Anda di halaman 1dari 13

HAMA PENYAKIT PENTING TANAMAN

“Thrips sp.”

Nama : Raffi Wahyuriansyah


Nim : 185040200111084
Kelas :O
Program Studi : Agroekoteknologi
Dosen Pengampu : Dr. Ir. Aminudin Afandhi, M.S.

UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS PERTANIAN
MALANG
2019
Thrips (Thrips sp.) merupakan salah satu hama
penting tanaman hortikultura khususnya pada tanaman
cabai. Serangga ini berukuran kecil, bertubuh ramping
dan termasuk kedalam ordo Thysanoptera serta terdapat
banyak jenis dari thrips yaitu salah satunya Thrips cabai
yang memiliki klasifikasi sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Thysanoptera
Family : Thripidae Gambar: Thrips
Genus : Thrips
Spesies : Thrips parvispinus
(Ditlin Hortikultura, 2013)
Thrips mempunyai alat mulut yang disebut stylet
yang merupakan alat penusuk pengisap cairan tanaman,
sehingga tanaman yang diserangnya menjadi kerdil
dengan daun mengeriting melengkung ke atas dan
kualitas bunga menurun akibat malformasi. Bahkan pada
serangan berat, tanaman akan gagal menghasilkan bunga.
Serangga ini banyak dikenal sebagai hama pada berbagai
komoditas pertanian dan bersifat polifag. Kerusakan
akibat serangannya sangat bervariasi, dari kerusakan
ringan sampai kerusakan berat hingga dapat
mengakibatkan kehilangan hasil panen yang sangat
serius. Selain menjadi hama, hama T. parvispinus Karny
juga merupakan vektor penyakit virus mosaik dan virus
keriting
Gejala serangan banyak ditemukan pada musim
kemarau, jika serangan serangga ini tidak segera di atasi
maka tanaman yang terserang tidak akan tumbuh dengan
normal. Jika dibiarkan maka tunastunas baru yang
terbentuk akan mati sehingga tanaman tidak dapat
berproduksi dengan baik. Biasanya serangan hama Thrips
diikuti dengan gejala rontoknya bunga. Hama tanaman
ini sangat mudah dilihat pada bunga-bunga dan didalam
gulungan daun tanaman yang terserang, tubuhnya kecil
memanjang seperti semut dan hama ini bisa bergerak
dengan cepat dan meloncat-loncat. Hama ini menyerang
tanaman dengan menghisap cairan permukaan bawah
daun (terutama daun-daun muda). Serangan ditandai
dengan adanya bercak keperak-perakkan. Daun yang
terserang berubah warna menjadi coklat tembaga,
mengeriting atau keriput dan akhirnya mati. Pada
serangan berat menyebabkan daun, tunas atau pucuk
menggulung ke dalam dan muncul benjolan seperti
tumor, pertumbuhan tanaman terhambat dan kerdil
bahkan pucuk tanaman menjadi mati.
Hama ini merupakan vektor penyakit virus
mosaik dan virus keriting. Pada musim kemarau
perkembangan hama sangat cepat, sehingga populasi
lebih tinggi sedangkan pada musim penghujan
populasinya akan berkurang karena banyak thrips yang
mati akibat tercuci oleh air hujan.Hama ini bersifat
polifag dengan tanaman inang utama cabai, bawang
merah, bawang daun, jenis bawang lainnya dan tomat,
sedangkan tanaman inang lainnya tembakau, kopi, ubi
jalar, waluh, bayam, kentang, kapas, tanaman dari famili
Crusiferae, Crotalaria dan kacang-kacangan.

Gambar: gejala serangan Gambar: gejala serangan

Biology Thrips
Pada bagian kepala terdapat dua pasang seta oseli,
seta oseli 3 muncul pada garis segitiga oseli dengan
ukuran yang lebih panjang dari seta oseli 2. Antena
terdiri atas tujuh ruas, ruas ke tiga dan ke empat dengan
sense cone yang berbentuk garpu, dan ruas ke tujuh
berukuran sangat kecil. Venasi pertama dan kedua sayap
memiliki deretan seta yang lengkap. Pada toraks
metanotum memiliki pola retikulasi medially (seperti
kotak dengan ukuran yang serupa). Terdapat sepasang
seta pada bagian tengah metanotum yang muncul di
bawah garis atas metanotum. Tergit abdomen ruas ke
delapan tidak memiliki deretan microtrichia. Thrips
parvispinus jantan dan betina memiliki karakter
morfologi yang berbeda. Imago Thrips parvispinus betina
berwarna coklat dengan warna kepala dan toraks lebih
pucat dibandingkan dengan warna abdomen (bicoloured).
Imago Thrips parvispinus jantan makroptera (bersayap),
keseluruhan tubuhnya berwarna kuning.
Thrips parvispinus memiliki tipe metamorfosis
peralihan antara paurometabola dan holometabola. Tahap
perkembangan terdiri atas telur, nimfa, prapupa, pupa,
dan imago. Telur diletakkan secara tunggal di dalam
jaringan epidermis daun. Telur berbentuk, seperti ginjal
berwarna putih pucat dan berwarna semakin keruh ketika
menetas. Telur dari hama ini berbentuk oval atau bahkan
mirip seperti ginjal pada manusia, imago betina akan
memasukkkan telurnya ke dalam jaringan epidhermal
daun dengan bantuan ovipositornya yang tajam. Ukuran
telurnya sangat kecil maka sering tak terlihat dengan
mata telanjang. Telur ini diletakkannya dalam jumlah
yang besar,dengan rata-rata 80 butir tiap induk. letak
telur akan mudah diketahui dengan memperhatikan bekas
tusukan pada bagian tanaman tersebut dan biasanya
disekitar jaringan tersebut terdapat pembengkakan.
Telur-telur ini akan menetas sekitar 3 atau 7 hari setelah
pelatakan oleh imago betina.
Fase nimfa mengalami 2 kali pergantian kulit.
Nimfa instar ke-1 berwarna putih transparan. Nimfa
instar ke-2 berwarna kuning tua keruh yang semakin
lama warnanya semakin kecoklatan. Thrips muda atau
nimfa akan berwarna putih pucat atau pucat kekuningan
sampai kepada berwarna jernih. Biasanya Thrips muda
ini gerakannya masih sangat lambat dan pergerakannya
hanya terbatas pada tempat dimana dia memperoleh
makanan. Nimfa terdiri dari empat instar, dan Instar
pertama sudah mulai menyerang tanaman. sayap baru
akan terlihat pada masa pra-pupa. Daur hidup sekitar 7-
12 hari. Prapupa dan pupa ditandai dengan adanya
kerangka sayap dan merupakan fase inaktif. Prapupa
memiliki kerangka sayap lebih pendek (sebatas toraks)
yang berwarna putih transparan.
Pupa memiliki kerangka sayap lebih panjang
hingga abdomen. Kerangka sayap dan tungkai berwarna
lebih gelap. Antena tertekuk ke belakang sepanjang
kepala. Fase prapupa dan pupa umumnya berlangsung
pada bagian bawah atau lipatan tisu. Rataan masa
perkembangan fase pradewasa atau stadium menjadi
imago Thrips parvispinus berlangsung selama 12,97 dan
12,57 hari masingmasing pada jantan dan betina. Rataan
siklus hidup imago betina berlangsung selama 13,68 hari
dengan stadium praoviposisi berlangsung selama 1,1
hari. Lama hidup berlangsung selama 8,55 hari pada
imago betina, dan 6 hari pada imago jantan. Rasio
kelamin jantan dibandingkan dengan betina Thrips
parvispinus adalah 1 : 1,63.

Gambar: Siklus hidup Thrips Gambar: Thrips


Ekologi Thrips
Kelangsungan hidup Thrips sp. sangat
dipengaruhi oleh faktor abiotik. Hama Thrips sp. dapat
berpindah tempat dari satu bagian tanaman ke bagian
tanaman lain dengan cara berlari, meloncat, atau terbang.
Kemampuan terbang dari hama Thrips sp. sangat lemah,
maka untuk perpindahan dari satu tanaman ke tanaman
lain sangat dipengaruhi oleh faktor luar seperti angin.
Suhu dan curah hujan merupakan faktor iklim yang
sangat mempengaruhi populasi Thrips sp. Pada daerah
dengan kelembaban yang relatif rendah dan suhu relatif
tinggi perkembangbiakan Thrips sp. dari pupa menjadi
imago menjadi lebih cepat. Pada musim kemarau
populasi serangga ini lebih tinggi dan populasi akan
berkurang apabila terjadi hujan lebat.
Pada saat musim penghujan persebaraan dari
hama thrip dapat terhambat dengan keadaan suatu tempat
seperti suhu dan kelembaban. Pada daerah yang memiliki
kelembaban relatif rendah dan suhu relatif tinggi,
perkembangbiakan Thrips sp. dari pupa menjadi imago
lebih cepat pada saat musim kemarau atau musim panas.
Populasi Thrips dapat meningkat dengan cepat jika
kondisi lingkungan panas dan kering. Thrips sp mudah
berkembangbiak karena mudah hidup pada semua habitat
dengan kondisi optimal, waktu perkembangbiakan
singkat, menyukai banyak jenis tanaman, dan cenderung
melakukan partenogenesis. Thrips betina menghasilkan
telur sejumlah 10 - 100 lebih, tergantung spesies dan
tanaman inang. Siklus hidup Thrips dari telur menjadi
dewasa membutuhkan waktu 2 - 3 minggu.
pada musim kemarau perkembangan hama ini
sangat cepat, sehingga populasinya lebih tinggi
sedangkan pada musim penghujan populasinya akan
berkurang karena banyak thrips yang mati akibat tercuci
oleh air hujan. Hama ini bersifat polifag dengan tanaman
inang utama cabai, bawang merah, bawang daun, jenis
bawang lainnya dan tomat, sedangkan tanaman inang
lainnya tembakau, kopi, ubi jalar, waluh, bayam,
kentang, kapas, tanaman dari familia Crusiferae,
Crotalaria dan Fabaceae.
Pada musim penghujan dan musim kemarau dapat
dijumpai populasi hama Thrips sp. yang berbeda. Hal itu
dapat terjadi karena pada saat musim penghujan
perkembangan hama Thrips terhambat disebabkan oleh
hujan yang jatuh, dan hujan yang jatuh dapat membuat
hama thrips mati karena diterpa hujan dan
menghanyutkannya, serta tidak sesuainya suhu pada
musim hujan yang relatif rendah. Thrips lebih
berkembang pada musim kemarau, akan berkembang bila
kemaraunya makin kering dan suhu rata-rata makin
panas. Sebagai pembanding Thrips palmi pada terong di
Taiwan mempunyai suhu optimum untuk perkembangan
populasi pada 25 – 30ºC.
Thrips berkembangbiak sangat cepat pada
kelembaban udara 70% dan suhu 27-32°C karena pada
kondisi demikian akan memicu produksi hormon seks
sehingga terjadi perkawinan massal, selain Thrips itu
sendiri mampu bereproduksi secara parthenogenesis.

Pengendalian Thrips
Tanaman cabai yang sudah terlanjur terserang hama
Thrips dapat dilakukan pengendalian baik secara
mekanis, biologis maupun kimia.
1. Pengendalian secara mekanik dapat dilakukan dengan
memotong daun yang terserang hama atau mencabut
tanaman jika belum terjadi serangan yang banyak.
Tetapi jika sudah terjadi serangan pada seluruh
tanaman apalagi adanya serangan virus yang akut
mau tidak mau harus dilakukan pencabutan dan
pembakaran untuk mencegah serangan hama pada
periode tanam mendatang.
2. Pengendalian secara teknis dengan memberikan jeda
pada periode tanam berikutnya dengan tidak
menanami lahan dengan tanaman yang sejenis.
3. Pengendalian secara biologis, yaitu menyemprotkan
biopestisida nabati dari larutan daun antawali, kapur
dan kunyit.
4. Pemulihan tanaman yang telah sembuh dari serangan
hama thrips yang dapat dilakukan dengan pemupukan
dan penyemprotan zat perangsang tumbuh
seperti GA3, Atonik, atau pupuk daun.
5. Adapun cara pengendalian hama penyebab daun
keriting setelah terjadi serangan adalah melakukan
penyemprotan dengan menggunakan insektisida
berbahan aktif abamektin, karbosulfan, fipronil atau
imidakloprid.
para petani menggunakan bermacam-macam jenis
pestisida. Dengan menggunakan aplikasi berbagai jenis
pestisida akan berdampak negatif, yaitu mengurangi
kelimpahan musuh alami pada tanaman cabai. Upaya
untuk mengurangi dampak negatif tersebut diperlukan
suatu pemahaman tentang pengelolaan agroekosistem
yang berprinsip Pengelolaan Hama Terpadu (PHT).
Pengelolaan Hama Terpadu adalah pengendalian hama
dengan menggunakan semua teknik dan metode yang
sesuai dengan cara-cara yang harmonis bisa degandan
memperhatikan populasi hama yang ada di bawah tingkat
ambang ekonomi yang menyebabkan kerusakan di dalam
lingkungan dan dinamika populasi spesies hama.
polikultur dengan mengkombinasikan beberapa komoditi
memiliki potensi menciptakan keragaman fauna dengan
jaring makanan yang lebih komplek termasuk
menstimulasi kehadiran pengendali hayati. Penerapan
teknologi PHT yang tepat pada budidaya tanaman cabai
diharapkan menurunkan populasi dan intensitas serangan
Thrips sp., sehingga penggunaan pestisida dapat
dikurangi. Penerapan PHT diharapkan dapat
meningkatkan kualitas dan kuantitas buah cabai yang
dihasilkan, sehingga nilai ekonomisnya semakin tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Perlindungan Hortikultura. 2013. Hama Dan
Penyakit Pada Tanaman Cabai Serta
Pengendaliannya. Kementrian Pertanian
Merta I N. M., Darmiati Ni N. dan Supartha I W. 2017.
Perkembangan Populasi dan Serangan Thrips
parvispinus Karny (Thysanoptera : Thripidae)
pada Fenologi Tanaman Cabai Besar di Tiga
Ketinggian Tempat di Bali. Agroekoteknologi
Tropika 6(4) : 414 – 422
Rante Caroulus S. dan Manengkey Guntur S.J. 2017.
Preferensi Hama Thrips sp.(Thysanoptera:
Thripidae) Terhadap Perangkap Berwarna Pada
Tanaman Cabai. Eugenia 23(3): 113 – 119.
Sari, N., Jasmin & Putri, P. 2013. Kepadatan Populasi
Thrips sp. (Thysanoptera:Thripidae) Pada
Tanaman Cabai Di Kampung Batu Kecamatan
Danau Kembar Kabupaten Solok. Program Studi
Pendidikan Biologi Sekolah Tinggi Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Sumatera Barat. Sumatera.
Sartiami Dewi. 2008. Kunci Identifikasi Ordo
Thysanoptera Pada Tanaman Hortikultura. Ilmu
Pertanian Indonesia 13(2): 103 – 110.

Anda mungkin juga menyukai