DISUSUN OLEH :
MOH. MASNUR (2017050007)
PUTRA CANDRA WIJAYA (2017050023)
DOSEN PENGAMPU :
Shalahudin Mukti Prabowo, SP, MP
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat dan karunia Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa yang
melimpahkan rahmat, hidayah, curahan kasih, sayang, dan restu kepada kami
sehingga dapat melakukan survey pengamatan hama dan penyakit tanaman padi di
Mojolaban, Palur, Sukoharjo, Solo. Ucapan terima kasih kami ucapkan kepada Pak
Shalahudin Mukti P, SP, MP selaku pembimbing matakuliah Perlindungan
Tanaman dan Pak Sulistyo Winarmo, SP, M.Si. selaku pembimbing praktikum
Perlindungan Tanaman.
Padi dan Mangga merupakan komoditas utama yang rawan terkena serangan
hama dan penyakit sehingga perlu dilakukan survey untuk mengetahui hama dan
penyakit pada padi dan mangga secara spesifik di lingkungan tertentu.
Laporan praktikum ini kami buat berdasarkan pengamatan langsung di sawah
dan studi pustaka di perpustakaan dan internet dari sumber referensi yang akurat.
Apabila terdapat kesalahan di dalam laporan ini penulis memohon maaf atas
kekhilafannya. Karena kesalahan datang dari diri penulis, dan kesempurnaan hanya
milik Tuhan, Allah SWT.
Yakin, usaha sampai!
ii
DAFTAR ISI
Sampul…………………………………….……………………………………i
Kata Pengantar………………………………………………………………...
ii
Daftar Isi……………………………….……………………………………….
iii
BAB I : PENDAHULUAN………….……...………………………………….
1
1.1 Latar Belakang……………………………………………………………...1
2
1.2 Tujuan………………………...……….…………………………………….
24
BAB III : METODOLOGI……………………………………………………
3.1 Waktu dan Tempat………………………………………………………….
24
3.2 Alat dan Bahan………………………………………………………………
24
3.3 Cara Kerja…………………………………………………………………..
24
iii
BAB IV : HASIL PENGAMATAN……………..………………………….25
4.1 Hama dan Penyakit Tanaman Padi………………………………………. 25
4.1.1 Hama Tanaman Padi………………………………………………25
4.1.2 Penyakit Tanaman Padi………………………………………….. 49
4.2 Hama dan Penyakit Tanaman Mangga……………………………………60
4.2.1 Hama Tanaman Mangga………………………………………….60
4.2.2 Penyakit Tanaman Mangga……………………………………….65
BAB V : PENUTUP………………………………………………………… 67
5.1 Kesimpulan………………………………………………………………. 67
5.2 Saran………………………………………………………………………67
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………..68
LAMPIRAN………………………………………………………………….70
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
mengalami gangguan oleh pesaing-pesaing yang berupa binatang, patogen dan
gulma yang ikut merusak tanaman yang diusahakannya. Karena itu,
pengganggu, perusak, pesaing dan pemakan tanaman tersebut kemudian
dianggap sebagai musuh manusia yang disebut sebagai OPT (Organisme
Pengganggu Tanaman) dan bersifat parasit (Kasumbogo Untung, 1996).
Serangan organisme pengganggu tanaman tersebut berupa hama, penyakit,
dan juga gulma yang biasa menyerang padi dan mangga dalam hal perebutan
nutrisi, sinar matahari, dan lain-lain yang diperlukan oleh tanaman. Serangan
yang terjadi akan menurunkan produktivitas tanaman secara signifikan apabila
tidak ditangani dengan serius. Oleh karena itu setiap faktor yang mempengaruhi
tingkat produksinya sangat penting diperhatikan.
Hama adalah semua binatang yang merugikan tanaman, terutama tanaman
yang berguna dan dibudidayakan manusia, tetapi apabila binatang tersebut tidak
merugikan tanaman yang berguna dan dibudidakan manusia maka bukan
disebut sebagai hama. Penyakit adalah patogen (bakteri, virus, jamur) yang
menyebabkan tanaman menjadi tidak normal, menjadi sakit atau mati.
Pada praktikum ini akan dilakukan pengamatan langsung terhadap gejala
hama pada tanaman dan gejala tanaman yang menunjukkan penyakit pada
tanaman padi mangga dan akan mengidentifikasinya berdasarkan gejala yang
ditimbulkan.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hama
2.1.1 Definisi Hama
Yang dimaksud dengan hama ialah semua binatang yang
mengganggu dan merugikan tanaman yang diusahakan manusia.
Apabila asalnya bukan dari binatang gangguan itu akan disebut
penyakit, misalnya gangguan dari virus, bakteri, jamur, tumbuh-
tumbuhan yang bertingkat rendah atau yang sedikit lebih tinggi,
kekurangan unsur-unsur makanan dan lain-lainnya (Pracaya, 1992).
Pada umumnya masih banyak petani yang belum tahu jelas mengenai
perbedaan hama dan penyakit, sehingga pada waktu akan memberantas
hama keliru dengan mengatakan bahwa itu penyakit. Akibatnya, obat
yang digunakan bisa keliru, misalnya memberantas ulat dengan
fungisida (pestisida yang seharusnya digunakan untuk pengendalian
jamur). Untuk lebih jelasnya, dibawah ini kami terangkan perbedaan
antara binatang dan tumbuh-tumbuhan penggangu. Bakteri, jamur dan
virus termasuk golongan tumbuh-tumbuhan pengganggu. Sedangkan
wereng, bekicot, tungau, kutu-kutu dan tikus termasuk golongan
binatang pengganggu.
Binatang pengganggu : dapat berpindah tempat, pada umumnya
makan bahan organik, jarang sekali yang mempunyai klorofil, dan
dinding selnya berupa protein. Tumbuhan pengganggu : tetap pada
tempatnya tidak bisa berpindah tempat dengan bebas, pada umumnya
yang diserap bahan anorganik, pada umumnya mempunyai klorofil yang
dapat digunakan untuk asimilasi, dan dinding selnya berupa selulosa
atau hidrokarbon.
Binatang dikelompokkan dalam beberapa golongan penting yang di
dalam bahasa latin disebut phylum. Diantaranya yaitu filum Chordata,
yaitu binatang yang bertulang belakang, misalnya : babi hutan, tikus,
3
burung, kalong dan kera. Filum Arthropoda merupakan filum yang
terbesar bila dibanding dengan filum yang lainnya, binatang ini
badannya berruas (bersegmen), misalnya tungau dan serangga (insekta).
Filum Aschelminthes misalnya nematoda. Filum Mollusca misalnya
siput dan bekicot.
Jumlah jenis-jenis dari binatang ada lebih kurang 916.000. Filum
Chordata berjumlah lebih kurang 60.000 jenis; filum Arthropoda lebih
kurang 713.000 jenis; filum Aschelminthes lebih kurang 8.000 jenis;
filum Mollusca lebih kurang 80.000 jenis; selain filum yang disebut tadi,
masih ada lebih kurang 12 filum lainnya (Pracaya, 1992).
4
pertama. Yang menempati aras trofi keempat ini dapat berupa predator
atau hiperparasitoid.
Dalam melihat hama dan permasalahan yang diakibatkan, kita tidak
dapat melepaskan dari kenyataan bahwa hama adalah kumpulan
organisme hidup yang hidup bersama kita dalam melaksanakan fungsi
kehidupannya antara lain makan dan berkembangbiak. Mereka juga
berperan dalam menjaga stabilitas ekosistem. Setiap tindakan yang kita
targetkan kepada hama tidak hanya mempengaruhi hama saja, tetapi
akan mempengaruhi keseluruhan ekosistem yang kemudian secara
langsung atau tidak langsung juga akan mempengaruhi kita.
Memang pengertian hama muncul karena orientasi kepentingan
manusia, tetapi tentunya tidak tepat kalau dikatakan bahwa munculnya
masalah hama karena hanya dari kehendak mereka sendiri dan manusia
menderita karena ulah hama-hama itu. Populasi hama menjadi sangat
tinggi karena terdorong oleh tersedianya makanan yang sesuai, yang
ditanam oleh manusia dalam areal yang luas dan dilakukan secara terus
menerus. Apabila manusia menanam tanaman atau varietas yang
disenangi hama, wajar bila kemudian menyebabkan populasi hama
meningkat.
Sebetulnya masalah hama ini muncul sebagai akibat dari tindakan-
tindakan manusia sendiri, sehingga tentunya tidak adil apabila manusia
selalu menyalahkan organisme-organisme hama ini sebagai penyebab
utama munculnya permasalahan hama sehingga hama harus
dimusnahkan dari muka bumi. Bagaimanapun keberadaan hama
bersama kita dalam ekosistem pertanian harus dapat diterima. Kita harus
mampu hidup berkoeksistensi secara damai dengan semua organisme
dalam lingkungan pertanian termasuk yang kita sebut hama. Yang
penting seberapa jauh keberadaan mereka tidak memberikan dampak
yang merugikan bagi kita.
5
2.1.3 Pengelompokkan Hama
Apabila kita memeriksa secara teliti pada tanaman kita atau
ekosistem pertanian maka dapat dijumpai komunitas serangga yang
terdiri dari banyak jenis serangga, dan masing-masing jenis
memperlihatkan sifat populasi yang tersendiri. Tidak semua jenis
serangga dalam agroekosistem merupakan serangga yang berbahaya
atau merupakan hama, malahan sebagian besar jenis serangga yang kita
jumpai merupakan serangga bukan hama yang dapat berupa musuh
alami hama (predator, parasitoid), atau serangga-serangga berharga
lainnya seperti serangga penyerbuk bunga dan serangga penghancur
sisa-sisa bahan organik. Juga dari sekian banyak jenis serangga yang
kebetulan berhasil kita kumpulkan pada suatu tempat tidak semuanya
menetap dan mendatangkan kerugian bagi tanaman. Banyak jenis
serangga yang hanya kebetulan berada di pertanaman kita untuk
beristirahat dan akan pindah ke tempat lain, atau juga mungkin serangga
yang menetap sementara disitu untuk melampaui fase pupa sedangkan
fase hidup berikutnya berada di tempat lain.
Jenis serangga di ekosistem tidak dapat diartikan bahwa tanaman kita
dalam keadaan bahaya. Justru apabila pertanaman kita memiliki
komunitas serangga yang kaya dapat menstabilkan populasi hama
sehingga tidak akan membahayakan pertanaman kita. Oleh karena itu,
langkah permulaan yang perlu kita lakukan sewaktu kita mengamati
pertanaman kita yaitu mengumpulkan semua jenis serangga dan
memilahkan serangga mana yang merupakan serangga hama dan yang
mana yang bukan hama atau serangga yang sedang mampir. Dari
kegiatan ini kita akan mengetahui seberapa besar populasi hama akan
mengakibatkan kerusakan bagi pertanaman yang sedang kita usahakan,
dan dapat ditetapkan tindakan apa yang perlu dilaksanakan.
Apabila spesies-spesies hama telah berhasil kita identifikasikan,
maka perlu kita mengelompokkan hama menurut statusnya.
6
Pengelompokkan hama yang sering digunakan adalah membagi hama
menurut kisaran bahaya yang diakibatkannya, yaitu sebagai berikut :
C. Hama Potensial
Merupakan sebagian besar jenis serangga herbivora yang saling
berkompetisi dalam memperoleh makanan. Organisme-organisme
tersebut tidak pernah mendatangkan kerugian yang berartu dalam
7
kondisi pengelolaan agroekosistem yang normal. Namun, karena
kedudukannya dalam rantai makanan, mereka mempunyai potensi
untuk menjadi hama yang membahayakan apabila terjadi perubahan
cara pengelolaan ekosistem oleh manusia.
D. Hama Migran
Merupakan hama yang tidak berasal dari agroekosistem setempat,
tetapi datang dari luar karena sifatnya yang berpindah-pindah
(migran). Banyak serangga belalang, ulat grayak, dan burung yang
memiliki sifat demikian. Hama ini kalau datang pada suatu tempat
dapat menimbulkan kerusakan yang berarti, tetapi hanya dalam
jangka waktu pendek karena mereka kemudian pindah ke daerah
lainnya.
8
2.1.4 Pengendalian dan Pengelolaan Hama
Sejak hama menjadi masalah yang menjadi pusat perhatian manusia
adalah bagaiamana dapat menurunkan secepatnya populasi hama agar
hama tidak mendatangkan kerugian bagi pertanaman yang diusahakan.
Berbagai terknologi diciptakan dan digunakan secara luas oleh petani.
Semakin ampuh teknologi pengendalian dalam mematikan hama,
semakin disukai petani sehingga semakin banyak teknologi tersebut
diterapkan. Teknologi tersebut dapat berupa insektisida, varietas tahan
hama dan teknologi pengendalian hama lainnya.
Dalam penerapan teknologi pengendalian ada beberapa
kecenderungan yang terjadi, yaitu :
1. Teknologi yang digunakan oleh petani seragam atau hanya
menggunakan satu atau dua jenis teknologi, missal pestisida atau
varietas tahan hama.
2. Teknologi tersebut diterapkan pada daerah yang luas dan dalam
waktu yang lama atau secara terus menerus.
3. Waktu penggunaan teknologi tidak didasari pada sifat biologi dan
ekologi hama serta dinamika ekosistem.
Hasil penerapan teknologi semacam akan mengakibatkan terjadinya
tekanan lingkungan yang besar sekali terhadap hama sasaran pada
khususnya dan keadaan ekosistem pada umumnya. Tekanan lingkungan
oleh manusia itu mendorong terjadinya apa yang oleh Pedigo (1998)
dinamakan ecological backlash atau reaksi ekologi. Reaksi ekologik
terjadi karena adanya :
1. Tekanan yang sangat keras terhadap spesies hama.
2. Adanya gangguan terhadap proses ekologi.
3. Terjadi perubahan aras sumber dalam komunitas biotik.
Perubahan tersebut menyebabkan terjadinya perubahan bentuk
penyesuaian dalam struktur komunitas. Penyesuaian ini banyak yang
merugikan bagi pencapaian sasaran pertanian yang kita inginkan.
9
Ada banyak bentuk reaksi ekologi yang telah dijelaskan di depan
yaitu :
1. Resistensi hama terhadap pestisida
2. Resurgensi hama utama
3. Letusan hama sekunder
4. Timbulnya biotip hama baru
Berbagai bentuk reaksi ekologi cenderung peningkatannya semakin
cepat. Setiap usaha yang ditujukan untuk menekan populasi hama secara
cepat dank eras tentu akan mendorong dipercepatnya pemunculan
berbagai reaksi ekologi yang justru merugikan kita. Yang sangat
mendorong dan mempercepat terjadinya reaksi ekologik adalah
pengendalian hama yang unilateral.
Satu-satunya cara untuk memperlambat atau menunda terjadinya
reaksi ekologik adalah dengan menggunakan pendekatan multilateral
yakni dengan pengendalian hama seperti yang diusahakan oleh
pemerintah program PHT. Semua cara pengendalian harus digunakan
sehingga dengan demikian tekanan yang diakibatkan oleh satu teknik
pengendalian terhadap populasi hama menjadi kecil dan tidak
mendorong terjadinya reaksi ekologik.
Cara pengendalian apapun apabila digunakan secara tunggal tentu
akan mempercepat terjadinya reaksi ekologik dan proses seleksi alam.
Dengan memperhatikan besar pengaruhnya terhadap hama dan
ekosistem dalam pemaduan teknik pengendalian hama perlu diterapkan
taktik penekanan pengendalian seperti berikut :
1. Pemanfaatan pengendalian alami,
2. Peningkatan pengendalian hayati dengan predator, parasitoid, dan
patogen hama,
3. Pengelolaan ekosistem dengan bercocok tanam termasuk
penggunaan varietas tahan hama,
4. Penerapan dan peningkatan pengendalian non kimiawi lainnya
terutama pengendalian fisik dan mekanik,
10
5. Penggunaan pestisida secara selektif baik fisiologik maupun
ekologik berdasarkan pada hasil pengamatam dan proses
pengambilan keputusan.
Perlu diingat dalam menentukan teknik pengendalian apa saja yang
digunakan harus ditentukan secara hati-hati agar masing-masing teknik
dapat saling mendukung dalam mengendalikan hama dan
menghindarkan terjadinya reaksi ekologik. Perpaduan optimal tidak
hanya tertuju pada pengendalian satu jenis hama tetapi pada semua
organisme pengganggu tanaman (OPT) utama di ekosistem tersebut.
Untuk memperoleh perpaduan optimal, teknologi pengendalian
diperlukan program pendekatan yang terencana, dan terpadu dengan
mengikut-sertakan banyak disiplin ilmu.
2.2 Penyakit
2.2.1 Definisi Penyakit Tanaman
“Tanaman dikatakan sakit bila ada perubahan seluruh atau sebagian
organ-organ tanaman yang menyebabkan terganggunya kegiatan
fisiologis sehari-hari. Secara singkat penyakit tanaman adalah
penyimpangan dari keadaan normal” (Pracaya, 2003: 320). Suatu tanaman
dapat dikatakan sehat atau normal jika tanaman tersebut dapat
menjalankan fungsi-fungsi fisiologis dengan baik, sepertipembelahan dan
perkembangan sel, pengisapan air dan zat hara, fotosintesis dan lain-lain.
Gangguan pada proses fisiologis atau fungsi-fungsi tanaman dapat
menimbulkan penyakit.
Rahmat Rukmana dan Sugandi Saputra (2005: 11) menyatakan,
Penyakit tanaman adalah sesuatu yang menyimpang dari keadaan normal,
cukup jelas menimbulkan gejala yang dapat dilihat, menurunkan kualitas
atau nilai ekonomis, dan merupakan akibat interaksi yang cukup lama.
Tanaman sakit adalah suatu keaadaan proses hidup tanaman yang
menyimpang dari keadaan normal dan menimbulkan kerusakan. Makna
11
kerusakan tanaman adalah setiap perubahan pada tanaman yang
menyebabkan menurunya kuantitas dan kualitas hasil.
Penyakit pada tanaman budidaya biasanya disebabkan oleh
Cendawan, Bakteri, Virus dan faktor lingkungan (iklim, tanah, dan lain-
lain). Cendawan dapat juga disebut jamur. Cendawan adalah suatu
kelompok jasad hidup yang menyerupai tumbuhan tingkat tinggi karena
mempunyai dinding sel, tidak bergerak, berkembang biak dengan spora,
tetapi tidak mempunya klorofil. Cendawan tidak mempunyai batang,
daun, akar, dan sistem pembuluh seperti pada tumbuhan tingkat tinggi.
Bakteri adalah salah satu jenis mahluk kecil (organisme) yang sebagian
besar termasuk saprofit (numpang hidup di dalam tubuh mahluk lain, tidak
merugikan dan menguntungkan mahluk lain tersebut). Virus adalah
pathogen obligat (hanya hidup dan berkembangbiak dalam organisme
hidup). Ukuran virus amat kecil (submikroskopik) dan terdiri atas
komposisi kimia, yaitu protein dan nucleic acid. Virus bersifat parasitic
dan dapat menyebabkan berbagai macam penyakit pada semua bentuk
organisme hidup. Penyakit yang disebabkan oleh faktor lingkungan
biasanya diakibatkan oleh ketidaksesuaian kondisi lingkungan tempat
tanaman tumbuh dengan kondisi lingkungan yang menjadi habitat asli
tanaman, sehingga tanaman tumbuh tidak sehat atau tidak normal. Gejala
penyakit akibat faktor lingkungan biasanya mirip dengan gejala penyakit
akibat dari mahluk hidup, perbedaannya adalah penyakit akibat faktor
lingkungan tidak menular (Rukmana, 2005).
Penyakit tanaman yang merupakan suatu penyimpangan atau
abnormalitas tanaman amat beragam bentuknya, misalnya keriput daun,
kuning pucat, bercak-bercak coklat dan busuk. Akibatnya, tanaman tidak
mampu melakukan proses fotosintesis secara maksimal. Gangguan
tersebut menyebabkan gangguan ekonomis, berupa penurunan kuantitas
dan kualitas hasil. Semua bagian tanaman berpotensi diserang penyakit
sehingga tanaman tersebut sakit. Tangkai bunga atau buah berubah warna
dari hijau menjadi kuning, bahkan diikuti dengan terjadinya gugur bunga
12
atau buah. Akar tanaman kubis-kubisan (Cruciferae) yang membengkak
dan berbintil-bintil mirip “gada” sehingga tidak mampu menghisal air dan
unsure hara merupakan pertanda diserang penyakit akar bengkak.
Setiap parasit tanaman berkembang dalam siklus kejadian-kejadian
yang berurutan dengan teratur, yakni sebagai berikut (Rukmana, 2005):
1. Parasit harus menghasilkan inokulum yang dapat menularkan
penyakit ke tanaman yang sehat. Misalnya, inokulum virus adalah
virion, bakteri berupa sel-sel bakteri, cendawan dengan spora, dan
nematode dalam bentuk telur atau larva instar kedua.
2. Inokulum disebarkan ke jaringan-jaringan yang peka (rentan).
Proses ini disebut “inokulasi”. Agen inokulasi dapat berupa
serangga (untuk virus, bakteri, mycoplasma, dan cendawan) atau air
dan angin (untuk cendawan).
3. Parasit harus masuk ke dalam tanaman melalui luka, bukaan alami
(stomata, hidatoda, lentisel), atau menginfeksi langsung pada
tanaman.
4. Parasit mulai memparasit dalam tanaman inangnya. Proses ini
disebut “infeksi”.
5. Siklus kejadian di atas berulang dengan cepat atau lambat,
tergantung pada kelahiran (natality) parasit. Oleh karena itu bila
tidak dilakukan usaha pengendalian, akan terjadi penyebaran dan
ledakan hebat suatu penyakit (epidemi).
13
1. Berdasarkan gejala, yang pada dasarnya dibedakan dalam tiga garis
besar, yaitu nekrose, hipoplasia dan hipertropi.
2. Bagian tumbuhan yang terserang, seperti seed rot (busuk
biji), kernel smut (jamur api pada bulir), seedling blight (hawar
semai), foot rot (busuk kaki), root rot(busuk akar), tuber rot (busuk
umbi), bud rot (busuk mata tunas), fruit rot (busuk buah), pod
rot (busuk polong), leaf spot (bercak daun), twig blight (hawar
ranting), dan blossom blight (hawar daun)
3. Macam tanaman yang diserang, seperti cereal diseases (penyakit
serealia), corn diseases (penyakit jagung) dsb.
4. Berdasarkan kerusakan yang ditimbulkan. Beberapa penyakit hanya
menyebabkan kerusakan tidak berarti, sementara yang lainnya dapat
menimbulkan kerusakan yang berarti.
5. Ada beberapa ahli yang mengklasifikasikan penyakit yang
disebabkan oleh parasit dan virus, dalam hubungannya dengan cara
timbulnya ke dalam 3 golongan, yaitu:
a. Penyakit Endemi, ialah apabila serangan penyakit tersebut
meluas atau menurun, dengan tingkat serangan tinggi atau
rendah, dan berjalan dari tahun ke tahun.
b. Penyakit Epidemi atau Epiphytotic, adalah penyakit yang
timbul dan meluas, tetapi secara periodik. Istilah epiphytotic
berarti berarti yang dikhususkan utk tumbuhan. Ilmu yang
mempelajari epidemi disebut epidemilogi.
c. Penyakit sporadis, merupakan penyakit yang timbulnya
dengan interval yang tidak teratur, demikian pula dengan
lokasinya.
6. Berdasarkan Penyebab Penyakitnya
Penyebab penyakit dibedakan menjadi dua golongan, yakni biotis
(parasit) dan abiotis (non parasit) yang setiap golongan dapat
dirinci sbb :
14
A. Biotis : Jamur, Bakteri, Virus, Nematoda, Tanaman tingkat
tinggi, Mycoplasma, Ricketsia, Lain-lain agensia.
B. Abiotis : Difisiensi unsur hara, Keracunan mineral, Kelembapan,
suhu, sinar yang tidak sesuai, Kekurangan oksigen, Polusi,
Reaksi tanah (pH)
15
Umumnya tumbuhan sakit menunjukkan gejala yang khusus. Gejala
(symptom) adalah perubahan-perubahan yang ditunjukkan oleh tumbuhan
sebagai akibat adanya penyakit. Seringkali penyakit tertentu tidak hanya
menyebabkan timbulnya satu gejala, tetapi juga menimbulkan sindroma.
Terkadang beberapa penyakit berbeda menunjukkan gejala yang sama,
sehingga dengan memperhatikan gejala saja sulit untuk mendiagnosis
dengan pasti. Maka selain memperhatikan gejala kita harus
memeperhatikan tanda (sign) dari penyakit. Tanda adalah semua pengenal
dari penyakit selain reaksi tumbuhan inang (gejala), misalnya bentuk
tubuh buah parasit, miselium, warna spora, bledeok, lendir, dan
sebagainya.
Berdasarkan sifatnya, ada 2 tipe gejala yaitu gejala lokal dan gejala
sistemik. Gejala lokal merupakan gejala yang dicirikan oleh perubahan
struktur yang jelas dan terbatas, biasanya dalam bentuk bercak atau
kanker. Gejalanya terbatas pada bagian-bagian tertentu dari tanaman.
Gejala sistemik merupakan kondisi serangan penyakit yang lebih luas,
bisanya tidak jelas batas-batasnya. Contohnya adalah serangan oleh virus
mozaic, belang, maupun layu. Gejalanya terdapat di seluruh tubuh
tanaman, yang berupa layu atau kerdil (Ueno, 2016).
Berdasarkan bentuknya, gejala penyakit tumbuhan dibagi menjadi
gejala morfologi dan gejala histologi. Gejala morfologi merupakan gejala
luar yang dapat dilihat dan dapat diketahui melalui bau, rasa, dan raba,
serta dapat ditunjukkan oleh seluruh tumbuhan atau tiap organ dari
tumbuhan. Gejala histologi merupakan gejala yang hanya dapat diketahui
lewat pemeriksaan mikroskopis dari jaringan yang sakit.
Gejala histologi dapat dibedakan menjadi tiga tipe gejala, yaitu
nekrosis, hipoplasia, dan hiperplasia. Gejala nekrotik merupakan
gejala penyakit yang ditandai dengan degenerasi protoplas diikuti
dengan matinya sel-sel, jaringan, organ dan seluruh tumbuhan, yang
dapat berupa bercak, bintik, noda, dan hawar. Gejala hipoblastik adalah
gejala yang ditimbulkan karena adanya hambatan atau kegagalan dari
16
tanaman atau organ untuk berkembang secara penuh. Gejala umum dari
hipoplasia yaitu ukuran dibawah normal dan warna yang pucat, misalnya
kerdil, roset, mosaic, dan albinasi. Gejala hiperplastik merupakan gejala
yang timbul karena hasil pertumbuhan yang luar biasa ukuran atau
perkembangan dini yang abnormal dari organ tumbuhan misalnya
keriting, membengkoknya tajuk, atau menggulungnya daun karena
pertumbuhan yang berlangsung pada satu sisi, puru, dan kudis.
Diganosis seringkali ditemukan tanda-tanda, yaitu kenampakan
makroskopis patogen atau bagiannya memegang peranan penting. bahkan
lebih penting dari gejala. Tanda-tanda umumnya terbatas pada penyakit
yang disebabkan oleh jamur dan bakteri. Jamur-jamur parasit tertentu
akan membentuk struktur-struktur di luar badan tumbuhan, khususnya
yang menghasilkan spora. Tanda-tanda yang sering muncul adalah dalam
bentuk miselium, karat, tepung, jamur hitam, smut (gosong bengkak),
cacar putih, bercak, sklerotium, dan lendir bakteri.
2.3 Pestisida
2.3.1 Definisi Pestisida
Pestisida adalah subtansi yang digunakan untuk membunuh atau
mengendalikan berbagai hama. Kata pestisida berasal dari kata pest
yang berarti hama dan cida yang berarti pembunuh. Jadi secara
sederhanapestisida diartikan sebagai pembunuh hama yaitu tungau,
tumbuhan pengganggu, penyakit tanaman yang disebabkan oleh
fungi, bakteri, virus, nematode, siput, tikus, burung dan hewan lain
yang dianggap merugikan. Menurut Permenkes RI,
No.258/Menkes/Per/III/1992 semua zat kimia/ bahan lain serta jasad
renik dan virus yang digunakan untuk membrantas atau mencegah
hama-hama dan penyakit yang merusak tanaman, bagian-bagian
tanaman atau hasil pertanian, memberantas gulma, mengatur/
merangsang pertumbuhan tanaman - tidak termasuk pupuk-,
mematikan dan mencegah hama-hama liar pada hewan-hewan piaraan
17
dan ternak, mencegah/ memberantas hama-hama air, memberantas/
mencegah binatang-binatang dan jasad renik dalam rumah tangga,
bangunan dan alat-alat angkutan, memberantas dan mencegah
binatang-binatang termasuk serangga yang dapat menyebabkan
penyakit pada manusia atau binatang yang perlu dilindungi dengan
penggunaan pada tanaman, tanah dan air.
18
H. Larvisida : Berasal dari kata Yunani lar berfungsi untuk
membunuh ulat (larva). Contohnya Fenthinol, Dipel.
I. Molluksisida : Berasal dari kata Yunani molluscus artinya
berselubung tipi atau lembek, berfungsi untuk mtmbunuh siput.
Contohnya Morestan, PLP, Brestan 60.
J. Nematisida : Berasal dari kata Latin nematoda atau bahasa Yunani
nema berarti benang, berfungsi untuk membunuh nematoda.
Contohnya Nemacur, Furadan, Basamid G.
K. Ovisida : Berasal dari kata Latin novum berarti telur, berfunsi
untuk merusak telur.
L. Pedukululisida : Berasal dari kata Latin pedis yang berarti kutu,
tuma, berfungsi untuk membunuh kutu atau tuma :
M. Piscisida : Berasal dari kata Yunani pisces yang berarti ikan,
berfungsi untuk membunuh ikan. Contohnya Sqouxin.
N. Predidisida : Berasal dari kata Yunani pradea berarti pemangsa,
berfungsi untuk pembunuh predator.
O. Rodentisida : Berasal dari kata Yunani roder yang berarti
pengerat. Berfungsi untuk membunuh binatang pengerat, seperti
tikus. Contohnya: Diphacin 110, Klerat RMB, Racumin.
P. Silvisida : Berasal dari kata Latin silva yang berarti hutan.
Berfungsi untuk membunuh pohon.
Q. Termisida : Berasal dari katau Yunani termes artinya serangga
pelubang kayu, berfungsi untuk membunuh rayap. Contohnya
Agrolene 26 WP, Difusol CB.
19
Ambang Ekonomi adalah kepadatan populasi hama yang memerlukan
tindakan pengendalian untuk mencegah peningkatan populasi hama
berikutnya yang dapat mencapai Aras Luka Ekonomi, ALE
(Economic Injury Level). Sedangkan ALE didefinisikan sebagai
padatan populasi terendah yang mengakibatkan kerusakan ekonomi.
Kerusakan ekonomi terjadi bila nilai kerusakan akibat hama sama atau
lebih besarnya dari biaya pengendalian yang dilakukan, sehingga
tidak terjadi kerugian. Dengan demikian AE merupakan dasar
pengendalian hama untuk menggunakan pestisida kimia. AE ditulis
dalam bentuk matematis sebagai berikut (AAK, 1992):
AE (serangga/m2) = Biaya penyemprotan (Rp/ha)
20
Divisi : Spermatophyta
Sub-divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Poales
Famili : Gramineae (Poaceae)
Genus : Oryza Linn
Spesies : Oryza sativa L.
Menurut Aksi Agraris Kanisius (1990), tanaman padi memiliki bagian
morfologi yang terdiri dari vegetatif dan generatif. Bagian vegetatif terdiri dari
akar, batang, dan daun. Akar, merupakan bagian tanaman yang berfungsi untuk
menyerap air dan zat makanan dari dalam tanah, kemudian diangkut ke bagian
atas tanaman. Akar tanaman padi dapat dibedakan menjadi akar tunggang, akar
serabut, akar rambut dan akar tajuk. Batang padi memiliki batang yang beruas-
ruas, tingginya berkisar antara 107-115 cm dan warna batangya hijau. Anakan,
tanaman padi akan membentuk rumpun dengan anakannya, biasanya anakan
akan tumbuh pada dasar batang. Pembentukan anakan terjadi secara bersusun
yaitu anakan pertama, kedua, ketiga dan seterusnya. Padi mempunyai anakan
produktif sekitar 14-17 batang. Daun padi adalah sisik dan telinga daun. Daun
padi dibagi menjadi beberapa bagian yakni helaian daun, pelepah daun, dan
lidah daun. Daun berwarna hijau, muka daun sebelah bawah kasar, posisi daun
tegak dan daun benderanya tegak.
Sedangkan bagian generatif padi terdiri dari malai dan bulir. Malai,
merupakan sekumpulan bunga padi (spikelet) yang keluar dari buku paling atas.
Bulir padi terletak pada cabang pertama dan kedua. Panjang malai tergantung
pada varietas padi yang ditanam dan cara menanamnya. Bulir padi (gabah)
merupakan ovary yang sudah masak, bersatu dengan palea. Buah ini adalah
hasil penyerbukan dan pembuahan yang mempunyai bagian-bagian seperti
embrio (lembaga), endosperm, dan bekatul. Bentuk gabah padi adalah panjang
ramping dan warna gabah kuning bersih. Gabah yang sudah dibersihkan
kulitnya disebut dengan beras. Beras mengandung berbagai zat makanan yang
21
penting untuk tubuh, antara lain : karbohidrat, protein, lemak, serat kasar, abu,
dan vitamin.
Menurut AAK (1992), secara umum pemasakan bulir pada tanaman padi
terbagi atas empat stadia, yaitu:
1. Stadia masak susu (8-10 hari setelah berbunga merata),
2. Stadia masak kuning (7 hari setelah masak susu),
3. Stadia masak penuh (7 hari setelah masak kuning) dan
4. Stadia masak mati (6 hari setelah masak penuh).
Menurut Sudarmo (1991), secara umum ada tiga stadia pertumbuhan
tanaman padi dari awal penyemaian hingga panen, yaitu :
1. Stadia vegetatif ; dari perkecambahan sampai terbentuknya bulir. Pada
varietas padi yang berumur pendek (120 hari) stadia ini lamanya sekitar 55
hari, sedangkan pada varietas padi berumur panjang (150 hari) lamanya
sekitar 85 hari.
2. Stadia reproduktif ; dari terbentuknya bulir sampai pembungaan. Pada
varietas berumur pendek lamanya sekitar 35 hari, dan pada varietas berumur
panjang sekitar 35 hari juga.
3. Stadia pembentukan gabah atau biji ; dari pembungaan sampai pemasakan
biji. Lamanya stadia sekitar 30 hari, baik untuk varietas padi berumur
pendek maupun berumur panjang.
22
Devisi : Spermatophyta
Sub devisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Sapindales
Famili : Anacardiaceae
Genus : Mangifera
Spesies : Mangifera Indica L.
Tanaman mangga merupakan kelompok tumbuhan biji yang berupa pohon
yang batangnya keras dan berkayu. Tanaman mangga mempumyai toleransi
tumbuh yang tinggi, baik pada daerah dataran rendah maupun pada daerah
dataran tinggi, baik dengan curah hujan sedikit maupun banyak. Untuk
membudidayakan tanaman mangga dengan optimal harus dilakukan pada
daerah dengan temperatur, curah hujan, keadaan awan dan angin yang sesuai.
Mangga di Indonesia merupakan komuditas ekspor. Namun, tumbuhan
mangga tidak selamanya dapat terlepas dari serangan hama dan penyakit. Hama
dan penyakit tanaman dapat disebut juga sebagai organisme pengganggu
tanaman (OPT). Hewan dapat disebut hama karena mereka mengganggu
tumbuhan dengan memakannya. Terdapat puluhan bahkan ratusan jenis hama
dan penyakit yang menyerang tanaman mangga. Berbagai hama dan penyakit
pada tanaman mangga yang menyerang dapat ditandai dari gejala-gejala
serangan yang timbul.
23
BAB III
METODOLOGI
24
BAB IV
HASIL PENGAMATAN
25
Siklus hidupnya 40-70 hari tergantung pada spesiesnya. Stadia
tanaman yang rentan terhadap serangan penggerek adalah dari
pembibitan sampai pembentukan malai. Gejala kerusakan yang
ditimbulkannya mengakibatkan anakan mati yang disebut sundep
pada tanaman stadia vegetatif; dan beluk (malai hampa) pada
tanaman stadia generatif. Perbedaan hama sundep dan beluk yaitu :
A. Sundep : Hama menyerang daun padi muda, menguning dan
mati. Walaupun batang padi bagian bawah masih hidup atau
membentuk anak tanaman baru tapi pertumbuhan daun baru
tidak akan terjadi.
B. Beluk : Hama menyerang titik tumbuh tanaman padi yang
sedang bunting sehingga buliran padi keluar, berguguran, gabah-
gabah kosong dan berwarna keabu-abuan.
1 2 3 4
6 7
26
ekonomi atau jika populasi ngengat meningkat pada saat tanaman
fase generatif. Gunakan insektisida yang berbahan aktif: karbofuran,
bensultap, bisultap, karbosulfan, dimehipo, amitraz, atau fipronil.
Insektisida kimiawi memiliki dampak yang negatif bagi
lingkungan, untuk itu salah satu cara yang tepat untuk mengurangi
penggunaan pestisida adalah dengan cara pencegahan, yang berupa
penanaman bunga di sekitar areal persawahan. Bunga yang ditanam
adalah bunga kenikir (Cosmos sulphureus). Tanaman bunga
berwarna kuning ini berjejer rapi di tepian sawah Desa Sonobijo,
Kec. Mojolaban, Kab. Sukoharjo, Solo, Jawa Tengah. Bunga kenikir
ini memiliki bau yang khas dan daunnya biasa untuk sayuran.
Tanaman ini tumbuh liar. Ada juga yang rutin ditanam petani
Kelompok Tani di sekitar Sawah Sonobijo ini. Segerombolan
serangga berterbangan diatas bunga ini, ada lebah, kumbang helm,
capung, tomcat, sampai laba-laba. Mereka itu predator alami hama
sawah. Petani tanam bunga buat jagain ekosistem padi.
27
musuh alami, seperti predator dan parasitoid. Desa binaan Balai
Benih Palur ini jadi percontohan keberhasilan atas aplikasi tanaman
bunga sebagai refugia.
Pengendalian hama dengan insektisida kimiawi tak hanya
merusak lingkungan, namun juga memunculkan spesies baru dari
wereng atau wereng bio tipe baru. Populasi wereng meledak pun tak
terelakkan. Agar tidak terulang, lebih baik kembali pada
pengendalian alami dengan agen hayati, dengan rekayasa ekologi
berupa refugia. Pestisida yang berlebihan sekaligus menghilangkan
musuh alami yang jadi keragaman pada ekosistem padi, berupa
predator dan parasitoid. Pengendalian hama dengan penanaman
bunga kenikir ini disebut refugia karena memiliki arti suaka.
Maksudnya, suaka bagi musuh alami tanaman padi. Musuh alami itu
ada tiga jenis, yakni, predator (pemangsa seperti laba-laba, dan
capung), parasitoid (serangga yang menghabiskan seluruh atau
sebagian hidup berada di inang hama atau serangga lain bahkan bisa
mematikan inang) dan patogen (kelompok jamur, virus, bakteri
antagonis yang memarasit serangga). Padi menjadi tanaman
monokultur sangat rentan terhadap hama dan penyakit. Meski
demikian, sebenarnya hama alami dapat dikendalikan dengan musuh
alami. Parasitoid memiliki peran sangat besar dalam mengendalikan
hama, dalam hal ini adalah parasitoid lebah, sang musuh alami larva
ngengat penggerek batang padi. Rekayasa ekosistem ini
memanfaatkan musuh alami sebagai pengendali populasi organisme
pengendali hayati.
28
alami. Pertanaman yang dipupuk nitrogen tinggi dengan jarak tanam
rapat merupakan kondisi yang sangat disukai wereng.
Stadia tanaman yang rentan terhadap serangan wereng coklat
adalah dari pembibitan sampai fase matang susu. Gejala kerusakan
yang ditimbulkannya adalah tanaman menguning dan cepat sekali
mengering. Umumnya gejala terlihat mengumpul pada satu lokasi -
melingkar disebut hopperburn.
Ambang ekonomi hama ini adalah 15 ekor per rumpun. Siklus
hidupnya 21-33 hari. Mekanisme kerusakan adalah menghisap
cairan tanaman pada sistem vaskular (pembuluh tanaman).
Pengendalian hama dapat dilakukan dengan cara : (1)
Pengendalian secara kultural dan penanaman varietas yang tahan
9 10
Gambar 9 :
:Wereng coklat.
29
C. Wereng Hijau (Green Leafhopper)
Nama ilmiah hama ini adalah Nephotettix virescens (Distant)
atau Nephotettix nigropictus (Stål) atau Nephotettix cincticeps
(Uhler) atau Nephotettix malayanus (Ishihara & Kawase),
Hemiptera: Cicadellidae
Wereng hijau merupakan hama penting karena dapat
menyebarkan (vektor) virus penyebab penyakit tungro. Kepadatan
populasi wereng hijau biasanya rendah, sehingga jarang
menimbulkan kerusakan karena cairan tanaman dihisap oleh wereng
hijau. Namun karena kemampuan pemencaran (dispersal) yang
tinggi, bila ada sumber inokulum sangat efektif menyebarkan
penyakit. Populasi wereng hijau hanya meningkat pada saat tanam
hingga pembentukan malai. Kepadatan populasi tertinggi pada saat
itu mencapai 1 ekor per rumpun.
Gejala kerusakan yang ditimbulkannya adalah tanaman menjadi
kerdil, anakan berkurang, daun berubah warna menjadi kuning
sampai kuning oranye.
Ambang kendali adalah 5 ekor wereng hijau per rumpun. Jika
tungro juga ada di lapang, 2 tanaman bergejala tungro per 1000
rumpun pertanda tungro telah ditularkan dan dapat merusak
tanaman. Siklus hidup 23-30 hari.
30
menyukai menghisap cairan tanaman pada daun bagian pinggir
daripada di pelepah daun atau daun bagian tengah. Hama ini sangat
menyukai tanaman yang dipupuk nitrogen tinggi.
Cara pengendalian hama ini yaitu dengan : (1) Tanam varietas
tahan wereng hijau seperti IR72 dan IR66; (2) Pengendalian
dilakukan jika di lapang terlihat gejala tungro; (3) Pemberian
insektisida dilakukan apabila sudah mencapai ambang batas
ekonomi; (3) Insektisida (bila diperlukan) antara lain gunakan yang
berbahan aktif: BPMC, buprofezin, etofenproks, imidakloprid,
karbofuran, MIPC, atau tiametoksam.
31
Ambang ekonomi adalah 5 ekor nimfa atau kepinding dewasa
per rumpun. Bila terdapat 10 ekor kepinding dewasa per rumpun
dapat mengakibatkan kehilangan hasil sampai 35%. Siklus hidupnya
adalah 28-35 hari. Mekanisme kerusakan adalah menghisap cairan
tanaman.
Kepinding tanah dewasa sangat tertarik kepada lampu
perangkap; karena itu kepinding tanah yang terperangkap perlu
dibakar dan dibunuh.
32
pembungaan. Mekanisme merusaknya yaitu menghisap butiran
gabah yang sedang mengisi.
Cara pengendalian yaitu : (1) Kendalikan gulma di sawah dan di
sekitar pertanaman; (2) Ratakan sawah dan pupuk secara merata
agar pertumbuhan tanaman seragam; (3) Tangkap walang sangit
dengan menggunakan jaring sebelum stadia pembungaan; (4)
Umpan walang sangit dengan menggunakan ikan yang sudah busuk,
daging yang sudah rusak, atau dengan kotoran ayam; (5) Aplikasi
insektisida dilakukan apabila serangan sudah mencapai ambang
ekonomi; (6) Aplikasi insektisida sebaiknya dilakukan pada
pagipagi sekali atau sore hari ketika walang sangit berada di kanopi;
(6) Penggunaan insektisida (bila diperlukan) antara lain yang
berbahan aktif: BPMC, fipronil, metolkarb, MIPC, atau propoksur.
F. Tikus (Rat)
Tikus (Rattus argentiventer (Rob. & Kloss)) merusak tanaman
padi pada semua stadium pertumbuhan dari semai hingga panen,
bahkan di gudang penyimpanan. Kerusakan parah terjadi jika tikus
menyerang padi pada stadium generatif, karena tanaman sudah tidak
mampu membentuk anakan baru. Tikus merusak tanaman padi
mulai dari tengah petak, kemudian meluas ke arah pinggir, dan
menyisakan 1-2 baris padi di pinggir petakan pada keadaan serangan
berat.
Tikus menyerang padi pada malam hari. Pada siang harinya,
tikus bersembunyi di dalam lubang pada tanggul-tanggul irigasi,
jalan sawah, pematang, dan daerah perkampungan dekat sawah.
Pada periode bera, sebagian besar tikus bermigrasi ke daerah
perkampungan dekat sawah dan akan kembali lagi ke sawah setelah
pertanaman padi menjelang generatif.
33
Kehadiran tikus pada daerah persawahan dapat dideteksi dengan
memantau keberadaan jejak kaki (foot print), jalur jalan (run way),
kotoran/feces, lubang aktif, dan gejala serangan.
Tikus berkembang biak sangat cepat dan hanya terjadi pada
periode padi generatif. Satu ekor tikus betina dapat menghasilkan
80 ekor tikus baru dalam satu musim tanam.
15
Gambar 15 : Tikus sawah
15
16
A
C
Gambar 16 : Cirikhas petak sawah diserang tikus (A), kerusakan padi stadia
vegetatif (B) & generatif (C)
34
Tabel 1 : Kegiatan Pengendalian Tikus
Stadia padi / kondisi lingkungan sawah
Cara
Bera Olah Semai Tanam Bertunas Bunting Matang
Pengendalian
Tanah
Tanam + +
serempak
Sanitasi ++ + +
habitat
Gropyok + ++ +
massal
Fumigasi ++ ++
LTBS ++ + + ++
TBS ++
Rodentisida +
(jika
diperlukan)
Keterangan : + = dilakukan; ++ = difokuskan
35
dengan ajir bambu pada setiap jarak 1 m, bubu perangkap dipasang
pada setiap sisi dalam pagar plastik dengan lubang menghadap
keluar dan jalan masuk tikus. Petak TBS dikelilingi parit dengan
lebar 50 cm yang selalu terisi air untuk mencegah tikus menggali
atau melubangi pagar plastik. Prinsip kerja TBS adalah menarik
tikus dari lingkungan sawah di sekitarnya (hingga radius 200 m)
karena tikus tertarik padi yang ditanam lebih awal dan bunting lebih
dahulu, sehingga dapat mengurangi populasi tikus sepanjang
pertanaman.
17 18
A
B
Gambar 17 : TBS pada habitat batas kampung (A),
Gambar 18 : LTBS pada habitat tanggul irigasi
& bubu perangkap (B)
18A
Gambar 18A :
Fumigasi
20 m
120 m
36
Fumigasi paling efektif dilakukan pada saat tanaman padi stadia
generatif. Pada periode tersebut, sebagian besar tikus sawah sedang
berada dalam lubang untuk reproduksi. Metode tersebut terbukti
efektif membunuh tikus beserta anak-anaknya di dalam lubangnya.
Rodentisida hanya digunakan apabila populasi tikus sangat
tinggi, dan hanya akan efektif digunakan pada periode bera dan
stadium padi awal vegetatif.
Gambar 19 : Serangga dewasa ganjur seperti nyamuk kecil Gambar 20 : Gejala kerusakan: daun
menggulung seperti daun bawang.
37
Cara pengendaliannya yaitu dengan : (1) Atur waktu tanam agar
puncak curah hujan tidak bersamaan dengan stadia vegetative; (2)
Bajak ratun/tunggul dari tanaman sebelumnya dan buang/bersihkan
semua tanaman inang alternatif selama masa bera, seperti padi liar
Oryza rufipogon untuk mengurangi infestasi hama; (3) Tanam
varietas tahan; (4) Hama ganjur dewasa sangat tertarik terhadap
cahaya, oleh karena itu lampu perangkap dapat digunakan untuk
menangkap hama ganjur dewasa; (5) Insektisida granular yang
berbahan aktif karbofuran dapat digunakan karena bekerja secara
sistemik.
Gambar 21 : Ngengat hama putih Gambar 22 : Larva hama Gambar 23 : Daun berwarna putih
palsu pada saat istirahat. putih palsu. dan terlipat akibat
rusakan yang ditimbulkan
38
Tanda pertama adanya infestasi adalah kehadiran ngengat di
sawah. Ngengat berwarna kuning coklat, pada bagian sayap depan
ada tanda pita hitam sebanyak 3 buah yang garisnya lengkap
maupun terputus. Pada saat beristirahat, ngengat membentuk
segitiga.
Pengendaliannya ialah jangan menyemprot insektisida sebelum
tanaman berumur 30 hari setelah tanam pindah atau 40 hari sesudah
sebar benih. Tanaman padi yang terserang pada fase ini dapat pulih
apabila air dan pupuk dikelola dengan baik. Gunakan insektisida
(bila diperlukan) yang berbahan aktif fipronil atau karbofuran.
26
39
Stadia tanaman yang paling rentan adalah pada fase pembibitan
sampai stadia anakan. Stadia hama yang merusak adalah stadia
larva. Siklus hidup hama putih adalah 35 hari.
Kerusakan pada daun yang khas yaitu daun terpotong seperti
digunting. Daun yang terpotong tersebut dibuat menyerupai tabung
yang digunakan larva untuk membungkus dirinya, dimana larva
aman dengan benang-benang sutranya. Larva bernafas dari dalam
tabung dan memerlukan air di sawah. Gulungan daun yang berisi
larva akan mengapung di atas permukaan air pada siang hari dan
makan pada malam hari. Larva akan memanjat batang padi
membawa gulungan daunnya yang berisi air untuk.
Tingkat ambang ekonomi adalah lebih dari 25% daun rusak atau
10 daun rusak per rumpun. Insektisida (bila diperlukan) gunakan
yang berbahan aktif: BPMC, atau karbofuran
40
Kerusakan terjadi karena larva makan bagian atas tanaman pada
malam hari dan cuaca yang berawan. Daun yang dimakan dimulai
dari tepi daun sampai hanya meninggalkan tulang daun dan batang.
Larvanya sangat rakus, dan semua stadia tanaman padi dapat
diserangnya, mulai dari pembibitan, khususnya pembibitan kering,
sampai fase pengisian. M. separata dapat memotong malai pada
pangkalnya dan dikenal sebagai ulat pemotong leher malai.
27 29
28
Gambar 28 : Gejala kerusakan pada daun yang dimakan mulai dari tepi daun dan
hanya meninggalkan tulang daun dan batang.
41
berukuran besar yang sangat mudah dikenali karena pada sayapnya
terdapat bercak seperti bentuk mata.
Gambar 30 : Ngengat berukuran besar, pada sayapnya terdapat bercak berbentuk mata.
Gambar 31 : Larva ulat tanduk hijau memiliki 2 pasang tanduk, satu pasang dibagian ujung kepala dan yang satu
lagi dibagian ujung abdomen
42
berwarna putih. Larva yang sudah tua makan dari pinggiran daun.
Larva bergerak seperti ulat jengkal dengan cara melengkungkan
bagian belakang tubuhnya
Gambar 32 : Larva muda ulat jengkal palsu hijau memarut jaringan epidermis tanaman meninggalkan lapisan
bawah daun yang berwarna putih.
Gambar 33 : Larva tua ulat jengkal-palsu hijau makan dari pinggiran daun.
43
M. Orong-orong (Mole Cricket)
Nama ilmiahnya adalah Gryllotalpa orientalis (Burmeister)
Orthoptera: Gryllotalpidae. Orong-orong jarang menjadi masalah di
sawah, tapi sering ditemukan di lahan pasang surut dan biasanya
hanya terdapat di sawah yang kering yang tidak digenangi.
Penggenangan tanaman menyebabkan orong-orong pindah ke
pematang. Hama ini memiliki tungkai depan yang besar. Siklus
hidupnya 6 bulan. Stadia tanaman yang rentan terhadap serangan
hama ini adalah fase pembibitan sampai anakan. Benih yang disebar
di pembibitan juga dapat dimakannya.
44
Cara pengendaliannya yaitu : (1) Orong-orong biasanya ada di
sawah yang tidak digenangi atau di sawah yang tanahnya tidak rata;
oleh karena itu perataan tanah penting agar air tergenang merata; (2)
Penggenangan sawah 3-4 hari dapat membantu membunuh telur
orong-orong di tanah; (3) Penggunaan umpan (sekam dicampur
insektisida); (4) Penggunaan insektisida (bila diperlukan) yang
berbahan aktif karbofuran atau fipronil.
38 39
45
Gejala kerusakan adalah bercak-bercak kuning yang dapat
dilihat di sepanjang tepi daun yang baru muncul dan daun yang
terserang mengalami perubahan bentuk. Telur diletakkan pada
permukaan atas daun, berwarna keputih-putihan dan berbentuk
lonjong seperti pisang. Siklus hidupnya 4 minggu.
Tanaman yang terserang anakannya menjadi berkurang dan
serangan berat dapat memperlambat fase pematangan 7-10 hari.
Tanaman pada dasarnya dapat mengkompensasi asalkan tidak ada
serangan hama lainnya atau tekanan lingkungan yang
mempengaruhi.
Cara pengendaliannya yaitu : (1) Keringkan sawah; (2)
Pengendalian lalat bibit yang tepat adalah pencegahan karena ketika
gejala kerusakan terlihat di lapang, lalat bibit sudah tidak ada di
pertanaman; (3) Penggunaan insektisida (bila diperlukan) adalah
yang berbahan aktif: bensultap, BPMC, atau karbofuran.
46
(tanam benih secara langsung), selama 21 hari setelah sebar benih
sawah perlu dikeringkan kemudian digenangi lagi secara bergantian.
Selain itu perlu dibuat caren di dalam dan di sekeliling petakan
sawah sebelum tanam, baik di musim hujan maupun kemarau. Ini
dimaksudkan agar pada saat dilakukan pengeringan, keong mas akan
menuju caren sehingga memudahkan pengambilan keong mas dan
sebagai salah satu cara pengendaliannya.
Gambar 40 : Biibit yang hilang dan bekas potongan daun dan batang terlihat mengambang akibat dimakan keong
mas
47
dihancurkan dengan kayu/ bambu. (3) Bila di suatu lokasi sudah
diketahui bahwa keong mas adalah hama utama, sebaiknya tanam
bibit yang tua dan tanam lebih dari satu bibit per rumpun; buat caren
di dalam dan di sekeliling petakan sawah.; (4) Bila diperlukan
gunakan pestisida yang berbahan aktif niclos amida dan pestisida
botani seperti lerak, deris, dan saponin.; (5) Aplikasi pestisida
dilakukan di sawah yang tergenang, di caren, atau di cekungan-
cekungan yang ada airnya tempat keong mas berkumpul.
P. Burung (Bird)
Burung (Lonchura spp. dan Ploceus sp.) menyerang tanaman
padi yang sudah dalam fase matang susu sampai pemasakan biji
(sebelum panen). Serangan mengakibatkan biji hampa, adanya
gejala seperti beluk, dan biji banyak yang hilang.
Gambar 42 : Burung.
48
satu-satunya sumber makanan pada saat itu.; (4) Kendalikan
habitat/sarang burung.
Gambar 43 : Gejala akibat serangan burung pada malai yaitu gabah hampa dan banyak biji yang hilang.
49
inang. Sel-sel bakteri membentuk butir-butir embun pada waktu pagi
hari yang mengeras dan melekat pada permukaan daun.
44 45
Gambar 44 : Bercak kuning dimulai pada Gambar 45 : Serangan pada pembibitan mengakibatkan bibit
bagian tepi daun. kering.
50
Bakteri memasuki tanaman melalui kerusakan mekanik atau
melalui terbukanya sel secara alami. Butir-butir embun yang
mengandung bakteri akan muncul pada permukaan daun. Hujan dan
angin membantu penyebaran penyakit ini.
Gambar 48 : Akibat infeksi bakteri daun bergaris, seluruh pertanaman menjadi berwarna oranye kekuning-kuningan.
51
C. Blas (Blast)
Disebabkan oleh Pyricularia grisea. Penyakit blas menginfeksi
tanaman padi pada setiap fase pertumbuhan. Gejala khas pada daun
yaitu bercak berbentuk belah ketupat - lebar di tengah dan
meruncing di kedua ujungnya. Ukuran bercak kira-kira 1-1,5 x 0,3-
0,5 cm berkembang menjadi berwarna abu-abu pada bagian
tengahnya. Daun-daun varietas rentan bisa mati. Bercak penyakit
blas sering sukar dibedakan dengan gejala bercak coklat
Helminthosporium.
49
50
52
relatif cepat.; (2) Gunakan pupuk nitrogen sesuai anjuran.; (3)
Upayakan waktu tanam yang tepat, agar waktu awal pembungaan
(heading) tidak banyak embun dan hujan terus-menerus.; (4)
Pengendalian secara kimiawi, gunakan fungisida ( bila diperlukan)
yang berbahan aktif metil tiofanat atau fosdifen dan kasugamisin.;
(4) Perlakuan benih.
53
tanaman yang terinfeksi.; (4) Rotasi tanaman dengan kacang-
kacangan untuk menurunkan serangan penyakit.; (5) Buang gulma
dan tanaman yang sakit dari sawah.; (5) Gunakan fungisida (bila
diperlukan) antara lain yang berbahan aktif: heksakonazol,
karbendazim, tebukanazol, belerang, flutalonil, difenokonazol,
propikonazol, atau validamisin A.
Gambar 52 (kiri) : Bercak kehitam-hitaman pada sisi luar pelepah daun akibat infeksi busuk batang.
Gambar 53 (kanan) : Gejala busuk batang pada anakan mengakibatkan tanaman rebah.
54
berimbang; pupuk nitrogen sesuai anjuran dan pemupukan K
cenderung dapat menurunkan infeksi penyakit.; (4) Gunakan
fungisida (bila diperlukan) yang berbahan aktif belerang atau
difenokonazol.
55
(5) Penyemprotan dengan fungisida (bila diperlukan) yang berbahan
aktif benomil juga efektif menekan infeksi penyakit.
Gambar 56 (Kiri) : Gejala awal hawar daun jingga berupa bercak hijau kuning terang yang berkembang menuju ujung daun.
Gambar 57 (Tengah) : Gejala berupa bercak berwarna hijau kuning terang pada stadia mulai berbunga.
Gambar 58 (Kanan) : Bercak yang bersatu menyerupai gejala hawar daun bakteri.
56
H. Tungro
Di lapang, penyakit ini ditularkan oleh wereng hijau. Tanaman
yang terinfeksi tumbuh kerdil dengan anakan sedikit. Daun
mengalami perubahan warna dari hijau menjadi sedikit kuning
sampai kuning oranye dan kuning coklat, dimulai dari ujung daun,
terutama pada daun muda.
Tanaman yang terinfeksi biasanya hidup hingga fase pemasakan.
Pembungaan yang terlambat bisa menyebabkan tertundanya panen.
Malai menjadi kecil, steril, dan tidak sempurna. Bercak coklat gelap
menutupi bulir-bulir, sehingga bobot bulir lebih rendah daripada
bulir tanaman sehat sehingga mengakibatkan hasil rendah. Tanaman
tua yang terinfeksi bisa tidak memperlihatkan gejala serangan
sebelum panen, tetapi singgang yang tumbuh bisa memperlihatkan
gejala serangan dan menjadi sumber inokulum.
Stadia pertumbuhan tanaman yang paling rentan adalah dari
pembibitan sampai bunting. Kehilangan hasil dapat mencapai 68%
ketika tanaman yang terinfeksi baru berumur 10-20 hari setelah
sebar (hss); atau 30% apabila tanaman yang terinfeksi sudah
berumur antara 40-50 hss; dan hanya 5% jika tanaman sudah
berumur 70-80 hss.
57
Kalimas, dan Bondoyudo.; (4) Atur waktu tanam serempak minimal
20 ha luasan sawah.; (5) Tanam bibit pada saat yang tepat, yaitu
dengan menanam bibit sebulan sebelum puncak kepadatan wereng
hijau tercapai.; (5) Tanam jajar legowo.; (6) Pada saat tanaman umur
2-3 minggu setelah tanam bila dijumpai 2 tanaman bergejala dari 10
rumpun, segera aplikasi insektisida yang efektif mematikan wereng
hijau.; (7) sawah jangan dikeringkan, biarkan kondisi air pada
kapasitas lapang agar wereng hijau tidak aktif berpencar
menyebarkan tungro.
58
J. Kerdil Hampa (Ragged Stunt)
Patogen penyebab penyakit kerdil hampa adalah virus yang
ditularkan oleh wereng coklat. Tanaman yang terinfeksi menjadi
kerdil. Gejala lainnya bervariasi tergantung fase pertumbuhan
tanaman. Tanaman sehat dan sakit mempunyai anakan yang sama
pada awalnya, tanaman sakit tetap hijau pada fase pemasakan dan
mempunyai lebih banyak anakan daripada tanaman sehat.
Daun-daun bergerigi merupakan gejala awal yang jelas pada fase
awal tanaman muda. Pinggir daun yang tidak rata atau pecah-pecah
dapat terlihat sebelum daun menggulung. Bagian helai daun yang
rusak menunjukkan gejala khlorotik, menjadi kuning atau kuning
kecoklat-coklatan, dan terpecah-pecah. Infeksi pada daun bendera
menyebabkan daun melintir, berubah bentuk, dan memendek pada
fase bunting.
Karena ditularkan oleh wereng coklat, maka pengendalian yang
tepat adalah dengan mengendalikan wereng coklat.
63 64
59
4.2 Hama dan Penyakit Tanaman Mangga
Hasil pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Mangga yang ditemukan
pada praktikum Perlindungan Tanaman di daerah Sonobijo, Kec. Mojolaban,
Palur, Kab. Sukoharjo, Solo, ini adalah sebagai berikut, yaitu : Hama Penggerek
Buah, Wereng Mangga, Lalat Buah, Kutu Lawana, Trips, Bintil Daun, Kutu
Daun, Penggoret Cabang, Penyakit Antraknose, Embun Tepung, Belendok, dan
Ganggang. Masing-masing akan penulis/ praktikan terangkan pada laporan ini.
Berikut adalah penjelasan mengenai hama dan penyakit yang ditemukan
praktikan dibawah ini!
60
B. Wereng Mangga Idioscopus sp. (Homoptera : Jassidae/
Cicadellidae : Idiocerinae)
Pada populasi tinggi daun-daun tanaman tampak seperti berisi
air gula/madu yang lengket dan merupakan media yang baik bagi
pertumbuhan jamur Jelaga. Serangan/populasi tinggi pada saat
pembungaan dapat menyebabkan bunga gugur.
61
Pengendalian : (1) Bila memungkinkan lakukan pembungkusan
buah dengan kantong plastik atau kertas.; (2) Lakukan sanitasi
kebun dengan lakukan pencacahan tanah yang agak dalam di bawah
tajuk secara merata.; (3) Buah-buah terserang dipungut dan
dibungkus dengan kantong plastik atau dibenam.; (4) Pengasapan di
sekitar pohon untuk mengusir lalat dewasa. Pengasapan dilakukan
3-4 hari sekali mulai saat pembenrukan buah sampai 1-2 minggu
sebelum panen.; (5) Pemasangan perangkap dengan umpan Sulingan
Selasih/ Methyl Eugenol (ME)/ Protein Hydrolisa dan ditambah
insektisida untuk mematikannya.; (6) Pemberian umpan semprot
(bait spray), yaitu umpan protein yang mengandung ammonia
dicampur dengan insektisida khlorpirifos (Dursban 20 EC) atau
malathion (Fyfanon 440 EW), dapat membunuh lalat buah betina. ;
(7) Pemanfaatan musuh alami : tabuhan parasitoid, semut
(semangah), laba-laba, kumbang helm, cocopet, dll.
62
E. Trips (Fam. Thripidae)
Sudah dikenal ada 3 macam Trips pada mangga : Trips daun dan
buah (Selenothrips rubrocinctus), Trips bunga (Frankliniella
schultzei / Trips imaginis), dan Trips strawberry (Scirtothrips
dorsalis) yang tinggal/ menyerang pada pucuk tanaman.
63
G. Penggoret Cabang (Stem Minor) Spulerina isonoma (Fam.
Gracillariidae)
Larva hidup dibawah epidermis cabang/ ranting. Walaupun
jarang sampai menyebabkan kematian, tetapi akan mempengaruhi
pertumbuhan tanaman dan perkembangan buah.
64
4.2.2 Penyakit Tanaman Mangga
A. Penyakit Antraknose (Gloeosporium mangiferae dan
Coletotrichum gloeosporioides)
Bercak pada daun berwarna hitam kecoklatan/kemerahan lalu
daun mengeriting dan mengecil. Serangan pada bunga menyebabkan
bunga menjadi hitam lalu gugur (termasuk bakal buah). Serangan
pada buah menyebabkan buah menghitam cekung, daging buah
busuk, buah keriput lalu gugur.
:
Gambar 73 : Serangan Penyakit Antraknose
Pengendalian antraknose : (1) Mengatur kelembaban kebun
dengan melakukan pemangkasan untuk perbaikan sirkulasi udara.
(2) Aplikasi fungisida Dithane M-45, Delsene MX 80 WP atau
Victory 80 WP.
65
Pengendalian : (1) Lakukan pengaturan pemangkasan sehingga
pembungaan tidak jatuh pada saat cuaca cocok untuk perkembangan
cendawan.; (2) Lakukan pengembusan dengan fungisida serbuk
belerang (Misalnya : Microthiol 720 F, Belvo 80 WDG, atau
Kumulus 80 WDG).; (3) Aplikasi fungisida Rubigan 120 EC, Topsin
M 70 WP,atau Kocide 77 WP.
66
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Hama dan Penyakit yang menyerang padi ternyada sangat banyak dan
beragam. Diantaranya yaitu Penggerek Batang Padi, Wereng Coklat, Wereng
Hijau, Kepinding Tanah, Walang Sangit, Tikus, Ganjur, Hama Putih Palsu,
Hama Putih, Ulat Grayak, Ulat Tanduk Hijau, Ulat Jengkal Palsu Hijau, Orong-
orong, Lalat Bibit, Keong Mas, Burung, Hawar Daur Bakteri, Bakteri Daun
Bergaris, Blas, Hawar Pelepah Daun, Busuk Batang, Busuk Pelepah Daun
Bendera, Hawar Daun Jingga, Tungro, Kerdil Rumput, dan Kerdil Hampa.
Sedangkan Hama dan Penyakit yang menyerang tanaman mangga adalah :
Hama Penggerek Buah, Wereng Mangga, Lalat Buah, Kutu Lawana, Trips,
Bintil Daun, Kutu Daun, Penggoret Cabang, Penyakit Antraknose, Embun
Tepung, Belendok, dan Ganggang.
Pengendalian hama dan penyakit pada tanaman padi dan mangga dapat
dilakukan dengan cara hayati, biologis, kimiawi, mekanis, dan lain sebagainya
guna meningkatkan produksi tanaman.
5.2 Saran
Dimohon kepada mahasiswa harap serius dalam menjalani praktikum, harap
memperhatikan dosen yang sedang menjelaskan, dan fokus dalam
mengidentifikasi hama dan penyakit tanaman guna bekal ilmu yang bermanfaat
dalam mengabdi kepada masyarakat.
67
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2016. Laporan Identifikasi Hama dan Penyakit Tanaman Padi. STPP
Malang. Malang
Arumingtyas, L. 2018. Tanaman Ini Penjaga Sawah dari Hama, Murah dan Ramah
Lingkungan. (http://www.mongabay.co.id/2018/05/05/tanaman-ini-
penjaga-sawah-dari-hama-murah-dan-ramah-lingkungan/) Diakses pada 18
Oktober 2018
Bramastyo, et al. 2014. Laporan Praktikum Pengendalian Terpadu Hama dan
Penyakit Tanaman Padi. Fakultas Pertanian. Universitas Padjajaran.
Bandung
Budijono, et al. 1997. Mengendalikan Hama dan Penyakit Mangga. Instalasi
Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian Wonocolo. Wonocolo
Djafaruddin. 1996. Dasar-dasar Perlindungan Tanaman. Universitas Andalas.
Padang.
Kartohardjono, et al. 2009. Hama Padi Potensial dan Pengendaliannya. Balai
Besar Penelitian Tanaman Padi. Kementerian Pertanian. Sukabumi
Masnur, et al. 2018. EFEKTIVITAS INSEKTISIDA NABATI DAUN KERSEN
(Muntingia calabura L.), SERAI WANGI (Cymbopogon nardus L.) DAN
INSEKTISIDA HAYATI BAKTERI Bacillus thuringiensis, JAMUR
Beauveria bassiana DALAM PENGENDALIAN EKOLOGIS HAMA ULAT
GRAYAK (Spodoptera exigua Hurbner) PADA TANAMAN BAWANG
MERAH (Allium cepa var ascalonicum L.) VARIETAS BIMA BREBES.
Proposal Penelitian. Program Studi Agroteknologi. Fakultas Pertanian.
Universitas Islam Batik. Surakarta
Masnur, M; dan I. Aludin. 2018. Pengaruh Kerapatan Tanaman terhadap Jumlah
Hasil Produksi Padi (Oryza sativa L.) pada Berbagai Sistem Jarak Tanam
dengan Jajar Legowo dan Tanpa Jajar Legowo. Makalah. Program Studi
Agroteknologi. Fakultas Pertanian. Universitas Islam Batik. Surakarta
Masnur, M; E. Supriyanto; dan B.A. Anshori. 2018. Gejala Serangan Hama fillum
Aschelminthes, Mollusca dan Chordata pada Tanaman Budidaya
68
Pertanian. Makalah. Program Studi Agroteknologi. Fakultas Pertanian.
Universitas Islam Batik. Surakarta
Nikmah, et al. 2016. Laporan Praktikum Perlindungan Tanaman. Program Studi
Agroekologi. Fakultas Pertanian. Universitas Jember. Jember
Pracaya. 1992. Hama dan Penyakit Tanaman. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta.
Pradana, D.S; Suprapto; dan B. Rahayudi. 2018. Sistem Pakar Pendeteksi Hama
dan Penyakit Tanaman Mangga Menggunakan Metode Iterative
Dichotomiser Tree (ID3). Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan
Ilmu Komputer. 2 (7) : 2713-2720
Sudarma, I.M. 2014. Perlindungan Tanaman. Penerbit Plantaxia. Yogyakarta
Sulistyawati, Y. 2017. Hama Penyakit Tanaman Padi dan Cara Pengendaliannya.
BPTP Balitbangtan NTB. Kementerian Pertanian. Pajale
Swastika, I.W. 2014. OPT Utama pada Tanaman Mangga dan Pengendaliannya.
Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Bali. Kementerian
Pertanian. Denpasar
Triharso. 2004. Dasar-dasar Perlindungan Tanaman. Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta.
Untung, K. 1996. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. Universitas Gadjah
Mada. Yogyakarta
Winarto, et al. 2016. Krisis Pangan dan Sesat Pikir Mengapa Masih Berlanjut?.
Penerbit Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Jakarta
Wurjandari, et al. 2005. Masalah Lapang Hama, Penyakit dan Hara pada Padi.
Balai Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Kementerian
Pertanian. Bogor
Yuliani, D; dan Sudir. 2017. Keragaman Hama, Penyakit dan Musuh Alami pada
Budidaya Padi Organik. Jurnal Agro. 4 (1) : 1-18
Zuliyanti, A. 2007. Hama-hama Tanaman Padi. Departemen Hama Penyakit
Tanaman. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Medan
69
LAMPIRAN
70
Dosen Menjelaskan Mahasiswa Mengamati dan Mencatat
Salah satu batang padi yang terkena larva ngengat hama penggerek batang padi
71