Anda di halaman 1dari 35

REFERAT

TUMOR KOLON

Pembimbing :

dr. M. Hawari Abdi, Sp.Rad

Penyusun :

Uray Annisya Defia


030.13.196

KEPANITERAAN KLINIK ILMU RADIOLOGI

RUMAH SAKIT TNI AL DR. MINTOHARDJO

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

PERIODE 5 November – 7 Desember 2018


LEMBAR PENGESAHAN

REFERAT

TUMOR KOLON

Uray Annisya Defia

030.13.196

Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing

dr. M. Hawari Abdi, Sp. Rad

Sebagai salah satu syarat dalam mengikuti dan menyelesaikan

Kepaniteraan Klinik Ilmu Radiologi

Di Rumah Sakit TNI AL Dr. Mintohardjo

Periode 5 November – 7 Desember 2018

Pembimbing

dr. M. Hawari Abdi, Sp. Rad


Letkol Laut (K) NRP 14088/P

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat
dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas Referat dalam kepanitraan
Ilmu Radiologi dengan judul “Tumor Kolon”.Referat ini disusun untuk memenuhi
salah satu tugas dalam Kepaniteraan Klinik di Stase Ilmu Radiologi Rumah Sakit
TNI AL Dr. Mintohardjo.

Dalam penyusunan tugas Referat ini tidak terlepas dari bantuan dan
bimbingan serta dukungan dalam membantu penyusunan dan penyelesaian
makalah ini.Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima
kasih terutama kepada dr.Hawari Sp.Rad selaku pembimbing atas pengarahannya
selama penulis belajar dalam Kepaniteraan Klinik Ilmu Radiologiserta rekan-
rekan seperjuangan dalam Kepaniteraan Klinik Ilmu Radiologi.

Penulis sangat terbuka dalam menerima kritik dan saran karena


penyusunan makalah ini masih jauh dari kata sempurna.Semoga makalah ini bisa
bermanfaat bagi setiap orang yang membacanya.Tuhan memberkati kita semua.

Jakarta, November 2018

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...............................................................................................i

KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii

DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 2

2.1Anatomi Kolon dan Rektum ................................................................. 2

2.2 Definisi................................................................................................. 6

2.3 Epidemiologi ........................................................................................ 6

2.4 Etiologi................................................................................................. 7

2.5 Patofisiologi ........................................................................................ 8

2.6 Stadium .............................................................................................. 10

2.7 Manifestasi Klinis .............................................................................. 11

2.8 Penegakan Diagnosis ......................................................................... 14

2.9 Tatalaksana ........................................................................................ 27

BAB III KESIMPULAN...................................................................................... 28

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 29

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Tumor kolon dibagi menjadi dua secara garis besarnya tumor jinak dan
tumor ganas. Tumor jinak adalah pertumbuhan non-kanker yang tidak menyebar
pada bagian tubuh dan biasanya tifak membahayakan tubuh. Tumor kolon adalah
suatu pertumbuhan tumor yang bersifat ganas dan merusak sel DNA dan
jaringan sehat disekitar kolon (usus besar). Kebanyakan kanker usus berawal dari
pertumbuhan sel yang tidak ganas biasa disebut adenoma yang dalam stadium
awal membentuk polip (sel yang tumbuh cepat).(1)
Insidens kanker kolorektal di Indonesia cukup tinggi, demikian juga angka
kematiannya. Meskipun belum ada data yang pasti, tetapi dari berbagai laporan di
Indonesia terdapat kenaikan jumlah kasus, pada tahun 2002 kanker kolorektal
menduduki peringkat kedua pada kasus kanker yang terdapat pada pria,
sedangkan pada wanita kanker kolorektal menduduki peringkat ketiga dari semua
kasus kanker.(1,2) Kanker kolorektal menduduki peringkat ketiga jenis kanker yang
paling sering terjadi di dunia. Di seluruh dunia 9,5 persen pria penderita kanker
terkena kanker kolorektal, sedangkan pada wanita angkanya mencapai 9,3 persen
dari total jumlah penderita kanker.(1)
Terdapat 2 faktor yang dapat memicu terjadinya tumor kolon yaitu faktor
yang dapat dimodifikasi dan yang tidak dapat dimodifikasi. Yang pertama ialah
faktor risiko yang dapat dimodifikasi adalah fakto yang berhubungan dengan gaya
hidup seperti kurangnya aktivitas fisik yang menyebabkan obesitas, konsumsi
tinggi daging merah, diet rendah serat, merokok, konsumsi alkohol, dan diabetes.
Selanjutnya, faktor risiko kedua yaitu faktor yang tidak dapat dimodifikasi adalah
riwayat tumor kolon atau polip adenoma baik individual maupun keluarga, dan
riwayat individual penyakit kronis inflamatorik usus (3)

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Kolon dan Rektum


Usus besar terdiri dari caecum, appendix, kolon ascendens, kolon
transversum, kolon descendens, kolon sigmoideum dan rektum serta anus.Mukosa
usus besar terdiri dari epitel selapis silindris dengan sel goblet dan kelenjar
dengan banyak sel goblet, pada lapisan submukosa tidak mempunyai kelenjar.
Otot bagian sebelah dalam sirkuler dan sebelah luar longitudinal yang
terkumpul pada tiga tempat membentuk taenia koli. Lapisan otot longitudinal
kolon membentuk tiga buah pita, yang disebut tenia* (tenia; taenia = pita) yang
lebih pendek dari kolon itu sendiri sehingga kolon berlipat-lipat dan berbentuk
seperti sakulus* (sakulus; saculus=saccus kecil; saccus=kantong), yang disebut
haustra*(haustra; haustrum=bejana).

Gambar 1 : Lapisan otot dari kolon

Lapisan serosa membentuk tonjolan tonjolan kecil yang sering terisi lemak
yang disebut appendices epiploicae.Didalam mukosa dan submukosa banyak
terdapat kelenjar limfa, terdapat lipatan-lipatan yaitu plica semilunaris dimana

2
kecuali lapisan mukosa dan lapisan submukosa ikut pula lapisan otot
sirkuler.Diantara dua plica semilunares terdapat saku yang disebut haustra coli,
yang mungkin disebabkan oleh adanya taenia coli atau kontraksi otot sirkuler.
Letak haustra in vivo dapat berpindah pindah atau menghilang.(4)

Gambar 2 :Anatomi kolon dan rektum

Colon ascendens panjangnya sekitar 13 cm, dimulai dari caecum pada fossa
iliaca dextra sampai flexura coli dextra pada dinding dorsal abdomen sebelah
kanan, terletak di sebelah ventral ren dextra, hanya bagian ventral ditutup
peritoneum visceral. Jadi letak colon ascendens ini retroperitoneal, kadang kadang
dinding dorsalnya langsung melekat pada dinding dorsal abdomen yang ditempati
muskulus quadratus lumborum dan ren dextra.Arterialisasi colon ascendens dari
cabang arteri ileocolic dan arteri colic dextra yang berasal dari arteri mesentrica
superior.
Colon transversum panjangnya sekitar 38 cm, berjalan dari flexura coli
dextra sampai flexura coli sinistra.Bagian kanan mempunyai hubungan dengan
duodenum dan pankreas di sebelah dorsal, sedangkan bagian kiri lebih
bebas.Flexura coli sinistra letaknya lebih tinggi daripada yang kanan yaitu pada
polus cranialis ren sinistra, juga lebih tajam sudutnya dan kurang mobile.Flexura

3
coli dextra erat hubunganya dengan facies visceralis hepar (lobus dextra bagian
caudal) yang terletak di sebelah ventralnya.Arterialisasi didapat dari cabang
cabang arteri colica media. Arterialisasi colon transversum didapat dari arteri
colica media yang berasal dari arteri mesenterica superior pada 2/3 proksimal,
sedangkan 1/3 distal dari colon transversum mendapat arterialisasi dari arteri
colica sinistra yang berasal dari arteri mesenterica inferior.(4) Mesokolon
transversum adalah duplikatur peritoneum yang memfiksasi colon transversum
sehingga letak alat ini intraperitoneal.Pangkal mesokolon transversa disebut radix
mesokolon transversa, yang berjalan dari flexura coli sinistra sampai flexura coli
dextra.Lapisan cranial mesokolon transversa ini melekat pada omentum majus dan
disebut ligamentum gastro (meso) colica, sedangkan lapisan caudal melekat pada
pankreas dan duodenum, didalamnya berisi pembuluh darah, limfa dan syaraf
karena panjang dari mesokolon transversum inilah yang menyebabkan letak dari
colon transversum sangat bervariasi, dan kadangkala mencapai pelvis.
Colon descendens panjangnya sekitar 25 cm, dimulai dari flexura coli
sinistra sampai fossa iliaca sinistra dimana dimulai colon sigmoideum.Terletak
retroperitoneal karena hanya dinding ventral saja yang diliputi peritoneum,
terletak pada muskulus quadratus lumborum dan erat hubungannya dengan ren
sinistra.Arterialisasi didapat dari cabang-cabang arteri colica sinistra dan cabang
arteri sigmoid yang merupakan cabang dari arteri mesenterica inferior.
Colon sigmoideum mempunyai mesosigmoideum sehingga letaknya
intraperi toneal, dan terletak didalam fossa iliaca sinistra.Radix mesosigmoid
mempunyai perlekatan yang variabel pada fossa iliaca sinistra. Colon sigmoid
membentuk lipatan-lipatan yang tergantung isinya didalam lumen, bila terisi
penuh dapat memanjang dan masuk ke dalam cavum pelvis melalui aditus pelvis,
bila kosong lebih pendek dan lipatannya ke arah ventral dan ke kanan dan
akhirnya ke dorsal lagi. Colon sigmoid melanjutkan diri kedalam rectum pada
dinding mediodorsal pada aditus pelvis di sebelah depan os sacrum. Colon
transversum dan Colon sigmoideum terletak intraperitoneal dan dilengkapi
dengan mesenterium.

4
Vaskularisasi kolon dipelihara oleh cabang-cabang arteri mesenterica
superior dan arteri mesenterica inferior, membentuk marginal arteri seperti
periarcaden, yang memberi cabang-cabang vasa recta pada dinding usus.Yang
membentuk marginal arteri adalah arteri ileocolica, arteri colica dextra, arteri
colica media, arteri colica sinistra dan arteri sigmoidae. Hanya arteri ciloca
sinistra dan arteri sigmoideum yang merupakan cabang dari arteri mesenterica
inferior, sedangkan yang lain dari arteri mesenterica superior. Pada umumnya
pembuluh darah berjalan retroperitoneal kecuali arteri colica media dan arteri
sigmoidae yang terdapat didalam mesocolon transversum dan mesosigmoid.
Seringkali arteri colica dextra membentuk pangkal yang sama dengan arteri colica
media atau dengan arteri ileocolica. Pembuluh darah vena mengikuti pembuluh
darah arteri untuk menuju ke vena mesenterica superior dan arteri mesenterica
inferior yang bermuara ke dalam vena porta.Aliran limfe mengalir menuju ke
Lnn. ileocolica, Lnn. colica dextra, Lnn. colica media, Lnn. colica sinistra dan
Lnn. mesenterica inferior. Kemudian mengikuti pembuluh darah menuju truncus
intestinalis.(4,5)

Gambar 3 : Arteri Mesenterica Superior

5
Aliran vena yang terpenting adalah adanya anastomosis antara vena
haemorrhoidalis superior dengan vena haemorrhoidalis medius dan inferior, dari
ketiga vena ini yang bermuara kedalam vena porta melalui vena mesenterica
inferior hanya vena haemorrhoidalis superior, sedangkan yang lain menuju vena
iliaca interna. Jadi terdapat hubungan antara vena parietal (vena iliaca interna) dan
vena visceral (vena porta) yang penting bila terjadi pembendungan pada aliran
vena porta misalnya pada penyakit hepar sehingga mengganggu aliran darah
portal. Mesosigmoideum mempunyai radix yang berbentuk huruf V dan ujungnya
letaknya terbalik pada ureter kiri dan percabangan arteri iliaca communis sinistra
menjadi cabang-cabangnya, dan diantara kaki-kaki huruf V ini terdapat reccessus
intersigmoideus.(4,5)

2.2 Definisi
Tumor kolon adalah suatu pertumbuhan tumor yang bersifat ganas dan
merusak sel DNA dan jaringan sehat disekitar kolon (usus besar). Kebanyakan
kanker usus berawal dari pertumbuhan sel yang tidak ganas biasa disebut
adenoma yang dalam stadium awal membentuk polip (sel yang tumbuh cepat)(1)
Kebanyakan kanker usus besar berawal dari pertumbuhan sel yang tidak ganas
atau disebut adenoma, yang dalam stadium awal membentuk polip (sel yang
tumbuh sangat cepat).Pada stadium awal, polip dapat diangkat dengan mudah.
Tetapi, seringkali pada stadium awal adenoma tidak menampakkan gejala apapun
sehingga tidak terdeteksi dalam waktu yang relatif lama dan pada kondisi tertentu
berpotensi menjadi kanker yang dapat terjadi pada semua bagian dari usus
besar.(6)

2.3 Epidemiologi
Meningkatnya insidens terjadi kanker usus besar berhubungan dengan
bertambahnya usia (kebanyakan terjadi pada pasien yang berusia lebih dari 50
tahun) dan makin tinggi pada individu dengan riwayat keluarga mengalami kanker
kolon, penyakit usus inflamasi kronis atau polip. Perubahan pada persentase
distribusi telah terjadi pada tahun terakhir.Insidens kanker pada sigmoid dan area

6
rektal telah menurun, sedangkan insidens pada kolon asendens dan desendens
meningkat.
Lebih dari 156.000 orang terdiagnosa setiap tahunnya, kira-kira setengah dari
jumlah tersebut meninggal setiap tahunnya, meskipun sekitar tiga dari empat
pasien dapat diselamatkan dengan diagnosis dini dan tindakan segera. Angka
kelangsungan hidup di bawah lima tahun adalah 40% sampai 50%, terutama
karena terlambat dalam diagnosis dan adanya metastase. Kebanyakan orang
asimtomatis dalam jangka waktu lama dan mencari bantuan kesehatan hanya bila
mereka menemukan perubahan pada kebiasaan defekasi atau perdarahan rektal.
Dari 201 kasus kanker kolorektal periode 1994-2003 di RS Kanker Dharmais
(RSKD) didapatkan bahwa tipe histopatologis yang paling sering dijumpai adalah
adenocarcinoma begitu pula dengan penelitian yang dilakukan di RSUP H. Adam
Malik Medan, tercatat 210 pasien kanker kolorektal dari tahun 2005 hingga 2007.
Insidensinya terjadinya dari bulan Juni 2008-Desember 2009, kanker kolorektal
terjadi pada penderita usia 50-59 tahun dengan penderita laki-laki lebih banyak
dibandingkan perempuan, yaitu sebanyak 54,3% dan 45.7%. Sedangkan ditinjau
dari jenis histopatologinya, gambaran yang paling sering dijumpai adalah jenis
adenokarsinoma, yaitu sebanyak 98.4% dan mucinous adenocarcinoma sebanyak
1,6%(1)

2.4 Etiologi
Terdapat beberapa etiologi utama kanker yaitu:

1. Diet : & berlemak tinggi dan sumber protein hewani.


2. Kelainan kolon
a) Adenoma di kolon : degenerasi maligna menjadi adenokarsinoma.
b) Familial poliposis : polip di usus mengalami degenerasi maligna
menjadi karsinoma
c) Kondisi ulserative : penderita kolitis ulserative mempunyai resiko
untuk terjadinya karsinoma kolon

7
3. Genetik : Anak yang berasal dari orangtua yang menderita karsinoma
kolon mempunyai frekuensi 3 ½ kali lebih banyak daripada anak – anak
yang orangtuanya sehat
4. Radiasi dan paparan zat kimia dan senyawa lain yang berpotensi
menimbulkan reaksi karsinogenik.(6)

2.5 Patofisiologi
Hampir semua tumor ganas usus besar merupakan adenocarcinoma.
Selebihnya ialah karsinoma planoselular (squamous carcinoma) tumor ini hanya
terbatas pada daerah anus dan merupakan penonjolan yang berbentuk seperti
kembang kol serta dapar bertukak.Tumbuhnya invasi secara lokal, tetapi dapat
mengadakan penyebaran getah bening inguinal.Histologik dapat dibentuk
carcinoma planoselular dengan bertandukan atau tanpa pertandukkan.
Melanocarsinoma juga terbatas pada anus. Dapat berasal dari nevus, tetapi jarang
ditemukan. Kanker kolon dan rectum terutama (95%) adenokarsinoma (muncul
dari lapisan epitel usus) dimulai sebagai polip jinak tetapi dapat menjadi ganas
dan menyusup serta merusak jaringan normal serta meluas ke dalam struktur
sekitarnya. Sel kanker dapat terlepas dari tumor primer dan menyebar ke dalam
tubuh yang lain (paling sering ke hati).
Ada beberapa perbedaan antara frekuensi dan sifat pertumbuhan tumor ganas
antara colon kiri ( descendens) dan colon kanan (ascendens):
- Tumor ganas lebih banyak ditemukan pada kolon kiri (kira-kira 2/3), di bagian
kiri ini paling banyak pada rektum, lalu sigmoid, lalu kolon descendens dan
bagian kiri kolon transversum.
- Tumor ganas di sebelah kiri tumbuhnya infiltrat/invasif ke dalam dinding usus
di antara lapisan-lapisannya melingkari seluruh circumferentia, hingga
menimbulkan penyempitan (stenosis) dengan gejala-gejala obstruksi
- Tumor ganas di sebelah kanan (kira-kira 1/3) pada caecum 10%, tumbuhnya
bertonjol-tonjol seperti kembang kol ke dalam rongga usus, tetapi jarang
menyebabkan penyumbatan.
- Pada kedua jenis ini sering ditemukan tukak, terutama pada tingkat lanjut.(8)

8
Secara makroskopik terdapat empat tipe karsinoma kolon dan rektum, yaitu :

1. Tipe Polipoid atau Vegetatif


Tumbuh menonjol ke dalam lumen usus dan berbentuk bunga kol
ditemukan terutama di sekum dan kolon ascenden.Tipe ini merupakan
pertumbuhan yang berasal dari papiloma simpel atau adenoma.

2. Tipe Skirous (Scirrhous)


Mengakibatkan penyempitan sehingga terjadi stenosis dan gejala
obstruksi, terutama ditemukan di kolon ascenden, sigmoid dan
rektum.Disini terjadi reaksi fibrous sangat banyak sehingga terjadi
pertumbuhan yang keras serta melingkari dinding kolon sehingga terjadi
konstriksi kolon untuk membentuk napkin ring.

3. Tipe Ulseratif
Terjadi karena nekrosis di bagian sentral terdapat di rektum.Pada tahap
lanjut sebagian besar karsinoma kolon mengalami ulserasi menjadi tukak
maligna.

4. Tipe Nodular
Adalah suatu massa yang keras dan menonjol ke dalam lumen, dengan
permukaan yang nodular. Biasanya tak bertangkai dan meluas kedinding
kolon.Sering juga terjadi ulserasi, dengan dasar ulkus yang nekrotik tepi
yang menaik, mengalami indurasi dan nodular. Didaerah sekum, bentuk
tumor ini mungkin tumbuh menjadi suatu massa yang besar, tumbuh
menjadi fungifoid atau ensefaloid. Permukaan ulkus akan mengeluarkan
pus dan darah.

Tanda – tanda ganas adalah :


- Bertumpuknya sel sel selaput lendir hingga berlapis lapis dan menunjukan
variasi besar kecil, bentuk dan kedudukan yang tidak teratur lagi serta
kehilangan kapasitas untuk membentuk lendir (mucin). Bentuk ini juga tidak
teratur dan hipercromatik

9
- Terbentuknya susunan kelenjar yang abnormal atau atipik
- Invasi kelompok – kelompok sel tumor ke jaringan sekitar atau kedalam poros
jaringan ikat
- Mitosis banyak

2.6 Stadium Tumor Kolon


Derajat keganasan karsinoma kolon dan rektum berdasarkan gambaran
histologik dibagi menurut klasifikasi dukes. Klasifikasi Dukes dibagi berdasarkan
dalamnya infiltrasi karsinoma di dinding usus.(9)

A. Letak Keganasan Kolorektal


- Stadium I : Neoplasma masih terbatas pada dinding rektum dan kolon.
- Stadium II : Terdapat penyebaran kanker dinding kolon tapi belum
terjadi metastase ke kelenjar limfe.
- Stadium III : Sudah terjadi metastase ke kelenjar limfe regional.
- Stadium IV : Terdapat metastase ke kelenjar limfe yag agak berjauhan
atau ke pleksus limfatikus dan ke lain organ misalnya ke
hepar,pulmo.
-
B. Klasifikasi Sistem TNM menurut Dukes

TNM Stage Modified Dukes Stage Description

T1 N0 M0 A Limited to submucosa

T2 N0 M0 B1 Limited to muscularis propria

T3 N0 M0 B2 Transmural extension

T2 N1 M0 C1 T2, enlarged mesenteric nodes

10
T3 N1 M0 C2 T3, enlarged mesenteric nodes

T4 C2 Invasion of adjacent organs

Any T M1 D Distant metastases

C. Klasifikasi Keganasan Kolon dan Rektum (Dukes)

Letak Persentase
Sekum dan kolon ascenden 10
Kolon transversum termasuk fleksura hepar dan lien 10
Kolon descendens
5
Rektosigmoid 75

Dukes Dalamnya infiltrasi Prognosis hidup


setelah 5 tahun
A Terbatas di mukosa usus 97 %
B Menembus muskularis mukosa 80 %
C Metastasis kelenjar limfe
C1 Beberapa kelenjar limfe dekat tumor primer 65 %
C2 Dalam kelenjar limfe jauh 35 %
D Metastasis jauh <5%

2.7 Manifestasi Klinis


Usus besar secara klinis dibagi menjadi belahan kiri dan kanan sejalan
dengan suplai darah yang diterima.Arteri mesenterika superior memperdarahi
belahan bagian kanan (caecum, kolon ascendens dan duapertiga proksimal kolon
transversum), dan arteri mesenterika inferior yang memperdarahi belahan kiri
(sepertiga distal kolon transversum, kolon descendens dan sigmoid, dan bagian
proksimal rektum).Tanda dan gejala dari kanker kolon sangat bervariasi dan tidak
spesifik.Keluhan utama pasien dengan kanker kolorektal berhubungan dengan
besar dan lokasi dari tumor.Tumor yang berada pada kolon kanan, dimana isi

11
kolon berupa cairan, cenderung tetap tersamar hingga lanjut sekali.Sedikit
kecenderungan menyebabkan obstruksi karena lumen usus lebih besar dan feses
masih encer.Gejala klinis sering berupa rasa penuh, nyeri abdomen, perdarahan
dan symptomatic anemia (menyebabkan kelemahan, pusing dan penurunan berat
badan). Tumor yang berada pada kolon kiri cenderung mengakibatkan perubahan
pola defekasi sebagai akibat iritasi dan respon refleks, perdarahan, mengecilnya
ukuran feses, dan konstipasi karena lesi kolon kiri yang cenderung melingkar
mengakibatkan obstruksi.(5)

Gejala Subakut
Tumor yang berada di kolon kanan seringkali tidak menyebabkan
perubahan pada pola buang air besar (meskipun besar).Tumor yang memproduksi
mukus dapat menyebabkan diare. Pasien mungkin memperhatikan perubahan
warna feses menjadi gelap, tetapi tumor seringkali menyebabkan perdarahan
samar yang tidak disadari oleh pasien. Kehilangan darah dalam jangka waktu
yang lama dapat menyebabkan anemia defisiensi besi.Ketika seorang wanita post
menopouse atau seorang pria dewasa mengalami anemia defisiensi besi, maka
kemungkinan kanker kolon harus dipikirkan dan pemeriksaan yang tepat harus
dilakukan. Karena perdarahan yang disebabkan oleh tumor biasanya bersifat
intermitten, hasil negatif dari tes occult blood tidak dapat menyingkirkan
kemungkinan adanya kanker kolon. Sakit perut bagian bawah biasanya
berhubungan dengan tumor yang berada pada kolon kiri, yang mereda setelah
buang air besar. Pasien ini biasanya menyadari adanya perubahan pada pola buang
air besar serta adanya darah yang berwarna merah keluar bersamaan dengan
buang air besar. Gejala lain yang jarang adalah penurunan berat badan dan
demam. Meskipun kemungkinannya kecil tetapi kanker kolon dapat menjadi
tempat utama intususepsi, sehingga jika ditemukan orang dewasa yang
mempunyai gejala obstruksi total atau parsial dengan intususepsi, kolonoskopi
dan double kontras barium enema harus dilakukan untuk menyingkirkan
kemungkinan kanker kolon.(1,2)

12
Gejala akut
Gejala akut dari pasien biasanya adalah obstruksi atau perforasi, sehingga
jika ditemukan pasien usia lanjut dengan gejala obstruksi, maka kemungkinan
besar penyebabnya adalah kanker. Obstruksi total muncul pada < 10% pasien
dengan kanker kolon, tetapi hal ini adalah sebuah keadaan darurat yang
membutuhkan penegakan diagnosis secara cepat dan penanganan bedah. Pasien
dengan total obstruksi mungkin mengeluh tidak bisa flatus atau buang air besar,
kram perut dan perut yang menegang. Jika obstruksi tersebut tidak mendapat
terapi maka akan terjadi iskemia dan nekrosis kolon, lebih jauh lagi nekrosis akan
menyebabkan peritonitis dan sepsis. Perforasi juga dapat terjadi pada tumor
primer, dan hal ini dapat disalah artikan sebagai akut divertikulosis.Perforasi juga
bisa terjadi pada vesika urinaria atau vagina dan dapat menunjukkan tanda tanda
pneumaturia dan fecaluria. Metastasis ke hepar dapat menyebabkan pruritus dan
jaundice, dan yang sangat disayangkan hal ini biasanya merupakan gejala pertama
kali yang muncul dari kanker kolon.(2)

Metastase
Metastase ke kelenjar limfa regional ditemukan pada 40-70% kasus pada
saat direseksi.Invasi ke pembuluh darah vena ditemukan pada lebih 60%
kasus.Metastase sering ke hepar, cavum peritoneum, paru-paru, diikuti kelenjar
adrenal, ovarium dan tulang. Metastase ke otak sangat jarang, dikarenakan jalur
limfatik dan vena dari rektum menuju vena cava inferior, maka metastase kanker
rektum lebih sering muncul pertama kali di paru-paru. Berbeda dengan kolon
dimana jalur limfatik dan vena menuju vena porta, maka metastase kanker kolon
pertama kali paling sering di hepar.(6)

13
Tabel 1. Gambaran Klinik Karsinoma Kolorektal Lanjut

Kolon Kiri Kolon kanan Rektum

Aspek Klinis Kolitis Obstruksi Proktitis

Nyeri Karena penyusupan Karena obstruksi Tenesma

Defekasi Diare/diare berkala Konstipasi progresif Tenesmi terus


menerus

Obstruksi Jarang Hampir selalu Tidak jarang

Darah pada feses Okul Okul atau Makroskopik


makroskopik

Feses Normal (atau diare) Normal Perubahan bentuk

Dispepsi Sering Jarang Jarang

Keadaan Umum Hampir selalu Lambat Lambat

Anemia Hampir selalu Lambat Lambat

2.8 Penegakan Diagnosis


Karsinoma kolorektal ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
colok dubur dan rektosigmoidoskopi atau foto kolon dengan kontras ganda.
Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan setiap 3 tahun untuk usia diatas 45 tahun.
Kepastian diagnosis ditentukan berdasarkan pemeriksaan patologi
anatomi.Pemeriksaan tambahan ditujukan pada jalan kemih untuk kemungkinan
tekanan ureter kiri atau infiltrasi ke kandung kemih serta hati dan paru untuk
metastasis.

14
A. Pemeriksaan Fisik
Digital Rectal Examination
Pada pemeriksaan ini dapat dipalpasi dinding lateral, posterior, dan
anterior; serta spina iskiadika, sakrum dan coccygeus dapat diraba
dengan mudah. Metastasis intraperitoneal dapat teraba pada bagian
anterior rektusm dimana sesuai dengan posisi anatomis kantong douglas
sebagai akibat infiltrasi sel neoplastik. Meskipun 10 cm merupakan
batas eksplorasi jari yang mungkinR dilakukan, namun telah lama
diketahui bahwa 50% dari kanker kolon dapat dijangkau oleh jari,
sehingga Rectal examination merupakan cara yang baik untuk
mendiagnosa kanker kolon yang tidak dapat begitu saja diabaikan.(3)
”rectal toucher” untuk menilai :
Tonus sfingter ani : kuat atau lemah.
Ampula rektum : kolaps, kembung atau terisi feses
Mukosa : kasar,berbenjol benjol, kaku
Tumor : teraba atau tidak, lokasi, lumen yang dapat
ditembus jari, mudah berdarah atau tidak, batas
atas dan jaringan sekitarnya, jarak dari garis
anorektal sampai tumor.

Gambar 4. Pemeriksaan Fisik  Digital Rectal Examination

15
B. Pemeriksaan Penunjang
1. Biopsi
Konfirmasi adanya malignansi dengan pemeriksaan biopsi sangat
penting. Jika terdapat sebuah obstruksi sehingga tidak
memungkinkan dilakukannya biopsi maka sikat sitologi akan
sangat berguna.

2. Carcinoembrionik Antigen (CEA) Screening


CEA adalah sebuah glikoprotein yang terdapat pada permukaan sel
yang masuk ke dalam peredaran darah, dan digunakan sebagai
marker serologi untuk memonitor status kanker kolorektal dan
untuk mendeteksi rekurensi dini dan metastase ke hepar.CEA
terlalu insensitif dan nonspesifik untuk bisa digunakan sebagai
screening kanker kolorektal.Meningkatnya nilai CEA serum,
bagaimanapun berhubungan dengan beberapa parameter.
Tingginya nilai CEA berhubungan dengan tumor grade 1 dan 2,
stadium lanjut dari penyakit dan kehadiran metastase ke organ
dalam. Meskipun konsentrasi CEA serum merupakan faktor
prognostik independen.Nilai CEA serum baru dapat dikatakan
bermakna pada monitoring berkelanjutan setelah pembedahan.

Meskipun keterbatasan spesifitas dan sensifitas dari tes CEA,


namun tes ini sering diusulkan untuk mengenali adanya rekurensi
dini.Tes CEA sebelum operasi sangat berguna sebagai faktor
prognosa dan apakah tumor primer berhubungan dengan
meningkatnya nilai CEA.Peningkatan nilai CEA preoperatif
berguna untuk identifikasi awal dari metatase karena sel tumor
yang bermetastase sering mengakibatkan naiknya nilai CEA.

16
3. Tes Occult Blood
Phenol yang tidak berwarna di dalam guaic gum akan dirubah menjadi
berwarna biru oleh oksidasi. Reaksi ini menandakan adanya
peroksidase katalis, oksidase menjadi sempurna dengan adanya
katalis, contohnya hemoglobin.Tetapi sayangnya terdapat berbagai
katalis di dalam diet.Seperti contohnya daging merah, oleh karena itu
diperlukan perhatian khusus untuk menghindari hal ini. Tes ini akan
mendeteksi 20 mg hb/gr feses. Tes imunofluorosensi dari occult blood
mengubah hb menjadi porphirin berfluorosensi, yang akan mendeteksi
5-10 mg hb/gr feses, Hasil false negatif dari tes ini sangat tinggi.
Terdapat berbagai masalah yang perlu dicermati dalam menggunakan
tes occult blood untuk screening, karena semua sumber perdarahan
akan menghasilkan hasil positif. Kanker mungkin hanya akan
berdarah secara intermitten atau tidak berdarah sama sekali, dan akan
menghasilkan tes yang false negatif. Proses pengolahan, manipulasi
diet, aspirin, jumlah tes, interval tes adalah faktor yang akan
mempengaruhi keakuratan dari tes occult blood tersebut.Efek
langsung dari tes occult blood dalam menurunkan mortalitas dari
berbagai sebab masih belum jelas dan efikasi dari tes ini sebagai
screening kanker kolorektal masih memerlukan evaluasi lebih
lanjut.(10)

Pemeriksaan Radiologi
1. Foto Polos Abdomen
Foto polos abdomen merupakan pemeriksaan awal untuk
melakukan pemeriksaan barium enema. Apabila pada pemeriksaan
foto polos abdomen ditemukan tanda-tanda perforasi, maka
pemeriksaan barium enema merupakan kontra indikasi. Foto polos
abdomen sedapat mungkin dibuat pada posisi tegak dengan sinar
horizontal. Posisi supine perlu untuk melihat distribusi gas, sedangkan

17
di sikap tegak untuk melihat batas udara-air dan letak obstruksi karena
massa.

Gambar 5. Foto polos abdomen

Gambar 6. Foto abdomen left lateral decubitus

Pada foto BOF/LLD tampak adanya peumoperitoneum (udara bebas diatas


hepar pada foto LLD) menunjukan adanya perforasi usus. Adanya dilatasi dari
usus disertai gambaran “step ladder” dan “air fluid level” pada foto polos
abdomen dapat disimpulkan bahwa adanya suatu obstruksi. Foto polos
abdomen mempunyai tingkat sensitivitas 66% pada obstruksi usus halus,
sedangkan sensitivitas 84% pada obstruksi kolon. Pada foto polos abdomen

18
dapat ditemukan gambaran “step ladder dan air fluid level” terutama pada
obstruksi bagian distal. Pada kolon bisa saja tidak tampak gas. Jika terjadi
stangulasi dan nekrosis, maka akan terlihat gambaran berupa hilangnya
mukosa yang reguler dan adanya gas dalam dinding usus. Udara bebas pada
foto thoraks tegak menunjukkan adanya perforasi usus. Penggunaan kontras
tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan peritonitis akibat adanya
perforasi.

2. Ultrasonografi (USG)

Terdapat struktur hiperechoic yang diproyeksikan kedalam lumen dari


kolon. Endorektal ultrasonografi dapat digunakan untuk mendiagnosa
carcinoma colon. Polip dapat sukar untuk diidentifikasi pada USG diperoleh
dengan posisi supine, karena udara normalnya berkumpul di anterior, sehingga
menyebabkan distal bayangan akustik. Tumor primer biasanya terlihat massa
yang kurang echo dengan pusat yang hiperechoic yang diketahui sebagai
target sign. Penemuan lain termasuk penebalan dinding usus secara irregular
terlokalisasi, contour yang irregular, kurangnya peristaltic normal dan absens
nya lapisan dari dinding kolon

Gambar 7. Gambaran USG

19
Gambar 8. USG pada Polip Colon

3. Barium Enema
Tehnik yang sering digunakan adalah dengan memakai double kontras
barium enema, yang sensitifitasnya mencapai 90% dalam mendeteksi
polip yang berukuran >1 cm. Tehnik ini jika digunakan bersama-sama
fleksibel sigmoidoskopi merupakan cara yang hemat biaya sebagai
alternatif pengganti kolonoskopi untuk pasien yang tidak dapat
mentoleransi kolonoskopi, atau digunakan sebagai pemantauan jangka
panjang pada pasien yang mempunyai riwayat polip atau kanker yang
telah di eksisi. Risiko perforasi dengan menggunakan barium enema
sangat rendah, yaitu sebesar 0,02 %. Jika terdapat kemungkinan perforasi,
maka sebuah kontras larut air harus digunakan daripada barium enema.
Barium peritonitis merupakan komplikasi yang sangat serius yang dapat
mengakibatkan berbagai infeksi dan peritoneal fibrosis.Tetapi sayangnya
sebuah kontras larut air tidak dapat menunjukkan detail yang penting
untuk menunjukkan lesi kecil pada mukosa kolon.

20
Gambar 9. Gambaran colon in loop

Karsinoma kolon secara radiologi member gambaran :


- Penonjolan ke dalam lumen (protruded lession)
Bentuk klasik tipe ini adalah polip.Polip dapat bertangkai
(pedunculated) dan tidak bertangkai (sessile).Dinding kolon
seringkali masih baik.
- Kerancuan dinding kolon (colonic wall deformity)
Dapat bersifat simetris (napkin ring) atau asimetris (apple
core).Lumen kolon sempit dan irregular. Kerap kali hal ini sulit
dibedakan dengan colitis Crohn
- Kekakuan dinding kolon (rigidity colonic wall)
Bersifat segmental, terkadang mukosa masih baik.Lumen kolon
dapat tidak menyempit. Bentuk ini sukar dibedakan dengan
colitis ulseratif.(11)

21
4. Endoskopi
Tes tersebut diindikasikan untuk menilai seluruh mukosa kolon karena
3% dari pasien mempunyai synchronous kanker dan berkemungkinan
untuk mempunyai polip premaligna.

Gambar 10. Metode Pemeriksaan Endoscopy Tumor Kolon

Gambar 11. Karsinoma Kolon yang Dilihat Dengan Pemeriksaan


Endoskopi

22
5. Proktosigmoidoskopi
Pemeriksaan ini dapat menjangkau 20-25 cm dari linea dentata, tapi
akut angulasi dari rektosigmoid junction akan dapat menghalangi
masuknya instrumen. Pemeriksaan ini dapat mendeteksi 20-25% dari
kanker kolon. Rigid proctosigmoidoskopi aman dan efektif untuk
digunakan sebagai evaluasi seseorang dengan risiko rendah dibawah
usia 40 tahun jika digunakan bersama sama dengan occult blood test.

Gambar 12. Karsinoma kolon yang dilihat dengan sigmoidoskopi

6. Flexible Sigmoidoskopi
Flexible sigmoidoscopi dapat menjangkau 60 cm kedalam lumen
kolon dan dapat mencapai bagian proksimal dari kolon kiri.Lima
puluh persen dari kanker kolon dapat terdeteksi dengan
menggunakan alat ini.Flexible sigmoidoscopi tidak dianjurkan
digunakan untuk indikasi terapeutik polipektomi, kauterisasi dan
semacamnya; kecuali pada keadaan khusus, seperti pada ileorektal
anastomosis. Flexible sigmoidoscopi setiap 5 tahun dimulai pada
umur 50 tahun merupakan metode yang direkomendasikan untuk
screening seseorang yang asimptomatik yang berada pada tingkatan
risiko menengah untuk menderita kanker kolon. Sebuah polip
adenomatous yang ditemukan pada flexible sigmoidoscopi

23
merupakan indikasi untuk dilakukannya kolonoskopi, karena
meskipun kecil (<10 mm), adenoma yang berada di distal kolon
biasanya berhubungan dengan neoplasma yang letaknya proksimal
pada 6-10% pasien.(12)

7. Kolonoskopi
Kolonoskopi dapat digunakan untuk menunjukan gambaran
seluruh mukosa kolon dan rectum.Sebuah standar kolonoskopi
panjangnya dapat mencapai 160 cm. Kolonoskopi merupakan cara
yang paling akurat untuk dapat menunjukkan polip dengan ukuran
kurang dari 1 cm dan keakuratan dari pemeriksaan kolonoskopi
sebesar 94%, lebih baik daripada barium enema yang keakuratannya
hanya sebesar 67%.Sebuah kolonoskopi juga dapat digunakan untuk
biopsi, polipektomi, mengontrol perdarahan dan dilatasi dari
striktur.Kolonoskopi merupakan prosedur yang sangat aman dimana
komplikasi utama (perdarahan, komplikasi anestesi dan perforasi)
hanya muncul kurang dari 0,2% pada pasien. Kolonoskopi
merupakan cara yang sangat berguna untuk mendiagnosis dan
manajemen dari inflammatory bowel disease, non akut divertikulitis,
sigmoid volvulus, gastrointestinal bleeding, megakolon non toksik,
striktur kolon dan neoplasma. Komplikasi yang sering terjadi pada
merupakan perdarahan sedangkan perforasi merupakan komplikasi
utama dari kolonoskopi diagnostik.

Gambar 13. Metode pemeriksaan kolonoskopi

24
8. Imaging Tehnik

MRI, CT scan, transrectal ultrasound merupakan bagian dari tehnik


imaging yang digunakan untuk evaluasi, staging dan tindak lanjut
pasien dengan kanker kolon, tetapi tehnik ini bukan merupakan
screening tes.

a. CT scan
CT scan dapat mengevaluasi abdominal cavity dari pasien kanker
kolon pre operatif. CT scan bisa mendeteksi metastase ke hepar,
kelenjar adrenal, ovarium, kelenjar limfa dan organ lainnya di pelvis.
CT scan sangat berguna untuk mendeteksi rekurensi pada pasien
dengan nilai CEA yang meningkat setelah pembedahan kanker
kolon. Sensitifitas CT scan mencapai 55%. CT scan memegang
peranan penting pada pasien dengan kanker kolon karena sulitnya
dalam menentukan stage dari lesi sebelum tindakan operasi. Pelvic
CT scan dapat mengidentifikasi invasi tumor ke dinding usus dengan
akurasi mencapai 90 %, dan mendeteksi pembesaran kelanjar getah
bening >1 cm pada 75% pasien.Penggunaan CT dengan kontras dari
abdomen dan pelvis dapat mengidentifikasi metastase pada hepar
dan daerah intraperitoneal.(11,12)

25
Gambar 14. CT scan pelvis menunjukkan adanya tumor kolon
yang sudah metastasis pada hepar dan daerah
intraperitoneal

Gambar 15. CT scan pelvis yang menunjukkan adanya


karsinoma kolon

b. MRI
MRI lebih spesifik untuk tumor pada hepar daripada CT scan dan
sering digunakan pada klarifikasi lesi yang tak teridentifikasi dengan
menggunakan CT scan. Karena sensifitasnya yang lebih tinggi
daripada CT scan, MRI dipergunakan untuk mengidentifikasikan
metastasis ke hepar.(11)

26
Gambar 16. MRI Imaging pada Karsinoma Kolorektal

c. Endoskopi UltraSound (EUS)


EUS secara signifikan menguatkan penilaian preoperatif dari
kedalaman invasi tumor, terlebih untuk tumor rektal. Keakurasian dari
EUS sebesar 95%, 70% untuk CT dan 60% untuk digital rektal
examination. Pada kanker rektal, kombinasi pemakaian EUS untuk melihat
adanya tumor dan digital rektal examination untuk menilai mobilitas
tumor seharusnya dapat meningkatkan ketepatan rencana dalam terapi
pembedahan dan menentukan pasien yang telah mendapatkan keuntungan
dari preoperatif kemoradiasi. Transrektal biopsi dari kelenjar limfa
perirektal bisa dilakukan di bawah bimbingan EUS.(12)

2.9 Tatalaksana
A. Kemoprevensi
Obat Anti Inflamatori Steroid (OAIN) termasuk aspirin dianggap
berhubungan dengan penurunan motalitas kanker kolon. Bebrapa OAIN seperti
sulindac dan celecoxib telah terbukti sewcara efektif menurunkan insidens
berulangnya adenoma pada pasien dengan Familial Adenomatous Polyposis

27
(FAP). Data epidemiologi menunjukkan adanaya penurunan risiko kanker di
kalangan pemakai OAIN namun bukti yang mendukung manfaat pembrian aspirin
dan OAIN lainnya untuk mencegah kanker kolon sporadik masih lemah.
B. Endoskopi dan operasi
Umumnya polip adenomentasi dapat diangkat dengan tingkat polipektomi.
Bila ukuran <5mm maka pengangkatan cukup dengan biopsi atau
elektrokoagulasi bipolar. Di samping polipektomi dapat diatasi dengan operasi,
indikasi untuk hemikolektomi adalah tumor di caecum, kolon ascenden, kolon
transversum tetapi lesi di fleksura lienalis dan kolon desenden di atasi dengan
hemikolektomi kiri. Tumor di sigmoid dan rektum proksimal dapat diangkat
dengan tindakan Low Anterior Resection (LAR). Angka mortalitas akibat operasi
sekitar 5% tetapi bila operasi dikerjakan secara emergensi maka angka mortalitas
menjadi lebih tinggi. Reseksi terhadap metastasis di hepar dapat memberikan hasil
23-35% rata-rata bebas tumor.
C.Terapi ajuvan
Sepertiga pasien yang menjalani operasi kuratif akan mengalami rekurensi.
Kemoterapi ajuvan dimaksudakan untuk menurunkan tingkat rekurensi kanker
kolon setelah operasi. Pasien dengan kriteria Dukes C yang mendapat levamisol
dan 5 FU secara signifikan meningkatkan harapan hidup dan masa interval bebas
tumor. Kemoterapi ajuvan tidak berpengaruh pada pasien dengan kriteria Dukes
B. Irinotecan (CPT11) inhibitor topoisomer dapat memperpanjang masa harapan
hidup. Oxaliplatin analog platinum juga memperbaiki respon setelah diberikan
5FU dan leucoverin. Manajemen kanker kolon yang tidak reseksibel meliputi :
Nd-YAG foto koagulasi laser dan self expanding metal endoluminal stent.

28
BAB III
KESIMPULAN

Tumor kolon adalah suatu pertumbuhan tumor yang bersifat ganas dan
merusak sel DNA dan jaringan sehat disekitar kolon (usus besar). Kebanyakan
kanker usus berawal dari pertumbuhan sel yang tidak ganas biasa disebut
adenoma yang dalam stadium awal membentuk polip (sel yang tumbuh cepat)(1)
Kebanyakan kanker usus besar berawal dari pertumbuhan sel yang tidak ganas
atau disebut adenoma, yang dalam stadium awal membentuk polip (sel yang
tumbuh sangat cepat). Insidensi kanker kolorektal di Indonesia sendiri cukup
tinggi, demikian juga angka kematiannya.
Diagnosis tumor kolon dapat ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang diantaranya Ultrasonografi (USG), CT-Scan
dan MRI, Foto Polos Abdomen, Colon in Loop, dan Kolonoskopi.Di klinik
sehari-hari metode pemeriksaan yang sering dipakai ialah metode Colon in loop.
Dimana pada tumor kolon akan terlihat gambaran penonjolan ke dalam lumen,
kerancuan dinding kolon, dan kekauan dinding kolon. Kontras yang dipakai
biasanya yaitu barium enema dengan lama pemeriksaan lima menit. Metode
pemeriksaa yang lebih canggih dapat dipakai untuk melihat adanya metastasis,
misalnya dengan CT scan.

29
DATAR PUSTAKA

1 Karsinoma Kolon. Available from http://web.squ.edu.om/med-


Lib/MED_CD/E_CDs/Cancer%20of%20the%20Lower%20Gastrointinal
%20Tract/DOCS/Ch7.pdf. .

2. National Cancer Institute U.S National Intitute of Health (2009) Cancer colon
treatment. Available from www.cancer.org

3. De jong W, Sjamsuhidajat R. Buku Ajar Ilmu Penyakit Bedah Edisi 2: Bab 35


Usus Halus, Apendiks, Kolon, dan Rektum.Jakarta: EGC. 2005.

4. Rasad, Sjahriar. Radiologi Diagnostik Edisi 2: Traktus Digestivus dan


Biliaris. Jakarta: EGC. 2005. 256-268

5. Desen W dan Zhizhong. Kanker Usus Besar. Di Dalam: Desen W (ed). Buku
Ajar Onkologis Klinis. Edisi ke-2. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Indonesia;2008.

6. Colorectal Cancer Center of Cedars-Sinai Hospital. 2010. Colorectal Cancer


Available from www.csmc.edu/6408.html.

7. Zaharia A. 2007. Colorectal Cancer in Dr. M. Djamil Hospital Padang, West


Sumatra Indonesia. Epidemiologic Study. Universitas Andalas Padang.

8. Bynre L. Colorectal Cancer. 2008. Available from


http://www.cwru.edu/med/epidbio.

9. Weinberg D. et al. Adenocarcinoma Colon and Rectum in Disease of the Colon


edited Wexner S,D;Stollman;N. New York 2007;477-506.

30
10. Deteksi dini , diagnosa dan penatalaksanaan karsinoma kolon. Available
fromhttp://repository.unand.ac.id/12202/1/Deteksi_Dini,_Diagnosa_dan_P
enatalaksanaan_Karsinoma_Kolon_dan_Kerektum.pdf

11.Halpert, RD. Gastrointestinal Imaging 3rd ed: Chapter 7 Colon and Rectum.
Philadelphia: Mosby Elsevier. 2006. 261-300.

12. Patel, Pradip R. .2007. Lecture Notes Radiologi edisi kedua. Jakarta: penerbit
Erlangga.

31

Anda mungkin juga menyukai