Anda di halaman 1dari 20

TUGAS UJIAN

Disusun oleh:
Uray Annisya Defia (030.13.196)

Penguji:
dr. Rininta, Sp. KJ

KEPANITERAAN KLINIK ILMUPENYAKIT JIWA


RUMAH SAKIT DR. H. MARZOEKI MAHDI BOGOR
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
PERIODE 30 APRIL – 2 JUNI 2018
ANTIPSIKOTIK GENERASI PERTAMA (APG I) (TIPIKAL)

Obat antipsikotik yang ada di pasaran saat ini, dapat di kelompokkan dalam dua
kelompok besar yaitu antipsikotik generasi pertama (APG I) dan antipsikotik generasi
kedua (APG II). Antipsikotik generasi pertama mempunyai cara kerja dengan memblok
reseptor D2 khususnya di mesolimbik dopamine pathways, oleh karena itu sering disebut
juga dengan Antagonist Reseptor Dopamin (ARD) atau antipsikotik konvensional atau
tipikal.

Kerja dari APG I menurunkan hiperaktivitas dopamin di jalur mesolimbik


sehingga menyebabkan gejala positif menurun tetapi ternyata APG I tidak hanya
memblok reseptor D2 di mesolimbik tetapi juga memblok reseptor D2 di tempat lain
seperti di jalur mesokortikal, nigrostriatal, dan tuberoinfundibular. Apabila APG I
memblok reseptor D2 di jalur mesokortikal dapat memperberat gejala negatif dan kognitif
disebabkan penurunan dopamin di jalur tersebut. blokade reseptor D2 di nigrostriatal
secara kronik dengan menggunakan APG I menyebabkan gangguan pergerakan
hiperkinetik (tardive dyskinesia). Blokade reseptor D2 di tuberoinfundibular
menyebabkan peningkatan kadar prolaktin sehingga dapat menyebabkan disfungsi
seksual dan peningkatan berat badan.

APG I mempunyai peranan yang cepat dalam menurunkan gejala positif seperti
halusinasi dan waham, tetapi juga menyebabkan kekambuhan setelah penghentian
pemberian APG I.

Kerugian pemberian APG I:

1. Mudah terjadi EPS dan tardive dyskinesia


2. Memperburuk gejala negatif dan kognitif
3. Peningkatan kadar prolaktin
4. Sering menyebabkan terjadinya kekambuhan

Keuntungan pemberian APG I adalah jarang menyebabkan terjadinya Sindrom


Neuroleptik Malignant (SNM) dan cepat menurunkan gejala negatif.

CLORPROMAZINE (Largactil, Promactil, Cepezet)

Clorpromazine (CPZ) adalah 2-klor-N-(dimetil-aminopropil)-fenotiazin. Derivat


fenotiazin lain di dapat dengan cara substitusi pada tempat 2 dan 10 inti fenotiazin.
Farmakodinamik: CPZ berefek farmakodinamik sangat luas. Largactil diambil dari kata
large action.

Fatmakokinetik: pada umumnya semua fenotiazin di absorpsi baik bila diberikan per
oral maupun parenteral. Penyebaran luas ke semua jaringan dengan kadar tertinggi di
paru-paru, hati, kelenjar suprarenal dan limpa. Sebgaian fenotiazin mengalami
hidroksilasi dan konjugasi, sebagian lagi diubah menjadi sulfoksid yang kemduian
dieksresi bersama feses dan urin. Setelah pemberian CPZ dosis besar, maka masih
ditemukan eksresi CPZ atau metabolitnya selama 6-12 bulan.

Indikasi (obat ini dapat di pakai) pada:

- Skizofrenia dengan gejala agitasi, ansietas, tegang, bingung, insomnia, waham,


halusinasi;
- Psikosis manik-depresif;
- Gangguan kepribadian
- Psikosis involusional
- Psikosis pada anak
- Dalam dosis rendah dapat digunakan untuk mual, muntah maupun cegukan atau
gangguan non psikosis dengan gejala agitasi tegang, gelisah, cemas dan insomnia.

Dosis:

- Dosis permulaan 25-100 mg/hari


- Dosis ditingkatkan sampai 300 mg/hari
- Bila gejala belum hilang dosis dapat ditingkatkan perlahan-lahan hingga 600-900
mg/hari.

Cara pemberian :
- diberikan per-oral dengan dosis terbagi.
- untuk efek cepat dapat diberikan per injeksi (im) dengan penderita dalam posisi
berbaring (untuk mencegah timbulnya orthostatic hipotension yang sering terjadi).

Efek samping :
- Lesu dan ngantuk.
- Hipotensi ortostatik.
- Mulut kering, hidung tersumbat, konstipasi dan amenore pada wanita
Kontra indikasi :
- Klorpromazine tidak boleh diberikan pada keadaan-keadaan :
- Koma.
- Keracunan alkohol, barbiturat dan narkotika.
- Hipersensitif (allergik).

TRIFLUOPERAZINE (Stelazine, Stelosi)


Indikasi :
- Skizofrenia.
- Psikosis paranoid (gangguan waham menetap).
- Psikosis manik-depresif.
- gangguan tingkah laku pada Retardasi Mental.

Dosis :
- dosis awal 2 – 3 x 2,5 mg.
- dosis pemeliharaan 3 x 5 – 10 mg.

Efek samping :
- Ngantuk, pusing lemas.
- Gangguan ekstra piramidalis.
- Occulogyric crisis.
- Hiperefleksi.
- Kejang-kejang grandmal.

Kontra indikasi :
- Depresi SSP.
- Koma.
- Gangguan liver.
- Dyscrasia darah.
- Hipersensitif.

FLUPHENAZINE

Untuk kasus-kasus akut diberikan Flupenazine HCl (anatensol) dalam bentuk


tablet dan injeksi.
Dosis :
- 2,5 – 10 mg / hari dengan dosis terbagi.
- Bila diperlukan dosis dapat dinaikkan sp 20 mg / hari.
Untuk kasus-kasus kronis diberikan Flupenazine decanoat (flupenazine dilarutkan
dalam minyak), sebagai long acting anti psychotic (berefek panjang) --- Modecate
injeksi(25 mg / amp).

Dosis :
- awal : 12,5 mg / 2 minggu.
- bila efek samping ringan/tidak ada, ditingkatkan 25 mg / 3 – 6 minggu.

Efek samping :
- Tersering gangguan estra piramidalis.
- Tardive diskinesia persistent.
- Ngantuk.
- Mimpi2 aneh.

Kontra indikasi :
- hipersensitif.
- Depresi SSP berat.

PERPHENAZINE (Trifalon)
Indikasi :
- Gejala positif Skizofrenia.
- Dalam dosis rendah digunakan untuk nausea, vomitus dan cegukan.

Dosis :
- 3 x 4 - 8 mg / hari.

Efek samping :
- Sering timbul gangguan ekstra piramidalis.
- Gangguan endokrin, seperti : laktasi meningkat, gnekomasti, menstruasi
terganggu, sukar eyakulasi.
Kontra indikasi :
- hipersensitif.
- Koma.
- Depresi berat.
- Gangguan liver.
- Gangguan darah.

THIORIDAZINE
Indikasi :
- Gejala positif Skizofrenia.
- Depresi dengan agitasi, ansietas dan afek hipotim.

Dosis :
- Awal (initial) : 3 x 50 – 100 mg / hari.
- Pemeliharaan (maintenance) : 200 – 800 mg / hari.

Efek samping :
- sedasi, mulut kering, gangguan akomodasi, vertigo, hipotensi ortostatik.
- Jarang timbul ganguan ekstra piramidalis.

Kontra indikasi :
- Koma.
- Depresi SSP berat.
- Diskrasia darh.
- Hipersensitif.

HALOPERIDOL
Haloperidol mempunyai afinitas yang kuat pada reseptor D2, lebih lemah
antagonis reseptor kolinergik dan histamin.
Haloperidol memperlihatkan antipsikotik yang kuat dan efektif untuk fase mania
penyakit manik deprsif dan skizofrenia.
Secara farmakokinetik, haloperidol cepat diserap dari saluran cerna. Kadar
puncaknya dalam plasma tercapai dalam waktu 2-6 jam sejak menelan obat, menetap
sampai 72 jam dan masih dapat ditemukan dalam plasma sampai berminggu-minggu.
Dosis Haloperidol dapat dimulai dari 1 atau 2 mg dengan pemberian 2 atau 3 kali
per hari, kemudian peningkatan dosis disesuaikan dengan gejala yang belum terkontrol,
beberapa kepustakaan mengatakan dosis per hari yang efektif antara 5-20 mg. Pada
pasien dengan efek samping mininal dan belum tercapai respon terapi, dosis obat dapat
ditingkatkan sampai dosis 30-40 mg per hari.
Pada anak-anak atau usia lanjut dosis dapat diturunkan dan dapat dimulai dengan
0,5-1,5 mg per hari dengan pemberian 2 atau 3 kali perhari.
Haloperidol decanoate (injeksi long acting) setelah disuntikan dilepas secara
lambat ke dalam pembuluh darah, sehingga pemberiannya tiap 3-4 minggu perkali,
karena waktu paruhnya panjang.
Kontraindikasi pemberian Haloperidol adalah pasien dalam keadaan koma,
depresi SSP yang disebabkan alkohol atau obat lain, sindrom parkinson, usia lanjut
dengan Parkinson Like Symptomps, wanita menyusui dan sesitif terhadap Haloperidol.
Efek samping yang paling sering adalah efek ekstrapirmidalis (EPS) seperti
parkinson like symptomps, akatisia, diskinesia, distonia, hyperreflexia, rigiditas,
opistotonus, dan kadang-kadanga krisi okulogirik. Efek samping yang lain adalah tardive
dyskinesia pada pemakaian haloperidol yang lama atau penghentian haloperidol tiba-tiba.
Efek samping lain yang ringan seperti sedasi dan autonomik. Pemberian haloperidol
dalam waktu lama dapat terjadi peningkatan berat badan dan penurunan fungsi kognitif.

Obat antipsikotik tipikal biasanya menyebabkan gejala ekstrapiramidalis


(Sindrom Parkinsonisme):
- tremor (pada ektremitas dan lidah).
- kaku kuduk.
- hiper salivasi.
- rigiditas.
- jalan seperti robot, karena kaku otot tungkai.
- ekspresi muka monoton (muka topeng), karena kaku otot wajah.
- bicara pelo.

Bila terjadi Gangguan ekstra piramidalis (sindroma parkinsonisme), maka


pemberian obat distop dan diganti dengan obat lain atau dosis obat diturunkan. Bila obat
obat pengganti tidak tersedia atau obat tersebut sangat diperlukan, maka untuk
menghilangkan sindroma parkinsonisme diberikan obat-obat anti sindroma
parkinsonisme. Obat-obat anti Sindrom Parkinsonisme: 9
1. Triheksifenidil :dosis 3 x 2 – 4 mg / hari. (oral)
2. Dipenhidramin (benadryl) : dosis 50 – 100 mg/hari. (oral/parentral)
3. Sulfas atropin ( oral atau parenteral )
tablet 0,5 mg ; 3 x 1
injeksi 0,25 mg/amp. ; 3 x 1 amp.

ANTIPSIKOTIK GENERASI KEDUA (APG II) (ATIPIKAL)

APG II sering disebut juga sebagai Serotonin Dopamin Antagosis (SDA) atau
antipsikotik atipikal. APG II mempunyai mekanisme kerja melalui interaksi anatar
serotonin dan dopamin pada ke 4 jalur dopamin di otak. Hal ini yang menyebabkan efek
samping EPS lebih rendah dan sanagat efektif untuk mengatasi gejala negatif. Perbedaan
antara APG I dan APG II adalah APG I hanya dapat memblok reseptor D2 sedangkan
APG II memblok secara bersamaan reseptor serotonin (5HT2A) dan reseptor dopamin
(D2). APG yang dikenal saat ini adalah clozapine, risperidone, olanzapine, quetiapine,
zotepine, ziprasidone, aripiprazole. Saat ini antipsikotik ziprasidone belum tersedia di
Indonesia.

Kerja obat antipsikotik generasi kedua pada dopamin pathways:

1. Mesokortikal Pathways
Antagonis 5HT2A tidak hanya akan menyababkan berkurangnya blokade terhadap
antagonis D2 tetapi juga menyababkan terjadinya aktivitas dopamin pathways
sehingga terjadi keseimbangan antara keseimbangan antara serotonin dan
dopamin. APG II lebih berpengaruh banyak dalam memblok reseptor 5HT2A
dengan demikian meningkatkan pelepasan dopamin dan dopamin yand dilepas
menang daripada yang dihambat di jalur mesokortikal. Hal ini menyebabkan
berkurangnya gejala negatif maka tidak terjadi lagi penurunan dopamin di jalur
mesokortikal dan gejala negatif yang ada dapat diperbaiki.
APG II dapat memperbaiki gejala negatif jauh lebih baik dibandingkan APG I
karena di jalur mesokortikal reseptor 5HT2A jumlahnya lebih banyak dari reseptor
D2, dan APG II lebih banyak berkaitan dan memblok reseptor 5HT2A dan sedikti
memblok reseptor D2 akibatnya dopamin yang di lepas jumlahnya lebih banyak,
karena itu defisit dopamin di jalur mesokrtikal berkurang sehingga menyebabkan
perbaikan gejala negatif skizofrenia.
2. Mesolimbik Pathways
APG II di jalur mesolimbik, antagonis 5HT2A gagal untuk mengalahkan antagonis
D2 di jalur tersebut. jadi antagonsis 5HT2A tidak dapat mempengaruhi blokade
reseptor D2 di mesolimbik, sehingga blokade reseptor D2 menang. Hal ini yang
menyababkan APG II dapat memperbaiki gejala positif skizofrenia. Pada keadaan
normal serotonin akan menghambat pelepasan dari dopamin.
3. Tuberoinfundibular Pathways
APG II di jalur tuberoinfundibular, antagonis reseptor 5HT2A dapat mengalahkan
antagonis reseptor D2. Hubungan antara neurotransmiter serotonin dan dopamin
sifatnya antagonis dan resiprokal dalam kontrol sekresi prolaktin dari hipofise.
Dopamin akan menghambat pengelepasan prolaktin, sedangkan serotonin
menigkatkan pelepasan prolaktin. Pemberian APG II dalam dosis terapi akan
menghambat reseptor 5HT2A sehingga menyebabkan pelepasan dopamin
menigkat. Ini mengakibatkan pelepasan prolaktin menurun sehingga tidak terjadi
hiperprolaktinemia.
4. Nigrostriatal Pathways

Antipsikotik generasi kedua yang digunakan sebagai:


First line: Risperidone, Olanzapine, Quetiapine, Ziprasidone, Aripiprazole
Second line: Clozapine.

CLOZAPINE
Merupakan APG II yang pertama dikenal, kurang menyebabkan timbulnya EPS,
tidak menyebabkan terjadinya tardice dyskinesia dan tidak terjadi peningkatan dari
prolaktin. Clozapine merupakan gold standard pada pasien yang telah resisten dengan
obat antipsikotik lainnya. Profil farmakoligiknya atipikal bila dibandingkan dengan
antipsikotik lain. Dibandingkan terhadap psikotropik yang lain, clozapine menunjukkan
efek dopaminergik rendah, tetapi dapat mempengaruhi fungsi saraf dopamin pada sistem
mesolimbik-mesokortikal otak, yang berhubungan dengan fungsi emosional dan mental
yang lebih tinggi, yang berbeda dari dopamin neuron di daerah nigrostriatal (darah gerak)
dan tuberoinfundibular (daerah neruendokrin).
Secara farmakokinetik, Umunya afinitas dari clozapine rendah pada reseptor D2
dan tinggi pada reseptor 5HT2A sehingga cenderung rendah untuk menyebabkan
terjadinya efek samping EPS. Pada reseptor D4 afinitasnya lebig tinggi 10 kali lipat
dibandingkan antipsikotik lainnya, dimana reseptor D4 terdapat pada daerah korteks dan
sedikit pada daerah srtiatal. Hal ini lah yang membedakan clozapine dengan APG I.

Dosis :
- Hari 1 : 1 – 2 x 12,5 mg.
- Berikutnya ditingkatkan 25 – 50 mg / hari sp 300 – 450 mg / hari dengan
pemberian terbagi.
- Dosis maksimal 600 mg / hari.
- Sediaan yang ada di pasaran tablet 25 mg dan 100 mg

Efek samping :
- granulositopeni, agranulositosis, trombositopeni, eosinofilia, leukositosis,
leukemia.
- Ngantuk, lesu, lemah, tidur, sakit kepala, bingung, gelisah, agitasi, delirium.
- Mulut kering atau hipersalivasi, penglihata kabur, takikardi, postural hipotensi,
hipertensi.
- Dsb.

Kontra indikasi :
- Ada riwayat toksik/hipersensitif.
- Gangguan fungsi Sumsum tulang.
- Epilepsi yang tidak terkontrol.
- Psikosis alkoholik dan psikosis toksik lainnya.
- Intoksikasi obat.
- Koma.
- Kollaps sirkulasi.
- Depresi SSP.
- Ganguan jantung dan ginjal berat.
- Gangguan liver.

RISPERIDONE
Risperidone merupakan obat APG II yang kedua diterima oleh FDA (Food and
Drug Administration) sebagai antipsikotik setelah clozapine. Pemakaian riperidone masih
diizinkan dalam dosis sedang, setelah pemberian APG I dengan dosis yang kecil
dihentikan, misalnya pada pasien usia lanjut dengan psikosis, agitasi, gangguan perilaku
yang di hubungkan dengan demensia.

Risperidone dapat memperbaiki skizofrenia yang gagal di terapi dengan APG I


tetapi hasil pengobatannya tidak sebaik clozapine. Obat ini juga dapat memperbaiki
fungsi kognitif tidak hanya pada skizofrenia tetapi juga pada penderita demensia
misalnya demensia Alzheimer.

Metabolisme risperidone sebagian besar terjadi di hati oleh enzim CYP 2D6
menjadi 9-hydroxyrisperidone dan sebagian kecil oleh enzim CYP 3A4.
Hydroxyrisperiodne mempunyai potensi afinitas terhadap reseptor dopamin yang setara
dengan risperidone. Eksresi terutama melalui urin.

Indikasi :
- Skizofrenia akut dan kronik dengan gejala positif dan negatif.
- Gejala afektif pada skizofrenia (skizoafektif).

Dosis :
- Hari 1 : 1 mg, hari 2 : 2mg, hari 3 : 3 mg.
- Dosis optimal - 4 mg / hari dengan 2 x pemberian.
- Pada orang tua, gangguan liver atau ginjal dimulai dengan 0,5 mg, ditingkatkan sp
1 – 2 mg dengan 2 x pemberian.
- Umunya perbaikan mulai terlihat dalam 8 minggu dari pengobatan awal, jika
belum terlihat respon perlu penilaian ulang.
- Kadar puncak plasma dicapai dalam waktu 1-2 jam setelah pemberian oral.

Efek samping:
- EPS
- Peningkatan prolaktin (ditandai dengan gangguan menstruasi, galaktorea,
disfungsi seksual)
- Sindroma neuroleptik malignan
- Peningkatan berat badan
- Sedasi
- Pusing
- Konstipasi
- Takikardi

OLANZAPINE
Merupakan derivat dari clozapine dan dikelompokkan dalam golongan
Thienobenzodiazepine. Absorpsi tidak dipengaruhi oleh makanan. Plasma puncak
olanzapine dicapai dalam waktu 5-6 jam setalah pemberian oral, sedangkan pada
pemberian intramuskular dapat dicapai setelah 15-45 menit dengn waktu paruh 30 jam
(antara 21-54 jam) sehingga pemberian cukup 1 kali sehari.
Olanzapine merupaka antagonis monoaminergik selektif yang mempunyai afinitas
yang kuat terhadap reseptor dopamin (D1-D4), serotonin (5HT2A/2c), Histamin (H1) dan α1
adrenergik. Afinitas sedang dengan reseptor kolinergik muskarinik (M1-5) dan serotonin
(5HT3).

Indikasi :
- Sizofrenia atau psikosis lain dengan gejala positive dan negatif.
- Episode manik moderat dan severe.
- Pencegahan kekambuhan gangguan bipoler.

Dosis :
- Untuk skizofrenia mulai dengan dosis 10 mg 1 x sehari.
- Untuk episode manik mulai dengan dosis 15 mg 1 x sehari.
- Untuk pecegahan kekambuhan gangguan bipolar 10 mg / hari.

Efek samping:
- Penigkatan berat badan
- Somnolen
- Hipotensi ortostatik berkaitan dengan blokade reseptor α1
- EPS dan kejang rendah
- Insiden tardive dyskinesia rendah

QUETIAPINE
Quetiapine merupaka antagonis reseptor serotonin (5HT1A dan 5HT2A), reseptor
dopamin (D1 dan D2), reseptor histamin (H1), reseptor adrenergik α1 dan α2. Afinitasnya
lemah pada reseptor muskarinik (M1) dan reseptor benzodiazepin..

Quetiapine dapat memperbaiki gejala positif, negatif, kognitif dan mood. Dapat
juga memperbaiki pasien yang resisten dengan antipsikotik generasi pertama tetapi
hasilnya tidak sebaik apabila di terapi dengan clozapine.

Pemberian pada pasien pertama kali mendapat quetiapine perlu dilakukan titrasi
dosis untuk mencegah terjadinya sinkope dan hipotensi postural. Dimulai dengan dosis
50 mg per hari selama 4 hari, kemudian dinaikkan menjadi 100 mg selama 4 ahri,
kemudian dinaikkan lagi menjadi 300 mg. Sete;ah itu dicari dosis efektif antara 300-450
mg/hari. Efek samping obat ini yang sering adalah somnolen, hipotensi postural, pusing,
peningkatan berat badan, takikardi, dan hipertensi.

ARIPIPRAZOLE

Merupakan antipsikotik generasi baru, yang bersifat partial agonis pada reseptor
D2 dan reseptor serptonin 5HT1A serta antagonis pada reseptor serotonin 5HT2A.
Aripiprazole bekerja sebagai dopamin sistem stabilizer artinya menghasilkan signal
transmisi dopamin yang sama pada keadaan hiper atau hipo-dopaminergik karena pada
keadaan hiperdopaminergik aripiprazole afinitasnya lebih kuat dari dopamin akan
mengeser secara kompetitif neurotransmiter dopamin dan berikatan dengan reseptor
dopamin. Pada keadaan hipodopaminergik maka aripiprazole dapat menggantikan peran
neurotransmiter dopamin dan akan berikatan dengan reseptro dopamin.
Indikasi :
- Skizofrenia.

Dosis :
- 10 atau 15 mg 1 x sehari.

Efek samping :
- Sakit kepala.
- Mual, muntah.
- Konstipasi.
- Ansietas, insomnia, somnolens.
- Akhatisia.
Efek samping pada obat anti-psikosis dapat berupa:
 Sedasi dan inhibisi psikomotor (rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang, kinerja
psikomotor menurun, kemampuan kognitif menurun.
 Gangguan otonomik (hipotensi, antikolinergik/parasimpatolitik: mulut kering,
kesulitan miksi dan defekasi, hidung tersumbat, pandangan mata kabur, tekanan
intraokuler meninggi, gangguan irama jantung)
 Gangguan ekstrapiramidal (distonia akut, akathisia, sindrom parkinson: tremor,
bradikinesia, rigiditas).
 Gangguan endokrin (amenorrhoe, gynaecomastia), metabolik (jaundice),
hematologik (agranulocytosis), biasanya pada pemakaian jangka panjang.
Efek samping dapat juga “irreversible” : tardive dyskinesia (gerakan berulang
involunter pada : lidah, wajah, mulut/rahang, dan anggota gerak, dimana pada waktu tidur
gejala tersebut menghilang). Biasanya terjadi pada pemakaian jangka panjang (terapi
pemeliharaan) dan pada pasien usia lanjut. Efek samping ini tidak berkaitan dengan
dosis obat anti-psikosis (non dose related).
Bila terjadi gejala tersebut : obat anti-psikosis perlahan-lahan dihentikan, bisa
dicoba pemberian obat Reserpine 2,5 mg/h, (dopamine depleting agent), pemberian obat
anti parkinson atau I-dopa dapat memperburuk keadaan. Obat pengganti anti-psikosis
yang paling baik adalah Clozapine 50-100 mg/h.
Pada penggunaan obat anti-psikosis jangka panjang, secara periodik harus
dilakukan pemeriksaan laboratorium : darah rutin, urine lengkap, fungsi hati, fungsi
ginjal, untuk deteksi dini perubahan akibat efek samping obat.
Obat anti-psikosis hampir tidak pernah menimbulkan kematian sebagai akinat
overdosis atau untuk bunuh diri. Namun demikian untuk menghindari akibat yang
kurang menguntungkan sebaiknya dilakukan “lavage lambung” bila obat belum lama
dimakan.
CARA PENGGUNAAN
Pemilihan Obat
 Pada dasarnya semua obat anti-psikosis mempunyai efek primer (efek klinis)
yang sama pada dosis ekivalen, perbedaan terutama pada efek sekunder (efek
samping ; sedasi, otonomik, ekstrapiramidal).
Anti-psikosis Mg. Eq Dosis (Mg/h) Sedasi Otonomik Eks.Pir.
Chlopromazine 100 150 - 1600 +++ +++ ++
Thioridazine 100 100 - 900 +++ +++ +
Perphenazine 8 8 - 48 + + +++
Trifluoperazine 5 5 - 60 + + +++
Fluphenazine 5 5 - 60 ++ + +++
Haloperidol 2 2 - 100 + + ++++
Pimozide 2 2 - 6 + + ++
Clozapine 25 25 - 200 ++++ + -
Zotepine 50 75 - 100 + + +
Sulpiride 200 200 - 1600 + + +
Risperidone 2 2 - 9 + + +
Quetiapine 100 50 - 400 + + +
Olanzapine 10 10 - 20 + + +
Aripiprazole 10 10 - 20 + + +
 Pemilihan jenis obat anti-psikosis mempertimbangkan gejala psikosis yang
dominan dan efek samping obat. Pergantian obat disesuaikan dengan dosis
ekivalen.
 Apabila obat anti-psikosis tidak memberikan respons klinis dalam dosis yang
sudah optimal setelah jangka waktu yang memadai, dapat diganti dengan obat
anti-psikosis lain (sebaiknya dari golongan yang tidak sama), dengan dosis
ekivalen-nya, dimana profil efek samping belum tentu sama.
 Apabila dalam riwayat penggunaan obat anti-psikosis sebelumnya, jenis obat anti-
psikosis tertentu yang sudah terbukti efektif dan ditolerir dengan baik efek
samping-nya, dapat dipilih kembali untuk pemakaian sekarang.
 Apabila gejala negatif (afek tumpul, penarikan diri, hipobulia, isi pikiran miskin)
lebih menonjol dari gejala positif (waham, halusinasi, bicara kacau, perilaku tak
terkendali) pada pasien Skizofrenia, pilihan obat antipsikosis – atipikal perlu
dipertimbangkan. Khususnya pada penderita Skizofrenia yang tidak dapat
mentolerir efek samping ekstrapiramidal atau mempunyai risiko medik dengan
adanya gejala ekstrapiramidal (neuroleptic induced medical complication).

Pengaturan Dosis
Dalam pengaturan dosis perlu dipertimbangkan :
 Onset efek primer (efek klinis) : sekitar 2 – 4 minggu
Onset efek sekunder (efek samping) : sekitar 2 – 6 jam.
 Waktu paruh : 12 – 14 jam (pemberian obat 1-2 x perhari).
 Dosis pagi dan malam dapat berbeda untuk mengurangi dampak dari efek
samping (dosis pagi kecil, dosis malam lebih besar) sehingga tidak begitu
mengganggu kualitas hidup pasien.
Mulai dengan “dosis awal” sesuai dengan “dosis anjuran”, dinaikkan setiap 2-3
hari  sampai mencapai “dosis efektif” (mulai timbul peredaran Sindrom
Psikosis)  dievaluasi setiap 2 minggu dan bila perlu dinaikkan  “dosis
optimal”  dipertahankan sekitar 8-12 minggu (stabilisasi)  diturunkan setiap
2 minggu  “dosis maintenance”  dipertahankan 6 bulan sampai 2 tahun
(diselingi “drug holiday” 1-2 hari/minggu)  tapering off (dosis diturunkan tiap
2-4 minggu)  stop.
WAHAM

DEFENISI WAHAM
Waham adalah keyakinan palsu, didasarkan kepada kesimpulan yang salah
tentang eksternal, tidak sejalan dengan intelegensia pasien dan latar belakang
kultural, yang tidak dapat dikoreksi dengan suatu alasan.

Waham Berdasarkan Temanya


Waham dikelompokkan menurut temanya. Pengelompokan ini berguna
karena ada beberapa penyesuaian antara tema dan bentuk- bentuk utama penyakit
jiwa.

 Waham Kejar
Sebuah waham dengan tema utama bahwa pasien diserang, diganggu, ditipu, disiksa
atau dilawan komplotan.

 Waham Referensi
Keyakinan bahwa objek, kejadian atau orang memiliki sebuah makna pribadi bagi
pasien. Umumnya dalam bentuk negatif diturunkan dari ide referensi, dimana seseorang
secara salah merasa bahwa ia sedang dibicarakan orang lain.

 Waham Kebesaran
Menunjukkan kepentingan, kemampuan, kekuatan, pengetahuan atau identitas yang
berlebihan atau hubungan khusus dengan dewa atau orang terkenal.

 Waham rasa bersalah dan Ketidakberhargaan


Ditemukan lebih sering pada penyakit depresi dan terkadang disebut waham depresi.
Tema-tema yang khas adalah kesalahan yang kecil dari hukum pada masa yang lalu
akan ditemukan dan membawa malu pada pasien, atau kesalahannya akan membawa
ganti rugi pada keluarganya.3

 Waham Nihilistik
Merupakan keyakinan tentang ketiadaan beberapa orang atau sesuatu. Tapi pengertian
ini diperluas hingga termasuk ide-ide pesimis bahwa karier pasien berakhir, ia akan
mati, tidak memiliki uang atau bahwa dunia adalah merupakan sebuah malapetaka.
Waham nihilistik dihubungkan dengan derajat ekstrim dari mood depresi.

 Waham Somatik
Keyakinan palsu yang menyangkut fungsi tubuh pasien. Dimana pasien memiliki suatu
cacat fisik atau kondisi medis umum.

 Waham Agama
Waham yang berisi nilai agama, lebih sering terjadi pada abad 19 daripada masa
sekarang, agaknya mencerminkan bagian terbesar bahwa agama dijalankan dalam
kehidupan orang-orang biasa dimasa lalu. Suatu keyakinan agama yang tidak biasa dan
dipegang dengan kuat ditemui diantara anggota kelompok agama minoritas, dapat
disarankan untuk berbicara kepada anggota yang lain sebelum menentukan apakah ide-
ide itu abnormal atau tidak

 Waham Cemburu
Keyakinan palsu yang didapatkan dari kecemburuan patologis bahwa kekasih pasien
adalah tidak jujur.

 Waham Seksual atau Cinta (Erotomania)


Keduanya jarang terjadi namun jika terjadi hal ini sering terjadi pada wanita. Waham
mengenai hubungan seksual seringkali sekunder pada halusinasi somatik yang dirasakan
pada genital. Seorang wanita dengan waham cinta percaya bahwa ia dicintai oleh pria
yang biasanya tak dapat digapai, dari golongan status sosial yang l ebih tinggi dan
kepada siapa dia belum pernah bicara.

 Waham Pengendalian
Keyakinan bahwa tindakan, perasaan dan kemauan adalah benar- benar berasal dan
dipengaruhi atau diatur oleh orang atau kekuatan dari luar.

a. Penarikan Pikiran (thought witdrawal)


Keyakinan bahwa pikirannya telah ditarik keluar
b. Penanaman Pikiran (thought insertion)
Keyakinan bahwa beberapa pikirannya adalah bukan miliknya telah
ditanamkan kedalam pikirannya oleh kekuatan dari luar.

c. Penyiaran Pikiran (thought broadcasting)


Keyakinan bahwa pikirannya telah diketahui oleh yang lain, seolah-
olah setiap orang dapat membaca pikirannya.
d. Pengendalian pikiran (thought control)
Keyakinan bahwa pikiran pasien dikendalikan oleh orang atau tenaga
lain
20

Anda mungkin juga menyukai