Anda di halaman 1dari 29

Referat

TUMOR TIROID

COVER

Disusun Oleh :
Frescha Frima
1610070100018

PRESEPTOR
dr. Jon Hadi Sp.B

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN BEDAH


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH M.NATSIR
UNIVERSITAS BAITURRAHMAH
FAKULTAS KEDOKTERAN
SOLOK
2022
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kepada Tuhan yang Maha Esa, atas berkat dan rahmat-
Nya, maka referat yang berjudul “Tumor Tiroid” dapat diselesaikan dengan baik.
Referat ini disusun sebagai salah satu tugas Kepaniteraan Klinik Bagian Bedah, di
Rumah Sakit ini.
Penulis mengucapkan rasa terimakasih dismpaikan kepada dr. Jon Hadi
Sp.B yang telah memberikan bimbingan dan kepada semua pihak yang telah
membantu baik secara langsung maupun tidak langsung dalam menyelesaikan
referat ini.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari kata sempurna, baik
mengenai isi, susunan bahasa, maupun kadar ilmiahnya. Hal ini disebabkan
keterbatasan pengetahuan dan pengalaman dari Penulis dalam menyelesaikan
referat ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun demi kesempurnaan referat ini. Semoga referat ini memberikan
informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk pengembangan ilmu
pengetahuan bagi kita semua.

Solok, Juli 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar…………………………………………………………..... I
Daftar Isi…………………………………………………………………… Ii
Bab I PENDAHULUAN…………………………………………………... 1
1.1. Latar Belakang…………………. 1
………………………………………
1.2. Tujuan 2
Pembelajaran…………………………………………………....
Bab II TINJAUAN PUSTAKA…..………………………………………. 3
2.1. Anatomi Tiroid ………..……....................…………………………… 3
2.2. Fisiologi KelenjarTiroid……………………………………………….. 4
2.3. Definisi Tumor dan Nodul Tiroid…...……………………………….. 5
2.4. Struma......................…..………………………………………………. 6
2.5. Karsinoma Trioid........…...………………………………………….. 15
2.6. Perbedaan nodul tiroid jinak dan ganas…….....………………………. 23
Bab III SIMPULAN………………………………………...………….…. 24
3.1. Simpulan……………………………………………………………….. 24
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………... 25

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Peningkatan jumlah nodul tiroid ditemukan secara kebetulan, mungkin karena
meningkatnya ketersediaan dan kecanggihan teknik pencitraan. Nodul tiroid
teraba hadir pada 1% pria dan 5% wanita, dan terdeteksi USG. Nodul tiroid hadir
pada 19% hingga 67% dari pasien yang tidak dipilih. Frekuensi nodul tiroid yang
teraba dan tidak teraba meningkat seiring bertambahnya usia. Sebagian besar
nodul ini jinak, tetapi secara keseluruhan sekitar 5% adalah kanker tiroid1.
Nodul tiroid soliter ada pada sekitar 4% individu di Amerika Serikat,
sedangkan kanker tiroid memiliki insiden jauh lebih rendah dari 40 kasus baru per
1 juta. Karena itu, sangat penting untuk menentukan pasien dengan soliter mana
nodul tiroid akan mendapat manfaat dari operasi2.
Karsinoma tiroid mewakili 4% dari semua keganasan di Amerika Serikat,
dengan sekitar 62.000 kasus pada 2015. Kanker tiroid bertanggung jawab untuk
enam kematian per juta orang setiap tahun. Sebagian besar pasien hadir dengan
nodul yang dapat teraba pada bagian leher, yang dimulai penilaian melalui
kombinasi riwayat, pemeriksaan fisik, dan FNAB1.
Lebih besar dari 75% kasus terjadi pada wanita menjadikan ini yang kelima
keganasan paling umum pada wanita. Meskipun kurang dari 25% karsinoma tiroid
terjadi pada pria, pria bertanggung jawab atas 45% kematian dari karsinoma tiroid
Di Amerika prevalensi karsinoma tiroid, 90% hingga 95% dikategorikan sebagai
kanker tiroid berdiferensiasi yang timbul dari sel-sel folikel (Papiler, folikuler,
dan Hürthle karsinoma sel termasuk dalam kategori ini), kanker tiroid meduler
sebesar 6% dan kanker tiroid anaplastik sebesar kurang dari 1% karsinoma tiroid2.
Tumor atau kanker tiroid merupakan neoplasma sistem endokrin yang
terbanyak dijumpai. Berdasarkan dari “Pathologycal Based Registration” di
Indonesia kanker tiroid merupakan kanker dengan insidensi tertinggi urutan ke
sembilan3. Penanganan pertama untuk suatu kanker adalah kesempatan terbaik
untuk pasien mencapai tingkat “kesembuhan” optimal. Demikian pula halnya

iii
untuk kanker tiroid. Melihat pentingnya penegakan diagnosis dan pemberian
tatalaksana yang tepat pada pasien dengan nodul tiroid, oleh karena itu makalah
ini akan membahas lebih lanjut mengenai klasifikasi nodul tiroid, penergakan
diagnosis serta menejeen tatalaksana tumor tirod.

1.2 Tujuan Penulisan


Referat ini disusun untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik di bagian
Bedah RSUD M.Natsir dan diharapkan agar dapat menambah pengetahuan
penulis serta sebagai informasi bagi para pembaca, khusunya kalangan medis,
tentang tumor tiroid.

iv
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Tiroid

Kelenjar tiroid terdiri dari tiga lobus, yaitu lobus dextra, lobus sinistra
dan isthmus yang terletak di bagian tengah. Kadang- kadang dapat ditemukan
bagian keempat yaitu lobus piramidalis yang letaknya di atas

isthmus agak ke kiri dari garis tengah. Lobus ini merupakan sisa jaringan
embrional tiroid yang masih tertinggal.3
Kelenjar tiroid mempunyai berat sekitar 25 – 30 gram dan terletak
antara tiroidea dan cincin trakea keenam. Seluruh jaringan tiroid dibungkus oleh
suatu lapisan yang disebut true capsule. 3

Gambar 2.1 : Anatomi Kelenjar Tiroid

Vaskularisasi kelenjar tiroid berasal dari : 3


1. A. Tiroidea superior yang merupakan cabang dari A. Carotis Externa
2. A. Tiroidea Inferior yang merupakan cabang dari A. Subclavia
3. V. Tiroidea superior
4. V. Tiroidea inferior

5
Gambar 2.2 : Vaskularisasi Tiroid

Saraf yang melewati tiroid adalah Nervus Rekurens. Saraf ini terletak
di dorsal tiroid sebelum masuk ke laring 3

2.2 Fisiologi Tiroid

Kelenjar tiroid merupakan suatu kelenjar endokrin yang mensekresikan


hormon Tiroksin atau T4, triiodotironin atau T3 dan kalsitonin. Di dalam darah
sebagian besar T3 dan T4 terikat oleh protein plasma yaitu albumin, Thyroxin
Binding Pre Albumin (TBPA) dan Thyroxin Binding Globulin (TGB). Sebagian
kecil T3 dan T4 bebas beredar dalam darah dan berperan dalam mengatur sekresi
TSH. Hormon tiroid dikendalikan oleh thyroid-stimulating hormone ( TSH ) yang
dihasilkan lobus anterior glandula hypofise dan pelepasannya dipengaruhi oleh
thyrotropine-releasin hormone ( TRH ). Kelenjar thyroid juga mengeluarkan
calcitonin dari parafolicular cell, yang dapat menurunkan kalsium serum
berpengaruh pada tulang. 4

6
Fungsi hormon tiroid antara lain : 4

1. Meningkatkan kecepatan metabolisme

2. Efek kardiogenik

3. Simpatogenik

4. Pertumbuhan dan sistem saraf

Gambar 2.3 : Mekanisme Kerja Tiroid

2.3 Definisi Tumor dan Nodul Tiroid


Tumor merupakan suatu pembengkakan salah satu tanda perdanagan atau
pembesaran yang abnormal. Salah satu bentuk tumor adalah nodul tiroid. Nodul
tiroid telah didefinisikan oleh American Thyroid Association (ATA) sebagai lesi
yang terpisah dalam kelenjar tiroid, secara radiologis berbeda dari tiroid di
sekitarnya parenkim. Nodul tiroid bisa disebabkan oleh penyakit jinak dan ganas,
sering ditemukan pada pemeriksaan fisik atau secara kebetulan pada studi
pencitraan6.

7
2.4 Struma

Pembesaran kelenjar tiroid atau struma diklasifikasikan


berdasarkan efek fisiologisnya, klinis, dan perubahan bentuk yang
terjadi. Struma dapat dibagi menjadi :5
1. Struma Toksik, yaitu struma yang menimbulkan gejala klinis pada tubuh,
berdasarkan perubahan bentuknya dapat dibagi lagi menjadi :5,6
a. Diffusa, yaitu jika pembesaran kelenjar tiroid meliputi seluruh lobus,
seperti yang ditemukan pada Grave’s disease.
b. Nodosa, yaitu jika pembesaran kelenjar tiroid hanya mengenai salah
satu lobus, seperti yang ditemukan pada Plummer’s disease.
2. Struma Nontoksik, yaitu struma yang tidak menimbulkan gejala klinis
pada tubuh, berdasarkan perubahan bentuknya dapat dibagi lagi menjadi
a. Diffusa, seperti yang ditemukan pada endemik goiter
b. Nodosa, seperti yang ditemukan pada keganasan tiroid

Pembesaran kelenjar tiroid dapat disebabkan oleh : 7


1. Hiperplasia dan Hipertrofi
Setiap organ apabila dipicu untuk bekerja akan mengalami kompensasi
dengan cara memperbesar dan memperbanyak jumlah selnya. Demikian juga
dengan kelenjar tiroid pada saat pertumnuhan akan dipacu untuk bekerja
memproduksi hormon tiroksin sehingga lama kelamaan akan membesar,
misalnya saat pubertas dan kehamilan
2. Inflamasi dan Infeksi
Proses peradangan pada kelenjar tiroid seperti pada tiroiditis akut,tirroiditiss
subakut dan tiroiditis kronis.
3. Neoplasma
Struma menimbulkan gejala klinis dikarenakan oleh perubahan kadar hormon
tiroid di dalam darah. Kelenjar tiroid dapat menghasilkan hormon tiroid
dalam kadar berlebih atau biasa disebut hipertiroid maupun dalam kadar
kurang dari normal atau biasa disebut hipotiroid. Gejala yang timbul pada
hipertiroid adalah : 8
a. Peningkatan nafsu makan dan penurunan berat badan

8
b. Tidak tahan panas dan hiperhidrosis
c. Palpitasi, sistolik yang tinggi dan diastolik yang rendah sehingga
menghasilkan tekanan nadi yang tinggi (pulsus celler) dan dalam jangka
panjang dapat menjadi fibrilasi atrium
d. Tremor
e. Diare
f. Infertilitas, amenorrhae pada wanita dan atrofi testis pada pria
g. Exophtalmus

Gejala yang timbul pada hipotiroid adalah kebalikan dari hipertiroid :8

a. Nafsu makan menurun dan berat badan bertambah

b. Tidak tahan dingin dan kulit kering bersisik

c. Bradikardi, tekanan sistolik yang rendah dan tekanan nadi yang lemah

d. Gerak tubuh menjadi lamban dan edema pada wajah, kelopak mata dan
tungkai

2.4.1 Struma Difusa Toksik


a. Definisi
Struma difusa toksik dapat kita temukan pada Grave’s
Disease. Penyakit ini juga biasa disebut Basedow. Trias Basedow
meliputi pembesaran kelenjar tiroid difus, hipertiroidi dan
eksoftalmus. Penyakit ini lebih sering ditemukan pada orang
muda dengan gejala seperti berkeringat berlebihan, tremor tangan,
menurunnya toleransi terhafap panas, penurunan berat badan,
ketidakstabilan emosi, gangguan menstruasi berupa amenorrhea,
dan polidefekasi ( sering buang air besar ). Klinis sering
ditemukan adanya pembesaran kelenjar tiroid, kadang terdapat
juga manifestasi pada mata berupa exophthalmus dan miopatia
ekstrabulbi. Walaupun etiologi penyakit Graves tidak diketahui
pasti, tampaknya terdapat peran dari suatu antibodi yang dapat
ditangkap reseptor TSH, yang menimbulkan stimulus terhadap

9
peningkatan hormon tiroid. Penyakit ini juga ditandai dengan
peningkatan absorbsi yodium radiokatif oleh kelenjar tiroid.8

Gambar 2.4 : Penderita Penyakit Graves

b. Patofisiologi
Grave’s Disease merupakan suatu penyakit yang
disebabkan oleh kelainan system imun dalam tubuh, di mana
terdapat suatu zat yang disebut sebagai Thyroid Receptor
Antibodies. Zat ini menempati reseptor TSH di sel-sel tiroid dan
menstimulasinya secara berlebiham, sehingga TSH tidak dapat
menempati reseptornya dan kadar hormone tiroid dalam tubuh
menjadi meningkat.8

c. Gejala Klinis
Gejala dan tanda yang timbul merupakan manifestasi dari
peningkatan metabolisme di semua sistem tubuh dan organ yang
mungkin secara klinis terlihat jelas. Peningkatan metabolisme
menyebabkan peningkatan kebutuhan kalori, dan seringkali
asupan ( intake) kalori tidak mencukupi kebutuhan sehingga
terjadi penurunan berat badan secara drastis. 8
Peningkatan metabolisme pada sistem kardiovaskuler
terlihat dalam bentuk peningkatan sirkulasi darah, antara lain
dengan peningkatan curah jantung/ cardiac output sampai dua-
tiga kali normal, dan juga dalam keadaan istirahat. Irama nadi
meningkat dan tekanan denyut bertambah sehingga menjadi

10
pulsus celer; penderita akan mengalami takikardia dan palpitasi.
Beban pada miokard, dan rangsangan saraf autonom dapat
mengakibatkan kekacauan irama jantung berupa ektrasistol,
fibrilasi atrium, dan fibrilasi ventrikel. 8

11
Pada saluran cerna sekresi maupun peristaltik meningkat sehingga sering
timbul polidefekasi dan diare. 8
Hipermetabolisme susunan saraf biasanya menyebabkan tremor, penderita
sulit tidur, sering terbangun di waktu malam. Penderita mengalami ketidakstabilan
emosi, kegelisahan, kekacauan pikiran, dan ketakutan yang tidak beralasan yang
sangat menggangu. 8
Pada saluran napas, hipermetabolisme menimbulkan dispnea dan takipnea
yang tidak terlalu mengganggu. Kelemahan otot terutama otot-otot bagian
proksimal, biasanya cukup mengganggu dan sering muncul secara tiba-tiba. Hal
ini disebabkan oleh gangguan elektrolit yang dipicu oleh adanya hipertiroidi
tersebut. 8
Gangguan menstruasi dapat berupa amenorea sekunder atau metrorhagia.
Kelainan mata disebabkan oleh reaksi autoimun berupa ikatan antibodi terhadap
reseptor pada jaringan ikat dan otot ekstrabulbi dalam rongga mata. Jaringan ikat
dan jaringan lemaknya menjadi hiperplastik sehingga bola mata terdorong ke luar
dan otot mata terjepit. Akibatnya terjadi eksoftalmus yang dapat menyebabkan
kerusakan bola mata akibat keratitis. Gangguan gerak otot akan menyebabkan
strabismus. 9

Gambar 2.5 : Skema Patogenesis Penyakit Graves

12
d. Penatalaksanaan
Terapi penyakit Graves ditujukan pada pengendalian keadaan
tirotoksisitas/ hipertiroidi dengan pemberian antitiroid, seperti propil- tiourasil
( PTU ) atau karbimazol. Terapi definitif dapat dipilih antara pengobatan anti-
tiroid jangka panjang, ablasio dengan yodium radiokatif, atau tiroidektomi.
Pembedahan terhadap tiroid dengan hipertiroidi dilakukan terutama jika
pengobatan dengan medikamentosa gagal dengan kelenjar tiroid besar.
Pembedahan yang baik biasanya memberikan kesembuhan yang permanen
meskipun kadang dijumpai terjadinya hipotiroidi dan komplikasi yang minimal. 9

2.4.2 Struma Nodosa Toksik


a. Definisi
Struma nodosa toksik adalah pembesaran kelenjar tiroid pada salah satu
lobus yang disertai dengan tanda-tanda hipertiroid. Pembesaran noduler terjadi
pada usia dewasa muda sebagai suatu struma yang nontoksik. Bila tidak diobati,
dalam 15-20 tahun dapat menjadi toksik. Pertama kali dibedakan dari penyakit
Grave’s oleh Plummer, maka disebut juga Plummer’s disease. 7

b. Patofisiologi
Penyakit ini diawali dengan timbulnya pembesaran noduler pada kelenjar
tiroid yang tidak menimbulkan gejala-gejala toksisitas, namun jika tidak segera
diobati, dalam 15-20 tahun dapat menimbulkan hipertiroid. Faktor-faktor yang
mempengaruhi perubahan dari nontoksik menjadi toksik antara lain adalah nodul
tersebut berubah menjadi otonom sendiri (berhubungan dengan penyakit
autoimun), pemberian hormon tiroid dari luar, pemberian yodium radioaktif
sebagai pengobatan.7

c. Gejala Klinis
Saat anamnesis, sulit untuk membedakan antara Grave’s disease dengan
Plummer’s disease karena sama-sama menunjukan gejala-gejala hipertiroid. Yang
membedakan adalah saat pemeriksaan fisik di mana pada saat palpasi kita dapat

13
merasakan pembesaran yang hanya terjadi pada salah satu lobus.7

d. Penatalaksanaan
Terapi yang diberikan pada Plummer’s Disease juga sama dengan Grave’s
yaitu ditujukan pada pengendalian keadaan tirotoksisitas/ hipertiroidi dengan
pemberian antitiroid, seperti propil- tiourasil ( PTU ) atau karbimazol. Terapi
definitif dapat dipilih antara pengobatan anti-tiroid jangka panjang, ablasio
dengan yodium radiokatif, atau tiroidektomi. Pembedahan terhadap tiroid dengan
hipertiroidi dilakukan terutama jika pengobatan dengan medikamentosa gagal
dengan kelenjar tiroid besar. Pembedahan yang baik biasanya memberikan
kesembuhan yang permanen meskipun kadang dijumpai terjadinya hipotiroidi dan
komplikasi yang minimal.7

2.4.3 Struma Difusa Nontoksik


a. Definisi
Struma endemik Struma endemik adalah penyakit yang ditandai dengan
pembesaran kelenjar tiroid yang terjadi pada suatu populasi, dan diperkirakan
berhubungan dengan defisiensi diet dalam harian. Epidemologi Endemik goiter
diperkirakan terdapat kurang lebih 5% pada populasi anak sekolah
dasar/preadolescent (6-12 tahun), seperti terbukti dari beberapa penelitian. Goiter
endemik terjadi karena defisiensi yodium dalam diet. Kejadian goiter endemik
sering terjadi di derah pegnungan, seperti di himalaya, alpens, daerah dengan
ketersediaan yodium alam dan cakupan pemberian yodium tambahan belum
terlaksana dengan baik. 7

b. Patofisiologi
Umumnya, mekanisme terjadinya goiter disebabkan oleh adanya defisiensi
intake iodin oleh tubuh. Selain itu, goiter juga dapat disebabkan oleh kelainan
sintesis hormon tiroid kongenital ataupun goitrogen (agen penyebab goiter seperti
intake kalsium berlebihan maupun sayuran familiBrassica). Kurangnya iodin
menyebabkan kurangnya hormon tiroid yang dapat disintesis. Hal ini akan
memicu peningkatan pelepasan TSH (thyroid-stimulating hormone) ke dalam

14
darah sebagai efek kompensatoriknya. Efek tersebut menyebabkan terjadinya
hipertrofi dan hiperplasi dari sel folikuler tiroid, sehingga terjadi pembesaran
tiroid secara makroskopik. Pembesaran ini dapat menormalkan kerja tubuh, oleh
karena pada efek kompensatorik tersebut kebutuhan hormon tiroid terpenuhi.
Akan tetapi, pada beberapa kasus, seperti defisiensi iodin endemik, pembesaran
ini tidak akan dapat mengompensasi penyakit yang ada. Kondisi itulah yang
dikenal dengan goiter hipotiroid. Derajat pembesaran tiroid mengikuti level dan
durasi defisiensi hormon tiroid yang terjadi pada seseorang.7,8

Goiter Difus

Goiter difus adalah bentuk goiter yang membentuk satu buah pembesaran yang
tampak tanpa membentuk nodul. Benttuk ini biasa ditemukan dengan sifat non-
toksik (fungsi tiroid normal), oleh karena itu bentuk ini disebut juga goiter simpel.
Dapat juga disebut sebagai goiter koloid karena sel folikel yang membesar tesebut
umumnya dipenuhi oleh koloid. Kelainan ini muncul pada goiter endemik dan
sporadik.9
Goiter endemik muncul di tempat yang tanah, air, maupun suplai
makanannya mengandung sedikit iodin, sehingga terjadi defisiensi iodin secara
meluas di daerah teresebut. Contoh daerahnya adalah daerah pegunungan Alps,
Andes atau Himalaya.8
Sementara itu, goiter sporadik muncul lebih jarang dan dapat disebabkan
oleh berbagai hal, yaitu konsumsi bahan yang menghambat sintesis hormon tiroid
atau gangguan enzim untuk sintesis hormon tiroid yang turun secara herediter. 8
Pada goiter simpel, terdapat dua fase evolusinya, yaitu hiperplastik dan involusi
koloid. Pada fase hiperplastik, kelenjar tiroid membesar secara difus dan simetris,
walaupun pembesarannya tidak terlalu besar (hingga 100-150 gram). Folikel-
folikelnya dilapisi oleh sel kolumner yang banyak dan berdesakan. Akumulasi sel
ini tidak sama di keseluruhan kelenjar. Apabila setelah itu konsumsi iodin
ditingkatkan atau kebutuhan tubuh akan hormon tiroid menurun, terjadi involusi
sel epitel folikel sehingga terbentuk folikel yang besar dan dipenuhi oleh koloid.
Biasanya secara makroskopik tiroid akan terlihat coklat dan translusen, sementara
secara histologis akan terlihat bahwa folikel dipenuhi oleh koloid serta sel

15
epitelnya gepeng dan kuboid.8

c. Gejala Klinis

Sebagian besar manifestasi klinik berhubungan dengan pembesaran


kelenjar tiroid. Sebagian besar pasien tetap menunjukkan keadaan eutiroid, namun
sebagian lagi mengalami keadaaan hipotiroid. Hipotiroidisme lebih sering terjadi
pada anak-anak dengan defek biosintetik sebagai penyebabnya, termasuk defek
pada transfer yodium.8

d. Penatalaksanaan
Tujuan dari pengobatan struma endemik adalah untuk mengecilkan struma
dan mengatasi hipotiroidisme yang mungkin ada, yaitu dengan pemberian SoL
Lugoli selama 4-6 bulan. Bila ada perbaikan, pengobatan dilanjutkan sampai
tahun dan kemudian tapering off dalam 4 minggu. Bila 6 bulan sesudah
pengobatan struma tidak juga mengecil maka pengobatan medikamentosa tidak
berhasil dan harus dilakukan tindakan operatif. 9

2.4.4 Struma Nodosa Nontoksik


a. Definisi
Struma nodosa non toksik adalah pembesaran kelenjar tiroid yang secara
klinik teraba nodul satu atau lebih tanpa disertai tanda- tanda hypertiroidisme.
Istilah struma nodosa menunjukkan adanya suatu proses, baik fisiologis maupun
patologis yang menyebabkan pembesaran asimetris dari kelenjar tiroid. Karena
tidak disertai tanda- tanda toksisitas pada tubuh, maka pembesaran asimetris ini
disebut sebagai struma nodosa nontoksik. Kelainan ini sangat sering dijumpai
sehari-hari, dan harus diwaspadai tanda-tanda keganasan yang mungkin ada.10

16
b. Patofisiologi
SNNT dapat juga disebut sebagai goiter sporadis. Jika goiter endemis
terjadi 10% populasi di daerah dengan defisiensi yodium, maka goiter sporadis
terjadi pada seseorang yang tidak tinggal di daerah endemik beryodium rendah.
Penyebabnya sampai sekarang belum diketahui dengan jelas, bisa terdapat
gangguan enzim yang penting dalam sintesis hormon tiroid atau konsumsi obat-
obatan yang mengandung litium, propiltiourasil, fenilbutazone, atau
aminoglutatimid.8,10

c. Gejala Klinis
Pada umumnya struma nodosa non toksik tidak mengalami keluhan karena
tidak ada hipo- atau hipertiroidisme. Yang penting pada diagnosis SNNT adalah
tidak adanya gejala toksik yang disebabkan oleh perubahan kadar hormon tiroid,
dan pada palpasi dirasakan adanya pembesaran kelenjar tiroid pada salah satu
lobus. Biasanya tiroid mulai membesar pada usia muda dan berkembang menjadi
multinodular pada saat dewasa. Karena pertumbuhannya berangsur-angsur, struma
dapat menjadi besar tanpa gejala kecuali benjolan di leher. Sebagian besar
penderita dengan struma nodosa dapat hidup dengan strumanya tanpa keluhan.
Walaupun sebagian struma nodosa tidak mengganggu pernafasan karena menonjol
ke depan, sebagian lain dapat menyebabkan penyempitan trakea bila
pembesarannya bilateral. Struma nodosa unilateral dapat menyebabkan
pendorongan sampai jauh ke arah kontra lateral. Pendorongan demikian mungkin
tidak mengakibatkan gangguan pernafasan. Penyempitan yang berarti
menyebabkan gangguan pernafasan sampai akhirnya terjadi dispnea dengan
stridor inspiratoar.8,10
Keluhan yang ada ialah rasa berat di leher. Sewaktu menelan trakea naik
untuk menutup laring dan epiglotis sehingga terasa berat karena terfiksasi pada
trakea.10

17
d. Penatalaksanaan

Tindakan operatif masih merupakan pilihan utama pada SNNT. Macam-macam


teknik operasinya antara lain : 10
1. Lobektomi, yaitu mengangkat satu lobus, bila subtotal maka kelenjar
disisakan seberat 3 gram
2. Isthmolobektomi, yaitu pengangkatan salah satu lobus diikuti oleh isthmus
3. Tiroidektomi total, yaitu pengangkatan seluruh kelenjar tiroid
4. Tiroidektomi subtotal bilateral, yaitu pengangkatan sebagian lobus kanan
dan sebagian kiri, sisa jaringan 2-4 gram di bagian posterior dilakukan untuk
mencegah kerusakan pada kelenjar paratiroid atau
N. Rekurens Laryngeus

2.5 Karsinoma Tiroid

a. Definisi
Karsinoma tiroid adalah suatu keganasan (pertumbuhan tidak terkontrol
dari sel) yang terjadi pada kelenjar tiroid. Kanker tiroid adalah sutu keganasan
pada tiroid yang memiliki 4 tipe yaitu: papiler, folikuler, anaplastik dan meduller.
Kanker tiroid jarang menyebabkan pembesaran kelenjar, lebih sering
menyebabkan pertumbuhan kecil (nodul) dalam kelenjar. Sebagian besar nodul
tiroid bersifat jinak, biasanya kanker tiroid bisa disembuhkan.11
kanker tiroid sering kali membatasi kemampuan menyerap yodium dan
membatasi kemampuan menghasilkan hormon tiroid, tetapi kadang menghasilkan
cukup banyak hormon tiroid sehingga terjadi hipertiroidisme.11

b. Klasifikasi Karsinoma Tiroid


1. Karsinoma Papiler, karsinoma ini berasal dari sel-sel tiroid dan merupakan
jenis paling umum dari karsinoma tiroid. Lebih sering terdapat pada anak dan
dewasa muda dan lebih banyak pada wanita. Terkena radiasi semasa kanak ikut
menjadi sebab keganasan ini. Pertama kali muncul berupa benjolan teraba pada
kelenjar tiroid atau sebagai pembesaran kelenjar limfe didaerah leher. Metastasis
dapat terjadi melalui limfe ke daerah lain pada tiroid atau, pada beberapa kasus, ke
paru.11

18
2. Karsinoma Folikuler, karsinoma ini berasal dari sel-sel folikel dan
merupakan 20-25 % dari karsinoma tiroid. Karsinoma folikuler terutama
menyerang pada usia di atas 40 tahun. Karsinoma folikuler juga menyerang
wanita 2 sampai 3 kali lebih sering daripada pria. Pemaparan terhadap sinar X
semasa kanak-kanak meningkatkan resiko jenis keganasan ini. Jenis ini lebih
infasif daripada jenis papiler.11
3. Karsinoma Anaplastik, karsinoma ini sangat ganas dan merupakan 10%
dari kanker tiroid. Sedikit lebih sering pada wanita daripada pria. Metastasis
terjadi secara cepat, mula-mula disekitarnya dan kemudian keseluruh bagian
tubuh. Pada mulanya orang yang hanya mengeluh tentang adanya tumor didaerah
tiroid. Dengan menyusupnya kanker ini disekitar, timbul suara serak, stridor, dan
sukar menelan. Harapan hidup setelah ditegakkan diagnosis, biasanya hanya
beberapa bulan 11
4. Karsinoma Parafolikular, karsinoma parafolikular atau meduller adalah
unik diantara kanker tiroid. Karsinoma ini umumnya lebih banyak pada wanita
daripada pria dan paling sering di atas 50 tahun. Karsinoma ini dengan cepat
bermetastasis, sering ketempat jauh seperti paru, tulang, dan hati. Ciri khasnya
adalah kemampuannya mensekresi kalsitonin karena asalnya. Karsinoma ini
sering dikatakan herediter.11

2.6 Langkah-langkah Penegakkan Diagnosis Karsinoma Tiroid

a. Anamnesis
Pada anamnesis, keluhan utama yang diutarakan oleh pasien bisa berupa
benjolan di leher yang sudah berlangsung lama, maupun gejala-gejala hipertiroid
atau hipotiroidnya. Jika pasien mengeluhkan adanya benjolan di leher, maka harus
digali lebih jauh apakah pembesaran terjadi sangat progresif atau lamban, disertai
dengan gangguan menelan, gangguan bernafas dan perubahan suara. Setelah itu
baru ditanyakan ada tidaknya gejala-gejala hiper dan hipofungsi dari kelenjer
tiroid. Perlu juga ditanyakan tempat tinggal pasien dan asupan garamnya untuk
mengetahui apakah ada kecendrungan ke arah struma endemik. Sebaliknya jika
pasien datang dengan keluhan ke arah gejala- gejala hiper maupun hipofungsi dari
tiroid, harus digali lebih jauh ke arah hiper atau hipo dan ada tidaknya benjolan di
leher. 7,8

19
b. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik status lokalis pada regio coli
anterior, yang paling pertama dilakukan adalah inspeksi, dilihat
apakah pembesaran simetris atau tidak, timbul tanda-tanda
gangguan pernapasan atau tidak, ikut bergerak saat menelan atau
tidak.8

Pada palpasi sangat penting untuk menentukan apakah bejolan tersebut benar
adalah kelenjar tiroid atau kelenjar getah bening. Perbedaannya terasa pada saat
pasien diminta untuk menelan. Jika benar pembesaran tiroid maka benjolan akan
ikut bergerak saat menelan, sementara jika tidak ikut bergerak maka harus
dipikirkan kemungkinan pembesaran kelenjar getah bening leher.8

Pembesaran yang teraba harus dideskripsikan : 11

1. Lokasi: lobus kanan, lobos kiri, ismus

2. Ukuran: dalam sentimeter, diameter panjang

3. Jumlah nodul: satu (uninodosa) atau lebih dari satu (multinodosa)

4. Konsistensinya: kistik, lunak, kenyal, keras

5. Nyeri: ada nyeri atau tidak pada saat dilakukan palpasi

6. Mobilitas: ada atau tidak perlekatan terhadap trakea, m.sternokleidomastoidea

7. Kelenjar getah bening di sekitar tiroid : ada pembesaran atau tidak

c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium yang digunakan dalam mendiagnosis penyakit tiroid
terbagi atas : 11
1. Pemeriksaan untuk mengukur fungsi tiroid. Pemeriksaan untuk mengetahui
kadar T3 dan T4 serta TSH paling sering menggunakan teknik radioimmunoassay
(RIA) dan ELISA dalam serum atau plasma darah. Kadar normal T4 total pada
orang dewasa adalah 50- 120 ng/dl. Kadar normal untuk T3 pada orang dewasa
adalah 0,65- 1,7 ng/dl.

20
2. Pemeriksaan untuk menunjukkan penyebab gangguan tiroid. Antibodi
terhadap macam-macam antigen tiroid yang ditemukan pada serum penderita
dengan penyakit tiroid autoimun. Seperti antibodi tiroglobulin dan thyroid
stimulating hormone antibody

3. Pemeriksaan radiologis10,11
 Foto rontgen dapat memperjelas adanya deviasi trakea atau pembesaran
struma retrosternal yang pada umumnya secara klinis pun sudah bisa
diduga. Foto rontgen leher posisi AP dan lateral biasanya menjadi pilihan.

 USG tiroid yang bermanfaat untuk menentukan jumlah nodul,


membedakan antara lesi kistik maupun padat, mendeteksi adanya jaringan
kanker yang tidak menangkap iodium dan bisa dilihat dengan scanning
tiroid
 Scanning Tiroid. Dari hasil scanning tiroid dapat dibedakan 3 bentuk,
yaitu cold nodule bila uptake nihil atau kurang dari normal dibandingkan
dengan daerah disekitarnya, ini menunjukkan fungsi yang rendah dan
sering terjadi pada neoplasma. Bentuk yang kedua adalah warm nodule
bila uptakenya sama dengan sekitarnya, menunjukkan fungsi yang nodul
sama dengan bagian tiroid lain. Terakhir adalah hot nodule bila uptake
lebih dari normal, berarti aktifitasnya berlebih dan jarang pada neoplasma.

 FNAB. Pemeriksaan histopatologis akurasinya 80%. Hal ini perlu diingat


agar jangan sampai menentukan terapi definitif hanya berdasarkan hasil
FNAB saja.

d. Klasifikasi klinis TNM karsinoma tiroid :

T (Tumor primer)
T0 tidak terbukti ada tumor
Tx tumor tidak dapat dinilai
T1 <1cm
T2 2-4 cm masih terbatas pada tiroid

21
T3 > 4 cm terbatas pada tiroid atau tumor dengan ukuran berapa saja dengan
ekstensi ekstra triod yang minimal (misal ke otot sternotiroid atau jaringan
lunak peritiroid)
T4a tumor telah berestensi keluar kapsul tiroid dan menginvasi ke tempat berikut
; jaringan lunak subkutan, laring, trakea, esofagus, n. Laringeus recurren
atau karsinoma anaplastik terbatas pada tiroid (intra tiroid)
T4b tumor telah menginvasi fasia prevertebra, pembuluh mediastinal atau arteri
carotis atau karsinoma anaplastik berestensi keluar kapsul (ekstra tiroid)

N (Kelenjar getah bening regional)


Nx kelenjar getah bening tidak dapat dinilai
N0 tidak ditemukan metastasis ke kelenjar getah bening
N1 pembesaran (dapat dipalpasi)
N1a hanya ipsilateral
N1b kontralateral, bilateral, garis tengah, atau mediastinum

M (Metastasis jauh)
Mx metastasis tidak dapat dinilai
M0 tidak terdapat metastasis jauh
M1 terdapat metastasis jauh

Sehingga berdasarkan klasifikasi di atas stadium klinis dari kanker tiroid dapat di
tentukan sebagai berikut:

Tabel 2.1. Klasifikasi TNM pada Kanker Tiroid1


 Karsinoma Tiroid Papilare atau Folikulare Umur < 45 tahun
Stadium I Tiap T Tiap N M0
Stadium II Tiap T Tiap N M1
 Karsinoma Tiroid Papilare atau Folikulare umur > 45tahun
Satidium I TI N0 M0
Stadium II T2 NO M0
Stadium III T3 N0 M0

22
T1– T3 N1a M0
Stadium IVA T4a N0–1a M0
T1–4a N1b M0
Stadium IVB T4b Tiap N M0
Stadium IVC Tiap T Tiap N M1
 Kaker Tiroid Anaplastik
Stadium IVA T4a Tiap N M0
Stadium IVB T4b Tiap N M0
Stadium IVC Tiap T Tiap M M1

2.7 Tatalaksana Karsinoma Tiroid


- Jika diagnosis karsinoma tiroid operabel dapat dilakukan tiroidektomi total
- Jika belum terdiagnosis, nodul tunggal dapat dilakukan hemitiroidektomi
artinya dapat dilakukan lobektomi total, ismektomi dan lobektomi lobus
piramidalis. Namun apabila kemudian nodul tunggal terdiagnosis sebagai
karsinoma tiroid berdiferensiasi baik dilakukan re-operasi menjadi
tiroidektomi total atau jika skor prognostik baik dilakukan observasi dan
follow up yang baik (klinis, USG, tiroglobulin)
- Pemeriksaan tambahan untuk menentukan diagnosis durante operationem
adalah "potong beku", ataupun inprint cytology.
- Pada kasus karsinoma ataupun adenoma folikuler dapat menunggu sampai
hasil histopatologi untuk kemudian jika diperlukan (skor prognosis)
dilakukan re-operasi.
- Re-operasi harus dilakukan dalam waktu 2 minggu, jika lebih dari 2
minggu, sebaiknya menunggu > 3 bulan untuk mengurangi komplikasi re-
operasi.
- Diagnosis karsinoma tiroid tipe medulare pembedahan adalah tiroidektomi
total, dan jika diperlukan juga dilakukan diseksi KGB leher.
- Diagnosis karsinoma anaplastik jika operabel atau ditemukan "secara tidak
sengaja'' dapat dilakukan tiroidektomi total. Jika tidak operabel maka

23
pembedahan bertujuan untuk diagnosis (biopsi) dan paliatif (debulking
isthmectomy).
- Adanya pembesaran KGB leher karena metastasis dianjurkan dilakukan
"functional radical neck dissection' yaitu dengan mempertahankan
n.asesorius, v. Jugularis internus, dan m.sternokleidomastoideus.
- Adanya metastasis KGB leher dengan infiltrasi jaringan sekitar,dianjurkan
untuk melakukan Radical Neck Dissection klasik.
- Pembedahan diseksi KGB profilaktik tidak dianjurkan.
- Ekstensi pembedahan sampai mediastinum superior dianjurkan jika terdapat
pembesaran KGB mediastinum, ataupun terdapat thyro-thymic extension
daripada karsinoma tiroid. Tekniknya dengan melakukan konvensional
dengan mengangkat ekstensi tiroid tersebut dari atas secara hati-hati atau
dengan approach superior- sternotomy. adanya ekstensi atau infiltrasi
karsinoma pada trakhea, dapat dilakukan eksisi sebagian cincin trakhea
ataupun reseksi sebagian lingkar cincin trakhea
-
Gambar 2.6. Alogaritma Tatalaksana Nodul Tiroid3

24
Indikasi operasi pada struma adalah : 10
1. Struma difus toksik yang gagal dengan terapi medikamentosa
2. Struma uni atau multinodosa dengan kemungkinan keganasan
3. Struma dengan gangguan kompresi
4. Kosmetik

Kontraindikasi pada operasi struma : 10


1. Struma toksika yang belum dipersiapkan sebelumnya
2. Struma dengan dekompensasi kordis dan penyakit sistemik lain yang belum
terkontrol
3. Struma besar yang melekat erat ke jaringan leher sehingga sulit digerakkan
yang biasanya karena karsinoma. Karsinoma yang demikian biasanya sering dari
tipe anaplastik yang jelek prognosisnya. Perlekatan pada trakea ataupun laring
dapat sekaligus dilakukanreseksi trakea atau laringektomi, tetapi perlekatan
dengan jaringan lunak leher yang luas sulit dilakukan eksisi yang baik.
Pertama-tama dilakukan pemeriksaan klinis untuk
menentukan apakah nodul tiroid tersebut suspek maligna atau
suspek benigna. Bila nodul tersebut suspek maligna, maka
dibedakan apakah kasus tersebut operable atau inoperable.10

Bila kasus yang dihadapi adalah inoperable maka dilakukan tidakan biopsi
insisi untuk keperluan pemeriksaan histopatologis. Dilanjutkan dengan tindakan
debulking dan radiasi eksterna atau kemoradioterapi. Bila nodul tiroid suspek
maligna yang operable atau suspek benigna dapat dilakukan tindakan
isthmolobektomi atau lobektomi. Jika setelah hasil PA membuktikan bahwa lesi
tersebut jinak maka operasi selesai, tetapi jika ganas maka harus ditentukan
terlebih dahulu jenis karsinoma yang terjadi.10

2.8 Perbedaan Nodul Tiroid Jinak dan Ganas

25
Sekitar 5% struma nodusa mengalami keganasan. Perlu dibedakan nodul
tiroid jinak dan nodus ganas yang memiliki karakterisktik:10

- Konsistensi keras pada beberapa bagian atau menyeluruh pada nodul dan
sukar digerakkan,walaupun nodul ganas dapat mengalami degenarasi
kistik dan kemudian menjadi lunak

- Sebaliknya nodul dengan konsistensi lunak lebih sering jinak,walaupun


nodul yang mengalami kalsifikasi dapat ditemukan pada hiperplasia
adenomatosa yang sudah berlangsung lama.

- Inflitrasi nodul kerjaringan sekitarnya merupakan tanda keganasan,


walaupun nodul ganas tidak selalu melakukan infiltrasi. Jika ditemukan
ptosis, miosis dan enoftalmus merupakan tanda infiltrasi ke jaringan
sekitar.

- 20% nodul soliter bersifat ganas sedangkan nodul multipel jarang yang
ganas

- Nodul yang muncul tiba-tiba atau cepat membesar perlu dicurigai ganas
terutama yang tidak disertai nyeri. Atau nodul lama yang tiba-tiba
membesar progresif

- Nodul dicurigai ganas bila disertai dengan pembesaran KGB regional atau
perubahan suara menjadi serak.

26
BAB III

KESIMPULAN

Tumor merupakan suatu benjolan yang disebabkan neoplasma. Salah satu


bentuk tumor adalah nodul tiroid. Nodul tiroid telah didefinisikan oleh American
Thyroid Association (ATA) sebagai lesi yang terpisah dalam kelenjar tiroid,
secara radiologis berbeda dari tiroid di sekitarnya parenkim. Nodul pada tiroid
dapat bersifat jinak ataupun ganas. Pada anamnesis dapat ditanyakan; waktu
onset, perubahan ukuran, dan gejala yang terkait seperti nyeri, disfagia, dispnea,
tersedak, paparan radiasi dan riwayat kanker tiroid pada keluarga. Pada
pemeriksaan fisik dapat dilakukan palpasi pada nodul; nodul yang keras, berpasir,
atau terfiksir dapat dicurigai sebagai keganan. Selain ini dapat dilakukan
pemerinsaan penunjang seperti pemeriksaan laboratorium, pencitraan,
pemeriksaan sitologi seperti FNAB untuk menegakan diagnosis nodul tiroid.
Penegakan diagnosis sangat penting dalam menilai nodul pada tiroid, dan
penanganan pertama untuk suatu kanker adalah kesempatan terbaik untuk pasien
mencapai tingkat kesembuhan optimal.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Widjosono, Garitno, Sistem Endokrin : Buku Ajar Ilmu Bedah. Editor


Syamsuhidayat R.Jong WB, Edisi Revisi, EGC, Jakarta, 1997 : 925- 952.
2. Kariadi KS Sri Hartini, Sumual A., Struma Nodosa Non Toksik &
Hipertiroidisme : Buku Ajar Ilmu Pneyakit Dalam, Edisi Keiga, Penerbit FKUI,
Jakarta, 1996 : 757-778.
3. Schteingert David E., Penyakit Kelenjar Tiroid, Patofisiologi, Edisi Keempat,
Buku Dua, EGC, Jakarta, 1995 : 1071-1078.
4. Liberty Kim H, Kelenjar Tiroid : Buku Teks Ilmu Bedah, Jilid Satu, Penerbit
Binarupa Aksara, Jakarta, 1997 : 15-19.
5. AME/AACE Guideline. 2006. ENDOCRINE PRACTICE Vol 12
No. 1. January/February2006http://www.aace.com/pub/pdf/guidelines/thyroid_
nodule.pdf.

6. Daniel. 2008. Jeli dan Praktis Menghadapi Kelainan


Tiroid. http://www.farmacia.com/rubrik/one_news_print.asp.

7. Jamson, L. 2005. Diseases of Tyroid Gland. Harrisons Principles of Internal


Medicine, 16 th edition, Mcgraw-Hill Medical Publishing Division

8. Johan, S. M. 2006. Nodul tiroid. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III,
Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Penyakit Dalam FKUI
9. Djokomoeljanto, R. 2006. Kelenjar tiroid, hipotiroidisme, dan hipertiroidisme.
Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid III, Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Penyakit Dalam FKUI
10. Sjamsuhidajat., Jong, W. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah: Sistem
endokrin. Jakarta: EGC
11. Solymosi. 2007. Therapy for Nontoxic Nodular Goiter..
12. Wijayahadi, Y., Marwowinoto, M., Reksaprawira., Murtedjo, U.
2000. Kelenjar Tiroid: Kelainan, Diagnosis dan Penatalaksanaan. Seksi Bedah
Kepala & Leher, Bagian Ilmu Bedah, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.
Surabaya:

28

Anda mungkin juga menyukai