Anda di halaman 1dari 75

LAPORAN PRAKTIKUM LAPANG

“PENGAMATAN HAMA dan PENYAKIT TANAMAN PADI


(Oryza sativa) dan MANGGA (Mangifera indica) di AREAL
PERSAWAHAN BALAI BENIH PALUR, DESA SONOBIJO,
KEC. MOJOLABAN, KAB. SUKOHARJO, SURAKARTA”

Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Perlindungan Tanaman dan sebagai


salah satu syarat memperoleh gelar S-1 Sarjana Pertanian

DISUSUN OLEH :
MOH. MASNUR (2017050007)
PUTRA CANDRA WIJAYA (2017050023)

DOSEN PENGAMPU :
Shalahudin Mukti Prabowo, SP, MP

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS ISLAM BATIK SURAKARTA
2018

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat dan karunia Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa yang
melimpahkan rahmat, hidayah, curahan kasih, sayang, dan restu kepada kami
sehingga dapat melakukan survey pengamatan hama dan penyakit tanaman padi di
Mojolaban, Palur, Sukoharjo, Solo. Ucapan terima kasih kami ucapkan kepada Pak
Shalahudin Mukti P, SP, MP selaku pembimbing matakuliah Perlindungan
Tanaman dan Pak Sulistyo Winarmo, SP, M.Si. selaku pembimbing praktikum
Perlindungan Tanaman.
Padi dan Mangga merupakan komoditas utama yang rawan terkena serangan
hama dan penyakit sehingga perlu dilakukan survey untuk mengetahui hama dan
penyakit pada padi dan mangga secara spesifik di lingkungan tertentu.
Laporan praktikum ini kami buat berdasarkan pengamatan langsung di sawah
dan studi pustaka di perpustakaan dan internet dari sumber referensi yang akurat.
Apabila terdapat kesalahan di dalam laporan ini penulis memohon maaf atas
kekhilafannya. Karena kesalahan datang dari diri penulis, dan kesempurnaan hanya
milik Tuhan, Allah SWT.
Yakin, usaha sampai!

Surakarta, 05 November 2018


Penulis I Penulis II

Moh. Masnur Putra Candra Wijaya

ii
DAFTAR ISI

Sampul…………………………………….……………………………………i
Kata Pengantar………………………………………………………………...
ii
Daftar Isi……………………………….……………………………………….
iii

BAB I : PENDAHULUAN………….……...………………………………….
1
1.1 Latar Belakang……………………………………………………………...1
2
1.2 Tujuan………………………...……….…………………………………….

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………….3


2.1 Hama………………………………………………………………………..3
2.1.1 Definisi Hama………………………………………………………3
2.1.2 Herbivora Sebagai Hama…………………………………………...4
2.1.3 Pengelompokkan Hama…………………………………………….6
2.1.4 Pengendalian dan Pengelolaan Hama………………………………9
11
2.2 Penyakit……………………………………………………………………..
2.2.1 Definisi Penyakit Tanaman…………………………………………
11
2.2.2 Jenis-jenis Penyakit Tanaman………………………………………
13
2.2.3 Gejala Penyakit Tanaman…………………………………………..
15
17
2.3 Pestisida…………………………………………………………………….
2.3.1 Definisi Pestisida……………………………………………………
17
2.3.2 18
Jenis-jenis Pestisida Pertanian………………………………………
2.3.3 Ambang Ekonomi…………………………………………………..
19
20
2.4 Tanaman Padi……………………………………………………………….
22
2.5 Tanaman Mangga……………………………………………………………

24
BAB III : METODOLOGI……………………………………………………
3.1 Waktu dan Tempat………………………………………………………….
24
3.2 Alat dan Bahan………………………………………………………………
24
3.3 Cara Kerja…………………………………………………………………..
24

iii
BAB IV : HASIL PENGAMATAN……………..………………………….25
4.1 Hama dan Penyakit Tanaman Padi………………………………………. 25
4.1.1 Hama Tanaman Padi………………………………………………25
4.1.2 Penyakit Tanaman Padi………………………………………….. 49
4.2 Hama dan Penyakit Tanaman Mangga……………………………………60
4.2.1 Hama Tanaman Mangga………………………………………….60
4.2.2 Penyakit Tanaman Mangga……………………………………….65

BAB V : PENUTUP………………………………………………………… 67
5.1 Kesimpulan………………………………………………………………. 67
5.2 Saran………………………………………………………………………67

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………..68
LAMPIRAN………………………………………………………………….70

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Padi (Oryza sativa L.) merupakan komoditi utama sebagai bahan makanan
pokok sebagian besar masyarakat Indonesia. Sampai saat ini beras masih
merupakan bahan pangan pokok yang dikonsumsi oleh sekitar 90 persen
penduduk Indonesia. Kendala yang berhubungan erat dengan peningkatan
produksi padi salah satunya yaitu serangan organisme pengganggu tanaman
(Pertiwi et al., 2013).
Mangga (Mangifera indica) merupakan tanaman yang berasal dari India.
Namun, tanaman mangga di Indonesia bukanlah tanaman asing bagi
masyarakat. Mangga di Indonesia merupakan komuditas ekspor. Namun,
tumbuhan tidak selamanya dapat terlepas dari serangan organisme pengganggu
tanaman (Pradana et al., 2018).
Petani tentu mendambakan keberhasilan dalam bercocok tanam, sehingga
bisa untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, menabung untuk cadangan
kehidupan dikemudian hari dan untuk menyekolahkan anak sampai selesai.
Untuk bisa berhasil, tentunya petani harus tahu ilmu bercocok tanam,
bagaimana tanaman bisa menjadi subur sampai panen. Supaya tanaman menjadi
subur banyak faktor penentunya. Diantaranya tanah yang memang subur, iklim
yang cocok, bibit unggul dan bebas serangan hama dan penyakit. Apabila salah
satu faktor ini tidak berjalan semestinya, tentu akan terjadi kegagalan panen,
panen tidak seperti yang diharapkan, malahan kadang-kadang mengalami
kerugian, modal tidak kembali pokok, bahkan puso (Pracaya, 1992).
Masalah kerusakan tanaman akibat serangan hama telah merupakan bagian
budidaya pertanian sejak manusia mengusahakan pertanian ribuan tahun yang
lalu. Manusia (Petani) dengan sengaja menanam tanaman untuk dipungut
hasilnya bagi pemenuhan keperluan sandang dan pangan. Kuantitas dan kualitas
pangan terus meningkat sesuai dengan perkembangan kehidupan dan
kebudayaan manusia. Namun pada setiap usaha pertanian, petani selalu

1
mengalami gangguan oleh pesaing-pesaing yang berupa binatang, patogen dan
gulma yang ikut merusak tanaman yang diusahakannya. Karena itu,
pengganggu, perusak, pesaing dan pemakan tanaman tersebut kemudian
dianggap sebagai musuh manusia yang disebut sebagai OPT (Organisme
Pengganggu Tanaman) dan bersifat parasit (Kasumbogo Untung, 1996).
Serangan organisme pengganggu tanaman tersebut berupa hama, penyakit,
dan juga gulma yang biasa menyerang padi dan mangga dalam hal perebutan
nutrisi, sinar matahari, dan lain-lain yang diperlukan oleh tanaman. Serangan
yang terjadi akan menurunkan produktivitas tanaman secara signifikan apabila
tidak ditangani dengan serius. Oleh karena itu setiap faktor yang mempengaruhi
tingkat produksinya sangat penting diperhatikan.
Hama adalah semua binatang yang merugikan tanaman, terutama tanaman
yang berguna dan dibudidayakan manusia, tetapi apabila binatang tersebut tidak
merugikan tanaman yang berguna dan dibudidakan manusia maka bukan
disebut sebagai hama. Penyakit adalah patogen (bakteri, virus, jamur) yang
menyebabkan tanaman menjadi tidak normal, menjadi sakit atau mati.
Pada praktikum ini akan dilakukan pengamatan langsung terhadap gejala
hama pada tanaman dan gejala tanaman yang menunjukkan penyakit pada
tanaman padi mangga dan akan mengidentifikasinya berdasarkan gejala yang
ditimbulkan.

1.2 Tujuan Praktikum


1. Mahasiswa mengetahui berbagai macam hama dan penyakit yang
menyerang tanaman padi dan mangga.
2. Mahasiswa mampu mengidentifikasi gejala, akibat yang ditimbulkan.
3. Mahasiswa mengetahui bagaimana cara pengendalian hama dan penyakit
pada tanaman padi dan mangga yang dilakukan oleh petani.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hama
2.1.1 Definisi Hama
Yang dimaksud dengan hama ialah semua binatang yang
mengganggu dan merugikan tanaman yang diusahakan manusia.
Apabila asalnya bukan dari binatang gangguan itu akan disebut
penyakit, misalnya gangguan dari virus, bakteri, jamur, tumbuh-
tumbuhan yang bertingkat rendah atau yang sedikit lebih tinggi,
kekurangan unsur-unsur makanan dan lain-lainnya (Pracaya, 1992).
Pada umumnya masih banyak petani yang belum tahu jelas mengenai
perbedaan hama dan penyakit, sehingga pada waktu akan memberantas
hama keliru dengan mengatakan bahwa itu penyakit. Akibatnya, obat
yang digunakan bisa keliru, misalnya memberantas ulat dengan
fungisida (pestisida yang seharusnya digunakan untuk pengendalian
jamur). Untuk lebih jelasnya, dibawah ini kami terangkan perbedaan
antara binatang dan tumbuh-tumbuhan penggangu. Bakteri, jamur dan
virus termasuk golongan tumbuh-tumbuhan pengganggu. Sedangkan
wereng, bekicot, tungau, kutu-kutu dan tikus termasuk golongan
binatang pengganggu.
Binatang pengganggu : dapat berpindah tempat, pada umumnya
makan bahan organik, jarang sekali yang mempunyai klorofil, dan
dinding selnya berupa protein. Tumbuhan pengganggu : tetap pada
tempatnya tidak bisa berpindah tempat dengan bebas, pada umumnya
yang diserap bahan anorganik, pada umumnya mempunyai klorofil yang
dapat digunakan untuk asimilasi, dan dinding selnya berupa selulosa
atau hidrokarbon.
Binatang dikelompokkan dalam beberapa golongan penting yang di
dalam bahasa latin disebut phylum. Diantaranya yaitu filum Chordata,
yaitu binatang yang bertulang belakang, misalnya : babi hutan, tikus,

3
burung, kalong dan kera. Filum Arthropoda merupakan filum yang
terbesar bila dibanding dengan filum yang lainnya, binatang ini
badannya berruas (bersegmen), misalnya tungau dan serangga (insekta).
Filum Aschelminthes misalnya nematoda. Filum Mollusca misalnya
siput dan bekicot.
Jumlah jenis-jenis dari binatang ada lebih kurang 916.000. Filum
Chordata berjumlah lebih kurang 60.000 jenis; filum Arthropoda lebih
kurang 713.000 jenis; filum Aschelminthes lebih kurang 8.000 jenis;
filum Mollusca lebih kurang 80.000 jenis; selain filum yang disebut tadi,
masih ada lebih kurang 12 filum lainnya (Pracaya, 1992).

2.1.2 Herbivora Sebagai Hama


Dalam agroekosistem tanaman yang kita usahakan menempati aras
trofi pertama sebagai produsen, demikian juga tanaman-tanaman lain.
Herbivora yang makan tanaman menempati aras trofi kedua atau sebagai
konsumen pertama. Berbeda dengan herbivora lainnya, adanya
herbivora pada tanaman kita umumnya tidak dikehendaki karena dapat
mengakibatkan terjadinya kerusakan atau kerugian bagi manusia.
Karena keberadaanya yang tidak disenangi tersebut maka pemakan
tanaman itu kemudian diberi istilah hama. Jadi, istilah hama merupakan
istilah yang berorientasi kepada kepentingan manusia, bukan lagi istilah
ekologik. Tentunya pembatasan pengertian tersebut juga berarti bahwa
tidak semua herbivora yang ada di agroekosistem adalah hama
(Kasumbogo Untung, 1996).
Binatang atau serangga karnivora yang memakan hama menempati
aras trofi ketiga dapat berupa predator atau parasitoid. Disebut predator
apabila binatang tersebut sekaligus memangsa herbivore, tetapi apabila
karnivora tersebut hidup di dalam atau di luar tubuh inang untuk kurun
waktu tertentu maka kita namakan parasitoid. Predator dan parasitoid
kita kelompokkan sebagai musuh alami hama. Sedangkan aras trofi
berikutnya ditempati oleh karnivora lain yang memakan karnivora

4
pertama. Yang menempati aras trofi keempat ini dapat berupa predator
atau hiperparasitoid.
Dalam melihat hama dan permasalahan yang diakibatkan, kita tidak
dapat melepaskan dari kenyataan bahwa hama adalah kumpulan
organisme hidup yang hidup bersama kita dalam melaksanakan fungsi
kehidupannya antara lain makan dan berkembangbiak. Mereka juga
berperan dalam menjaga stabilitas ekosistem. Setiap tindakan yang kita
targetkan kepada hama tidak hanya mempengaruhi hama saja, tetapi
akan mempengaruhi keseluruhan ekosistem yang kemudian secara
langsung atau tidak langsung juga akan mempengaruhi kita.
Memang pengertian hama muncul karena orientasi kepentingan
manusia, tetapi tentunya tidak tepat kalau dikatakan bahwa munculnya
masalah hama karena hanya dari kehendak mereka sendiri dan manusia
menderita karena ulah hama-hama itu. Populasi hama menjadi sangat
tinggi karena terdorong oleh tersedianya makanan yang sesuai, yang
ditanam oleh manusia dalam areal yang luas dan dilakukan secara terus
menerus. Apabila manusia menanam tanaman atau varietas yang
disenangi hama, wajar bila kemudian menyebabkan populasi hama
meningkat.
Sebetulnya masalah hama ini muncul sebagai akibat dari tindakan-
tindakan manusia sendiri, sehingga tentunya tidak adil apabila manusia
selalu menyalahkan organisme-organisme hama ini sebagai penyebab
utama munculnya permasalahan hama sehingga hama harus
dimusnahkan dari muka bumi. Bagaimanapun keberadaan hama
bersama kita dalam ekosistem pertanian harus dapat diterima. Kita harus
mampu hidup berkoeksistensi secara damai dengan semua organisme
dalam lingkungan pertanian termasuk yang kita sebut hama. Yang
penting seberapa jauh keberadaan mereka tidak memberikan dampak
yang merugikan bagi kita.

5
2.1.3 Pengelompokkan Hama
Apabila kita memeriksa secara teliti pada tanaman kita atau
ekosistem pertanian maka dapat dijumpai komunitas serangga yang
terdiri dari banyak jenis serangga, dan masing-masing jenis
memperlihatkan sifat populasi yang tersendiri. Tidak semua jenis
serangga dalam agroekosistem merupakan serangga yang berbahaya
atau merupakan hama, malahan sebagian besar jenis serangga yang kita
jumpai merupakan serangga bukan hama yang dapat berupa musuh
alami hama (predator, parasitoid), atau serangga-serangga berharga
lainnya seperti serangga penyerbuk bunga dan serangga penghancur
sisa-sisa bahan organik. Juga dari sekian banyak jenis serangga yang
kebetulan berhasil kita kumpulkan pada suatu tempat tidak semuanya
menetap dan mendatangkan kerugian bagi tanaman. Banyak jenis
serangga yang hanya kebetulan berada di pertanaman kita untuk
beristirahat dan akan pindah ke tempat lain, atau juga mungkin serangga
yang menetap sementara disitu untuk melampaui fase pupa sedangkan
fase hidup berikutnya berada di tempat lain.
Jenis serangga di ekosistem tidak dapat diartikan bahwa tanaman kita
dalam keadaan bahaya. Justru apabila pertanaman kita memiliki
komunitas serangga yang kaya dapat menstabilkan populasi hama
sehingga tidak akan membahayakan pertanaman kita. Oleh karena itu,
langkah permulaan yang perlu kita lakukan sewaktu kita mengamati
pertanaman kita yaitu mengumpulkan semua jenis serangga dan
memilahkan serangga mana yang merupakan serangga hama dan yang
mana yang bukan hama atau serangga yang sedang mampir. Dari
kegiatan ini kita akan mengetahui seberapa besar populasi hama akan
mengakibatkan kerusakan bagi pertanaman yang sedang kita usahakan,
dan dapat ditetapkan tindakan apa yang perlu dilaksanakan.
Apabila spesies-spesies hama telah berhasil kita identifikasikan,
maka perlu kita mengelompokkan hama menurut statusnya.

6
Pengelompokkan hama yang sering digunakan adalah membagi hama
menurut kisaran bahaya yang diakibatkannya, yaitu sebagai berikut :

A. Hama Utama atau Hama Kunci


Merupakan spesies hama yang pada kurun waktu lama selalu
menyerang pada suatu daerah dengan intensitas serangan yang berat
sehingga memerlukan usaha pengendalian yang seringkali dalam
daerah yang luas. Tanpa usaha pengendalian maka hama ini akan
mendatangkan kerugian ekonomik bagi petani. Biasanya pada suatu
agroekosistem hanya ada stau atau dua hama utama. Dalam usaha
penerapan pengendalian hama, lebih dulu kita tujukan pada hama-
hama utama atau hama kunci tersebut.

B. Hama Minor atau Kadangkala


Merupakan jenis hama yang relative kurang penting karena
kerusakan yang diakibatkan masih dapat ditoleransikan oleh
tanaman. Kadang-kadang populasinya pada suatu saat meningkat
melebihi aras toleransi ekonomik tanaman. Peningkatan populasi ini
mungkin disebabkan karena gangguan pada proses pengendalian
alami, keadaan iklim yang tidak menentu, atau kesalahan
pengelolaan oleh manusia. Kecuali disebut hama kadang-kadang,
atau hama kadangkala (occasional pests), sering juga disebut hama
minor. Kelompok hama ini seringkali peka terhadap perlakuan
pengendalian yang ditujukan pada hama utama, oleh karena itu
mereka juga perlu kita awasi agar tidak menimbulkan apa yang
disebut letusan hama kedua.

C. Hama Potensial
Merupakan sebagian besar jenis serangga herbivora yang saling
berkompetisi dalam memperoleh makanan. Organisme-organisme
tersebut tidak pernah mendatangkan kerugian yang berartu dalam

7
kondisi pengelolaan agroekosistem yang normal. Namun, karena
kedudukannya dalam rantai makanan, mereka mempunyai potensi
untuk menjadi hama yang membahayakan apabila terjadi perubahan
cara pengelolaan ekosistem oleh manusia.

D. Hama Migran
Merupakan hama yang tidak berasal dari agroekosistem setempat,
tetapi datang dari luar karena sifatnya yang berpindah-pindah
(migran). Banyak serangga belalang, ulat grayak, dan burung yang
memiliki sifat demikian. Hama ini kalau datang pada suatu tempat
dapat menimbulkan kerusakan yang berarti, tetapi hanya dalam
jangka waktu pendek karena mereka kemudian pindah ke daerah
lainnya.

E. Hama Sekunder atau Sporadis


Kecuali empat kelompok tersebut, ada beberapa pakar yang
menambahkan satu kelompok hama yaitu hama sekunder atau hama
sporadic. Kelompok hama ini dalam keadaan normal selalu dapat
dikendalikan oleh musuh alaminya sehingga tidak membahayakan.
Kelompok ini baru menjadi masalah bila populasi musuh alami
berkurang karena sebab-sebab tertentu.
Satu jenis serangga dalam kondisi tempat dan waktu tertentu
dapat berubah status, missal dari hama potensial menjadi hama
utama, atau dari hama utama kemudian menjadi hama minor. Hama
wereng batang pad coklat sebelum tahun 1970 dianggap sebagai
hama potensial, tetapi kemudian karena adanya perubahan cara
budidaya tanaman padi, akibatnya setelah tahun 1970 menjadi hama
utama padi di Indonesia.

8
2.1.4 Pengendalian dan Pengelolaan Hama
Sejak hama menjadi masalah yang menjadi pusat perhatian manusia
adalah bagaiamana dapat menurunkan secepatnya populasi hama agar
hama tidak mendatangkan kerugian bagi pertanaman yang diusahakan.
Berbagai terknologi diciptakan dan digunakan secara luas oleh petani.
Semakin ampuh teknologi pengendalian dalam mematikan hama,
semakin disukai petani sehingga semakin banyak teknologi tersebut
diterapkan. Teknologi tersebut dapat berupa insektisida, varietas tahan
hama dan teknologi pengendalian hama lainnya.
Dalam penerapan teknologi pengendalian ada beberapa
kecenderungan yang terjadi, yaitu :
1. Teknologi yang digunakan oleh petani seragam atau hanya
menggunakan satu atau dua jenis teknologi, missal pestisida atau
varietas tahan hama.
2. Teknologi tersebut diterapkan pada daerah yang luas dan dalam
waktu yang lama atau secara terus menerus.
3. Waktu penggunaan teknologi tidak didasari pada sifat biologi dan
ekologi hama serta dinamika ekosistem.
Hasil penerapan teknologi semacam akan mengakibatkan terjadinya
tekanan lingkungan yang besar sekali terhadap hama sasaran pada
khususnya dan keadaan ekosistem pada umumnya. Tekanan lingkungan
oleh manusia itu mendorong terjadinya apa yang oleh Pedigo (1998)
dinamakan ecological backlash atau reaksi ekologi. Reaksi ekologik
terjadi karena adanya :
1. Tekanan yang sangat keras terhadap spesies hama.
2. Adanya gangguan terhadap proses ekologi.
3. Terjadi perubahan aras sumber dalam komunitas biotik.
Perubahan tersebut menyebabkan terjadinya perubahan bentuk
penyesuaian dalam struktur komunitas. Penyesuaian ini banyak yang
merugikan bagi pencapaian sasaran pertanian yang kita inginkan.

9
Ada banyak bentuk reaksi ekologi yang telah dijelaskan di depan
yaitu :
1. Resistensi hama terhadap pestisida
2. Resurgensi hama utama
3. Letusan hama sekunder
4. Timbulnya biotip hama baru
Berbagai bentuk reaksi ekologi cenderung peningkatannya semakin
cepat. Setiap usaha yang ditujukan untuk menekan populasi hama secara
cepat dank eras tentu akan mendorong dipercepatnya pemunculan
berbagai reaksi ekologi yang justru merugikan kita. Yang sangat
mendorong dan mempercepat terjadinya reaksi ekologik adalah
pengendalian hama yang unilateral.
Satu-satunya cara untuk memperlambat atau menunda terjadinya
reaksi ekologik adalah dengan menggunakan pendekatan multilateral
yakni dengan pengendalian hama seperti yang diusahakan oleh
pemerintah program PHT. Semua cara pengendalian harus digunakan
sehingga dengan demikian tekanan yang diakibatkan oleh satu teknik
pengendalian terhadap populasi hama menjadi kecil dan tidak
mendorong terjadinya reaksi ekologik.
Cara pengendalian apapun apabila digunakan secara tunggal tentu
akan mempercepat terjadinya reaksi ekologik dan proses seleksi alam.
Dengan memperhatikan besar pengaruhnya terhadap hama dan
ekosistem dalam pemaduan teknik pengendalian hama perlu diterapkan
taktik penekanan pengendalian seperti berikut :
1. Pemanfaatan pengendalian alami,
2. Peningkatan pengendalian hayati dengan predator, parasitoid, dan
patogen hama,
3. Pengelolaan ekosistem dengan bercocok tanam termasuk
penggunaan varietas tahan hama,
4. Penerapan dan peningkatan pengendalian non kimiawi lainnya
terutama pengendalian fisik dan mekanik,

10
5. Penggunaan pestisida secara selektif baik fisiologik maupun
ekologik berdasarkan pada hasil pengamatam dan proses
pengambilan keputusan.
Perlu diingat dalam menentukan teknik pengendalian apa saja yang
digunakan harus ditentukan secara hati-hati agar masing-masing teknik
dapat saling mendukung dalam mengendalikan hama dan
menghindarkan terjadinya reaksi ekologik. Perpaduan optimal tidak
hanya tertuju pada pengendalian satu jenis hama tetapi pada semua
organisme pengganggu tanaman (OPT) utama di ekosistem tersebut.
Untuk memperoleh perpaduan optimal, teknologi pengendalian
diperlukan program pendekatan yang terencana, dan terpadu dengan
mengikut-sertakan banyak disiplin ilmu.

2.2 Penyakit
2.2.1 Definisi Penyakit Tanaman
“Tanaman dikatakan sakit bila ada perubahan seluruh atau sebagian
organ-organ tanaman yang menyebabkan terganggunya kegiatan
fisiologis sehari-hari. Secara singkat penyakit tanaman adalah
penyimpangan dari keadaan normal” (Pracaya, 2003: 320). Suatu tanaman
dapat dikatakan sehat atau normal jika tanaman tersebut dapat
menjalankan fungsi-fungsi fisiologis dengan baik, sepertipembelahan dan
perkembangan sel, pengisapan air dan zat hara, fotosintesis dan lain-lain.
Gangguan pada proses fisiologis atau fungsi-fungsi tanaman dapat
menimbulkan penyakit.
Rahmat Rukmana dan Sugandi Saputra (2005: 11) menyatakan,
Penyakit tanaman adalah sesuatu yang menyimpang dari keadaan normal,
cukup jelas menimbulkan gejala yang dapat dilihat, menurunkan kualitas
atau nilai ekonomis, dan merupakan akibat interaksi yang cukup lama.
Tanaman sakit adalah suatu keaadaan proses hidup tanaman yang
menyimpang dari keadaan normal dan menimbulkan kerusakan. Makna

11
kerusakan tanaman adalah setiap perubahan pada tanaman yang
menyebabkan menurunya kuantitas dan kualitas hasil.
Penyakit pada tanaman budidaya biasanya disebabkan oleh
Cendawan, Bakteri, Virus dan faktor lingkungan (iklim, tanah, dan lain-
lain). Cendawan dapat juga disebut jamur. Cendawan adalah suatu
kelompok jasad hidup yang menyerupai tumbuhan tingkat tinggi karena
mempunyai dinding sel, tidak bergerak, berkembang biak dengan spora,
tetapi tidak mempunya klorofil. Cendawan tidak mempunyai batang,
daun, akar, dan sistem pembuluh seperti pada tumbuhan tingkat tinggi.
Bakteri adalah salah satu jenis mahluk kecil (organisme) yang sebagian
besar termasuk saprofit (numpang hidup di dalam tubuh mahluk lain, tidak
merugikan dan menguntungkan mahluk lain tersebut). Virus adalah
pathogen obligat (hanya hidup dan berkembangbiak dalam organisme
hidup). Ukuran virus amat kecil (submikroskopik) dan terdiri atas
komposisi kimia, yaitu protein dan nucleic acid. Virus bersifat parasitic
dan dapat menyebabkan berbagai macam penyakit pada semua bentuk
organisme hidup. Penyakit yang disebabkan oleh faktor lingkungan
biasanya diakibatkan oleh ketidaksesuaian kondisi lingkungan tempat
tanaman tumbuh dengan kondisi lingkungan yang menjadi habitat asli
tanaman, sehingga tanaman tumbuh tidak sehat atau tidak normal. Gejala
penyakit akibat faktor lingkungan biasanya mirip dengan gejala penyakit
akibat dari mahluk hidup, perbedaannya adalah penyakit akibat faktor
lingkungan tidak menular (Rukmana, 2005).
Penyakit tanaman yang merupakan suatu penyimpangan atau
abnormalitas tanaman amat beragam bentuknya, misalnya keriput daun,
kuning pucat, bercak-bercak coklat dan busuk. Akibatnya, tanaman tidak
mampu melakukan proses fotosintesis secara maksimal. Gangguan
tersebut menyebabkan gangguan ekonomis, berupa penurunan kuantitas
dan kualitas hasil. Semua bagian tanaman berpotensi diserang penyakit
sehingga tanaman tersebut sakit. Tangkai bunga atau buah berubah warna
dari hijau menjadi kuning, bahkan diikuti dengan terjadinya gugur bunga

12
atau buah. Akar tanaman kubis-kubisan (Cruciferae) yang membengkak
dan berbintil-bintil mirip “gada” sehingga tidak mampu menghisal air dan
unsure hara merupakan pertanda diserang penyakit akar bengkak.
Setiap parasit tanaman berkembang dalam siklus kejadian-kejadian
yang berurutan dengan teratur, yakni sebagai berikut (Rukmana, 2005):
1. Parasit harus menghasilkan inokulum yang dapat menularkan
penyakit ke tanaman yang sehat. Misalnya, inokulum virus adalah
virion, bakteri berupa sel-sel bakteri, cendawan dengan spora, dan
nematode dalam bentuk telur atau larva instar kedua.
2. Inokulum disebarkan ke jaringan-jaringan yang peka (rentan).
Proses ini disebut “inokulasi”. Agen inokulasi dapat berupa
serangga (untuk virus, bakteri, mycoplasma, dan cendawan) atau air
dan angin (untuk cendawan).
3. Parasit harus masuk ke dalam tanaman melalui luka, bukaan alami
(stomata, hidatoda, lentisel), atau menginfeksi langsung pada
tanaman.
4. Parasit mulai memparasit dalam tanaman inangnya. Proses ini
disebut “infeksi”.
5. Siklus kejadian di atas berulang dengan cepat atau lambat,
tergantung pada kelahiran (natality) parasit. Oleh karena itu bila
tidak dilakukan usaha pengendalian, akan terjadi penyebaran dan
ledakan hebat suatu penyakit (epidemi).

2.2.2 Jenis-jenis Penyakit Tanaman


Di alam terdapat berpuluh-puluh ribu penyebab penyakit yang
menyerang tumbuhan, dan setiap tumbuhan dapat diserang oleh
bermacam-macam penyakit. Sebaliknya setiap jenis penyakit dapat pula
menyerang satu atau beratus-ratus macam tumbuhan. Oleh karena
kompleks dan luasnya masalah penyakit, maka perlu diadakan
klassifikasi. Penyakit tumbuhan dapat diklasifikasikan dalam berbagai
cara :

13
1. Berdasarkan gejala, yang pada dasarnya dibedakan dalam tiga garis
besar, yaitu nekrose, hipoplasia dan hipertropi.
2. Bagian tumbuhan yang terserang, seperti seed rot (busuk
biji), kernel smut (jamur api pada bulir), seedling blight (hawar
semai), foot rot (busuk kaki), root rot(busuk akar), tuber rot (busuk
umbi), bud rot (busuk mata tunas), fruit rot (busuk buah), pod
rot (busuk polong), leaf spot (bercak daun), twig blight (hawar
ranting), dan blossom blight (hawar daun)
3. Macam tanaman yang diserang, seperti cereal diseases (penyakit
serealia), corn diseases (penyakit jagung) dsb.
4. Berdasarkan kerusakan yang ditimbulkan. Beberapa penyakit hanya
menyebabkan kerusakan tidak berarti, sementara yang lainnya dapat
menimbulkan kerusakan yang berarti.
5. Ada beberapa ahli yang mengklasifikasikan penyakit yang
disebabkan oleh parasit dan virus, dalam hubungannya dengan cara
timbulnya ke dalam 3 golongan, yaitu:
a. Penyakit Endemi, ialah apabila serangan penyakit tersebut
meluas atau menurun, dengan tingkat serangan tinggi atau
rendah, dan berjalan dari tahun ke tahun.
b. Penyakit Epidemi atau Epiphytotic, adalah penyakit yang
timbul dan meluas, tetapi secara periodik. Istilah epiphytotic
berarti berarti yang dikhususkan utk tumbuhan. Ilmu yang
mempelajari epidemi disebut epidemilogi.
c. Penyakit sporadis, merupakan penyakit yang timbulnya
dengan interval yang tidak teratur, demikian pula dengan
lokasinya.
6. Berdasarkan Penyebab Penyakitnya
Penyebab penyakit dibedakan menjadi dua golongan, yakni biotis
(parasit) dan abiotis (non parasit) yang setiap golongan dapat
dirinci sbb :

14
A. Biotis : Jamur, Bakteri, Virus, Nematoda, Tanaman tingkat
tinggi, Mycoplasma, Ricketsia, Lain-lain agensia.
B. Abiotis : Difisiensi unsur hara, Keracunan mineral, Kelembapan,
suhu, sinar yang tidak sesuai, Kekurangan oksigen, Polusi,
Reaksi tanah (pH)

2.2.3 Gejala Penyakit Tanaman


Penyakit tanaman adalah gangguan pada tanaman yang disebabkan
oleh mikroorganisme. Jasad patogen yang biasa menyebabkan tanaman
menjadi sakit adalah jenis jamur atau cendawan, bakteri, virus, protozoa,
dan lain lain. Penyebab penyakit tanaman bisa karena lingkungan biotik
maupun abiotik. Penyakit tanaman yang disebabkan karena faktor biotik
adalah penyakit yang diakibatkan oleh organisme penganggu misalanya
cendawan, bakteri dan lain sebagainya, sedangkan penyakit yang
disebabkan oleh faktor abiotik misalnya defisensi hara, kerusakan yag
timbul akibat terlalu lembab, terlalu kering, dan sebagainya (Raupach et
al., 2011).
Cara untuk membedakan antara penyakit biotik dan penyakit abiotik
adalah pada penyakit abiotik biasanya gejala kerusakan rata pada satu
hamparan tanaman, sedangkan pada penyakit yang diakibatkan faktor
biotik gejala serangan cenderung tidak merata. Penyebaran penyakit ini
dapat melalui angin, air, serangga, dan faktor lingkungan (kelembapan
dan suhu). Penyakit juga dapat ditularkan melalui kontak langsung dengan
tanaman yang sakit ataupun alat-alat pertanian yang sudah terkontaminasi.
Manusia pun dapat menjadi penyebar patogen yang efektif.
Penyakit tumbuhan dapat ditinjau dari dua sudut, yaitu sudut biologi
dan sudut ekonomi. Kerusakan yang ditimbulkan oleh penyakit tumbuhan
dapat menimbulkan kerugian yang sangat besar terhadap masyarakat.
Kerusakan ini selain disebabkan oleh hilangnya hasil, ternyata juga dapat
melalui cara lain yaitu menimbulkan gangguan terhadap konsumen
dengan adanya racun yang dihasilkan oleh jamur dalam hasil pertanian.

15
Umumnya tumbuhan sakit menunjukkan gejala yang khusus. Gejala
(symptom) adalah perubahan-perubahan yang ditunjukkan oleh tumbuhan
sebagai akibat adanya penyakit. Seringkali penyakit tertentu tidak hanya
menyebabkan timbulnya satu gejala, tetapi juga menimbulkan sindroma.
Terkadang beberapa penyakit berbeda menunjukkan gejala yang sama,
sehingga dengan memperhatikan gejala saja sulit untuk mendiagnosis
dengan pasti. Maka selain memperhatikan gejala kita harus
memeperhatikan tanda (sign) dari penyakit. Tanda adalah semua pengenal
dari penyakit selain reaksi tumbuhan inang (gejala), misalnya bentuk
tubuh buah parasit, miselium, warna spora, bledeok, lendir, dan
sebagainya.
Berdasarkan sifatnya, ada 2 tipe gejala yaitu gejala lokal dan gejala
sistemik. Gejala lokal merupakan gejala yang dicirikan oleh perubahan
struktur yang jelas dan terbatas, biasanya dalam bentuk bercak atau
kanker. Gejalanya terbatas pada bagian-bagian tertentu dari tanaman.
Gejala sistemik merupakan kondisi serangan penyakit yang lebih luas,
bisanya tidak jelas batas-batasnya. Contohnya adalah serangan oleh virus
mozaic, belang, maupun layu. Gejalanya terdapat di seluruh tubuh
tanaman, yang berupa layu atau kerdil (Ueno, 2016).
Berdasarkan bentuknya, gejala penyakit tumbuhan dibagi menjadi
gejala morfologi dan gejala histologi. Gejala morfologi merupakan gejala
luar yang dapat dilihat dan dapat diketahui melalui bau, rasa, dan raba,
serta dapat ditunjukkan oleh seluruh tumbuhan atau tiap organ dari
tumbuhan. Gejala histologi merupakan gejala yang hanya dapat diketahui
lewat pemeriksaan mikroskopis dari jaringan yang sakit.
Gejala histologi dapat dibedakan menjadi tiga tipe gejala, yaitu
nekrosis, hipoplasia, dan hiperplasia. Gejala nekrotik merupakan
gejala penyakit yang ditandai dengan degenerasi protoplas diikuti
dengan matinya sel-sel, jaringan, organ dan seluruh tumbuhan, yang
dapat berupa bercak, bintik, noda, dan hawar. Gejala hipoblastik adalah
gejala yang ditimbulkan karena adanya hambatan atau kegagalan dari

16
tanaman atau organ untuk berkembang secara penuh. Gejala umum dari
hipoplasia yaitu ukuran dibawah normal dan warna yang pucat, misalnya
kerdil, roset, mosaic, dan albinasi. Gejala hiperplastik merupakan gejala
yang timbul karena hasil pertumbuhan yang luar biasa ukuran atau
perkembangan dini yang abnormal dari organ tumbuhan misalnya
keriting, membengkoknya tajuk, atau menggulungnya daun karena
pertumbuhan yang berlangsung pada satu sisi, puru, dan kudis.
Diganosis seringkali ditemukan tanda-tanda, yaitu kenampakan
makroskopis patogen atau bagiannya memegang peranan penting. bahkan
lebih penting dari gejala. Tanda-tanda umumnya terbatas pada penyakit
yang disebabkan oleh jamur dan bakteri. Jamur-jamur parasit tertentu
akan membentuk struktur-struktur di luar badan tumbuhan, khususnya
yang menghasilkan spora. Tanda-tanda yang sering muncul adalah dalam
bentuk miselium, karat, tepung, jamur hitam, smut (gosong bengkak),
cacar putih, bercak, sklerotium, dan lendir bakteri.

2.3 Pestisida
2.3.1 Definisi Pestisida
Pestisida adalah subtansi yang digunakan untuk membunuh atau
mengendalikan berbagai hama. Kata pestisida berasal dari kata pest
yang berarti hama dan cida yang berarti pembunuh. Jadi secara
sederhanapestisida diartikan sebagai pembunuh hama yaitu tungau,
tumbuhan pengganggu, penyakit tanaman yang disebabkan oleh
fungi, bakteri, virus, nematode, siput, tikus, burung dan hewan lain
yang dianggap merugikan. Menurut Permenkes RI,
No.258/Menkes/Per/III/1992 semua zat kimia/ bahan lain serta jasad
renik dan virus yang digunakan untuk membrantas atau mencegah
hama-hama dan penyakit yang merusak tanaman, bagian-bagian
tanaman atau hasil pertanian, memberantas gulma, mengatur/
merangsang pertumbuhan tanaman - tidak termasuk pupuk-,
mematikan dan mencegah hama-hama liar pada hewan-hewan piaraan

17
dan ternak, mencegah/ memberantas hama-hama air, memberantas/
mencegah binatang-binatang dan jasad renik dalam rumah tangga,
bangunan dan alat-alat angkutan, memberantas dan mencegah
binatang-binatang termasuk serangga yang dapat menyebabkan
penyakit pada manusia atau binatang yang perlu dilindungi dengan
penggunaan pada tanaman, tanah dan air.

2.3.2 Jenis-jenis Pestisida Pertanian


A. Akarisida : Berasal dari kata akari yang dalam bahasa Yunani
berarti tungau atau kutu. Akarisida juga disebut Mitesida.
Fungsinya untuk membunuh tungau atau kutu. Contohnya
Kelthene MF dan Trithion 4 E.
B. Algisida : Berasal dari kata alga bahasa Latinnya berarti ganggang
laut, berfungsi untuk membunuh alga. Contonhnya Dinamin.
C. Avisida : Berasal dari kata Latin avis bahasa Latinnya berarti
burung, fungsinya sebagai pembunuh atau penolak burung.
Contohnya Avitrol untuk burung kakak tua.
D. Bakterisida : Bersala dari kata Latin bacterium atau bakron,
berfungsi untuk membunuh bakteri. Contohnya Agrept,
Agrimycin, Bacticin.
E. Fungisisda : Berasal dari kata Latin fingus atau kata Yunani
spongos yang artinya jamur. Berfungsi untuk membunuh jamur
atau cendawan. Dapat bersifat fungiostik (membunuh cendawan)
atau fungistatik (menekan pertumbuhana cendawan). Contohnya
Benlate, Dithane M-45 80P.
F. Herbisisda : Berasal dari kata latin herba yang artinya tanaman
setahun, berfungsi untuk membunuh gulma. Contohnya
Gramoxone, Basta 200 AS.
G. Insektisida : Berasal dari kata latin insectum artinya keratan,
potongan, segmen tubuh, berfungsi untuk membunuh serangga.
Contohnya Lebaycid, Lirocide 650 EC.

18
H. Larvisida : Berasal dari kata Yunani lar berfungsi untuk
membunuh ulat (larva). Contohnya Fenthinol, Dipel.
I. Molluksisida : Berasal dari kata Yunani molluscus artinya
berselubung tipi atau lembek, berfungsi untuk mtmbunuh siput.
Contohnya Morestan, PLP, Brestan 60.
J. Nematisida : Berasal dari kata Latin nematoda atau bahasa Yunani
nema berarti benang, berfungsi untuk membunuh nematoda.
Contohnya Nemacur, Furadan, Basamid G.
K. Ovisida : Berasal dari kata Latin novum berarti telur, berfunsi
untuk merusak telur.
L. Pedukululisida : Berasal dari kata Latin pedis yang berarti kutu,
tuma, berfungsi untuk membunuh kutu atau tuma :
M. Piscisida : Berasal dari kata Yunani pisces yang berarti ikan,
berfungsi untuk membunuh ikan. Contohnya Sqouxin.
N. Predidisida : Berasal dari kata Yunani pradea berarti pemangsa,
berfungsi untuk pembunuh predator.
O. Rodentisida : Berasal dari kata Yunani roder yang berarti
pengerat. Berfungsi untuk membunuh binatang pengerat, seperti
tikus. Contohnya: Diphacin 110, Klerat RMB, Racumin.
P. Silvisida : Berasal dari kata Latin silva yang berarti hutan.
Berfungsi untuk membunuh pohon.
Q. Termisida : Berasal dari katau Yunani termes artinya serangga
pelubang kayu, berfungsi untuk membunuh rayap. Contohnya
Agrolene 26 WP, Difusol CB.

2.3.3 Ambang Ekonomi


Menurut Soejitno dan Edi (1993), Ambang Ekonomi adalah batas
populasi hama atau kerusakan oleh hama yang digunakan sebagai
dasar untuk digunakannya pestisida. Diatas AE populasi hama telah
mengakibatkan kerugian yang nilainya lebih besar daripada biaya
pengendalian. Menurut Stern et al (1959) cit. Soejitno dan Edi (1993),

19
Ambang Ekonomi adalah kepadatan populasi hama yang memerlukan
tindakan pengendalian untuk mencegah peningkatan populasi hama
berikutnya yang dapat mencapai Aras Luka Ekonomi, ALE
(Economic Injury Level). Sedangkan ALE didefinisikan sebagai
padatan populasi terendah yang mengakibatkan kerusakan ekonomi.
Kerusakan ekonomi terjadi bila nilai kerusakan akibat hama sama atau
lebih besarnya dari biaya pengendalian yang dilakukan, sehingga
tidak terjadi kerugian. Dengan demikian AE merupakan dasar
pengendalian hama untuk menggunakan pestisida kimia. AE ditulis
dalam bentuk matematis sebagai berikut (AAK, 1992):
AE (serangga/m2) = Biaya penyemprotan (Rp/ha)

Nilai komoditas x kehilangan hasil/serangga


(Rp/kg) (kg/ha per serangga/m2)

2.4 Tanaman Padi


Tanaman padi merupakan tanaman yang banyak dijumpai di daerah yang
umumnya mengkonsumsi beras, sehingga padi menjadi makanan pokok,
khususnya di Indonesia (Nurkalis, 2015). Padi termasuk dalam suku padi-
padian atau Poaceae (sinonim: Graminae atau Glumiflorae). Tanaman semusim,
berakar serabut, batang sangat pendek, struktur berupa batang yang terbentuk
dari rangkaian pelepah daun yang saling menopang, daun sempurna dengan
pelepah tegak, berbentuk lanset, warna hijau muda hingga hijau tua, berurat
daun sejajar, tertutupi oleh rambut yang pendek dan jarang, bunga tersusun
majemuk, tipe malai bercabang, satuan bunga disebut floret, yang terletak pada
satu spikelet yang duduk pada panikula, buah tipe bulir atau kariopsis yang tidak
dapat dibedakan mana buah dan bijinya, bentuk hampir bulat hingga lonjong,
ukuran 3 mm hingga 15 mm, tertutup oleh palea dan lemma yang dalam bahasa
sehari-hari disebut sekam (Sulistyawati dan Nugraha, 2010).
Menurut Prihatman (2012), padi merupakan tanaman pangan berupa rumput
berumpun memiliki klasifikasi botani sebagai berikut :

20
Divisi : Spermatophyta
Sub-divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Poales
Famili : Gramineae (Poaceae)
Genus : Oryza Linn
Spesies : Oryza sativa L.
Menurut Aksi Agraris Kanisius (1990), tanaman padi memiliki bagian
morfologi yang terdiri dari vegetatif dan generatif. Bagian vegetatif terdiri dari
akar, batang, dan daun. Akar, merupakan bagian tanaman yang berfungsi untuk
menyerap air dan zat makanan dari dalam tanah, kemudian diangkut ke bagian
atas tanaman. Akar tanaman padi dapat dibedakan menjadi akar tunggang, akar
serabut, akar rambut dan akar tajuk. Batang padi memiliki batang yang beruas-
ruas, tingginya berkisar antara 107-115 cm dan warna batangya hijau. Anakan,
tanaman padi akan membentuk rumpun dengan anakannya, biasanya anakan
akan tumbuh pada dasar batang. Pembentukan anakan terjadi secara bersusun
yaitu anakan pertama, kedua, ketiga dan seterusnya. Padi mempunyai anakan
produktif sekitar 14-17 batang. Daun padi adalah sisik dan telinga daun. Daun
padi dibagi menjadi beberapa bagian yakni helaian daun, pelepah daun, dan
lidah daun. Daun berwarna hijau, muka daun sebelah bawah kasar, posisi daun
tegak dan daun benderanya tegak.
Sedangkan bagian generatif padi terdiri dari malai dan bulir. Malai,
merupakan sekumpulan bunga padi (spikelet) yang keluar dari buku paling atas.
Bulir padi terletak pada cabang pertama dan kedua. Panjang malai tergantung
pada varietas padi yang ditanam dan cara menanamnya. Bulir padi (gabah)
merupakan ovary yang sudah masak, bersatu dengan palea. Buah ini adalah
hasil penyerbukan dan pembuahan yang mempunyai bagian-bagian seperti
embrio (lembaga), endosperm, dan bekatul. Bentuk gabah padi adalah panjang
ramping dan warna gabah kuning bersih. Gabah yang sudah dibersihkan
kulitnya disebut dengan beras. Beras mengandung berbagai zat makanan yang

21
penting untuk tubuh, antara lain : karbohidrat, protein, lemak, serat kasar, abu,
dan vitamin.
Menurut AAK (1992), secara umum pemasakan bulir pada tanaman padi
terbagi atas empat stadia, yaitu:
1. Stadia masak susu (8-10 hari setelah berbunga merata),
2. Stadia masak kuning (7 hari setelah masak susu),
3. Stadia masak penuh (7 hari setelah masak kuning) dan
4. Stadia masak mati (6 hari setelah masak penuh).
Menurut Sudarmo (1991), secara umum ada tiga stadia pertumbuhan
tanaman padi dari awal penyemaian hingga panen, yaitu :
1. Stadia vegetatif ; dari perkecambahan sampai terbentuknya bulir. Pada
varietas padi yang berumur pendek (120 hari) stadia ini lamanya sekitar 55
hari, sedangkan pada varietas padi berumur panjang (150 hari) lamanya
sekitar 85 hari.
2. Stadia reproduktif ; dari terbentuknya bulir sampai pembungaan. Pada
varietas berumur pendek lamanya sekitar 35 hari, dan pada varietas berumur
panjang sekitar 35 hari juga.
3. Stadia pembentukan gabah atau biji ; dari pembungaan sampai pemasakan
biji. Lamanya stadia sekitar 30 hari, baik untuk varietas padi berumur
pendek maupun berumur panjang.

2.5 Tanaman Mangga


Mangga (Mangifera indica) merupakan tanaman yang berasal dari India.
Namun, tanaman mangga di Indonesia bukanlah tanaman asing bagi
masyarakat. Sebagai negara yang beriklim tropis dan keanekaragaman
agroklimat, Indonesia mampu menghasilkan hampir semua jenis buah tropika
dan sub tropika termasuk mangga.
Tanaman mangga termasuk ke dalam tumbuhan berbiji (Spermatophyta)
dengan biji tertutup (Angiospermae) dan berkeping dua (Dicotyledoneae).
Tanaman mangga dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :

22
Devisi : Spermatophyta
Sub devisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Sapindales
Famili : Anacardiaceae
Genus : Mangifera
Spesies : Mangifera Indica L.
Tanaman mangga merupakan kelompok tumbuhan biji yang berupa pohon
yang batangnya keras dan berkayu. Tanaman mangga mempumyai toleransi
tumbuh yang tinggi, baik pada daerah dataran rendah maupun pada daerah
dataran tinggi, baik dengan curah hujan sedikit maupun banyak. Untuk
membudidayakan tanaman mangga dengan optimal harus dilakukan pada
daerah dengan temperatur, curah hujan, keadaan awan dan angin yang sesuai.
Mangga di Indonesia merupakan komuditas ekspor. Namun, tumbuhan
mangga tidak selamanya dapat terlepas dari serangan hama dan penyakit. Hama
dan penyakit tanaman dapat disebut juga sebagai organisme pengganggu
tanaman (OPT). Hewan dapat disebut hama karena mereka mengganggu
tumbuhan dengan memakannya. Terdapat puluhan bahkan ratusan jenis hama
dan penyakit yang menyerang tanaman mangga. Berbagai hama dan penyakit
pada tanaman mangga yang menyerang dapat ditandai dari gejala-gejala
serangan yang timbul.

23
BAB III
METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat


Pelaksanaan pratikum Perlindungan Tanaman pada acara Identifikasi Hama
dan Penyakit Tanaman Padi dan Mangga dilaksanakan pada hari Selasa, tanggal
09 Oktober 2018, pukul 07.00 sampai 12.00, bertempat di areal persawahan
Balai Benih Palur, Desa Sonobijo, Kec. Mojolaban, Palur, Kab. Sukoharjo,
Surakarta, Jawa Tengah.

3.2 Alat dan Bahan


A. Alat
1. Pulpen
2. Buku
3. Plastik
4. Ponsel/ Kamera
B. Bahan
1. Tanaman Padi
2. Tanaman Mangga
3. Binatang Hama
4. Patogen Penyakit

3.3 Cara Kerja


1. Mengunjungi areal sawah tanaman padi/ mangga.
2. Mengamati tanaman yang menunjukkan adanya hama dan gejala penyakit.
3. Menangkap hama tanaman dan bagian tanaman yang terkena penyakit dan
dimasukkan ke dalam plastic untuk diidentifikasi.
4. Mengambil gambar hama tanaman dan tanaman padi yang terserang oleh
penyakit.
5. Mengidentifikasi jenis hama dan penyakit yang telah ditemukan
berdasarkan gejala yang ditimbulkan.

24
BAB IV
HASIL PENGAMATAN

4.1 Hama dan Penyakit Tanaman Padi


Hasil pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Padi yang ditemukan pada
praktikum Perlindungan Tanaman di daerah Sawah Sonobijo, Kec. Mojolaban,
Palur, Kab. Sukoharjo, Solo, ini adalah sebagai berikut, yaitu : Penggerek
Batang Padi, Wereng Coklat, Wereng Hijau, Kepinding Tanah, Walang Sangit,
Tikus, Ganjur, Hama Putih Palsu, Hama Putih, Ulat Grayak, Ulat Tanduk Hijau,
Ulat Jengkal Palsu Hijau, Orong-orong, Lalat Bibit, Keong Mas, Burung,
Hawar Daur Bakteri, Bakteri Daun Bergaris, Blas, Hawar Pelepah Daun, Busuk
Batang, Busuk Pelepah Daun Bendera, Hawar Daun Jingga, Tungro, Kerdil
Rumput, dan Kerdil Hampa. Masing-masing akan penulis/ praktikan terangkan
pada laporan ini. Berikut adalah penjelasan mengenai hama dan penyakit yang
ditemukan praktikan dibawah ini!

4.1.1 Hama Tanaman Padi


A. Penggerek Batang Padi (Stem Borer)
Penggerek batang padi merupakan hama yang sangat penting
pada padi dan sering menimbulkan kerusakan dan menurunkan hasil
panen secara nyata. Terdapatnya penggerek di lapang dapat dilihat
dari adanya ngengat di pertanaman dan larva di dalam batang.
Mekanisme kerusakan disebabkan larva merusak sistem pembuluh
tanaman di dalam batang. Jenis-jenis ngengat penggerek batang padi
yaitu :
1. Penggerek batang padi kuning (Scirpophaga incertulas Walker)
2. Penggerek batang padi putih (Scirpophaga innotata Walker)
3. Penggerek batang padi bergaris (Chilo suppressalis Walker)
Lepidoptera: Pyralidae
4. Penggerek batang padi merah jambu (Sesamia inferens Walker)
Lepidoptera: Noctuidae

25
Siklus hidupnya 40-70 hari tergantung pada spesiesnya. Stadia
tanaman yang rentan terhadap serangan penggerek adalah dari
pembibitan sampai pembentukan malai. Gejala kerusakan yang
ditimbulkannya mengakibatkan anakan mati yang disebut sundep
pada tanaman stadia vegetatif; dan beluk (malai hampa) pada
tanaman stadia generatif. Perbedaan hama sundep dan beluk yaitu :
A. Sundep : Hama menyerang daun padi muda, menguning dan
mati. Walaupun batang padi bagian bawah masih hidup atau
membentuk anak tanaman baru tapi pertumbuhan daun baru
tidak akan terjadi.
B. Beluk : Hama menyerang titik tumbuh tanaman padi yang
sedang bunting sehingga buliran padi keluar, berguguran, gabah-
gabah kosong dan berwarna keabu-abuan.
1 2 3 4

Gambar 1 : Gambar 2 : Ngengat penggerek


Ngengat penggerek batang padi putih.
batang padi Gambar 3 : Gambar 4 : Ngengat penggerek
kuning. Ngenat penggerek
Ngengat batang padi merah
batang padi jambu.
bergaris.
5
Gambar 5 : Larva penggerek batang
padi bergaris.

6 7

Gambar 6 : Gejala sundep. Gambar 7 : Gejala beluk.

Ambang ekonomi penggerek batang adalah 10% anakan


terserang; 4 kelompok telur per rumpun (pada fase bunting). Perlu
diketahui bahwa kerusakan pada stadia generatif maka tindakan
pengendalian sudah terlambat atau tidak efektif lagi. Aplikasi
insektisida dilakukan bila keadaan serangan melebihi ambang

26
ekonomi atau jika populasi ngengat meningkat pada saat tanaman
fase generatif. Gunakan insektisida yang berbahan aktif: karbofuran,
bensultap, bisultap, karbosulfan, dimehipo, amitraz, atau fipronil.
Insektisida kimiawi memiliki dampak yang negatif bagi
lingkungan, untuk itu salah satu cara yang tepat untuk mengurangi
penggunaan pestisida adalah dengan cara pencegahan, yang berupa
penanaman bunga di sekitar areal persawahan. Bunga yang ditanam
adalah bunga kenikir (Cosmos sulphureus). Tanaman bunga
berwarna kuning ini berjejer rapi di tepian sawah Desa Sonobijo,
Kec. Mojolaban, Kab. Sukoharjo, Solo, Jawa Tengah. Bunga kenikir
ini memiliki bau yang khas dan daunnya biasa untuk sayuran.
Tanaman ini tumbuh liar. Ada juga yang rutin ditanam petani
Kelompok Tani di sekitar Sawah Sonobijo ini. Segerombolan
serangga berterbangan diatas bunga ini, ada lebah, kumbang helm,
capung, tomcat, sampai laba-laba. Mereka itu predator alami hama
sawah. Petani tanam bunga buat jagain ekosistem padi.

Gambar 8 : Bunga kenikir ditanam sebagai refugia

Deretan bunga di pematang sawah itu jadi refugia (shelter).


Refugia berada di kawasan dengan vegetasi di dalam atau sekitar
lahan pertanian yang berfungsi sebagai sumber kehidupan musuh
alami. Dalam membentuk refugia ini, berbagai jenis tanaman
dibudidayakan di sekitar tanaman pokok. Nanti, pembentukan itu
yang berpotensi menjadi mikrohabitat bagi musuh alami. Ia menjadi
rumah, tempat transit, tempat perlindungan, sumber pakan bagi

27
musuh alami, seperti predator dan parasitoid. Desa binaan Balai
Benih Palur ini jadi percontohan keberhasilan atas aplikasi tanaman
bunga sebagai refugia.
Pengendalian hama dengan insektisida kimiawi tak hanya
merusak lingkungan, namun juga memunculkan spesies baru dari
wereng atau wereng bio tipe baru. Populasi wereng meledak pun tak
terelakkan. Agar tidak terulang, lebih baik kembali pada
pengendalian alami dengan agen hayati, dengan rekayasa ekologi
berupa refugia. Pestisida yang berlebihan sekaligus menghilangkan
musuh alami yang jadi keragaman pada ekosistem padi, berupa
predator dan parasitoid. Pengendalian hama dengan penanaman
bunga kenikir ini disebut refugia karena memiliki arti suaka.
Maksudnya, suaka bagi musuh alami tanaman padi. Musuh alami itu
ada tiga jenis, yakni, predator (pemangsa seperti laba-laba, dan
capung), parasitoid (serangga yang menghabiskan seluruh atau
sebagian hidup berada di inang hama atau serangga lain bahkan bisa
mematikan inang) dan patogen (kelompok jamur, virus, bakteri
antagonis yang memarasit serangga). Padi menjadi tanaman
monokultur sangat rentan terhadap hama dan penyakit. Meski
demikian, sebenarnya hama alami dapat dikendalikan dengan musuh
alami. Parasitoid memiliki peran sangat besar dalam mengendalikan
hama, dalam hal ini adalah parasitoid lebah, sang musuh alami larva
ngengat penggerek batang padi. Rekayasa ekosistem ini
memanfaatkan musuh alami sebagai pengendali populasi organisme
pengendali hayati.

B. Wereng Coklat (Brown Planthopper/ BPH)


Wereng coklat dengan nama ilmiah Nilaparvata lugens (Stål)
(Hemiptera: Delphacidae) ini, sebelumnya termasuk hama sekunder
dan menjadi hama penting akibat penyemprotan pestisida yang tidak
tepat pada awal pertumbuhan tanaman, sehingga membunuh musuh

28
alami. Pertanaman yang dipupuk nitrogen tinggi dengan jarak tanam
rapat merupakan kondisi yang sangat disukai wereng.
Stadia tanaman yang rentan terhadap serangan wereng coklat
adalah dari pembibitan sampai fase matang susu. Gejala kerusakan
yang ditimbulkannya adalah tanaman menguning dan cepat sekali
mengering. Umumnya gejala terlihat mengumpul pada satu lokasi -
melingkar disebut hopperburn.
Ambang ekonomi hama ini adalah 15 ekor per rumpun. Siklus
hidupnya 21-33 hari. Mekanisme kerusakan adalah menghisap
cairan tanaman pada sistem vaskular (pembuluh tanaman).
Pengendalian hama dapat dilakukan dengan cara : (1)
Pengendalian secara kultural dan penanaman varietas yang tahan
9 10

Gambar 9 :
:Wereng coklat.

Gambar 10 : Gejala hopperburn serangan


. wereng coklat

wereng coklat sangat dianjurkan. Beberapa varietas yang dilepas


oleh IRRI yang mengandung gen ketahanan terhadap wereng coklat
adalah IR26, IR36, IR56, IR64 dan IR72. Varietas tahan wereng
coklat yang sudah dilepas antara lain: Widas, Ketonggo, Ciherang,
Cisantana, Tukad Petanu, Tukad Balian, Tukad Unda, Kalimas,
Singkil, Bondoyudo, Sintanur, Cimelati, Konawe, Batang Gadis,
Ciujung, Conde, dan Angke. Sewaktu-waktu varietas tahan dapat
menjadi rentan akibat perubahan biotipe wereng coklat; (2)
Pemberian pupuk K untuk mengurangi kerusakan; (3) Insektisida
(bila diperlukan) antara lain yang berbahan aktif: amitraz,
buprofezin, beauveria bassiana 6.20 x 1010 cfu/ml, BPMC, fipronil,
imidakloprid, karbofuran, karbosulfan, metolkarb, MIPC,
propoksur, atau tiametoksam.

29
C. Wereng Hijau (Green Leafhopper)
Nama ilmiah hama ini adalah Nephotettix virescens (Distant)
atau Nephotettix nigropictus (Stål) atau Nephotettix cincticeps
(Uhler) atau Nephotettix malayanus (Ishihara & Kawase),
Hemiptera: Cicadellidae
Wereng hijau merupakan hama penting karena dapat
menyebarkan (vektor) virus penyebab penyakit tungro. Kepadatan
populasi wereng hijau biasanya rendah, sehingga jarang
menimbulkan kerusakan karena cairan tanaman dihisap oleh wereng
hijau. Namun karena kemampuan pemencaran (dispersal) yang
tinggi, bila ada sumber inokulum sangat efektif menyebarkan
penyakit. Populasi wereng hijau hanya meningkat pada saat tanam
hingga pembentukan malai. Kepadatan populasi tertinggi pada saat
itu mencapai 1 ekor per rumpun.
Gejala kerusakan yang ditimbulkannya adalah tanaman menjadi
kerdil, anakan berkurang, daun berubah warna menjadi kuning
sampai kuning oranye.
Ambang kendali adalah 5 ekor wereng hijau per rumpun. Jika
tungro juga ada di lapang, 2 tanaman bergejala tungro per 1000
rumpun pertanda tungro telah ditularkan dan dapat merusak
tanaman. Siklus hidup 23-30 hari.

Gambar 11 : Wereng hijau

Wereng hijau umumnya ditemukan di sawah irigasi dan tadah


hujan, tidak lazim di pertanaman padi gogo. Wereng hijau lebih

30
menyukai menghisap cairan tanaman pada daun bagian pinggir
daripada di pelepah daun atau daun bagian tengah. Hama ini sangat
menyukai tanaman yang dipupuk nitrogen tinggi.
Cara pengendalian hama ini yaitu dengan : (1) Tanam varietas
tahan wereng hijau seperti IR72 dan IR66; (2) Pengendalian
dilakukan jika di lapang terlihat gejala tungro; (3) Pemberian
insektisida dilakukan apabila sudah mencapai ambang batas
ekonomi; (3) Insektisida (bila diperlukan) antara lain gunakan yang
berbahan aktif: BPMC, buprofezin, etofenproks, imidakloprid,
karbofuran, MIPC, atau tiametoksam.

D. Kepinding Tanah (Black Bug)


Nama ilmiah hama ini adalah Scotinophara coarctata (Fabricus)
Hemiptera: Pentatomidae.
Kepinding tanah umumnya hanya menimbulkan masalah di
beberapa lokasi tertentu dan menyerang padi dari fase pembibitan
sampai tanaman dewasa.

Gambar 12 : Kepinding tanah

Gejala kerusakan adalah di daerah sekitar lubang bekas hisapan


berubah warna menjadi coklat menyerupai gejala penyakit blas.
Daun menjadi kering dan menggulung secara membujur. Gejala
seperti sundep dan beluk merupakan gejala kerusakan yang umum
yang menyebabkan gabah setengah berisi atau hampa.

31
Ambang ekonomi adalah 5 ekor nimfa atau kepinding dewasa
per rumpun. Bila terdapat 10 ekor kepinding dewasa per rumpun
dapat mengakibatkan kehilangan hasil sampai 35%. Siklus hidupnya
adalah 28-35 hari. Mekanisme kerusakan adalah menghisap cairan
tanaman.
Kepinding tanah dewasa sangat tertarik kepada lampu
perangkap; karena itu kepinding tanah yang terperangkap perlu
dibakar dan dibunuh.

E. Walang Sangit (Rice Bug)


Walang sangit (Leptocorisa oratorius Fabricius) Hemiptera:
Alydidae, merupakan hama yang umum merusak bulir padi pada
fase pemasakan. Serangga apabila diganggu akan mempertahankan
diri dengan mengeluarkan bau. Selain sebagai mekanisme
pertahanan diri, bau yang dikeluarkan juga digunakan untuk menarik
walang sangit lain dari spesies yang sama.
Fase pertumbuhan tanaman padi yang rentan terhadap serangan
walang sangit adalah dari keluarnya malai sampai matang susu.
Kerusakan yang ditimbulkannya menyebabkan beras berubah warna
dan mengapur, serta hampa.
13 14

Gambar 14 : Beras yang mengalami perubahan warna dan


mengapur akibat serangan walang sangit.

Gambar 13 : Walang sangit.

Ambang ekonomi walang sangit adalah lebih dari 1 ekor walang


sangit per dua rumpun pada masa keluar malai sampai fase

32
pembungaan. Mekanisme merusaknya yaitu menghisap butiran
gabah yang sedang mengisi.
Cara pengendalian yaitu : (1) Kendalikan gulma di sawah dan di
sekitar pertanaman; (2) Ratakan sawah dan pupuk secara merata
agar pertumbuhan tanaman seragam; (3) Tangkap walang sangit
dengan menggunakan jaring sebelum stadia pembungaan; (4)
Umpan walang sangit dengan menggunakan ikan yang sudah busuk,
daging yang sudah rusak, atau dengan kotoran ayam; (5) Aplikasi
insektisida dilakukan apabila serangan sudah mencapai ambang
ekonomi; (6) Aplikasi insektisida sebaiknya dilakukan pada
pagipagi sekali atau sore hari ketika walang sangit berada di kanopi;
(6) Penggunaan insektisida (bila diperlukan) antara lain yang
berbahan aktif: BPMC, fipronil, metolkarb, MIPC, atau propoksur.

F. Tikus (Rat)
Tikus (Rattus argentiventer (Rob. & Kloss)) merusak tanaman
padi pada semua stadium pertumbuhan dari semai hingga panen,
bahkan di gudang penyimpanan. Kerusakan parah terjadi jika tikus
menyerang padi pada stadium generatif, karena tanaman sudah tidak
mampu membentuk anakan baru. Tikus merusak tanaman padi
mulai dari tengah petak, kemudian meluas ke arah pinggir, dan
menyisakan 1-2 baris padi di pinggir petakan pada keadaan serangan
berat.
Tikus menyerang padi pada malam hari. Pada siang harinya,
tikus bersembunyi di dalam lubang pada tanggul-tanggul irigasi,
jalan sawah, pematang, dan daerah perkampungan dekat sawah.
Pada periode bera, sebagian besar tikus bermigrasi ke daerah
perkampungan dekat sawah dan akan kembali lagi ke sawah setelah
pertanaman padi menjelang generatif.

33
Kehadiran tikus pada daerah persawahan dapat dideteksi dengan
memantau keberadaan jejak kaki (foot print), jalur jalan (run way),
kotoran/feces, lubang aktif, dan gejala serangan.
Tikus berkembang biak sangat cepat dan hanya terjadi pada
periode padi generatif. Satu ekor tikus betina dapat menghasilkan
80 ekor tikus baru dalam satu musim tanam.
15
Gambar 15 : Tikus sawah
15

16

A
C

Gambar 16 : Cirikhas petak sawah diserang tikus (A), kerusakan padi stadia
vegetatif (B) & generatif (C)

Pengendalian tikus dilakukan dengan pendekatan PHTT


(Pengendalian Hama Tikus Terpadu) yaitu pendekatan pengendalian
yang didasarkan pada pemahaman biologi dan ekologi tikus,
dilakukan secara dini (dimulai sebelum tanam), intensif dan
terusmenerus dengan memanfaatkan semua teknologi pengendalian
yang sesuai dan tepat waktu. Pelaksanaan pengendalian dilakukan
oleh petani secara bersama-sama (berkelompok) dan terkoordinasi
dengan cakupan wilayah sasaran pengendalian dalam skala luas
(hamparan ).
Kegiatan pengendalian yang sesuai dengan stadia pertumbuhan
padi antara lain sebagai berikut. :

34
Tabel 1 : Kegiatan Pengendalian Tikus
Stadia padi / kondisi lingkungan sawah
Cara
Bera Olah Semai Tanam Bertunas Bunting Matang
Pengendalian
Tanah
Tanam + +
serempak
Sanitasi ++ + +
habitat
Gropyok + ++ +
massal
Fumigasi ++ ++
LTBS ++ + + ++
TBS ++
Rodentisida +
(jika
diperlukan)
Keterangan : + = dilakukan; ++ = difokuskan

Kegiatan pengendalian tikus ditekankan pada awal musim tanam


untuk menekan populasi awal tikus sejak awal pertanaman sebelum
tikus memasuki masa reproduksi. Kegiatan tersebut meliputi
kegiatan gropyok masal, sanitasi habitat, pemasangan TBS dan
LTBS. Gropyok dan sanitasi dilaukan pada habitat-habitat tikus
seperti sepanjang tanggul irigasi, pematang besar, tanggul jalan, dan
batas sawah dengan perkampungan. Pemasangan bubu perangkap
pada pesemaian dan pembuatan TBS (Trap Barrier System) / Sistem
Bubu Perangkap dilakukan pada daerah endemik tikus untuk
menekan populasi tikus pada awal musim tanam.
TBS merupakan petak tanaman padi dengan ukuran minimal
(20x20) m yang ditanam 3 minggu lebih awal dari tanaman di
sekitarnya, dipagar dengan plastik setinggi 60 cm yang ditegakkan

35
dengan ajir bambu pada setiap jarak 1 m, bubu perangkap dipasang
pada setiap sisi dalam pagar plastik dengan lubang menghadap
keluar dan jalan masuk tikus. Petak TBS dikelilingi parit dengan
lebar 50 cm yang selalu terisi air untuk mencegah tikus menggali
atau melubangi pagar plastik. Prinsip kerja TBS adalah menarik
tikus dari lingkungan sawah di sekitarnya (hingga radius 200 m)
karena tikus tertarik padi yang ditanam lebih awal dan bunting lebih
dahulu, sehingga dapat mengurangi populasi tikus sepanjang
pertanaman.

17 18

A
B
Gambar 17 : TBS pada habitat batas kampung (A),
Gambar 18 : LTBS pada habitat tanggul irigasi
& bubu perangkap (B)

18A
Gambar 18A :
Fumigasi

Pagar plastik Pintu masuk


tikus

20 m

Pintu masuk Bubu perangkap


tikus

120 m

Skema posisi bubu perangkap pada LTBS

LTBS merupakan bentangan pagar plastik sepanjang minimal


100 m, dilengkapi bubu perangkap pada kedua sisinya secara
berselang-seling sehingga mampu menangkap tikus dari dua arah
(habitat dan sawah). Pemasangan LTBS dilakukan di dekat habitat
tikus seperti tepi kampung, sepanjang tanggul irigasi, dan tanggul
jalan/pematang besar. LTBS juga efektif menangkap tikus migran,
yaitu dengan memasang LTBS pada jalur migrasi yang dilalui tikus
sehingga tikus dapat diarahkan masuk bubu perangkap.

36
Fumigasi paling efektif dilakukan pada saat tanaman padi stadia
generatif. Pada periode tersebut, sebagian besar tikus sawah sedang
berada dalam lubang untuk reproduksi. Metode tersebut terbukti
efektif membunuh tikus beserta anak-anaknya di dalam lubangnya.
Rodentisida hanya digunakan apabila populasi tikus sangat
tinggi, dan hanya akan efektif digunakan pada periode bera dan
stadium padi awal vegetatif.

G. Ganjur (Gall Midge)


Ganjur (Orseolia oryzae (Wood-Mason)) Diptera:
Cecidomyiidae, umumnya bukan masalah utama di pertanaman
padi. Serangga dewasanya seperti nyamuk kecil, dengan daya
terbang yang relatif lemah sehingga penyebarannya hanya lokal saja.
Stadia tanaman padi yang rentan terhadap serangan ganjur adalah
dari fase pembibitan sampai pembentukan malai. Ganjur dewasa
aktif pada malam hari dan sangat tertarik pada cahaya.

Gambar 19 : Serangga dewasa ganjur seperti nyamuk kecil Gambar 20 : Gejala kerusakan: daun
menggulung seperti daun bawang.

Ciri kerusakan yang ditimbulkannya adalah daun menggulung


seperti daun bawang. Ukuran daun bawang bisa panjang, bisa juga
kecil/pendek sehingga sulit dilihat. Anakan yang memiliki gejala
seperti daun bawang ini tidak akan menghasilkan malai. Pada saat
tanaman mencapai fase pembentukan bakal malai, larva tidak lagi
menyebabkan kerusakan. Siklus hidup ganjur 2832 hari dan
larvanya memakan titik tumbuh tanaman.

37
Cara pengendaliannya yaitu dengan : (1) Atur waktu tanam agar
puncak curah hujan tidak bersamaan dengan stadia vegetative; (2)
Bajak ratun/tunggul dari tanaman sebelumnya dan buang/bersihkan
semua tanaman inang alternatif selama masa bera, seperti padi liar
Oryza rufipogon untuk mengurangi infestasi hama; (3) Tanam
varietas tahan; (4) Hama ganjur dewasa sangat tertarik terhadap
cahaya, oleh karena itu lampu perangkap dapat digunakan untuk
menangkap hama ganjur dewasa; (5) Insektisida granular yang
berbahan aktif karbofuran dapat digunakan karena bekerja secara
sistemik.

H. Hama Putih Palsu (Leaffolder)


Hama putih palsu (Cnaphalocrocis medinalis (Guenée))
Lepidoptera: Pyralidae, sebenarnya jarang menjadi masalah utama
di pertanaman padi. Serangannya menjadi masalah besar jika
kerusakan pada daun bendera sangat tinggi (>50%) pada fase anakan
maksimum dan fase pematangan. Kerusakan akibat serangan larva
hama putih palsu terlihat dengan adanya warna putih pada daun di
pertanaman.
21 22 23

Gambar 21 : Ngengat hama putih Gambar 22 : Larva hama Gambar 23 : Daun berwarna putih
palsu pada saat istirahat. putih palsu. dan terlipat akibat
rusakan yang ditimbulkan

Larva makan jaringan hijau daun dari dalam lipatan daun


meninggalkan permukaan bawah daun yang berwarna putih. Siklus
hidup hama ini 30-60 hari.

38
Tanda pertama adanya infestasi adalah kehadiran ngengat di
sawah. Ngengat berwarna kuning coklat, pada bagian sayap depan
ada tanda pita hitam sebanyak 3 buah yang garisnya lengkap
maupun terputus. Pada saat beristirahat, ngengat membentuk
segitiga.
Pengendaliannya ialah jangan menyemprot insektisida sebelum
tanaman berumur 30 hari setelah tanam pindah atau 40 hari sesudah
sebar benih. Tanaman padi yang terserang pada fase ini dapat pulih
apabila air dan pupuk dikelola dengan baik. Gunakan insektisida
(bila diperlukan) yang berbahan aktif fipronil atau karbofuran.

I. Hama Putih (Caseworm)


Hama putih (Nymphula depunctalis (Guenée) Lepidoptera:
Pyralidae, ini jarang menyebabkan masalah di pertanaman padi.
Tanda adanya hama ini di lapang adalah dari ngengat dan larva.
24 25

Gambar 25 ; Gulungan daun yang berisi larva


hama putih mengapung di atas
permukaan air.

Gambar 24 : Ngengat hama putih .

26

Gambar 26 : Gejala kerusakan yaitu daun terpotong


seperti digunting.

39
Stadia tanaman yang paling rentan adalah pada fase pembibitan
sampai stadia anakan. Stadia hama yang merusak adalah stadia
larva. Siklus hidup hama putih adalah 35 hari.
Kerusakan pada daun yang khas yaitu daun terpotong seperti
digunting. Daun yang terpotong tersebut dibuat menyerupai tabung
yang digunakan larva untuk membungkus dirinya, dimana larva
aman dengan benang-benang sutranya. Larva bernafas dari dalam
tabung dan memerlukan air di sawah. Gulungan daun yang berisi
larva akan mengapung di atas permukaan air pada siang hari dan
makan pada malam hari. Larva akan memanjat batang padi
membawa gulungan daunnya yang berisi air untuk.
Tingkat ambang ekonomi adalah lebih dari 25% daun rusak atau
10 daun rusak per rumpun. Insektisida (bila diperlukan) gunakan
yang berbahan aktif: BPMC, atau karbofuran

J. Ulat Grayak Tentara (Armyworm)


Ulat grayak yang menyerang padi yaitu : Spodoptera mauritia
acronyctoides (Guenée), Mythimna separata (Walker), Spodoptera
exempta (Walker) dan Spodoptera litura (Fabricius) (jarang
merusak padi) Lepidoptera: Noctuidae.
Ngengat dewasa aktif pada malam hari. Pada malam hari
serangga dewasa makan, berkopulasi, dan bermigrasi, sedangkan
pada siang hari ngengat beristirahat di dasar tanaman. Ngengat
sangat tertarik terhadap cahaya.

40
Kerusakan terjadi karena larva makan bagian atas tanaman pada
malam hari dan cuaca yang berawan. Daun yang dimakan dimulai
dari tepi daun sampai hanya meninggalkan tulang daun dan batang.
Larvanya sangat rakus, dan semua stadia tanaman padi dapat
diserangnya, mulai dari pembibitan, khususnya pembibitan kering,
sampai fase pengisian. M. separata dapat memotong malai pada
pangkalnya dan dikenal sebagai ulat pemotong leher malai.

27 29

Gambar 27 : Larva dan pupa ulat


tentara.

Gambar 29 : Malai yang terpotong


akibat serangan larva ulat tentara.

28

Gambar 28 : Gejala kerusakan pada daun yang dimakan mulai dari tepi daun dan
hanya meninggalkan tulang daun dan batang.

Pengendaliannya ulat grayak tentara dapat menggunakan


insektisida kimiawi yang berbahan aktif: BPMC, atau karbofuran.
Namun bisa juga menggunakan insektisida hayati dan insektisida
biologi. Untuk insektisida hayati, gunakan ekstrak daun serai wangi
500g/l, dan untuk untuk insektisida biologi gunakan bakteri Bt 15g/l.

K. Ulat Tanduk Hijau (Green Horned Caterpillar)


Ngengat Melanitis ledaismene (Cramer) Lepidoptera: Satyridae,
tidak tertarik pada cahaya. Ngengat berupa kupu-kupu yang

41
berukuran besar yang sangat mudah dikenali karena pada sayapnya
terdapat bercak seperti bentuk mata.

Gambar 30 : Ngengat berukuran besar, pada sayapnya terdapat bercak berbentuk mata.

Larva memiliki 2 pasang tanduk, satu pasang ada di bagian ujung


kepala, dan satu pasang lainnya ada di bagian ujung abdomen. Larva
penyebab kerusakan pada tanaman, makan daun mulai dari
pinggiran dan ujung daun. Fase pertumbuhan tanaman yang diserang
adalah dari fase anakan sampai pembentukan malai.

Gambar 31 : Larva ulat tanduk hijau memiliki 2 pasang tanduk, satu pasang dibagian ujung kepala dan yang satu
lagi dibagian ujung abdomen

Inangnya, selain tanaman padi, juga rumput-rumputan, tebu,


sorgum, Anastrophus sp, Imperata sp, dan Panicum spp.
Cara pengendalian paling baik adalah dengan memanfaatkan
musuh alami, seperti parasit telur Trichogrammatidae. Oleh karena
itu pengendalian secara kimiawi dengan menyemprot insektisida
tidak dianjurkan pada saat tanaman berumur 30 hari setelah tanam
pindah atau 40 hari setelah sebar benih.

L. Ulat Jengkal Palsu Hijau (Green Semilooper)


Nama ilmiahnya adalah Naranga aenescens (Moore)
Lepidoptera: Noctuidae. Populasi tinggi dapat terjadi sejak di
persemaian hingga anakan maksimum. Larva muda memarut
jaringan epidermis tanaman meninggalkan lapisan bawah daun yang

42
berwarna putih. Larva yang sudah tua makan dari pinggiran daun.
Larva bergerak seperti ulat jengkal dengan cara melengkungkan
bagian belakang tubuhnya

Gambar 32 : Larva muda ulat jengkal palsu hijau memarut jaringan epidermis tanaman meninggalkan lapisan
bawah daun yang berwarna putih.

Gambar 33 : Larva tua ulat jengkal-palsu hijau makan dari pinggiran daun.

Tanaman padi yang diberi pupuk dengan takaran tinggi sangat


disukai hama ini. Populasinya meningkat selama musim hujan.
Ngengatnya aktif pada malam hari, dan pada siang hari bersembunyi
di dasar tanaman atau di rumput-rumputan.
Hama ini jarang menyebabkan kehilangan hasil karena tanaman
yang terserang dapat sembuh kembali dan juga musuh alami dapat
menekan populasi hama ini.
Cara pengendalian paling baik yaitu dengan memanfaatkan
musuh alami sebagai cara pengendalian terhadap hama ini, seperti
parasit telur Trichogrammatidae; parasit larva dan pupa seperti
Ichneumonidae, Braconidae, Eulophidae, Chalcidae; serta laba-laba
pemangsa ngengat.

43
M. Orong-orong (Mole Cricket)
Nama ilmiahnya adalah Gryllotalpa orientalis (Burmeister)
Orthoptera: Gryllotalpidae. Orong-orong jarang menjadi masalah di
sawah, tapi sering ditemukan di lahan pasang surut dan biasanya
hanya terdapat di sawah yang kering yang tidak digenangi.
Penggenangan tanaman menyebabkan orong-orong pindah ke
pematang. Hama ini memiliki tungkai depan yang besar. Siklus
hidupnya 6 bulan. Stadia tanaman yang rentan terhadap serangan
hama ini adalah fase pembibitan sampai anakan. Benih yang disebar
di pembibitan juga dapat dimakannya.

Gambar 34: Orong-orong

Hama ini memotong tanaman pada pangkal batang dan orang


sering keliru dengan gejala kerusakan yang disebabkan oleh
penggerek batang ( sundep). Orong-orong merusak akar muda dan
bagian pangkal tanaman yang berada di bawah tanah (Gambar 34).
Pertanaman padi muda yang diserangnya mati sehingga terlihat
adanya spotspot kosong di sawah.

Gambar 35 : Pangkal tanaman yang rusak akibat serangan orong-orong.

44
Cara pengendaliannya yaitu : (1) Orong-orong biasanya ada di
sawah yang tidak digenangi atau di sawah yang tanahnya tidak rata;
oleh karena itu perataan tanah penting agar air tergenang merata; (2)
Penggenangan sawah 3-4 hari dapat membantu membunuh telur
orong-orong di tanah; (3) Penggunaan umpan (sekam dicampur
insektisida); (4) Penggunaan insektisida (bila diperlukan) yang
berbahan aktif karbofuran atau fipronil.

N. Lalat Bibit (Rice Whorl Maggot)


Lalat bibit (Hydrellia philippina Ferino) Diptera: Ephyridae,
menyerang tanaman padi yang baru ditanam pindah pada sawah
yang selalu tergenang. Stadia hama yang merusak tanaman padi
adalah larvanya. Larva lalat bibit berwarna kuning kehijau-hijauan
yang tembus cahaya, berada di bagian tengah daun yang masih
menggulung. Larva bergerak ke bagian tengah tanaman merusak
jaringan bagian dalam sampai titik tumbuh daun.
36 37

Gambar 36 : Lalat bibit. Gambar 37 : Larva lalat bibit.

38 39

Gambar 38 : Telur lalat bibit berbentuk


lonjong seperti pisang.

Gambar 39 : Gejala serangan larva lalat bibit


mengakibatkan daun berubah

45
Gejala kerusakan adalah bercak-bercak kuning yang dapat
dilihat di sepanjang tepi daun yang baru muncul dan daun yang
terserang mengalami perubahan bentuk. Telur diletakkan pada
permukaan atas daun, berwarna keputih-putihan dan berbentuk
lonjong seperti pisang. Siklus hidupnya 4 minggu.
Tanaman yang terserang anakannya menjadi berkurang dan
serangan berat dapat memperlambat fase pematangan 7-10 hari.
Tanaman pada dasarnya dapat mengkompensasi asalkan tidak ada
serangan hama lainnya atau tekanan lingkungan yang
mempengaruhi.
Cara pengendaliannya yaitu : (1) Keringkan sawah; (2)
Pengendalian lalat bibit yang tepat adalah pencegahan karena ketika
gejala kerusakan terlihat di lapang, lalat bibit sudah tidak ada di
pertanaman; (3) Penggunaan insektisida (bila diperlukan) adalah
yang berbahan aktif: bensultap, BPMC, atau karbofuran.

O. Keong Mas (Golden Apple Snail)


Keong mas (Pomacea canaliculata (Lamarck)) merusak
tanaman dengan cara memarut jaringan tanaman dan memakannya,
menyebabkan adanya bibit yang hilang di per-tanaman. Bekas
potongan daun dan batang yang diserangnya terlihat mengambang.
Waktu kritis untuk mengendalikan keong mas adalah pada saat
10 hari setelah tanam pindah, atau 21 hari setelah sebar benih (benih
basah). Setelah itu laju pertumbuhan tanaman lebih besar daripada
laju kerusakan oleh keong mas.
Bila di sawah diketahui ada keong mas, perlu dilakukan
pengaturan air karena keong mas menyenangi tempat-tempat yang
digenangi air. Jika petani menanam dengan sistem tanam pindah
maka pada 15 hari setelah tanam pindah, sawah perlu dikeringkan
kemudian digenangi lagi secara bergantian (flash flood =
intermitten irrigation). Bila petani menanam dengan sistem tabela

46
(tanam benih secara langsung), selama 21 hari setelah sebar benih
sawah perlu dikeringkan kemudian digenangi lagi secara bergantian.
Selain itu perlu dibuat caren di dalam dan di sekeliling petakan
sawah sebelum tanam, baik di musim hujan maupun kemarau. Ini
dimaksudkan agar pada saat dilakukan pengeringan, keong mas akan
menuju caren sehingga memudahkan pengambilan keong mas dan
sebagai salah satu cara pengendaliannya.

Gambar 40 : Biibit yang hilang dan bekas potongan daun dan batang terlihat mengambang akibat dimakan keong
mas

Keberadaannya di lapang ditandai oleh adanya telur berwarna


merah muda dan keong mas dengan berbagai ukuran dan warna.
Keong mas merupakan salah satu hama penting yang menyerang
padi muda terutama di sawah yang ditanam dengan sistem tabela.

Gambar 41 : telur keong mas berwarna merah muda.

Cara pengendaliannya yaitu dengan : (1) Secara fisik, gunakan


saringan berukuran 5 mm mesh yang dipasang pada tempat air
masuk di pematang untuk meminimalkan masuknya keong mas ke
sawah dan memudahkan pemungutan dengan tangan.; (2) Secara
mekanis, pungut keong dan hancurkan. Telur keong mas

47
dihancurkan dengan kayu/ bambu. (3) Bila di suatu lokasi sudah
diketahui bahwa keong mas adalah hama utama, sebaiknya tanam
bibit yang tua dan tanam lebih dari satu bibit per rumpun; buat caren
di dalam dan di sekeliling petakan sawah.; (4) Bila diperlukan
gunakan pestisida yang berbahan aktif niclos amida dan pestisida
botani seperti lerak, deris, dan saponin.; (5) Aplikasi pestisida
dilakukan di sawah yang tergenang, di caren, atau di cekungan-
cekungan yang ada airnya tempat keong mas berkumpul.

P. Burung (Bird)
Burung (Lonchura spp. dan Ploceus sp.) menyerang tanaman
padi yang sudah dalam fase matang susu sampai pemasakan biji
(sebelum panen). Serangan mengakibatkan biji hampa, adanya
gejala seperti beluk, dan biji banyak yang hilang.

Gambar 42 : Burung.

Cara pengendaliannya yaitu : (1) Penjaga burung mulai dari jam


6-10 pagi dan jam 2-6 sore, karena waktu-waktu tersebut merupakan
waktu yang kritis bagi tanaman diserang burung.; (2) Gunakan
jaring untuk mengisolasi sawah dari serangan burung; luas sawah
yang di isolasi kurang dari 0,25 hektar. (3) Bila tanam tabela: benih
yang sudah disebar di sawah ditutup dengan tanah; benih yang
digunakan harus lebih banyak; gunakan orang-orangan atau tali
yang diberi plastik untuk menakut-nakuti burung; pekerjakan
penjaga burung; tanam serentak dengan sekitarnya, jangan
menanam atau memanen di luar musim agar tidak dijadikan sebagai

48
satu-satunya sumber makanan pada saat itu.; (4) Kendalikan
habitat/sarang burung.

Gambar 43 : Gejala akibat serangan burung pada malai yaitu gabah hampa dan banyak biji yang hilang.

4.1.2 Penyakit Tanaman Padi


A. Hawar Daun Bakteri (Bacterial Leaf Blight/ BLB)
Disebabkan oleh bakteri Xanthomonas campestris pv. oryzae.
Gejala penyakit berupa bercak berwarna kuning sampai putih
berawal dari terbentuknya garis lebam berair pada bagian tepi daun.
Bercak bisa mulai dari salah satu atau kedua tepi daun yang rusak,
dan berkembang hingga menutupi seluruh helaian daun. Pada
varietas yang rentan, bercak bisa mencapai pangkal daun terus ke
pelepah daun.
Infeksi pada pembibitan menyebabkan bibit menjadi kering.
Bakteri menginfeksi masuk sistem vaskular tanaman padi pada saat
tanam pindah atau sewaktu dicabut dari tempat pembibitan dan
akarnya rusak, atau sewaktu terjadi kerusakan daun.
Apabila sel bakteri masuk menginfeksi tanaman padi melalui
akar dan pangkal batang, tanaman bisa menunjukkan gejala kresek.
Seluruh daun dan bagian tanaman lainnya menjadi kering. Infeksi
dapat terjadi mulai dari fase persemaian sampai awal fase
pembentukan anakan.
Sumber infeksi dapat berasal dari jerami yang terinfeksi, tunggul
jerami, singgang dari tanaman yang terinfeksi, benih, dan gulma

49
inang. Sel-sel bakteri membentuk butir-butir embun pada waktu pagi
hari yang mengeras dan melekat pada permukaan daun.
44 45

Gambar 44 : Bercak kuning dimulai pada Gambar 45 : Serangan pada pembibitan mengakibatkan bibit
bagian tepi daun. kering.

Cara pengendalian penyakit ini yaitu dengan : (1) Penggunaan


varietas tahan seperti Conde dan Angke adalah cara yang paling
efektif.; (2) Sanitasi seperti membersihkan tunggul-tunggul dan
jerami-jerami yang terinfeksi/sakit.; (3) Jika menggunakan kompos
jerami, pastikan jerami dari tanaman sakit sudah terdekomposisi
sempurna sebelum tanam pindah.; (4) Gunakan benih atau bibit yang
bebas dari penyakit hawar daun bakteri.; (5) Gunakan pupuk
nitrogen sesuai takaran anjuran.; (5) Jarak tanam jangan terlalu
rapat.

B. Bakteri Daun Bergaris (Bakterial Leaf Streak)


Disebabkan oleh bakteri Xanthomonas campestris pv. oryzicola.
Infeksi penyakit ini biasanya terbatas pada helaian daun saja. Gejala
yang timbul berupa bercak sempit berwarna hijau gelap yang lama-
kelamaan membesar berwarna kuning dan tembus cahaya di antara
pembuluh daun. Sejalan dengan berkembangnya penyakit, bercak
membesar, berubah menjadi berwarna coklat, dan berkembang
menyamping melampaui pembuluh daun yang besar. Seluruh daun
varietas yang rentan bisa berubah warna menjadi coklat dan mati.
Pada keadaan ideal untuk infeksi, seluruh pertanaman menjadi
berwarna oranye kekuning-kuningan.

50
Bakteri memasuki tanaman melalui kerusakan mekanik atau
melalui terbukanya sel secara alami. Butir-butir embun yang
mengandung bakteri akan muncul pada permukaan daun. Hujan dan
angin membantu penyebaran penyakit ini.

Gambar 46 (kiri): Gejala bercak kuning dan membesar berwarna coklat


Gambar 47 (kanan): Bercak lama kelamaan tembus cahaya di antara pembuluh daun.

Stadia tanaman yang paling rentan adalah dari fase anakan


sampai stadia pematangan. Pada infeksi yang berat, kehilangan hasil
dapat mencapai 30%.

Gambar 48 : Akibat infeksi bakteri daun bergaris, seluruh pertanaman menjadi berwarna oranye kekuning-kuningan.

Cara pengendaliannya yaitu dengan : (1) Buang atau hancurkan


tunggul-tunggul dan jerami-jerami yang terinfeksi/sakit.; (2)
Pastikan jerami dari tanaman sakit sudah terdekomposisi sempurna
sebelum tanam pindah.; (3) Gunakan benih atau bibit yang bebas
dari penyakit bakteri daun bergaris.; (4) Gunakan pupuk nitrogen
sesuai anjuran.; (5) Atur jarak tanam tidak terlalu rapat.; (6) Berakan
tanah sesudah panen.

51
C. Blas (Blast)
Disebabkan oleh Pyricularia grisea. Penyakit blas menginfeksi
tanaman padi pada setiap fase pertumbuhan. Gejala khas pada daun
yaitu bercak berbentuk belah ketupat - lebar di tengah dan
meruncing di kedua ujungnya. Ukuran bercak kira-kira 1-1,5 x 0,3-
0,5 cm berkembang menjadi berwarna abu-abu pada bagian
tengahnya. Daun-daun varietas rentan bisa mati. Bercak penyakit
blas sering sukar dibedakan dengan gejala bercak coklat
Helminthosporium.
49

Gambar 49 : Gejala blas pada daun, bercak berbentuk belah ketupat.

50

Gambar 50 : Blas leher.

Blas dapat menginfeksi tanaman padi pada semua stadia


pertumbuhan. Infeksi bisa terjadi juga pada ruas batang dan leher
malai yang disebut blas leher (neck blast). Leher malai yang
terinfeksi berubah menjadi kehitam-hitaman dan patah, mirip gejala
beluk oleh penggerek batang. Apabila blas leher terjadi, hanya
sedikit malai yang berisi atau bahkan hampa. Pemupukan nitrogen
dalam takaran tinggi dan cuaca yang lembab, terutama musim hujan,
menguntungkan bagi terjadinya infeksi.
Cara pengendalian : (1) Gunakan beberapa varietas tahan secara
bergantian untuk mengantisipasi perubahan ras cendawan yang

52
relatif cepat.; (2) Gunakan pupuk nitrogen sesuai anjuran.; (3)
Upayakan waktu tanam yang tepat, agar waktu awal pembungaan
(heading) tidak banyak embun dan hujan terus-menerus.; (4)
Pengendalian secara kimiawi, gunakan fungisida ( bila diperlukan)
yang berbahan aktif metil tiofanat atau fosdifen dan kasugamisin.;
(4) Perlakuan benih.

D. Hawar Pelepah Daun (Seath Blight)


Disebabkan oleh Rhizoctonia solani Kuhn (Thanatephorus
cucumeris [FR] Donk). Infeksi penyakit ini periodik/hanya pada
waktu-waktu tertentu ketika suhu udara dan kelembaban tinggi, dan
tanaman diberi pupuk nitrogen/urea dengan takaran tinggi. Gejala
penyakit dapat terlihat dari stadia anakan sampai stadia matang susu,
yaitu pada pelepah daun, di antara permukaan air dan daun terdapat
bercak/spot keabu-abuan yang berbentuk oval memanjang atau
berbentuk elips.
51

Gambar 51 : Gejala hawar pelepah daun yaitu bercak keabu


abuan berbentuk oval memanjang atau elips di

Cara pengendalian : (1) Atur pertanaman di lapang agar jangan


terlalu rapat.; (2) Keringkan sawah beberapa hari pada saat anakan
maksimum.; (3) Bajak yang dalam untuk mengubur sisa-sisa

53
tanaman yang terinfeksi.; (4) Rotasi tanaman dengan kacang-
kacangan untuk menurunkan serangan penyakit.; (5) Buang gulma
dan tanaman yang sakit dari sawah.; (5) Gunakan fungisida (bila
diperlukan) antara lain yang berbahan aktif: heksakonazol,
karbendazim, tebukanazol, belerang, flutalonil, difenokonazol,
propikonazol, atau validamisin A.

E. Busuk Batang (Stem Rot)


Penyakit ini disebabkan oleh Sclerotium oryzae Cattaneo
(anamorph), Magnaporthe salvinii ( Cattaneo) R.A. Krause & R.K.
Webster (telemorph) dan Helminthosporium sigmoideum. Infeksi
penyakit ini terjadi pada batang yang dekat dengan permukaan air,
masuk melalui pembengkakan dan kerusakan. Gejala awal berupa
bercak berwarna kehitam-hitaman, bentuknya tidak teratur pada sisi
luar pelepah daun dan secara bertahap membesar. Akhirnya,
cendawan menembus batang padi yang kemudian menjadi lemah,
anakan mati, dan akibatnya tanaman rebah.
Stadia tanaman yang paling rentan adalah pada fase anakan
sampai stadia matang susu. Kehilangan hasil akibat penyakit ini
dapat mencapai 80%.

Gambar 52 (kiri) : Bercak kehitam-hitaman pada sisi luar pelepah daun akibat infeksi busuk batang.
Gambar 53 (kanan) : Gejala busuk batang pada anakan mengakibatkan tanaman rebah.

Cara pengendalian: (1) Tunggul-tunggul padi sesudah panen


dibakar atau didekomposisi.; (2) Keringkan petakan dan biarkan
tanah sampai retak sebelum diari lagi.; (3) Gunakan pemupukan

54
berimbang; pupuk nitrogen sesuai anjuran dan pemupukan K
cenderung dapat menurunkan infeksi penyakit.; (4) Gunakan
fungisida (bila diperlukan) yang berbahan aktif belerang atau
difenokonazol.

F. Busuk Pelepah Daun Bendera (Seath Rot)


Disebabkan oleh Sarocladium oryzae (Sawada) Gums dan
Hawksworth. Infeksi terjadi pada pelepah daun paling atas yang
menutupi malai muda pada akhir fase bunting. Gejala awal adalah
adanya noda berbentuk bulat memanjang hingga tidak teratur
dengan panjang 0 ,5 - 1,5 cm, warna abu-abu di tengahnya dan coklat
atau coklat abu-abu di pinggirnya. Bercak membesar, sering
bersambung, dan bisa menutupi seluruh pelepah daun. Infeksi berat
menyebabkan malai hanya muncul sebagian (tidak berkembang) dan
mengerut. Malai yang muncul sebagian hanya dapat menghasilkan
sedikit bulir yang berisi. Stadia tanaman yang paling rentan adalah
saat keluar malai sampai matang susu.

Gambar 54 (kiri) : Busuk pelepah menyebabkan malai muncul sebagian.


Gambar 55 (kanan) : Malai yang terserang menghasilkan sedikit bulir yang berisii

Cara pengendalian: (1) Bakar tunggul segera sesudah panen


untuk mengurangi inokulum.; (2) Atur jarak tanam agar tidak terlalu
rapat.; (3) Beri pupuk K pada fase anakan.; (4) Penyemprotan
fungisida pada daun hanya dilakukan bila diperlukan yaitu pada fase
bunting dan perlakuan benih dengan fungisida yang berbahan aktif
karbendazim atau mankozeb untuk mengurangi infeksi penyakit.;

55
(5) Penyemprotan dengan fungisida (bila diperlukan) yang berbahan
aktif benomil juga efektif menekan infeksi penyakit.

G. Hawar Daun Jingga (Red Stripe)


Penyebab penyakit ini sampai sekarang belum diketahui secara
pasti. Gejala awal penyakit dapat ditemukan pada daun dan pelepah
daun. Gejalanya mulai terlihat sejak pertanaman padi memasuki fase
generatif yaitu 50-60 hst untuk varietas berumur pendek, dan 60-80
hst untuk varietas berumur sedang. Gejala dapat juga dilihat pada
stadia tanaman mulai berbunga sampai pemasakan. Gejala awal
berupa bercak berwarna hijau kuning terang yang berkembang
menuju ujung daun. Bercak lamakelamaan menjadi nekrotik dan
menyatu menyerupai gejala hawar daun. Penyakit ini dapat
menurunkan hasil secara nyata.

Gambar 56 (Kiri) : Gejala awal hawar daun jingga berupa bercak hijau kuning terang yang berkembang menuju ujung daun.
Gambar 57 (Tengah) : Gejala berupa bercak berwarna hijau kuning terang pada stadia mulai berbunga.
Gambar 58 (Kanan) : Bercak yang bersatu menyerupai gejala hawar daun bakteri.

Cara pengendalian : (1) Cara pengendalian penyakit ini juga


belum ditemukan, tapi dari hasil penelitian di Vietnam dan
Indonesia, aplikasi fungisida yang berbahan aktif carbendazim dan
benomil yang disemprotkan pada daun dapat menekan munculnya
gejala hawar daun jingga.; (2) Atur jarak tanam lebih lebar.; (3)
Pengairan berselang ketika tanaman sudah mencapai pembentukan
malai.; (3) Gunakan pemupukan berimbang.

56
H. Tungro
Di lapang, penyakit ini ditularkan oleh wereng hijau. Tanaman
yang terinfeksi tumbuh kerdil dengan anakan sedikit. Daun
mengalami perubahan warna dari hijau menjadi sedikit kuning
sampai kuning oranye dan kuning coklat, dimulai dari ujung daun,
terutama pada daun muda.
Tanaman yang terinfeksi biasanya hidup hingga fase pemasakan.
Pembungaan yang terlambat bisa menyebabkan tertundanya panen.
Malai menjadi kecil, steril, dan tidak sempurna. Bercak coklat gelap
menutupi bulir-bulir, sehingga bobot bulir lebih rendah daripada
bulir tanaman sehat sehingga mengakibatkan hasil rendah. Tanaman
tua yang terinfeksi bisa tidak memperlihatkan gejala serangan
sebelum panen, tetapi singgang yang tumbuh bisa memperlihatkan
gejala serangan dan menjadi sumber inokulum.
Stadia pertumbuhan tanaman yang paling rentan adalah dari
pembibitan sampai bunting. Kehilangan hasil dapat mencapai 68%
ketika tanaman yang terinfeksi baru berumur 10-20 hari setelah
sebar (hss); atau 30% apabila tanaman yang terinfeksi sudah
berumur antara 40-50 hss; dan hanya 5% jika tanaman sudah
berumur 70-80 hss.

Gambar 59 (kiri) : Tanaman yang terinfeksi tungro tumbuh kerdil.


Gambar 60 (kanan) Daun mengalami perubahan warna menjadi kuning dimulai dari ujung daun-daun tua.

Cara pengendalian : (1) Lihat cara pengendalian wereng hijau.;


(2) Bila di pertanaman sudah terlihat gejala tungro, tanaman sakit
dibuang.; (3) Varietas tahan tungro dengan tekstur nasi pulen yang
telah dilepas adalah Tukad Petanu, Tukad Unda, Tukad Balian,

57
Kalimas, dan Bondoyudo.; (4) Atur waktu tanam serempak minimal
20 ha luasan sawah.; (5) Tanam bibit pada saat yang tepat, yaitu
dengan menanam bibit sebulan sebelum puncak kepadatan wereng
hijau tercapai.; (5) Tanam jajar legowo.; (6) Pada saat tanaman umur
2-3 minggu setelah tanam bila dijumpai 2 tanaman bergejala dari 10
rumpun, segera aplikasi insektisida yang efektif mematikan wereng
hijau.; (7) sawah jangan dikeringkan, biarkan kondisi air pada
kapasitas lapang agar wereng hijau tidak aktif berpencar
menyebarkan tungro.

I. Kerdil Rumput (Grassy Stunt)


Tanaman yang terinfeksi berat akan menjadi kerdil dengan
anakan yang berlebihan, sehingga tampak seperti rumput. Daun
tanaman padi menjadi sempit, pendek, kaku, berwarna hijau pucat
sampai hijau, dan kadang-kadang terdapat bercak karat. Tanaman
yang terinfeksi biasanya dapat hidup sampai fase pemasakan tetapi
tidak memproduksi malai.

Gambar 61 (Kiri) : Tanaman terinfeksi virus kerdil rumput.


Gambar 62 (Kanan) Daun tanaman padi menjadi sempit, pendek dan kaku, berwarna hijau pucat.

Stadia pertumbuhan tanaman yang paling rentan adalah pada


saat tanam pindah sampai bunting. Penyakit ini disebabkan oleh
virus yang ditularkan oleh wereng coklat, dan tanaman inangnya
hanya padi. Pengendalian dilakukan terhadap vektornya yaitu
wereng coklat Nilaparvata lugens.

58
J. Kerdil Hampa (Ragged Stunt)
Patogen penyebab penyakit kerdil hampa adalah virus yang
ditularkan oleh wereng coklat. Tanaman yang terinfeksi menjadi
kerdil. Gejala lainnya bervariasi tergantung fase pertumbuhan
tanaman. Tanaman sehat dan sakit mempunyai anakan yang sama
pada awalnya, tanaman sakit tetap hijau pada fase pemasakan dan
mempunyai lebih banyak anakan daripada tanaman sehat.
Daun-daun bergerigi merupakan gejala awal yang jelas pada fase
awal tanaman muda. Pinggir daun yang tidak rata atau pecah-pecah
dapat terlihat sebelum daun menggulung. Bagian helai daun yang
rusak menunjukkan gejala khlorotik, menjadi kuning atau kuning
kecoklat-coklatan, dan terpecah-pecah. Infeksi pada daun bendera
menyebabkan daun melintir, berubah bentuk, dan memendek pada
fase bunting.
Karena ditularkan oleh wereng coklat, maka pengendalian yang
tepat adalah dengan mengendalikan wereng coklat.
63 64

Gambar 63 : Gejala awal kerdil hampa adalah daun bergerigi pada


Gambar 64 : Gejala pada daun bendera pada fase bunting
fase awal tanaman muda. dicirikan oleh daun melintir, berubah bentuk, dan

59
4.2 Hama dan Penyakit Tanaman Mangga
Hasil pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Mangga yang ditemukan
pada praktikum Perlindungan Tanaman di daerah Sonobijo, Kec. Mojolaban,
Palur, Kab. Sukoharjo, Solo, ini adalah sebagai berikut, yaitu : Hama Penggerek
Buah, Wereng Mangga, Lalat Buah, Kutu Lawana, Trips, Bintil Daun, Kutu
Daun, Penggoret Cabang, Penyakit Antraknose, Embun Tepung, Belendok, dan
Ganggang. Masing-masing akan penulis/ praktikan terangkan pada laporan ini.
Berikut adalah penjelasan mengenai hama dan penyakit yang ditemukan
praktikan dibawah ini!

4.2.1 Hama Tanaman Mangga


A. Penggerek Buah/ Biji
Ada 3 jenis penggerek buah pada manga yaitu Sternochetus
frigidus / Cryptorrhynchus gravis (Coleoptera : Curculionidae),
Philotroctis entrophera (Lepidoptera : Pyralidae) dan Noorda
albizonalis (Lepidoptera : Pyralidae).
Gejalanya ada lubang di samping buah yang biasanya
mengeluarkan getah. Bila buah dibelah akan dijumpai liang gerekan
dan larvanya/ulat.

Gambar 65 : Gejala Hama Penggerek Buah Mangga

Pengendalian dapat dilakukan dengan : (1) Kalau


memungkinkan dilakukan pembungkusan buah dengan kertas
semen atau koran bekas; (2) Buah yang menunjukkan gejala dan
yang jatuh dikumpulkan dan dimusnahkan.; (3) Pemanfatan musuh
alami (semut rangrang dapat mengusir penggerek dewasa).

60
B. Wereng Mangga Idioscopus sp. (Homoptera : Jassidae/
Cicadellidae : Idiocerinae)
Pada populasi tinggi daun-daun tanaman tampak seperti berisi
air gula/madu yang lengket dan merupakan media yang baik bagi
pertumbuhan jamur Jelaga. Serangan/populasi tinggi pada saat
pembungaan dapat menyebabkan bunga gugur.

Gambar 66 : Gejala Hama Wereng Mangga

Pengendalian : (1) Pemanpaatan parasit telur (Centrodora sp.)


dapat memparasit sampai 40 %, dan atau pemanfaatan agens hayati
Beauveria sp.; (2) Memotong dan memusnahkan bagian tanaman
yang terserang.; (3) Aplikasi insektisida Karbaril (Sevis 85 S,
Indovin 85 SP) atau Triklorfon (Dyvon 95 SP, Agrofon 95 SP.)

C. Lalat Buah Bactrocera sp. (Diptera : Tephritidae)


Menyerang lebih dari 20 jenis buah-buahan, diantaranya
belimbing, jambu, pepaya, pisang, dan cabai. Gejala awal ditandai
dengan adanya noda/titik bekas tusukan ovipositor (alat peletak
telur) lalat betina. Larva memakan daging buah, dan akhirnya buah
menjadi busuk dan gugur sebelum matang. Pada buah yang busuk
biasanya akan dapat dijumpai belatung.

Gambar 67 : Perangkap untuk hama lalat buah

61
Pengendalian : (1) Bila memungkinkan lakukan pembungkusan
buah dengan kantong plastik atau kertas.; (2) Lakukan sanitasi
kebun dengan lakukan pencacahan tanah yang agak dalam di bawah
tajuk secara merata.; (3) Buah-buah terserang dipungut dan
dibungkus dengan kantong plastik atau dibenam.; (4) Pengasapan di
sekitar pohon untuk mengusir lalat dewasa. Pengasapan dilakukan
3-4 hari sekali mulai saat pembenrukan buah sampai 1-2 minggu
sebelum panen.; (5) Pemasangan perangkap dengan umpan Sulingan
Selasih/ Methyl Eugenol (ME)/ Protein Hydrolisa dan ditambah
insektisida untuk mematikannya.; (6) Pemberian umpan semprot
(bait spray), yaitu umpan protein yang mengandung ammonia
dicampur dengan insektisida khlorpirifos (Dursban 20 EC) atau
malathion (Fyfanon 440 EW), dapat membunuh lalat buah betina. ;
(7) Pemanfaatan musuh alami : tabuhan parasitoid, semut
(semangah), laba-laba, kumbang helm, cocopet, dll.

D. Kutu Lawana (Lawana spp, Colgaroides spp) (Fam. Flatidae)


Nimfa tinggal dibawah daun atau pada ranting. Nimfa dan telur
dilapisi lilin. Dewasa serupa ngengat.

Gambar 68 : Kutu Lawana

Pengendalian dengan : (1) Memotong dan memusnahkan bagian


tanaman terserang.; (2) Aplikasi agens hayati Beauveria sp.; (3)
Aplikasi insektisida Sevin 85 S atau Indovin 85 SP.

62
E. Trips (Fam. Thripidae)
Sudah dikenal ada 3 macam Trips pada mangga : Trips daun dan
buah (Selenothrips rubrocinctus), Trips bunga (Frankliniella
schultzei / Trips imaginis), dan Trips strawberry (Scirtothrips
dorsalis) yang tinggal/ menyerang pada pucuk tanaman.

Gambar 69 : Gejala Hama Trips

Pengendalian : (1) Memotong/memusnahkan daun/pucuk yang


terserang.; (2) Pemasangan perangkap likat/kuning.; (3) Aplikasi
insektisida Kanon 400 EC, Dimacide 400 EC atau Perfekthion 400
EC.

F. Kutu Daun/ Kutu Putih (Hemiptera : Coccoidea & Aleyroidae)


Hama tinggal pada daun, ranting atau buah. Kadangkadang bila
daun dibalik berwarna kuning karena khlorofil dihisap. Sering ada
embun jelaga atau semut.

Gambar 70 : Kutu Putih

Pengendalian : (1) Memotong/memusnahkan bagian tanaman


yang terserang; (2) Aplikasi insektisida Dyvon 95 SP, Dimacide 400
EC atau Perfekthion 400 EC.

63
G. Penggoret Cabang (Stem Minor) Spulerina isonoma (Fam.
Gracillariidae)
Larva hidup dibawah epidermis cabang/ ranting. Walaupun
jarang sampai menyebabkan kematian, tetapi akan mempengaruhi
pertumbuhan tanaman dan perkembangan buah.

Gambar 71 : Penggoret Cabang

Pengendalian : (1) Memotong/memusnahkan bagian tanaman


yang terserang.; (2) Aplikasi Kanon 400 EC, Dimacide 400 EC atau
Perfekthion 400 EC, bila kerusakan cabang/ranting > 10 %.

H. Hama Bintil Daun Procantarinia matteiana (Diptera :


Cecidomyidae)
Terbentuk tonjolan-tonjolan kecil pada daun, tempat
perkembangan larva, mula-mula berwarna agak kuning kecoklatan,
kemudian menjadi coklat kehitaman. Serangga dewasa berupa lalat
berukuran kecil (5 mm).

Gambar 72 : Hama Bintil Daun

Pengendalian bintil daun dengan cara : (1) Daun yang


menunjukkan gejala dimusnahkan.; (2) Aplikasi insektisida sistemik
pada awal pembentukan daun muda (Dimacide 400 EC atau
Perfekthion 400 EC).

64
4.2.2 Penyakit Tanaman Mangga
A. Penyakit Antraknose (Gloeosporium mangiferae dan
Coletotrichum gloeosporioides)
Bercak pada daun berwarna hitam kecoklatan/kemerahan lalu
daun mengeriting dan mengecil. Serangan pada bunga menyebabkan
bunga menjadi hitam lalu gugur (termasuk bakal buah). Serangan
pada buah menyebabkan buah menghitam cekung, daging buah
busuk, buah keriput lalu gugur.

:
Gambar 73 : Serangan Penyakit Antraknose
Pengendalian antraknose : (1) Mengatur kelembaban kebun
dengan melakukan pemangkasan untuk perbaikan sirkulasi udara.
(2) Aplikasi fungisida Dithane M-45, Delsene MX 80 WP atau
Victory 80 WP.

B. Penyakit Embun Tepung (Oidium mangiferae Bert.)


Cendawan dapat menyerang tunas, bunga, dan buah yang masih
muda. Serangan paling merugikan bila terjadi saat pembungaan
yang berakibat bunga/bakal buah menjadi gugur.
Cendawan berkembang dengan baik di musim kering, sedikit
sinar matahari dan adanya embun pagi atau hujan gerimis.

Gambar 74 : Penyakit Embung Tepung

65
Pengendalian : (1) Lakukan pengaturan pemangkasan sehingga
pembungaan tidak jatuh pada saat cuaca cocok untuk perkembangan
cendawan.; (2) Lakukan pengembusan dengan fungisida serbuk
belerang (Misalnya : Microthiol 720 F, Belvo 80 WDG, atau
Kumulus 80 WDG).; (3) Aplikasi fungisida Rubigan 120 EC, Topsin
M 70 WP,atau Kocide 77 WP.

C. Penyakit Kulit / Belendok (Botryodiplodia theobromae)


Cendawan tumbuh di dalam kambium di bawah kulit lalu
tanaman/pohon keluar getah/belendok.

Gambar 75 : Penyakit Belendok

Pengendalian : (1) Koret/buang kulit batang/cabang atau potong


cabang yang terserang; (2) Untuk pencegahan lakukan pengapuran
pada pangkal batang.

D. Penyakit Ganggang (Cepheleuros sp)


Ganggang ini umum menyerang tanaman yang kurang mendapat
sinar matahari. Serangan berat bila keadaannya lembab (sering
dijumpai didaerah pegunungan). Serangan umumnya terjadi pada
daun berupa bercak-bercak merah kekuning-kuningan berbentuk
bulat sampai lonjong dengan tepi tidak rata/ tidak teratur. Walapun
serangan tidak mengakibatkan daun-daun gugur, namun sangat
mengganggu proses fotosintesis dari tanaman.
Pengendalian : (1) Pengaturan jarak tanam atau lakukan
pemangkasan, agar sinar matahari cukup masuk; (2) Bisa dilakukan
aplikasi dengan fungisida tembaga (Cu) misalnya; Kocide 77 WP,
Champion 77 WP, atau Cupravit OB 21.

66
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Hama dan Penyakit yang menyerang padi ternyada sangat banyak dan
beragam. Diantaranya yaitu Penggerek Batang Padi, Wereng Coklat, Wereng
Hijau, Kepinding Tanah, Walang Sangit, Tikus, Ganjur, Hama Putih Palsu,
Hama Putih, Ulat Grayak, Ulat Tanduk Hijau, Ulat Jengkal Palsu Hijau, Orong-
orong, Lalat Bibit, Keong Mas, Burung, Hawar Daur Bakteri, Bakteri Daun
Bergaris, Blas, Hawar Pelepah Daun, Busuk Batang, Busuk Pelepah Daun
Bendera, Hawar Daun Jingga, Tungro, Kerdil Rumput, dan Kerdil Hampa.
Sedangkan Hama dan Penyakit yang menyerang tanaman mangga adalah :
Hama Penggerek Buah, Wereng Mangga, Lalat Buah, Kutu Lawana, Trips,
Bintil Daun, Kutu Daun, Penggoret Cabang, Penyakit Antraknose, Embun
Tepung, Belendok, dan Ganggang.
Pengendalian hama dan penyakit pada tanaman padi dan mangga dapat
dilakukan dengan cara hayati, biologis, kimiawi, mekanis, dan lain sebagainya
guna meningkatkan produksi tanaman.

5.2 Saran
Dimohon kepada mahasiswa harap serius dalam menjalani praktikum, harap
memperhatikan dosen yang sedang menjelaskan, dan fokus dalam
mengidentifikasi hama dan penyakit tanaman guna bekal ilmu yang bermanfaat
dalam mengabdi kepada masyarakat.

67
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2016. Laporan Identifikasi Hama dan Penyakit Tanaman Padi. STPP
Malang. Malang
Arumingtyas, L. 2018. Tanaman Ini Penjaga Sawah dari Hama, Murah dan Ramah
Lingkungan. (http://www.mongabay.co.id/2018/05/05/tanaman-ini-
penjaga-sawah-dari-hama-murah-dan-ramah-lingkungan/) Diakses pada 18
Oktober 2018
Bramastyo, et al. 2014. Laporan Praktikum Pengendalian Terpadu Hama dan
Penyakit Tanaman Padi. Fakultas Pertanian. Universitas Padjajaran.
Bandung
Budijono, et al. 1997. Mengendalikan Hama dan Penyakit Mangga. Instalasi
Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian Wonocolo. Wonocolo
Djafaruddin. 1996. Dasar-dasar Perlindungan Tanaman. Universitas Andalas.
Padang.
Kartohardjono, et al. 2009. Hama Padi Potensial dan Pengendaliannya. Balai
Besar Penelitian Tanaman Padi. Kementerian Pertanian. Sukabumi
Masnur, et al. 2018. EFEKTIVITAS INSEKTISIDA NABATI DAUN KERSEN
(Muntingia calabura L.), SERAI WANGI (Cymbopogon nardus L.) DAN
INSEKTISIDA HAYATI BAKTERI Bacillus thuringiensis, JAMUR
Beauveria bassiana DALAM PENGENDALIAN EKOLOGIS HAMA ULAT
GRAYAK (Spodoptera exigua Hurbner) PADA TANAMAN BAWANG
MERAH (Allium cepa var ascalonicum L.) VARIETAS BIMA BREBES.
Proposal Penelitian. Program Studi Agroteknologi. Fakultas Pertanian.
Universitas Islam Batik. Surakarta
Masnur, M; dan I. Aludin. 2018. Pengaruh Kerapatan Tanaman terhadap Jumlah
Hasil Produksi Padi (Oryza sativa L.) pada Berbagai Sistem Jarak Tanam
dengan Jajar Legowo dan Tanpa Jajar Legowo. Makalah. Program Studi
Agroteknologi. Fakultas Pertanian. Universitas Islam Batik. Surakarta
Masnur, M; E. Supriyanto; dan B.A. Anshori. 2018. Gejala Serangan Hama fillum
Aschelminthes, Mollusca dan Chordata pada Tanaman Budidaya

68
Pertanian. Makalah. Program Studi Agroteknologi. Fakultas Pertanian.
Universitas Islam Batik. Surakarta
Nikmah, et al. 2016. Laporan Praktikum Perlindungan Tanaman. Program Studi
Agroekologi. Fakultas Pertanian. Universitas Jember. Jember
Pracaya. 1992. Hama dan Penyakit Tanaman. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta.
Pradana, D.S; Suprapto; dan B. Rahayudi. 2018. Sistem Pakar Pendeteksi Hama
dan Penyakit Tanaman Mangga Menggunakan Metode Iterative
Dichotomiser Tree (ID3). Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan
Ilmu Komputer. 2 (7) : 2713-2720
Sudarma, I.M. 2014. Perlindungan Tanaman. Penerbit Plantaxia. Yogyakarta
Sulistyawati, Y. 2017. Hama Penyakit Tanaman Padi dan Cara Pengendaliannya.
BPTP Balitbangtan NTB. Kementerian Pertanian. Pajale
Swastika, I.W. 2014. OPT Utama pada Tanaman Mangga dan Pengendaliannya.
Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Bali. Kementerian
Pertanian. Denpasar
Triharso. 2004. Dasar-dasar Perlindungan Tanaman. Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta.
Untung, K. 1996. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. Universitas Gadjah
Mada. Yogyakarta
Winarto, et al. 2016. Krisis Pangan dan Sesat Pikir Mengapa Masih Berlanjut?.
Penerbit Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Jakarta
Wurjandari, et al. 2005. Masalah Lapang Hama, Penyakit dan Hara pada Padi.
Balai Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Kementerian
Pertanian. Bogor
Yuliani, D; dan Sudir. 2017. Keragaman Hama, Penyakit dan Musuh Alami pada
Budidaya Padi Organik. Jurnal Agro. 4 (1) : 1-18
Zuliyanti, A. 2007. Hama-hama Tanaman Padi. Departemen Hama Penyakit
Tanaman. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Medan

69
LAMPIRAN

Lokasi Praktikum (Sonobijo, Mojolaban, Palur, Sukoharjo, Solo)

Peserta Praktikum (Dosen dan Mahasiswa Agroteknologi & Agribisnis Uniba)

70
Dosen Menjelaskan Mahasiswa Mengamati dan Mencatat

Salah satu batang padi yang terkena larva ngengat hama penggerek batang padi

71

Anda mungkin juga menyukai