi 5
untuk membentuk diiodityrosine (DIT).Iodinasi tirosin diikuti oleh reaksi kopling,
dimana dua molekul pasangan DIT membentuk hormon tiroksin (T4); dan satu
molekul MIT berpasangan dengan satu molekul DIT untuk membentuk hormon
Triiodothyronine (T3).Reaksi dikatalisis oleh peroksidase tiroid (TPO).Hormon
tiroid disimpan di dalam folikel tiroid sebagai koloid selama beberapa
bulan.Hormon yang disimpan dapat memenuhi kebutuhan tubuh hingga 3 bulan.
Koloid yang mengandung iroginated thyroglobulin mengalami endositosis,
di mana ia diselamatkan dari lumen folikel oleh sel-sel epitel; ini difasilitasi oleh
TG Megalin reseptor yang hadir pada membran apikal. Koloid sekarang
memasuki sitoplasma dalam bentuk tetesan koloid, yang bergerak menuju
membran basal mungkin melalui fungsi mikrotubulus dan mikrofilamen.Tetesan
koloid berikutnya sekering dengan vesikula lisosom yang mengandung enzim
proteolitik.Protease membantu mencerna molekul thyroglobulin yang melepaskan
T4, T3, DIT, dan MIT ke dalam sitoplasma.Sementara T4 dan T3 berdifusi
melalui permukaan basal ke dalam aliran darah, MIT dan DIT dengan cepat diurai
oleh enzim deiodinase.Mekanisme ini membantu mengambil iodida untuk didaur
ulang bersama dengan tirosin untuk didaur ulang.
13

Dalam aliran darah, T4 dan T3 dapat bersirkulasi dalam bentuk terikat atau
bebas; sedangkan 99 persen T4 dan T3 beredar dalam bentuk terikat, kurang dari
1 persen bersirkulasi dalam bentuk tak terikat. Protein pengikat termasuk globulin
pengikat tiroksin (TBG), prealbumin mengikat tiroksin (TBPA) dan albumin
pengikat tiroksin (TBA).Mengikat hormon selain berfungsi sebagai penampung
juga membantu mencegah kehilangan hormon.Hormon yang tidak terikat secara
biologis aktif.Sekitar 80 persen dari sirkulasi T3, hormon tiroid yang paling aktif
berasal dari deiodinasi perifer hormon T4.
Sekresi tiroid diatur oleh kelenjar pituitari melalui TSH yang beroperasi
pada mekanisme umpan balik yang disetel ke tingkat T4 dalam darah. Penurunan
kadar T4 merangsang hipofisis untuk meningkatkan sekresi TSH-nya yang pada
gilirannya merangsang kelenjar tiroid untuk melepaskan T4 dalam sirkulasi untuk
mempertahankan kadar normal hormon dalam darah.
Kelenjar tiroid mengeluarkan 80 mikrogram yodium dalam bentuk T3 dan
T4 hormon per hari; 40 mikrogram yodium yang disekresi muncul dalam cairan
ekstraselular (ECF) per hari. T3 dan T4 dimetabolisme di hati yang melepaskan
sekitar 60 mikrogram yodium ke ECF dan 20 mikrogram yodium ke dalam
empedu untuk diekskresikan dalam tinja. Rata-rata, 480 mikrogram yodium
diekskresikan dalam urin dan 20 mikrogram dalam kotoran per hari.
Karena tiroid memiliki mekanisme yodium-trapping yang sangat efisien,
ia biasanya mempertahankan gradien 100: 1 antara konten yodium sel tiroid dan
yodium ekstra-seluler (2). Efektivitas perangkap iodida dinilai dengan rasio tiroid
/ serum (T / S).T / S [I] diukur dengan iodida radioaktif.Thyroid stimulating
hormone (TSH) mengatur ransum T / S untuk iodida. Setelah hipofisektomi,
penurunan kadar TSH, menyebabkan penurunan rasio T / S. Tingkat TSH yang
tinggi seperti pada hipertiroidisme sekunder (pituitari) meningkatkan rasio T / S.
Sementara sebagian besar yodium terkonsentrasi di kelenjar tiroid, yodium
non hormonal ditemukan dalam berbagai jaringan tubuh termasuk kelenjar susu,
mata, mukosa lambung, leher rahim dan kelenjar ludah. Dengan pengecualian
jaringan mamaria fungsi yodium dalam jaringan ini masih belum jelas.Akumulasi
yodium di payudara memainkan peran penting selama menyusui dalam
14

perkembangan janin dan neonatal; Namun yodium tersebut juga terbukti memiliki
fungsi antioksidan.Di hadapan hidrogen peroksida dan peroksidase, iodida
bertindak sebagai donor elektron, sehingga mengurangi kerusakan oleh radikal
oksigen bebas.Sebaliknya, payudara dengan toko yodium yang tidak memadai
cenderung rusak oleh akumulasi tingkat tinggi malondialdehyde, produk
peroksidasi lipid.Sama seperti asam askorbat, konsentrasi yodium serendah 15
mikromol, dapat memiliki efek antioksidan yang signifikan.Efek antioksidan
yodium ini bisa menjelaskan efek terapeutik dari mandi rumput laut atau solusi
kaya yodium yang secara historis digunakan untuk mengobati banyak penyakit.
Penelitian pada hewan telah membuktikan bahwa yodium menormalkan
peningkatan sekresi hormon kortikosteroid adrenal yang terkait dengan stres dan
membalikkan efek hipotiroidisme pada indung telur, testis dan timus pada tikus
yang di thyroidektomi.Yodium juga mungkin memiliki peran dalam fungsi
kekebalan tubuh; ketika ditempatkan dalam media yang mengandung 10-6 M
iodida, leukosit manusia mensintesis tiroksin.

1.5 Faktor Resiko Kanker Tiroid


Faktor – faktor yang dapat mencetuskan penyakit gangguan tiroid adalah:9
 Umur
Kanker tiroid dapat muncul pada pelbagai umur namun 2/3 daripada kasus
dijumpai pada orang dalam lingkungan umur 20 dan 55 tahun. Umur di
atas 60 tahun maka semakin berisiko terjadinya hipotiroid, hipertiroid
ataupun kanker tiroid anaplastik.
 Jenis kelamin
Perempuan lebih berisiko terjadi gangguan tiroid. Perempuan didiagnosa
dengan 3 daripada 4 kanker tiroid.
 Genetik
Di antara banyak faktor penyebab autoimunitas terhadap kelenjar tiroid,
genetik dianggap merupakan faktor pencetus utama.
Abnormalitas RET oncogene yang dapat diturunkan dari orang tua kepada
anak dapat menyebabkan MTC. Namun bukan semua orang dengan RET
15

oncogene yang abnormal mendapat kanker tiroid. Pemeriksaan darah dan


genetik dapat mendeteksi gen. setelah ditemukan abnormalitas RET
oncogene, dokter akan merekomendasikan pembedahan untuk mengangkat
kelenjar tiroid sebelum kanker muncul. Seseorang dengan MTC dinasehati
untuk melakukan pemeriksaan genetik untuk menentukan jika ada mutasi
RET proto-oncogene.
1. Riwayat penyakit keluarga yang berhubungan dengan autoimun
Riwayat penyakit keluarga yang ada hubungan dengan kelainan
autoimun merupakan faktor risiko hipotiroidisme tiroiditis
autoimun.
2. Riwayat keluarga dengan MTC juga meningkatkan resiko pasien.
Orang dengan sindroma MEN2 juga mempunyai resiko untuk
timbulnya kanker
3. Riwayat keluarga dengan goiter juga meningkatkan resiko
munculnya kanker tiorid papiler
4. Riwayat keluarga dengan prekanker polip di kolon juga
meningkatkan resiko timbulnya kanker tiroid papiler.
 Pajanan radiasi
Pajananan radiasi terhadap kepala dan leher dapat meningkatkan resiko
kanker tiroid papiler dan folikular. Sebagai contoh:
1. Pemeriksaan X-ray yang menggunakan dosis rendah hingga
sederhana untuk merawat pasien dengan akne, tonsilitis dan
masalah kepala dan leher
2. Terapi radiasi untuk hodgkin limfoma dan pelbagai jenis limfoma
lain di kepala dan leher.
3. Terpajan pada iodin radioaktif yang juga merupakan 1- 131 atau
RAI terutamanya pada anak-anak
 Diet rendah dengan iodium
Iodium diperlukan untuk fungsi normal tiroid. Di United States, iodium
ditambahkan ke garam untuk menurunkan masalah tiroid.
 Suku
16

Orang putih dan asia mempunyai resiko lebih tinggi untuk mendapat
kanker tiroid.

1.6. Patofisiologi Kanker Tiroid


Neoplasma tiroid sering timbul sebagai pembesaran tiroid yang diskret.
Kadang-kadang mirip goiter noduler jinak. Nodul-nodul tiroid dapat diraba,
Kebanyakan nodul tersebut jinak, namun beberapa nodul tiroid yang bersifat
karsinoma. Untuk menentukan apakah nodule tiroid ganas atau tidak harus dinilai
faktor-faktor risiko dan gambaran klinis massa tersebut, dan harus dilakukan
beberapa pemeriksaan laboratorium.
Karsinoma tiroid biasanya kurang menangkap yodium radioaktif
dibandingkan dengan kelenjar tiroid normal yang terdapat di sekelilingnya.
Dengan cara scintiscan. Nodule akan tampak seperti suatu daerah dengan
pengambilan zat yodium radioaktif yang berkurang. Teknik lain adalah dengan
echografi tiroid untuk membedakan dengan cermat massa padat dan massa kistik.
Karsinoma tiroid biasanya padat, sedangkan massa kistik biasanya
merupakan kista jinak. Karsinoma tiroid harus dicurigai berdasarkan tanda klinis
jika hanya ada satu nodul yang teraba, keras tidak dapat digerakkan pada dasarnya
dan berhubungan dengan limfadenopati satelit. Kanker tiroid dapat dibedakan
menjadi suatu kelompok besar neoplasma berdiferensiasi baik dengan kecepatan
pertumbuhan yang lambat dan mungkin penyembuhan yang tinggi, dan suatu
kelompok kecil tumor anaplastic dengan kemungkinan fatal.
1. Karsinoma papilaris
Jenis yang paling banyak ditemukan, Neoplasma tumbuh lambat dan
menyebar melalui saluran getah bening ke kelenjar getah bening regional.
2. Karsinoma folikuler
Tumor sangat mirip tiroid normal, meskipun pada suatu saat dapat
berkembang secara progresif, cepat menyebar ketempat-tempat yang jauh
letaknya. Tumor ini tidak hanya secara histologis menyerupai folikel tiroid, tetapi
juga mampu menangkap yodium radioaktif. Cara metastasis melalui aliran darah
ketempat jauh letaknya seperti paru-paru dan tulang.
17

3. Karsinoma meduler
Sel asal neoplasma ini adalah sel C atau sel parafolikuler. Seperti sel
prekusornya, maka tumor ini sanggup mensekresi kalsitonin. Meskipun
tampaknya tumor ini tumbuh lambat, tumor ini cenderung mengalami metastasis
ke kelenjar getah bening local pada stadium dini. Kemudian tumor ini akan
menyebar melalui aliran darah ke paru-paru, hati, tulang dan organ-organ tubuh
lainnya dan ada kecenderungan bermetastsis pada stadium dini. Perkembangan
dan perjalanan klinisnya dapat diikuti dengan mengukur kadar kalsitonin serum.
4. Karsinoma anaplastic
Jenis tumor ini sangat ganas dan penyebarannya sangat cepat serta
berdiferensiasi buruk. Karsinoma ini memperlihatkan bukti invasi local pada
stadium dini ke struktur-struktur disekitar tiroid, serta metastasis melalui saluran
getah bening dan aliran darah

1.7. Biomolekuler Kanker Tiroid

Kanker tiroid adalah keganasan endokrin yang paling sering. Terdapat


beberapa tipe histologi dan subtipe kanker tiroid dengan asal sel yang berbeda,
karakteristik dan prognosis. Ada dua jenis sel tiroid endokrin - sel tiroid folikuler
dan sel-sel C parafolikuler –merupakan darimana kanker tiroid berasal. Tumor-
tumor yang diturunkan dari sel tiroid folikuler, termasuk kanker tiroid papiler
(papillary thyroid cancer, PTC), kanker tiroid folikuler (follicular thyroid cancer
,FTC), kanker tiroid yang terdiferensiasi buruk (poorly differentiated thyroid
cancer, PDTC) dan kanker tiroid anaplastik (anaplastic thyroid cancer ATC),
merupakan penyebab mayoritas keganasan tiroid. PTC dan FTC secara kolektif
diklasifikasikan sebagai kanker tiroid terdiferensiasi (differentiated thyroid
cancer, DTC). kanker tiroid meduler (medullary thyroid cancer, MTC) yang
berasal dari sel parafollicular C menyumbang sebagian kecil keganasan tiroid.

Terdapat kemajuan yang menarik dalam memahami patogenesis molekuler


dalam beberapa tahun terakhir ini, seperti yang dijelaskan melalui peranan
18

mendasar dari beberapa jalur sinyal utama dan gangguan tingkat molekuler.
Mekanisme dari proses ini dipengaruhi oleh genetik dan perubahan epigenetik
dalam jalur seperti mutasi, peningkatan jumlah salinan gen, dan metilasi gen yang
menyimpang. Perubahan ini menjadi penanda molekuler yang baru untuk tujuan
diagnostik dan prognostik, serta target terapeutik kanker tiroid, yang memberikan
kesempatan untuk pengembangan klinis strategi pengobatan baru untuk kanker.

1.7.1 Biomolekuler Kanker Tiroid

Selama dekade terakhir, kemajuan besar telah dibuat dalam memahami


karsinogenesis tiroid yang lebih baik. Penanda molekuler untuk diagnosis kanker
tiroid telah menjadi fokus utama serta memberikan informasi prognosis yang lebih
akurat dalam pra dan pasca operasi. Berbagai perubahan mutasi molekuler telah
ditemukan pada kanker tiroid, terutama menekankan gen BRAF dan gen RAS
(KRAS, HRAS, NRAS) serta RETPTC dan reseptor tyrosine kinase (TRK) yang
semuanya dapat mengaktifkan jalur MAPK (Mitogen-Activated Protein Kinase)
ditemukan di kanker tiroid papiler, dan mutasi RAS atau paired box gene 8-
peroxisome proliferator/activated receptor gamma (PAX8-PPARγ) diidentifikasi
dalam kanker tiroid folikuler. Jalur sinyal lipid kinase phosphatidylinositol-3-
kinase (PI3K /AKT) memiliki prevalensi yang tinggi pada dalam kanker tiroid
yang kurang terdiferensiasi. Mutasi tambahan melibatkan TP53 dan gen catenin β
1 (CTNNB1) yang terjadi dengan kanker tiroid yang terdiferensiasi buruk dan
anaplastik, titik mutasi terletak di gen RET yang terjadi pada kanker tiroid
meduler, baik familial maupun sporadik.

Penanda molekuler diharapkan berkembang dengan cepat bntuk


meningkatkan akurasi diagnosis secara signifikan dan memungkinkan
manajemen saat operasi dan paska operasi. lebih individual.

1.7.2 Mekanisme Molekuler Kanker Tiroid

Terdapat dua teori telah dijelaskan dalam tiroid patogenesis kanker, yaitu
teori karsinogenesis sel janin dan teori karsinogenesis multistep yang lebih umum.
19

Teori karsinogenesis multistep sekarang menjadi model yang diterima pada


manusia, termasuk kanker tiroid. Pembentukan awal tumor merupakan
konsekuensi dari pengaktifan baik faktor pertumbuhan dan proto-onkogen. Hal ini
menyebabkan terbentuknya kanker tiroid yang berbeda seperti papiler, folikuler
atau Hürthle, dan anaplastic. Pada percobaan terhadap mencit, telah secara
konsisten menunjukkan bahwa susunan RET-PTC yang berubah dapat memicu
karsinogenesis.

1.7.3 Jalur sinyal pada kanker tiroid

Jalur sinyal mitogenik telah dijelaskan di sel-sel tiroid, yang dipengaruhi


oleh berbagai hormon yang bersifat stimulasi dan inhibisi, faktor pertumbuhan,
dan neurotransmitter. Pada tingkat molekul, jalur sinyal memainkan peran penting
dalam perkembangan dan progressi kanker tiroid. Jalur sinyal utama yang terlibat
dalam karsinogenesis tiroid adalah MAPK dan PI3K-AKT.

Kaskade MAPK adalah jalur sinyal klasik yang terlibat dalam regulasi
proliferasi seluler, diferensiasi, apoptosis dan pertahanan sel. Aktivasi jalur sinyal
MAPK pada kanker tiroid dimulai kerja dari oleh faktor pertumbuhan yang terikat
pada reseptor tirosin kinase yang dimerisasi dan hasilnya aktivasi ini disebarkan
oleh autofosforilasi tirosin residu di kompartemen intraseluler. Jalur sinyal MAPK
memainkan peran penting dalam transmisi sinyal sel melalui sistem transduksi ke
inti sel, di mana mereka mempengaruhi ekspresi gen yang mengatur penting
proses seluler termasuk pertumbuhan sel, proliferasi, apoptosis, dan diferensiasi.
Jalur sinyal MAPK sepertinya memiliki peranan penting dalam kanker tiroid
yang diaktifkan oleh kejadian genetik dimana RAS dan BRAF terlibat. Jalur ini
sering terjadi pada kanker tiroid papiler.
20

Gambar 1. Jalur sinyal MAPK

PI3K adalah salah satu kumpulan enzim transduksi sinyal intraseluler yang
berhubungan yang mampu memfosforilasi cincin inositol dari
phosphatidylinositol. Jalur PI3K / AKT sangat mendasar dalam pengaturan
pertumbuhan sel, proliferasi, dan kelangsungan hidup. Perubahan genetik yang
melibatkan PI3K / AKT jalur pensinyalan terjadi pada tumor tiroid, khususnya
dalam karsinoma tiroid yang kurang terdiferensiasi, jarang terjadi pada kanker
tiroid yang terdiferensiasi dengan baik.
21

Gambar 2. Jalur Sinyal P13K

1.7.4 Diagnostik Molekuler Kanker Tiroid

Marker molekuler utama pada kanker tiroid terutama dipengaruhi oleh


aktivasi onkogen seperti BRAF, RAS, NTRK1 dan tumor suppressing gene
seperti PTEN and TP53, PI3K/AKT, CTNNB1, RET-PTC and PAX8-PPARγ,
dan mutasi thyrotropin receptor (TSHR). Berdasarkan banyak penelitian, marker
molekuler meningkatkan akurasi diagnosis pada kanker tiroid.

Tindakan tiroidektomi konvensional dengan ablasi adjuvan oleh


pengobatan radioiodine telah menjadi pilihan utama pengobatan untuk kanker sel
tiroid yang berasal dari folikuler, tetapi seringkali tidak kuratif. Kemajuan terkini
dalam memahami patogenesis molekuler kanker tiroid telah menunjukkan harapan
besar untuk pengembangan strategi pengobatan yang lebih efektif untuk kanker
22

tiroid. Hal ini terutama disebabkan identifikasi perubahan molekuler, termasuk


perubahan genetik dan epigenetik jalur sinyal - seperti jalur RAS-RAF-MEK-
MAPK-ERK (jalur MAPK) dan jalur PI3K-AKT - yang membentuk pilihan
tatalaksana pengobatan kanker tiroid.

Beberapa penghambat kinase, terutama yang menargetkan reseptor faktor


pertumbuhan endotel vaskular (VEGFR) dan / atau RET telah menunjukkan
aktivitas yang menjanjikan pada kanker tiroid terdiferensiasi dan meduler. Baru-
baru ini agen farmakologis (Axitinib, Motesanib Diphosphate, Pazopanib,
Sorafenib, Sunitinib, Thalidomide, dan Lenalidomide) untuk pengobatan kanker
tiroid lanjut telah muncul, yang mekanisme kerjanya akan memblokir aktivasi
konstitutif dari mitogen-activated protein kinase (MAPK) dan / atau jalur
phosphatidylinositol-3-kinase (PI3K) dan VEGFR (13). Alat-alat seperti genetika
molekuler untuk mendeteksi agresivitas kanker, dapat membantu rekomendasi
terapi yang paling tepat. Namun, operasi tetap merupakan perawatan yang tepat.

1.8. Histopatologi
Pemeriksaan ini adalah pemeriksaan definitif atau baku emas. Banyak cara
klasifikasi karsinoma tiroid yang dapat ditemukan dalam kepustakaan. Berikut
klasifikasi terbaru berdasarkan pembagian histopatologi menurut Brennan dan
Bloomer (1982) :
1. Well differentiated carcinoma (75%)
a. Papillary Carcinoma Thyroid
Umumnya tipe ini tumbuh lambat, bertahun-tahun, termasuk golongan yang
berdifferensiasi baik. Biasanya terdapat pada usia kurang dari 40 tahun berbeda
dengan tipe folikuler yang banyak pada usia diatas 40 tahun, walaupun dapat
terjadi pada segala usia.
Gambaran hitopatologik yang karakteristik adalah ditemukannya struktur
papiler dari sel-sel ganas yang uniform, baik ukuran maupun intinya. Karsinoma
tiroid papiler biasanya muncul sebagai massa sangat padat yang tidak teratur dan
tidak dienkapsulasi. Secara mikroskopis, ia multifokal, dan invasi bersih limfatik
dapat ditunjukkan. Arsitektur papillary lengkap atau parsial dengan beberapa
23

folikel hadir. Jika tidak, pada beberapa pasien, tumor mungkin kekurangan pola
papila. Sel tiroid besar dan menunjukkan nukleus dan sitoplasma yang abnormal
dengan beberapa mitosis. Dalam beberapa kasus, tirosit mungkin memiliki apa
yang disebut "Orphan Annie Eyes", yaitu sel bulat besar dengan nukleus padat
dan sitoplasma yang jernih. Ciri khas lain dari kanker ini adalah adanya tubuh
psammoma, mungkin sisa-sisa papila mati. Kadang-kadang tipe ini disertai
adanya struktur folikuler atau psamoma bodies di tengah-tengah struktur yang
papiler. Penyebaran terutama melalui sistem kelenjar getah bening regional. Dapat
juga bermetastasis jauh ke paru-paru dan tulang.
Occult papillary carcinoma hanya diketahui secara kebetulan waktu
operasi, karena ukurannya yang kecil, yaitu kurang dari 1,5 cm. Intra thyroid
papillary carcinoma masih terbatas pada jaringan kelenjar tiroid. Extra thyroid
papillary carcinoma sudah menembus kapsul kelenjar gondok dan menginfiltrasi
jaringan sekitarnya.
b. Folicular Carcinoma Thyroid

Golongan terbanyak kedua setelah adenokarsinoma papiler, lebih ganas dari


golongan pertama. Dapat ditemukan pada semua umur, tapi lebih banyak pada
usia diatas 40 tahun, lebih sering unilateral daripada bilateral. Histopatologik
memperlihatkan struktur sel tiroid yang merupakan folikel-folikel. Diferensiasi
folikuler tanpa perubahan inti seperti terlihat pada jenis papiler.
24

Gambar. Pola histologi karsinoma tiroid folikuler yang sedikit terdiferensiasi.

Gambar. Pola histologi metastasis kelenjar getah bening yang jarang terjadi pada karsinoma
tiroid folikuler
25

Gambar. Pola histologi metastasis kelenjar getah bening yang jarang terjadi pada karsinoma
tiroid folikuler.
Penyebaran terutama melalui sistem pembuluh darah (hematogen). Metastasis
jauh ke paru-paru, tulang dan alat visera lainnya seperti hepar dapat terjadi.
Kemungkinan untuk menjalani transformasi menjadi karsinoma anaplastik adalah
dua kali lebih besar dari tipe adenokarsinoma papiler.
c. Hurtle cell carcinoma
Fitur sitologi untuk neoplasma sel Hürthle adalah hypercellularity, dengan
dominasi sel Hürthle biasanya di atas 75%, sedikit atau tidak ada limfosit, dan
koloid langka atau tidak ada. Sel Hürthle berukuran besar dan poligonal, dengan
batas sel tidak jelas. Mereka memiliki nukleus hyperchromatic pleomorfik yang
besar, nukleolus menonjol, dan sitoplasma granular halus berwarna merah muda
dengan pewarnaan hematoxylin-eosin.
26

Gambar. Populasi sel monomorfik sel Hürthle diatur dalam kelompok dan sel tunggal yang
bebas kohesif. Sel-sel tersebut berbentuk polyhedral dan memiliki sitoplasma granular yang
berlimpah dengan batas-batas sel yang terdefinisi dengan baik. Nukleus membesar dan memiliki
macronucleolus utama yang menonjol.

2. Undifferentiated carcinoma (anaplastic) (20%)

Karsinoma anaplastik tiroid (ATC) adalah tumor besar, berdaging, dan


putih. Infiltrasi struktur yang berdekatan dapat diamati secara nyata dan
mikroskopis. Secara histologis, tumor dapat mengandung daerah nekrosis spontan
dan perdarahan. Biasanya, angioinvasion dapat dideteksi.
Varian histologis utama termasuk sel spindel, sel raksasa (osteoklastlike),
squamoid, dan paucicellular. Subtipe sel raksasa biasanya menunjukkan
kalsifikasi lokal dengan pembentukan osteoid yang signifikan. Subtipe
paucicellular menunjukkan pertumbuhan yang cepat, fibrosis intens, infark fokal,
kalsifikasi difus, dan perambahan dari jaringan vaskular yang berdekatan oleh sel
spindle atipikal.
Limfoma tiroid adalah satu-satunya kondisi yang dapat disembuhkan yang
mungkin membingungkan dengan ATC. Mengesampingkan limfoma dengan
adanya tumor tiroid sel besar yang berdiferensiasi buruk. Investigasi ini
27

melibatkan penanda jaringan limfoid (misalnya, imunoglobulin sitoplasma,


reseptor imunoglobulin, studi penyusunan kembali gen).
Gambaran histopatologi kanker tiroid anaplastik berupa tumor epitelial,
dengan tingkat selularitas kaya disertai nekrosis serta sel-sel pleomorfik dengan
berbagai ukuran dan bentuk. Ditemukan osteoclastic giant cells dan sel berinti
banyak; sering tampak mitosis dan aneuploidi DNA yang jelas.
Perjalanan penyakit ini cepat dan biasanya fatal. Dalam beberapa minggu
atau bulan sudah menyebabkan keluhan-keluhan akibat penekanan dan invasi
karsinoma. Keadaan umum cepat menurun dan tumor cepat mengadakan
metastasis jauh. Tipe ini secara histopatologik terdiri dari anaplastic spindle yang
giant cell atau small cell.
Sel-sel ini bervariasi dalam ukuran, bentuk dan inti. Banyak ditemukan
mitosis. Penyebaran melalui sistem kelenjar getah bening dan bermetastasis jauh.
3. Karsinoma Tiroid Meduler (MTC) (4%)

Sering ditemukan pada penderita usia tua (50-60 tahun). Karsinoma


berasal dari sel C atau parafolikuler kelenjar gondok yang banyak mengandung
amiloid, yang merupakan sifat khasnya, disamping itu tumor ini mengeluarkan
kalsitonin, ACTH, prostaglandin dan histamin. Sel C disebut juga sel apud (amine
preursore up take and dexarboxylation cell) sehingga tipe ini disebut pula
APUDOMA. Disebut juga karsinoma solidum karena jenis ini sangat keras seperti
batu, Sering didapatkan bersamaan dengan penyakit atau golongan hormonal
lainnya seperti adenoma paratiroid, feokromositoma. Tipe ini bersifat familial dan
herediter. Penyebaran melalui sistem getah bening.

Karsinoma tiroid meduler (MTC) menyerupai nodul putih-berbatas tegas


dengan tekstur kasar. Secara mikroskopis, ia mengandung sarang sel bulat atau sel
telur tanpa perkembangan folikel karena sel-sel ini berasal dari sel-sel C
parafollicular penghasil kalsitonin dari tiroid. Stroma fibrovascular biasanya
diselingi antar sel. Kadang-kadang, bahan amiloid, yang terdiri dari prohormon
kronitonin, dapat terjadi pada stroma MTC. Mungkin yang paling penting,
28

diagnosis imunohistokimia MTC dapat dilakukan dengan menunjukkan kalsitonin


menggunakan antiserum kalsitonin radioaktif terhadap sel MTC.

4. Tumor ganas lainnya


a. Sarkoma
b. Limfoma
c. Karsinoma epidermoid
d. Matastasis
e. Teratoma malignum

1.9. Gejala Klinis Pembesaran Kelenjar Tiroid


PembesaranJinak
Diffuse Toxic Goiter (Graves’ Disease)

Gejala klinis penyakit ini dapat dibagi menjadi yang berkaitan dengan
hipertiroid dan yang spesifik pada Graves’ disease. Gejala hipertiroid meliputi
tidak tahan panas, keringat bertambah, mudah haus, dan penurunan berat badan
meski mendapat asupan kalori yang memadai. Gejala peningkatan stimulasi
adregenik meliputi palpitasi, rasa gugup, lelah, emosi labil, hiperkinesis, dan
tremor. Gejala saluran cerna yang paling sering terjadi meliputi peningkatan
gerakan usus dan diare. Pasien wanita sering mengalami amenore, penurunan
kesuburan, dan peningkatan insidensi keguguran. Anak-anak merasakan
percepatan pertumbuhan dengan maturasi tulang yang lebih awal, sementara
pasien yang tua bisa datang dengan komplikasi kardiovaskuler seperti atrial
fibrilasi dan gagal jantung kongestif.
Pada pemeriksaan fisik, penurunan berat badan dan wajah merona dapat
terlihat jelas. Kulit terasa hangat dan lembab. Takikardia atau atrial fibrilasi dapat
terjadi, dengan vasodilatasi kutan menyebabkan pelebaran tekanan nadi dan
penurunan gelombang nadi yang cepat (collapsing pulse). Tremor halus,
penurunan massa otot (muscle wasting), dan kelemahan kelompok otot proksimal
dengan reflex tendon hiperaktif sering dijumpai.
29

Toxic Multinodular Goiter


Biasanya terjadi pada orang yang lebih tua, yang seringkali memiliki
riwayat non toxic multinodular goiter. Setelah beberapa tahun, dapat terkumpul
cukup nodul untuk menyebabkan hipertiroidisme. Gejala klinis seringkali
tersembunyi dimana hipertiroidisme hanya tampak jelas ketika pasien diberikan
penekan hormone tiroid dosis rendah untuk strumanya. Gejala dan tanda
hipertiroidisme mirip dengan Graves’ disease, tapi tanpa gejala ekstratiroid.

Thyroid Storm
Penyakit ini adalah kondisi hipertiroidisme yang diikuti dengan demam,
agitasi system saraf pusat atau depresi, dan disfungsi kardiovaskuler dan
gastrointestinal, termasuk gagal hati. Kondisi ini dapat dipicu oleh penghentian
obat antitiroid yang mendadak, infeksi, operasi tiroid, dan trauma pada pasien
dengan tirotoksikosis yang tidak terobati.

Hashimoto’s thyroiditis
Lebih sering pada perempuan di antara usia 30 sampai 50 tahun. Gejala
klinis yang paling sering adalah pembesaran kelenjar granular yang teraba keras
dengan ukuran sedikit atau lumayan membesar dari normal. Sering ditemukan
pada pemeriksaan rutin atau pasien merasakan adanya massa leher anterior yang
tidak nyeri. Pada Hashimoto’s thyroiditis klasik, pemeriksaan fisik menunjukkan
kelenjar keras yang membesar secara difus. Lobus piramidalis yang membesar
seringkali juga teraba.

Nontoxic Goiter
Sebagian besar pasien dengan penyakit ini asimptomatis, walaupun pasien
sering mengeluhkan adanya sensasi menekan pada leher. Saat struma menjadi
sangat besar, gejalakompresi seperti dispnea dan disfagia muncul. Pasien juga
sering mengatakan bahwa mereka sering harus mengosongkan tenggorokannya.
Disfonia akibat cedera nervus laringeus rekuren itu jarang, kecuali ada
30

malignansi. Pemeriksaan fisik dapat menunjukkan kelenjar yang lunak dan


membesar secara difus atau nodul dengan ukuran yang bervariasi jika didapati
struma multinodular. Dapat dijumpai deviasi atau kompresi trakea.

Pembesaran Kelenjar Tiroid Malignan


Papillary Carcinoma
Sebagian besar pasiennya eutiroid dan datang dengan massa tidak nyeri
yang tumbuh dengan lamban. Disfagia, dispnea, dan disfonia biasanya dikaitkan
dengan penyakit invasif yang lebih lanjut. Metastase nodus limfe sering didapati,
terutama pada anak anak dan dewasa muda, dan mungkin menjadi keluhan utama.
Metastase jauh jarang didapati pada awal. Tempat yang paling sering adalah paru,
diikuti dengan tulang, hati, dan otak.

Follicular Carcinoma
Lebih sering terjadi pada area yang kurang yodium. Insidensinya menurun
di Amerika, diperkirakan karena suplementasi yodium dan perbaikan klasifikasi
histopatologi. Wanita memiliki insidensi kanker folikuler yang lebih besar, dan
usia rata rata saat datang itu 50 tahun. Kanker folikuler biasanya muncul sebagai
nodul tiroid soliter, terkadang dengan riwayat peningkatan ukuran yang cepat, dan
struma yang telah bertahan lama. Nyeri jarang dijumpai, kecuali terjadi
hemorrhage ke dalam nodul. Tidak seperti kanker papiler, limfadenopati servikal
tidak umum dijumpai pada presentasi awal, walaupun metastase jauh dapat
dijumpai. Tumor folikuler >4 cm pada pria tua lebih kemungkinan ganas.

Tiroid Ablasi
Beberapa ciri membuat pasien memiliki resiko lebih mengalami rekurensi
local atau metastase. Ciri tersebut berupa subtype histologi tertentu seperti (tall
cell, kolumnar, insular, varian padat dan kanker tiroid poorly differentiated.),
adanya invasi vaskuler intratiroidal, atau kanker multifocal kasat mata ataupun
mikroskopis. Namun, saat ini belum ada data yang memadai untuk menentukan
apakah ablasi yodium radioaktif memiliki keuntungan apapun untuk cirri di atas,
31

tanpa memikirkan usia, ukuran tumor dan status nodus limfe. Sehingga, panduan
ATA saat ini merekomendasikan yodium radioaktif setelah tiroidektomi total pada
pasien pasien yang diketahui memiliki metastasis jauh.
Ablasi yodium radioaktif diindikasikan untuk pasien denhan:
Tumor besar >4 cm
Dijumpai metastasis jauh
Gross extrathyroid extension
Ablasi yodium radioaktif dapat dipertimbangkan untuk tumor dengan
karakteristik:
Ukuran sedang 1 sampai 4cm dan bernodul
Multifokal
Agresif berdasarkan histologi
Resiko tinggi, berdasarkan faktor pasien (usia>45 thn, riwayat radiasi
kepala dan leher, riwayat keluarga kanker tiroid)
Ablasi yodium radioaktif tidak direkomendasikan untuk:
Tumor kecil < 1 cm, tumor soliter
Tumor multifocal yang semuanya < 1 cm

Ablasi dapat dikerjakan dengan thyroid hormone withdrawal ataupun


dengan stimulasi TSH rekombinan. Teknik stimulasi dikaitkan dengan
peningkatan kualitas hidup. Jika hormone withdrawal dipakai, terapi T4
131
sebaiknya dihentikan untuk sekitar 6 minggu sebelum scanning dengan I.
Pasien sebaiknya menerima T3 selama masa ini untuk mengurangi periode
hipotiroidisme. T3 memiliki paruh waktu yang lebih pendek dari T4 (1 hari
banding 1 minggu) dan perlu dihentikan selama 2 minggu agar level TSH dapat
naik sebelum terapi. Level >30 mU/L dianggap optimal. Diet rendah yodium juga
direkomendasikan selama periode 2 minggu ini. Protokol biasa mencakup
memberikan dosis skrining 1 sampai 3 mCi dan mengukur asupan 24 jam
setelahnya. Setelah tiroidektomi total, nilai ini seharusnya <1%. Bercak “panas”
pada leher setelah skrining awal biasanya menunjukkan residu jaringan normal
pada bantalan tiroid. Beberapa peneliti merekomendasikan untuk menghilangkan
32

dosis skrining untuk meminimalisir “pengejutan” sel tirosit. Panduaan saat ini
merekomendasikan untuk memakai 123I atau 131I beraktivitas rendah (dosia 1- to 3-
mCi) dan memberikan dosis terapeutik dalam 72 jam. Dosis terapi 30 sampai 100
mCi dianjurkan untuk ablasi pada pasien resiko rendah karena dosis tersebut
menunjukkan persentase ablasi dan rekurensi yang sama. Dosis 30 mCi juga
efektif untuk mengablasis residu dengan TSH rekombinan. Pada pasien faktor
resiko lebih tinggi, dosis yang lebih tinggi (100 to 200 mCi) dianjurkan.
Komplikasi terapi tertera berikut.

1.10. Diagnosis
Langkah pertama dalam mendiagnosis adalah dengan melakukan
anamnesis. Pada langkah anamnesis awal, kita berusaha mengumpulkan
data untuk menentukan apakah nodul tiroid tersebut toksik atau non
toksik. Biasanya nodul tiroid tidak disertai rasa nyeri kecuali pada kelainan
tiroiditis akut/subakut. Sebagian besar keganasan pada tiroid tidak
33

memberikan gejala yang berat, kecuali jenis anaplastik yang sangat cepat
membesar bahkan dalam hitungan minggu. Pada pasien dengan nodul tiroid
yang besar, kadang disertai dengan adanya gejala penekanan pada esofagus
dan trakea. 4
Nodul diidentifikasi berdasarkan konsistensinya keras atau lunak,
ukurannya, terdapat tidaknya nyeri, permukaan nodul rata atau berbenjol-
benjol, berjumlah tunggal atau ganda, memiliki batas yang tegas atau tidak
dan keadaan mobilitas nodul. Pemeriksaan laboratorium yang membedakan
tumor jinak dan ganas tiroid belum ada yang khusus. Kecuali karsinoma
medular, yaitu pemeriksaan kalsitonin (tumor marker) dalam serum.
Pemeriksaan T3 dan T4 kadang-kadang diperlukan karena pada karsinoma
tiroid dapat terjadi tirotoksikosis walaupun jarang. Human Thyroglobulin
(HTG) Tera dapat dipergunakan sebagai penanda tumor terutama pada
karsinoma berdiferensiasi baik. Walaupun pemeriksaan ini tidak khas untuk
karsinoma tiroid, namun peninggian HTG setelah tiroidektomi total
merupakan indikator tumor residif. 4
Setelah dilakukan anamnesis, maka selanjutnya dilakukan pemeriksaan
fisik. Pemeriksaan fisik nodul mencakup tujuh kriteria. Nodul diidentifikasi
berdasarkan konsistensinya keras atau lunak, ukurannya, terdapat tidaknya
nyeri, permukaan nodul rata atau berdungkul-dungkul, berjumlah tunggal
atau multipel, memiliki batas yang tegas atau tidak dan keadaan mobilitas
nodul. Secara klinis, nodul tiroid dicurigai ganas apabila:4
a. Usia penderita dibawah 20 tahun atau diatas 50
tahun
b. Ada riwayat radiasi leher pada masa anak-anak
c. Disfagia, sesak nafas, dan perubahan suara
d. Nodul soliter, pertumbuhan cepat dan konsistensi
keras
e. Ada pembesaran kelenjar getah bening leher (jugular, servikal, atau
submandibular)
f. Ada tanda-tanda metastasis jauh
34

Pemeriksaan penunjang dalam langkah menegakkan diagnosis klinis meliputi:4


1. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan dengan menilai kadar Human Thyroglobulin (HTG),


suatu penanda tumor untuk karsinoma tiroid yang berdifferensiasi baik,
terutama untuk follow up.
2. Pemeriksaan radiologi (Rontgen dan USG)
a. Foto rontgen

Pemeriksaan dilakukan dengan melakukan sinar rontgen ke paru


pada posisi anteroposterior (AP) untuk dapat menilai dan berperan
dalam menentukan sudah adanya atau tidaknya metastasis.

b. Ultrasonography (USG)

Secara khusus peranan USG pada pemeriksaan tonjolan tiroid


adalah: (1) dengan cepat dapat menentukan apakah tonjolan
tersebut di dalam atau di luar tiroid. (2) dengan cepat dan akurat
dapat membedakan tumor kistik dan tumor solid. (3) dengan lebih
mudah dapat dikenali apakah tonjolan tersebut tunggal atau
lebih dari satu. (4) dapat membantu penilaian respon pengobatan
pada terapi supresif. (5) dapat membantu mencari keganasan tiroid
pada metastasis yang tidak diketahui tumor primernya. (6) sebagai
pemeriksaan penyaring terhadap golongan resiko tinggi untuk
menemukan keganasan tiroid. (7) sebagai pengarah pada
pemeriksaan FNAB.
3. Pemeriksaan sidik tiroid

Dasar pemeriksaan ini adalah pengambilan dan pendistribusian


yodium radioaktif dalam kelenjar tiroid. Yang dapat dilihat dari
pemeriksaan ini adalah besar, bentuk, dan letak kelenjar tiroid serta
distribusi dalam kelenjar. Juga dapat diukur pengambilan yodiumnya
dalam waktu 3, 12, 24 dan 48 jam.
35

4. Pemeriksaan FNAB

Penggunaan pemeriksaan sitologi ini sebagai alat bantu diagnostik,


dapat digunakan untuk menegakkan diagnostik karsinoma tipe papilar,
anaplastik, medular, tiroiditis dan kebanyakan koloid nodul jinak. Namun
demikian, FNAB tidak bisa membedakan adenoma folikular dan
karsinoma folikular, dan nodul koloid yang hiperseluler.
5. Pemeriksaan histopatologi

Merupakan pemeriksaan diagnostik utama. Jaringan diperiksa


setelah dilakukan tindakan lobektomi atau isthmolobektomi.
Kemudian diwarnai dengan Hematoksilin Eosin (HE) dan diamati di
bawah mikroskop lalu ditentukan diagnosa berdasarkan gambaran
pada preparat.

1. 11. Penanganan Bedah Kanker Tiroid


Pertama-tama dilakukan pemeriksaan klinis untuk menentukan apakah nodul
tiroid tersebut suspek maligna atau suspek benigna. Bila nodul tersebut suspek
maligna dibedakan atas apakah kasus tersebut operabel atau inoperabel. Bila kasus
yang dihadapi inoperabel maka dilakukan tindakan biopsi insisi dengan
pemeriksaan histopatologi secara blok parafin. Dilanjutkan dengan tindakan
debulking dan radiasi eksterna atau khemoradioterapi.
Bila nodul tiroid suspek maligna tersebut operabel dilakukan tindakan
isthmolobektomi dan pemeriksaan potong beku (VC ).
Ada 5 kemungkinan hasil yang didapat :
1. Lesi jinak

Maka tindakan operasi selesai dilanjutkan dengan observasi


2. Karsinoma papilare.

Dibedakan atas risiko tinggi dan risiko rendah berdasarkan klasifikasi AMES.
- Bila risiko rendah tindakan operasi selesai dilanjutkan dengan observasi.
- Bila risiko tinggi dilakukan tindakan tiroidektomi total.
36

3. Karsinoma Folikulare

Dilakukan tindakan tiroidektomi total


4. Karsinoma Medulare

Dilakukan tindakan tiroidektomi total


5. Karsinoma Anaplastik

- Bila memungkinkan dilakukan tindakan tiroidektomi total.


- Bila tidak memungkinkan, cukup dilakukan tindakan debulking dilanjutkan
dengan
radiasi eksterna atau khemoradioterapi.
Bila nodul tiroid secara klinis suspek benigna dilakukan tindakan FNAB (
Biospi Jarum Halus ). Ada 2 kelompok hasil yang mungkin didapat yaitu :
1. Hasil FNAB suspek maligna, “foliculare Pattern” dan “Hurthle Cell”.
Dilakukan tindakan isthmolobektomi dengan pemeriksaan potong beku seperti
diatas.
2. Hasil FNAB benigna
Dilakukan terapi supresi TSH dengan tablet Thyrax selama 6 bulan kemudian
dievaluasi, bila nodul tersebut mengecil diikuti dengan tindakan observasi dan
apabila nodul tersebut tidak ada perubahan atau bertambah besar sebaiknya
dilakukan tindakan isthmolobektomi dengan pemeriksaan potong beku seperti
diatas.
Bila di pusat pelayanan kesehatan tidak terdapat fasilitas pemeriksaan potong
beku maupun maka dilakukan tindakan lobektomi/isthmolobektomi dengan
pemeriksaan blok parafin dan urutan penanganan nodul tiroid dapat mengikuti
penjelasan dibawah ini.
Penatalaksanaan Kanker Tiroid Dengan Metastasis Regional.
Dipastikan terlebih dahulu apakah kasus yang dihadapi operable atau inoperabel .
Bila inoperabel tindakan yang dipilih adalah dengan radioterapi eksterna atau
dengan khemoradioterapi dengan memakai Adriamicin. Dosis 50-60mg/m2 luas
permukaan tubuh ( LPT ). Bila kasus tersebut operabel dilakukan penilaian
37

infiltrasi kelenjar getah bening terhadap jaringan sekitar. Bila tidak ada infiltrasi
dilakukan tiroidektomi total ( TT) dan “
Functional RND”. Bila ada infiltrasi pada N. Ascesorius dilakukan TT + RND
standar. Bila ada infiltrasi pada vena Jugularis interna tanpa infiltrasi pada N,
Ascesorius dilakukan TT + RND modifikasi 1. Bila ada infiltrasi hanya pada M.
Sterno cleidomastoidius dilakukan
TT + RND modifikasi 2.
Penatalaksanaan Kanker Tiroid Dengan Metasasis Jauh
Dibedakan terlebih dahulu apakah kasus yang dihadapi berdiferensiasi baik atau
buruk.
Bila berdiferensiasi buruk dilakukan khemoterapi dengan adriamicin. Bila
berdiferensiasi baik dilakukan TT + radiasi interna dengan I 131 kemudian dinilai
dengan sidik seluruh tubuh, bila respon (+) dilanjutkan dengan terapi
subpresi/subtitusi.
Syarat untuk melakukan radiasi interna adalah : tidak boleh ada jaringan tiroid
normal yang akan bersaing dalam afinitas terhadap jaringan radioaktif. Ablatio
jaringan tiroid itu bisa dilakukan dengan pembedahan atau radio ablatio dengan
jaringan radioaktif. Bila respon (-) diberikan khemoterapi adriamicin. Pada lesi
metastasisnya, bila operabel dilakukan eksisi luas.
38

BAB 2
STATUS ORANG SAKIT

Identitas Pasien
Nama : MH
No RM : 74.9.78
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal Lahir/Usia : 02-09-1984 / 34 tahun
Alamat : Jl. Parapat No. 57 Parluasan Balata
Agama : Islam
Tanggal Masuk : 20-05-2018

Anamnesis
Keluhan Utama : Sesak nafas
Telaah : Pasien sudah dirawat ± 2 minggu di rumah sakit swasta di
Siantar dengan keluhan yang sama. Sesak napas terjadi tiba – tiba saat akan tidur
malam, pasien langsung dibawa ke rumah sakit. 3 hari berikutnya dilakukan
pemasangan drain dada, sesak berkurang. Pasien dengan riwayat TB dan sudah
konsumsi OAT selama ± 2 minggu ini.
Riwayat Penyakit Terdahulu : TB paru
Riwayat Penggunaan Obat : OAT
Riwayat Operasi : Tidak ada

Pemeriksaan Fisik
Status Presens (31 Juli 2018 )
Sensorium : Alert
Tekanan Darah : 110 / 70
Nadi : 76 x/menit
Frekuensi Nafas : 22 x/menit
Temperatur : 36,9oC

Status Generalisata
Kepala
Mata : Pupil isokor diameter kanan=kiri, reflek
cahaya (+/+), konjungtiva palpebra anemis (-/-),
39

sklera ikterik (-/-)


Telinga : Dalam batas normal
Hidung : Dalam batas normal
Mulut : Dalam batas normal
Leher : Pembesaran KGB (-)

Thoraks
Inspeksi : Kesan tidak tampak ketinggalan bernapas pada
paru kanan, chest tube terpasang, terhubung ke
WSD
Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri
Perkusi : Tidak dilakukan pemeriksaan
Auskultasi : Suara Pernafasan : Melemah pada 1/3 lapangan
bawah hemithoraks kanan
Suara Tambahan : Wheezing (-/-), ronkhi (+/+)
Jantung : S1, S2 (+) normal, murmur (-)
HR= 76 x/menit; RR = 22x/menit
Abdomen
Inspeksi : Dalam batas normal
Palpasi : Soepel
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Peristaltik (+) normal
Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas
Nadi 76x/menit, T/v cukup, akral hangat, CRT < 3’

Diagnosa Kerja : Pneumothoraks post pemasangan chest tube + TB


Paru dalam pengobatan

Terapi
- IVFD RL 20 gtt/menit
- Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam
- OAT 4 FDC 1x2 tab
- B comp 3x1 tab
- Ambroxol syr 3xCI
- Nebul NaCl 3% 2 cc/8 jam
40

Rencana
Hasil Laboratorium
Tgl : 20-05-2018
Jenis Pemeriksaan Hasil Rujukan

Hematologi

Hemoglobin (HGB) 8 g/dL 12-16


Eritrosit (RBC) 2,93 juta/ μL 3,8 – 5,2
Leukosit (WBC) 7,03 / μL 3,6 – 11
Hematokrit 25,30 % 38 – 44
Trombosit (PLT) 384.000/μL 150.000-450.000
MCV 84,30 Fl 82 – 92
MCH 27,30 pg 27 – 31
MCHC 31,60 gr/dL 32 - 36

KGD Sewaktu 108 mg/Dl <100

Elektrolit

Natrium 136 mEq/L 135-155


Kalium 3,5 mEq/L 3,5-5
Klorida 102 mEq/L 96-106
Kimia Darah
pH 7,48
pCO2 24,2 7,37-7,45
pO2 78,8 33-44
HCO3 17,9 71-104
BE -4,6 22-29
sO2 96,3 (-2) – 3
94-98
Ginjal

Ureum 49,9 mg/Dl <50

Kreatinin 1,3 mg/Dl 0,6-1,3

Hasil Radiologi
Tanggal : 20 – 05 – 2018
41

Jantung tidak membesar. Aorta dan mediastinum superior tak melebar.


Trakea di tengah. Kedua hilus tidak menebal. Corakan bronchovaskuler baik.
Fibroinfiltrat di kedua paru. Tampak area lisensi avaskular di lateral hemithoraks
kanan. Sinus dan diafragma bak. Tulang kesan intact. Terpasang selang WSD
setinggi costa posterior IV kanan.
Kesan : TB paru kanan aktif dengan pneumothorax kanan.

FOLLOW UP

Tanggal S O A P
21/05/2018 S : sesak Sens : Alert Pneumothorax - Diet MB
nafas (-) TD : 100 / 70 (R) post chest - Koreksi Hb
Batuk (-) mmHg tube insersion kebutuhan = Hb
HR : 80 x / i + TB paru x BB x 4
RR : 22 x / i dalam = (10-80) x 60 x
T : 36,9 oC pengobatan 4 = 480cc (3 bag
Kepala : dalam PRC 175cc)
batas normal kemampuan 2
Leher : dalam bag/ hari
batas normal - IVFD RL 20
Thorax : gtt/i
SP : melemah - Inj. Ranitidine
pada hemithorax 50mg /12jam
kanan - Cek sputum
ST : ronki (+/+) BTA, DS 3x,
Abdomen : kultur sputum
dalam batas dari TS paru
42

normal
Ekskremitas :
dalam batas
normal
22/05/2018 S : sesak Sens : Alert Pneumothorax - Diet MB
nafas (-) TD : 100 / 70 (R) post chest - IVFD RL 20
Batuk (-) mmHg tube insersion gtt/i
HR : 72 x / i + TB paru -Inj. Ranitidine
RR : 24 x / i dalam 50mg /12jam
T : 36,9 oC pengobatan - Terapi lain
Kepala : dalam sesuai TS paru
batas normal
Leher : dalam
batas normal
Thorax :
SP : melemah
pada hemithorax
kanan
ST : ronki (+/+)
Abdomen :
dalam batas
normal
Ekskremitas :
dalam batas
normal

Anda mungkin juga menyukai