Anda di halaman 1dari 38

PENGARUH KERAPATAN TANAMAN TERHADAP JUMLAH HASIL

PRODUKSI PADI (Oryza sativa L.) PADA BERBAGAI SISTEM JARAK


TANAM DENGAN JAJAR LEGOWO DAN TANPA JAJAR LEGOWO

PAPER
Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Teknologi Budidaya Tanaman

OLEH :
MOH. MASNUR (2017050007)
INDRA ALUDIN (2017050014)

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS ISLAM BATIK
SURAKARTA
2018

i
HALAMAN PENGESAHAN

Judul : Pengaruh Kerapatan Tanaman terhadap Jumlah Hasil


Produksi Padi (Oryza sativa L.) pada Berbagai Sistem Jarak
Tanam dengan Jajar Legowo dan Tanpa Jajar Legowo
Nama/ NIM : 1. Moh. Masnur (2017050007)
2. Indra Aludin (2017050018)

Surakarta, 15 Oktober 2018

Penyusun 1, Penyusun 2,

Moh. Masnur Indra Aludin


NIM 2017050007 NIM 2017050018

Menyetujui,
Dosen Pengampu,

Ir. Tri Rahayu, MS


NIDN.

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan
karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah/ paper dengan judul
“Pengaruh Kerapatan Tanaman terhadap Jumlah Hasil Produksi Padi (Oryza sativa
L.) pada Berbagai Sistem Jarak Tanam dengan Jajar Legowo dan Tanpa Jajar
Legowo”.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Teknologi Budidaya
Tanaman (Agronomi) yang diampu oleh Ibu dosen Ir. Tri Rahayu, MS.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh
dari sempurna karena keterbatasan pengetahuan, pengalaman, waktu dan tenaga
yang dimiliki kami. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun dari pembaca guna perbaikan makalah ini kedepan.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat berguna dan dapat bermanfaat khususnya
bagi diri kami dan bagi para pembaca pada umumnya

Surakarta, 15 Oktober 2018

Ketua

Moh. Masnur
NIM. 2017050007

iii
DAFTAR ISI
Cover……………………………………………………………………………… i
Halaman Pengesahan…………………………………………………………….ii
Kata Pengantar………………………………………………………………….. iii
Daftar Isi………………………………………………………………………….iv
Daftar Gambar……………………………………………………………………v
Daftar Tabel………………………………………………………………………vi
Daftar Grafik……………………………………………………………………. vii
Daftar Lampiran…………………………………...…….…………………….. viii

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………1
1.1 Latar Belakang…………………………………………………………………1
1.2 Perumusan Masalah……………………………………………………………3
1.3 Tujuan………………………………………………………………………….3
1.4 Hipotesis……………………………………………………………………….3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA………………………………………………... 4
2.1 Padi……………………………………………………………………………...4
2.2 Jajar Legowo………………………………………………………………….. 6
BAB III PEMBAHASAN………………………………………………………..10
3.1 Perbandingan Hasil Padi pada Sistem Tanam Jajar Legowo
Tipe 2:1, 3:1, 4:1, 5:1, 6:1 dan 7:1…………………………………………… 10
3.2 Perbandingan Hasil Padi pada Sistem Tanam Jajar Legowo
Tipe 2:1 dan 4:1 dengan Sistem Tanam Tegel………………………………. 20
3.3 Perbandingan Hasil Padi pada Sistem Tanam Jajar Legowo
Tipe 2:1, 4:1, 6:1 dan 8:1 dengan Tanpa Jajar Legowo……………………….23
BAB IV PENUTUP………………………………………………………………28
4.1 Kesimpulan……………………………………………………………………28
4.2 Saran…………………………………………………………………………..28

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………… 30

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Sistem Tanam Jajar Legowo 2:1………………………….…... ..20


Gambar 3.2 Sistem Tanam Jajar Legowo 4:1 tipe 1 dan tipe 2……….……...21

v
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Rerata jumlah anakan total (JAT), jumlah daun total (JDT) dan tinggi
tanaman (TT) pada berbagai tipe tanam jajar legowo…………………….13
Tabel 3.2 Rerata jumlah anakan produktif (JAP), panjang malai (PM), jumlah bulir
per malai (JBPM), persentase bulir bernas (PBB) dan berat 100 biji (BB)
pada berbagai tipe tanam jajar legowo……………………………………15
Tabel 3.3 Rerata bobot GKG per rumpun (GKGR), hasil GKG per petak (GKGP)
dan selisih hasil GKG per petak pada berbagai tipe tanam jajar legowo….18
Tabel 3.4 Hasil perbandingan produktivitas padi sistem jajar legowo dengan sistem
tegel……………………………………………………….………………22
Tabel 3.5 Komparatif pertumbuhan tanaman, komponen hasil dan hasil Legowo vs
Tegel……………………………………………………….…………….. 23
Tabel 3.6 Rataan panjang malai, jumlah gabah per malai, persentase gabah hampa
per malai, dan bobot 1000 butir pada sistem tanam jajar legowo dan tanpa
jajar legowo………………………………………………….……………25
Tabel 3.7 Rataan peningkatan hasil dan hasil padi sawah pada sistem jajar legowo
vs tanpa jajar legowo…………………………………..…….……………27

vi
DAFTAR GRAFIK

Grafik 3.1 Rerata jumlah pertambahan anakan (batang) dari umur 1 hingga 6 MST
pada berbagai tipe tanam jajar legowo…………………………………...12
Grafik 3.2 Rerata jumlah pertambahan daun (helai) dari umur 1 hingga 6 MST pada
berbagai tipe tanam jajar legowo…………………………………………13

vii
DAFTAR LAMPIRAN

viii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tanaman padi merupakan tanaman yang banyak dijumpai di daerah yang
umumnya mengkonsumsi beras, sehingga padi menjadi makanan pokok,
khususnya di Indonesia (Nurkalis, 2015). Kebutuhan beras sebagai salah satu
sumber pangan utama penduduk Indonesia terus meningkat, namun karena
adanya konversi lahan pertanian ke non pertanian menyebabkan peningkatan
produktivitas padi cenderung melandai sehingga tidak mampu mengimbangi
laju peningkatan penduduk (Andriani, 2008).
Pertanian tanaman pangan khususnya tanaman padi (Oryza sativa L.)
mempunyai nilai strategis karena merupakan tulang punggung ketahanan
pangan dan hajat hidup penduduk Indonesia (Sandiani, 2014). Kendala dan
tantangan yang dihadapi dalam mewujudkan ketahanan pangan nasional adalah
kompetisi dalam pemanfaatan sumberdaya lahan dan air. Dalam hal ini, sektor
pertanian menghadapi tantangan untuk meningkatkan efisiensi dan optimalisasi
pemanfaatan sumber daya lahan. Peningkatan tersebut dapat dilakukan dengan
pengaturan sistem tanam dan umur bibit yang tepat, serta penggunaan varietas
unggul padi selain efektif dalam pertumbuhan tanaman juga efisien dalam
waktu dan mendapatkan produktivitas yang optimal (Anggraini et al., 2013).
Rendahnya produktivitas pertanian di Indonesia saat ini dikarenakan oleh
berbagai faktor, salah satunya penggunaan jarak tanam yang salah. Para petani
cenderung menganggap bahwa semakin sempit jarak tanam maka hasil akan
semakin banyak karena akan semakin banyak populasi tanaman yang ditanam.
Jarak tanam adalah pola pengaturan jarak antar tanaman dalam bercocok tanam
yang meliputi jarak antar baris dan deret. Jarak tanam akan berpengaruh
terhadap produksi pertanian karena berkaitan dengan ketersediaan unsur hara,
cahaya matahari serta ruang bagi tanaman (Karokaro et al., 2014). Sehingga,
salah satu upaya untuk meningkatkan produksi padi antara lain adalah melalui

1
pengaturan jarak tanam (Muliasari dan Sugiyanta, 2009). Pengenalan dan
penggunaan sistem jarak tanam akan mendapatkan pertumbuhan tanaman yang
optimal juga ditujukan untuk meningkatkan produktivitas dan pendapatan
petani. Pada umumnya, padi pada kondisi jarak tanam sempit akan mengalami
penurunan kualitas pertumbuhan, seperti jumlah anakan dan malai lebih sedikit,
panjang malai yang lebih pendek, dan tentunya jumlah gabah per malai
berkurang dibandingkan pada kondisi jarak tanam lebar (BPTP Jambi, 2013).
Sistem tanam padi yang biasanya diterapkan petani adalah sistem tanam
tegel dengan jarak yang rapat. Namun, saat ini telah dikembangkan sistem
penanaman yang baru yaitu sistem jajar legowo. Jajar legowo merupakan
perubahan teknologi jarak tanam padi yang dikembangkan dari sistem tanam
tegel yang telah berkembang di masyarakat. Istilah legowo diambil dari Bahasa
Jawa Banyumas, terdiri atas kata lego dan dowo; lego berarti luas dan dowo
berarti memanjang. Prinsip dari sistem tanam jajar legowo adalah pemberian
kondisi pada setiap barisan tanam padi untuk mengalami pengaruh sebagai
tanaman pinggir. Penerapan cara tanam sistem legowo memiliki beberapa
kelebihan yaitu, sinar matahari dapat dimanfaatkan lebih banyak untuk proses
fotosintesis, pemupukan dan pengendalian organisme pengganggu tanaman
menjadi lebih mudah dilakukan di dalam lorong-lorong. Selain itu, cara tanam
padi sistem legowo juga meningkatkan populasi tanaman (Pahruddin, 2004).
Sistem tanam jajar legowo memberikan ruang tumbuh yang longgar sekaligus
populasi lebih tinggi. Dengan sistem tanam ini, mampu memberikan sirkulasi
udara dan pemanfaatan sinar matahari lebih baik untuk pertanaman. Selain itu
upaya pengendalian gulma dan pemupukan dapat dilakukan dengan lebih
mudah (Bobihoe, 2013).
Menurut Pahrudin et al. (2004), padi yang ditanam secara beraturan dalam
bentuk tegel, hasil tanaman per rumpun pada bagian luar lebih tinggi 1.5 hingga
2 kali dibanding hasil per rumpun tanaman yang berada di bagian dalam.
Menurut Departemen Pertanian (2005), tanam padi dengan tipe tanam jajar
legowo merupakan pengelolaan jarak tanam dan pengaturan cara tanam,
sehingga diperoleh ruang tumbuh yang optimal bagi pertumbuhan dan

2
perkembangan tanaman, menciptakan lingkungan yang sub optimal bagi
organisme penganggu tanaman (OPT) serta memudahkan dalam melakukan
perawatan tanaman. Tipe tanam jajar legowo dikembangkan untuk
memanfaatkan pengaruh barisan pinggir tanaman padi (border effect) yang
lebih banyak. Tanaman pinggir tumbuh dan berkembang lebih baik dan hasil
per rumpun lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman yang di tengah, sehingga
semakin banyak tanaman pinggir border effect di petakan sawah menghasilkan
gabah lebih banyak.
Untuk itu, dalam hal meningkatkan produksi padi, sangat dianjurkan
menggunakan sistem tanam jajar legowo. Karena, komponen hasil tanaman
padi (selain di tentukan oleh tipe varietas dan tingkat hasil) sangat nyata
dipengaruhi oleh jarak tanam terutama jumlah gabah dan panjang malai (Pratiwi
et al., 2009). Jarak tanam ini diatur bukan saja untuk mengatur kerapian
tanaman tetapi juga digunakan sebagai populasi atau rumpun (Abdulrachman et
al., 2009). Sehingga untuk mengatasi masalah pada produktivitas padi, perlu
adanya suatu teknologi dan inovasi baru dalam produksi pertanian, yaitu dengan
menggunakan pola jarak penanaman baru, yaitu sistem jajar legowo dalam
budidaya tanaman padi.
1.2 Perumusan Masalah
Bagaimana jarak tanam mempengaruhi komposisi hasil dan hasil tanaman
padi, serta sistem jarak tanam apakah yang optimal untuk produktivitas padi?
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui pengaruh jarak tanam terhadap komposisi hasil dan hasil
tanaman padi, serta mengetahu sistem jarak tanam yang optimal untuk
produktivitas padi.
1.4 Hipotesis
Kerapatan jarak tanam berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil padi
yang diperoleh dari sebidang tanah.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Padi
Tanaman padi merupakan tanaman yang banyak dijumpai di daerah yang
umumnya mengkonsumsi beras, sehingga padi menjadi makanan pokok,
khususnya di Indonesia (Nurkalis, 2015). Padi termasuk dalam suku padi-
padian atau Poaceae (sinonim: Graminae atau Glumiflorae). Tanaman semusim,
berakar serabut, batang sangat pendek, struktur berupa batang yang terbentuk
dari rangkaian pelepah daun yang saling menopang, daun sempurna dengan
pelepah tegak, berbentuk lanset, warna hijau muda hingga hijau tua, berurat
daun sejajar, tertutupi oleh rambut yang pendek dan jarang, bunga tersusun
majemuk, tipe malai bercabang, satuan bunga disebut floret, yang terletak pada
satu spikelet yang duduk pada panikula, buah tipe bulir atau kariopsis yang tidak
dapat dibedakan mana buah dan bijinya, bentuk hampir bulat hingga lonjong,
ukuran 3 mm hingga 15 mm, tertutup oleh palea dan lemma yang dalam bahasa
sehari-hari disebut sekam (Sulistyawati dan Nugraha, 2010).
Menurut Prihatman (2012), padi merupakan tanaman pangan berupa rumput
berumpun memiliki klasifikasi botani sebagai berikut :
Divisi : Spermatophyta
Sub-divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Poales
Famili : Gramineae (Poaceae)
Genus : Oryza Linn
Spesies : Oryza sativa L.
Menurut Aksi Agraris Kanisius (1990), tanaman padi memiliki bagian
morfologi yang terdiri dari vegetatif dan generatif. Bagian vegetatif terdiri dari
akar, batang, dan daun. Akar, merupakan bagian tanaman yang berfungsi untuk
menyerap air dan zat makanan dari dalam tanah, kemudian diangkut ke bagian

4
atas tanaman. Akar tanaman padi dapat dibedakan menjadi akar tunggang, akar
serabut, akar rambut dan akar tajuk. Batang padi memiliki batang yang beruas-
ruas, tingginya berkisar antara 107-115 cm dan warna batangya hijau. Anakan,
tanaman padi akan membentuk rumpun dengan anakannya, biasanya anakan
akan tumbuh pada dasar batang. Pembentukan anakan terjadi secara bersusun
yaitu anakan pertama, kedua, ketiga dan seterusnya. Padi mempunyai anakan
produktif sekitar 14-17 batang. Daun padi adalah sisik dan telinga daun. Daun
padi dibagi menjadi beberapa bagian yakni helaian daun, pelepah daun, dan
lidah daun. Daun berwarna hijau, muka daun sebelah bawah kasar, posisi daun
tegak dan daun benderanya tegak.
Sedangkan bagian generatif padi terdiri dari malai dan bulir. Malai,
merupakan sekumpulan bunga padi (spikelet) yang keluar dari buku paling atas.
Bulir padi terletak pada cabang pertama dan kedua. Panjang malai tergantung
pada varietas padi yang ditanam dan cara menanamnya. Bulir padi (gabah)
merupakan ovary yang sudah masak, bersatu dengan palea. Buah ini adalah
hasil penyerbukan dan pembuahan yang mempunyai bagian-bagian seperti
embrio (lembaga), endosperm, dan bekatul. Bentuk gabah padi adalah panjang
ramping dan warna gabah kuning bersih. Gabah yang sudah dibersihkan
kulitnya disebut dengan beras. Beras mengandung berbagai zat makanan yang
penting untuk tubuh, antara lain : karbohidrat, protein, lemak, serat kasar, abu,
dan vitamin.
Menurut AAK (1992), secara umum pemasakan bulir pada tanaman padi
terbagi atas empat stadia, yaitu:
1. Stadia masak susu (8-10 hari setelah berbunga merata),
2. Stadia masak kuning (7 hari setelah masak susu),
3. Stadia masak penuh (7 hari setelah masak kuning) dan
4. Stadia masak mati (6 hari setelah masak penuh).
Menurut Sudarmo (1991), secara umum ada tiga stadia pertumbuhan
tanaman padi dari awal penyemaian hingga panen, yaitu :

5
1. Stadia vegetatif ; dari perkecambahan sampai terbentuknya bulir. Pada
varietas padi yang berumur pendek (120 hari) stadia ini lamanya sekitar 55
hari, sedangkan pada varietas padi berumur panjang (150 hari) lamanya
sekitar 85 hari.
2. Stadia reproduktif ; dari terbentuknya bulir sampai pembungaan. Pada
varietas berumur pendek lamanya sekitar 35 hari, dan pada varietas berumur
panjang sekitar 35 hari juga.
3. Stadia pembentukan gabah atau biji ; dari pembungaan sampai pemasakan
biji. Lamanya stadia sekitar 30 hari, baik untuk varietas padi berumur
pendek maupun berumur panjang.

2.2 Jajar Legowo


Menurut Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (2013), sistem tanam
legowo merupakan cara tanam padi sawah dengan pola beberapa barisan
tanaman yang diselingi satu barisan kosong. Tanaman yang seharusnya
ditanam pada barisan yang kosong dipindahkan sebagai tanaman sisipan di
dalam barisan. Sistem pertanaman diselingi oleh 1 baris kosong dimana jarak
tanam pada barisan pinggir ½ kali jarak tanaman pada baris tengah. Cara tanam
jajar legowo untuk padi sawah secara umum bisa dilakukan dengan berbagai
tipe yaitu: legowo (2:1), (3:1), (4:1), (5:1), (6:1), (7:1), (8:1) atau tipe lainnya.
Modifikasi jarak tanam pada cara tanam legowo bisa dilakukan dengan berbagai
pertimbangan. Secara umum, jarak tanam yang dipakai adalah 20 cm dan bisa
dimodifikasi menjadi 22,5 cm atau 25 cm sesuai pertimbangan varietas padi
yang akan ditanam atau tingkat kesuburan tanahnya.
Sistem tanam Jajar Legowo juga merupakan suatu upaya memanipulasi
lokasi pertanaman sehingga pertanaman akan memiliki jumlah tanaman pinggir
yang lebih banyak dengan adanya barisan kosong. Seperti diketahui bahwa
tanaman padi yang berada dipinggir memiliki pertumbuhan dan perkembangan
yang lebih baik dibanding tanaman padi yang berada di barisan tengah sehingga
memberikan hasil produksi dan kualitas gabah yang lebih tinggi. Hal ini

6
disebabkan karena tanaman yang berada dipinggir akan memperoleh intensitas
sinar matahari yang lebih banyak (efek tanaman pinggir).
Adapun manfaat dan tujuan dari penerapan sistem tanam Jajar Legowo
adalah sebagai berikut :
1. Menambah jumlah populasi tanaman padi sekitar 30 % yang diharapkan
akan meningkatkan pruduksi baik secara makro maupun mikro.
2. Dengan adanya baris kosong akan mempermudah pelaksanaan pemeliaraan,
pemupukan dan pengendalian hama penyakit tanaman yaitu dilakukan
melalui barisan kosong atau lorong.
3. Mengurangi kemungkinan serangan hama dan penyakit terutama hama
tikus. Pada lahan yang relatif terbuka hama tikus kurang suka tinggal
didalamnya dan dengan lahan relatif terbuka kelembaban juga akan menjadi
lebih rendah sehingga perkembangan penyakit dapat ditekan.
4. Menghemat pupuk karena yang dipupuk hanya bagian dalam tanaman
dalam barisan.
5. Dengan menerapkan sistem tanam jajar legowo akan menambah
kemungkinan barisan tanaman untuk mengalami efek tanaman pinggir
dengan memanfaatkan sinar matahari secara optimal bagi tanaman yang
berada pada barisan pinggir. Semakin banyak intensitas sinar matahari yang
mengenai tanaman maka proses metabolisme terutama fotosintesis tanaman
yang terjadi di daun akan semakin tinggi, sehingga akan didapatkan kualitas
tanaman yang baik ditinjau dari segi pertumbuhan dan hasil.
Sistem tanam legowo kemudian berkembang untuk mendapatkan hasil
panen yang lebih tinggi dan terjadi penambahan populasi. Selain itu juga dapat
mempermudah pada saat pengendalian hama, penyakit, gulma dan pemupukan
(Yuwono, 2005).
Menurut Sugeng (2001), beberapa kemungkinan yang bisa menyebabkan
rendahnya produktivitas pada jarak tanam yang rapat yaitu :

7
1. Varietas umumnya akan tumbuh tidak optimal apabila menerima sinar yang
rendah akibat adanya persaingan antar individu tanaman dalam jarak tanam
rapat.
2. Terjadinya kahat hara tertentu terutama N, P dan K serta air akibat
pertanaman yang rapat, perakaran yang intensif sehingga pengurasan hara
juga intensif.
3. Terjadinya persaingan dan tidak adanya ruang tersebut maka proses
pertumbuhan seperti fotosintesis dan perkembangan dahan akan terhambat,
hal tersebut dikarenakan unsur hara, air maupun cahaya merupakan
kebutuhan mutlak bagi tanaman dalam proses fotosintesisnya. Sedangkan
tanpa adanya ruang maka dahan akan saling menaungi sehingga
perkembangannya akan terganggu.
Menurut Kementerian Pertanian (2016), keberhasilan penerapan Teknologi
Jajar Legowo ditentukan oleh komponen teknologi dan teknik budidaya yang
digunakan. Bagian penting dari Teknologi Jajar Legowo adalah:
a. Varietas unggul baru potensi hasil tinggi,
b. Biodekomposer, diberikan bersamaan dengan pengolahan tanah
(pembajakan ke dua)
c. Pupuk hayati diberikan pada benih diaplikasikan melalui (seed treatment)
dan pemupukan berimbang berdasarkan Perangkat Uji Tanah Sawah
(PUTS),
d. Pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT) menggunakan
pestisida nabati dan pestisida anorganik berdasarkan ambang kendali, serta
e. Alat dan mesin pertanian, khususnya untuk tanam (jarwo transplanter) dan
panen (combine harvester)
Varietas unggul merupakan salah satu komponen utama teknologi yang
terbukti mampu meningkatkan produktivitas padi dan pendapatan petani.
Pemerintah telah melepas ratusan varietas unggul padi, sehingga petani dapat
lebih leluasa memilih varietas yang sesuai dengan teknik budidaya dan kondisi
lingkungan setempat. Ketersediaan berbagai alternatif pilihan varietas unggul

8
pada suatu wilayah akan berdampak terhadap stabilitas produksi sebagai
representasi dari keunggulan adaptasi dan ketahanan atau toleransi terhadap
cekaman biotik dan abiotik di wilayah tersebut. Varietas unggul yang digunakan
adalah varietas yang memiliki potensi hasil tinggi.
Benih bermutu adalah benih dengan tingkat kemurnian dan vigor yang
tinggi. Benih varietas unggul berperan tidak hanya sebagai pengantar teknologi
tetapi juga menentukan potensi hasil yang bisa dicapai, kualitas gabah yang
akan dihasilkan, dan efisiensi produksi. Penggunaan benih bersertifikat atau
benih dengan vigor tinggi menghasilkan bibit yang sehat dengan perakaran
lebih banyak, sehingga pertumbuhan tanaman lebih cepat dan merata.
Pupuk hayati merupakan pupuk berbasis mikroba non-patogenik yang
berfungsi meningkatkan kesuburan dan kesehatan tanah melalui beberapa
aktivitas yang dihasilkan oleh mikroba tersebut, diantaranya menambat
nitrogen, melarutkan fosfat sukar larut dan menghasilkan fitohormon (zat
pemacu tumbuh tanaman).
Penanaman padi sistem jajar legowo dapat menggunakan mesin tanam
jarwo transplanter ataupun secara manual. Kondisi air pada saat tanam macak-
macak untuk menghindari selip roda dan memudahkan pelepasan bibit dari alat
tanam. Jika diperlukan, populasi tanaman dapat disesuaikan dengan mengatur
jarak tanam dalam barisan dan jarak antar legowo. Penanaman secara manual
dapat dilakukan dengan bantuan caplak. Pencaplakan dilakukan untuk membuat
tanda jarak tanam yang seragam dan teratur. Ukuran caplak menentukan jarak
tanam dan populasi tanaman per satuan luas. Kerapatan tanam merupakan salah
satu komponen penting dalam teknologi budidaya untuk memanipulasi tanaman
dan mengoptimalkan hasil. Sistem tanam jajar legowo bertujuan untuk
peningkatan populasi tanaman per satuan luas, perluasan pengaruh tanaman
pinggir dan mempermudah pemeliharaan tanaman (Kementerian Pertanian,
2016).

9
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Perbandingan Hasil Padi pada Sistem Tanam Jajar Legowo 2:1, 3:1, 4:1,
5:1, 6:1 dan 7:1 (Sari et al., 2014)
Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produksi padi
adalah dengan penataan jarak tanam. Sistem legowo merupakan salah satu
penataan terhadap jarak tanam yang didalamnya banyak terdapat tipe tanam
jajar legowo. Tipe tanam jajar legowo meliputi tipe 2:1 (dua baris tanaman
diselingi satu legowo), tipe 3:1 (tiga baris tanaman diselingi satu legowo), tipe
4:1 (empat baris tanaman diselingi satu legowo), tipe 5:1 (lima baris tanaman
diselingi satu legowo), tipe 6:1 (enam baris tanaman diselingi satu legowo) dan
tipe 7:1 (tujuh baris tanaman diselingi satu legowo). Penelitian ini bertujuan
untuk mendapatkan tipe tanam jajar legowo yang terbaik bagi pertumbuhan dan
hasil padi sawah. Untuk mengetahui hasil pengaruh keenam tipe tanam jajar
legowo, maka dibandingkan dengan cara tanam petani (jarak tanam 20 cm x 20
cm dan lebar legowo 40 cm).
Benih yang digunakan adalah varietas Inpari 13. Tata cara pembuatan
legowo pada penelitian adalah sebagai berikut : pada tipe tanam jajar legowo
2:1 setiap dua baris tanaman diselinggi dengan lorong 40 cm dengan jarak
tanam dalam barisan 25 cm x 25 cm. Pada tipe tanam jajar legowo 3:1 setiap
tiga baris tanaman diselinggi dengan lorong 40 cm dan jarak tanam dalam
barisan 25 x 25 cm. Tipe tanam jajar legowo 4:1 setiap empat baris tanaman
diselinggi lorong 40 cm. Begitu juga untuk tipe lainnya yang ditanam sesuai
jumlah baris dan diselingi lorong 40 cm.
Panen dilakukan pada saat tanaman berumur 93 HST dengan menunjukkan
kriteria sebagai berikut : (1) Lebih dari delapan puluh persen total populasi bulir
pada malai padi sudah berwarna kuning keemasan., (2) Daun bendera telah
menguning dan malai padi merunduk karena menopang bulir-bulir yang
bernas., (3) Butir gabah keras bila ditekan dengan jari tangan dan apabila

10
ditekan dengan kuku tidak meninggalkan bekas. Apabila dikupas, tampak isi
butir gabah berwarna putih dan keras bila digigit. Kadar air gabah sekitar 18%
hingga 20 %.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tipe tanam jajar legowo 2:1 adalah
terbaik bagi pertumbuhan dan hasil padi sawah yang ditunjukkan dengan
jumlah anakan total sebesar 28,48 batang, jumlah anakan produktif sebesar 25
batang dan bobot gabah kering giling (GKG) sebesar 66.16 g per rumpun serta
selisih hasil GKG per petak 50.43 %. Secara rinci akan diuraikan sebagai
berikut :

A. Jumlah Pertambahan Anakan (batang) dan Jumlah Pertambahan


Daun (helai)
Perbedaan tipe tanam jajar legowo yang digunakan yaitu tipe 2:1, 3:1,
4:1, 5:1, 6:1, dan 7:1 tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap
jumlah pertambahan anakan untuk semua periode pengamatan kecuali pada
umur 5 MST (Minggu Setelah Tanam). Rerata jumlah pertambahan anakan
disajikan pada Grafik 3.1.
Berdasarkan Grafik 3.1 di bawah ini, diketahui bahwa tipe tanam jajar
legowo 2:1 pada umur 5 MST memberikan jumlah pertambahan anakan
tertinggi dibanding tipe tanam jajar legowo lain. Pada awal pertumbuhan
yakni umur 1 MST hingga 4 MST jumlah pertambahan anakan cenderung
sama, selanjutnya jumlah pertambahan anakan mengalami penurunan
hingga umur 6 MST. Jumlah pertambahan anakan yang menurun karena
tanaman telah memasuki fase generatif, sehingga pertumbuhan vegetatif
(pembentukan anakan) mulai menurun. Hasil fotosintesis berupa bahan
kering sebagian besar ditranslokasikan ke organ generatif tanaman. Selain
itu juga terjadi persaingan di dalam rumpun tanaman itu sendiri sehingga
anakan yang kalah bersaing menjadi tidak berkembang atau mati. Sitompul
dan Guritno (1995) menyatakan bahwa pola pertumbuhan tanaman
semusim pada fase vegetatif terus meningkat hingga memasuki fase

11
generatif, selanjutnya akan mengalami penurunan hingga berhenti pada fase
pemasakan biji hingga panen.
Hasil penelitian ini sejalan dengan Muliasari dan Sugiyanta (2009) yang
menyatakan bahwa, pertambahan jumlah anakan akan berlangsung secara
terus- menerus sampai tercapai jumlah anakan produktif, kemudian
beberapa anakan mati dan jumlahnya akan menurun sampai tercapai pada
kondisi jumlah yang tetap.

Grafik 3.1 Rerata jumlah pertambahan anakan (batang) dari umur 1


hingga 6 MST pada berbagai tipe tanam jajar legowo

Perbedaan tipe tanam jajar legowo yang digunakan dari tipe 2:1 hingga
7:1 tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah pertambahan
daun hingga untuk umur 6 MST. Jumlah pertambahan daun dari umur 1
hingga 6 MST cenderung sama untuk semua tipe tanam jajar legowo (Grafik
3.2). Hal ini menunjukkan bahwa adanya perbedaan lingkungan tumbuh
tidak mempengaruhi pembentukan daun sehingga jumlah pertambahan daun
yang dihasilkan cenderung sama. Jumlah pertambahan daun cenderung
meningkat hingga umur 4 MST. Peningkatan jumlah daun seiring dengan
meningkatnya umur tanaman, selanjutnya jumlah pertambahan daun
mengalami penurunan hingga umur 6 MST. Penurunan jumlah daun terjadi
diakibatkan sebagian daun tanaman sudah tua dan gugur karena tidak dapat
melakukan proses fotosintesis. Di samping itu, penurunan jumlah daun

12
disebabkan tanaman sudah memasuki fase generatif sehingga fase vegetatif
(pembentukan daun) terhenti karena hasil fotosintesis berupa bahan kering
lebih besar ditranslokasikan ke pembentukan malai.

Grafik 3.2 Rerata jumlah pertambahan daun (helai) dari umur 1 hingga 6
MST pada berbagai tipe tanam jajar legowo.

B. Jumlah Anakan Total (batang), Jumlah Daun Total (helai) dan Tinggi
Tanaman (cm)
Perbedaan tipe tanam jajar legowo yang digunakan dari tipe 2:1 hingga
7:1 “memberikan pengaruh” yang nyata terhadap jumlah anakan total, tetapi
“tidak memberikan” pengaruh yang nyata terhadap jumlah daun total dan
tinggi tanaman. Rerata jumlah anakan total, jumlah daun total dan tinggi
tanaman disajikan pada Tabel 3.1.

Tipe tanam jajar Rerata


legowo JAT (batang) JDT (helai) TT (cm)

Tipe (2 : 1) 28.48 119.99 98.71

Tipe (3 : 1) 18.66 87.77 101.76

Tipe (4 : 1) 19.55 101.33 104.44

Tipe (5 : 1) 23.99 104.66 106.43

Tipe (6 : 1) 23.66 106.66 105.45

Tipe (7 : 1) 25.11 106.99 104.34

13
Tabel 3.1 Rerata jumlah anakan total (JAT), jumlah daun total (JDT) dan
tinggi tanaman (TT) pada berbagai tipe tanam jajar legowo.

Berdasarkan Tabel 3.1 di atas, ditunjukkan bahwa jumlah anakan total


tertinggi dicapai oleh tipe 2:1. Tipe 2:1 dapat membentuk anakan sebesar
28.48 batang sedangkan tipe tanam jajar legowo lainnya hanya berkisar
antara 18.66 hingga 25.11 batang. Penggunaan tipe tanam jajar legowo yang
berbeda dan jarak tanam yang cukup lebar serta umur bibit tanam yang
masih muda sangat menentukan jumlah anakan yang terbentuk. Tipe tanam
jajar legowo 2:1 membentuk jumlah anakan total paling tinggi karena
merupakan dampak dari banyaknya lorong-lorong yang cukup lebar di
antara barisan tanaman. Hasil ini sejalan dengan Yetti dan Ardian (2010)
yang mengemukakan bahwa semakin lebar jarak tanam yang digunakan,
maka anakan yang dihasilkan lebih banyak, hal ini disebabkan persaingan
mendapatkan sinar matahari dan unsur hara kecil. Menurut Gardner et al.
(1985), jumlah anakan akan terbentuk maksimal apabila tanaman
mempunyai sifat genetik yang baik ditambah dengan keadaan lingkungan
yang menguntungkan atau sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan
tanaman.
Jumlah daun total yang terbentuk untuk semua tipe tanam jajar legowo
memberikan hasil yang cenderung sama (Tabel 3.1). Terbentuknya jumlah
daun total merupakan akumulasi dari jumlah pertambahan daun. Dengan
demikian maka jumlah pertambahan daun secara langsung mempengaruhi
jumlah daun total yang terbentuk. Tidak adanya perbedaan jumlah daun
total yang terbentuk mengindikasikan bahwa selama proses pertumbuhan
vegetatif, tanaman tidak mengalami persaingan dalam hal menangkap
energi dari cahaya matahari untuk melakukan proses fotosintesis. Keadaan
demikian terjadi merupakan dampak dari penggunaan jarak tanam yang
cukup lebar serta adanya jajar legowo di antara barisan tanaman padi
sehingga membuat kondisi lingkungan tumbuh tanaman optimal. Jumlah
daun total yang terbentuk sepenuhnya tidak dipengaruhi oleh lingkungan

14
tumbuhnya melainkan oleh sifat genotipe tanaman itu sendiri. Hasil
penelitian diperkuat dengan pendapat Gardner et al. (1985) yang
mengemukakan bahwa genotipe suatu spesies dan lingkungan tumbuh akan
sangat mempengaruhi jumlah dan ukuran daun yang terbentuk.
Perbedaan tipe tanam jajar legowo tidak mempengaruhi tinggi tanaman
(Tabel 3.1). Berdasarkan deskripsi tanaman padi varietas Inpari 13 memiliki
tinggi tanaman hanya 101 cm, sedangkan pada penelitian menunjukkan
tinggi tanaman yang mencapai 103.52 cm. Hal ini menunjukkan tinggi
tanaman yang dicapai telah optimal dengan tipe tanam jajar legowo.

C. Jumlah Anakan Produktif (batang), Panjang Malai (cm), Jumlah Bulir


per Malai (butir), Persentase Bulir Bernas (%) dan Berat 100 biji (g)
Perbedaan tipe tanam jajar legowo yang digunakan dari tipe 2:1 hingga
7:1 memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah anakan produktif dan
berat 100 biji, tetapi tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap
panjang malai, jumlah bulir per malai dan persentase bulir bernas. Rerata
jumlah anakan produktif disajikan pada Tabel 3.2.

Rerata

Tipe jajar JAP PM JBPM PBB BB


legowo (batang) (cm) (butir) (%) (g)

Tipe (2 : 1) 25.00 26.66 158.50 86.82 2.60

Tipe (3 : 1) 17.46 26.82 154.30 77.77 2.67

Tipe (4 : 1) 18.40 26.30 149.53 86.58 2.82

Tipe (5 : 1) 18.86 26.93 172.90 77.88 2.66

Tipe (6 : 1) 20.56 26.77 162.40 81.09 2.70

Tipe (7 : 1) 20.50 26.49 159.66 81.79 2.82


Tabel 3.2 Rerata jumlah anakan produktif (JAP), panjang malai (PM),
jumlah bulir per malai (JBPM), persentase bulir bernas (PBB) dan berat
100 biji (BB) pada berbagai tipe tanam jajar legowo.

15
Berdasarkan Tabel 3.2, bahwa jumlah anakan produktif tertinggi dicapai
tipe tanam jajar legowo 2:1 dan tipe tanam jajar legowo lainnya adalah
sama. Tipe tanam jajar legowo 2:1 dapat membentuk jumlah anakan
produktif sebesar 25.00 batang sedangkan tipe tanam jajar legowo lain
hanya berkisar antara 17.46 hingga 20.56 batang. Berdasarkan deskripsi
varietas Inpari 13, jumlah anakan produktif hanya 17 batang per rumpun.
Hal ini menunjukkan bahwa jumlah anakan produktif yang terbentuk telah
optimal untuk semua tipe tanam jajar legowo. Jumlah anakan produktif yang
tinggi terbentuk pada tipe tanam jajar legowo 2:1 karena langsung
dipengaruhi oleh jumlah pertambahan anakan dan jumlah anakan total yang
telah terbentuk sebelumnya. Sejalan dengan pendapat Yetti dan Ardian
(2010) mengatakan bahwa jumlah anakan produktif yang kemudian
menghasilkan gabah dipengaruhi oleh jumlah anakan total. Panjang malai
yang dihasilkan semua tipe tanam jajar legowo cenderung sama (Tabel 3.2).
Adanya perbedaan tipe tanam jajar legowo yang digunakan ternyata tidak
menimbulkan perbedaan pada panjang malai yang dihasilkan. Panjang
malai merupakan salah satu komponen penting dalam menentukan hasil
karena semakin panjang malai maka jumlah bulir per malai akan semakin
seningkat. Panjang malai merupakan suatu sifat yang diturunkan secara
genetik, jika kondisi lingkungan tempat tumbuhnya sama maka akan
memiliki panjang malai yang relatif seragam untuk varietas yang sama.
Berdasarkan Tabel 3.2 di atas, ditunjukkan bahwa sama halnya dengan
panjang malai, jumlah bulir per malai juga merupakan sifat yang diturunkan
secara genetik. Dengan demikian maka jumlah bulir per malai untuk semua
tipe tanam jajar legowo cenderung sama. Jumlah bulir per malai telah
terbentuk sejak tanaman memasuki fase primordia. Adanya perbedaan
kondisi lingkungan yang tidak ekstrim hingga tanaman memasuki fase
primordia relatif tidak akan mempengaruhi jumlah bulir yang sudah
terbentuk. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Sumardi (2007)
bahwa panjang malai dan jumlah bulir per malai merupakan satu kesatuan

16
sifat yang ditentukan oleh faktor genetik dari suatu varietas. Panjang malai
dan jumlah bulir per malai akan cenderung sama jika kondisi lingkungan
tumbuh relatif seragam.
Persentase bulir bernas untuk semua tipe tanam jajar legowo cenderung
sama (Tabel 3.2). Ini berbeda dengan penelitian Sumardi (2010) bahwa
persentase bulir bernas akan cenderung meningkat jika populasi tanaman
semakin rendah. Dalam penelitian, tipe tanam jajar legowo 2:1 memiliki
populasi tanaman paling rendah di antara tipe tanam jajar legowo lain
dengan jarak tanam yang cukup lebar masih belum mampu memberikan
pengaruh terhadap persentase bulir bernas. Hal ini tidak sesuai dengan
pendapat Yetti dan Ardian (2010) bahwa persentase gabah bernas akan
semakin meningkat jika jarak tanam yang digunakan semakin lebar. Bernas
atau tidaknya gabah dipengaruhi oleh hasil fotosintat yang berasal dari dua
sumber, yaitu hasil-hasil asimilasi sebelum pembuahan yang disimpan
dalam jaringan batang dan daun yang kemudian diubah menjadi zat-zat gula
dan diangkut ke biji dan hasil asimilasi yang dibuat selama fase pemasakan.
Bobot 100 biji tertinggi diperoleh tipe tanam jajar legowo 4:1 dan tipe
tanam jajar legowo 7:1 serta diikuti tipe tanam jajar legowo 6:1 (Tabel 3.2).
Secara berurutan besarnya bobot 100 biji sebesar 2.82 % dan 2.70 %,
sedangkan tipe tanam jajar legowo lain hanya berkisar antara 2.60 % hingga
2.66 %. Ini berarti bahwa penggunaan tipe tanam jajar legowo yang berbeda
memberikan pengaruh yaitu kondisi lingkungan tumbuh yang berbeda
sehingga diperoleh bobot 100 biji yang beragam. Bobot 100 biji tertinggi
pada tipe 4:1 dan tipe 7:1 karena hasil dari proses fotosintesis berupa bahan
kering langsung ditranslokasikan menuju malai untuk melakukan pengisian
terhadap bulir, sehingga dapat memperoleh bobot 100 biji yang tinggi. Hal
ini terjadi karena anakan telah terbentuk secara maksimal sebelum tanaman
memasuki fase generatif. Tentunya hal ini berbeda dengan tipe tanam jajar
legowo 2:1 yang memperoleh bobot 100 biji terendah. Keadaan ini terjadi
karena hasil dari fotosintesis sebagian besar tidak ditranslokasikan menuju
malai, melainkan digunakan untuk pembentukan anakan karena pada fase

17
generatif tipe tanam jajar legowo 2:1 tetap membentuk anakan. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa faktor lingkungan mempengaruhi bobot 100
biji. Kenyataan ini sependapat dengan Sumardi (2007) yang menyatakan
bahwa, jika terjadi variasi berat 1000 biji maka ada indikasi bahwa faktor
lingkungan yang berperan. Perbedaan berat 1000 biji dari varietas yang
sama menggambarkan terjadi variasi jumlah dan ukuran sel endosperm
dalam biji.

D. Bobot GKG per Rumpun (g) dan Hasil GKG per Petak
Perbedaan tipe tanam jajar legowo yang digunakan dari tipe 2:1 hingga
7:1 memberikan pengaruh yang nyata terhadap bobot GKG (gabah kering
giling) per rumpun, tetapi tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap
hasil GKG per petak. Rerata bobot GKG per rumpun dan hasil GKG per
petak disajikan pada Tabel 3.3.

Rerata
Tipe jajar legowo Selisih hasil per petak
GKGR (g) GKGP (g)
(%)

Tipe (2 : 1) 66.16 6510.73 50.43

Tipe (3 : 1) 41.83 5272.16 21.80

Tipe (4 : 1) 50.52 5864.83 35.51

Tipe (5 : 1) 47.41 6242.93 44.24

Tipe (6 : 1) 47.49 5651.43 30.58

Tipe (7 : 1) 52.87 5656.83 30.70

Cara tanam petani 4327.93 -


Tabel 3.3 Rerata bobot GKG per rumpun (GKGR), hasil GKG per
petak (GKGP) dan selisih hasil GKG per petak pada berbagai tipe tanam
jajar legowo.

18
Berdasarkan Tabel 3.3, ditunjukkan bahwa tipe tanam jajar legowo 2:1
memperoleh bobot GKG per rumpun tertinggi dibanding tipe tanam jajar
legowo lain. GKG pada tipe tanam jajar legowo 2:1 mencapai bobot sebesar
66.16 g dan diikuti tipe tanam jajar legowo 7:1 sebesar 52.87g sedangkan
tipe tanam jajar legowo lainnya hanya berkisar antara 41.83 hingga 50.52 g.
Fenomena ini terjadi karena tipe tanam jajar legowo 2:1 lebih banyak
menyediakan ruang kosong bagi tanaman sehingga dapat memberikan
sirkulasi udara, pemasukan cahaya dan juga aliran air serta penyebaran
unsur hara yang lebih merata sehingga memberi efek pertumbuhan dan hasil
tanaman yang lebih baik. Tipe tanam jajar legowo 7:1 didukung oleh jumlah
populasi tanaman yang lebih tinggi. Bobot per rumpun GKG pada tipe 2:1
yang tinggi tentunya berkaitan dengan tingginya jumlah pertambahan
anakan (Grafik 3.1), jumlah anakan total (Tabel 3.1) dan jumlah anakan
produktif (Tabel 3.2) yang terbentuk. Komponen tersebut yang membuat
tipe tanam jajar legowo 2:1 memperoleh hasil gabah per rumpun lebih tinggi
walaupun populasi tanaman rendah. Hal ini sejalan dengan penelitian
Sumardi (2010) menyatakan bahwa semakin rendah populasi tanaman maka
hasil gabah per rumpun akan cenderung meningkat.
Hasil GKG per petak untuk semua tipe tanam jajar legowo yang
digunakan cenderung sama (Tabel 3.3). Diketahui bahwa cara tanam petani
memiliki hasil paling rendah yaitu sebesar 4327.93 g dibanding dengan
berbagai tipe tanam jajar legowo yang digunakan. Selisih hasil GKG per
petak untuk masing-masing tipe tanam jajar legowo cenderung lebih tinggi
bila dibandingkan dengan cara tanam petani. Selisih hasil tertinggi dicapai
tipe tanaman jajar legowo 2:1 sebesar 50.43%. Hasil penelitian ini berbeda
dengan penelitian Azwir (2008) menghasilkan GKG panen sebesar 6.39 ton
per ha, sedangkan dalam penelitian ini mampu menghasilkan GKG sebesar
6.51 ton per ha untuk perlakuan tipe tanam.

19
3.2 Perbandingan Hasil Padi pada Sistem Tanam Jajar Legowo 2:1 dan 4:1
dengan Sistem Tanam Tegel (BPTP Jambi, 2013; BB Padi 2014)
Padi merupakan tanaman pangan utama penduduk Indonesia. Dewasa ini
telah diperkenalkan berbagai teknologi budidaya padi, antara lain budidaya
sistem tanam benih langsung (Tabela), sistem tanam tanpa olah tanah (TOT),
sistem tanam Jajar Legowo. Pengenalan dan penggunaan sistem tanam untuk
mendapatkan pertumbuhan tanaman yang optimal juga ditujukan untuk
meningkatkan hasil dan pendapatan petani. Cara tanam jajar legowo untuk padi
sawah secara umum bisa dilakukan dengan berbagai tipe yaitu: legowo (2:1),
(3:1), (4:1), (5:1), (6:1) atau tipe lainnya. Namun dari hasil penelitian, tipe
terbaik untuk mendapatkan produksi gabah tertinggi dicapai oleh legowo 4:1,
dan untuk mendapat bulir gabah berkualitas benih dicapai oleh legowo 2:1.
Modifikasi jarak tanam pada cara tanam legowo bisa dilakukan dengan berbagai
pertimbangan. Secara umum, jarak tanam yang dipakai adalah 20 cm dan bisa
dimodifikasi menjadi 22,5 cm atau 25 cm sesuai pertimbangan varietas padi
yang akan ditanam atau tingkat kesuburan tanahnya.
Sistem tanam legowo 2:1 akan menghasilkan jumlah populasi tanaman per
ha sebanyak 213.300 rumpun, serta akan meningkatkan populasi 33,31%
dibanding pola tanam tegel (25x25) cm yang hanya 160.000 rumpun/ha.
Dengan pola tanam ini, seluruh barisan tanaman akan mendapat tanaman
sisipan.

Gambar 3.1 Sistem Tanam Jajar Legowo 2:1.

20
Sistem tanam legowo 4:1 tipe 1 merupakan pola tanam legowo dengan
keseluruhan baris mendapat tanaman sisipan. Pola ini cocok diterapkan pada
kondisi lahan yang kurang subur. Dengan pola ini, populasi tanaman mencapai
256.000 rumpun/ha dengan peningkatan populasi sebesar 60% dibanding pola
tegel (25x25) cm.
Sistem tanam legowo 4:1 tipe 2 merupakan pola tanam dengan hanya
memberikan tambahan tanaman sisipan pada kedua barisan tanaman pinggir.
Populasi tanaman 170.667 rumpun/ha dengan persentase peningkatan hanya
sebesar 6,67% dibanding pola tegel (25x25) cm. Pola ini cocok diterapkan pada
lokasi dengan tingkat kesuburan tanah yang tinggi. Meskipun penyerapan hara
oleh tanaman lebih banyak, tetapi karena tanaman lebih kokoh sehingga mampu
meminimalkan resiko kerebahan selama pertumbuhan.

Gambar 3.2 Sistem Tanam Jajar Legowo 4:1 tipe 1 dan tipe 2.

Hasil penelitian penerapan model PTT dengan sistem tanam jajar legowo
dapat meningkatkan hasil gabah kering panen dari pada teknologi petani dengan
sistem tanam tegel sebesar 18% atau sekitar 1,0 – 2 ton/ha. Sistem tanam
legowo secara konsisten dan nyata meningkatkan hasil panen dengan rata-rata
sebesar 1,4 ton/ha GKP (26,9%) dibandingkan dengan sistem tanam tegel
(Tabel 3.4). Rekayasa teknik tanam padi dengan cara tanam Jajar Legowo 2:1

21
atau 4:1 terbukti dapat meningkatkan produksi padi sebesar 12-22% daripada
sistem tegel.

Varietas Legowo/Produksi Tegel


(ton/ha) (ton/ha)

2:1 4:1

Inpari 13 7,2 6,5 5,5

Ciherang 8,6 6,8 6,0

Inpara 3 6,5 6,9 5,9

Indragiri 7,2 7,7 5,2

Inpari 28 8,8 7,3 -


Tabel 3.4 Hasil perbandingan produktivitas padi sistem jajar legowo
dengan sistem tegel.

Hasil yang lebih tinggi dicapai dengan sistem tanam legowo dibandingkan
dengan sistem tegel (25x25) cm. Semakin lebar jarak tanam menghasilkan
anakan yang lebih banyak, pertumbuhan akar yang lebih baik disertai dengan
berat kering akar dan tekanan turgor yang tinggi, serta kandungan prolin yang
rendah dibandingkan dengan jarak tanam yang lebih sempit. Legowo 4:1
menghasilkan produksi gabah tertinggi, tetapi untuk mendapat bulir gabah
berkualitas benih lebih baik jika digunakan legowo 2:1. Legowo 2:1 mampu
mengurangi kehampaan akibat efek tanaman pinggir (Badan Litbang Pertanian,
2007).
Hasil penelitian Abdulrachman et al (2011) menunjukkan bahwa pada
pertanaman Legowo 2:1 dengan jarak tanam (25x12,5x50) cm mampu
meningkatkan hasil antara 9,63-15,44% dibanding model tegel. Jumlah
anakan/rumpun dan jumlah malai/rumpun adalah komponen yang mendukung
peningkatan hasil tersebut (Tabel 3.5).

22
Legowo 2:1, Tegel,
Jarak tanam Jarak tanam (25 x
Variabel
(25x12 ,5x50) cm 25) cm

MT-1 MT-2 MT-1 MT-2

Tinggi tanaman (cm) 100,4 104,1 103,1 105,0

Jumlah anakan (rumpun) 23,6 19,2 18,8 14 , 8

Jumlah malai (rumpun) 20,1 17,2 18,9 15 , 9

Jumlah gabah (malai) 155,7 143,2 161,6 133,7

Gabah isi (%) 75,2 71,2 75,2 74 , 6

Bobot 1000 butir (gr) 25,1 25,7 25,3 25 , 9

Hasil GKG (14%) 8,08 8,60 7,31 7 , 45


Tabel 3.5 Komparatif pertumbuhan tanaman, komponen hasil dan hasil
Legowo vs Tegel.

3.3 Perbandingan Hasil Padi pada Sistem Tanam Jajar Legowo 2:1, 4:1, 6:1
dan 8:1 dengan Sistem Tanpa Jajar Legowo (BPTP Sumbar, 2014)
Sistem tanam jajar legowo merupakan sistem tanam yang memperhatikan
larikan tanaman, sistem tanam jajar legowo merupakan tanam berselang-seling
antara 2 atau lebih baris tanaman padi dan satu baris kosong. Keuntungan dari
sistem tanam jajar legowo adalah menjadikan semua tanaman atau lebih banyak
tanaman menjadi tanaman pinggir. Tanaman pinggir akan memperoleh sinar
matahari yang lebih banyak dan sirkulasi udara yang lebih baik, unsur hara yang
lebih merata, serta mempermudah pemeliharaan tanaman (Mujisihono et al.,
2001). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sistem tanam yang terbaik
sehingga diperoleh pertumbuhan dan hasil yang optimal padi sawah. Padi
sawah yang digunakan dalam penelitian ini adalah varietas Batang Piaman.
Hasil Penelitian mengungkapkan bahwa sistem tanam jajar legowo
berpengaruh nyata terhadap komponen agronomis tanaman, terutama pada

23
jumlah anak maksimum dan jumlah anakan produktif. Sedangkan pada tinggi
tanaman pengaruhnya tidak nyata. Sistem tanam jajar legowo berpengaruh
nyata terhadap komponen hasil dan hasil padi, terutama pada panjang malai,
jumlah gabah per malai, dan hasil gabah kering panen, dan tidak berpengaruh
nyata pada persentase gabah hampa serta bobot 1000 butir. Sistem tanam jajar
legowo dapat meningkatkan hasil gabah kering panen sekitar 19,90-22%. Untuk
mendapatkan hasil yang optimal disarankan menggunakan sistem tanam secara
jajar legowo. Secara rinci akan diuraikan sebagai berikut :

A. Pertumbuhan Tanaman
Komponen pertumbuhan tanaman yang diamati adalah tinggi tanaman
dan jumlah anakan (maksimum dan produktif). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa tanam jajar legowo tidak mempengaruhi secara nyata
terhadap tinggi tanaman, tetapi berpengaruh nyata terhadap anakan
maksimum dan anakan produktif, hal ini disajikan dalam tabel 3.5.
Anak maksimum Anak produktif Tinggi tanaman
Sistem tanam
(btg/rumpun) (btg/rumpun) (cm)
Jajar legowo 2:1 18,65 15,70 102,7
Jajar legowo 4:1 18,70 15,80 103,0
Jajar legowo 6:1 20,90 17,80 102,0
Jajar legowo 8:1 20,85 17,75 103,3
Tanpa Jajar Legowo 20,60 17,70 102,2

Tabel 3.5 Rataan anak maksimum, anak produktif, dan tinggi tanaman
sistem tanam jajar legowo dan tanpa jajar legowo.

Pada Tabel 3.5 terlihat bahwa jumlah anak maksimum dan produktif
lebih banyak pada perlakuan jajar legowo 6:1, jajar legowo 8:1 dan tanpa
jajar legowo dibanding jajar legowo 2:1 dan jajar legowo 4:1. Ini berarti
bahwa varietas Batang Piaman cendrung memberikan jumlah anakan

24
maksimum dan anakan produktif lebih banyak bila ditanam pada populasi
yang lebih sedikit. Berbeda dengan hasil penelitian Abdullah (2000) pada
varietas Batang Anai, dan Ridwan (2000) pada varietas Cisokan dan IR 42.
Hal ini membuktikan bahwa respon tanaman terutama jumlah anak
maksimum dan anakan produktif terhadap sistem tanam padi sawah
dipengaruhi oleh sifat genetik tanaman. Sistem tanam jajar legowo
memberikan ruang yang berbeda dalam memperoleh cahaya matahari yang
dipergunakan dalam proses fotosintesis. Semakin banyak cahaya matahari
yang bisa diserap tanaman semakin cepat proses fotosintesis berlangsung
dan pada akhirnya mempercepat pertumbuhan tanaman. Jarak tanam yang
lebar pada sistem jajar legowo mengakibatkan tanaman dapat tumbuh lebih
leluasa sehingga ketersediaan unsur hara dapat diserap lebih optimal oleh
tanaman.

B. Komponen Hasil
Komponen hasil tanaman yang diamati adalah panjang malai, jumlah
gabah per malai, persentase gabah hampa, dan berat 1000 butir. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa perlakuan sistem tanam mempengaruhi
secara nyata terhadap panjang malai, dan jumlah gabah per malai.
Sedangkan persentase gabah hampa dan berat 1000 butir tidak menunjukkan
pengaruh secara nyata (Tabel 3.6).

Panjang malai Jumlah gabah Persentase hampa Berat 1000


Sistem tanam
(cm) per malai (btr) (%) butir (g)
Jajar legowo 2:1 30,8 131,0 21,30 26,13
Jajar legowo 4:1 24,3 143,3 20,50 24,68
Jajar legowo 6:1 22,7 120,0 19,85 27,21
Jajar legowo 8:1 23,2 121,0 22,00 26,10
Tanpa Jajar legowo 21,8 120,3 21,80 24,68

25
Tabel 3.6 Rataan panjang malai, jumlah gabah per malai, persentase gabah hampa
per malai, dan bobot 1000 butir pada sistem tanam jajar legowo dan tanpa jajar
legowo.

Pada Tabel 3.6 terlihat bahwa panjang malai berkisar 21,8-30,8 cm,
dimana malai terpanjang didapat pada jajar legowo 2:1 (30,8 cm) dan
berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Jumlah gabah per malai berkisar
120,0-143,3 butir, dimana yang terbanyak didapat pada perlakuan jajar
legowo 4:1 (143,3 butir) dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.
Jumlah gabah yang terendah ditunjukkan pada perlakuan jajar legowo 6:1
(120,0 butir), tidak berbeda nyata dengan tanpa jajar legowo (120,3 butir),
dan jajar legowo 8:1 (121,0 butir), berbeda nyata dengan perlakuan jajar
legowo 2:1 (131,0 butir) dan jajar legowo 4:1 (143,3 butir). Ada
kecenderungan bahwa semakin banyak populasi tanaman maka jumlah
gabah juga semakin meningkat. Hal ini disebabkan makin banyak lorong
yang terdapat pada sistem tanam jajar legowo mengakibatkan intensitas
cahaya matahari yang sampai ke permukaan daun lebih banyak terutama
pada pinggir lorong sehingga meningkatkan efisiensi fotosintesa (Abdullah
et al., 2000). Selanjutnya Fagi dan De Datta (1981) serta Darwis (1982),
menyatakan bahwa laju serapan hara oleh akar tanaman cenderung
meningkat dengan meningkatnya intensitas cahaya matahari.

C. Hasil Gabah
Pada Tabel 3.7 terlihat, persentase peningkatan hasil gabah kering panen
berkisar 19,9022% dibandingkan dengan tanpa jajar legowo. Rata-rata hasil
gabah yang diperoleh pada perlakuan jajar legowo 2:1 (6,40 ton per hektar),
jajar legowo 4:1 (6,45), jajar legowo 6:1 (6,24 ton per hektar), dan jajar
legowo 8:1 (6,30 ton per hektar) berbeda nyata dengan perlakuan tanpa jajar
legowo (4,25 ton per hektar). Menurut Hamzah dan Atman (2000),
peningkatan hasil gabah ini antara lain disebabkan oleh meningkatnya

26
populasi tanaman padi. Selain pengaruh populasi tanaman, peningkatan
hasil gabah juga disebabkan oleh meningkatnya nilai komponen.

Sistem tanam Peningkatan hasil (%) Hasil gabah (t/ha)


Jajar legowo 2:1 21,50 6,40
Jajar legowo 4:1 22,00 6,45
Jajar legowo 6:1 19,90 6,24
Jajar legowo 8:1 20,50 6,30
Tanpa Jajar Legowo 4,25

Tabel 3.7 Rataan peningkatan hasil dan hasil padi sawah pada sistem
jajar legowo vs tanpa jajar legowo

Sistem tanam jajar legowo berpengaruh nyata terhadap komponen


agronomis tanaman, terutama pada jumlah anak maksimum dan jumlah
anakan produktif. Sedangkan pada tinggi tanaman pengaruhnya tidak nyata.
Sistem tanam jajar legowo berpengaruh nyata terhadap komponen hasil dan
hasil, terutama pada panjang malai, jumlah gabah per malai, dan hasil gabah
kering panen, dan tidak berpengaruh nyata pada persentase gabah hampa
serta bobot 1000 butir. Sistem tanam jajar legowo dapat meningkatkan hasil
gabah kering panen sekitar 19,90 - 22%. Untuk mendapatkan hasil yang
optimal, maka disarankan menggunakan sistem tanam secara jajar legowo.

27
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Jarak tanam berpengaruh terhadap produksi pertanian khususnya tanaman
padi karena berkaitan dengan ketersediaan unsur hara, cahaya matahari serta
ruang bagi tanaman. Sehingga, salah satu upaya untuk meningkatkan produksi
padi antara lain adalah melalui pengaturan jarak tanam. Sistem jajar legowo
merupakan salah satu penataan terhadap jarak tanam yang di dalamnya banyak
terdapat tipe tanam jajar legowo. Tipe tanam jajar legowo meliputi tipe 2:1 (dua
baris tanaman diselingi satu legowo), tipe 3:1 (tiga baris tanaman diselingi satu
legowo), tipe 4:1 (empat baris tanaman diselingi satu legowo), tipe 5:1 (lima
baris tanaman diselingi satu legowo), tipe 6:1 (enam baris tanaman diselingi
satu legowo) dan tipe 7:1 (tujuh baris tanaman diselingi satu legowo). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa tipe tanam jajar legowo 2:1 adalah terbaik bagi
pertumbuhan dan hasil padi sawah. Pertanaman jajar legowo 2:1 dengan jarak
tanam (25x12,5x50) cm mampu meningkatkan hasil dibanding model tegel
ataupun model tanam tanpa jajar legowo. Fenomena ini terjadi karena tipe
tanam jajar legowo 2:1 lebih banyak menyediakan ruang kosong bagi tanaman
sehingga dapat memberikan sirkulasi udara, pemasukan cahaya dan juga aliran
air serta penyebaran unsur hara yang lebih merata sehingga memberi efek
pertumbuhan dan hasil tanaman yang lebih baik. Maka, untuk mendapatkan
hasil yang optimal disarankan menggunakan sistem tanam secara jajar legowo.

4.2 Kritik dan Saran


Masih banyak petani yang tidak menggunakan sistem jarak tanam jajar
legowo karena para petani cenderung menganggap bahwa semakin sempit jarak
tanam maka hasil akan semakin banyak karena akan semakin banyak populasi
tanaman yang ditanam. Sehingga perlu adanya penyuluhan sistem tanam jajar
legowo ke petani untuk meningkatkan produksi dan usahatani padi.

28
DAFTAR PUSTAKA

AAK. 1992. Budi Daya Tanaman Padi. Aksi Agraris Kanisius. Penerbit Kanisius.
Yogyakarta.
Anggraini, F., A. Suryanto dan N. Aini. 2013. Sistem Tanam dan Umur Bibit pada
Tanaman Padi Sawah (Oryza sativa L.) Varietas Inpari 13. Jurnal Produksi
Tanaman. 1 (2) : 52 – 60.
Asyiek, F., dan S. Oktarina. 2016. Implementasi Budidaya Padi Sistem Tanam Jajar
Legowo Dan Hubungannya Dengan Tingkat Pendapatan Petani
Di Desa Suak Batok Ogan Ilir. Prosiding Seminar Nasional Lahan
Suboptimal. 20-21 Oktober. Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya.
Palembang.
Azwir. 2008. Sistem Tanam Legowo dan Pemberian P-Stater pada Padi Sawah
Dataran Tinggi. Jurnal Akta Agrosia. 9 (2): 102 - 107.
Balai Besar Padi. 2013. Sistem Tanam Legowo. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Balai Besar Padi. Kementerian Pertanian.
Sukamandi.
Bobihoe, J. 2013. Sistem Tanam Padi Jajar Legowo. Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian Jambi. Kotabaru.
Karokaro, S., dkk. Pengaturan Jarak Tanam Padi (Oryza sativa L.) pada Sistem
Tanam Jajar Legowo.
Kementerian Pertanian. 2016. Petunjuk Teknis Budidaya Padi Jajar Legowo Super.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Kementerian Pertanian.
Jakarta.
Kementerian Pertanian. 2016. Petunjuk Teknis Teknologi Tanam Jajar Legowo
Tahun 2016. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. Kementerian Pertanian.
Jakarta.
Lita, T.N., S. Soekartomo dan B. Guritno. 2013. Pengaruh Perbedaan Sistem
Tanam Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Padi (Oryza sativa L.)
di Lahan Sawah. Jurnal Produksi Tanaman. 1 (4) : 361.

29
Misran. 2014. Studi Sistem Tanam Jajar Legowo terhadap Peningkatan
Produktivitas Padi Sawah. Jurnal Penelitian Pertanian Terapan. 14 (2) :
102 – 109.
Muliasari, A.A dan Sugiyanta. 2009. Optimalisasi Jarak Tanam dan Umur Bibit
pada Padi Wawah (Oryza sativa L.). Makalah. Departemen Agronomi dan
Hortikultura. IPB. Bogor.
Ngatimin, S.NA. 2005. Pengaruh Pola Tanam Campuran Beberapa Varietas Padi
terhadap Populasi dan Intensitas Serangan Beberapa Hama Tanaman
Padi. Jurnal Sains dan Teknologi. 5 (2) : 85.
Nurkalis. 2015. Aplikasi Sistem Tanam Jajar Legowo Terhadap Pertumbuhan dan
Produksi Padi Sawah (Oryza sativa L.) Varietas Ciherang di Kabupaten
Gunung Kidul Daerah Istimewa Yogyakarta. Tugas Akhir. Jurusan
Budidaya Tanaman Pangan. Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh.
Tanjung Pati.
Sari, D.N., Sumardi dan E. Suprijono. 2014. Pengujian Berbagai Tipe Tanam Jajar
Legowo terhadap Hasil Padi Sawah. Jurnal Akta Agrosia. 17 (2) : 115 –
124.
Satria, B., E.M Harahap., Jamilah. 2017. Peningkatan Produktivitas Padi Sawah
(Oryza sativa L.) Melalui Penerapan Beberapa Jarak Tanam dan Sistem
Tanam. Jurnal Agroteknologi FP USU. 5 (3) : 629 - 635.
Sumardi. 2010. Produktivitas Padi Sawah pada Kepadatan Berbeda. Jurnal Ilmu-
ilmu Pertanian Indonesia. 12 (1) : 49-54.
Triatmoko, E., dkk. 2018. Perbedaan Usahatani Padi Sistem Jajar Legowo dengan
Sistem Tegel di Desa Tambak Sarinah Kabupaten Tanah Laut. Jurnal
Zira’ah. 43 (2) : 150.

30

Anda mungkin juga menyukai