Anda di halaman 1dari 27

ACARA III

INTERAKSI DI ANTARA POPULASI MIKROBIA


I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Didunia ini terdapat banyak sekali makhluk hidup dengan jenis yang berbeda.
Keanekaragaman ekosistem merupakan suatu satuan lingkungan yang terdiri dari
unsur-unsur biotik (jenis-jenis makhluk hidup) dan unsur-unsur abiotik (suhu, cahaya,
nutrisi, pH) yang saling berinteraksi satu sama lain. Ilmu yang mempelajari interaksi atau
hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan makhluk hidup lain atau
lingkungannya disebut ekologi. Lingkungan yang ditempati berbagai jenis makhluk hidup
tersebut akan saling mempengaruhi dan dipengaruhi.

Pola atau bentuk interaksi antar makluk hidup dalam satu ekosistem dapat
berupa. kompetisi, predasi, dan simbiosis. Simbiosis adalah hubungan antara dua
makhluk hidup yang berbeda jenis. Interaksi antar jasad dalam satu populasi yang sama
ada dua macam, yaitu interaksi positif maupun negatif. Interaksi positif menyebabkan
meningkatnya kecepatan pertumbuhan sebagai efek sampingnya. Meningkatnya
kepadatan populasi, secara teoritis meningkatkan kecepatan pertumbuhan. Interaksi
positif disebut juga kooperasi. Sebagai contoh adalah pertumbuhan satu sel mikroba
menjadi koloni atau pertumbuhan pada fase lag (fase adaptasi) (Sari ​et al.,​ 2012).

Interaksi negatif menyebabkan menurunnya kecepatan pertumbuhan dengan


meningkatnya kepadatan populasi. Misalnya populasi mikroba yang ditumbuhkan dalam
substrat terbatas, atau adanya produk metabolik yang meracun. Interaksi negatif disebut
juga kompetisi. Sebagai contoh jamur Fusarium dan Verticillium pada tanah sawah, dapat
menghasilkan asam lemak dan H​2​S yang bersifat meracun. Mikroorganisme harus
berkompetisi dengan organisme lain dalam memperoleh nutrisi dari lingkungannya,
sehingga dapat terus bertahan hidup dan dapat berkembangbiak dengan baik. Pada
praktikum kali ini, akan digunakan isolat ​Fusarium sp., isolat ​Streptomyces sp., dan isolat
Trichoderma sp. untuk mengetahui zona penghambatan/antagonisme antara ​Fusarium sp.
dengan ​Streptomyces​ sp. dan ​Fusarium ​sp. dengan ​Trichoderma​ sp.

B. Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui mikrobia yang bersifat
antagonis dan mikrobia yang terhambat pertumbuhannya, serta mengetahui tingkat
efektifitas penghambatan diantara senyawa VOCs dan melabolit sekunder (antibiotik).
II. TINJAUAN PUSTAKA

Mikroorganisme seperti halnya organisme lain yang berada dalam lingkungan


yang komplek senantiasa berhubungan baik dengan pengaruh faktor abiotik dan pengaruh
faktor biotik. Sedikit sekali di alam ada suatu jenis mikroorganisme yang hidup secara
individual. Sekalipun suatu biakan mikroorganisme murni yang tumbuh dalam suatu
medium, tetap akan beruhubungan dengan pengaruh faktor lingkungan secara terbatas.
Mikroorganisme umumnya hidup dalam bentuk asosiasi membentuk suatu konsorsium
yang satu dengan lainnya saling bekerja sama. Hubungan mikroorganisme dapat terjadi
baik dengan sesama mikroorganisme, dengan hewan dan dengan tumbuhan. Hubungan
ini membentuk suatu pola interaksi yang spesifik yang dikenal dengan simbiosis (Alfizar.
2013).

Interaksi antar mikroorganisme yang menempati suatu habitat yang sama akan
memberikan pengaruh positif (saling menguntungkan), pengaruh negatif (saling
merugikan), dan netral (tidak ada pengaruh yang berarti). Interaksi yang “netral”
sebenarnya jarang terjadi hanya dapat terjadi dalam keadaan dorman seperti endospora.
Contoh interaksi positif adalah simbiosis mutualistik, sedangkan interaksi negatif antara
lain berupa antagonisme (Miller ​et al​., 2004).

Antagonisme merupakan hubungan antara mikroorganisme dengan organisme


lain yang saling menekan pertumbuhannya. Bentuk interaksi ini merupakan suatu
hubungan asosial. Biasanya Spesies yang satu menghasilkan suatu senyawa kimia yang
dapat meracuni spesies lain yang menyebabkan pertumbuhan spesies lain tersebut
terganggu. Senyawa kimia yang dihasilkan dapat berupa sekret atau metabolit sekunder.
Contoh dari antagonisme antara lain ​Streptococcus lactis dengan ​Bacillus subtilis.​
Pertumbuhan ​B. subtilis akan terhambat karena asam laktat yang dihasilkan oleh ​S. lactis
(Interaksi antagonisme disebut juga antibiois. Biasanya bentuk interaksi ini muncul
karena ada beberapa jenis miktororganisme yang menempati ruang dan waktu yang sama,
sehingga mereka harus memperebutkan nutrisi untuk tetap dapat tumbuh dan
berkembangbiak. Akhirnya dari interaksi semacam ini memberikan efek terhadap
pertumbuhan mikrobia, beberapa mikroorganisme dapat tumbuh dengan optimal,
sementara mikroorganisme lain akan tertekan pertumbuhannnya (Shaikh and Nasreen,
2013).

Fusarium dapat bertahan hidup dalam jangka waktu yang lama di dalam tanah
tanpa adanya inang. Gejala tanaman yang terserang diawali dengan tampak terangnya
pembuluh angkut pada permukaan terluar helaian daun dan gugurnya tangkai daun,
kemudian bagian dalam daun berubah menjadi kuning dan mati. Hal ini mungkin juga
terjadi pada tanaman yang masih muda (Miller ​et al​., 2004). Herlina ​et al., (2004)
menyebutkan gejala serangan jamur patogen dapat dilihat dengan terjadinya pembusukan
jaringan pembuluh angkut sehingga tampak kecoklatan, daun menguning, dan pada
akhirnya tanaman akan mati.

Jamur ​Trichoderma sp. secara makroskopis memiliki bentuk awal koloni


berwarna putih dan akhirnya berubah menjadi hijau tua dengan semakin tambahnya
umur. Penampakan secara mikroskopis isolat ini bewarna hijau, tangkai fialid pendek,
konidia berwarna hijau muda (Roatti ​et al.​ , 2013). Menurut Semangun (2004),
Trichoderma spp. memiliki konidiofor bercabang cabang teratur, tidak membentuk
berkas, konidium jorong, bersel satu, dalam kelompok - kelompok kecil terminal,
kelompok konidium berwarna hijau biru. Koloni ​Trichoderma spp. pada media agar pada
awalnya terlihat berwarna putih selanjutnya miselium akan berubah menjadi
kehijau-hijauan lalu terlihat sebagian besar berwarna hijau ada di tengah koloni
dikelilingi miselium yang masih berwarna putih dan pada akhirnya seluruh medium akan
berwarna hijau (Lilik ​et al., 2010). ​Trichoderma sp. adalah jenis jamur yang tersebar luas
di tanah dan mempunyai sifat mikoparasitik.

Actinomycetes dikenal sebagai sumber penghasil beberapa metabolit sekunder


seperti antibiotik, dan enzim yang berguna untuk kesehatan, industri, dan juga sebagai
agen biokontrol penyakit tanaman dan telah diproduksi dalam skala industri. Salah satu
anggota Actinomycetes adalah Streptomyces yang mampu membentuk spora udara.
Streptomyces adalah bakteri Gram positif yang hidup di tanah, merupakan genus terbesar
dari Actinomycetes dan memiliki peran penting dalam memproduksi sekitar 75%
antibiotik komersial (Chen ​et al.​ , 2016). Hasil penelitian (Sabaratnam dan Traquaira 2002
cit Sari ​et al.​ , 2012) menunjukkan kemampuan Streptomyces sp. dalam mengendalikan
cendawan patogen, dimana ​Streptomyces sp. isolat Di-994 mampu menekan penyakit
rebah kecambah pada tanaman tomat.
III. METODOLOGI

A. Alat dan Bahan

Praktikum Ekologi Mikrobia Acara III yang berjudul “Interaksi diantara Populasi
Mikrobia” dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Mikrobiologi Pertanian,
Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta pada tanggal 11 September
2019 pada pukul 13.30 - 16.00 WIB. Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah
petridish steril, jarum ose, bunsen, dan tabung reaksi. Bahan yang digunakan dalam
praktikum ini adalah isolat jamur Fusarium, isolat jamur Trichoderma, isolat bakteri
Streptomyces, medium PDA (Potato Dextrose Agar), medium SN (Starch Nitrate) agar,
dan alkohol 70%.
B. Cara Kerja
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
Tabel 3.1 Diameter Miselium ​Fusarium ​sp. dengan penghambatan VOCs

Perlakuan Diameter (cm)


Kontrol 6,20
Fusarium s​ p. + ​Trichoderma s​ p. 3,85
Fusarium s​ p. + ​Streptomyces s​ p. 6,32

Tabel 3.2 Diameter Miselium ​Fusarium ​sp. dengan penghambatan metabolit sekunder

Perlakuan Diameter (cm)


Kontrol 6,20
Fusarium s​ p. + ​Trichoderma s​ p. 2,83
Fusarium s​ p. + ​Streptomyces s​ p. 3,20
B. Pembahasan
Dalam suatu lingkungan yang kompleks yang berisi berbagai macam organisme,
aktivitas metabolisme suatu organisme akan berpengaruh terhadap lingkungannya.
Hubungan mikroorganisme dapat terjadi baik dengan sesama mikroorganisme, hewan,
dan tumbuhan. Hubungan ini membentuk suatu pola interaksi yang spesifik yang dikenal
dengan simbiosis (sym = bersama, bios = hidup) Interaksi antar mikroorganisme yang
menempati suatu habitat yang sama akan memberikan pengaruh positif (saling
menguntungkan), dan pengaruh negatif (saling merugikan), dan netral (tidak ada
pengaruh yang berarti). Interaksi yang “netral” sebenarnya jarang terjadi hanya dapat
terjadi dalam keadaan dorman seperti endospora.
Menurut Harman (1996) Interaksi antar mikroba dibagi menjadi 5 tipe, yaitu:
1. Netralisme
Netralisme merupakan interaksi antara dua populasi yang tidak saling mempengaruhi dan
terjadi pada kepadatan populasi yang sangat rendah atau secara fisik dipisahkan
dalam mikrohabitat. Netralisme terjadi pada keadaan mikroba tidak aktif, misal dalam
keadaan kering beku, atau fase istirahat (spora, kista). Contoh: interaksi antara
mikroba allocthonous (nonindigenous) dengan mikroba autocthonous (indigenous).
Bakteri asam asetat dan khamir terjadi hubungan komensalisme selama proses
fermentasi asam asetat, dimana sel khamir menyediakan substrat alkohol bagi
pertumbuhan bakteri asam asetat.
2. Mutualisme
Mutualisme merupakan interaksi antar mikroorganisme dapat saling menguntungkan.
Hubungan interaksi mutualisme dapat terjadi antar mikroorganisme yang
berkerjasama dalam proses metabolisme. Biasanya satu jenis mikroorganisme
menyediakan nutrisi bagi mikroorganisme lain begitupula sebaliknya. Contohnya: ​S.
faecalis​ membutuhkan asam folat yang dihasilkan oleh ​L. arabinosus​ sebaliknya ​L.
arabinosus​ membutuhkan fenilalanin yang dihasilkan oleh ​S. faecalis​. Ketika kedua
baiakan mikroorganisme ditumbuhkan dalam medium yangsama, maka mereka
mendapatkan nutrisi yang lengkap.
3. Parasitisme
Parasitisme merupakan interaksi yang terjadi diantara dua populasi, populasi satu
diuntungkan (parasit) dan populasi lain dirugikan (host/inang). Umumnya parasitisme
terjadi karena keperluan nutrisi dan bersifat spesifik. Ukuran parasit biasanya lebih
kecil dari inangnya. Terjadinya parasitisme memerlukan kontak secara fisik maupun
metabolik serta waktu kontak yang relatif lama. Contohnya adalah bakteri
Bdellovibria yang memparasit bakteri ​E. coli.​ Jamur ​Trichoderma sp. yang
memparasit jamur ​Agaricus​ sp.
4. Komepetisi
Kompetensi berarti persaingan. Dalam hal ini, terjadi persaingan antar makluk hidup dalam
suatu ekosistem karena adanya kebutuhan hidup yang sama. Kompetisi juga dapat
dikatakan suatu hubungan negatif antara dua populasi mikroba yang keduanya
mengalami kerugian. Peristiwa ini ditandai dengan menurunnya sel hidup dan
pertumbuhannya. Kompetisi terjadi pada dua populasi mikroba yang menggunakan
nutrien atau makanan yang sama, dalam waktu yang sama, akan tetapi keadaan
nutrien yang tersedia terbatas. Contohnya adalah antara protozoa ​Paramaecium
caudatum​ dengan ​Paramaecium aurelia.​
5. Komensalisme
Interaksi antara mikroorganisme dengan organisme lain dimana satu jenis dapat diuntungkan
dan jenis lain tidak dirugikan, hubungan interaksi semacam ini disebut komensalisme
atau metabiosis. Interaksi bentuk komensalisme antar mikroorganisme biasanya
berhubungan dalam proses metabolisme, satu jenis mikroorganisme memberikan
kondisi yang cocok untuk pertumbuhan mikroorganisme lain. Contohnya antara
bakteri asam asetat dan khamir terjadi hubungan komensalisme selama proses
fermentasi asam asetat, dimana sel khamir menyediakan substrat alkohol bagi
pertumbuhan bakteri asam asetat.
6. Sinergisme
Suatu bentuk asosiasi yang menyebabkan terjadinya suatu kemampuan untuk dapat
melakukan perubahan kimia tertentu di dalam substrat. Apabila asosiasi melibatkan
dua populasi atau lebih dalam keperluan nutrisi bersama, maka disebut sintropisme.
Sintropisme sangat penting dalam peruraian bahan organik tanah, atau proses
pembersihan air secara alami.
7. Predasi
Predasi merupakan suatu interaksi yang terjadi apabila satu organisme predator memangsa
atau memakan dan mencerna organisme lain (prey). Hubungan antara pemangsa dan
hewan yang dimangsanya sangatlah erat, pemangsa tidak akan dapat hidup jika tidak
ada mangsa. Selain itu, pemangsa juga berperan sebagai pengontrol populasi
mangsa. Umumnya predator berukuran lebih besar dibandingkan prey, dan
peristiwanya berlangsung cepat. Contohnya adalah Protozoa (predator) dengan
bakteri (prey). Protozoa ​Didinium nasutum​ (predator) dengan ​Paramaecium
caudatum​ (prey).
8. Antagonisme
Antagonisme merupakan interaksi antara mikroorganisme dengan organisme lain yang saling
menekan pertumbuhannya. Bentuk interaksi ini merupakan suatu hubungan asosial.
Biasanya Spesies yang satu menghasilkan suatu senyawa kimia yang dapat meracuni
spesies lain yang menyebabkan pertumbuhan spesies lain tersebut terganggu.
Senyawa kimia yang dihasilkan dapat berupa sekret atau metabolit sekunder.
Contoh dari antagonisme antara lain ​Streptococcus lactis d​ engan ​Bacillus subtilis.​
Pertumbuhan ​B. subtilis ​akan terhambat karena asam laktat yang dihasilkan oleh ​S.
lactis.​ Interaksi antagonisme disebut juga antibiois.
Bentuk lain dari interaksi antagonisme di alam dapat berupa kompetisi, parasitisme,
amensalaisme dan predasi. Biasanya bentuk interaksi ini muncul karena ada beberapa
jenis miktororganisme yang menempati ruang dan waktu yang sama, sehingga
mereka harus memperebutkan nutrisi untuk tetap dapat tumbuh dan berkembangbiak.
Akhirnya dari interaksi semacam ini memberikan efek beberapa mikroorganisme
tumbuh dengan optimal, sementara mikroorganisme lain tertekan pertumbuhannnya.

Setelah kita mengetahui berbagai macam interaksi yang terjadi diantara berbagai
macam mikrobia, kita akan lebih membahas mengenai interaksi antagonisme antar
mikrobia. Dalam praktikum ini, kita menggunakan isolat jamur Fusarium, isolat jamut
Trichoderma, dan isolat bakteri Streptomyces. Jamur Fusarium dikenal sebagai patogen
tular tanah yang menyebabkan layu pada tanaman Solanum sehingga perlu dilakukan
pengendalian untuk menekan pertumbuhannya. Jamur Trichoderma dan Bakteri
Streptomyces dikenal sebagai agen hayati yang mampu menekan pertumbuhan patogen
tular tanah seperti jamur Fusarium. Dalam praktikum ini, untuk menguji adanya
penghambatan/antagonisme antara Fusarium dengan Trichoderma dan Fusarium dengan
Streptomyces dalam petridish dilakukan dua perlakuan yang berbeda yaitu penghambatan
dari penghasilan VOCs dan penghambatan dari penghasilan metabolit sekunder.

Klasifikasi ​Fusarium oxysporum f.sp. ​lycopersici menurut Semangun (2004) adalah


sebagai berikut:
Kingdom : Mycetaceae
Divisi : Ascomycota
Class : Sordariomycetes
Ordo : Hypocreales
Famili : Nectriaceae
Genus : Fusarium
Spesies : ​Fusarium oxysporum​ f.sp. ​lycopersici

Ciri-ciri dari jamur Fusarium adalah jamur akan membentuk miselium bersekat dapat
tumbuh dengan baik pada bermacam-macam media agar yang mengandung ekstrak
sayuran. Mula-mula miselium tidak berwarna, semakin tua akan berubah warna menjadi
krem, dan akhirnya koloni akan tampak mempunyai benang-benang berwarna oker. Pada
miselium yang lebih tua terbentuk klamidospora yang berdinding tebal. Jamur
membentuk banyak mikrokonidium bersel 1, tidak berwarna, lonjong atau bulat telur,
6-15 x 2,5-4 µm (Miller ​et al.,​ 2004).

Fusarium adalah jamur tanah atau yang lazim disebut sebagai soil inhabitant. Tanah
yang sudah terinfeksi akan sukar dibebaskan kembali dari jamur ini. Tanpa adanya
tanaman inang, jamur ini dapat bertahan dalam tanah lebih dari 10 tahun. Fusarium akan
menginfeksi tanaman pada bagian akar melalui luka-luka atau melalui luka yang terjadi
akibat munculnya akar lateral. Morfologi jamur ini yaitu koloninya dapat tumbuh dengan
cepat, dapat mencapai diameter 4,5-6,5 cm dalam waktu empat hari pada suhu 25˚C.
Miselium permukaan jarang sampai berlimpah , berwarna putih atau krem muda, tetapi
biasanya dengan warna ungu. Beberapa isolat mempunyai ciri-ciri bau aroma seperti
bunga bungur, beberapa menghasilkan sporodokium dengan lender oranye dari
makrokonidiumnya (Sari ​et al.,​ 2012).

Klasifikasi ​Trichoderma ​sp. menurut Semangun (2004) adalah sebagai berikut:


Kingdom : Mycetaceae
Divisi : Mastigomycota
Class : Deuteromycetes
Ordo : Moniliales
Famili : Moniliceae
Genus : Trichoderma
Spesies : ​Trichoderma ​sp.

Ciri-ciri dari jamur ​Trichoderma s​ p​. ​adalah konidiofor hyaline, bercabang dan
pyramidal. Konidia (dengan diameter rata-rata 3 µm) berbentuk sel tunggal dan bulat
permukaannya halus dan kasar. ​Trichoderma s​ p. umumnya tersebar dalam tanah,
khususnya pada tanah organik. Jamur ini dapat hidup sebagai saprofitik atau parasitik
terhadap jamur lain, bersifat antagonistik, dan banyak digunakan sebagai pengendalian
​ erupakan kelompok jamur yang
biologi (Roatti ​et al., 2013). ​Trichoderma harzianum m
paling sering digunakan dalam pengendalian hayati karena memiliki beberapa
keunggulan komparatif dibandingkan dengan organism lain yaitu kisaran lingkungan
yang luas, bersifat mikoparasitik, nekrotrops, mampu berkompetisi dalam memperoleh
ruang dan menghasilkan antibiotik dan enzim yang merugikan patogen (Rawat and
Tewari. 2010).

Klasifikasi ​Streptomyces ​spp.menurut Semangun (2004) adalah sebagai berikut:


Kingdom : Procaryotae
Divisi : Firmicutes
Class : Thallobacteria
Genus : Streptomyces
Spesies : ​Streptomyces ​spp.

Steptomyces spp. Merupakan mikroorganisme prokariotik dengan sel filamentous


dan beberapa diantaranya mampu membentuk spora. Kelompok mikroorganisme ini
dapat tumbuh dengan mudah pada berbagai substrat namun pertumbuhannya lambat.
Streptomyces merupakan bakteri Gram positif, tidak tahan asam, hifa aerial tidak
memiliki sekat, dan bersifat katalase positif. ​Bakteri strain anggota genus Streptomyces
dikenal sebagai salah satu bakteri penghasil metabolit sekunder berupa antibiotik. Hasani
et al. (2014) melaporkan bahwa beberapa strain bakteri anggota genus Streptomyces
dapat menghasilkan antibiotik seperti vankomisin, eritromisin, tetrasiklin, streptomisin,
neomisin, kanamisin, sikloserin, linkomisin, nistatin, sulfonamida, aminoglikosida,
aureomisin, kloramfenikol, amfosetin B, aktinomisin, fosfomisin, dekamisin, rimfamisin,
avermisin, tobramisin, spektinomisin, klindamisin, daptomisin, puromisin, novobiosin,
oksitetrasiklin, klortetrasiklin, ribostamisin, platenmisin, viomisin, dimetil klortetrasiklin,
spiramisin, dan sefalosporin.

Dalam praktikum ini, kita akan mengamati zona hambat pertumbuhan jamur
Fusarium dengan dua perlakuan dan dua agen pengendali hayati yang berbeda. Isolat
jamur Fusarium digunakan sebagai inokulum yang akan dihambat pertumbuhannya,
sedangkan isolat jamur Trichoderma dan bakteri Streptomyces sebagai agen pengendali
hayati yang akan menghambat pertumbuhan Fusarium. Digunakan medium agar padat
PDA (Potato Dextrose Agar) dan SN (Starch Nitrate). ​Dalam bidang mikrobiologi, media
PDA digunakan untuk menumbuhkan atau mengidentifikasi yeast dan kapang. Medium
PDA dapat juga digunakan untuk enumerasi yeast dan kapang dalam suatu sampel atau
produk makanan. PDA mengandung sumber karbohidrat dalam jumlah cukup yaitu
terdiri dari 20% ekstrak kentang dan 2% glukosa sehingga baik untuk pertumbuhan
kapang dan khamir tetapi kurang baik untuk pertumbuhan bakteri. ​Komposisi yang
terkandung dalam media PDA yaitu, potato extract (40,0 gram)​, d​ extrose (20,0 gram),
dan agar (15,0 gram) (Lilik ​et al.,​ 2010).

Medium SN (Starch Nitrate) digunakan untuk menumbuhkan bakteri ​Streptomyces


sp. pada perlakuan penghambatan dari penghasilan VOCs. Medium ini mempunyai
komposisi yang sesuai dengan kebutuhan pertumbuhan ​Streptomyces sp. Menurut Singh
et al. (2008) bahwa ​Streptomyces ​sp. mempunyai aktivitas penghambatan yang tinggi
terhadap beberapa mikroba ketika glukosa, fruktosa, galaktosa, xilosa, dan sellobiosa
digunakan sebagai sumber karbon, sedangkan sorbitol dan pati mempunyai aktivitas yang
rendah. Pada percobaannya penambahan kedelai dalam media modifikasi molase-kedelai
sebagai sumber nitrogen juga memacu produksi senyawa anti mikroba Streptomyces.
Medium SN mengandung nitrat yang siap digunakan oleh ​Streptomyces sp. untuk tumbuh
dan memproduksi senyawa antagonisme (Chen ​et al.,​ 2016).

Untuk mengetahui zona hambat dengan penghasilan VOCs, isolat jamur Fusarium
diinokulasikan dengan metode titik ditengah medium PDA menggunakan jarum ose yang
dilakukan secara aseptis untuk menghindari adanya kontaminasi mikrobia lain. Hal
tersebut dilakukan juga untuk isolat jamur Trichoderma, kemudian kedua pertidish yang
telah berisi inokulum tersebut ditangkupkan satu sama lain kemudian diwrap rapat. Posisi
jamur Fusarium hasil inokulasi tadi harus berada diposisi atas sedangkan posisi jamur
Trichoderma berada dibawah. Lakukan hal tersebut kembali dengan mengganti isolat
jamur Trichoderma dengan isolat bakteri Streptomyces yang diinokulasikan dengan
metode strike pada medium SN menggunakan jarum ose yang dilakukan secara aseptis.
Posisi inokulum ​Fusarium sp. harus diletakkan dibagian atas karena ​Trichoderma sp. dan
Streptomyces sp. akan menghasilkan metabolit sekunder berupa senyawa volatil yang
disebut dengan VOCs yang akan menguap keatas sehingga akan mempengaruhi
pertumbuhan misellium ​Fusarium​ sp.

Tahap selanjutnya, untuk mengetahui zona hambat dengan penghasilan metabolit


sekunder (antibiotik), isolat jamur Fusarium dan isolat jamur Trichoderma diinokulasikan
dengan metode titik dalam satu medium PDA pada petridish yang sama menggunakan
jarum ose yang dilakukan secara aseptis untuk menghindari adanya kontaminasi mikrobia
lain. Lakukan hal tersebut kembali dengan mengganti isolat jamur Trichoderma dengan
isolat bakteri Streptomyces yang diinokulasikan dengan metode strike pada medium SN
menggunakan jarum ose yang dilakukan secara aseptis. Posisi inokulum yang
ditumbuhkan secara bersamaan pada satu petridish bertujuan untuk melakukan kontak
langsung antara ​Fusarium sp. dengan ​Trichoderma sp. atau ​Streptomyces sp. yang
menghasilkan melabolit sekunder berupa antibiotik. Antibiotik tersebut yang nantinya
akan menghambat pertumbuhan misellium ​Fusarium​ sp.

Hasil percobaan menunjukkan bahwa pertumbuhan jamur ​Fusarium sp. terbukti


terhambat dengan adanya agen pengendali hayati ​Trichoderma sp. maupun ​Strepromyces
sp. Pertumbuhan diameter misellium ​Fusarium s​ p. tanpa adanya agen pengendali hayati
dapat mencapai 6,20 cm. Pertumbuhan diameter misellium ​Fusarium sp. dengan adanya
agen pengendali hayati Trichoderma sp. melalui penghambatan VOCs dapat menurun
menjadi 3,85 cm. Pertumbuhan diameter misellium ​Fusarium s​ p. dengan adanya agen
pengendali hayati ​Trichoderma sp. melalui penghambatan metabolit sekunder (antibiotik)
dapat menurun menjadi 2,83 cm. Pertumbuhan diameter misellium ​Fusarium sp. dengan
adanya agen pengendali hayati ​Streptomyces sp. melalui penghambatan VOCs justru
meningkat menjadi 6,32 cm. Pertumbuhan diameter misellium ​Fusarium sp. dengan
adanya agen pengendali hayati ​Streptomyces sp. melalui penghambatan metabolit
sekunder (antibiotik) dapat menurun menjadi 3,20 cm.

Penurunan pertumbuhan diameter misellium ​Fusarium sp. yang paling signifikan


terlihat pada perlakuan metabolit sekunder (antibiotik). Pada umumnya, ​Trichoderma sp.
dan ​Streptomyces sp. memproduksi metabolit yang bersifat volatil dan non volatil.
Metabolit non volatil lebih efektif dibandingkan dengan metabolit volatil karena
matabolit non volatil (antibiotik) mampu secara langsung mendegradasi dinding sel
Fusarium (Lopez ​et al., 2014). Menurut Darmono (1997), molekul antibiosis yang
dihasilkan oleh ​Trichoderma sp. adalah 1,3 glukanase dan khitinase. Kedua enzim
tersebut dapat menghancurkan glukan dan kitin yang merupakan komponen dinding hifa
dari beberapa cendawan patogen tanaman. ​Trichoderma sp. juga berperan sebagai
mikoparasit dengan cara membelit miselia Fusarium sehingga menyebabkan degradasi
dinding sel hifa dan lisis misellium patogen (Rawat and Tewari. 2010).

Antibiotik yang dihasilkan oleh strain bakteri anggota genus Streptomyces memiliki
mekanisme kerja yang berbeda-beda, yaitu dengan merusak dinding sel, mengganggu
fungsi membran sel, serta mengganggu sintesis protein dan asam nukleat. Menurut Chen
et al., (2016) antibiotik sefalosporin, sikloserin dan vankomisin dapat merusak atau
menghambat sintesis dinding sel. Antibiotik nistatin dan amfoterisin B dapat
mengganggu fungsi membran sel. Antibiotik aktinomisin, eritromisin, tetrasiklin,
streptomisin, neomisin, kanamisin, linkomisin, tobramisin dan kloramfenikol dapat
menghambat sintesis protein, sedangkan antibiotik sulfonamida dan novobiosin dapat
menghambat sintesis asam nukleat.

Data hasil pada perlakuan zona hambat dengan penghasilan VOCs ​Fusarium sp.
dengan ​Streptomyces sp. tidak memberikan hasil menurunan diameter misellium
Fusarium sp.. Hal tersebut dapat terjadi karena Streptomyces memang mengeluarkan
senyawa VOCs berupa geosmin akan tetapi senyawa VOCs tersebut tidak bersifat
patogenisitik. Senyawa geosmin hanya akan menimbulkan aroma tanah dan tidak bersifat
berbahaya (Singh ​et al., 2008.). Kemampuan daya hambat ​Streptomyces ​sp. yang paling
bersifat antagonisme terletak pada produksi antibiotiknya.

Manfaat mengetahui interaksi antar mikrobia di lingkungan adalah kita menjadi lebih
mengetahui sifat fisiologis dari masing-masing mikrobia. Setelah kita mengetahui sifat
fisiologis suatu mikrobia tentunya kita juga akan mengetahui hasil produk dari proses
metabolisme yang terjadi. Produk dari hasil metabolit sekunder tersebut yang nantinya
akan kita manfaatkan jika hasil metabolit sekunder tersebut baik (memberikan dampak
positif), sebaliknya jika hasil metabolit sekunder tersebut bersifat merugikan maka kita
harus mencegah atau menekannya. Jika hasil metabolit sekunder yang dihasilkan suatu
mikrobia memberikan dampak yang positif dan mampu menekan sifat merugikan dari
mikrobia lain maka dapat kita kembangkan contohnya seperti bioantifungal seperti
contoh isolat yang telah kita lakukan.
V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Kesimpulan yang didapatkan dari praktikum ini adalah pertumbuhan jamur ​Fusarium
sp. terhambat karena adanya agen pengendali hayati yang bersifat antagonisme yaitu
jamur ​Trichoderma sp. dan bakteri ​Streptomyces sp. serta daya hambat metabolit
sekunder (antibiotik) yang dihasilkan dari keduanya lebih efektif menekan pertumbuhan
misellium jamur ​Fusarium s​ p. daripada daya hambat VOCs (Volatile Organic
Compounds).

B. Saran

Secara keseluruhan acara praktikum ini dapat berjalan dengan lancar dan berhasil
walaupun ini baru pertama kali dilakukan di tahun ini. Saran saya asisten lebih
menjelaskan lebih rinci lagi mengenai alat dan bahan yang akan digunakan.
DAFTAR PUSTAKA

Alfizar., Marlina., dan Fitri, S. 2013. Kemampuan Antagonis ​Trichoderma sp. terhadap
beberapa Jamur Patogen In Vitro. Jurnal Floratek. Vol 8(1). Hal 45-51.

Chen, YY, Chen, PC, & Tsay, TT. 2016. ‘The Biocontrol Efficacy and Antibiotic Activity of
Streptomyces plicatus on the Oomycete Phytophthora capsici’. Journal Biological
control. vol. 2(11). hal. 1-27

Harman, G.E. 1996. Trichoderma for biocontrol of plant pathogens: from basic research to
commercialized products. Cornell Community Conference on Biological Control.
http://www.nysaes.cornell.edu/ent/ bcconf/talks/harman.html [20 Okt 2005].

Hasani, A, Kariminik, A & Issazadeh, S, 2014, ‘Streptomycetes: Characteristics and Their


Antimicrobial Activities’, International Journal of Advanced Biological and Biomedical
Research, vol. 2, no. 1, hal. 63-75

Herlina L, Dewi P & Mubarok I, 2004. Efektivitas biofungisida Trichoderma viride terhadap
pertumbuhan tomat. Laporan Penelitian. Semarang: FMIPA UNNES

Lilik, R., Wibowo, B.S., Irwan, C., 2010. Pemanfaatan Agens Antagonis dalam Pengendalian
Penyakit Tanaman Pangan dan Hortikultura. http://www.bbopt.litbang.deptan.go.id.
Diakses 16 September 2014.

Lopez, C.G. V.G. Prieto, S. Lanzuise and S. Lorito. 2014. Enzyme activity of extracellular
protein induced in Trichoderma asperellum and T. longibrachiatum by substrates based
on Agaricus bisporus and Phymatotrichopsis omnivora. Fungal Biology, 118(2),
211-221.

Miller SA, Rowe RC & Riedel RM. 2004. Fusarium and Verticillium Wilts of Tomato, Potato,
Pepper, and Eggplant. The Ohio State University Extention, Plant Pathology. :
http://ohioline.osu.edu/hygfact/3000/3122.html. [20 Okt 2004].

Nurbailis. 2008. Karakterisasi mekanisme Trichoderma sp. indigenus rizosfir pisang untuk
penge- ndalian ​Fusarium oxysporum f. sp. ​cubense penyebab penyakit layu Fusarium
pada tanaman pisang. Disertasi, Program Pascasarjana Universitas Andalas Padang.

Rawat, R. and L. Tewari. 2010. Transmission electron microscopic study of the cytological
changes in Sclerotium rolfsii parasitized by a biocontrol fungus Trichoderma sp.
Mycology: An International Journal on Fungal Biology, 1(4), 237-241.

Roatti, B. M. Perazzolli, C. Gessler, and I. Pertot. 2013. Abiotic Stresses Affect Trichoderma
harzianum T39-Induced Resistance to Downy Mildew in Grapevine. Phytopathology,
103(12), 2013-1233.

Sari, N.M., Retno, K., dan Khamdan, K. 2012. ​Streptomyces sp. sebagai biofungisida pathogen
Fusarium oxysporum (Schlecht.) f.sp. ​lycopersici (Sacc.) Snyd. Et Hans. Penyebab
Penyakit Layu pada Tanaman Tomat (​Solanum lycopersicum L.). Jurnal Agrotrop. Vol
2(2). Hal 161-169.

Semangun, H. 2004. Penyakit-Penyakit Tanaman Hortikultura di Indonesia. UGM Press.


Yogyakarta. 2930. 850 hal.

Shaikh, F.T. and S. Nasreen. 2013. In Vitro Assessment of Antagonistic Activity of T. viride
and T. harzianum Against Pathogenic Fungi. Indian Journal of Applied Research, 3(5),
57-59.
Singh, V., Tripati, C.K.M., Vinod, B. 2008. Production, Optimization, and Purification of
Antifungal Compound from Streptomyces capoamus MTCC 8123. Med Chem Res 17 :
94-102.

Lampiran Perhitungan Acara 3

Perhitungan Diameter ​Fusarium​ sp.

Kontrol :
d1+d2
Diameter = 2

7,3+5,1
= 2

= 6,2 cm

Perlakuan :

1. Kelompok 1 : (​Fusarium s​ p. + ​Trichiderma s​ p.)


a. Penghambatan VOCs
d1+d2
Diameter = 2

4+3,5
= 2

= 3,75 cm

b. Penghambatan antibiotik
- Ulangan 1 :
d1+d2
Diameter = 2

2,4+2
= 2

= 2,2 cm
- Ulangan 2 :
1,7+1,9
Diameter = 2

= 1,8 cm
- Rerata = 2,2+1,8
2
= 2 cm

2. Kelompok 2 : (​Fusarium s​ p. + ​Trichiderma s​ p.)

a. Penghambatan VOCs
d1+d2
Diameter = 2

5,7+5,9
= 2

= 5,8 cm

b. Penghambatan antibiotik
- Ulangan 1 :
Diameter = d1+d2
2

4,4+4,2
= 2

= 4,3 cm
- Ulangan 2 :
4+5,1
Diameter = 2

= 4,55 cm
- Rerata = 4,3+4,55
2
= 4,43 cm

3. Kelompok 3 : (​Fusarium s​ p. + ​Trichiderma s​ p.)

a. Penghambatan VOCs
d1+d2
Diameter = 2

2+2
= 2
= 2 cm

b. Penghambatan antibiotik
- Ulangan 1 :
Diameter = d1+d2
2

2,5+2
= 2

= 2,25 cm
- Ulangan 2 :
2+1,7
Diameter = 2

= 1,85 cm
- Rerata = 2,25+1,85
2
= 2,05 cm
-

4. Kelompok 4 : (​Fusarium s​ p. + ​Streptomyces s​ p.)


a. Penghambatan VOCs
Diameter = d1+d2
2

7+7
= 2

= 7 cm
b. Penghambatan antibiotik
- Ulangan 1 :
d1+d2
Diameter = 2

3+3
= 2

= 3 cm
- Ulangan 2 :
3,5+3,3
Diameter = 2

= 3,4 cm
- Rerata = 3+3,4
2
= 3,2 cm

5. Kelompok 5 : (​Fusarium s​ p. + ​Streptomyces s​ p.)


a. Penghambatan VOCs
Diameter = d1+d2
2

4,3+4,1
= 2
= 4,2 cm

b. Penghambatan antibiotik
- Ulangan 1 :
d1+d2
Diameter = 2

3,35+2,29
= 2

= 3,2 cm

- Ulangan 2 :
Diameter = 3,1+3,3
2

= 3,2 cm
- Rerata = 3,2+3,2
2
= 3,2 cm

6. Kelompok 6 : (​Fusarium s​ p. + ​Streptomyces s​ p.)


a. Penghambatan VOCs
Diameter = d1+d2
2

7,5+8
= 2

= 7,75 cm

b. Penghambatan antibiotik
- Ulangan 1 :
d1+d2
Diameter = 2

4+4,3
= 2

= 4,15 cm

- Ulangan 2 :
Diameter = 2+2,5
2

= 2,25 cm
- Rerata = 4,15+2,25
2
= 3,2 cm

RERATA GOLONGAN :

1. Fusarium s​ p. + ​Trichoderma s​ p.
a. Penghambatan VOCs :
Rerata = 3,75+5,8+2
3
= 3,85 cm
b. Penghambatan antibiotik
Rerata = 2+4,43+2,05
3
= 2,83 cm

2. Fusarium s​ p. +​ Streptomyces s​ p.
a. Penghambatan VOCs :
Rerata = 7+4,2+7,75
3
= 6,62 cm

b. Penghambatan antibiotik
Rerata = 3,2+3,2+3,2
3
= 3,2 cm

Anda mungkin juga menyukai