Anda di halaman 1dari 10

ANTAGONISME ANTARA KAPANG ANTAGONIS DENGAN KAPANG PATOGEN

LAPORAN PRAKTIKUM
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
Mikologi
yang dibina oleh Prof. Dr. Dra. Utami Sri Hastuti, M.Pd.
dan Sitoresmi Prabaningtyas, S.Si., M.Si.

Oleh kelompok 1:
Nurul Yanuarsih

(140342604423)

Yanis Kurnia Basitoh

(140342604027)

Yunik Indra Lestari

(140342600007)

OFF : G-H/P

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
November 2016

A.
B.

Topik
Antagonisme Antara Kapang Antagonis dengan Kapang Patogen
Tujuan
1. Untuk mengamati aktivitas antagonisme antara kapang antagonis dan kapang patogen.
2. Untuk mengukur daya antagonisme beberapa spesies kapang antagonis terhadap
kapang patogen

C.

Waktu dan Tempat


Praktikum antagonisme ini dilakukan selama 7 hari. Pada hari Jumat 11 November

2016 dilakukan inokulasi kapang patogen dan kapang antagonis pada medium PDA.
Kemudian dilakukan pengamatan masing-masing sampel pada tanggal 18 November 2016.
Semuanya dilakukan di Ruang 305 Laboratorium Mikrobiologi Gedung O5 Biologi.
D.

Dasar teori
Indonesia merupakan negara dengan tanah yang subur dan menjadikannya sebaga
negara agraris. Sehingga sektor pertanian merupakan salah satu komoditas yang potensial.
Namun meskipun memiiki tanah yang subur, tetap saja selalu ada kendala dalam menjalankan
sektor pertanian ini. Salah satu masalah yang dalam muncul pada sektor pertanian adalah
munculnya berbagai macam penyakit yang menyerang tanaman budidaya. Penyakit ini dapat
disebabkan oleh bakteri, virus, kapang maupun serangga hama.
Kapang merupakan salah satu faktor penyebab penyakit pada tanaman budidaya.
Akibat adanya serangan organisme pengganggu tanaman (OPT) pada tanaman budidaya
dapat menyebabkan kegagalan panen. Kapang adalah OPT yang dapat menurunkan kualitas
dan kuantitas tanaman budidaya hingga 100% (Asian Vegetable Research and Development
Center 1990 dalam Syamsuddin 2001). Beberapa kapang penyebab penyakit pada tanaman
yaitu Gleosporium piperatum dan Colletotrichum capsici yang menyebabkan penyakit
antraknosa atau busuk buah, Fusarium spp penyebab penyakit layu mati dan penyakit rebah
kecambah dan kapang patogen lainnya (Semangun, 1996). Fusarium spp dapat menyerang
tanaman seperti cabai, tomat dan lainnya mulai dari masa perkecambahan sampai fase
dewasa. Fusarium spp merupakan kapang patogen tular tanah yang dapat menginfeksi
tanaman mulai dari akar, daun, batang, bunga dan buah melalui luka (Mulyaman et al, 2002).
Pengendalian biologi terhadap kapang patogen dapat dilakukan dengan memanfaatkan
agen pengendali hayati (APH). Trichoderma spp merupakan salah satu organisme yang dapat
dikembangkan sebagai APH (Lone, 2012). Trichoderma spp. merupakan jenis kapang
nonmikoriza yang dapat ditemukan hampir di semua macam tanah dan di berbagai habitat.
Kapang ini tumbuh sangat baik dan berlimpah di dalam tanah di sekitar perakaran yang sehat

dan bermanfaat dengan menyerang patogen yang ada di sekitar perakaran tanaman (Matroudi,
et al., 2009).
Trichoderma spp diketahui mempunyai kemampuan antagonis yang tinggi dalam
menghambat perkembangan cendawan patogen tular tanah. Selain kapang Trichoderma spp
terdapat spesies-spesies kapang lain yang juga memiliki daya antagonis terhadap organisme
patogen. Diperkirakan ada tiga mekanisme antagonis yang terjadi yang bekerja secara
sinergis yaitu kompetisi ruang tumbuh dan nutrisi, mekanisme antibiosis dan interaksi sistem
hifa (Winarsih & Syafrudin, 2007). Sedangkan menurut Schubert (2008), mekanisme
antagonisme kapang antagonis terdiri dari: 1) mikoparasitisme, yaitu hifa kapang antagonis
membelit atau menempel pada hifa kapang patogen, kemudian menembus dinding sel dan
masuk ke dalam sel untuk

mengambil nutrisi sehingga kapang patogen mati, 2)

menghasilkan antibiotik sehingga dapat menghancurkan selsel kapang melalui pengrusakan


sruktur membran sel, 3) kompetisi untuk tempat hidup dan nutrisi.
Daya antagonisme kapang antagonis satu sama lain berbeda. Pengujian daya
antagonis kapang antagonis terhadap kapang patogen dapat dilakukan dengan medium
lempeng PDA. Hal pertama yang dilakukan yaitu dengan menumbuhkan biakan murni
kapang patogen dan kapang antagonis. Kemudian diinokulasikan pada medium PDA yang
selanjutnya daya antagonismenya dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut (Hastuti,
2014): daya antagonisme ( )=

E.

r 1r 2
100
r2

Alat dan Bahan


Alat

Bahan :

1. Cawan petri

1. Medium lempeng Czapek Agar

2. Bor gabus

2. Biakan murni kapang Fusarium solani

3. Otoklaf

3. Biakan murni Trichoderma harzianum

4. Inkubator

4. Biakan murni Trichoderma artroviride

5. Dispencer pipette 10 ml
6. Silet cukur
7. Pipet tetes
8. Jarum inokulasi
9. Timbangan

10. Beaker glass 500 ml


11. Gelas ukur 500 ml
12. Jangka sorong
13. Sendok
14. Kompor gas
15. Laminar Air Flow
16. Lampu spiritus
F.

Cara Kerja

daya antagonisme ( ) :

r 1r 2
100
r2

PDA

PDA
PDAA

PDA

G.

Data

No

Species

Species kapang

kapang

patogen

R1

R2
H.

antagonis
1.

T.

F. solani

2,1 cm

0,3 cm

2.

harzianum
T.

F. solani

2,3 cm

0,4 cm

citriviridae
Analisis Data
No

Kapang antagonis

Kapang patogen

R1

R2

Daya
antagonis

1.

T. harzianum

F. solani

2,1

0,3

95,24%

2.

T. citriviridae

F. solani

2,3

0,4

82,67%

Berdasarkan data pengamatan yang diperoleh diketahui bahwa apabila kapang dari
spesies T. harzianum dan F. solani ditumbuhkan bersama dalam suatu cawan petri
didapatkan nilai (R1), yaitu jari-jari koloni kapang pathogen yang menjauhi koloni kapang
antagonis sebesar 2,1 cm, kemudian nilai R2 (jari-jari koloni kapang yang mendekati koloni
kapang antagonis) sebesar 0,3 cm. sedangkan pada dua spesies kapang yang lain yang
ditumbuhkan bersama dalam satu cawan petri, yaitu T. citriviridae dan F. solani didapatkan
nilai (R1), yaitu jari-jari koloni kapang pathogen yang menjauhi koloni kapang antagonis
sebesar 2,4 cm, kemudian nilai R2 (jari-jari koloni kapang yang mendekati koloni kapang
antagonis) sebesar 0,4 cm.
Setelah didapatkan nilai R1 dan R2 dari masing-masing cawan kemudian dihitung
daya antagonismenya menggunakan rumus diatas, maka nilai daya antagonis dari T.
harzianum dan F. solani sebagai berikut:

Daya antagonis T. harzianum terhadap F. solani

(2,1 0.3)
2,1
=
x 100%

= 95,24%

Daya antagonis T. citriviridae terhadap F. solani

(2.3 0,4)
(2,3)
=
x 100%

= 82,60 %
Dengan demikian dapat diambil kesimpulan sementara bahwa daya antagonis T.
harzianum terhadap F.solani lebih besar daripada T.citriviridae terhadap F.solani.
I.

PEMBAHASAN
Trichoderma spp. dapat ditemui di hampir semua jenis tanah dan pada berbagai

habitat. Jamur ini dapat berkembang biak dengan cepat pada daerah perakaran. Di samping
itu Trichoderma spp. merupakan jamur parasit yang dapat menyerang dan mengambil nutrisi
dari jamur lain. Peranan Trichoderma spp. yang mampu menyerang jamur lain namun
sekaligus berkembang baik pada daerah perakaran menjadikan keberadaan jamur ini dapat
berperan sebagai biocontrol dan memperbaiki pertumbuhan tanaman. Beberapa species
Trichoderma seperti T. harzianum, T. viride dan T. album, telah diteliti peranannya sebagai
bio-control. A. nidulans termasuk dalam jenis Aspergillus dan mampu berkembang biak
dengan cepat dalam membentuk filamen-filamen jamur baik dalam media cair maupun media
padat dan pada berbagai kandungan nutrisi (Setyowati, dkk, 2003).
Dalam kegiatan praktikum antagonism antar kapang ini digunakan dua jenis kapang
antagonis, yaitu T. harzianum dan T.citriviridae, dengan satu kapang parasit berupa F. solani.
Berdasarkan hasil pengamatan pada cawan petri setelah tujuh hari pasca inokulasi, dapat
dilihat seperti gambar di bawah ini,

Gambar 1. antagonisme antar kapang, yang sebelah kiri adalah T.

harzianum dan F. solani sedangkan yang kanan T. citriviridae dan F. solani


Berdasarkan gambar di atas terlihat bahwa setiap kapang antagonis, memiliki daya
antagonisme yang berbeda-beda antara satu kapang dengan kapang yang lain. Selain melalui

mekanisme kompetisi kapang Trichoderma spp. juga memiliki kemampuan untuk


memparasiti jamur parasit yang lain seperti Fusarium solani dengan cara membelit hifa inang
yang berupa jamur parasit kemudian menyerap nutrisi dari iang tersebut hingga inang
tersebut mengalami gangguan pertumbuhan hingga mengalami kematian. Selain itu
Trichoderma spp. ini juga dapat menghasilkan berbagai macam enzim selolitik dan
proteolitik yang dapat merusak sel-sel kapang patogen.
Kapang Trichoderma sp. menghasilkan enzim dan senyawa antibiosis yang mampu
menghambat bahkan membunuh patogen. Senyawa antibiosis tersebut yaitu gliotoxin,
glyoviridin dan Trichodermin. Selain itu kapang tersebut juga memiliki kemampuan untuk
mengahasilkan spora yang sangat cepat dengan jumlah yang sangat banyak sehingga dapat
mendominasi suatu wilayah tumbuh dengan cepat dan mengalahkan kapang-kapang yang lain
yang utamanya berupa kapang pathogen.
Perbedaan kemampuan antagonis antar kapang Trichoderma spp. dapat diakibatkan
oleh banyak hal, di antaranya ialah kecepatan pembentukan spora, jumlah senyawa antibiosis
yang dihasilkan dan perbedaan enzim-enzim spesifik yang dihasilkan.
J.

KESIMPULAN
T. harzianum dan T.citriviridae merupakan kapang antagonis yang mampu

menghambat pertumbuhan kapang-kapang pathogen seperti Fusarium solani yang


dapat merugikan beberapa tanaman pertanian. Berdasarkan hasil percobaan diketahui
bahwa daya antagonis T. harzianum terhadap F. solani lebih besar daripada
T.citriviridae terhadap F. solani.

DAFTAR RUJUKAN
Hastuti.U.S. 2014. Penuntun Praktikum Mikologi. Malang: UMM Press.
Lone, M.A., et al. .2012. Antagonistic Potentiality of Trichoderma harzianum Against
Cladosporium spherospermum, Aspergillus niger and Fusarium oxysporum. Journal
of Biology, Agriculture and Healthcare ISSN 2224-3208 (Paper) ISSN 2225-093X,
2(8) .
Matroudi, S., et al.. 2009. Antagonistic effects of three species of Trichoderma sp. on
Sclerotinia sclerotiorum, the causal agent of canola stem rot. Department of Plant
Biotechnology, National Institute for Genetic Engineering and Biotechnology
(NIGEB),Tehran. Egyptian Journal of Biology, (11): 37-44.

Mulyaman, et al. 2002. Hasil identifikasi dan Pengemdalian Organisme Pengganggu


Tumbuhan (OPT) Tanaman Sayur, Dirjen Bina Produksi Hortikultura Direktorat
Perlindungan Hortikultura.
Setyowati, et al. 2003. Penurunan Penyakit Busuk Akar dan Pertumbuhan Gulma pada
Tanaman Selada yang Dipupuk Mikroba.
Schubert, M., et al. 2008. In Vitro Screening Of An Antagonistic Trichoderma Strains Against
Wood Decay Fungi. Arboricultural Journal, 31: 227248.
Semangun, H. 2000. Penyakit- Penyakit Tanaman Hortikultura di Indonesia, Cetakan ke-4,
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Syamsuddin. 2003. Pengendalian Penyakit Terbawa Benih (Seedborne Diseases) Pada
Tanman Cabai (Capsicum annum L.) Menggunakan Agenbiokontrol dan Ekstrak
Botani.(Online),(www.tumotou.net/702_07134/syamsuddin.htm). Diakses pada 24
November 2016.
Winarsih, S., & Syafrudin. 2001. Pengaruh Pemberian Trichoderma viridae dan Sekam Padi
Terhadap Penyakit Rebah Kecambah Di Persemaian Cabai. Jurnal Ilmu-Ilmu
Pertanian, 3(1): 49-55.

LAMPIRAN

Gambar T. harzianum vs F. solani


Sumber: Dokumentasi pribadi

Gambar T. citriviridae vs F. solani


Sumber: Dokumentasi pribadi

Anda mungkin juga menyukai