KANKER TIROID
Disusun oleh:
Pembimbing:
Dr.dr. Kamal Basri Siregar, Sp.B(K) Onk
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena atas berkat dan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan laporan kasus kami
yang berjudul “Kanker Tiroid”.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen
pembimbing, Dr.dr. Kamal Basri Siregar, Sp.B (K) Onk yang telah
meluangkan waktunya dan memberikan banyak masukan dalam penyusunan
laporan kasus ini sehingga dapat selesai tepat pada waktunya.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan yang telah disusun ini
masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran
yang membangun untuk laporan kasus ini. Akhir kata, semoga laporan kasus ini
dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan semua pihak yang terlibat dalam
pelayanan kesehatan di Indonesia.
Penulis
iii
LEMBAR PENGESAHAN
Nama :
Fiony Adida 130100269
Peter Obrian Gtg 130100316
Clara Shinta Aruan 130100364
Cristya Kartika PS 130100374
Teguh Pangestu 130100136
Dewi Nur Cahya 130100284
Irianto 130100253
Ronario 130100368
An Nur Fithri 130100226
Fina Arbaiyah hsb 130100134
Fauziah 130100351
Pembimbing
DAFTAR ISI
Cover .................................................................................................................. i
Kata Pengantar ................................................................................................ ii
Lembar Pengesahan ......................................................................................... iii
Daftar Isi ........................................................................................................... iv
BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 1
2.1. Embriologi Tiroid ........................................................................... 1
2.2. Anatomi Tiroid .............................................................................. 2
2.3. Fungsi Tiroid ................................................................................. 8
2.4. Mekanisme dan Metabolism Yodium ........................................... 10
2.5. Faktor Risiko ................................................................................. 14
2.6. Patofisiologi Kanker Tiroid ........................................................... 16
2.7. Biomolekuler Kanker Tiroid ......................................................... 17
2.8. Jenis-Jenis Histopatologi Kanker Tiroid ........................................ 22
2.9. Gejala Klinis Kanker Tiroid dan Tiroid Ablasi ............................. 28
2.10. Diagnostik Kanker Tiroid .............................................................. 32
2.11. Penanganan Bedah Kanker Tiroid ................................................. 35
BAB 2 STATUS ORANG PASIEN ............................................................... 38
1
BAB 1
TINJAUAN PUSTAKA
(4)
I. LOBUS LATERALIS
Setiap lobus kiri dan kanan terdiri dari 3 bagian yaitu :
1. Apex
2. Basis
3. 3 Facies/ permukaan dan 3 Margo/ pinggir
(4)
1. APEX
• Berada di atas dan sebelah lateral oblique cartilage thyroidea
• Terletak antara M.Constrictor inferior (di medial) dan M.Sternothyroideus
(di lateral)
• Batas atas apex pada perlekatan M.Sternothroideus.
• Di apex A. Thyroidea superior dan N.Laringeus superior berpisah, arteri
berada di superficial dan nervus masuk lebih ke dalam dari apex
(polus)→Ahli bedah sebaiknya meligasi arteri thyroidea sup.dekat ke
apex.
(4)
3. A. FACIES SUPERFICIAL/ ANTEROLATERAL
Berbentuk konvex ditutupi oleh beberapa otot dari dalam ke luar :
1. M. Sternothyroideus
2. M. Sternohyoideus
3. M. Omohyoideus venter superior
4. Bagian bawah M. Sternocleidomastoideus
4
(4)
B. FACIES POSTEROMEDIAL
Bagian ini berhubungan dengan :
- 2 saluran : larynx yang berlanjut menjadi trachea, dan pharynx
berlanjut menjadi oesophagus.
- 2 otot : M. Constrictor inferior dan M. Cricothyroideus.
- 2 nervus : N. Laryngeus externa dan N. Larungeus recurrent.
(4)
C. FACIES POSTEROLATERAL
Berhubungan dengan carotid sheath (selubung carotid) dan isinya
yaitu A. Carotis interna, N. Vagus, dan V. Jugularis interna (dari medial ke
lateral).
(4)
D. MARGO ANTERIOR
Margo ini memisahkan facies superficial dari posteromedial,
berhubungan dengan anastomose A. Thyroidea superior.
(4)
E. MARGO POSTERIOR
Bagian ini memisahkan facies posterolateral dari posteromedial,
berhubungan dengan anastomose A. Thyroidea superior dan inferior.
Ductus thoracicus terdapat pada sisi kirinya.
Terdapat kelenjar parathyroidea superior pada pertengahan margo
posterior lobus lateralis kelenjar thyroidea tepatnya di antara true dan false
capsule. Setentang cartilage cricoidea dan sebelah dorsal dari N.
Laryngeus recurrent.
Kelenjar parathyroidea inferior letaknya bervariasi, terdapat 3
kemungkinan letaknya :
- Pada polus bawah (inferior) lobus lateralis di dalam false capsule di
bawah A. Thyroidea inferior.
- Di luar false capsule dan di atas A. Thyroidea superior
- Di dalam true capsule pada jaringan kelenjar dan ventral terhadap N.
Laryngeus recurrent.
5
(1,2,4,5)
II. ISTHMUS
Isthmus adalah bagian kelenjar yang terletak di garis tengah dan
menghubungkan bagian bawah lobus dextra dan sinistra (isthmus mungkin juga
tidak ditemukan). Diameter transversa dan vertical ± 1,25 cm.
Pada permukaan anterior isthmus dijumpai (dari superficial ke profunda) :
- Kulit dan fascia superficialis
- V. Jugularis anterior
- Lamina superficialis fascia cervicalis profunda
- Otot-otot : M. Sternohyoideus danM. Sternothyroideus.
Permukaan posterior berhubungan dengan cincin trachea ke 3 dan 4. Pada
margo superiornya dijumpai anastomose kedua A. Thyroidea superior, lobus
pyramidalis dan Levator glandulae. Di margo inferior didapati V. Thyroidea
inferior dan A. Thyroidea ima.
(1,2,3,4,5)
2. Sistem Vena
• V. Thyroidea superior; muncul dari polus superior dan berakhir pada vena
jugularis interna (kadang-kadang V. Facialis)
• V. Thyroidea inf.; muncul dari margo bawah istmus dan berakhir pada V.
Brachiocephalica sin.
• V. Thyroidea media; muncul dari pertengahan lobus lateralis dan berakhir di
V. Jugularis int.
7
(4)
3. Aliran Lymphatic
• Ascending Lymphatic
- Media, mengalir ke prelaryngeal lymph node yang terletak pada
membrane cricothyroidea
- Lateral, mengalir ke Jugulo-digastric grup dari deep cervical lymph node.
• Descending Lymphatic
- Medial, mengalir ke pretracheal grup di trachea
- Lateral, mengalir ke Gl. Recurrent chain pada N. Laryngeus recurrent.
8
lain, atau dengan memicu pengeluaran growth hormone. Biosintesis hormon tiroid
dimulai dari asupanion iodine yang terdapat pada air atau makanan, kemudian
diserap dan dibawa ke cairan ekstraseluler, dan akhirnya ke dalam tiroid dimana
konsentrasi iodine dalam sel 30 kali lebih tinggi dibandingkan konsentrasi di
darah tepi. Pengambilan iodide secara aktif melewati membran basalis difasilitasi
oleh human sodium iodide symporter. Sistem transpor ini berpasangan dengan
aliran natrium. Iodide di dalam tiroid kemudian dioksidasi menjadi iodine. Iodine
selanjutnya diubah menjadi thyrosine. Hasil akhirnya adalah monoiodotyrosine
(MIT) apabila satu molekul thyrosine yang terikat, dan diiodotyrosine (DIT)
apabila dua molekul thyrosine yang terikat. Sisa iodothyrosine kemudian
mengendap dan membentuk hormon tiroid aktif T3 dan 13 T4. Hormon T3
terbentuk dari penggabungan satu molekul DIT dan satu molekul MIT, sedangkan
hormon T4 dibentuk dari penggabungan dua molekul DIT .
Hormon tiroid disimpan di dalam TGB termasuk sisa endapan serta T3
dan T4. Pada penelitian tentang variasi rantai molekul TGB ditemukan perbedaan
antara kelenjar tiroid normal dan kondisi patologis s 14 Sintesis dan pengeluaran
hormon tiroid diatur oleh kadar hormon Thyroid StimulatingHormone (TSH) di
dalam darah. Thyroid StimulatingHormone dihasilkan oleh kelenjar pituitary
anterior. Hormon ini berikatan dengan reseptor spesifik pada membran sel
folikular, dan mengaktifkan adenyl cycklase pathway yang mengatur T3 dan T4.
Stimulasi kelenjar tiroid oleh TSH akan meningkatkan sekresi hormon
tiroid dan aliran darah ke kelenjar tiroid. Kondisi ini akan menyebabkan hipertrofi
dan hiperplasia sel folikular yang diikuti dengan penurunan cadangan koloid. Pada
tingkat fungsional sel, hal ini ditandai dengan peningkatan konsentrasi iodide dan
protein pengikat, peningkatan sintesis, dan sekresi hormon .
Pengeluaran hormon TSH dari kelenjar pituitary anterior diatur oleh
Thyroid ReleasingHormone (TRH)di hipotalamus. Pengeluaran TSH dan TRH
diatur oleh kadar T3 dan T4 yang bebas di dalam darah melalui mekanisme
umpan balik negatif ke pituitary dan hipotalamus. Kadar T3 dan T4 yang rendah
akan memacu pengeluaran TSH dan TRH, begitu juga sebaliknya kadar T3 dan
T4 yang tinggi akan menghambat pengeluaran TSH dan TRH. Di perifer, T3 dan
10
Sintesis dan sekresi tiroglobulin adalah langkah kedua. Ini terjadi oleh
proses independen lain di dalam sel folikular; sintesis dimulai pada retikulum
12
endoplasma kasar sebagai unit peptida berat molekul 330.000 (produk terjemahan
utama RNA messenger-nya). Kemudian unit-unit ini bergabung menjadi dimer,
diikuti dengan penambahan moieties karbohidrat, setelah itu molekul bergerak ke
aparatus Golgi.Molekul thyroglobulin yang lengkap mengandung sekitar 140
residu tirosin, yang berfungsi sebagai substrat untuk sintesis hormon
tiroid.Tiroglobulin terkandung dalam vesikula kecil yang kemudian bergerak
menuju permukaan apikal membran plasma sebelum dilepaskan ke lumen folikel.
Langkah ketiga adalah oksidasi iodida.Iodida dalam sel folikuler bergerak
ke arah permukaan apikal membran plasma, untuk masuk ke dalam lumen folikel;
transportasi ini oleh transporter iodida / klorida independen natrium disebut
pendrin.Iodida (I ') kemudian langsung teroksidasi menjadi Iodine oleh (I).
Ini diikuti oleh pengorganisasian tiroglobulin, dimana iodinasi residu
tirosin yang ada dalam molekul tiroglobulin terjadi.Iodinasi pertama terjadi pada
posisi 3 untuk membentuk monoiodotyrosine (MIT) dan kemudian pada posisi 5
untuk membentuk diiodityrosine (DIT).Iodinasi tirosin diikuti oleh reaksi kopling,
dimana dua molekul pasangan DIT membentuk hormon tiroksin (T4); dan satu
molekul MIT berpasangan dengan satu molekul DIT untuk membentuk hormon
Triiodothyronine (T3).Reaksi dikatalisis oleh peroksidase tiroid (TPO).Hormon
tiroid disimpan di dalam folikel tiroid sebagai koloid selama beberapa
bulan.Hormon yang disimpan dapat memenuhi kebutuhan tubuh hingga 3 bulan.
Koloid yang mengandung iroginated thyroglobulin mengalami endositosis,
di mana ia diselamatkan dari lumen folikel oleh sel-sel epitel; ini difasilitasi oleh
TG Megalin reseptor yang hadir pada membran apikal. Koloid sekarang
memasuki sitoplasma dalam bentuk tetesan koloid, yang bergerak menuju
membran basal mungkin melalui fungsi mikrotubulus dan mikrofilamen.Tetesan
koloid berikutnya sekering dengan vesikula lisosom yang mengandung enzim
proteolitik.Protease membantu mencerna molekul thyroglobulin yang melepaskan
T4, T3, DIT, dan MIT ke dalam sitoplasma.Sementara T4 dan T3 berdifusi
melalui permukaan basal ke dalam aliran darah, MIT dan DIT dengan cepat diurai
oleh enzim deiodinase.Mekanisme ini membantu mengambil iodida untuk didaur
ulang bersama dengan tirosin untuk didaur ulang.
13
Dalam aliran darah, T4 dan T3 dapat bersirkulasi dalam bentuk terikat atau
bebas; sedangkan 99 persen T4 dan T3 beredar dalam bentuk terikat, kurang dari
1 persen bersirkulasi dalam bentuk tak terikat. Protein pengikat termasuk globulin
pengikat tiroksin (TBG), prealbumin mengikat tiroksin (TBPA) dan albumin
pengikat tiroksin (TBA).Mengikat hormon selain berfungsi sebagai penampung
juga membantu mencegah kehilangan hormon.Hormon yang tidak terikat secara
biologis aktif.Sekitar 80 persen dari sirkulasi T3, hormon tiroid yang paling aktif
berasal dari deiodinasi perifer hormon T4.
Sekresi tiroid diatur oleh kelenjar pituitari melalui TSH yang beroperasi
pada mekanisme umpan balik yang disetel ke tingkat T4 dalam darah. Penurunan
kadar T4 merangsang hipofisis untuk meningkatkan sekresi TSH-nya yang pada
gilirannya merangsang kelenjar tiroid untuk melepaskan T4 dalam sirkulasi untuk
mempertahankan kadar normal hormon dalam darah.
Kelenjar tiroid mengeluarkan 80 mikrogram yodium dalam bentuk T3 dan
T4 hormon per hari; 40 mikrogram yodium yang disekresi muncul dalam cairan
ekstraselular (ECF) per hari. T3 dan T4 dimetabolisme di hati yang melepaskan
sekitar 60 mikrogram yodium ke ECF dan 20 mikrogram yodium ke dalam
empedu untuk diekskresikan dalam tinja. Rata-rata, 480 mikrogram yodium
diekskresikan dalam urin dan 20 mikrogram dalam kotoran per hari.
Karena tiroid memiliki mekanisme yodium-trapping yang sangat efisien,
ia biasanya mempertahankan gradien 100: 1 antara konten yodium sel tiroid dan
yodium ekstra-seluler (2). Efektivitas perangkap iodida dinilai dengan rasio tiroid
/ serum (T / S).T / S [I] diukur dengan iodida radioaktif.Thyroid stimulating
hormone (TSH) mengatur ransum T / S untuk iodida. Setelah hipofisektomi,
penurunan kadar TSH, menyebabkan penurunan rasio T / S. Tingkat TSH yang
tinggi seperti pada hipertiroidisme sekunder (pituitari) meningkatkan rasio T / S.
Sementara sebagian besar yodium terkonsentrasi di kelenjar tiroid, yodium
non hormonal ditemukan dalam berbagai jaringan tubuh termasuk kelenjar susu,
mata, mukosa lambung, leher rahim dan kelenjar ludah. Dengan pengecualian
jaringan mamaria fungsi yodium dalam jaringan ini masih belum jelas.Akumulasi
yodium di payudara memainkan peran penting selama menyusui dalam
14
perkembangan janin dan neonatal; Namun yodium tersebut juga terbukti memiliki
fungsi antioksidan.Di hadapan hidrogen peroksida dan peroksidase, iodida
bertindak sebagai donor elektron, sehingga mengurangi kerusakan oleh radikal
oksigen bebas.Sebaliknya, payudara dengan toko yodium yang tidak memadai
cenderung rusak oleh akumulasi tingkat tinggi malondialdehyde, produk
peroksidasi lipid.Sama seperti asam askorbat, konsentrasi yodium serendah 15
mikromol, dapat memiliki efek antioksidan yang signifikan.Efek antioksidan
yodium ini bisa menjelaskan efek terapeutik dari mandi rumput laut atau solusi
kaya yodium yang secara historis digunakan untuk mengobati banyak penyakit.
Penelitian pada hewan telah membuktikan bahwa yodium menormalkan
peningkatan sekresi hormon kortikosteroid adrenal yang terkait dengan stres dan
membalikkan efek hipotiroidisme pada indung telur, testis dan timus pada tikus
yang di thyroidektomi.Yodium juga mungkin memiliki peran dalam fungsi
kekebalan tubuh; ketika ditempatkan dalam media yang mengandung 10-6 M
iodida, leukosit manusia mensintesis tiroksin.
Orang putih dan asia mempunyai resiko lebih tinggi untuk mendapat
kanker tiroid.
3. Karsinoma meduler
Sel asal neoplasma ini adalah sel C atau sel parafolikuler. Seperti sel
prekusornya, maka tumor ini sanggup mensekresi kalsitonin. Meskipun
tampaknya tumor ini tumbuh lambat, tumor ini cenderung mengalami metastasis
ke kelenjar getah bening local pada stadium dini. Kemudian tumor ini akan
menyebar melalui aliran darah ke paru-paru, hati, tulang dan organ-organ tubuh
lainnya dan ada kecenderungan bermetastsis pada stadium dini. Perkembangan
dan perjalanan klinisnya dapat diikuti dengan mengukur kadar kalsitonin serum.
4. Karsinoma anaplastic
Jenis tumor ini sangat ganas dan penyebarannya sangat cepat serta
berdiferensiasi buruk. Karsinoma ini memperlihatkan bukti invasi local pada
stadium dini ke struktur-struktur disekitar tiroid, serta metastasis melalui saluran
getah bening dan aliran darah
mendasar dari beberapa jalur sinyal utama dan gangguan tingkat molekuler.
Mekanisme dari proses ini dipengaruhi oleh genetik dan perubahan epigenetik
dalam jalur seperti mutasi, peningkatan jumlah salinan gen, dan metilasi gen yang
menyimpang. Perubahan ini menjadi penanda molekuler yang baru untuk tujuan
diagnostik dan prognostik, serta target terapeutik kanker tiroid, yang memberikan
kesempatan untuk pengembangan klinis strategi pengobatan baru untuk kanker.
Terdapat dua teori telah dijelaskan dalam tiroid patogenesis kanker, yaitu
teori karsinogenesis sel janin dan teori karsinogenesis multistep yang lebih umum.
19
Kaskade MAPK adalah jalur sinyal klasik yang terlibat dalam regulasi
proliferasi seluler, diferensiasi, apoptosis dan pertahanan sel. Aktivasi jalur sinyal
MAPK pada kanker tiroid dimulai kerja dari oleh faktor pertumbuhan yang terikat
pada reseptor tirosin kinase yang dimerisasi dan hasilnya aktivasi ini disebarkan
oleh autofosforilasi tirosin residu di kompartemen intraseluler. Jalur sinyal MAPK
memainkan peran penting dalam transmisi sinyal sel melalui sistem transduksi ke
inti sel, di mana mereka mempengaruhi ekspresi gen yang mengatur penting
proses seluler termasuk pertumbuhan sel, proliferasi, apoptosis, dan diferensiasi.
Jalur sinyal MAPK sepertinya memiliki peranan penting dalam kanker tiroid
yang diaktifkan oleh kejadian genetik dimana RAS dan BRAF terlibat. Jalur ini
sering terjadi pada kanker tiroid papiler.
20
PI3K adalah salah satu kumpulan enzim transduksi sinyal intraseluler yang
berhubungan yang mampu memfosforilasi cincin inositol dari
phosphatidylinositol. Jalur PI3K / AKT sangat mendasar dalam pengaturan
pertumbuhan sel, proliferasi, dan kelangsungan hidup. Perubahan genetik yang
melibatkan PI3K / AKT jalur pensinyalan terjadi pada tumor tiroid, khususnya
dalam karsinoma tiroid yang kurang terdiferensiasi, jarang terjadi pada kanker
tiroid yang terdiferensiasi dengan baik.
21
1.8. Histopatologi
Pemeriksaan ini adalah pemeriksaan definitif atau baku emas. Banyak cara
klasifikasi karsinoma tiroid yang dapat ditemukan dalam kepustakaan. Berikut
klasifikasi terbaru berdasarkan pembagian histopatologi menurut Brennan dan
Bloomer (1982) :
1. Well differentiated carcinoma (75%)
a. Papillary Carcinoma Thyroid
Umumnya tipe ini tumbuh lambat, bertahun-tahun, termasuk golongan yang
berdifferensiasi baik. Biasanya terdapat pada usia kurang dari 40 tahun berbeda
dengan tipe folikuler yang banyak pada usia diatas 40 tahun, walaupun dapat
terjadi pada segala usia.
Gambaran hitopatologik yang karakteristik adalah ditemukannya struktur
papiler dari sel-sel ganas yang uniform, baik ukuran maupun intinya. Karsinoma
tiroid papiler biasanya muncul sebagai massa sangat padat yang tidak teratur dan
tidak dienkapsulasi. Secara mikroskopis, ia multifokal, dan invasi bersih limfatik
dapat ditunjukkan. Arsitektur papillary lengkap atau parsial dengan beberapa
23
folikel hadir. Jika tidak, pada beberapa pasien, tumor mungkin kekurangan pola
papila. Sel tiroid besar dan menunjukkan nukleus dan sitoplasma yang abnormal
dengan beberapa mitosis. Dalam beberapa kasus, tirosit mungkin memiliki apa
yang disebut "Orphan Annie Eyes", yaitu sel bulat besar dengan nukleus padat
dan sitoplasma yang jernih. Ciri khas lain dari kanker ini adalah adanya tubuh
psammoma, mungkin sisa-sisa papila mati. Kadang-kadang tipe ini disertai
adanya struktur folikuler atau psamoma bodies di tengah-tengah struktur yang
papiler. Penyebaran terutama melalui sistem kelenjar getah bening regional. Dapat
juga bermetastasis jauh ke paru-paru dan tulang.
Occult papillary carcinoma hanya diketahui secara kebetulan waktu
operasi, karena ukurannya yang kecil, yaitu kurang dari 1,5 cm. Intra thyroid
papillary carcinoma masih terbatas pada jaringan kelenjar tiroid. Extra thyroid
papillary carcinoma sudah menembus kapsul kelenjar gondok dan menginfiltrasi
jaringan sekitarnya.
b. Folicular Carcinoma Thyroid
Gambar. Pola histologi metastasis kelenjar getah bening yang jarang terjadi pada karsinoma
tiroid folikuler
25
Gambar. Pola histologi metastasis kelenjar getah bening yang jarang terjadi pada karsinoma
tiroid folikuler.
Penyebaran terutama melalui sistem pembuluh darah (hematogen). Metastasis
jauh ke paru-paru, tulang dan alat visera lainnya seperti hepar dapat terjadi.
Kemungkinan untuk menjalani transformasi menjadi karsinoma anaplastik adalah
dua kali lebih besar dari tipe adenokarsinoma papiler.
c. Hurtle cell carcinoma
Fitur sitologi untuk neoplasma sel Hürthle adalah hypercellularity, dengan
dominasi sel Hürthle biasanya di atas 75%, sedikit atau tidak ada limfosit, dan
koloid langka atau tidak ada. Sel Hürthle berukuran besar dan poligonal, dengan
batas sel tidak jelas. Mereka memiliki nukleus hyperchromatic pleomorfik yang
besar, nukleolus menonjol, dan sitoplasma granular halus berwarna merah muda
dengan pewarnaan hematoxylin-eosin.
26
Gambar. Populasi sel monomorfik sel Hürthle diatur dalam kelompok dan sel tunggal yang
bebas kohesif. Sel-sel tersebut berbentuk polyhedral dan memiliki sitoplasma granular yang
berlimpah dengan batas-batas sel yang terdefinisi dengan baik. Nukleus membesar dan memiliki
macronucleolus utama yang menonjol.
Gejala klinis penyakit ini dapat dibagi menjadi yang berkaitan dengan
hipertiroid dan yang spesifik pada Graves’ disease. Gejala hipertiroid meliputi
tidak tahan panas, keringat bertambah, mudah haus, dan penurunan berat badan
meski mendapat asupan kalori yang memadai. Gejala peningkatan stimulasi
adregenik meliputi palpitasi, rasa gugup, lelah, emosi labil, hiperkinesis, dan
tremor. Gejala saluran cerna yang paling sering terjadi meliputi peningkatan
gerakan usus dan diare. Pasien wanita sering mengalami amenore, penurunan
kesuburan, dan peningkatan insidensi keguguran. Anak-anak merasakan
percepatan pertumbuhan dengan maturasi tulang yang lebih awal, sementara
pasien yang tua bisa datang dengan komplikasi kardiovaskuler seperti atrial
fibrilasi dan gagal jantung kongestif.
Pada pemeriksaan fisik, penurunan berat badan dan wajah merona dapat
terlihat jelas. Kulit terasa hangat dan lembab. Takikardia atau atrial fibrilasi dapat
terjadi, dengan vasodilatasi kutan menyebabkan pelebaran tekanan nadi dan
penurunan gelombang nadi yang cepat (collapsing pulse). Tremor halus,
penurunan massa otot (muscle wasting), dan kelemahan kelompok otot proksimal
dengan reflex tendon hiperaktif sering dijumpai.
29
Thyroid Storm
Penyakit ini adalah kondisi hipertiroidisme yang diikuti dengan demam,
agitasi system saraf pusat atau depresi, dan disfungsi kardiovaskuler dan
gastrointestinal, termasuk gagal hati. Kondisi ini dapat dipicu oleh penghentian
obat antitiroid yang mendadak, infeksi, operasi tiroid, dan trauma pada pasien
dengan tirotoksikosis yang tidak terobati.
Hashimoto’s thyroiditis
Lebih sering pada perempuan di antara usia 30 sampai 50 tahun. Gejala
klinis yang paling sering adalah pembesaran kelenjar granular yang teraba keras
dengan ukuran sedikit atau lumayan membesar dari normal. Sering ditemukan
pada pemeriksaan rutin atau pasien merasakan adanya massa leher anterior yang
tidak nyeri. Pada Hashimoto’s thyroiditis klasik, pemeriksaan fisik menunjukkan
kelenjar keras yang membesar secara difus. Lobus piramidalis yang membesar
seringkali juga teraba.
Nontoxic Goiter
Sebagian besar pasien dengan penyakit ini asimptomatis, walaupun pasien
sering mengeluhkan adanya sensasi menekan pada leher. Saat struma menjadi
sangat besar, gejalakompresi seperti dispnea dan disfagia muncul. Pasien juga
sering mengatakan bahwa mereka sering harus mengosongkan tenggorokannya.
Disfonia akibat cedera nervus laringeus rekuren itu jarang, kecuali ada
30
Follicular Carcinoma
Lebih sering terjadi pada area yang kurang yodium. Insidensinya menurun
di Amerika, diperkirakan karena suplementasi yodium dan perbaikan klasifikasi
histopatologi. Wanita memiliki insidensi kanker folikuler yang lebih besar, dan
usia rata rata saat datang itu 50 tahun. Kanker folikuler biasanya muncul sebagai
nodul tiroid soliter, terkadang dengan riwayat peningkatan ukuran yang cepat, dan
struma yang telah bertahan lama. Nyeri jarang dijumpai, kecuali terjadi
hemorrhage ke dalam nodul. Tidak seperti kanker papiler, limfadenopati servikal
tidak umum dijumpai pada presentasi awal, walaupun metastase jauh dapat
dijumpai. Tumor folikuler >4 cm pada pria tua lebih kemungkinan ganas.
Tiroid Ablasi
Beberapa ciri membuat pasien memiliki resiko lebih mengalami rekurensi
local atau metastase. Ciri tersebut berupa subtype histologi tertentu seperti (tall
cell, kolumnar, insular, varian padat dan kanker tiroid poorly differentiated.),
adanya invasi vaskuler intratiroidal, atau kanker multifocal kasat mata ataupun
mikroskopis. Namun, saat ini belum ada data yang memadai untuk menentukan
apakah ablasi yodium radioaktif memiliki keuntungan apapun untuk cirri di atas,
31
tanpa memikirkan usia, ukuran tumor dan status nodus limfe. Sehingga, panduan
ATA saat ini merekomendasikan yodium radioaktif setelah tiroidektomi total pada
pasien pasien yang diketahui memiliki metastasis jauh.
Ablasi yodium radioaktif diindikasikan untuk pasien denhan:
Tumor besar >4 cm
Dijumpai metastasis jauh
Gross extrathyroid extension
Ablasi yodium radioaktif dapat dipertimbangkan untuk tumor dengan
karakteristik:
Ukuran sedang 1 sampai 4cm dan bernodul
Multifokal
Agresif berdasarkan histologi
Resiko tinggi, berdasarkan faktor pasien (usia>45 thn, riwayat radiasi
kepala dan leher, riwayat keluarga kanker tiroid)
Ablasi yodium radioaktif tidak direkomendasikan untuk:
Tumor kecil < 1 cm, tumor soliter
Tumor multifocal yang semuanya < 1 cm
dosis skrining untuk meminimalisir “pengejutan” sel tirosit. Panduaan saat ini
merekomendasikan untuk memakai 123I atau 131I beraktivitas rendah (dosia 1- to 3-
mCi) dan memberikan dosis terapeutik dalam 72 jam. Dosis terapi 30 sampai 100
mCi dianjurkan untuk ablasi pada pasien resiko rendah karena dosis tersebut
menunjukkan persentase ablasi dan rekurensi yang sama. Dosis 30 mCi juga
efektif untuk mengablasis residu dengan TSH rekombinan. Pada pasien faktor
resiko lebih tinggi, dosis yang lebih tinggi (100 to 200 mCi) dianjurkan.
Komplikasi terapi tertera berikut.
1.10. Diagnosis
Langkah pertama dalam mendiagnosis adalah dengan melakukan
anamnesis. Pada langkah anamnesis awal, kita berusaha mengumpulkan
data untuk menentukan apakah nodul tiroid tersebut toksik atau non
toksik. Biasanya nodul tiroid tidak disertai rasa nyeri kecuali pada kelainan
tiroiditis akut/subakut. Sebagian besar keganasan pada tiroid tidak
33
memberikan gejala yang berat, kecuali jenis anaplastik yang sangat cepat
membesar bahkan dalam hitungan minggu. Pada pasien dengan nodul tiroid
yang besar, kadang disertai dengan adanya gejala penekanan pada esofagus
dan trakea. 4
Nodul diidentifikasi berdasarkan konsistensinya keras atau lunak,
ukurannya, terdapat tidaknya nyeri, permukaan nodul rata atau berbenjol-
benjol, berjumlah tunggal atau ganda, memiliki batas yang tegas atau tidak
dan keadaan mobilitas nodul. Pemeriksaan laboratorium yang membedakan
tumor jinak dan ganas tiroid belum ada yang khusus. Kecuali karsinoma
medular, yaitu pemeriksaan kalsitonin (tumor marker) dalam serum.
Pemeriksaan T3 dan T4 kadang-kadang diperlukan karena pada karsinoma
tiroid dapat terjadi tirotoksikosis walaupun jarang. Human Thyroglobulin
(HTG) Tera dapat dipergunakan sebagai penanda tumor terutama pada
karsinoma berdiferensiasi baik. Walaupun pemeriksaan ini tidak khas untuk
karsinoma tiroid, namun peninggian HTG setelah tiroidektomi total
merupakan indikator tumor residif. 4
Setelah dilakukan anamnesis, maka selanjutnya dilakukan pemeriksaan
fisik. Pemeriksaan fisik nodul mencakup tujuh kriteria. Nodul diidentifikasi
berdasarkan konsistensinya keras atau lunak, ukurannya, terdapat tidaknya
nyeri, permukaan nodul rata atau berdungkul-dungkul, berjumlah tunggal
atau multipel, memiliki batas yang tegas atau tidak dan keadaan mobilitas
nodul. Secara klinis, nodul tiroid dicurigai ganas apabila:4
a. Usia penderita dibawah 20 tahun atau diatas 50
tahun
b. Ada riwayat radiasi leher pada masa anak-anak
c. Disfagia, sesak nafas, dan perubahan suara
d. Nodul soliter, pertumbuhan cepat dan konsistensi
keras
e. Ada pembesaran kelenjar getah bening leher (jugular, servikal, atau
submandibular)
f. Ada tanda-tanda metastasis jauh
34
b. Ultrasonography (USG)
4. Pemeriksaan FNAB
Dibedakan atas risiko tinggi dan risiko rendah berdasarkan klasifikasi AMES.
- Bila risiko rendah tindakan operasi selesai dilanjutkan dengan observasi.
- Bila risiko tinggi dilakukan tindakan tiroidektomi total.
36
3. Karsinoma Folikulare
infiltrasi kelenjar getah bening terhadap jaringan sekitar. Bila tidak ada infiltrasi
dilakukan tiroidektomi total ( TT) dan “
Functional RND”. Bila ada infiltrasi pada N. Ascesorius dilakukan TT + RND
standar. Bila ada infiltrasi pada vena Jugularis interna tanpa infiltrasi pada N,
Ascesorius dilakukan TT + RND modifikasi 1. Bila ada infiltrasi hanya pada M.
Sterno cleidomastoidius dilakukan
TT + RND modifikasi 2.
Penatalaksanaan Kanker Tiroid Dengan Metasasis Jauh
Dibedakan terlebih dahulu apakah kasus yang dihadapi berdiferensiasi baik atau
buruk.
Bila berdiferensiasi buruk dilakukan khemoterapi dengan adriamicin. Bila
berdiferensiasi baik dilakukan TT + radiasi interna dengan I 131 kemudian dinilai
dengan sidik seluruh tubuh, bila respon (+) dilanjutkan dengan terapi
subpresi/subtitusi.
Syarat untuk melakukan radiasi interna adalah : tidak boleh ada jaringan tiroid
normal yang akan bersaing dalam afinitas terhadap jaringan radioaktif. Ablatio
jaringan tiroid itu bisa dilakukan dengan pembedahan atau radio ablatio dengan
jaringan radioaktif. Bila respon (-) diberikan khemoterapi adriamicin. Pada lesi
metastasisnya, bila operabel dilakukan eksisi luas.
38
BAB 2
STATUS ORANG SAKIT
Identitas Pasien
Nama : MH
No RM : 74.9.78
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal Lahir/Usia : 02-09-1984 / 34 tahun
Alamat : Jl. Parapat No. 57 Parluasan Balata
Agama : Islam
Tanggal Masuk : 20-05-2018
Anamnesis
Keluhan Utama : Sesak nafas
Telaah : Pasien sudah dirawat ± 2 minggu di rumah sakit swasta di
Siantar dengan keluhan yang sama. Sesak napas terjadi tiba – tiba saat akan tidur
malam, pasien langsung dibawa ke rumah sakit. 3 hari berikutnya dilakukan
pemasangan drain dada, sesak berkurang. Pasien dengan riwayat TB dan sudah
konsumsi OAT selama ± 2 minggu ini.
Riwayat Penyakit Terdahulu : TB paru
Riwayat Penggunaan Obat : OAT
Riwayat Operasi : Tidak ada
Pemeriksaan Fisik
Status Presens (31 Juli 2018 )
Sensorium : Alert
Tekanan Darah : 110 / 70
Nadi : 76 x/menit
Frekuensi Nafas : 22 x/menit
Temperatur : 36,9oC
Status Generalisata
Kepala
Mata : Pupil isokor diameter kanan=kiri, reflek
cahaya (+/+), konjungtiva palpebra anemis (-/-),
39
Thoraks
Inspeksi : Kesan tidak tampak ketinggalan bernapas pada
paru kanan, chest tube terpasang, terhubung ke
WSD
Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri
Perkusi : Tidak dilakukan pemeriksaan
Auskultasi : Suara Pernafasan : Melemah pada 1/3 lapangan
bawah hemithoraks kanan
Suara Tambahan : Wheezing (-/-), ronkhi (+/+)
Jantung : S1, S2 (+) normal, murmur (-)
HR= 76 x/menit; RR = 22x/menit
Abdomen
Inspeksi : Dalam batas normal
Palpasi : Soepel
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Peristaltik (+) normal
Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas
Nadi 76x/menit, T/v cukup, akral hangat, CRT < 3’
Terapi
- IVFD RL 20 gtt/menit
- Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam
- OAT 4 FDC 1x2 tab
- B comp 3x1 tab
- Ambroxol syr 3xCI
- Nebul NaCl 3% 2 cc/8 jam
40
Rencana
Hasil Laboratorium
Tgl : 20-05-2018
Jenis Pemeriksaan Hasil Rujukan
Hematologi
Elektrolit
Hasil Radiologi
Tanggal : 20 – 05 – 2018
41
FOLLOW UP
Tanggal S O A P
21/05/2018 S : sesak Sens : Alert Pneumothorax - Diet MB
nafas (-) TD : 100 / 70 (R) post chest - Koreksi Hb
Batuk (-) mmHg tube insersion kebutuhan = Hb
HR : 80 x / i + TB paru x BB x 4
RR : 22 x / i dalam = (10-80) x 60 x
T : 36,9 oC pengobatan 4 = 480cc (3 bag
Kepala : dalam PRC 175cc)
batas normal kemampuan 2
Leher : dalam bag/ hari
batas normal - IVFD RL 20
Thorax : gtt/i
SP : melemah - Inj. Ranitidine
pada hemithorax 50mg /12jam
kanan - Cek sputum
ST : ronki (+/+) BTA, DS 3x,
Abdomen : kultur sputum
dalam batas dari TS paru
42
normal
Ekskremitas :
dalam batas
normal
22/05/2018 S : sesak Sens : Alert Pneumothorax - Diet MB
nafas (-) TD : 100 / 70 (R) post chest - IVFD RL 20
Batuk (-) mmHg tube insersion gtt/i
HR : 72 x / i + TB paru -Inj. Ranitidine
RR : 24 x / i dalam 50mg /12jam
T : 36,9 oC pengobatan - Terapi lain
Kepala : dalam sesuai TS paru
batas normal
Leher : dalam
batas normal
Thorax :
SP : melemah
pada hemithorax
kanan
ST : ronki (+/+)
Abdomen :
dalam batas
normal
Ekskremitas :
dalam batas
normal