Oleh :
Kelompok 2
1. Adel Zilvia Natsha (1601001)
2. Dhea Ananda (1601009)
3. Melati Risman (1601026)
4. Serlin Partika Sari (1601048)
5. Suci Rizki Aulia Ramadhana (1601052)
6. Tengku Zata Hulwani (1601056)
7. Yola Marina Dwi Putri (1601061)
8. Annisa Sarah (1601088)
9. Gita Yulia Putri (1601100)
Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat
dan anugerahnya kami dapat menyelesaikan makalah mata kuliah Interpretasi Data
Klinik ini.
Terima kasih kami ucapkan kepada ibu Dr. Meiriza Djohari, M.Kes,Apt selaku
pembimbing serta dosen Interpretasi Data Klinik yang telah membimbing kami dalam
pembuatan makalah ini. Makalah ini di buat agar pembaca mendapat pengetahuan,
serta sebagai tugas di Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Riau (STIFAR).
Kami menyadari bahwa makalah yang kami buat ini jauh dari kesempurnaan,
untuk itu kami menerima kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun demi
kebaikan makalah ini dimasa yang akan datang. Semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi pembaca semua.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
1.1.Latar Belakang
Kelenjar tiroid mempertahankan tingkat metabolisme di berbagai jaringan
agar tetap optimal sehingga dapat berfungsi normal. Hormon tiroid merangsang
konsumsi O2 pada sebagian besar sel di tubuh, membantu mengatur
metabolisme lemak dan karbohidrat, dan penting untuk pertumbuhan dan
pematangan normal. Kelenjar tiroid tidak esensial bagi kehidupan, tetapi
ketiadaannya, menyebabkan perlambatan perkembangan mental dan gangguan
fisik, berkurangnya daya tahan terhadap dingin, serta pada anak menimbulkan
retardasi mental dan kecebolan. (dwarfisme). Sebaliknya, sekresi tiroid yang
berlebihan menyebabkan badan menjadi kurus, kegelisahan, takikardia, tremor,
dan kelebihan pembentukan panas. Fungsi tiroid diatur oleh hormon perangsang
tiroid (TSH, thyroid-stimulating hormone = tirotropin) dari hipofisis anterior.
Sebaliknya, sekresi hormon tropik ini sebagian diatur oleh thyrotropin-
releasing hormone (TRH) dari hipotalamus dan berada di bawah kontrol
umpan-balik negatif oleh peningkatan kadar hormon tiroid dalam darah yang
bekerja di hipofisis anterior dan hipotalamus. Dengan cara ini, perubahan pada
lingkungan internal dan eksternal menyebabkan penyesuaian kecepatan sekresi
tiroid (Ganong, 2008).
Pada mamalia, kelenjar tiroid juga menyekresi kalsitonin, suatu hormon
yang menurunkan kadar kalsium (Ganong, 2008).
Di setiap sisi kelenjar tiroid terdapat dua kelenjar kecil, yaitu kelenjar
paratiroid, di dalam leher. Sekresi paratiroid, yaitu hormon paratiroid,
mengartur metabolisme zat kapur dan mengendalikan jumlah zat kapur di dalam
darah dan tulang (Pearce, 2013).
1.2.Rumusan Masalah
Di dalam makalah ini mempunyai beberapa rumusan masalah, yaitu :
1. Bagaimana anatomi dan fisiologi kelenjar Tiroid dan Paratiroid
2. Bagaimana mekanisme sintesis kelenjar Tiroid dan Paratiroid
1
3. Bagaimana mekanisme sekresi kelenjar Tiroid dan Paratiroid
4. Bagaimana mekanisme transportasi kelenjar Tiroid
5. Bagaimana mekanisme aksi kelenjar Tiroid dan Paratiroid
6. Bagaimana kelainan kelenjar Tiroid dan Paratiroid
1.3.Tujuan Makalah
Adapun beberapa tujuan dari makalah ini, yaitu :
1. Mampu menyebutkan anatomi dan fisiologi kelenjar Tiroid dan
Paratiroid
2. Memahami mekanisme sintesis kelenjar Tiroid dan Paratiroid
3. Memahami mekanisme sekresi kelenjar Tiroid dan Paratiroid
4. Memahami mekanisme transportasi kelenjar Tiroid dan Paratiroid
5. Memahami mekanisme aksi kelenjar Tiroid dan Paratiroid
6. Memahami kelainan kelenjar Tiroid dan Paratiroid
2
BAB II
PEMBAHASAN
4
Fisiologi Kelenjar Tiroid
5
Fisiologi Kelenjar Paratiroid
Didalam melaksanakan kerjanya kelenjar tiroid diatur dan diawasi
secara langsung oleh kelenjar hipofisis. Paratiroid hormon (PTH) adalah
konsentrasi ion-ion kalsium yang terdapat di dalam cairan ekstraseluler.
Produksi PTH akan meningkat apabila kadar kalsium di dalam plasma
menurun. Dalam keadaan fisiologis normal kadar kalsium dalam plasma
berada dalam pengawasan homeostatic dalam batas yang sangat sempit.
Pengawasan ini dipengaruhi oleh perubahan diet setiap hari dan
pertukaran mineral antara tulang dengan darah (Syaifuddin, 2009).
Mineral lain selain kalsium yang memengaruhi fungsi kelenjar
paratiroid adalah magnesium. Hambatan kerja kelenjar paratiroid
mengakibatkan penurunan kadar magnesium di dalam darah atau
sebaliknya. Konsentrasi magnesium sangat diperlukan terhadap fungsi
fisiologis kelenjar paratiroid sehingga kelenjar ini menghasilkan hormon
yang diperlukan tubuh (Syaifuddin, 2009).
Efek fisiologis hormon paratiroid ( Sloane, 2002 ):
1. PTH mengendalikan keseimbangan kalsium dan fosfat dalam
tubuh melalui peningkatan kadar kalsium darah dan penurunan
kadar fosfat darah.
6
a. Ion kalsium sangat penting untuk pembentukan tulang dan
gigi, koagulasi darah, kontraksi otot, pemeabilitas membran
sel, dan kemampuan eksitabilitas neuromuskular yang
normal.
b. Ion fosfat sangat penting untuk metabolisme seluler, system
buffer asam-basa tubuh. Juga sebagai komponen nukleotida
dan membran sel
2. PTH meningkatkan kadar kalsium darah melalui tiga
mekanisme.
a. PTH menstimulasi aktivitas osteoklas (sel penghancur
tulang). Sehingga menyebabkan pengeluaran kalsium dari
tulang kecairan ekstraselular.
b. PTH secara tidak langsung meningkatkan absorpsi kalsium
intestinal dan mengurangi kehilangan kalsium dalam feses.
Hormon ini berfungsi untuk mengaktivasi vitamin D yang
diperlukan untuk mengabsorpsi kalsium dari makanan.
c. PTH menstimulasi reabsorpsi kalsium dari tubulus ginjal
untuk mengganti fosfor, sehingga menurunkan kehilangan
ion kalsium dalam urin dan meningkatkan kadar kalsium
darah.
8
Dalam tiroid manusia normal, distribusi rata-rata senyawa
beriodium adalah 23% MIT, 33% DIT, 35% T4, dan 7% T3. RT3 dan
komponen lain terdapat hanya dalam jumlah yang sedikit (Ganong, 2008).
9
Kelenjar paratiroid menyekresikan hormone paratiroid (PTH),
polipeptida asam amino-84 (MW9500), yang di sintesis pada sel ribosom
sebagai perkusor asam amino-115, preproPTH. PTH dipisahkan dari
preproPTH di dalam zona Golgi dan disekresikan secara langsung ke
dalam darah. Molekul PTH utuh adalah aktif. Di dalam darah dan jaringan
perifer, PTH mengalami pembelahan akhir menjadi fragmen amino akhir
dan fragmen karboksil akhir. Fragmen amino akhir mengandung bagian
aktif molekul dan memiliki waktu-paruh yang sangat pendek. Fragmen
karboksil akhir tidak aktif, dengan berat molekul 7000 dan waktu-paruh
lama. Fragmen tersebut di lepaskan dari plasma terutama melalui eksresi
ginjal. Pemeriksaan serum PTH menggunakan radio immunoassay
terutama mengukur fragmen karboksil akhir. Saat ini terdapat
pemeriksaan terbaru yang mengukur molekul PTH utuh serta fragmen
amino dan karboksil akhir secara terpisah. Pemeriksaan molekul PTH
utuh dan pemeriksaan fragmen amino akhir memiliki korelasi yang paling
akurat dengan laju sekresi PTH oleh kelenjar.
PTH mengatur konsentrasi ion kalsium di dalam plasma. Sel sasaran
utama adalah sel epitel tubulus ginjal. PTH meningkatkan reabsorpsi
kalsium di dalam tubulus distal dan menurunkan reabsorpsi fosfat di
dalam tubulus proksimal. PTH juga merangsang aktivasi vitamin D di
ginjal, yang selanjutnya meningkatkan absorpsi kalsium di dalam usus.
PTH meningkatkan resorpsi (tulang melepaskan kalsium dan fosfat)
dengan merangsang aktifitas osteoklastik. Fungsi PTH ini memerlukan
kerja senergistik vitamin D aktif. PTH juga meningkatkan aktifitas
kalogenase di dalam tulang, menyebabkan pemecah amatriks tulang.
Efek keseluruhan PTH adalah peningkatan kalsium plasma total dan
kalsium terionisasi serta penurunan fosfat inorganic plasma. Kerja PTH
bergantung pada kombinasi dengan membrane sel untuk menyebabkan
aktivasi adenilat siklase intraselular. Hasilnya adalah peningkatan sintesis
Camp, yang memerantai kerja fisiologik PTH. Laju sintesis dan sekresi
PTH dikendalikan oleh kadar ion kalsium serum yang terionisasi
10
(pengaturan umpan-balik) (Chandrasoma, Parakrama Dan Taylor, Clive
R, 2006).
11
Namun, MIT dan DIT tidak disekresikan. Sel-sel tiroid
mengabsorpsi koloid melalui proses endositosis. Cekungan di tepi koloid
menyebabkan timbulnya lakuna reabsorpsi yang tampak pada kelenjar
yang aktif (Gambar 18-2). Di dalam sel, globulus koloid menyatu dengan
lisosom (Gambar 18-3). Ikatan peptida antara residu beriodium dan
tiroglobulin terputus oleh protease dalam lisosom, dan T4, T3, DIT, dan
MIT dibebaskan ke dalam sitoplasma. Tirosin beriodium mengalami
deiodinasi oleh enzim mikrosom iodotirosin deiodinase. Enzim ini tidak
menyerang tironin beriodium, dan T4 serta T3 masuk ke dalam sirkulasi.
Iodium yang di bebaskan oleh deiodinasi MIT dan DIT digunakan
kembali oleh kelenjar dan secara normal menyediakan iodium sebanyak
dua kali lipat untuk sintesis hormon di bandingkan dengan yang dihasilkan
oleh pompa iodium. Pada pasien yang tidak memiliki iodotirosin
deiodinase secara kongenital, MIT dan DIT dapat di jumpai di dalam urine
dan terdapat gejala defisiensi iodium (Ganong, 2008).
12
perubahan sekresi HPT yang cukup besar. Penelitian dengan kultur sel
paratiroid membuktikan bahwa keadaan hipokalsemia dapat merangsang
transpor asam amino, sintesis asam nukleat dan protein, pertumbuhan
sitoplasma dan sekresi HPT; sebaliknya hiperkalsemia dapat menekan
proses tersebut. Nampaknya Ca+2 dapat mengontrol pertumbuhan kelenjar
paratiroid, sintesis dan sekresi HPT ( Gunawan, 2012).
Sekresi hormon paratiroid meningkat sebagai respon terhadap
penurunan konsentrasi kalsium ekstrasel. Hormon ini dibentuk di sel
utama (chief cells) kelenjar paratiroid yang terletak tepat di belakang
kelenjar tiroid. Laju pembentukan PTH sangat diatur oleh konsentrasi ion
kalsium CES. Penurunan kecil konsentrasi ion menyebabkan peningkatan
besar laju pembentukan PTH. Jika penurunan konsentrasi kalsium
dibawah normal berlanjut, kelenjar paratiroid mengalami hipertrofi,
seperti yang terjadi pada kehamilan dan penyakit misalnya rakitis yang
ditandai oleh gangguan absorpsi kalsium dari saluran cerna (Guyton &
Hall, 2010).
13
Hormon tiroid masuk ke dalam sel, dan T3 berikatan dengan reseptor
tiroid (thyroid receptor, TR) di inti. T4 juga dapat berikatan, tetapi tidak
terlalu erat. Kompleks hormon-reseptor kemudian berikatan dengan DNA
melalui zinc fingers dan meningkatkan atau, pada sebagian kasus,
menurunkan ekspresi berbagai gen berbeda yang mengode enzim yang
mengatur fungsi sel. Dengan demikian, reseptor untuk hormon tiroid di
inti sel adalah anggota dari superfamili faktor transkripsi inti peka-
hormon.
Terdapat dua gen TR manusia: sebuah gen reseptor α di kromosom
17 dan sebuah gen reseptor β di kromosom 3. Melalui proses alternative
splicing, masing-masing membentuk paling sedikit dua mRNA yang
berbeda (sehingga terbentuk dua reseptor protein yang berlainan). TRβ2
hanya dijumpai di otak, tetapi TRα1, TRα2, dan TRβ1 tersebar luas. TRα2
berbeda dari tiga yang lain yaitu bahwa reseptor ini tidak mengikat T3 dan
fungsinya masih belum jelas. TR berikatan ke DNA sebagai monomer,
homodimer, dan heterodimer dengan reseptor inti lainnya, terutama
reseptor X retinoid (RXR). Heterodimer ini tidak mengikat 9-cis asam
retinoat, ligan yang lazim untuk RXR, tetapi pengikatan TR ke DNA
menjadi sangat meningkat. Juga terdapat protein koaktivator dan
korepresor yang memengaruhi kerja TR. Diperkirakan, kompleksitas ini
memungkinkan hormon tiroid menimbulkan berbagai efek di tubuh, tetapi
makna fisiologis keseluruhan dari kompleksitas ini belum terpecahkan.
Pada umumnya, T3 bekerja lebih cepat dan tiga sampai lima kali
lebih kuat daripada T4 (Gambar 18-10). Hal ini disebabkan karena hormon
ini terikat kurang erat dengan protein plasma tetapi lebih erat dengan
reseptor hormon tiroid. RT3 bersifat inert (Ganong, 2008).
14
2.5.2. Mekanisme Aksi Kelenjar Paratiroid
15
membutuhkan vitamin D, ditingkatkan oleh PTH. Proses ini juga
meningkatkan kadar mineral-mineral ini dalam darah. Di ginjal, PTH
merangsang aktivasi vitamin D dan meningkatkan reabsorpsi kalsium dan
ekskresi fosfat (lebih dari yang didapat dari tulang). Dengan demikian,
efek PTH secara keseluruhan adalah meningkatkan kadar kalsium darah
dan menurunkan kadar fosfat darah. Fungsi PTH tertera dalam (Gambar
10-4).
Sekresi PTH dirangsang oleh hipokalsemia kadar kalsium rendah
dalam darah dan dihambat oleh hiperkalsemia. Efek yang berlawanan
antara PTH dan kalsitonin ditunjukkan pada (Gambar 10-4). Secara
bersama, hormon-hormon ini memprtahankan kadar kalsium dalam
rentang normal. Kalsium dalam darah penting untuk proses pembekuan
darah dan aktivitas normal neutron dan sel-sel otot (Scanlon dan Sanders,
2014).
16
3. Miksedema dewasa ( adult myxedema ). Gejalanya non-spesifik,
timbulnya sangat perlahan dengan gejala konstipasi, letargi, tidak
tahan dingin , otot tegang, dan sering keram (Syaifuddin, 2009).
Hipertiroidisme
18
BAB III
PENUTUP
19
DAFTAR PUSTAKA
Ganong, W. F. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 22. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC
Guyton, A. C dan John E Hall. 2010. Buku Saku Fisiologi Kedokteran Edisi 11.
Jakarta : Buku Kedokteran EGC
Pete, Ian dan Muralitharan Nair. 2018. At a Glance Anatomi dan Fisiologi.
Jakarta: Erlangga
Scanlon Valerie C, dan Sanders Tina. 2014. Buku Ajar Anatomi Dan Fisiologi
Edisi 3. Jakarta: Buku Kedokteran EGC
Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC
20
Lampiran
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48