Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PRATIKUM

ILMU HAMA TUMBUHAN


“PENGARUH SUHU TERHADAP PERILAKU
MAKAN SERANGGA ”

Nama : Cahya Ningrum


NPM : E1K021016
Hari tanggal : Rabu, September 2022
Dosen : 1. Ir. Djamilah, MP
2. Ir. Nadrawati, MP
3. Ariffatchur fauzi, Sp., M.Si
Co-ass : 1. Sefta Fiona ( E1K018021 )
2. Ade Nabillah ( E1K019010 )

LABORATORIUM PROTEKSI TANAMAN


JURUSAN PERLINDUNGAN TANAMAN
PRODI PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2022
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Suhu sangat berpengaruh terhadap perilaku makan serangga. Kemammpuan serangga untuk
bertahan terhadap suhu tinggi berbeda menurut jenisnya dan sangat bervariasi. Suhu dibawah
kisaran suhu yang disukai berakibat serangga tidak atau kurang aktif dan bahkan tidak dapat
bergerak. Di bawah kondisi ini serangga mmasih tetap hidup untuk waktu yang lama, tetapi jika
serangga tidak dapat mencari makan maka serangga akan kelaparan dan pada akhirnya serangga
mati.
Perubahan iklim secara biologis akan mempengaruhi semua kehidupan yang ada di bumi
baik manusia, hewan, mapun tumbuhan. Dalam kontek hama dan penyakit tumbuhan, maka
perubahan iklim juga akan mempengaruhi kejadian penyakit dan terjadinya serangan hama di
pertanaman. Perubahan iklim dapat berpengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap
serangga hama. Secara langsung iklim mempengaruhi bio ekologi dari serangga hama seperti
perubahan iklim yang drastis akan menyebabkan terganggunya proses perkembangbiakan
serangga (menurunkan atau meningkatkan). Secara tidak langsung perubahan iklim akan
mempengaruhi lingkungan pendukung kehidupan serangga seperti perubahan iklim yang
menyebabkan tidak tersedianya makanan (tanaman) sebagai sumber nutrisi dari serangga hama
akibat terlalu panas atau terlalu dingin. Dengan demikian adanya perubahan iklim secara
langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi kehidupan serangga hama, sehingga
peranannya dalam suatu tingkat trofik akan berbeda. Seringkali akibat perubahan iklim terjadi
ledakan populasi serangga hama tertentu, atau terjadinya kepunahan suatu serangga hama.
Serangga adalah hewan berkonstruksi khusus yang memiliki rangka di luar
tubuh, serangga bernafas melalui lubang kecil pada dinding tubuh dan memiliki organ sensori di
bagian sungut bahkan ada beberapa jenis serangga memiliki organ sensor pada bagian kaki dan
pada bagian perut. Serangga yang membentuk kelas Insekta adalah invertebrata dalam filum
Artropoda dan subfilum Heksapoda yang memiliki eksoskeleton berkitin. Bagian tubuhnya
terbagi menjadi tiga bagian, yaitu kepala, toraks, dan abdomen.

Tujuan Pratikum

a) Untuk mengetahui pengaruh suhu terhadap kemampuan makan serangga.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Perubahan iklim secara biologis akan mempengaruhi semua kehidupan yang ada di bumi
baik manusia, hewan, mapun tumbuhan. Dalam kontek hama dan penyakit tumbuhan, maka
perubahan iklim juga akan mempengaruhi kejadian penyakit dan terjadinya serangan hama di
pertanaman. Perubahan iklim dapat berpengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap
serangga hama. Secara langsung iklim mempengaruhi bio ekologi dari serangga hama seperti
perubahan iklim yang drastis akan menyebabkan terganggunya proses perkembangbiakan
serangga (menurunkan atau meningkatkan). Secara tidak langsung perubahan iklim akan
mempengaruhi lingkungan pendukung kehidupan serangga seperti perubahan iklim yang
menyebabkan tidak tersedianya makanan (tanaman) sebagai sumber nutrisi dari serangga hama
akibat terlalu panas atau terlalu dingin. Dengan demikian adanya perubahan iklim secara
langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi kehidupan serangga hama, sehingga
peranannya dalam suatu tingkat trofik akan berbeda. Seringkali akibat perubahan iklim terjadi
ledakan populasi serangga hama tertentu, atau terjadinya kepunahan suatu serangga hama
(Nila wardani, 2017).
Serangga adalah hewan berkonstruksi khusus yang memiliki rangka di luar
tubuh, serangga bernafas melalui lubang kecil pada dinding tubuh dan memiliki organ sensori di
bagian sungut bahkan ada beberapa jenis serangga memiliki organ sensor pada bagian kaki dan
pada bagian perut. Serangga yang membentuk kelas Insekta adalah invertebrata dalam filum
Artropoda dan subfilum Heksapoda yang memiliki eksoskeleton berkitin. Bagian tubuhnya
terbagi menjadi tiga bagian, yaitu kepala, toraks, dan abdomen (Ihsan, 2012).

Suhu sebagai faktor penting pertumbuhan dan perkembangan serangga dapat mempercepat
pertumbuhan dan perkembangan serangga yang akan berpengaruh pada peningkatan populasi
serangga. Peningkatan populasi serangga hama berpengaruh buruk terhadap pertanian karena
larva serangga sangat aktif memakan bagian tanaman (Niswati Zahro, 2014).
Perubahan iklim secara biologis akan mempengaruhi semua kehidupan yang ada di bumi
baik manusia, hewan, mapun tumbuhan. Dalam kontek hama dan penyakit tumbuhan, maka
perubahan iklim juga akan mempengaruhi kejadian penyakit dan terjadinya serangan hama di
pertanaman. Perubahan iklim dapat berpengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap
serangga hama. Secara langsung iklim mempengaruhi bio ekologi dari serangga hama seperti
perubahan iklim yang drastis akan menyebabkan terganggunya proses perkembangbiakan
serangga (menurunkan atau meningkatkan). Secara tidak langsung perubahan iklim akan
mempengaruhi lingkungan pendukung kehidupan serangga seperti perubahan iklim yang
menyebabkan tidak tersedianya makanan (tanaman) sebagai sumber nutrisi dari serangga hama
akibat terlalu panas atau terlalu dingin. Dengan demikian adanya perubahan iklim secara
langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi kehidupan serangga hama, sehingga
peranannya dalam suatu tingkat trofik akan berbeda. Seringkali akibat perubahan iklim terjadi
ledakan populasi serangga hama tertentu, atau terjadinya kepunahan suatu serangga hama (Nila
Wardani, 2017).
Serangga sebagai organisme pemilik spesies terbanyak di Bumi memiliki peranan yang
berbeda-beda di alam, ada yang merugikan dan ada yang menguntungkan. Kelompok serangga
merugikan salah satunya adalah serangga hama, terdiri dari serangga herbivora yang menyerang
tanaman budidaya juga dikenal sebagai Organisme Pengganggu Tanaman (OPT). Sedangkan
kelompok serangga menguntungkan salah satunya adalah serangga predator, yang menjadi
pemangsa dari serangga lain. Pemanfaatan serangga predator untuk mengendalikan populasi
serangga hama dikenal dengan istilah pengendalian hayati (biocontrol). Biocontrol telah banyak
digunakan di berbagai daerah di Indonesia untuk mendukung kebijakan Pengelolaan Hama
Terpadu (PHT) yang berwawasan lingkungan, namun khusus di Sulawesi Selatan masih sangat
minim pengaplikasiannya. Oleh karena itu, diperlukan lebih banyak penelitian tentang
pengendalian hayati, terutama terhadap hama pada tanaman komoditi utama daerah Sulawesi
Selatan (Syarif Hidayat, 2019).
BAB III
METODEOLOGI
Bahan dan Alat
Bahan dan alat yang di gunakan pada pratikum kali ini yaitu kutu beras(Sitophilus Oryzae),
beras, cup mangkok, kuas, kain penutup, dan karet gelang.

Cara Kerja
1. Perbanyak kutu beras (Sitophilus Oryzae).
2. Ambil 3 pasang kutu beras masukkan kedalam Petridis dan simpan di refrigerator
pada suhu 5C selama 60, 90, 120 menit.
3. Kemudian letakkan pada suhu kamar dengan waktu yang sama.
4. Masing-masing pasangan diberi makan beras.
5. Amati perilaku makan dengan cara menghitung jumlah beras bergejala, penambahan
jumlah kutu.
6. Amati selama tiga minggu
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Minggu pertama
No Suhu Waktu Keterangan
Kutu beras beras
1. Control 1 6 kutu. 3 hidup, 3 mati Bergejala 18
2. Control 2 5 kutu. 1 hilang, 1 mati Bergejala 6
dan 3 hidup.
3. 5℃ 60 menit 6 kutu. 5 hidup, 1 mati. Bergejala 8
4. 5℃ 60 menit 6 kutu. 4 hidup, 2 mati . Bergejala 15
5. 5℃ 90 menit 5 kutu. 1 hilang, 2 Bergejala 18
hidup, dan 3 mati.
6. 5℃ 90 menit 5 kutu. 1 hilang, 2 Bergejala 17
hidup, dan 3 mati.
7. 5℃ 120 menit 6 kutu. 2 hidup, 4 mati. Bergejala 24
8. 5℃ 120 menit 6 kutu. 4 hidup, 2 mati. Bergejala 18
9. 35℃ 60 menit 5 kutu. 4 hidup, 1 Bergejala 19
hilang, 1 mati.
10. 35℃ 60 menit 7 kutu. Bertambah 1 Bergejala 13
kutu
11. 35℃ 90 menit 7 kutu. Bertambah 1 Bergejala 15
12. 35℃ 90 menit 5 kutu. 5 hidup, 1 Bergejala 15
hilang.
13. 35℃ 120 menit 6 kutu. 1 mati. Bergejala 14
14. 35℃ 120 menit 6 kutu. Hidup semua. Bergejala 27
Minggu kedua
No Suhu Waktu Keterangan
Kutu beras beras
1. Control 1 6 kutu. 2 hidup, 4 mati Bergejala 22
2. Control 2 5 kutu. 1 hilang, 2 mati Bergejala 10
dan 2 hidup.
3. 5℃ 60 menit 6 kutu. 4 hidup, 2 mati. Bergejala 18
4. 5℃ 60 menit 6 kutu. 3 hidup, 3 mati . Bergejala 22
5. 5℃ 90 menit 5 kutu. 1 hilang, 2 Bergejala 25
hidup, dan 3 mati.
6. 5℃ 90 menit 5 kutu. 1 hilang, 2 Bergejala 21
hidup, dan 3 mati.
7. 5℃ 120 menit 6 kutu. 2 hidup, 4 mati. Bergejala 30
8. 5℃ 120 menit 6 kutu. 3 hidup, 3 mati. Bergejala 22
9. 35℃ 60 menit 5 kutu. 3 hidup, 1 Bergejala 29
hilang, 2 mati.
10. 35℃ 60 menit 6 kutu. Hidup semua Bergejala 16
11. 35℃ 90 menit 7 kutu. Bertambah 1 Bergejala 20
12. 35℃ 90 menit 5 kutu. 5 hidup, 1 Bergejala 22
hilang.
13. 35℃ 120 menit 5 kutu. Hidup 5, hilang Bergejala 28
1
14. 35℃ 120 menit 5 kutu. Hidup 5, 1 Bergejala 32
hilang.

Minggu ketiga
No Suhu Waktu Keterangan
Kutu beras beras
1. Control 1 6 kutu. 2 hidup, 4 mati Bergejala 30
2. Control 2 5 kutu. 1 hilang, 2 mati Bergejala 15
dan 2 hidup.
3. 5℃ 60 menit 6 kutu. Mati semua. Bergejala 18
4. 5℃ 60 menit 6 kutu. 3 hidup, 3 mati . Bergejala 45
5. 5℃ 90 menit 5 kutu. 1 hilang, 5 mati. Bergejala 30
6. 5℃ 90 menit 5 kutu. 1 hilang, 1 Bergejala 30
hidup, dan 4 mati.
7. 5℃ 120 menit 6 kutu. 1 hidup, 5 mati. Bergejala 40
8. 5℃ 120 menit 6 kutu. 2 hidup, 4 mati. Bergejala 34
9. 35℃ 60 menit 5 kutu. 2 hidup, 1 Bergejala 29
hilang, 3 mati.
10. 35℃ 60 menit 6 kutu. 4 hidup, 2 mati. Bergejala 24
11. 35℃ 90 menit 7 kutu. Bertambah 1, 5 Bergejala 29
hidup, 2 mati.
12. 35℃ 90 menit 5 kutu. 5 hidup, 1 Bergejala 27
hilang.
13. 35℃ 120 menit 5 kutu. Hidup 5, hilang Bergejala 37
1
14. 35℃ 120 menit 5 kutu. Hidup 4, 1 Bergejala 38
hilang, 1 mati.

Minggu keempat
No Suhu Waktu Keterangan
Kutu beras beras
1. Control 1 6 kutu. 1 hidup, 5 mati Bergejala 35
2. Control 2 5 kutu. 1 hilang, 2 mati Bergejala 22
dan 2 hidup.
3. 5℃ 60 menit 6 kutu. Mati semua. Bergejala 18
4. 5℃ 60 menit 6 kutu. 2 hidup, 5 mati . Bergejala 37
5. 5℃ 90 menit 5 kutu. 1 hilang, 1 Bergejala 33
hidup, dan 4 mati.
6. 5℃ 90 menit 5 kutu. 1 hilang, 2 Bergejala 38
hidup, dan 3 mati.
7. 5℃ 120 menit 6 kutu. 1 hidup, 5 mati. Bergejala 38
8. 5℃ 120 menit 6 kutu. 2 hidup, 1 mati. Bergejala 35
9. 35℃ 60 menit 5 kutu. 2 hidup, 1 Bergejala 33
hilang, 3 mati.
10. 35℃ 60 menit 6 kutu. 3 hidup, 3 mati. Bergejala 33
11. 35℃ 90 menit 7 kutu. Bertambah 1, 4 Bergejala 40
hidup, 3 mati.
12. 35℃ 90 menit 5 kutu. 2 hidup, 1 Bergejala 30
hilang, 2 mati
13. 35℃ 120 menit 5 kutu. Hidup 4, hilang Bergejala 44
1
14. 35℃ 120 menit 5 kutu. Hidup 2, 1 Bergejala 42
hilang, 2 mati.

Pembahasan
Kumbang beras (atau lebih dikenal awam sebagai kutu beras) adalah nama umum bagi
sekelompok serangga kecil anggota genus Tenebrio dan Tribolium (ordo Coleoptera) yang
dikenal gemar menghuni biji-bijian/serealia yang disimpan. Kumbang beras adalah hama
gudang yang sangat merugikan dan sulit dikendalikan bila telah menyerang dan tidak hanya
menyerang gabah/beras tetapi juga bulir jagung, berbagai jenis gandum, jewawut, sorgum, serta
biji kacang-kacangan. Larvanya bersarang di dalam bulir/biji, sedangkan imagonya memakan
tepung yang ada.
Penyebab beras berkutu yang utama adalah karena kesalahan saat
menyimpan beras. Beras yang disimpan terlalu lama di dalam wadah, akan membuat
kualitas beras menurun. Butiran beras akan berubah menjadi serbuk halus atau tepung beras,
yang bisa menghasilkan kutu.

Pratikum pengamatan kutu beras di lakukan selama empat minggu, pada minggu pertama
sampai minggu keempat pengamatan, kutu di masukkan kedalam cup mangkok sebanyak tiga
pasang dan diberi makan beras kemudian pada setiap minggunya kutu diamati mulai dari jumlah
kutu, jumlah kutu mati, jumlah kutu hilang, dan beras yang bergejala.

Dalam kontek hama dan penyakit tumbuhan, maka perubahan iklim juga akan mempengaruhi
kejadian penyakit dan terjadinya serangan hama di pertanaman. Perubahan iklim dapat
berpengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap serangga hama. Secara langsung iklim
mempengaruhi bio ekologi dari serangga hama seperti perubahan iklim yang drastis akan
menyebabkan terganggunya proses perkembangbiakan serangga (menurunkan atau
meningkatkan).

Suhu sangat berpengaruh terhadap perilaku makan serangga. Kemammpuan serangga untuk
bertahan terhadap suhu tinggi berbeda menurut jenisnya dan sangat bervariasi. Suhu dibawah
kisaran suhu yang disukai berakibat serangga tidak atau kurang aktif dan bahkan tidak dapat
bergerak. Di bawah kondisi ini serangga mmasih tetap hidup untuk waktu yang lama, tetapi jika
serangga tidak dapat mencari makan maka serangga akan kelaparan dan pada akhirnya serangga
mati.

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Serangga sebagai organisme pemilik spesies terbanyak di Bumi memiliki peranan yang
berbeda-beda di alam, ada yang merugikan dan ada yang menguntungkan. Kelompok serangga
merugikan salah satunya adalah serangga hama, terdiri dari serangga herbivora yang menyerang
tanaman budidaya juga dikenal sebagai Organisme Pengganggu Tanaman (OPT). Sedangkan
kelompok serangga menguntungkan salah satunya adalah serangga predator, yang menjadi
pemangsa dari serangga lain. Pemanfaatan serangga predator untuk mengendalikan populasi
serangga hama dikenal dengan istilah pengendalian hayati (biocontrol). Serangga adalah hewan
berkonstruksi khusus yang memiliki rangka di luar tubuh, serangga bernafas melalui lubang kecil
pada dinding tubuh dan memiliki organ sensori di bagian sungut bahkan ada beberapa
jenis serangga memiliki organ sensor pada bagian kaki dan pada bagian perut. Serangga yang
membentuk kelas Insekta adalah invertebrata dalam filum Artropoda dan subfilum Heksapoda
yang memiliki eksoskeleton berkitin.
5.2 Saran
Kepada praktikan untuk bisa lebih aktif dalam pelaksanaan praktek ini serta menanyakan hal
– hal yang tidak diketahui, dan diharapkan kepada praktikan untuk selalu datang tepat waktu
agar praktikum yang di laksanakan berjalan dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA
Antika, S., R., V., Astuti, L., P., & Rachmawati, R. (2014). Perkembangan Sitophilus oryzae
Linnaeus (Coleoptera: Curculionidae) Pada Berbagai Jenis Pakan. Jurnal Hama Dan Penyakit
Tumbuhan, 2(4): 77-84.

Artia, I., J., Mutiara, D., & Novianti, D. (2022). Uji Mortalitas Kumbang Beras (Sitophilus
oryzae) Dengan Pengendalian Hayati Jamur Beauveria bassiana. Jurnal Indobiosains, 4 (1): 9-
14.

Atikah, P., D., Subagiya, & Sholahuddin. (2018). Toksisitas Biji Annona squamosa Terhadap
Sitophilus Sp. Pada Beras. Jurnal Penelitian Agronomi, 20(1): 22-27.

Budiasih, K., S. (2017). Kajian Potensi Farmakologis Bunga Telang (Clitoria ternatea). Jurnal
Pendidikan Kimia, 201-206.

Borror, D., J., Triplehorn, C., A., & Johnson, N., F. (2012). Pengenalan Pelajaran Serangga.
Gadjah Mada University Press: Yogyakarta.

Dalimartha, S. (2012). Atlas Tumbuhan Obat Indonesia: Jilid 5. Wisna Hijau: Jakarta.

Darsini, I., P., & Shamshad, S. (2013). Antimcrobial Activity And Phytochemical Evaluation Of
Clitora ternatea. Internasional Journal Science and Research, 5(14): 283-285.

Destiani, R., N., & Rabima. (2019). Uji Aktivitas Larvasida Fraksi Metanol-Air Bunga Telang
(Clitoria ternatea L.) Terhadap Larva Nyamuk Aedes aegypti Instar III. Jurnal Indonesia Natural
Reasearch Pharmaceutical, 4(2): 62-75

Anda mungkin juga menyukai