DISUSUN OLEH :
FRISCILLA HERMAYURISCA
P1337430215080
KELAS : 4B
2018
1
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan segala puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
berkat dan karunia-Nya yang telah dilimpahkan kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyusunan makalah “Teknik Pemeriksaan Kedokteran Nuklir Tiroid Up-
Take”.
Dalam menyelesaikan laporan ini, penulis telah banyak mendapat bantuan, bimbingan
dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan banyak
terima kasih kepada pihak – pihak yang telah membantu baik dukungan moril maupun
materiil dan yang memberikan motivasi dalam penyusunan makalah “Teknik Pemeriksaan
Kedokteran Nuklir Tiroid Up-Take”tersebut. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan
laporan studi kasus ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu penulis menerima kritik
dan saran yang membangun untuk perbaikan dalam makalah ini.
Penulis
2
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................
KATA PENGANTAR...................................................................................... 2
DAFTAR ISI.................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN 1
3.1 KESIMPULAN.............................................................................. 16
3.2 SARAN.......................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA
3
BAB I
PENDAHULUAN
Berdasarkan uraian di atas dan untuk mengkaji lebih jauh tentang pemeriksaan
kedokteran nuklir di ilmu radioterapi pada salah satu organ endokrin yaitu kelenjar
tiroid (Tiroid up-take), penulis mengangkatnya pada makalah dengan judul “TEKNIK
PEMERIKSAAN KEDOKTERAN NUKLIR TIROID UP-TAKE”.
4
1.2 Rumusan Masalah
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kelenjar Gondok (Tiroid) adalah salah satu yang terbesar dengan berat
neonatus 2-3 gram pada anak-anak dan 18-60 gram pada orang dewasa. Kelenjar
tyroid yang terletak tepat dibawah larynx sebelah kanan dan kiri depan trakea.
Kelenjar tyroid terdiri dari dua lobus yang berkapsul dan dihubungkan oleh isthimus
yang menyilang trakea sedikit dibawah kartilago krikoid. Setiap lobus mempunyai
diameter vertical 2-3 cm dan tebal 1 cm. Volume kelenjar tyroid dapat diperkirakan
dengan USG yaitu berkisar antara 10-30 ml pada orang normal. Volume tyroid
ditemukan lebih besar pada laki-laki daripada wanita dan meningkat secara bertahap
sesuai dengan umur.
Isthimus (jembatan antara dua lobus tiroid) terletak lebih rendah daripada
tulang rawan krikoid. Kelenjar tiroid mengontrol seberapa cepat tubuh menggunakan
energi, membuat protein, dan mengontrol seberapa sensitif tubuh dan khususnya
untuk mengontrol hormon.Kelenjar gondok berfungsi dalam proses memproduksi
hormon tiroid,beberapa hormon yang di produksi yaitu triiodothyronine (T 3) dan
tiroksin (T 4). Hormon-hormon ini mengatur laju metabolisme dan mempengaruhi
pertumbuhan dan tingkat fungsi sistem lain di dalam tubuh. T 3 dan T 4 disintesis
dari yodium dan tiroksin. Tiroid juga memproduksi kalsitonin, yang berperan dalam
homeostasis kalsium .
6
Kelenjar tiroid adalah organ berbentuk kupu-kupu dan terdiri dari dua
kerucut seperti lobus atau sayap, lobus dexter (lobus kanan) dan lobus seram (lobus
kiri), yang terhubung melalui isthimus. Organ isthimus ini terletak di sisi anterior
leher, di bawah kartilago tiroid (yang membentuk tonjolan pada laring , atau Adam
Apple).organ ini terletak membujur disisi anterior leher,di sekitar laring dan trakea,
mencapai posterior esofagus dan selubung karotis. Dimulai dari cranially pada garis
miring kartilago tiroid (tepat di bawah tonjolan laring, atau ‘ jakun ‘), dan meluas
sampai inferior sekitar lima atau enam cincin trakea. Sulit untuk menentukan batasi
atas kelenjar dan perbatasan bagian bawah dengan tingkat vertebra karena bergerak
dalam kaitannya dengan posisi ini selama menelan. Kelenjar tiroid ditutupi oleh
selubung fibrosa, yang dinamakan capsula glandulae thyroidea, terdiri dari lapisan
internal dan eksternal.
Tiroid juga disertai dengan darah arteri dari arteri tiroid superior, sebuah
cabang dari arteri karotid eksternal, dan arteri tiroid rendah, cabang dari batang
thyrocervical, dan kadang-kadang oleh arteri tiroid ima, percabangan langsung dari
7
batang brakiosefalika. Darah vena dikeringkan melalui vena tiroid unggul,
pengeringan di vena jugularis interna, dan melalui vena tiroid rendah, pengeringan
melalui impar thyroideus pleksus di kiri vena brakiosefalika. Drainase limfatik
melewati seringkali menjadi kelenjar getah bening leher lateral yang mendalam dan
kelenjar getah bening dan pra-parathracheal. Kelenjar dipasok oleh parasimpatis
masukan saraf dari N. laringeus superior dan nervus laring rekuren
2.3 RADIOFARMAKA
NaI – 131, dosis 300 uCi, diberikan per oral, yang memancarkan energi sinar gamma
364 keV.
〖Tc〗^99m – pertechnetate, dosis 2-5 mCi, diberikan IV.
a. Indikasi :
1) Untuk menilai besar, bentuk anatomi dan letak kelenjar tyroid yang
berfungsi
8
2) Evaluasi nodul tiroid.
3) Evaluasi pe.zmbesaran kelenjar tanpa nodul yang jelas.
4) Evaluasi jaringan ektopik atau sisa pasca operasi.
5) Uptake untuk evaluasi fungsi tyroid.
Pada dasarnya dalam pemeriksaan thyroid uptake tidak ada persiapan khusus
bagi pasien hanya saja instruksi-instruksi yang menyangkut posisi dan prosedur
pemeriksaan harus diberitahukan dengan jelas diantaranya:
a. Tidak boleh diberikan makanan atau obat atau media kontras yang
mengandung ion yodida.
b. Bila yang digunakan radiofarmaka NaI – 131, pasien dipuasakan selama 6 jam.
c. Obat-obat dihentikan selama beberapa waktu
d. Kamera gamma dengan atau tanpa kolimator pinhole; kalau tidak ada dapat
digunakan kolimator LEHR (low energy high resolution) dengan ketentuan :
matriks 256 x 256, peak energy 140 KeV, window 20 % dan jumlah Counts
400.000 cts. untuk Tc^99m – pertechnetate dan energi medium untuk I – 131.
e. Pemilihan kolimator tergantung pada energi radiasi gamma utama dari
radionuklida yang digunakan, yaitu I – 131 : 364 keV dan 〖 Tc 〗 ^99m –
pertechnetate : 140 keV.
f. Spuit dan jarum suntik.
g. Perisai tabung suntik.
h. Pengganjal.
i. Radioisotop Tc-99m dengan dosis 2-5 mCi.
9
a. Pencitraan dilakukan 10 sampai 15 menit atau 20 menit setelah penyuntikan
Tc-99m dengan dosis 2-5 mCi melalui IV menggunakan spuit , atau 24 jam
setelah minum NaI – 131.
b. Pasien tidur telentang di bawah kamera gamma dengan leher dalam keadaa
hiperekstensi ; pencitraan statik dilakukan pada posisi AP (kalau perlu oblik
kiri atau kanan).
c. Diberi tanda pada kartilago tiroid dan jugulum ; matrix : 256 x 256 ; peak
energi disesuaikan dengan radionuklida, yaitu 140 keV (untuk 〖Tc〗^99m),
159,0 untuk I- 123) dan 360 keV (untuk I – 131) dengan window : 20% ;
jumlah cacahan : 400.000 kcts ( 〖 Tc 〗 ^99m – pertechnetate) atau 100.000
kcts (NaI – 131) ; proses penitraan berlangsung 5 sampai 10 menit.
d. Diberikan per oral 30 uCi I – 131, up take pertama 2 jam, kedua 24 jam, ketiga
48 jam setelah pemberian I – 131.
e. Scanning dilakukan 24 jam setelah pemberian.
f. Digunakan alat rectilinier berkristal 3 inci dengan energi medium, sedangkan
untuk up take digunakan probe skintilasi dengan kristal 1 x 1 inci, serta
kolimator pinhole dan window 20%.
g. Scan dilakukan 800 counts/sm2 dengan posisi anterior lateral dan oblik.
Aktivitas maksimum dicari didaerah leher, scan dimulai dari kaudal ke
cranial ; beri tanda dibatas luar leher, dagu, sternum, dan massa yang teraba.
I -131 yang akan diberikan kepada pasien dihitung counts-nya per menit
dengan phantom berbentuk leher. Dan disebut sebagai counts awal,segera diberikan
radioaktif tersebut untuk ditelan oleh penderita. Lakukan perhitungan aktivitas di
leher penderita 2 jam, 24 jam dan 48 jam setelah pemberian.
Pengukuran uptake Tc-99m dapat juga dihitung dengan menggunakan rumus .
2.8 PENILAIAN
Dalam keadaan normal tampak seperti gambaran kupu-kupu, terdiri dari lobus
kanan dan kiri masing-masing sebesar ibu jari orang dewasa dengan ismus yang
menghubungkan kedua-duanya. Batas bawah normal tidak sampai sternum. Lobus
10
kanan biasanya lebih besar. Luas scanning sekitar 20 cm2 untuk orang dewasa, pada
anak-anak lebih kecil.
Distribusi radioaktivitas di kedua lobus rata. Bila kedua lobus membesar diffus
atau homogen (distribusi radioaktivitas rata) disebut struma diffusa. Sementara itu
bila ada nodul (tunggal atau ganda) disebut struma nodusa atau multi nodusa.
Nodul yang menangkap radioaktivitas lebih tinggi dari jaringan sekitarnya disebut
jaringan nodul panas (hot nodule) atau nodul hiperfungsional dan nodul yang kurang
atau tidak menangkap radioaktivitas disebut nodul dingin (cold nodule) atau nodul
hipofungsional. Sedangkan nodul yang menangkap radioaktivitas sama seperti
jaringan disekitarnya disebut nodul hangat (warm nodule). Nodul panas pada
umumnya identik dengan nodul tyroid otonom, sekitar 10-30 % nodul dingin
ditemukan pada kasus keganasan tyroid, nodul hangat tidak mempunyai arti klinis
yang berarti.
Nilai normal uji tangkap tyroid (uptake) bervariasi tergantung dari asupan
iodium dalam makanan. Nilai normal angka penangkapan uptake dengan Tc-99m 15
menit yaitu 0,5 – 5 %.Thyroid scintigraphy memberikan gambaran tentang besar,
bentuk dan letak kelenjar tiroid serta distribusi radioaktivitas di dalam kelenjar
tersebut. Pemeriksaan thyroid scintigraphy belum bisa menilai fungsi kelenjar
thyroid sehingga perlu didukung dengan perhitungan uptakenya. Pemeriksaan
thyroid scintigrafi dan uptake mempunyai prosedur yang sama sehingga dalam
pelaksanaannya dapat dilakukan dalam satu paket pemeriksaan.
11
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN:
3.2 SARAN:
12
Radionuklida yang paling ideal untuk evaluasi kelenjar tiroid adalah Nal-
123,suatu radionuklida produksi siklotron,karena energinya tidak begitu tinggi 159
KeV dengan waktu paruh pendek 13,2 jam ,sayangnya Nal-123 saat ini belum ada di
indonesia.
Obat-obat tertentu,terutama yang mengandung iodium dan hormon tiroid,akan
mengganggu pencitraan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Guyton, A.C. Dan John E.H., 1997, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 9.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
2. Patel, P.R, 2007, Lecture Notes Radiologi. Jakarta: Erlangga.
Pearce, E.C, 2008, Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
3. Mukhlis Akhadi,2000,Dasar-Dasar Proteksi Radiasi,Jakarta,Penerbit PT.Rineka
Cipta.
Www.Wikipedia.Com
4. (Www.RadiologyInfo.org/en/info.cfm?pg=hdneck)
(www.RadiologyInfo.org/en/safety/)
13