Anda di halaman 1dari 41

MAKALAH

BIOKIMIA GIZI
“KELENJAR ADRENAL”

Disusun Oleh Kelompok 5 :


Aisyah Nur Hasanah PO 62.31.3.19 280
Cindra Ainie Tsabitha PO 62.31.3.19 284
Cindy Reggina Patricia PO 62.31.3.19 285
Melani PO 62.31.3.17 412
Muhammad Rizki PO 62.31.3.19 308
Raihan Aditya Aritama Ilham PO 62.31.3.19 315

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN GIZI & DIETETIKA


POLTEKKES KEMENKES PALANGKA RAYA
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat kepada Allah SWT karena telah memberikan kesempatan
pada kami untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah-Nya lah kami
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Kelenjar Adrenal” tepat waktu.
Makalah “Kelenjar Adrenal” disusun guna memenuhi tugas dosen pada mata kuliah
Biokimia Gizi di Poltekkes Kemenkes Palangkaraya. Selain itu, kami juga berharap
agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca tentang kelenjar adrenal.
Kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Ibu Rizky Kusuma
Wardani., S.Si., M.Biomed dan Ibu Resna Maulia., S.Si., M.KL selaku dosen mata
kuliah Biokimia Gizi. Tugas yang telah diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan
wawasan terkait bidang yang kami pelajari. Kami juga mengucapkan terima kasih pada
semua pihak yang telah membantu proses penyusunan makalah ini.
Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun akan kami terima demi kesempurnaan makalah ini.

Palangka Raya, 20 Oktober 2020

2
DAFTAR ISI

Cover .................................................................................................................... 1
KATA PENGANTAR ......................................................................................... 2
DAFTAR ISI ........................................................................................................ 3
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 3
A. Latar Belakang Masalah ................................................................................. 3
B. Tujuan Pembelajaran ...................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................... 4
A. Sistem Hormon .............................................................................................. 4
1. Pengertian Hormon .................................................................................... 5
2. Fungsi Hormon ........................................................................................... 5
3. Siste, Endokrin ........................................................................................... 5
4. Sifat umum dan Kelenjar Penyususn Sistem Endokrin .............................. 6
5. Klasifikasi Kelenjar Endokrin .................................................................... 6
B. Kelenjar Adrenal ............................................................................................ 7
1. Anatomi dan Fisiologi Kelenjar Adrenalin ............................................... 8
2. Hormon yang Dihasilkan Kelenjar Adrenalin .......................................... 16
3. Gangguan Hormon Adrenal ...................................................................... 29
4. Evaluasi Laboratorium Hormon Adrenalin ............................................... 31
BAB III PENUTUP ............................................................................................. 40
A. Kesimpulan ...................................................................................................... 40
B. Saran ................................................................................................................. 40
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 41

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kelenjar adrenal adalah dua kelenjar terpisah yang berada di permukaan ginjal.
Kelenjar adrenal memiliki nama lain kelenjar superenalis, adrenal sendisi berasal
dari istilah Latin ‘ad renes’, artinya ‘berada di dekat ginjal’. Kelenjar ini memegang
peran penting di dalam tubuh, antara lain mengatur metabolisme tubuh dan produksi
hormon penyebab stres, serta memproduksi dan mengatur hormon seks, khususnya
estrogen. Salah satu hormon yang banyak diketahui adalah adrenalin yang juga
berasal dari kelenjar adrenal. Hormon ini akan terangsang dan terlepas saat berada
dalam kondisi ‘fight or flight’, untuk mempersiapkan reaksi tubuh terhadap keadaan
darurat atau menakutkan. Kedua kelenjar adrenal berada di permukaan ginjal,
namun bentuknya tidak simetris.
Salah satu kelenjar berbentuk segitiga, sedangkan kelenjar lainnya berbentuk
seperti setengah bulan. Panjang dan lebar keduanya hanya sekitar 3 inchi. Kelenjar
adrenal terdiri dari tiga bagian. Bagian yang kurang dikenal adalah pelindung
penutup lemak di sekitar kelenjar yang disebut kapsula adiposa, fungsi utamanya
adalah melindungi dan membungkus adrenal.Kelenjar adrenal terdiri atas bagian
korteks dan medulla, diamana secara mekanisme embriologi berasal dari
perkembangan fibroblas yang berbeda. Bagian korteks adrenal berasal dari
mesoderm, sedangkan medulla berasal dari sel-sel ektoderm neural. Kelenjar
adrenal terletak pada retroperitoneal (bagian belakang peritoneum), lokasi dibagian
atas kedua ginjal.

B. Tujuan Pembelajaran
Adapun tujuan pembelajaran dari makalah ini adalah:
1. Mengetahui anatomi dan fisiologi kelenjar adrenal.
2. Mengetahui hormon yang dihasilkan oleh kelenjar adrenal
3. Mengetahui gangguan yang dapat terjadi oleh hormon adrenal
4. Mendan factor yang mempengaruhi
5. Mengetahui uji dan pemeriksaan kelenjar adrenal

4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sistem Hormon Manusia
1. Pengertian Hormon
Hormon berasal dari kata Hormaein yang artinya memacu atau
menggiatkan atau merangsang. Dibutuhkan oleh tubuh dalam jumlah yang tidak
terlalu banyak (sedikit), tetapi jika kekurangan atau berlebihan akan
mengakibatkan hal yang tidak baik (kelainan seperti penyakit) sehingga dapat
mengganggu pertumbuhan dan perkembangan serta proses metabolisme tubuh.
Hormon merupakan senyawa kimia, berupa protein yang mempunyai
fungsi untuk memacu atau menggiatkan proses metabolisme tubuh. Dengan
adanya hormon dalam tubuh maka organ akan berfungsi menjadi lebih baik.

2. Fungsi Hormon
Adapun fungsi dari hormon dalam tubuh manusia, yaitu :
a. Mengatur keseimbangan cairan tubuh/homeostasis.
b. Memacu pertumbuhan dan metabolisme tubuh.
c. Mengatur tingkah laku.
d. Memacu reproduksi.

3. Sistem Endokrin
a. Sistem Endokrin
Sistem endokrin adalah sistem kontrol kelenjar tanpa saluran (ductless)
yang menghasilkan hormon yang tersirkulasi di tubuh melalui aliran darah
untuk mempengaruhi organ-organ lain. Sistem endokrin disusun oleh
kelenjar-kelenjar endokrin. Kelenjar endokrin mensekresikan senyawa kimia
yang disebut hormon. Hormon merupakan senyawa protein atau senyawa
steroid yang mengatur kerja proses fisiologis tubuh.
b. Kelenjar Endokrin
Kelenjar endokrin dalam tubuh terdiri dari kelenjar hipofisis, kelenjar
adrenal, kelenjar tiroid, kelenjar paratiroid, kelenjar pineal, dan pulau
langerhans pada pankreas. Kelenjar tersebut memiliki struktur yang berbeda
satu sama lain. Selain struktur, yang membedakan setiap kelenjar adalah
sekresi yang dihasilkan dan fungsinya.

5
4. Sifat Umum dan Kelenjar Penyusun Sistem Endokrin
Menurut Tenzer (1998), kelenjar endokrin pada vertebrata (termasuk manusia)
memiliki sifat umum sebagai berikut:
a. Seluruh kelenjar endokrin berukuran kecil dan mengandung banyak
pembuluh darah
b. Berdasarkan susunan sel sekretorinya, kelenjar hormon dibedakan menjadi 2
(dua) tipe:
1) Tipe sinusoid.
Tersusun atas sel-sel sekretori berbentuk kubus atau pipih yang
terletak diantara sinusoid-sinusoid dan dilengkapi dengan matriks
jaringan ikat.
2) Tipe folikel
Sel sekretori tersusun dalam kantung bulat (folikel). Folikel tersebut
menimbun sekretnya dalam lumen sebelum dilepaskan dalam aliran
darah. Tipe ini terdapat pada kelenjar tiroid.
 Kelenjar pada sistem endokrin hanya berhubungan secara fungsional
tanpa ada hubungan secara struktural.
 Jumlah sekret yang disekresikan tergantung kebutuhan tubuh.

5. Klasifikasi Kelenjar Endokrin


Kelenjar endokrin yang terdapat pada vertebrata (termasuk manusia) antara
lain, hipofisis, tiroid, paratiroid, adrenal, pineal, dan organ-organ tubuh yang
mengandung kelenjar endokrin misalnya, pankreas, gonad, ginjal, lambung, dan
usus halus (Tenzer, 1998).
a. Berdasarkan Aktivitasnya
1) Kelenjar yang bekerja sepanjang masa
Kelenjar golongan ini akan bekerja terus menerus sepanjang
kehidupan manusia dan akan terhenti jika sudah tidak ada kehidupan
pada manusia tersebut. Sehingga tidak terbatas pada usia. Mis : Hormon
metabolisme.
2) Kelenjar yang bekerjanya mulai masa tertentu
Hormon golongan ini tidak akan dapat berfungsi jika belum
mencapai proses perkembangan dalam diri manusia atau proses
pendewasaan sel yang terjadi dalam tubuh manusia. Kedewasaan sel

6
akan terjadi pada saat usia tertentu seperti pada saat usia pubertas. Mis :
Hormon kelamin.
3) Kelenjar yang bekerja sampai pada masa tertentu
Hormon golongan ini bekerja pada saatn manusia itu dilahirkan
sampai pada usia tertentu. Pada usia tersebut terjadi proses pertumbuhan
dari seluruh oragn-organ tubuh manusia sampai dengan penyempurnaan
organ. Sehingga masing-masing organ tersebut dapat berfungsi
sebagaimana mestinya. Kecuali organ yang membutuhkan persyaratan
kedewasaan sel.
Hormon ini akan berhenti dihasilkan pada saat tubuh mulai
memperlambat atau menghentikan proses pertumbuhan. Biasanya
hormon ini bekerja pada kisaran usia 0 hari sampai 17 tahun (masa
pertumbuhan). Mis : Hormon pertumbuhan, kelenjar tymus.
b. Berdasarkan Letaknya
1) Kelenjar hipophysis/pituitary di dasar cerebrum, dibawah hypothalamus.
2) Kelenjar pineal/epiphysis di cerebrum.
3) Kelenjar thyroid di daerah leher.
4) Kelenjar parathyroid di dekat kelenjar thyroid.
5) Kelenjar thymus di rongga dada.
6) Kelenjar adrenal/suprarenalis di atas ren/ginjal.
7) Kelenjar pulau langerhans/pankreas di rongga perut.
8) Kelenjar Usus dan lambung di rongga perut.
9) Kelenjar kelamin :
 Ovarium di rongga perut.
 Testis di rongga perut bawah.

Letak Kelenjar Endokrin pada Manusia


7
B. Kelenjar Adrenal
Secara organ histologi, kelenjar adrenal dibungkus oleh suatu kapsula fibrosa
padat. Secara histologis dan fungsional, kelenjar ini mempunyai dua daerah yang
berbeda. Bagian luar berwarna lebih kekuningan dan menempati 80-90 % kelenjar,
disebut korteks. Sedangkan bagian medulla merupakan bagian dalam organ yang
berwarna lebih gelap dan kecil. Kedua bagian organ ini berfungsi endokrin, namun
berasal dari asal embriologi berbeda dan mempunyai peran yang berbeda-beda pula.

1. Anatomi dan Fisiologi Kelenjar Adrenal

Gambar kelenjar adrenal


Kelenjar ini merupakan struktur majemuk / organ bilateral retroperitoneal
(bagian belakang peritoneum) yang terdiri atas suatu korteks pada bagian luar
dan medula pada bagian dalam. Kelenjar adrenal manusia merupakan benda
pipih yang terletak di dalam jaringan retropenial sepanjang ujung kranial ginjal,
yang juga disebut sebagai kelenjar suprarenalis. Masing-masing mempunyai
berat kira-kira 4 gram, tinggi 15 cm, lebar 2,5 cm pada bagian dasarnya dan
tebal 1 cm. Sisi kiri lebih pipih dari pada sisi kanan dan lebih berbentuk bulan
sabit.
Kelenjar adrenal merupakan salah satu organ yang sangat kaya akan
pembuluh darah. Masing-masing kelenjar adrenal disuplai oleh arteri yang
berasal dari (1) arteri phrenicus inferior, yang nantinya akan berlanjut menjadi
arteri suprarenal superior (2) aorta, yang nantinya akan berlanjut menjadi arteri
suprarenal bagian medial (3) arteri renalis yang nantinya akan berlanjut menjadi
arteri suprarenal inferior.
8
Arteri tersebut akan menembus kapsula adrenal, dan membentuk pleksus
subkapsular. Pleksus akan berlanjut menjadi arteri kortikal pendek (short
cortical arteries), dimana dalam parenkim kortikal akan membentuk kapiler
sinusoid fenestrata (dengan difragma). Diameter pori dinding endotel kapiler
fenestrata ini meningkat dari 100 nm di daerah korteks paling luar, sampai 250
nm di daerah korteks bagian dalam dimana kapiler sinusoid akan berlanjut
menjadi pleksus vena. Venula-venula kecil akan muncul dari daerah ini dan akan
menembus medulla adrenal. Venula akan mencurahkan darah ke vena
suprarenalis, yang muncul dari daerah hilus. Vena suprarenalis kanan akan
bergabung dengan vena kava inferior, dan vena suprarenalis kiri akan
mengalirkan darahnya ke vena renalis kiri.
Sebagai tambahan, arteri kortikal panjang (long cortical arteries) tidak
bercabang sepanjang menembus korteks menuju medulla. Arteri akan
membentuk jaringan kapiler ketika mencapai medulla. Dengan demikian, bagian
medulla menerima dua suplai darah yaitu suplai arteri dari arteri kortikal
panjang dan sejumlah pembuluh dari jaringan kapiler kortikal (Gartner & Hiatt
2001: 316-317).

9
Mekanisme Respon Kelenjar Adrenal
Medula adrenal dibawa kontrol saraf, sedangkan korteks adrenal dibawa
kontrol ACTH (juga disebut kortikotropin), yaitu suatu hormon hipofisis
anterior. Semua jenis stres meliputi emosi dan trauma fisik memicu hipotalamus
untuk merangsang kelenjar adrenal

Kelenjar adrenal. Baik medula dan korteks adrenal berada dibawah kontrol hipotalamus
ketika mereka membantu kita dalam merespon stres. Kiri: Medula adrenal merespon

10
secara cepat terhadap stres namun untuk jangka pendek. Kanan: Korteks adrenal
merespon secara lambat terhadap stres namun untuk jangka panjang.

Adrenocorticotropic hormone (ACTH) diperlukan untuk mempertahankan aktivitas


sekrestori dari korteks adrenal, yang mana dapat mengalami atropi secara cepat tanpa
hormon ini. Corticotropin-releasing hormone (CRH) dilepaskan dari hipotalamus
merangsang hipofisis anterior untuk mensekreaikan ACTH. Zona fasikulata sangat
sensitif terhadap ACTH, dan dia merespon dengan meningkatkan sekresi kortisol.
Keduanya ACTH dan kortisol menghambat sekresi CRH dari hipotalamus melalui
umpan balik negatif. ACTH juga merangsang sekresi aldosteron

a. Korteks Adrenal
Korteks adrenal berfungsi mensintesis hormon kortikosteroid yang
disintesis dari kolesterol (hormon steroid). Hormon yang disekresi oleh
kelenjaqr adrenal terdiri atas 3 (tiga) golongan, yaitu :
i. Glukokortikoid berasal dari sel-sel zona fasikulata, terhadap metabolisme
protein, karbohidrat dan lipid.
ii. Mineralkortikoid, berasal dari dari sel-sel zona glomerulosa, berperan
dalam transport/ keseimbangan elektrolit dan distribusi air dalam
jaringan.
iii. Androgen dan esterogen, bearasal dari sel-sel zona retikularis dan zona
fasikulata, berperan dalam terhadap sifat seks sekunder

11
1) Zona Glomerulosa
Zona glomerulosa adalah daerah berbentuk cincin konsentris
yang terletak tepat di bawah kapsul adrenal. Zona ini menempati kurang
lebih 13% total volume kelenjar. Sel-sel silindris kecil menyusun daerah
ini dalam bentuk korda dan kelompokan. Kelompok ini bentuknya mirip
dengan glomerulus pada ginjal, sehingga daerah ini disebut sebagai zona
glomerulosa (Wonodirekso 2003: 119). Sel-sel ini mempunyai inti kecil
terwarna gelap dengan 1-2 anak inti. Sitoplasmanya asidofilik dengan
banyak reticulum endoplasma halus, mitokondria pendek, kompleks
Golgi yang berkembang dengan baik, banyak retikulum endoplasma
kasar, dan ribosom bebas. Droplet lemak juga tersebar pada sitoplasma.
Terkadang dijumpai desmosom dan gap junction kecil yang
menghubungkan sel satu sama lain. Beberapa sel memiliki mikrovili
pendek.
Lapisan luar zona glomerulosa, merupakan tempat dihasilkannya
mineralokortikoid (aldosteron), ysng terutama diatur oleh angiotensin II,
kalium, dan ACTH. Juga dipengaruhi oleh dopamine, atrial natriuretic
peptide (ANP) dan neuropeptides.
2) Zona Fasciculata
Zona fasikulata merupakan daerah terbesar di korteks. Zona ini
mencakup diatas 80% total volume kelenjar. Daerah ini mengandung
kapiler sinusoid yang tersusun longitudinal di antara kolumna-kolumna
12
sel-sel parenkim. Sel-sel polihedral daerah ini lebih besar ukurannya
dibandingkan dengan sel daerah zona glomerulosa. Sel-selnya tersusun
kolumna radial, dan terwarna sedikit asidofilik. Sel ini mengandung
banyak sekali droplet lemak pada sitoplasmanya. Droplet lemak akan
larut saat pembuatan preparat histologis, yang akan mengakibatkan sel
tampak mempunyai vakuola. Hal ini yang menyebabkan sel-sel zona
fasikulata disebut spongiosit. Spongiosit mempunyai mitokondria yang
berbentuk seperti bola dengan krista tubular dan vesikular, banyak
retikulum endoplasma halus, lisosom, dan granula yang berisi pigmen
lipofuchsin.
Zona fasikulata pada lapisan tengah, dengan tugas utama sintesis
glukokortikoid, terutama diatur oleh ACTH. Juga dipengaruhi oleh
beberapa sitokin (IL-1, IL-6, TNF) dan neuropeptida
3) Zona Reticularis
Zona retikularis adalah daerah korteks yang berbatasan dengan
medulla. Zona retikularis menyusun hanya 7% total volume kelenjar.
Sel-selnya sangat asidofilik dan tersusun dalam korda yang saling
beranastomosis. Sel-selnya sama dengan spongiosit zona fasikulata,
hanya lebih kecil dan lebih sedikit droplet lemak. Sel-selnya sering
mengandung granula pigmen lipofuchsin dalam jumlah besar. Beberapa
sel yang berada dekat dengan medulla adrenal tampak gelap, dengan
sitoplasma padat elektron dan inti piknotik, yang menandakan pada zona
ini mengandung sel parenkim yang berdegenerasi.
Lapisan terdalam zona reticularis merupakan tempat sekresi
androgen adrenal (terutama dehydroepiandrostenedion [DHEA], DHEA
sulfat dan androstenedion) juga glukokortikoid (kortisol and
corticosteron).
b. Medulla Adrenal
Medula adrenal pada dasarnya adalah suatu ganglion simpatis, yaitu
neuron-neuron pasca ganglion yang telah kehilangan aksonnya dan menjadi
sel-sel sekretorik.
Medula adrenal menghasilkan 2 (dua) hormon, yaitu hormon adrenalin
dan noradrenalin. Hormon adrenalin berperan dalam meningkatkan
frekuensi, kekuatan dan curah jantung, dilatasi arteri koronaria, dilatasi
pembuluh darah pada otot volunter, konstriksi pembuluh darah kulit dan
13
viscera, meningkatkan tekanan darah,lalu menurunkan akibat dilatasi
pembuluh darah otot, menurunkan tonus dan peristaltik usus, kontraksi
spinkter, dilatasi bronkus, meningkatkan konsumsi oksigen, konversi
glikogen menjadi glukosa dan pada akhirnya meningkatkan kadar gula
darah.
Sedangkan noradrenalin berperan dalam meningkatkan frekuensi denyut
jantung, tetapi hanya sedikit meningkatkan kekuatan dan curah jantung,
konstriksi arteri koronaria, konstriksi pembuluh darah pada otot volunter,
konstriksi pembuluh darah kulit dan viscera, meningkatkan tekanan darah,
menurunkan tonus dan peristaltik usus, kontraksi spinkter, dan hanya sedikit
meningkatkan metabolisme glukosa.
Pengaturan sekresi hormon medula adrenal ini dimulai dengan adanya
situasi yang menyebabkan stres, misalnya, olah raga, demam, cedera, nyeri,
ketakutan, ansietas, penurunan tekanan darah, atau penurunan glukosa darah.
Kondisi ini menyebabkan membanjirnya impuls saraf ke hipotalamus.
Impuls saraf tersebut akan menjalar ke medula adrenal melalui saraf simpatis
yang berasal dari dari saraf spinal torakal. Selanjutnya medula adrenal akan
distimulasi untuk melepaskan hormon adrenalin dan noradrenalin.

1) Sel Kromafin
Sel kromafin adalah sel epiteloid besar yang yang terdapat
berkelompok atau dalam korda pendek. Sel ini mengandung granula
yang dapat terwarna dengan baik menggunakan garam kromafin.
Granula akan berwarna coklat gelap jika diwarnai dengan garam
kromafin, yang menandakan bahwa sel tersebut mengandung

14
katekolamin. Katekolamin adalah transmitter yang diproduksi oleh sel
post ganglion sistem saraf simpatik.
2) Sel-Sel Ganglion Simpatik

Gambar Sel Ganglion


Medulla adrenal mensintesis hormon dengan pengaturan sistem
saraf simpatik. Hormon yang dihasilkan adalah katekolamin.
Katekolamin terdiri atas epinefrin dan norepinefrin. Sumber katekolamin
berasal dari sel kromafin. Mekanime pembentukan katekolamin di atur
oleh saraf preganglion, simpatik dan splanknik. Fungsi epinefrin yaitu
mengoperasikan mekanisme “flight or fight” untuk persiapan tubuh dari
stress dan ketakutan, meningkatkan denyut dan out put jantung,
meningkatkan aliran darah ke organ, melepaskan glukosa dari hepar
untuk pembentukan energi. Norepinefrin berfungsi meningkatkan
tekanan darah pada saat vasokonstriksi.
Medula adrenal menghasilkan 2 (dua) hormon, yaitu hormon
adrenalin dan noradrenalin. Hormon adrenalin berperan dalam
meningkatkan frekuensi, kekuatan dan curah jantung, dilatasi arteri
koronaria, dilatasi pembuluh darah pada otot volunter, konstriksi
pembuluh darah kulit dan viscera, meningkatkan tekanan darah,lalu
menurunkan akibat dilatasi pembuluh darah otot, menurunkan tonus dan
peristaltik usus, kontraksi spinkter, dilatasi bronkus, meningkatkan
konsumsi oksigen, konversi glikogen menjadi glukosa dan pada akhirnya
meningkatkan kadar gula darah.

15
2. Hormon yang Dihasilkan Kelenjar Adrenal
Masing-masing bagian dari kelenjar adrenal menghasilkan hormon yang
berbeda-beda. Secara garis besar hormon yang dihasilkan dapat dibagi menjadi
dua bagian berdasarkan lokasinya, yaitu :
a. Korteks Adrenal
Korteks adrenal memiliki 3 (tiga) lapisan yaitu:
 Lapisan permukaan yang paling luar dan paling tipis, disebut dengan
zona glomerulosa yang mensekresi aldosteron.
 Lapisan tengah disebut zona fasikulata yang mensekresi kortisol dan
glukokortikoid.
 Lapisan terdalam disebut zona retikularis yang mensekresi androgen
adrenal.
Hormon adrenokortikal (mineralokortikoid, glukokortikoid, dan
androgen), seluruhnya disintesis dari kolesterol, yang merupakan komponen
utama low density lipoprotein (LDL). Kolesterol diambil dari darah dan
disimpan untuk diesterifikasi dalam droplet lemak di dalam sitoplasma sel-
sel kortikal. Ketika sel distimulasi, kolesterol dibebaskan dan digunakan
untuk mensintesis hormon di dalam retikulum endoplasma halus. Proses
sintesis ini dibantu oleh enzim-enzim. Produk sementara yang dihasilkan
akan ditransfer ke retikulum endoplasma halus dan mitokondria sampai
produk akhir terbentuk.
Regulasi sekresi steroid melalui
(1) ACTH meningkatkan pembentukan cAMP selanjutnya mengaktifkan
protein kinase dan meningkatkan hidrolisis, sehingga kolesterol dibebaskan
serta membentuk pregnenolon / 17α-pregnenolon yaitu reaksi desmolase
yang memerlukan NADPH. Dalam hal ini ACTH akan merangsang semua
sintetis substrat (2) vitamin C mungkin sebagai pereduksi (reduksi
equivalent) untuk enzim-enzim yang memerlukan NADPH (3) cAMP
diperlukan sebagai mediator (4) ion Ca2+ (5) feedback control untuk
kelebihan ACTH, kortisol darah dan pregnenolon (6) aldosteron regulasinya
hampir tidak dipengaruhi oleh ACTH, namun dirangsang oleh jumlah Na
yang sedikit, pemeberian K+ , dan jumlah cairan ekstrasel lebih banyak. Bila
Aldosteron meningkat menyebabkan retensi Na, peningkatan cairan ekstrasel
maka akibatnya penghambatan secara feedback. Dalam hal ini sekresi
aldosteron di atur oleh renin. Sekresi renin distimulasi oleh volume darah
16
yang menurun. Keberadaan angiotensinogen juga merangsang sekresi
aldosteron melalui sistem renin. Sejumlah 90% kortisol dalam darah terikat
longgar dengan protein pengangkut corticosteroid binding protein (CBG) /
transcortin. Estrogen dapat meningkatkan CBG sehinggan meningkatkan
kortisol yang terikat. Progesteron dapat menyebabkan afinitas CBG bebas
bersaing dengan kortisol, sehingga kortisol terikat menjadi menurun dan
kortisol bebas meningkat. Ekskresi kortisol lengkap (tidak terpecah) 70%
melalui urin, 20% melalui feses dan sisanya melalui kulit.

1) Mineralokortikoid
Hormon mineralkortikoid disintesis di kortek adrenal, dalam
bentuk aldosteron dan deoksikortikosteron. Sumber mineralkortikoid
terdapat dalam sel-sel zona glomerulosa. Dalam mekanisme
sekresinya memerlukan hormon pengatur angiotensin II dan ACTH.
Fungsi mengatur volume cairan tubuh dan konsentrasi ion dengan
mempengaruhi tubulus kontortus distal ginjal, sehingga
menyebabkan ekskresi potasium dan resorbsi sodium.
Semua kortikosteroid kecuali androgen dapat peningkatan
absopsi Na, Cl (ginjal) dan penurunan Na, Cl (kel keringat, kel liur
dan traktus gastrointestinal). Aldosteron merupakan golongan
mineralokortikoid dalam darah, memiliki 1000 kali kekuatan dari
kortisol dan 35 kali kekuatan dari deoksikortikosteron. Aldosteron
memeiliki sifat retensi terhadap N2 dan ekskresi K & Mg, bila cairan
ekstra sel lebih banyak maka menyebabkan volume darah lebih
banyak (urin juga lebih banyak) dan akibatnya menyebabkan
hipertensi. Aldosteron memiliki reseptor disitosol yang selanjutnya
akan menuju ke inti bertujuan untuk meningkatan sintesis RNA
dalam sintesis protein enzim.
Hormon Mineralkortikoid/ Aldosteron pada sintesisnya perlu
hidroksilasi pada C18 oleh enzim hidrosilasenya hanya ada di zona
Glomerulus ginjal ( di bawah kapsula bowmann). Sebagian besar
hidroksilase steroid ada di adrenal korteks. Struktur aldosteron mirip
kortikosteron, hanya pada atom C18 ada gugus aldehid.
Deoskikortikosteron (DOC) merupakan prazat aldosteron. Aldosteron

17
sintetis pada strukturnya mempunya gugus asetat dan
deoksikortikosteroid asetat (DOCA).

Pengaturan sekresi mineralokortikoid


Pembentukan mineralokortikoid terutama aldosteron sangat
tergantung pada terdapatnya hormon yang disebut angiotensin II di
dalam aliran darah. Angiotensin II dibentuk oleh kerja enzim renin
pada plasma globulin. Renin dilepaskan dari ginjal dalam rangka
memberikan respon terhadap penurunan natrium, kelebihan kalium,
atau menurunnya volume darah. Sekresi aldosteron terutama
dipersiapkan untuk menghadapi kondisi-kondisi seperti muntah,
dehidrasi dan cedera.

2) Glukokortikoid
Disebut glukokortikoid karena efek utamanya adalah pada
metabolisme karbohidrat, dimana hormon ini berfungsi untuk
mengubah lemak dan protein ke metabolit-metabolit intermediet
yang pada akhirnya akan diubah menjadi glukosa
Glukokortikoid disintesis di kortek adrenal, dalam bentuk kortisol
dan kortikosteron. Sumber glukokortikoid terdapat dalam sel-sel zona
fasikulata (spongiosit). Dalam mekanisme sekresinya memerlukan
hormon pengatur yaitu ACTH. Fungsi hormon glukokortikoid antara
lain mengatur metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein;
menurunkan sintesis protein; meningkatkan kadar asam amino dalam
darah; menstimulasi glukoneogenesis dengan mengaktifkan hepar
untuk mengubah asam amino menjadi glukosa; melepaskan asam
lemak dan gliserol; berperan sebagai agen antiinflamasi; menurunkan
permeabilitas kapiler dan menekan respon imun (Gartner & Hiatt
2001: 311).
Glukokortikoid memiliki beberapa efek, antara lain:
a) Efek metabolisme karbohidrat
Glukokortikoid meningkatkan sintesis glukosa dari
sumber-sumber non karbohidrat melalui proses neoglukogenesis.
Glukokortikoid juga menurunkan penggunaan glukosa oleh
jaringan tubuh dan meningkatkan penyimpanan glukosa di dalam
18
hati dalam bentuk glikogen. Hal ini dilakukan dalam rangka
meningkatkan kadar glukosa dalam darah.
b) Efek metabolisme protein
Glukokortikoid menurunkan sintesis protein di seluruh
tubuh, karena asam-asam amino diubah melalui glukoneogenesis
menjadi glukosa. Namun demikian, di dalam hepar, sintesis
protein meningkat. Hal ini menyebabkan kehilangan protein
jaringan dan meningkatkan pengeluaran nitrogen sebagai urea di
dalam urin.
c) Efek metabolisme lemak
Glukokortikoid memobilisasi asam-asam lemak dari
simpanan lemak dalam jaringan adipose, yang mengakibatkan
peningkatan asam lemak dalam darah yang dapat digunakan
sebagai sumber energi oleh jaringan.
d) Efek pada darah
Glukokortoid meningkatkan pembentukan sel-sel darah
merah oleh tubuh dan menurunkan pembentukan eosinofil.
e) Efek-efek lainnya Efek lain dari glukokortikoid adalah:
 Menstabilkan lisozim di dalam sel
 Mempunyai kerja mineralokortikoid yang lemah, yakni
menahan natrium
 Mempertahankan tekanan darah, dengan bekerja pada
pembuluh darah dan jantung
 Mempertahankan aktivitas normal otot-otot volunter yang
menjadi lemah saat tidak terdapat glukokortikoid.
Dalam jumlah besar, glukokortikoid memiliki efek anti inflamasi
dan anti alergi, mengurangi perluasan edema, dilatasi pembuluh
darah, invasi sel-sel darah putih dan efek-efek lain yang terjadi dalam
reaksi inflamasi terhadap cedera. Pengeluaran hormon ini meningkat
sekitar enam kali dalam berespon terhadap stres, seperti ansietas dan
cedera. Hormon-hormon yang termasuk dalam kategori
glukokortikoid adalah:
 Kortisol
 Kortikosteron
 Kortison
19
 Prednison
 Metilprednisolon
 Deksametason

Pengaturan Sekresi Glukokortikoid


Pembentukan glukokortikoid terutama kortisol sangat tergantung
pada sekresi ACTH oleh kelenjar hipofisis. Jika sekresi ACTH
terhenti, maka sekresi kortisol menurun sampai kadar yang terendah.
Jika sekresi ACTH ditekan untuk periode waktu yang lama, maka
akan terjadi penipisan korteks suprarenal dan bahkan dapat
menghilang. Sekresi ACTH tergantung pada kebalikan dari sekresi
pelepasan dari hormon kortikotropin oleh hipotalamus.
Terdapat variasi yang teratur dalam 24 jam (sirkadian) dalam
pengeluaran kortisol yang mencerminkan aktivitas ritmis dari
hipotalamus. Kortikosteroid yang bersirkulasi di atas kadar tertentu,
menghambat pembentukan hormon pelepas kortikotropin, dan
kemudian sekresi ACTH. Pembentukan kortikosteroid dengan cepat
menurun.
Mekanisme umpan balik negatif ini cenderung untuk
mempertahankan kortisol dalam kadar yang stabil. Stres fisik atau
ansietas berkepanjangan terjadi melalui pengaruh saraf pada
hipotalamus, sehingga menyebabkan peningkatan kadar kortisol.
Tanpa peningkatan ini, individu hanya mempunyai sedikit resisten
terhadap cedera dan rentan untuk mati selama mengalami kejadian
yang menegangkan, misalnya operasi minor. Steroid yang diberikan
untuk pengobatan penyakit menekan ACTH, sebagaimana yang
dilakukan kortisol secara alamiah, dan jika dilanjutkan dalam waktu
yang lama dapat menyebabkan atrofi korteks adrenal. Akibatnya,
penderita akan tergantung pada terapi steroid untuk mengatasi
pengalaman yang menegangkan.
3) Androgen
Ada beberapa jenis hormon androgen, yaitu:
a) Dehidroepiandrosteron (DHEA) dan metabolit-metabolitnya yaitu
hidroepiandrosteron sulfat dan androstenediol, umumnya
merupakan dianggap sebagai androgen yang lemah. Jenis
20
androgen ini terutama berasal dari kelenjar adrenal, meskipun
ovarium ikut membantu membentuk androstenediol.
b) Androstenedion, merupakan produk androgen yang lebih kuat
dari pada dehidroepiandrosteron, tetapi lebih lemah dari
testosteron, yang merupakan preskursornya. Androgen jenis ini
juga dihasilkan oleh korteks adrenal dan ovarium.
c) Tertosteron, merupakan senyawa androgen yang paling poten
dibandingkan androgen lainnya. Androgen ini dapat dibentuk
pada kelenjar adrenal, ovarium, testis dan jaringan perifer.

Biosintesa Androgen Adrenal


Hormon androgen adrenal dibentuk dari 17-OH pregnenolon,
yang dipecah pada rantai sampingnya. Estrogen adrenal berjumlah
sedikit serta dapat dibuat dari testosteron (melalui
dehidroepiandrosteron (DHEA) dan 17- OH progesteron). Konyugat
sulfat DHEA terdapat dalam kelenjar Adrenal. Pregnenolon-sulfat
dapat menjadi dehidroepiandrosteron tanpa melepaskan sulfatnya,
berperanan dalam sintesis hormon steroid. Fungsi Metabolisme
hormon-hormon glukokortikoid kortisol dan steroid lain yaitu sintesis
enzim sel-sel target, glikolisis bila terjadinya peningkatkan glukosa
darah, pada lipolisis bila terjadi peningkatkan asam lemak darah dan
metabolisme protein bila terjadi peningkatkan asam amino darah.
Pada jaringan perifer di otot, jaringan adiposa dan jaringan limfoid

21
akan terjadi reaksi katabolik oleh DHEA yaitu pada saat pengambilan
glukosa (uptake) dan glikolisis oleh sel-sel jaringan menurun
akibatnya glukosa menjadi sangat meningkat, sintesis protein
menurun dan pemecahan protein meningkat, pada otot mengecil
karena cadangan protein otot menurun. Jaringan adiposa terjadi
peningkatan lipolisis yang meningkat menyebabkan asam lemak
bebas meningkat pula. Gangguan metabolisme glukosa dalam
jaringan adiposa akan menyebabkan peningkatan gliserol fosfat serta
sintesis lipid berkurang.
DHEA pada Hepar terjadi reaksi anabolik, terjadi peningkatan
dan sintesis protein, glukoneogenesis, deposisiglikogen, asam amino
dirubah menjadi CO2 dan sintesis urea. Efek glukoneogenik
disebabkan oleh gliserol, asam lemak dan asam amino yang
dibebaskan dari jaringan perifer ke dalam darah selanjutnya masuk
ke hepar.
Tugas khusus DHEA adalah meningkatkan enzim-enzim khusus
di hepar yang berperan pada metabolisme asam amino, alanin-α
ketoglutarat transaminase, tirosin transaminase, triptofan pirolase.
Kelenjar adrenal dapat meningkatkan enzim-enzim glukoneogenesis
menjadi piruvat karboksilase, piruvat karboksikinase, fruktosa 1,6
bisfosfatse, glukosa 6 fosfatase. Pada hepar proses-proses yang
meningkat oleh karena kelenjar adrenal adalah perubahan asam
amino menjadi glukosa, pembentukan glikogen dan sintesis protein.
Pemberian DHEA yang merupakan steroid, dalam jangka waktu lama
akan terjadi hiperglikemia, karena peningkatan glukoneogenesis di
hepar (juga dari laktat dan gliserol di samping dari asam amino) dan
penurunan uptake glukosa di jaringan perifer.
Pada jantung, otak dan eritrosit DHEA relatif tidak aktif, efek
lainnya dalam :
a) Efek anti-inflamasi, pada dosis tinggi yang penurunan reaksi
pertahanan seluler, mengurangi migrasi lekosit ke daerah lesi
membentuk kortisol, terjadi penurunan sintesis dan sekresi
prostaglandin
b) Efek Imunosupresif penurunan respon imun yang berhubungan
dengan infeksi, alergi, reaksi anafilaksis dan penurunan
22
pembentukan zat anti pada trsaplantasi organ yang mencegah
reaksi penolakan jaringan. Sebagian besar efek steroid adalah
pada limfosit T (Thymus dependent lymphosit) pada Jantung,
otak dan eritrosit.
c) Efek Eksokrin peningkatan sekresi HCl dan pepsinogen lambung
peningkatan tripsinogen di pankreas
d) Efek Pada tulang penurunan osteoid pada matrix tulang,
osteoporosis akibat kehilangan Ca ( pada demineralisasi tulang)
e) Efek pada cAMP Pada beberapa jaringan : penurunan aktivitas
enzim fosfodiesterase menyebabkan cAMP meningkat
f) Efek tehadap surfaktan Peningkatan sintesis surfaktan (pada bayi
prematur).

Efek pada Pria


Pada pria dewasa, sekresi androgen adrenal yang berlebihan tidak
menimbulkan pengaruh klinis: namun, pada anak pria, akan
menyebabkan pembesaran penis prematur dan perkembangan dini
ciri-ciri seks sekunder. Sedangkan ciri-ciri seksual sekunder pada
pria secara rinci dapat dijelaskan sebagai berikut:
 Rambut kemaluan, timbul sekitar setahun setelah testis dan penis
mulai membesar. Rambut ketiak dan rambut di wajah timbul
apabila pertumbuhan rambut kemaluan hampir selesai, demikian
pula rambut tubuh. Pada mulanya rambut yang tumbuh hanya
sedikit, halus dan warnanya terang, kemudian menjadi gelap,
lebih kasar, lebih subur dan agak keriting.
 Kulit menjadi lebih kasar, tidak jernih, warnanya pucat dan pori-
pori meluas.
 Kelenjar lemak atau yang memproduksi minyak dalam kulit
semakin besar dan menjadi lebih aktif, sehingga dapat
menimbulkan jerawat. Kelenjar keringat di ketiak mulai berfungsi
dan keringat bertambah banyak dengan berjalannya masa puber.
 Otot-otot bertambah besar dan kuat, sehingga memberi bentuk
pada lengan, tungkai, kaki dan bahu.

23
 Suara berubah setelah rambut kemaluan timbul. Mula-mula suara
menjadi serak, kemudian volume suara menurun, dan selanjutnya
volume suara menjadi meningkat.
 Benjolan pada dada, berupa benolan-benjolan kecil di sekitar
kelenjar susu pria yang timbul pada usia sekitar 12-14 tahun dan
berlangsung selama beberapa minggu dan kemudian menurun
baik dalam jumlah maupun besarnya.
Eefek pada Wanita
Tubuh wanita juga memproduksi hormon androgen. Pada wanita,
testosteron diproduksi di ovarium bersama dengan estrogen yang
merupakan salah satu hormon utama di tubuh wanita. Selain
ovarium, kelenjar adrenal juga memproduksi hormon ini.
Jumlah testosteron yang diproduksi oleh tubuh wanita tidak
sebanyak pada tubuh pria, namun fungsinya tidak kalah penting.
Berikut ini adalah beberapa fungsi hormon androgen pada tubuh
wanita:
 Menjaga kesehatan organ tubuh, hormon androgen di dalam
tubuh wanita berfungsi untuk menunjang kesehatan organ tubuh.
Beberapa organ di dalam tubuh wanita yang membutuhkan
hormon androgen untuk tetap sehat adalah tulang, payudara,
dan organ reproduksi wanita.
 Meningkatkan kemampuan daya ingat dan konsentrasi, hormon
androgen juga memiliki peran cukup besar terhadap kemampuan
wanita dalam mempelajari dan mengingat sesuatu, terutama yang
berhubungan dengan visual. Hormon androgen juga diketahui
berperan dalam mendukung daya konsentrasi dan memori pada
wanita.
 Mengatur kinerja sistem reproduksi termasuk siklus menstruasi,
gairah seksual, dan kesuburan wanita juga turut dipengaruhi oleh
kadar hormon androgen dalam tubuh. Tanpa kadar hormon
androgen yang seimbang, wanita lebih berisiko mengalami
gangguan pada hal-hal tersebut.

b. Medula Adrenal

24
Medula kelenjar adrenal tersusun dari dua macam sel yaitu sel kromafin
yang berfungsi mensekresi katekolamin (epinefrin & norepinefrin) dan sel-
sel ganglion simpatik yang tersebar di sepanjang jaringan ikat (Gartner &
Hiatt 2001: 317-319).
Hormon yang berperan dalam sistem saraf adalah katekolamin dalam
bentuk epinefrin (adrenalin) dan norepinefrin (noradrenalin). Medula adrenal
mengandung granula kromafin (organel dalam sel) yang berfungsi untuk
biosintesis, uptake, penyimpanan dan sekresi katekolamin. Senyawa lain
yang terdapat dalam granulai ini adalah ATP Mg 2+, Ca2+, Dopamin-β-
hidroksilase (DBH), dan protein kromogranina. Katekolamin masuk ke
dalam granula dengan mekanisme transport dengan ATP dependent ratio
katekolamin : ATP = 4 : 1. Norepinefrin disimpan dalam granula, dapat
keluar serta mengalami metilasi ujung terminal-N proteinnya sehingga
membentuk nor-epinefrin dan selanjutnya masuk ke granula baru.
Katekolamin tidak menfasilitasi respon stress sendiri tetapi dibantu oleh
hormon glukokortikoid, growth factor, vasopressin, angiotensin II dan
glukagon. Katekolamin merupakan derivat 3,4-dihidroksi feniletilamin
(dalam bentuk dopamin, epinefrin, norepinefrin dalam medulla adrenal (sel-
sel kromafin). Kelompok sel-sel kromafin ini terdapat juga di jantung, hepar,
ginjal dan gonad dan neuronneuron adrenergik sistem simpatetik
postganglion dari susunan saraf pusat. Produk terbesar dalam bentuk
epinefrin.
Katekolamin dibuat dari tirosin, dikatalisis oleh enzim tirosin
hidroksilase dengan kofaktor tetrahidropteridin. Enzim bekerja sebagai
enzim oksidoreduktase yang bersifat rate limiting dengan cara feedback
inhibition oleh katekolamin dan hambatan kompetitif oleh beberapa senyawa
lain antara lain metil tirosin untuk feokromositom dan dipiridil (kelasi Fe
yang menyebabkan kofaktor hilang).
Katekolamin disintesis dari jaringan saraf medula adrenal. Kelenjar ini
merupakan sumber utama dari epinefrin pada sirkulasi darah sirkulasi.
Katekolamin disintesis dari tirosin dan kemudian disimpan dalam granula sel
medula adrenal. Tirosin diubah menjadi dihidroksifenilalanin (DOPA) oleh
hidroksilase tirosin, lalu DOPA diubah menjadi dopamin dalam sitoplasma
oleh enzim dekarboksilase. Dopamin kemudian diankut ke dalam membran
granula, selanjutnya diubah menjadi norepinefrin, produk akhir katekolamin.
25
Namun, pada lokasi lain dalam medula adrenal ditemukan feniletanolamin
Ometiltransferase (PNMT); dimana pada lokasi ini norepinefrin
meninggalkan vesikel untuk kembali ke sitoplasma, selanjutnya PNMT
mengubah norepinefrin menjadi epinefrin untuk disekresi. Katekolamin
disimpan dalam granula pada kromogranin A dan membuthkan ATP dalam
sekresinya. Katekolamin ini pula segera dibersihkan dengan cepat, dengan
waktu paruh 1-2 menit. Dimanfaatkan dalam metabolisme selular secara
tidak berlebihan, dan hanya sekitar 2-3% dari norepinefrin diekskresikan
dalam urin. Katekolamin segera didegradasi melalui katekol-
Ometiltransferase (COMT) dan monoamin oksidase (MAO) guna mencegah
produksi katekolamin yang berlebihan
Tirosin menjadi DOPA disitoplasma dibantu olen enzim tirosin
hidroksilase, dan enzim ini dapat dihambat oleh metil-P-tirosin, dopamin dan
norepinefrin secara feedback. Enzi mini dapat diaktifkan oleh cAMP-protein
kinase. Dopa menjadi dopamin juga disintesis di sitoplasma dengan bantuan
enzim DOPA dekarboksilase dan koenzim B6 fosfat (bukan regulator).
Dopamin masuk ke vesikel medulla adrenal dan ke dalam sel-sel neuron.
Yang selanjutnya disimpan. Dopamin menjadi norepinefrin dalam granula
kromafin dalam vesikel oleh batuan enzim dopamine oksidase. Dalam
medulla adrenal norepinefrin menjadi epinefrin dibantu oleh enzim fenil
etanolamin-N-metil transferase dan terjadi donor S-adenosil metionin.
Dalam vesikel, katekolamin ini disimpan dalam bentuk kompleks dengan
ATP dan proteinnya disebut kromogranin.
Sifat epinefrin adalah disintesis dan disimpan dalam medulla adrenal,
bekerja di jaringan lain dan diangkut oleh darah. Efek epinefrin menyerupai
perangsangan simpatik pada organ. Epinefrin penting untuk respon fisiologi
yang cepat terhadap dingin (temperatur rendah), capek, shock dan lain-lain.

26
Metabolisme katekolamin

Norepinefrin disintesis di sel-sel saraf (neuron) dan ditemukan pada saraf


simpatis serta bekerja sebagai neurotransmitter. Epinefrin dan norepinefrin
dalam mempengaruhi metabolisme dalam menstimulasi terjadinya glikolisis
di hepar dan otot, menstimulasi lipolisis di jaringan adiposa guna
meningkatkan gula darah dan lemak bebas dalam darah.
Norepinefrin yang ada pada organ yang dipersarafi oleh saraf simpatik
dibuat di ujung saraf lain yang kemudian dibawa ke organ targetnya melalui
sirkulasi darah. Epinefrin dan norepinefrin dapat dibuat dan disimpan di sel-
sel lain di medulla adrenal dan jaringan kromafin lain.
Sekresi hormon ini menstimulasi eksositosis dan kalsium, sekresi
dirangsang oleh pars β-adrenal dan dihambat oleh pars α- adrenal. Epinefrin
disekresi ke sel target/ hepar dan dipecah. Nor-epinefrin di sekresi,
selanjutnya di ambil kembali oleh sel-sel neuron selanjutnya masuk ke
vesikel. Dalam vesikel nor-epinefrin aktif menjadi tidak aktif (bentuk

27
simpanan) dan aktivitas neurotransmiten di hentikan, dalam hal ini perlu
energi. Norepinefrin tidak menembus barrier darah ke otak dan selanjutnya
disintesis di otak. L-Dopa dapat masuk juga ke otak. Degradasi dan ekskresi
katekolamin melalui mekanisme pengeluaran urin. Degradasi di semua
jaringan dengan cara (1) metilasi gugus OH-nya oleh enzim katekol O-metil
transferase (COMPT) terjadi disitosol, activator Mg2+ S-adenosil metionin
sebagai donor metil (2) oksidasi rantai cabangnya, dengan enzim monoamine
oksidase (MAO) terdapat dalam mitokondria.Tempat terbanyak terjadi
pemecahan di hepar. Regulasi epenefrin dan norepinefrin sebagai allosterik
inhibisi terhadap sintesisnya sendiri yaitu terhadap tirosin hidroksilase.
Stress, makanan, sistem β-adrenal, hiper-hipofisis, ACTH / kortikosteroid
dalam jangka panjang terjadi peningkatan sintesis perlahan-lahan.
Epinefrin berperan dalam glikogenolisis hepar dan otot skelet,
laktasidemia, sumber glukoneogenesis hepar, resistensi insulin, lipolisis
jaringan lemak, menghambat sekresi insulin oleh sel β, dan merangsang
sekresi glukagon oleh sel α. Efek katekolamin pada : (1) sistem saraf pusat
merangsang korteks euphoria ( rasa senang atau puas) dan mengurangi
persepsi (fatigue) (2) pada pembuluh darah konstriksi artriol kulit dan ginjal,
dilatasi pembuluh darah otot skelet (3) pada jantung (peran epinefrin 80%
dari norepinefrin), menyebakan peningkatan frekwensi dan kekuatan
kontraksi jantung (4) pada sitem respirasi dapat mempercepat frekwensi
pernafasan, relaksasi bronkus (5) pada otot skelet dapat memperpanjang
masa kontraksi dan dilatasi pembuluh darah karena adanya akumulasi laktat.
Regulasi hormon salah satunya melalui epinefrin dan norepinefrin dapat
sebagai inhibitor alosterik terhadap sintesisnya sendiri yaitu menghambat
enzim tirosin hidroksilase. Stress, makanan, stimulasi β-adrenal,
hiperhipofisis, ACTH dalam jangka waktu yang panjang akan meningkatkan
sintesis perlahan-lahan. Demikian pula hormon glukokortikoid dapat
merangsang enzim etanolamin N-metil transferase. Asetilkolin juga dapat
merangsang sekresi epinefrin dan norepinefrin.
Norepinefrin tidak menembus barier darah otak dan disintesisi di otak,
sebaliknya L-DOPA dapat masuk ke dalam otak. Mekanisme kerja epinefrin
setelah disekresi menuju ke sel target hepar, setelah digunakan sesuai
keperluan akan didegradasi. Norepinefrin setelah disekresi diambil kembali
oleh sel-sel neuron, masuk ke vesikel, norepinefrin yang tadinya aktif
28
menjadi tidak aktif sebagai bentuk simpanan, serta aktivitas neurotransmiter
berhenti, dalam proses ini memerlukan energi. Dalam vesikel, katekolamin
disimpan dalam bentuk komplek dengan ATP dengan perbandingan 4:1 dan
protein yang disebut kromogranin. Kelompok sel-sel kromafin ini terdapat
juga di jantung, hepar, ginjal, gonad dan neuron-neuron adrenergik sistem
simpatik postganglion dari sistem saraf pusat, produk terbesar adalah
epinefrin.
Norepinefrin yang ada pada organ yang dipersarafin sendri sekitar 80%,
sisanya dibuat di ujung saraf lain yang kemudian di bawa ke organ targetnya
melalui sirkulasi darah. Epinefrin dan norepinefrin dapat dibuat dan
disimpan di sel-sel lain di medula adrenal dan jaringan kromafin lain. Enzim
DOPA hidroksilase (disemua jaringan) perlu koepiridoksal fosfat. Inhibitor
kompetitif α-metil DOPA yaitu senyawa yang mirip metil-DOPA antara
lain : hifroksi tiramin (tiramin), metil tirosin, metaraminol yaitu obat-obat
yang digunakan untuk hipertensi.

3. Gangguan Hormon Adrenal


Gangguan yang dapat terjadi pada hormon adrenal adalah:
a. Hipoadrenalisme
Kelainan ini disebabkan oleh kegagalan korteks adrenal untuk
memproduksi hormon adrenokortikal yang disebut sebagai penyakit addison,
dimana korteks adrenal mengalami kerusakan yang disebabkan oleh penyakit
autoimun, sekunder terhadap karsinoma atau pada kasus yang jarang terjadi
adalah pada tuberkulosis.
Gejala klinis dari kelainan ini adalah tekanan darah rendah akibat
banyaknya natrium dan air yang hilang bersama urin, kelemahan otot yang
diakibatkan oleh distribusi elektrolit diantara sel-sel dan cairan intraselular
mengalami gangguan, anemia, muntah, diare, dan depresi mental.
Karakteristik fisik adalah pigmentasi mukus atau kulit. Gula darah secara
abnormal rendah, dan terjadi ketidak mampuan untuk menghadapi stres.
b. Hiperadrenalisme
Hipersekresi oleh korteks adrenal akan menyebabkan timbulnya
sekumpulan efek yang disebut syndroma cushing. Sindroma ini terjadi oleh
karena pembentukan kortisol secara berlebihan dalam jangka waktu panjang.

29
Keadaan ini dapat disebabkan oleh tumor korteks adrenal, atau tumor basofil
dari hipofisis yang menghasilkan ACTH dalam jumlah yang berlebihan.
Gejala klinis dari kelainan adalah pasien tampak menjadi moon face
(wajah seperti bulan), batang tubuh berlemak dengan tungkai yang kurus
karena abnormalitas penumpukan lemak. Pemecahan protein abnormal
menyebabkan hilangnya massa otot, penipisan dermis kulit dengan tanda
regangan, dan kehilangan kolagen mengarah pada fraktur spontan, gula
darah tinggi sehingga gula diekskresikan melalui urin, tekanan darah
meningkat akibat resistensi natrium, wajah menjadi merah dan plerotik
akibat pembentukan sel-sel darah merah secara berlebihan.
c. Glukokortikoid yang berlebihan (Hiperglukokortikoid)
Pada keadaan berlebihan, mula-mula glukokortikoid akan menyebabkan
euforia; namun selanjutnya bila pajanan berlangsung lama, terjadilah
sejumlah kelainan psikologis mencakup iritabilitas, labilitas emosi, dan
depresi. Banyak pasien yang mengalami kegagalan fungsi kognitif, sebagian
besar mengenai ingatan dan konsentrasi. Efek-efek sentral lainnya adalah
peningkatan nafsu makan, penurunan libido, dan insomnia.
Fungsi tiroid
Glukokortikoid dalam jumlah berlebihan akan mempengaruhi fungsi
tiroid. Walaupun kadar TSH basal biasanya tetap normal, respons TSH
terhadap thyrotropin-releasing hormone (TRH) sering subnormal. Kadar
tiroksin (T4) total dalam serum biasanya kurang dari normal, thyroxin 11
binding globulin menurun, dan kadar T4 bebas normal. Kadar T3
(triiodotironin) total dan bebas mungkin rendah, karena glukokortikoid yang
berlebihan menurunkan konversi T4 menjadi T3 dan meningkatkan konversi
menjadi T3 reverse. Walaupun terjadi perubahan-perubahan tersebut,
manifestasi hipotiroidisme tidak jelas terlihat.
Fungsi gonad
Glukokortikoid juga mempengaruhi fungsi gonad dan fungsi
gonadotropin. Pada pria, glukokortikoid menghambat sekresi gonadotropin
terbukti dengan menurunnya respons terhadap pemberian gonadotropin
releasing hormone (GnRH) dan kadar testosteron plasma yang subnormal.
Pada wanita, glukokortikoid juga akan menekan respons LH terhadap
GnRH, yang menyebabkan terjadinya supresi estrogen dan progestin
berakibat inhibisi ovulasi dan terjadinya amenorea.
30
Ulkus peptikum
Peranan steroid yang berlebihan pada terjadinya atau reaktivasi ulkus
peptikum masih kontroversial. Ulkus-ulkus pada sindroma Cushing spontan
dan pada kontak dengan terapi glukokortikoid dosis sedang tidak sering
terjadi, walau data-data terakhir menimbulkan dugaan bahwa pasien-pasien
yang telah mempunyai ulkus dan diterapi dengan steroid dan yang mendapat
terapi steroid dosis tinggi mungkin akan meningkatkan risiko.
Efek-efek oftalmologis
Tekanan intraokuler bervariasi sesuai dengan kadar glukokortikoid yang
beredar dan paralel dengan variasi sirkadian kadar kortisol plasma. Sebagai
tambahan, glukokortikoid yang berlebihan akan meningkatkan tekanan
intraokuler pada pasien-pasien glaukoma sudut terbuka. Terapi
glukokortikoid dapat pula menyebabkan terbentuknya katarak.

d. Penurunan glukokortikoid (Hipoglukokortiokoid)


Pasien-pasien dengan penyakit Addison bersifat apatis dan depresi,
cenderung mudah terangsang, negativistik. Mereka juga mengalami
penurunan selera makan.

4. Evaluasi Laboratorium Hormon Adrenal


Kortisol dan androgen-androgen adrenal diukur dengan assay spesifik
plasma yang telah berhasil menyederhanakan cara evaluasi disfungsi adrenal.
Beberapa assay urin, terutama yang berupa pengukuran kadar kortisol bebas
dalam urin 24 jam, juga dapat membantu. Sebagai tambahan, kadar ACTH
dalam plasma juga dapat ditentukan. Metode pengukuran steroid plasma
biasanya mengukur kadar hormon total sehingga angka yang dihasilkan
dipengaruhi oleh perubahan-perubahan pada protein terikat dalam plasma. Lebih
lanjut, karena ACTH dan konsentrasi hormon-hormon adrenal dalam plasma
mempunyai fluktuasi yang tinggi, pengukuran tunggal belaka dalam plasma
sering tidak dapat dipercaya. Jadi, kadar dalam plasma harus dinilai dengan hati-
hati, informasi yang lebih spesifik biasanya didapat dengan melakukan uji
supresi dan stimulasi yang tepat.
a. ACTH Plasma
 Metode Pengukuran : Pengukuran ACTH plasma sangat berguna untuk
mendiagnosa adanya disfungsi hipofisis-adrenal. Batas normal ACTH
31
plasma, menggunakan immunoradiometric assay sensitif, adalah 10-50
pg/mL (2,2-11,1 pmol/L).
 Interpretasi : Kadar ACTH plasma sangat berguna untuk membedakan
disfungsi adrenal yang dasebabkan oleh kelainan hipofisis atau adrenal:
(1) Pada insufisiensi adrenal yang disebabkan oleh penyakit primer di
adrenal, kadar ACTH plasma meningkat, biasanya lebih dari 250 pg/mL.
Sebaliknya pada defisiensi ACTH hipofisis dan hipoadrenalisme
sekunder, kadar ACTH plasma kurang dari 50 pg/mL. (2) Pada sindroma
Cushing yang disebabkan pleh tumortumor adrenal primer yang
mensekresi glukokortikoid, kadar ACTH plasma tersupresi, dan kadar
yang kurang dari 1 pg/mL (2,2 pmol/L) adalah diagnostik. Pada pasien-
pasien penyakit Cushing (hipersekresi ACTH hipofisis), ACTH plasma
normal atau meningkat sedang (20-200 pg/mL [4,4-44 pmol/L]). (3)
Kadar ACTH juga meningkat nyata pada pasien dengan hiperplasia
adrenal kongenital bentuk umum dan berguna dalam diagnosis dan
penanganan kelainan-kelainan ini
b. -Lipotropin Plasma dan -Endorfin
-Lipoprotein (-LPG) disekresikan dalam jumlah yang ekuimolar
dengan ACTH dan diukur dengan radioimmunoassay. Karena stabilitasnya
yang lebih besar dan memudahkan pengukuran, pemeriksaan ini mempunyai
beberapa keunggulan dibandingkan pengukuran ACTH. Kebanyakan assay
-LPH juga mengukur -endorfin, lalu pemisahan hormon-hormon ini
dibutuhkan untuk pengukuran –endorfin lebih tepat. Hal ini dapat dicapai
denga kromatografi; namun, kegunaan klinis pengukuran -endorfin belum
diketahui pasti
c. Kortikosteroid dalam Urin
 Metode Pengukuran : Metode pengukuran kortisol plasma yang paling
sering dipakai adalah radioimmunoassay. Metode ini mengukur kortisol
total (baik terikat maupun bebas) dalam plasma. Metode yang mengukur
kortisol bebas dalam plasma belum tersedia untuk kegunaan klinis.
 Interpretasi : Manfaat dari pemeriksaan tunggal kadar kortisol plasma
untuk diagnosis terbatas karena adanya sekresi alamiah kortisol yang
berlangsung episodik dan terjadinya pengikatan selama adanya stres.

32
Seperti dijelaskan di bawah, informasi yang lebih baik didapat dengan
melakukan uji dinamis pada aksis hipotalamus-hipofisisadrenal
(1).Nilai-nilai normal
Kadar kortisol plasma normal bervariasi tergantung metode yang
digunakan. Dengan radioimmunoassay dan competitive protein-
binding assay, kadar pada jam 8 pagi berkisar dari 3 sampai 20 g/dL
(0,28-0,33mol/L) dan rata-rata 10-12 g/dL (0,08-0,55  mol/L).
(2).Kadar selama stress
Sekresi kortisol meningkat pada pasien-pasien yang mengalami
penyakit akut, selama pembedahan, dan setelah 15 g/dL (1,1-1,7
trauma. Konsentrasi plasma dapat mencapai 40-60 mol/L) 
(3).Keadaan tinggi estrogen
Konsentrasi plasma total juga meningkat dengan meningkatnya
kapasitas pengikatan CBG, yang paling sering terjadi pada keadaan
estrogen yang tinggi dalam sirkulasi, misal selama kehamilan dan
pemberian estrogen eksogen atau kontraseptif oral. Pada keadaan ini,
kortisol plasma dapat mencapai 2 atau 3 kali lebih tinggi dari normal.
(4).Kondisi-kondisi lain
Kadar CBG dapat meningkat ataupun menurun pada keadaan-
keadaan lain, seperti yang. telah dibahas di atas pada bagian sirkulasi
dan metabolisme. Konsentrasi total kortisol plasma mungkin juga
meningkat pada anxietas berat, depresi endogen, kelaparan, anoreksia
nervosa, alkoholisme dan gagal ginjal kronis.
1) Kortisol Bebas :
 Metode-metode pengukuran
Assay untuk ekskresi kortisol yang tidak terikatdalam urin
merupakan metode yang sangat baik untuk mendiagnosis Sindroma
Cushing. Normalnya, kurang dari 1% kortisol yang disekresi dalarn
urin adalah kortisol yang diekskresikan tanpa banyak perubahan.
Pada keadaan sekresi berlebihan, kapasitas ikatan CBG meningkat,
sehingga kortisol bebas plasma meningkat seperti juga ekskresinya
dalarn urin. Kortisol bebas urin diukur dari urin 24 jam dengan
radioimmunoassay atau high-performance liquid chromatography.
 Nilai Normal

33
Kisaran normal dari assay ini adalah 25-95 µg/g kreatinin (8-30
µmol/mol kreatinin), dan peningkatan konsentrasi dijumpai pada
90% pasien dengan sindroma Cushing spontan.
 Kegunaan diagnostik
Metode ini terutama berguna untuk membedakan obesitas biasa
dengan sindroma Cushing, karena kadarnya tidak meningkat pada
obesitas, seperti 17-hidroksikortikosteroid dalarn urin, kadarnya
dapat meningkat pada keadaan-keadaan serupa yang meningkatkan
kortisol plasma , terrnasuk peningkatan ringan selama kehamilan. Uji
ini tidak bermanfaat pada insufisiensi adrenal, karena hilangnya
sensitivitas pada kadar yang rendah dan karena ekskresi kortisol yang
rendah sering pula ditemukan pada orang normal.
2) 17-Hidroksikortikosteroid
Steroid-steroid dalam urin lebih jarang diukur pada saat ini,
karena adanya kegunaan pengukuran kortisol plasma dan kortisol bebas
urin. yang lebih besar.
 Metode pengukuran
17-hidroksikortikosteroid urin diukur dengan reaksi kolorimetrik
Porter-Silber, yang mendeteksi kortisol dan metabolit-metabolit
kortison.
 Nilai normal
Nilai normal dalah -15 mg/ 24 jam (8,-41,4 µmol/24 jam) atau -7
mg/g (0,9-2,2 mmol/mol) kreatinin urin
 Perubahan ekskresi
Ekskresi total meningkat pada individu obesitas; namun, nilai-
nilai ini normal bila dikoreksi terhadap ekskresi kreatinin. 17-
Hidroksisteroid meningkat pada hipertiroidisme dan menurun pada
hipotiroidisme, kelaparan, penyakit hepar, gagal ginjal dan
kehamilan. Obat-obatan yang akan menginduksi enzim-enzim
mikrosomal hati akan meningkatkan 6-hidrokortisol, yang tidak
terukur dengan metode 17-hidrokortikosteroid. Sehingga mengurangi
eksresi 17-hidrokortiokosteroid.
 Pengaruh obat-obatan

34
Pengaruh langsung antara obat-obatan dengan reaksi kolorimetrik
terjadi dengan spironolakton, klordiazepozid, hidroksizin,
meprobamat, fenotiazin dan kuinin
d. Uji Supresi dengan Deksametason
1) Uji dengan Dosis Rendah
Prosedur ini digunakan untuk menetapkan adanya sindroma Cushing
tanpa memperhatikan penyebabnya. Deksametason, suatu glukokortikoid
poten, normal akan mensupresi pelepasan ACTH hipofisis dengan akibat
penurunan kortikosteroid dalam urin dan plasma, jadi akan menyebabkan
inhibisi umpan balik terhadap aksis hipotalamus-hipofisis-adrenal. Pada
sindroma Cushing, mekanisme ini sudah abnormal, dan sekresi steroid
gagal disupresi melalui cara yang normal. Deksametason dalarn dosis
yang digunakan tidak akan mengganggu pengukuran kortikosteroid di
plasma dan urin.
i. Uji supresi dengan deksametason 1 mg semalaman
Uji ini merupakan uji skrining yang sesuai untuk sindroma
Cushing. Deksametason, 1 mg per oral diberikan sebagai dosis
tunggal pada jam 11 malam, dan pagi harinya diambil contoh plasma
untuk ditentukan kadar kortisolnya. Sindroma Cushing mo1/L).
(0,137 g/dL) disingkirkan bila kadar kortisol plasma kurang dari 5
mol/L) pada tidak adanya (0,276 ). Bila kadarnya lebih besar dari l0
/dL keadaan-keadaan yang dapat menyebabkan respons positif
palsu-mungkin hal itu disebabkan sindroma Cushing, dan diagnosis
harus dikonfirmasi dengan prosedur-prosedur lainnya.
Hasil positif palsu terjadi pada 15% pasien dengan obesitas dan
pada 25% pasien yang dirawat dan berpenyakit kronis. Penyakit-
penyakit akut, depresi, anxietas, alkoholisme, keadaan-keadaan tinggi
estrogen, dan uremia dapat memberikan hasil positif palsu. Pasien-
pasien yang mendapat fenitoin, barbiturat, dan zat-zat penginduksi
enzim mikrosomal hati lainnya mungkin dapat mempercepat
metabolisme deksametason dan menyebabkan kegagalan untuk
mencapai kadar yang adekuat di plasma untuk dapat menekan
ACTH.
ii. Uji dosis rendah 2 hari

35
Uji ini dilakukan dengan memberikan deksametason, 0,5 mg
setiap 6 jam selama 2 hari. Urin 24 jam diambil sebelum dan pada
hari kedua pemberian deksametason. Walaupun uji ini memberikan
informasi yang sama seperti pada uji 1 mg tapi membutuhkan waktu
lebih banyak dan pengumpulan urin. Namun ini sangat berguna bila
hasil uji-uji lain meragukan. Sebagai respons terhadap prosedur ini,
pasien-pasien yang tidak menderita sindroma Cushing mensupresi
17-hidroksikortikosteroid urin menjadi kurang dari 4 mg/24 jam
(10,1 /124 jam) atau kurang dari 1 mg/g (0,3 mmol/mol) kreatinin
urin pada hari kedua pemberian deksametason. Respons pada kortisol
bebas dalam urin kurang distandarisasi; namun, penurunan ekskresi
sampai kurang dari 25 g/24 jam (0,068 mol/24 jam) agaknya
dapat menyingkirkan kemungkinan adanya sindroma Cushing. Walau
respons kortisol kurang banyak diteliti, kadar kortisol plasma pagi
hari kurang dari 5 g/dL (0,137 mol/L) (diperoleh pada saat 6 jam
setelah pemberian dosis terakhir deksametason) dipertimbangkan
sebagai respons normal.
2) Uji Dosis Tinggi
Uji deksametason dosis tinggi membedakan penyakit Cushing
(hipersekresi ACTH, ektopik) dari sindroma ACTH ektopik dan tumor
adrenal, karena aksis hipotalamus-hipofisis pada penyakit Cushing
dapat ditekan dengan dosis suprafisologis glukokottikoid, sementara
sekresi kortisol bersifat otonom pada pasien-pasien dengan tumor-
tumor adrenal atau sindroma ACTH ektopik sehingga tidak dapat
tersupresi. Pengecualian terhadap respons-respons ini dibahas pada
bagian diagnosis sindroma Cushing.
i. Uji supresi dengan deksametason dosls tinggi semalaman
Uji ini lebih cepat dan lebih sederhana untuk dilakukan
dibandingkan dengan uji standar 2 hari yang akan dijelaskan di
bawah ini. Setelah spesimen dasar untuk pemeriksaan kortisol pagi
hari diambil, diberikan deksametason dosis tunggal 8 mg peroral
yang diberikan pada jam 11 malam, dan kortisol plasma diukur pada
jam 8 pagi hari berikutnya. Pada penyakit Cushing, kadar kortisol
plasma akan berkurang sampai kurang dari 50% nilai dasar pada 95%
pasien, sedangkan sekresi steroid pada pasien-pasien dengan
36
sindroma ACTH ektopik atau tumortumor adrenal yang
memproduksi kortisol tidak tersupresi sampai sejumlah itu dan
biasanya tidak berubah. Uji dosis tunggal ini lebih terpercaya
dibandingkan dengan uji dosis tinggi selama 2 hari dan dapat
dipertimbangkan sebagai suatu prosedur terpilih
ii. Uji dosis tinggi selama 2 hari
Uji ini dilakukan dengan memberikan deksametason 2 mg peroral
setiap 6 jam selama 2 hari. Pengumpulan contoh urin 24 jam sebelum
dan pada hari kedua pemberian deksametason. Pasien-pasien
penyakit Cushing mengalami penurunan ekskresi 17-
hidroksikortikosteroid dalam urin sampai kurang dari 50% nilai
dasar, sedangkan pasien-pasien tumortumor adrenal dan sindroma
ACTH ektopik biasanya hanya mengalami sedikit atau tidak
mengalami penurunan 17-hidroksikortikosteroid dalam urin
e. Uji Stimulasi ACTH
 Prosedur dan nilai-nilai normal
Uji stimulasi ACTH yang cepat mengukur respons akut adrenal
terhadap ACTH dan digunakan untuk mendiagnosis adanya insufisiensi
adrenal primer maupun sekunder. Digunakan 1-24 -ACTH suatu zat
sintetik dari manusia yang disebut sebagai tetrakosaktrin atau
kosintropin. Tidakdibutuhkan puasa, dan uji ini dapat dilakukan setiap
saat sepanjang hari. Sampel kortisol sebagai nilai dasar ditentukan;
kosintropin diberikan dengan dosis 0,25 mg secara intramuskuler atau
intravena; dan sampel plasma tambahan diambil dalam waktu 30 dan 60
menit setelah injeksi dilakukan. Respons disebut normal bila kadar
kortisol puncak lebih besar dari 15-18 g/dL (0,41-0,50 mol/L) dengan
peningkatan yang lebih dari 5 g/dL (0,137 mol/L). diperloleh, maka
respons itu normal 20g/dL (0,55  L). Jika kadar tanpa memperhatikan
peningkatannya.
 Respons subnormal
Bila respons kortisol terhadap uji stimulasi ACTH yang cepat
tidak adekuat, maka terdapat insufisiensi adrenal. Pada insufisiensi
adrenal primer, destruksi sel-sel korteks akan mengurangi sekresi
kortisol dan meningkatkan sekresi ACTH hipofisis. Sehingga, adrenal

37
sudah distimulasi secara maksimal, dan tidak terdapat lagi peningkatan
kortisol lebih lanjut bila diberikan ACTH eksogen; jadi, terdapat
penurunan cadangan adrenal. Pada insufisiensi adrenal sekunder akibat
defisiensi ACTH; terdapat atrofi zona fasikulata dan retikularis, jadi
adrenal tidak berespons terhadap stimulasi akut pemberian ACTH
eksogen. Baik pada tipe primer ataupun sekunder, suatu respons yang
subnormal terhadap uji stimulasi ACTH yang cepat secara akurat
menunjukkan adanya defisiensi respons aksis terhadap keadaan
hipoglikemia yang disebabkan insulin, metirapon dan stres akibat
pembedahan.
 Respons yang normal
Respons normal terhadap uji stimulasi ACTH yang cepat
menyingkirkan kemungkinan adanya insufisiensi adrenal primer (dengan
secara langsung mengukur cadangan adrenal) dan insufisiensi adrenal
sekunder yang nyata disertai adanya atrofi adrenal. Namun, respons
normal tidak menyingkirkan kemuhgkinan adanya defisiensi ACTH
parsial (penurunan cadangan hipofisis) pada pasien-pasien yang sekresi
ACTH basal cukup untuk mencegah atrofi adrenokortikal. Pasien- pasien
ini mungkin tidak sanggup untuk meningkatkan sekresi ACTH lebih
lanjut sehingga mungkin menunjukkan respons ACTH hipofisis yang
subnormal terhadap stres atau hipoglikemia. Pada pasienpasien tersebut,
uji-uji lebih lanjut dengan metirapon atau hipoglikemia mungkin perlu
dilakukan. Untuk pembahasan lebih lanjut, lihat bagian mengenai
diagnosis insufisiensi adrenokortikal.
 Sekresi aldosteron
Uji stimulasi ACTH cepat juga akan menyebabkan peningkatan
sekresi aldosteron sehingga digunakan untuk membedakan insufisiensi
adrenokortikal primer dan sekunder. Pada bentuk primer yang disertai
destruksi pada korteks, kortisol dan juga aldosteron telah berespons
terhadap pemberian ACTH eksogen. Tetapi, pada insufisiensi adrenal
sekunder, zona glomerulosa, yang dikontrol oleh sistim renin-
angiotensin, biasanya normal. Sehingga, respons aldosteron terhadap
ACTH eksogen normal. Peningkatan normal aldosteron dalam plasma
melebihi 4 ng/dL (111 pmol/L)
f. Uji dengan Metirapon
38
Uji dengan metirapon dilakukan untuk mendiagnosis adanya insufisiensi
adrenal dan untuk menilai cadangan hipofisisadrenal. Metirapon
menghambat sintesis kortisol dengan cara menghambat enzim
11(3hidroksilase yang mengubah 11-deoksikortisol menjadi kortisol. Hal ini
akan menyebabkan stimulasi sekresi ACTH, yang pada akhirnya akan
meningkatkan sekresi dan kadar 11-deoksikortisol plasma. Kadar 17-
hidroksikortikostiroid dalam urin juga meningkat karena meningkatnya
ekskresi metabolit-metabolit 11-deoksikortisol yang terukur dengan metode
ini. Uji metirapon semalaman sering digunakan dan paling cocok dilakukan
untuk pasien-pasien yang diduga mengalami defisiensi ACTH hipofisis;
pasien-pasien yang mengalami kegagalan adrenal primer biasanya dievaluasi
dengan uji stimulasi ACTH yang cepat seperti yang dibahas di atas dan
dituturkan pada bagian mengenai diagnosis insufisiensi adrenokortikal.
Respons normal terhadap uji metirapon semalaman adalah kadar dan ini
deoksikortisol plasma yang lebih dari 7 g/dL (0,19 mo1/L) menunjukkan
sekresi ACTH serta fungsi adrenal yang normal. Respons yang subnormal
memastikan adanya insufisiensi adrenokortikal tetapi tidak dapat
membedakan bentuk yang primer atau sekunder. Respons normal terhadap
metirapon dengan akurat menunjukkan respons normal terhadap stres dari
aksis hipotalamus hipofisis dan berhubungan erat pula dengan respons
terhadap hipoglikemia yang diinduksi oleh insulin
g. Insulin-Induced Hypoglycemia Testing
Hipoglikemia akan menginduksi respons stres di susunan saraf pusat,
meningkatkan pelepasan CRH, dan dengan cara ini akan meningkatkan
sekresi kortisol dan ACTH. Jadi hal tersebut seakan-akan mengukur
integritas aksis dan kemampuannya untuk berespons terhadap adanya stres.
Respons kortisol plasma yang normal akan meningkat sampai lebih dari 8
g/dL (0,22 mol/L,) g/ dan mencapai kadar puncak lebih dari 18-20 g/L).
Respons kortisol plasma yang normal terhadap hipoglikemia berarti
menyingkirkan adanya insufisiensi adrenal dan penurunan cadangan
hipofisis. Jadi, pasien-pasien yang berespons normal tidak membutuhkan
terapi kortisol selamamasa sakit atau pembedahan.
h. Uji CRH

39
Respons-respons meningkat pada pasien dengan kegagalan adrenal
primer dan tidak ada pada pasien dengan hipopituitarisme. Respons lambat
dapat terjadi pada pasien-pasien dengan kelainan hipotalamus.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kelenjar adrenal merupakan salah satu sistem endokrin manusia, dimana bekerja
dengan perantara zat kimia (hormon). Kelenjar adrenal yang terletak pada bagian
atas ginjal dan terdiri dari dua bagian, korteks (bagian luar) dan medulla (dalam).
Korteks adrenal menghasilkan beberapa hormon steroid, yang paling penting adalah
kortisol, aldosteron dan androgen adrenal. Kelainan pada kelenjar adrenal
menyebabkan endokrinopati yang klasik seperti sindroma Cushing, penyakit
Addison, hiperaldosteronisme dan sindroma pada hiperplasia adrenal kongenital
serta tumor pada medulla adrenal

B. Saran
Sistem endokrin erat kaitannya dengan proses metabolisme tubuh manusia.
Penghantar dalam proses metabolism tersebut adalah hormone yang dihasilkan oleh
kelenjar endokrin yang ada di dalam tubuh manusia dengan fungsinya masing-
masing. Jika salah satu kelenjar endokrin terganggu maka proses metabolisme juga
akan ikut terpengaruh. Untuk mencegah gangguan dari fungsi kelenjar endokrin kita
bisa mencegahnya dengan gaya hidup yang baik seperti menjaga kesehatan.
Walaupun hasil sekresi kelenjar tersebut dipengaruhi oleh faktor genetalia.

40
DAFTAR PUSTAKA

Modul Bahan Ajar Cetak Farmasi Anaomi dan Fisiologi Manusia_


http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-content/uploads/2017/08/Anatomi-
dan-Fisiologi-Manusia-Komprehensif.pdf_
diakses pada 23 Oktober 2020

Bahan Ajar : Sistem Endokrin_PDF_diakses pada 23 Oktober 2020

http://digilib.uinsby.ac.id/15869/16/Bab%2013.pdf_diakses pada 19 Oktober 2020

http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38258/10/%288%29%20B
AB%20V%20Hormon%20Pengatur%20Pertumbuhan%20dan
%20Diferensiasi.pdf_diakses pada 19 Oktober 2020

http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2010/05/fungsi_kelenjar_adrenal.pdf _
diakses pada 19 Oktober 2020

https://docplayer.info/73064681-Bab-i-pendahuluan-1-1-latar-belakang.html_diakses
pada 20 Oktober 2020

C:/Users/Asus/Downloads/SISTEM-HORMON-MANUSIA.pdf_diakses pada 20
Oktober 2020

41

Anda mungkin juga menyukai