Anda di halaman 1dari 51

MAKALAH INTERPRETASI DATA KLINIK

KELENJAR TIROID dan PARATIROID

Oleh :
Kelompok 2
1. Adel Zilvia Natsha (1601001)
2. Dhea Ananda (1601009)
3. Melati Risman (1601026)
4. Serlin Partika Sari (1601048)
5. Suci Rizki Aulia Ramadhana (1601052)
6. Tengku Zata Hulwani (1601056)
7. Yola Marina Dwi Putri (1601061)
8. Annisa Sarah (1601088)
9. Gita Yulia Putri (1601100)

Dosen Pengampu Mata Kuliah :


Dr. Meiriza Djohari, M.Kes,Apt

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI RIAU
YAYASAN UNIV RIAU
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat
dan anugerahnya kami dapat menyelesaikan makalah mata kuliah Interpretasi Data
Klinik ini.
Terima kasih kami ucapkan kepada ibu Dr. Meiriza Djohari, M.Kes,Apt selaku
pembimbing serta dosen Interpretasi Data Klinik yang telah membimbing kami dalam
pembuatan makalah ini. Makalah ini di buat agar pembaca mendapat pengetahuan,
serta sebagai tugas di Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Riau (STIFAR).
Kami menyadari bahwa makalah yang kami buat ini jauh dari kesempurnaan,
untuk itu kami menerima kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun demi
kebaikan makalah ini dimasa yang akan datang. Semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi pembaca semua.

Pekanbaru, 18 November 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................. i


DAFTAR ISI ............................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................... 1
1.1.Latar Belakang .............................................................................................. 1
1.2.Rumusan Masalah ......................................................................................... 1
1.3.Tujuan Makalah ............................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................... 3
2.1 Anatomi Fisiologi Kelenjar Tiroid dan Paratiroid ..................................... 3
2.1.1 Anatomi Kelenjar Tiroid ................................................................. 3
2.1.2 Anatomi Kelenjar Paratiroid .......................................................... 5
2.2 Mekanisme Sintesis Kelenjar Tiroid dan Paratiroid ................................... 7
2.2.1 Mekanisme Sintesis Kelenjar Tiroid ............................................... 7
2.2.2 Mekanisme Sintesis Kelenjar Paratiroid ......................................... 9
2.3 Mekanisme Sekresi Kelenjar Tiroid dan Paratiroid .................................... 11
2.3.1 Mekanisme Sekresi Kelenjar Tiroid ............................................... 11
2.3.2 Mekanisme Sekresi Kelenjar Paratiroid .......................................... 12
2.4 Mekanisme Transportasi Kelenjar Tiroid .................................................. 13
2.5 Mekanisme Aksi Kelenjar Tiroid dan Paratiroid ....................................... 13
2.5.1 Mekanisme Aksi Kelenjar Tiroid ................................................... 13
2.5.2 Mekanisme Aksi Kelenjar Paratiroid ............................................. 15
2.6 Kelainan Pada Kelenjar Tiroid dan Paratiroid ........................................... 16
2.6.1 Kelainan Pada Kelenjar Tiroid........................................................... 16
2.6.2 Kelainan Pada Kelenjar Paratiroid ..................................................... 17
BAB III .....................................................................................................................
3.1. .......................................................................................................................
3.2. .......................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 20
LAMPIRAN ............................................................................................................. 21
ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Kelenjar tiroid mempertahankan tingkat metabolisme di berbagai jaringan
agar tetap optimal sehingga dapat berfungsi normal. Hormon tiroid merangsang
konsumsi O2 pada sebagian besar sel di tubuh, membantu mengatur
metabolisme lemak dan karbohidrat, dan penting untuk pertumbuhan dan
pematangan normal. Kelenjar tiroid tidak esensial bagi kehidupan, tetapi
ketiadaannya, menyebabkan perlambatan perkembangan mental dan gangguan
fisik, berkurangnya daya tahan terhadap dingin, serta pada anak menimbulkan
retardasi mental dan kecebolan. (dwarfisme). Sebaliknya, sekresi tiroid yang
berlebihan menyebabkan badan menjadi kurus, kegelisahan, takikardia, tremor,
dan kelebihan pembentukan panas. Fungsi tiroid diatur oleh hormon perangsang
tiroid (TSH, thyroid-stimulating hormone = tirotropin) dari hipofisis anterior.
Sebaliknya, sekresi hormon tropik ini sebagian diatur oleh thyrotropin-
releasing hormone (TRH) dari hipotalamus dan berada di bawah kontrol
umpan-balik negatif oleh peningkatan kadar hormon tiroid dalam darah yang
bekerja di hipofisis anterior dan hipotalamus. Dengan cara ini, perubahan pada
lingkungan internal dan eksternal menyebabkan penyesuaian kecepatan sekresi
tiroid (Ganong, 2008).
Pada mamalia, kelenjar tiroid juga menyekresi kalsitonin, suatu hormon
yang menurunkan kadar kalsium (Ganong, 2008).
Di setiap sisi kelenjar tiroid terdapat dua kelenjar kecil, yaitu kelenjar
paratiroid, di dalam leher. Sekresi paratiroid, yaitu hormon paratiroid,
mengartur metabolisme zat kapur dan mengendalikan jumlah zat kapur di dalam
darah dan tulang (Pearce, 2013).

1.2.Rumusan Masalah
Di dalam makalah ini mempunyai beberapa rumusan masalah, yaitu :
1. Bagaimana anatomi dan fisiologi kelenjar Tiroid dan Paratiroid
2. Bagaimana mekanisme sintesis kelenjar Tiroid dan Paratiroid

1
3. Bagaimana mekanisme sekresi kelenjar Tiroid dan Paratiroid
4. Bagaimana mekanisme transportasi kelenjar Tiroid
5. Bagaimana mekanisme aksi kelenjar Tiroid dan Paratiroid
6. Bagaimana kelainan kelenjar Tiroid dan Paratiroid

1.3.Tujuan Makalah
Adapun beberapa tujuan dari makalah ini, yaitu :
1. Mampu menyebutkan anatomi dan fisiologi kelenjar Tiroid dan
Paratiroid
2. Memahami mekanisme sintesis kelenjar Tiroid dan Paratiroid
3. Memahami mekanisme sekresi kelenjar Tiroid dan Paratiroid
4. Memahami mekanisme transportasi kelenjar Tiroid dan Paratiroid
5. Memahami mekanisme aksi kelenjar Tiroid dan Paratiroid
6. Memahami kelainan kelenjar Tiroid dan Paratiroid

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1.Anatomi Fisiologi Kelenjar Tiroid dan Paratiroid


2.1.1. Anatomi Fisiologi Kelenjar Tiroid
Anatomi Kelenjar Tiroid
Jaringan tiroid terdapat pada semua vertebrata. Pada mamalia, tiroid
berasal dari evaginasi dasar faring; dan duktus triglosus menandai jalur
perjalaan tiroid dari lidah ke leher, yang kadang-kadang menetap sampai
dewasa. Kedua lobus kelenjar tiroid dihubungkan oleh suatu jembatan
jaringan, yaitu ismus tiroid, dan kadang-kadang terdapat lobus
piramidalis yang muncul dari ismus didepan laring (Gambar 18-1).
Tiroid merupakan salah satu organ tubuh yang memiliki jumlah aliran
darah tertinggi per gram jaringannya.

Tiroid terbentuk dari banyak asinus (folikel). Tiap-tiap folikel


sferis dikelilingi oleh satu lapisan sel dan diisi oleh bahan proteinaseosa
berwarna merah muda yang disebut koloid. Saat kelenjar tidak aktif,
koloid berjumlah banyak, folikel berukuran besar, dan sel-sl yang
membatasinya tipis. Bila kelenjar aktif, folikel menjadi kecil, sel-selnya
kuboid atau kolumnar, dan tepi folikel mengalami lekukan yang
membentuk banyak “lakuna reabsorpsi” kecil. (Gambar 18-2)
3
Dari apeks sel tiroid, terdapat mikrovili yang menonjol ke dalam
koloid, dan di dalam mikrovili terdapat kanalikukus. Reticulum
endoplasma tampak menonjol, suatu gambaran yang lazim terdapat pada
sebagian besar sel kelenjar, dan tampak butir-butir sekretorik tiroglobulin
(Gambar 18-3). Tiap-tiap sel tiroid terdapat diatas lamina basalis yang
memisahkan sel-sel ini dari kapiler di sekitarnya. Kapiler mengalami
fenestrasi (berlubang-lubang), seperti kapiler di kelenjar endokrin lain
(Ganong, 2008).

4
Fisiologi Kelenjar Tiroid

Kelenjar ini dinamakan Glandula Thyroidea yang terletak dileher


berdekatan dengan tulang rawan tiroid. Kelenjar ini menghasilkan hormon
yang memegang peranan penting dalam mengatur metabolisme dalam
tubuh. Hormon yang dihasilkannya merangsang laju dari sel-sel dalam
tubuh untuk melakukan oksidasi terhadap bahan makanan dan memegang
peranan pengawasan metabolisme secara keseluruhan (Syaifuddin, 2009).

Hormon tiroid dari sel kelenjar memerlukan bantuan Tiroid


Stimulating Hormone (TSH) untuk endositosis koloid oleh mikrovili.
Enzim proteolitik berfungsi untuk memecahkan ikatan hormon
Triiodothyronine (T3) dan Tetraiodo thyronine (T4) dari triglobulin dan
melepaskan T3 dan T4 ke peredaran darah. Distribusi dalam plasma
terikat pada protein plasma Protein Bound Iodine (PBI). Sebagian besar
PBI T4 dan sebagian kecil PBI T3 terikat pada protein jaringan yang bebas
dalam keadaan seimbang (Syaifuddin, 2009).

2.1.2. Anatomi Fisiologi Kelenjar Paratiroid


Anatomi Kelenjar Paratiroid
A. Morfologi
1. Kelenjar paratiroid adalah empat organ kecil, masing-masing
berukuran sebesar biji apel, terletak pada permukaan posterior
kelenjar tiroid dan dipisahkan dari kelenjar tiroid oleh kapsul-
kapsul jaringan ikat.
2. Dari sisi histologi, ada dua jenis sel dalam kelenjar paratiroid. Sel
utama, yang mensekresi hormon paratiroid (PTH). Dan
seloksifilik yang merupakan tahap perkembangan sel chief.
(Solane, ethel, 2002)

5
Fisiologi Kelenjar Paratiroid
Didalam melaksanakan kerjanya kelenjar tiroid diatur dan diawasi
secara langsung oleh kelenjar hipofisis. Paratiroid hormon (PTH) adalah
konsentrasi ion-ion kalsium yang terdapat di dalam cairan ekstraseluler.
Produksi PTH akan meningkat apabila kadar kalsium di dalam plasma
menurun. Dalam keadaan fisiologis normal kadar kalsium dalam plasma
berada dalam pengawasan homeostatic dalam batas yang sangat sempit.
Pengawasan ini dipengaruhi oleh perubahan diet setiap hari dan
pertukaran mineral antara tulang dengan darah (Syaifuddin, 2009).
Mineral lain selain kalsium yang memengaruhi fungsi kelenjar
paratiroid adalah magnesium. Hambatan kerja kelenjar paratiroid
mengakibatkan penurunan kadar magnesium di dalam darah atau
sebaliknya. Konsentrasi magnesium sangat diperlukan terhadap fungsi
fisiologis kelenjar paratiroid sehingga kelenjar ini menghasilkan hormon
yang diperlukan tubuh (Syaifuddin, 2009).
Efek fisiologis hormon paratiroid ( Sloane, 2002 ):
1. PTH mengendalikan keseimbangan kalsium dan fosfat dalam
tubuh melalui peningkatan kadar kalsium darah dan penurunan
kadar fosfat darah.

6
a. Ion kalsium sangat penting untuk pembentukan tulang dan
gigi, koagulasi darah, kontraksi otot, pemeabilitas membran
sel, dan kemampuan eksitabilitas neuromuskular yang
normal.
b. Ion fosfat sangat penting untuk metabolisme seluler, system
buffer asam-basa tubuh. Juga sebagai komponen nukleotida
dan membran sel
2. PTH meningkatkan kadar kalsium darah melalui tiga
mekanisme.
a. PTH menstimulasi aktivitas osteoklas (sel penghancur
tulang). Sehingga menyebabkan pengeluaran kalsium dari
tulang kecairan ekstraselular.
b. PTH secara tidak langsung meningkatkan absorpsi kalsium
intestinal dan mengurangi kehilangan kalsium dalam feses.
Hormon ini berfungsi untuk mengaktivasi vitamin D yang
diperlukan untuk mengabsorpsi kalsium dari makanan.
c. PTH menstimulasi reabsorpsi kalsium dari tubulus ginjal
untuk mengganti fosfor, sehingga menurunkan kehilangan
ion kalsium dalam urin dan meningkatkan kadar kalsium
darah.

2.2.Mekanisme Sintesis Kelenjar Tiroid dan Paratiroid


2.2.1. Mekanisme Sintesis Kelenjar Tiroid
Di kelenjar tiroid, iodida mengalami oksidasi menjadi iodium dan
berikatan ke posisi karbon 3 residu tirosin yang merupakan bagian dari
molekul tiroglobulin di koloid (Gambar 18-6). Tiroglobulin adalah
glikoprotein yang terbentuk dari dua subunit dan memiliki berat molekul
660.000. molekul ini mengandung karbohidrat sebanyak 10% dari
beratnya. Molekuk ini juga mengandung 123 residu tirosin, tetapi hanya
4-8 residu yang secara normal bergabung menjadi hormon tiroid.
Triglobulin dibentuk oleh sel tiroid dan disekresikan kedalam koloid oleh
eksositosis granula yang juga mengandung tiroid peroksidase, enzim
7
yang megatalisis oksidasi I dan pengikatannya. Hormon tiroid tetap terikat
pada molekul tiroglubulin sampai disekresikan. Saat diekresi koloid di
absorpsi oleh sel tiroid, ikatan peptide mengalami hidrolisis, dan T3 sera
T4 bebas dilepaskan ke dalam kapiler. Dengan demikian sel-sel tiroid
memiliki 3 fungsi. Sel-sel ini mengumpulkan dan memindahkan iodium;
membentuk triglobulin dan mengeluarkannya ke dalam koloid; serta
mengeluarkan hormon tiroid dari triglobulin dan menyeksekresikannya ke
dalam sirkulasi.
Dalam proses pembentukan hormon, produk pertama adalah
monoiodotirosin (MIT). MIT kemudian mengalami iodinasi di posisi
karbon 5 untuk membentuk diiodotirosin (DIT). Dua molekul DIT
kemudian mengalami suatu kondensasi oksidatif membentuk T4 dengan
pengeluaran rantai sisi alanin dari molekul yang membentuk cincin luar.
Ada dua teori yang menerangkan terjadinya reaksi penggabungan
(coupling reaction) ini. Salah satu teori berpendapat bahwa
penggabungan terjadi dengan dua molekul DIT melekat ke tiroglobulin
(penggabungan intramolekul). Teori yang lain berpendapat bahwa DIT
yang membentuk cincin luar mula-mula dilepaskan dari tiroglobulin
(penggabungan antarmolekul). Pada kedua keadaan tersebut, tiroid
peroksidase mungkin berperan dalam penggabungan serta iodinasi. T3
mungkin dibentuk melalui kondensasi MIT dengan DIT. Sejumlah kecil
RT3 juga terbentuk, mungkin melalui kondensasi DIT dengan MIT.

8
Dalam tiroid manusia normal, distribusi rata-rata senyawa
beriodium adalah 23% MIT, 33% DIT, 35% T4, dan 7% T3. RT3 dan
komponen lain terdapat hanya dalam jumlah yang sedikit (Ganong, 2008).

2.2.2. Mekanisme Sintesis Kelenjar Paratiroid


Secara normal, terdapat empat kelenjar paratiroid, membentuk dua
pasang, satu diatas dan yang lain dibawahnya pada bagian posterior
kelenjar tiroid. Pada sekitar 10% individu, jumlahnya lebih dari empat,
dan kadang-kadang kurang. Pasangan paratiroid inferior, yang berasal
dari arkusbrakialis yang sama yang member cabang ketimus, jarang dapat
turun ke mediastinum.
Umumnya, masing-masing kelenjar paratiroid merupakan struktur
oval berkapsul dengan warna coklat-kekuningan yang khas. Diameter
maksimumnya 5mm dan beratnya 35-40mg. secara mikroskopis,
paratiroid normal terlihat mengandung tiga jenis sel: sel utama, sel jernih
(water clear cells), dan sel oksifil. Ketiganya diyakini menghasilkan
hormon, dan jumlah relatifnya sedikit bermakna. Jaringan adipose berada
diantara sel parenkim dengan jumlah yang bervariasi; jumlah jaringan di
adipose ini meningkat seiring meningkatnya usia. Sel-sel kelenjar
paratiroid normal mengandung granula lipid sitoplasmik yang tidak
terdapat padasel-sel kelenjar paratiroid hiperplastik dan neoplastic.

9
Kelenjar paratiroid menyekresikan hormone paratiroid (PTH),
polipeptida asam amino-84 (MW9500), yang di sintesis pada sel ribosom
sebagai perkusor asam amino-115, preproPTH. PTH dipisahkan dari
preproPTH di dalam zona Golgi dan disekresikan secara langsung ke
dalam darah. Molekul PTH utuh adalah aktif. Di dalam darah dan jaringan
perifer, PTH mengalami pembelahan akhir menjadi fragmen amino akhir
dan fragmen karboksil akhir. Fragmen amino akhir mengandung bagian
aktif molekul dan memiliki waktu-paruh yang sangat pendek. Fragmen
karboksil akhir tidak aktif, dengan berat molekul 7000 dan waktu-paruh
lama. Fragmen tersebut di lepaskan dari plasma terutama melalui eksresi
ginjal. Pemeriksaan serum PTH menggunakan radio immunoassay
terutama mengukur fragmen karboksil akhir. Saat ini terdapat
pemeriksaan terbaru yang mengukur molekul PTH utuh serta fragmen
amino dan karboksil akhir secara terpisah. Pemeriksaan molekul PTH
utuh dan pemeriksaan fragmen amino akhir memiliki korelasi yang paling
akurat dengan laju sekresi PTH oleh kelenjar.
PTH mengatur konsentrasi ion kalsium di dalam plasma. Sel sasaran
utama adalah sel epitel tubulus ginjal. PTH meningkatkan reabsorpsi
kalsium di dalam tubulus distal dan menurunkan reabsorpsi fosfat di
dalam tubulus proksimal. PTH juga merangsang aktivasi vitamin D di
ginjal, yang selanjutnya meningkatkan absorpsi kalsium di dalam usus.
PTH meningkatkan resorpsi (tulang melepaskan kalsium dan fosfat)
dengan merangsang aktifitas osteoklastik. Fungsi PTH ini memerlukan
kerja senergistik vitamin D aktif. PTH juga meningkatkan aktifitas
kalogenase di dalam tulang, menyebabkan pemecah amatriks tulang.
Efek keseluruhan PTH adalah peningkatan kalsium plasma total dan
kalsium terionisasi serta penurunan fosfat inorganic plasma. Kerja PTH
bergantung pada kombinasi dengan membrane sel untuk menyebabkan
aktivasi adenilat siklase intraselular. Hasilnya adalah peningkatan sintesis
Camp, yang memerantai kerja fisiologik PTH. Laju sintesis dan sekresi
PTH dikendalikan oleh kadar ion kalsium serum yang terionisasi

10
(pengaturan umpan-balik) (Chandrasoma, Parakrama Dan Taylor, Clive
R, 2006).

2.3.Mekanisme Sekresi Kelenjar Tiroid dan Paratiroid


2.3.1. Mekanisme Sekresi Kelenjar Tiroid
Kelenjar tiroid manusia menyekresi sekitar 80 µg (103 nmol) T4, 4µg
(7 nmol) T3, dan 2µg (3,5 nmol) RT3 per hari (Gambar 18-7).

11
Namun, MIT dan DIT tidak disekresikan. Sel-sel tiroid
mengabsorpsi koloid melalui proses endositosis. Cekungan di tepi koloid
menyebabkan timbulnya lakuna reabsorpsi yang tampak pada kelenjar
yang aktif (Gambar 18-2). Di dalam sel, globulus koloid menyatu dengan
lisosom (Gambar 18-3). Ikatan peptida antara residu beriodium dan
tiroglobulin terputus oleh protease dalam lisosom, dan T4, T3, DIT, dan
MIT dibebaskan ke dalam sitoplasma. Tirosin beriodium mengalami
deiodinasi oleh enzim mikrosom iodotirosin deiodinase. Enzim ini tidak
menyerang tironin beriodium, dan T4 serta T3 masuk ke dalam sirkulasi.
Iodium yang di bebaskan oleh deiodinasi MIT dan DIT digunakan
kembali oleh kelenjar dan secara normal menyediakan iodium sebanyak
dua kali lipat untuk sintesis hormon di bandingkan dengan yang dihasilkan
oleh pompa iodium. Pada pasien yang tidak memiliki iodotirosin
deiodinase secara kongenital, MIT dan DIT dapat di jumpai di dalam urine
dan terdapat gejala defisiensi iodium (Ganong, 2008).

2.3.2. Mekanisme Sekresi Kelenjar Paratiroid


Sekresi hormon di pengaruhi kadar Ca+2 plasma. Bila kadar Ca+2
plasma rendah maka sekresi HPT meningkat, dan bila keadaan
hipokalsemia ini berlangsung lama dapat terjadi hipertrofi dan hiperplasi
kelenjar paratiroid. Bila kadar Ca+2 plasma sangat tinggi (hiperkalsemia)
akan terjadi hal yang sebaliknya. HPT sangat rendah tetapi tetap
terdeteksi. Perubahan kadar Ca+2 sedikit saja dapat menyebabkan

12
perubahan sekresi HPT yang cukup besar. Penelitian dengan kultur sel
paratiroid membuktikan bahwa keadaan hipokalsemia dapat merangsang
transpor asam amino, sintesis asam nukleat dan protein, pertumbuhan
sitoplasma dan sekresi HPT; sebaliknya hiperkalsemia dapat menekan
proses tersebut. Nampaknya Ca+2 dapat mengontrol pertumbuhan kelenjar
paratiroid, sintesis dan sekresi HPT ( Gunawan, 2012).
Sekresi hormon paratiroid meningkat sebagai respon terhadap
penurunan konsentrasi kalsium ekstrasel. Hormon ini dibentuk di sel
utama (chief cells) kelenjar paratiroid yang terletak tepat di belakang
kelenjar tiroid. Laju pembentukan PTH sangat diatur oleh konsentrasi ion
kalsium CES. Penurunan kecil konsentrasi ion menyebabkan peningkatan
besar laju pembentukan PTH. Jika penurunan konsentrasi kalsium
dibawah normal berlanjut, kelenjar paratiroid mengalami hipertrofi,
seperti yang terjadi pada kehamilan dan penyakit misalnya rakitis yang
ditandai oleh gangguan absorpsi kalsium dari saluran cerna (Guyton &
Hall, 2010).

2.4.Mekanisme Transportasi Kelenjar Tiroid


Iodium sangat penting bagi sintesis hormon-hormon tersebut. Iodium dalam
makanan dipekatkan oleh kelenjar tiroid, dalam sel-sel folikel, diubah menjadi
iodium. Thyroid stimulating hormone ( TSH ) menstimulasi produksi hormon
tiroid. Hormon primer yang dilepaskan oleh kelenjar tiroid adalah T4, diubah
menjadi T3, oleh sel-sel target . hormon tiroid diperlukan untuk pertumbuhan
dan perkembangan normal. Bila terjadi defisiensi iodium, maka TSH disekresi
secara berlebih yang menyebabkan proliferasi sel-sel kelenjar tiroid disertai
dengan pembesaran kelenjar. Sebagian besar sel dalam tubuh dipengaruhi oleh
hormon tiroid, yaitu terjadinya peningkatan laju metabolik basal dan produksi
panas (Pete, 2018).

2.5.Mekanisme Aksi Kelenjar Tiroid dan Paratiroid


2.5.1. Mekanisme Aksi Kelenjar Tiroid

13
Hormon tiroid masuk ke dalam sel, dan T3 berikatan dengan reseptor
tiroid (thyroid receptor, TR) di inti. T4 juga dapat berikatan, tetapi tidak
terlalu erat. Kompleks hormon-reseptor kemudian berikatan dengan DNA
melalui zinc fingers dan meningkatkan atau, pada sebagian kasus,
menurunkan ekspresi berbagai gen berbeda yang mengode enzim yang
mengatur fungsi sel. Dengan demikian, reseptor untuk hormon tiroid di
inti sel adalah anggota dari superfamili faktor transkripsi inti peka-
hormon.
Terdapat dua gen TR manusia: sebuah gen reseptor α di kromosom
17 dan sebuah gen reseptor β di kromosom 3. Melalui proses alternative
splicing, masing-masing membentuk paling sedikit dua mRNA yang
berbeda (sehingga terbentuk dua reseptor protein yang berlainan). TRβ2
hanya dijumpai di otak, tetapi TRα1, TRα2, dan TRβ1 tersebar luas. TRα2
berbeda dari tiga yang lain yaitu bahwa reseptor ini tidak mengikat T3 dan
fungsinya masih belum jelas. TR berikatan ke DNA sebagai monomer,
homodimer, dan heterodimer dengan reseptor inti lainnya, terutama
reseptor X retinoid (RXR). Heterodimer ini tidak mengikat 9-cis asam
retinoat, ligan yang lazim untuk RXR, tetapi pengikatan TR ke DNA
menjadi sangat meningkat. Juga terdapat protein koaktivator dan
korepresor yang memengaruhi kerja TR. Diperkirakan, kompleksitas ini
memungkinkan hormon tiroid menimbulkan berbagai efek di tubuh, tetapi
makna fisiologis keseluruhan dari kompleksitas ini belum terpecahkan.
Pada umumnya, T3 bekerja lebih cepat dan tiga sampai lima kali
lebih kuat daripada T4 (Gambar 18-10). Hal ini disebabkan karena hormon
ini terikat kurang erat dengan protein plasma tetapi lebih erat dengan
reseptor hormon tiroid. RT3 bersifat inert (Ganong, 2008).

14
2.5.2. Mekanisme Aksi Kelenjar Paratiroid

Hormon paratiroid (parathyroid hormone, PTH) merupakan


antagonis kalsitonin dan penting dalam mempertahankan kadar kalsium
dan fosfat normal dalam darah. Organ target PTH adalah tulang, usus
halus, dan ginjal.
PTH meningkatkan reabsorpsi kalsium dan fosfat dari tulang ke
dalam darah sehingga PTH meningkatkan kadar kalsium dan fosfat dalam
darah. Absorpsi kalsium dan fosfat dari makanan di usus halus, yang juga

15
membutuhkan vitamin D, ditingkatkan oleh PTH. Proses ini juga
meningkatkan kadar mineral-mineral ini dalam darah. Di ginjal, PTH
merangsang aktivasi vitamin D dan meningkatkan reabsorpsi kalsium dan
ekskresi fosfat (lebih dari yang didapat dari tulang). Dengan demikian,
efek PTH secara keseluruhan adalah meningkatkan kadar kalsium darah
dan menurunkan kadar fosfat darah. Fungsi PTH tertera dalam (Gambar
10-4).
Sekresi PTH dirangsang oleh hipokalsemia kadar kalsium rendah
dalam darah dan dihambat oleh hiperkalsemia. Efek yang berlawanan
antara PTH dan kalsitonin ditunjukkan pada (Gambar 10-4). Secara
bersama, hormon-hormon ini memprtahankan kadar kalsium dalam
rentang normal. Kalsium dalam darah penting untuk proses pembekuan
darah dan aktivitas normal neutron dan sel-sel otot (Scanlon dan Sanders,
2014).

2.6.Kelainan pada kelenjar Tiroid dan Paratiroid


2.6.1. Kelainan pada Kelenjar Tiroid
Hipotiroidisme
Disebabkan kelainan struktural atau fungsional dari kelenjar tiroid
sehingga sintesis dari hormon tiroid menjadi insufisiensi ( gangguan
fungsi ). Bila keadaan ini permanen dan komplet, maka keadaan tersebut
disebut atirosis atau atiroidisme ( tidak berfungsi ).
1. Kretinisme. Hipotiroidisme yang berat terjadi sewaktu bayi akan
menderita cebol ( pertumbuhan kecil ) dan imbesil ( keterbelakangan
mental ) yang terjadi pada umur 2-3 bulan dengan gejala lidah tebal
dan kedua mata lebih besar dari biasa, suara serak, sering konstipasi,
somnolen, kulit kasar, kekuningan, kepala besar, dan ekspresi seperti
orang bodoh.
2. Miksedema yuvenil. Hipoteroidisme yang timbul pada anak sebelum
akil balik ( pubertas ), anak cebol, pertumbuhan tulang terlambat, dan
kecerdasan berkurang.

16
3. Miksedema dewasa ( adult myxedema ). Gejalanya non-spesifik,
timbulnya sangat perlahan dengan gejala konstipasi, letargi, tidak
tahan dingin , otot tegang, dan sering keram (Syaifuddin, 2009).

Hipertiroidisme

Hipertiroidisme ditandai oleh kegelisahan; penurunan berat badan;


hiperfagia; intoleransi panas; peningkatan tekanan nadi; tremor halus bila
jari diluruskan; kulit hangat dan lembut; berkeringat. Namun, penyebab
penyakit tersering adalah penyakit Graves (hipertiroidism graves), yang
membentuk 60-80% kasus. Penyakit ini, yang karena sebab tak-jelas jauh
lebih sering dijumpai pada wanita, adalah suatu penyakit otoimun yang
mengakibatkan terbentuknya otoantibodi terhadap reseptor TSH yang
merangsang reseptor tersebut. Hal ini menyebabkan peningkatan sekresi
T4 dan T3 dan membesarnya kelenjar tiroid (gondok) (Ganong, 2008).

2.6.2. Kelainan pada Kelenjar Paratiroid


1. Hipersekresi (hiperparatiroidisme) adalah kasus yang jarang, tetapi
dapat di akibatkan oleh tumor paratiroid. hipersekresi mengakibatkan
peningkatan aktivitas osteoklas, resorpsi tulang, dan deklasifikasi,
serta pelemahan tulang. Hipertiroidisme biasanya ada sangkut pautnya
dengan pembesaran (tumor) kelenjar, keseimbangan distribusi
kalsium terganggu, kalsium dikeluarkan kembali dari tulang, dan
dimasukkan kembali kedalam serum darah, dengan akibat terjadinya
penyakit tulang dengan tanda tanda khas beberapa bagian keropos,
yang dikenal dengan osteitis fibrosa siatika, karna terbentuk kista pada
tulang. Kalsiumnya diendapkan didalam ginjal dan dapat
menyebabkan batu ginjal dan kegagalan ginjal (Pearce, Evelin C,
2013).

2. Hiposekresi (hipoparatiroidisme) mengakibatkan penurunan kadar


kalsium darah dan peningkatan iritabilitas sistem neuromuskular. Jika
hipersekresi berlebihan dapat menyebabkan tetanus (kejang otot
rangaka), yang berakibat fatal jika tidak segera ditangani.
17
Hipoparatiroidisme yaitu kekurangan kalsium dalam isi darah atau
hipokalsemia, mengakibatkan keadaan yang disebut tetani, dengan
gejala khas lejang dan konvulsi, khususnya pada tangan dan kaki yang
disebut karpopedal spasmus. Simtom ini dapat cepat diringankan
dengan pemberian kalsium (Pearce, Evelin C, 2013).

18
BAB III
PENUTUP

19
DAFTAR PUSTAKA

Chandrasoma, Parakrama dan Clive R Taylor. 2006. Ringkasan Patologi Anatomi.


Jakarta: Buku Kedokteran EGC

Ganong, W. F. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 22. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC

Gunawan, Sulistia Gan. 2012. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta:


Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Indonesia

Guyton, A. C dan John E Hall. 2010. Buku Saku Fisiologi Kedokteran Edisi 11.
Jakarta : Buku Kedokteran EGC

Pearce, Evelyn. C. 2008. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: PT


Gramedia

Pete, Ian dan Muralitharan Nair. 2018. At a Glance Anatomi dan Fisiologi.
Jakarta: Erlangga

Scanlon Valerie C, dan Sanders Tina. 2014. Buku Ajar Anatomi Dan Fisiologi
Edisi 3. Jakarta: Buku Kedokteran EGC

Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC

Syaifuddin. 2009. Anatomi Tubuh Manusia untuk Mahasiswa Keperawatan.


Jakarta: Salemba Medika.

20
Lampiran

21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48

Anda mungkin juga menyukai