STRUMA
PEMBIMBING :
dr. Bayu Hendratmoko, Sp.B
DISUSUN OLEH:
Medyauli Trianardi
1765050305
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
dengan judul “ Struma “ sebagai pemenuhan salah satu syarat di Kepaniteraan Klinik
Ilmu Bedah.
referat ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari banyak pihak. Atas bantuan yang
telah diberikan, baik waktu, moril maupun materil maka selanjutnya ucapan terimakasih
penulis sampaikan kepada dr. Bayu Hendratmoko, Sp.B selaku dosen pembimbing yang
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan referat ini tidak luput
dari kesalahan dan kekurangan baik dari segi materi maupun bahasa yang disajikan.
Untuk itu penulis mohon maaf atas segala kekurangan dan kesalahan yang tidak
disenagaja. Semoga referat ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan prmbaca
pada umumnya dalam memberikan sumbang piker dan perkembangan ilmu pengetahuan
kedokteran, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan guna
memperoleh hasil yang lebih baik di dalam penyempurnaan referat ini dari penulisan
KATA PENGANTAR....................................................................................................................................
i
DAFTAR ISI.................................................................................................................................................
1
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................................................
2
2.4 Patofisiologi.............................................................................................................................................
2.5 Klasifikasi................................................................................................................................................
2.6 Diagnosis.................................................................................................................................................
3.1 Kesimpulan..............................................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................................
1
BAB I
PENDAHULUAN
Struma atau goiter atau gondok merupakan suatu keadaan pembesaran kelenjar
tiroid yang dapat disebabkan oleh banyak penyebab. Struma merupakan suatu penyakit
yang sering dijumpai sehari-hari, dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti,
struma dengan atau tanpa kelainan fungsi metabolisme dapat didiagnosis secara tepat.1
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kelenjar tyroid terletak dibagian bawah leher, antara fascia koli media dan fascia
prevertebralis. Didalamruang yang sama terletak trakhea, esofagus, pembuluh darah
besar, dan syaraf. Kelenjar tyroid melekat pada trakhea sambil melingkarinya dua pertiga
sampai tiga perempat lingkaran. Keempat kelenjar paratyroid umumnya terletak pada
permukaan belakang kelenjar tyroid.
Tyroid terdiri atas dua lobus, yang dihubungkan oleh istmus dan menutup cincin
trakhea 2 dan 3. Kapsul fibrosa menggantungkan kelenjar ini pada fasia pretrakhea
sehingga pada setiap gerakan menelan selalu diikuti dengan terangkatnya kelenjar kearah
kranial. Sifat ini digunakan dalam klinik untuk menentukan apakah suatu bentukan di
leher berhubungan dengan kelenjar tyroid atau tidak.
Kelenjar tiroid mempunyai berat sekitar 25 – 30 gram dan terletak antara tiroidea
dan cincin trakea keenam. Seluruh jaringan tiroid dibungkus oleh suatu lapisan yang
disebut true capsule.
3
Gambar : Anatomi Kelenjar Tiroid
Saraf yang melewati tiroid adalah Nervus Rekurens. Saraf ini terletak di dorsal
tiroid sebelum masuk ke laring.
4
Gambar :
Kelenjar tiroid merupakan suatu kelenjar endokrin yang mensekresikan hormon Tiroksin
atau T4, triiodotironin atau T3 dan kalsitonin. Di dalam darah sebagian besar T3 dan T4 terikat
oleh protein plasma yaitu albumin, Thyroxin Binding Pre Albumin (TBPA) dan Thyroxin Binding
Globulin (TGB). Sebagian kecil T3 dan T4 bebas beredar dalam darah dan berperan dalam
mengatur sekresi TSH. Hormon tiroid dikendalikan oleh thyroid-stimulating hormone (TSH)
yang dihasilkan lobus anterior glandula hypofise dan pelepasannya dipengaruhi oleh
thyrotropine-releasing hormone ( TRH ). Kelenjar thyroid juga mengeluarkan calcitonin dari
parafolicular cell, yang dapat menurunkan kalsium serum berpengaruh pada tulang.
2) efek kardiogenik
3) simpatogenik
5
Gambar : Sintesis dan Sekresi
Hormon Tiroid
2.3 Definisi
6
2) Struma Nontoksik, yaitu struma yang tidak menimbulkan gejala klinis pada
tubuh, berdasarkan perubahan bentuknya dapat dibagi lagi menjadi
3) Neoplasma
7
Tremor
Diare
Exophtalmus
Bradikardi, tekanan sistolik yang rendah dan tekanan nadi yang lemah
Gerak tubuh menjadi lamban dan edema pada wajah, kelopak mata dan
tungkai.
2.4 Patofisiologi
Gangguan pada jalur TRH-TSH hormon tiroid ini menyebabkan perubahan dalam
struktur dan fungsi kelenjar tiroid gondok. Rangsangan TSH reseptor tiroid oleh TSH,
TSH-Resepor Antibodi atau TSH reseptor agonis, seperti chorionic gonadotropin, akan
menyebabkan struma diffusa. Jika suatu kelompok kecil sel tiroid, sel inflamasi, atau sel
maligna metastase ke kelenjar tiroid, akan menyebabkan struma nodusa.
Struma mungkin bisa diakibatkan oleh sejumlah reseptor agonis TSH. Yang
termasuk stimulator reseptor TSH adalah reseptor antibodi TSH, kelenjar hipofise yang
8
resisten terhadap hormon tiroid, adenoma di hipotalamus atau di kelenjar hipofise, dan
tumor yang memproduksi human chorionic gonadotropin.
3.1.1 Definisi
Struma difusa toksik dapat kita temukan pada Grave’s Disease. Penyakit ini juga biasa
disebut Basedow. Trias Basedow meliputi pembesaran kelenjar tiroid difus, hipertiroidi dan
eksoftalmus. Penyakit ini lebih sering ditemukan pada orang muda dengan gejala seperti
berkeringat berlebihan, tremor tangan, menurunnya toleransi terhafap panas, penurunan
berat badan, ketidakstabilan emosi, gangguan menstruasi berupa amenorrhea, dan
polidefekasi ( sering buang air besar ). Klinis sering ditemukan adanya pembesaran
kelenjar tiroid, kadang terdapat juga manifestasi pada mata berupa exophthalmus dan
miopatia ekstrabulbi. Walaupun etiologi penyakit Graves tidak diketahui pasti,
tampaknya terdapat peran dari suatu antibodi yang dapat ditangkap reseptor TSH, yang
menimbulkan stimulus terhadap peningkatan hormon tiroid. Penyakit ini juga ditandai
dengan peningkatan absorbsi yodium radiokatif oleh kelenjar tiroid.
9
3.1.2 Patofisiologi
Grave’s Disease merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh kelainan system
imun dalam tubuh, di mana terdapat suatu zat yang disebut sebagai Thyroid Receptor
Antibodies. Zat ini menempati reseptor TSH di sel-sel tiroid dan menstimulasinya secara
berlebiham, sehingga TSH tidak dapat menempati reseptornya dan kadar hormone tiroid
dalam tubuh menjadi meningkat.
10
Gambar : penderita penyakit Graves
Hipermetabolisme susunan saraf biasanya menyebabkan tremor, penderita sulit
tidur, sering terbangun di waktu malam. Penderita mengalami ketidakstabilan emosi,
kegelisahan, kekacauan pikiran, dan ketakutan yang tidak beralasan yang sangat
menggangu.
11
3.1.4 Tatalaksana
3.2.1 Definisi
Struma nodosa toksik adalah pembesaran kelenjar tiroid pada salah satu lobus yang
disertai dengan tanda-tanda hipertiroid. Pembesaran noduler terjadi pada usia dewasa muda
sebagai suatu struma yang nontoksik. Bila tidak diobati, dalam 15-20 tahun dapat menjadi toksik.
Pertama kali dibedakan dari penyakit Grave’s oleh Plummer, maka disebut juga Plummer’s
disease.
3.2.2 Patofisiologi
Penyakit ini diawali dengan timbulnya pembesaran noduler pada kelenjar tiroid yang
tidak menimbulkan gejala-gejala toksisitas, namun jika tidak segera diobati, dalam 15-20 tahun
dapat menimbulkan hipertiroid. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan dari nontoksik
menjadi toksik antara lain adalah nodul tersebut berubah menjadi otonom sendiri (berhubungan
dengan penyakit autoimun), pemberian hormon tiroid dari luar, pemberian yodium radioaktif
sebagai pengobatan.
12
Saat anamnesis, sulit untuk membedakan antara Grave’s disease dengan Plummer’s
disease karena sama-sama menunjukan gejala-gejala hipertiroid. Yang membedakan adalah saat
pemeriksaan fisik di mana pada saat palpasi kita dapat merasakan pembesaran yang hanya terjadi
pada salah satu lobus.
3.2.4 Tatalaksana
Terapi yang diberikan pada Plummer’s Disease juga sama dengan Grave’s yaitu
ditujukan pada pengendalian keadaan tirotoksisitas/ hipertiroidi dengan pemberian
antitiroid, seperti propil-tiourasil ( PTU ) atau karbimazol. Terapi definitif dapat dipilih
antara pengobatan anti-tiroid jangka panjang, ablasio dengan yodium radiokatif, atau
tiroidektomi. Pembedahan terhadap tiroid dengan hipertiroidi dilakukan terutama jika
pengobatan dengan medikamentosa gagal dengan kelenjar tiroid besar. Pembedahan yang
baik biasanya memberikan kesembuhan yang permanen meskipun kadang dijumpai
terjadinya hipotiroidi dan komplikasi yang minimal.
3.3.1 Definisi
Struma difusa nontoksik atau struma endemik adalah penyakit yang ditandai
dengan pembesaran kelenjar tiroid yang terjadi pada suatu populasi, dan diperkirakan
berhubungan dengan defisiensi diet dalam harian. Epidemologi Endemik goiter
diperkirakan terdapat kurang lebih 5% pada populasi anak sekolah dasar/preadolescent
(6-12 tahun), seperti terbukti dari beberapa penelitian. Goiter endemik terjadi karena
defisiensi yodium dalam diet. Kejadian goiter endemik sering terjadi di derah pegnungan,
seperti di himalaya, alpens, daerah dengan ketersediaan yodium alam dan cakupan
pemberian yodium tambahan belum terlaksana dengan baik
3.3.2 Patofisiologi
13
seperti intake kalsium berlebihan maupun sayuran familiBrassica). Kurangnya iodin
menyebabkan kurangnya hormon tiroid yang dapat disintesis. Hal ini akan memicu
peningkatan pelepasan TSH (thyroid-stimulating hormone) ke dalam darah sebagai efek
kompensatoriknya. Efek tersebut menyebabkan terjadinya hipertrofi dan hiperplasi dari
sel folikuler tiroid, sehingga terjadi pembesaran tiroid secara makroskopik. Pembesaran
ini dapat menormalkan kerja tubuh, oleh karena pada efek kompensatorik tersebut
kebutuhan hormon tiroid terpenuhi. Akan tetapi, pada beberapa kasus, seperti defisiensi
iodin endemik, pembesaran ini tidak akan dapat mengompensasi penyakit yang ada.
Kondisi itulah yang dikenal dengan goiter hipotiroid. Derajat pembesaran tiroid
mengikuti level dan durasi defisiensi hormon tiroid yang terjadi pada seseorang.
Goiter Difus
Goiter difus adalah bentuk goiter yang membentuk satu buah pembesaran yang
tampak tanpa membentuk nodul. Benttuk ini biasa ditemukan dengan sifat non-toksik
(fungsi tiroid normal), oleh karena itu bentuk ini disebut juga goiter simpel. Dapat juga
disebut sebagai goiter koloid karena sel folikel yang membesar tesebut umumnya
dipenuhi oleh koloid. Kelainan ini muncul pada goiter endemik dan sporadik.
Goiter endemik muncul di tempat yang tanah, air, maupun suplai makanannya
mengandung sedikit iodin, sehingga terjadi defisiensi iodin secara meluas di daerah
teresebut. Contoh daerahnya adalah daerah pegunungan Alps, Andes atau Himalaya.
Sementara itu, goiter sporadik muncul lebih jarang dan dapat disebabkan oleh
berbagai hal, yaitu konsumsi bahan yang menghambat sintesis hormon tiroid atau
gangguan enzim untuk sintesis hormon tiroid yang turun secara herediter.
Pada goiter simpel, terdapat dua fase evolusinya, yaitu hiperplastik dan involusi koloid.
Pada fase hiperplastik, kelenjar tiroid membesar secara difus dan simetris, walaupun
pembesarannya tidak terlalu besar (hingga 100-150 gram). Folikel-folikelnya dilapisi
oleh sel kolumner yang banyak dan berdesakan. Akumulasi sel ini tidak sama di
keseluruhan kelenjar. Apabila setelah itu konsumsi iodin ditingkatkan atau kebutuhan
tubuh akan hormon tiroid menurun, terjadi involusi sel epitel folikel sehingga terbentuk
folikel yang besar dan dipenuhi oleh koloid. Biasanya secara makroskopik tiroid akan
terlihat coklat dan translusen, sementara secara histologis akan terlihat bahwa folikel
dipenuhi oleh koloid serta sel epitelnya gepeng dan kuboid.
14
3.3.3 Gejala Klinis
3.3.4 Tatalaksana
Tujuan dari pengobatan struma endemik adalah untuk mengecilkan struma dan mengatasi
hipotiroidisme yang mungkin ada, yaitu dengan pemberian SoL Lugoli selama 4-6 bulan. Bila ada
perbaikan, pengobatan dilanjutkan sampai tahun dan kemudian tapering off dalam 4 minggu.
Bila 6 bulan sesudah pengobatan struma tidak juga mengecil maka pengobatan medikamentosa
tidak berhasil dan harus dilakukan tindakan operatif.
3.4.1 Definisi
Struma nodosa non toksik adalah pembesaran kelenjar tiroid yang secara klinik
teraba nodul satu atau lebih tanpa disertai tanda-tanda hypertiroidisme . Istilah struma
nodosa menunjukkan adanya suatu proses, baik fisiologis maupun patologis yang menyebabkan
pembesaran asimetris dari kelenjar tiroid. Karena tidak disertai tanda-tanda toksisitas pada tubuh,
maka pembesaran asimetris ini disebut sebagai struma nodosa nontoksik. Kelainan ini sangat
sering dijumpai sehari-hari, dan harus diwaspadai tanda-tanda keganasan yang mungkin ada.
3.4.2 Patofisiologi
SNNT dapat juga disebut sebagai goiter sporadis. Jika goiter endemis terjadi 10%
populasi di daerah dengan defisiensi yodium, maka goiter sporadis terjadi pada seseorang yang
15
tidak tinggal di daerah endemik beryodium rendah. Penyebabnya sampai sekarang belum
diketahui dengan jelas, bisa terdapat gangguan enzim yang penting dalam sintesis hormon tiroid
atau konsumsi obat-obatan yang mengandung litium, propiltiourasil, fenilbutazone, atau
aminoglutatimid.
Pada umumnya struma nodosa non toksik tidak mengalami keluhan karena tidak
ada hipo- atau hipertiroidisme. Yang penting pada diagnosis SNNT adalah tidak adanya
gejala toksik yang disebabkan oleh perubahan kadar hormon tiroid, dan pada palpasi
dirasakan adanya pembesaran kelenjar tiroid pada salah satu lobus. Biasanya tiroid mulai
membesar pada usia muda dan berkembang menjadi multinodular pada saat dewasa.
Karena pertumbuhannya berangsur-angsur, struma dapat menjadi besar tanpa gejala
kecuali benjolan di leher. Sebagian besar penderita dengan struma nodosa dapat hidup
dengan strumanya tanpa keluhan. Walaupun sebagian struma nodusa tidak mengganggu
pernafasan karena menonjol ke depan, sebagian lain dapat menyebabkan penyempitan
trakea bila pembesarannya bilateral. Struma nodusa unilateral dapat menyebabkan
pendorongan sampai jauh kea rah kontra lateral. Pendorongan yang berarti menyebabkan
gangguan pernafasan sampai akhirnya terjadi dyspnea dengan stridor inspiratoar. Keluhan
yang ada ialah rasa berat di leher. Sewaktu menelan trakea naik untuk menutup laring dan
epidlotis sehingga terasa berat karena terfiksasi pada trakea.
3.4.4 Tatalaksana
a. Lobektomi, yaitu mengangkat satu lobus, bila subtotal maka kelenjar disisakan
seberat 3 gram
16
d. Tiroidektomi subtotal bilateral, yaitu pengangkatan sebagian lobus kanan dan
sebagian kiri, sisa jaringan 2-4 gram di bagian posterior dilakukan untuk
mencegah kerusakan pada kelenjar paratiroid atau N. Rekurens Laryngeus.
3.5.1 Definisi
Karsinoma tiroid adalah suatu keganasan (pertumbuhan tidak terkontrol dari sel) yang
terjadi pada kelenjar tiroid. Kanker tiroid adalah sutu keganasan pada tiroid yang memiliki 4 tipe
yaitu: papiler, folikuler, anaplastik dan meduller. Kanker tiroid jarang menyebabkan pembesaran
kelenjar, lebih sering menyebabkan pertumbuhan kecil (nodul) dalam kelenjar. Sebagian besar
nodul tiroid bersifat jinak, biasanya kanker tiroid bisa disembuhkan
Kanker tiroid sering kali membatasi kemampuan menyerap yodium dan membatasi
kemampuan menghasilkan hormon tiroid, tetapi kadang menghasilkan cukup banyak hormon
tiroid sehingga terjadi hipertiroidisme.
17
didaerah tiroid. Dengan menyusupnya kanker ini disekitar, timbul suara serak, stridor, dan sukar
menelan. Harapan hidup setelah ditegakkan diagnosis, biasanya hanya beberapa bulan.
4. Karsinoma parafolikular
Karsinoma parafolikular atau meduller adalah unik diantara kanker tiroid. Karsinoma ini
umumnya lebih banyak pada wanita daripada pria dan paling sering di atas 50 tahun. Karsinoma
ini dengan cepat bermetastasis, sering ketempat jauh seperti paru, tulang, dan hati. Ciri khasnya
adalah kemampuannya mensekresi kalsitonin karena asalnya. Karsinoma ini sering dikatakan
herediter.
Sekitar 5% struma nodosa mengalami keganasan. Di klinik perlu dibedakan nodul tiroid
jinak dan nodul ganas yang memiliki karakteristik :
1. Konsistensi keras pada beberapa bagian atau menyeluruh pada nodul dan sukar
digerakkan, walaupun nodul ganas dapat mengalami degenerasi kistik dan kemudian
menjadi lunak.
2. Sebaliknya nodul dengan konsistensi lunak lebih sering jinak, walaupun nodul yang
mengalami kalsifikasi dapat ditemukan pada hiperplasia adenomatosa yang sudah
berlangsung lama.
3. Infiltrasi nodul ke jaringan sekitarnya merupaka tanda keganasan, walaupun nodul ganas
tidak selalu melakukan infiltrasi. Jika ditemukan ptosis, miosis, dan enoftalmus
merupakan tanda infiltrasi ke jaringan sekitar
4. 20% nodul soliter bersifat ganas sedangkan nodul multipel jarang yang ganas.
5. Nodul yang muncul tiba-tiba atau cepat membesar perlu dicurigai ganas terutama yang
tidak disertai nyeri. Atau nodul lama yang tiba-tiba membesar progresif
6. Nodul dicurigai ganas bila disertai dengan pembesaran kelenjar getah bening regional
atau perubahan suara menjadi serak.
7. Pulsasi arteri karotis teraba dari arah tepi belakang muskulus sternokleidomastoideus
karena desakan pembesaran nodul (Berry’s Sign)
18
2.6.1 Anamnesis
Pada anamnesis, keluhan utama yang diutarakan oleh pasien bisa berupa benjolan di leher
yang sudah berlangsung lama, maupun gejala-gejala hipertiroid atau hipotiroidnya. Jika pasien
mengeluhkan adanya benjolan di leher, maka harus digali lebih jauh apakah pembesaran terjadi
sangat progresif atau lamban, disertai dengan gangguan menelan, gangguan bernafas dan
perubahan suara. Setelah itu baru ditanyakan ada tidaknya gejala-gejala hiper dan hipofungsi dari
kelenjer tiroid. Perlu juga ditanyakan tempat tinggal pasien dan asupan garamnya untuk
mengetahui apakah ada kecendrungan ke arah struma endemik. Sebaliknya jika pasien datang
dengan keluhan ke arah gejala-gejala hiper maupun hipofungsi dari tiroid, harus digali lebih jauh
ke arah hiper atau hipo dan ada tidaknya benjolan di leher.
Pada pemeriksaan fisik status lokalis pada regio coli anterior, yang paling pertama
dilakukan adalah inspeksi, dilihat apakah pembesaran simetris atau tidak, timbul tanda-tanda
gangguan pernapasan atau tidak, ikut bergerak saat menelan atau tidak.
Pada palpasi sangat penting untuk menentukan apakah bejolan tersebut benar adalah
kelenjar tiroid atau kelenjar getah bening. Perbedaannya terasa pada saat pasien diminta untuk
menelan. Jika benar pembesaran tiroid maka benjolan akan ikut bergerak saat menelan, sementara
jika tidak ikut bergerak maka harus dipikirkan kemungkinan pembesaran kelenjar getah bening
leher. Pembesaran yang teraba harus dideskripsikan :
19
Pemeriksaan laboratorium yang digunakan dalam mendiagnosis penyakit tiroid
terbagi atas :
3. Pemeriksaan radiologis
20
nodule bila uptake lebih dari normal, berarti aktifitasnya berlebih dan
jarang pada neoplasma.
4. FNAB.
Pemeriksaan histopatologis akurasinya 80%. Hal ini perlu diingat agar jangan
sampai menentukan terapi definitif hanya berdasarkan hasil FNAB saja.
2.7 Penatalaksanaan
Terapi untuk memperpanjang remisi atau mendapatkan remisi yang menetap, pada
pasien muda dengan struma ringan sampai sedang dan tirotoksikosis.
Obat untuk mengontrol tirotoksikosis pada fase sebelum pengobatan, atau sesudah
pengobatan pada pasien yang mendapat yodium aktif.
Persiapan tiroidektomi
2.7.2 Operatif
21
2. Struma uni atau multinodosa dengan kemungkinan keganasan
4. Kosmetik
Bila kasus yang dihadapi adalah inoperable maka dilakukan tidakan biopsi
insisi untuk keperluan pemeriksaan histopatologis. Dilanjutkan dengan tindakan
debulking dan radiasi eksterna atau kemoradioterapi. Bila nodul tiroid suspek
maligna yang operable atau suspek benigna dapat dilakukan tindakan
isthmolobektomi atau lobektomi. Jika setelah hasil patologi anatomi membuktikan
bahwa lesi tersebut jinak maka operasi selesai, tetapi jika ganas maka harus
ditentukan terlebih dahulu jenis karsinoma yang terjadi.
22
b. Dispneu
23
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Kesimpulan
Struma adalah suatu penyakit yang sering kita jumpai sehari-hari. Sangat penting untuk
melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti dan cermat untuk mengetahui ada
tidaknya tanda-tanda toksisitas yang disebabkan oleh perubahan kadar hormon tiroid dalam
tubuh. Begitu juga dengan tanda-tanda keganasan yang dapat diketahui secara dini.
24
DAFTAR PUSTAKA
1. Tallane S, Monoarfa A, Wowiling PA. Profil struma non toksik pada pasien di RSUP
Prof. Dr. RD Kandou Manado periode Juli 2014-Juni 2016. e-CliniC. 2016;4(2).
2. Widjosono, Garitno, Sistem Endokrin : Buku Ajar Ilmu Bedah. Editor Syamsuhidayat
R.Jong WB, Edisi , EGC, Jakarta, 2012 : 806-819.
3. Kariadi KS Sri Hartini, Sumual A., Struma Nodosa Non Toksik & Hipertiroidisme :
Buku Ajar Ilmu Pneyakit Dalam, Edisi Keiga, Penerbit FKUI, Jakarta, 1996 : 757-
778.
4. Schteingert David E., Penyakit Kelenjar Tiroid, Patofisiologi, Edisi Keempat, Buku
Dua, EGC, Jakarta, 2002 : 1071-1078.
5. Liberty Kim H, Kelenjar Tiroid : Buku Teks Ilmu Bedah, Jilid Satu, Penerbit
Binarupa Aksara, Jakarta, 1997 :s 15-19.
25