OLEH :
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan
C. Manfaat
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. PHT
B. Tanaman Pangan
C. Tanaman Perkebunan
D. Tanaman Hortikultura
E. Teknik Pengendalian
BAB III METODE PENGAMATAN
A. Waktu dan Tempat
B. Alat dan Bahan
C. Rancangan Pengamatan
D. Pelaksanaan Pengamatan
E. Pengamatan dan Analisi Data
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
B. Pembahasan
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengelolaan Hama Terpadu merupakan pengendalian dengan melibatkan
banyak cara. Bukan hanya mengandalkan pestisida tetapi juga pengendalian
biologis, tanaman resistan, rotasi tumpang sari dan lainnya. Pengelolaan Hama
Terpadu mempertimbangkan keseimbangan ekologi. Pengelolaan Hama Terpadu
diharapkan mampu menghasilkan produk pertanian yang efektif dan efisien.
Tanaman pangan yang menjadi makanan pokok di Indonesia adalah padi.,
karena lebih dari setengah penduduk Indonesia menggantungkan hidupnya pada
beras yang dihasilkan dari tanaman padi. Sekitar 1,75 miliar dari sekitar tiga miliar
penduduk Asia, termasuk 210 juta penduduk Indonesia menggantungkan
kebutuhan kalorinya dari beras. ketersediaan beras selalu menjadi prioritas
pemerintah karena menyangkut sumber pangan bagi semua lapisan masyarakat.
Terganggunya ketersediaan beras, berdampak sangat luas terhadap hampir semua
sektor. Diperkirakan pada tahun 2020 dibutuhkan besar sebesar 35,97 juta ton
dengan asumsi konsumsi 137 kg/kapital (Irianto, 2009).
Hama yang menyerang tanaman padi diantaranya adalah hama kepik. Hama ini
menyerang pada saat tumbuhnya malai pada padi. Hama kepik menyerang tanaman
padi dengan cara menghisap cairan malai sahingga malai menjadi hampa. Gejala
yang ditimbulkan adalah malai menjadi hampa. Pada tingkat serangan yang tinggi
dapat menyebabkan petani gagal panen dan menimbulkan kerugian yang besar.
Tanaman hortikultura yang dapat dijumpai di Nagari Pandai Sikek salah satu
nya adalah komoditas Bawang Merah. Mayoritas petani di daerah ini menanam
bawang merah karena tanahnya yang subur dan berada di dataran tinggi. Hama yang
terdapat pada tanaman bawang merah adalah ulat grayak bawang Spodoptera
exigua Hubner. Hama ini menyerang tanaman bawang merah pada saat menjadi
larva. Gejala yang dapat dilihat adalah adanya titik transparan atau garis transparan
pada bagian daun bawang merah. Hal ini dikarena kan larva Spodoptera exigua
Hubner memakan bagian dalam daun bawang yang masih muda. Hama ulat grayak
juga meletakan telurnya didalam daun bawang. Pada gejala lebih lanjut dapat
ditemukan daun bawang yang berlobang-lobang dan habis dimakan oleh ulat
grayak. Hama ini dapat menyebabkan gagal panen jika tidak dikendalikan, karena
daun bawang merah dimakan habis oleh ulat grayak dan menyebabkan
pertumbuhan dan perkembangan bawang merah terganggu.
Tanaman perkebunan yang dapat tumbuh dengan baik di daerah dataran tinggi
adalah jeruk. Hama utama pada tanaman jeruk adalah kepik. Kepik menyerang
tanaman jeruk pada bagian buah sehingga menyebabkan buah menjadi rusak.
Gejala yang dapat ditemukan adalah buah jeruk menjadi keras dan terasa hambar.
Kepik yang menyerang tanaman jeruk berwarna hijau. Pada tingkat serangan yang
tinggi dapat menyebabkan tanaman jeruk gagal panen.
B. Tujuan
Tujuan praktikum Pengelolaan Hama Terpadu adalah untuk mengetahui jenis-
jenis hama pada tanaman pangan, tanaman hortikultura dan tanaman perkebunan di
daerah Pandai Sikek. Mengetahui cara pengendalian yang dilakukan oleh petani
dan mengetahui apakah pegendalian yang dilakukan sesuai dengan Pengelolaan
Hama Terpadu. Pengelolaan Hama Terpadu bertujuan untuk menghasilkan produk
pertanian yang efektif dan efisien.
C. Manfaat
Manfaat melakukan praktikum Pengelolaan Hama Terpadu adalah untuk dapat
melakukan pengendalian hama dengan konsep PHT. Dapat mengetahui kejadian
yang berada di lapangan dan mengetahui permasalahan yang dihadapi oleh petani
di lapangan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. PHT
PHT adalah suatu manipulasi agroekosistem secara komprehensif dengan
menggunakan berbagai macam Teknik secara bijaksana sehingga status serangga
hama dapat dikurangi ke tingkat yang tidak merugikan secara ekonomi dan dampak
negative dari taktik yang digunakan terhadap lingkungan dapat diperkecil (NAS,
1969). Atau dengan kata lain program PHT tidak mengandalkan kepada satu cara
saja (misalnya dnegan mneggunakan pestisida dengan spektrum luas) tapi
dilaksanakan dengan mengkombinasikan berbagai cara (missal pengendalian
biologis, tanaman resisten, rotasi tanaman, tumpeng sari danlainnya) untuk
mengendalikan hama tanpa menggangu musuh alami serangga taupun ekosistem.
Dalam program PHT, tujuannya bukan memberantas hama (dan juga
organisme yang berguna) dengan menggunakan insektisida berspektrum luas, tetapi
menjaga agar populasi hama tidak mencapai tingkat yang membahayakan secara
ekonomi tanpa menggangu keseimbangan ekosistem atau membunuh organisme
yang berguna.
PHT juga seperti usaha pertanian lainnya harus terus dilaksanakan dan
disempurnakan dengan suatu visi bahwa suatu saat petani harus bisa melepaskan
dirinya dari ketergantungan terhadap insektisida. Dengan demikian Teknik yang
digunakan harus yang berbasis biologi dan bukan lagi berbahan kimia. Hal ini harus
dilakukan karena masalah hama adalah masalah bio ekologis dan bukan masalah
kima.
Resurjensi hama dan terganggunya keseimbangan alam ditambah lagi
dengan masalah resistensi hama semuanya ini disebabkan karena penggunaan
insektisida yang tidak tepat. Supaya dapat berhasil dengan baik PHT sebaiknya
hanya memanfaatkan 3 taktik utama untuk mencapai sasarannya, yaitu:
pengendalian biologis, tanaman resisten dan manajemen penanaman (Frisbie and
Smith, 1991).
Bila suatu kelompok serangga hadir disuatu area baru tanpa adanya musuh
alami (misalnya dalam pertanian monokultur) serangga ini bisa menjadi hama.
Tetapi pengaturan populasi secara alami dapat dihidupkan kembali dengan
memasukan musuh alami serangga yang bersangkutan.
B. Hama Kepik pada tanaman Padi
Padi merupakan salah satu tanaman budidaya yang memiliki peranan penting
disepanjang peradaban manusia. Produksi padi dunia menempati urutan ketiga dari
seluruh jenis tanaman serealia setelah jagung dan gandum. Namun demikian, padi
masih merupakan sumber karbohidrat utama bagi sebagian besar penduduk dunia
(Roy et al., 2011).
Berbagai kendala ditemukan oleh petani dalam meningkatkan produksi padi,
salah satu diantaranya adalah serangan serangga hama yang dapat menyebabkan
rendahnya produktivitas padi per hektar, bahkan dapat menyebabkan gagal panen
atau puso. Rata-rata kehilangan hasil tanaman padi karena hama sekitar 20 - 25%
setiap tahun (Untung, 2010).
Diantara beberapa hama padi terdapat hama baru yang ditemukan yaitu kepik
hitam Paraeucosmetus pallicornis (Dallas.) (Hemiptera: Lygaeidae), yang biasanya
merupakan hama pada tanaman kacang-kacangan tetapi saat ini telah menyebar luas
menjadi hama baru pada tanaman padi khususnya pada padi irigasi (Risnandi,
2011). Hama ini termasuk hama baru di Sulawesi, serangan yang ditimbulkan oleh
kepik hitam P. pallicornis ialah dengan menghisap bulir padi mengakibatkan padi
menjadi hampa sehingga menyebabkan butir terasa pahit, dan tidak enak untuk
dikonsumsi manusia (Rahayu et al., 2015).
C. Hama Ulat Grayak pada tanaman Bawang Merah
Di antara delapan spesies dari genus Spodoptera yang diketahui, ulat grayak
Spodoptera exigua (Hubner) (Lepidoptera: Noctuidae) adalah yang bersifat paling
kosmopolit, yang persebarannya meliputi hampir seluruh belahan bumi kecuali
Amerika Selatan (Brown & Dewhurst 1975). Di Indonesia, S. exigua merupakan
salah satu hama klasik yang sering menyebabkan kegagalan panen pada pertanaman
bawang merah di dataran rendah di Pulau Jawa (Franssen 1930), dan pada keadaan
tertentu juga pada bawang daun di dataran tinggi. Karena kerusakan yang berat
umumnya hanya terjadi pada tanaman bawang, maka dalam penuturan selanjutnya
hama S. exigua akan disebut sebagai ulat grayak bawang (UGB). Selama lebih dari
20 tahun terakhir ini, UGB selalu menjadi sasaran utarna pengendalian kimiawi.
Petani di Brebes dan wilayah sekitarnya umumnya melakukan aplikasi pestisida
secara berjadwal dengan selang waktu 2-3 hari sekali (Koster 1990). Biaya yang
dikeluarkan untuk melakukan pengendalian kimia ini adalah Pengembangan PHT
pada pertanaman bawang merah memerlukan pemahaman tentang biologi dan
ekologi dari hama sasaran. Hingga saat ini, penelitian tentang perikehidupan UGB
yang paling lengkap adalah yang pernah dilaksanakan lebih dari 65 tahun yang lalu
oleh Franssen (1930). Dari penelitian itu diungkapkan bahwa telur UGB diletakkan
dalam bentuk kelompok dengan ukuran beragam, yang setiap kelompoknya terdiri
dari 20 hingga 100 butir. Lama stadium telur berlangsung 2 hari di dataran rendah,
sedangkan di dataran tinggi 3 hari. Setelah menetas dari telur, larva segera
menggerek 30-40% dari seluruh biaya produksi (Hidayat dkk. 1992). Penggunaan
pestisida yang berlebihan, selain secara ekonomis tidak layak, juga dapat
berdampak buruk terhadap lingkungan dan kesehatan.
Larva terdiri dari lima instar, dengan seluruh stadium larva berlangsung 9-14
hari. Hama UGB berkepompong dalam tanah, dengan stadium pupa berlangsung
rata-rata 8 hari. Pada kondisi laboratorium di Bogor, siklus hidup UGB berlangsung
ratarata 23 hari. Ngengat betina hidup selama 3-10 hari dan mampu meletakkan
telur sejumlah 300-1500 butir.
D. Hama Kepik pada tanaman Jeruk
Tanaman jeruk merupakan tanaman perkebunan yang memiliki hama yaitu
kepik. Kepik menyerang tanaman jeruk pada bagian buah dengan menghisap cairan
pada buah jeruk. Serangan hama kepik pada tanaman jeruk dapat menyebabkan
jeruk menjadi keras dan hambar. Serangan yang tinggi dapat mengakibatkan gagal
panen karena menurunkan kualitas produksi buah jeruk.
Hama kepik dapat menimbulkan gejala pada tanaman jeruk yaitu
buah jeruk menjadi keras dan berstekstur padat. Warna buah jeruk yang sudah
matang oren namun tidak secara keseluruhan. Serangan hama kepik pada buah
jeruk menurunkan kualitas buah jeruk, sehingga etani dapat mengalami kerugian
secara ekonomis karena harga jual menjadi rendah.
Kepik hijau (Nezara viridula Linnaeus) termasuk serangga dari jenis
Hemiptera : Pentatomidae. Kepik hijau dewasa mulai datang di pertanaman
menjelang fase berbunga. Kepik jantan dan betina sulit dibedakan oleh orang awam.
Telur diletakkan kepik betina secara berkelompok, sekitar 80 butir, pada permukaan
daun bagian bawah, permukaan daun bagian atas, polong dan batang tanaman.
Bentuk telur seperti cangkir berwarna kuning dan berubah menjadi merah bata
ketika akan menetas. Telur menetas dalam waktu 5-7 hari.
Kepik muda (nimfa) yang baru keluar tinggal bergerombol di atas kulit telur.
Untuk menjadi serangga dewasa, nimfa mengalami 5 instar yang berbeda warna
dan ukurannya. Panjang tubuh nimfa instar satu sampai lima berturut-turut 1,2 mm;
2 mm; 3,6 mm; 6,9 mm dan 10,2 mm. Kepik muda instar empat mulai menyebar ke
tanaman sekitarnya.
E. Teknik Pengendalian
Teknik pengendalian hama yang digunakan adalah dengan pengaplikasian
insektisida, penggunaan musuh alami dan membersihkan lahan dari gulma yang
dapat menjadi tumbuhan alternatif bagi hama untuk dijadikan tanaman inang.
BAB III METODE PENGAMATAN
A. Waktu dan Tempat
Praktikum Pengelolaan Hama Terpadu dilakukan di Nagari Pandai Sikek
Kecamatan X Koto Kabupaten Tanah Datar Provinsi Sumatera Barat. Praktikum
dilaksanakan setiap hari Senin pukul 16.00- selesai.
B. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada praktikum Pengelolaan Hama Terpadu adalah
kamera, alat tulis, perangkap feromon seks sintetik, jaring net dan label. Sedangkan
bahan yang digunakan adalah lahan sawah milik warga, lahan bawang merah milik
warga dan kebun jeruk milik warga, hama kepik pada padi, hama ulat grayak dan
hama kepik pada tanaman jeruk.
C. Rancangan Pengamatan
1. Pengamatan hama walang sangit Leptocorisa oratorius pada tanaman padi
Pengamatan dilakukan dengan pendekatan survey, pengambilan sampel
menggunakan teknik purporsive sampling (pengambilan sampel secara sengaja) di
pertanaman padi dan wawancara dengan petani. Tanaman padi yang menjadi objek
pengamatan sudah memasuki fase generativ. Penentuan petak pengamatan diambil
secara acak sistematik. Penangkapan walang sangit pada petak pengamatan
sebanyak 5 kali ulangan. Setiap sawah dilakukan penyemprotan insektisida
berdasarkan kebiasaan petani. Wawancara dilakukan dengan petani dengan
menggunakan format nama, umur, pengendalian yang dilakukan, cara pengendalian
dan permasalahan di lapangan.
2. Pengamatan hama Spodoptera exigua pada tanaman bawang merah
Pengamatan dilakukan dengan menambil sampel pada tanaman bawang 5 meter
pada satu bedengan dengan tanaman contoh sebanyak 10 rumpun. Kemudian
dihitung jumlah daun yang bergejala pada masing masing rumpun. Dan dihitung
jumlah ulat dan kelompok telur pada masing masing rumpun.
3. Pengamatan hama kepik Nezara viridula pada tanaman jeruk
Pengmatan dilakukan pada buah jeruk yang bergeja. Pengambilan sampel
secara acak yaitu dengan mengambil 10 pohon sampel. Dihitung keparahan
serangan dengan menghitung jumlah buah bergejala/ jumlah keseluruhan buah pada
pohon tersebut.
D. Pelaksanaan Pengamatan
1. Pengamatan hama walang sangit Leptocorisa oratorius pada tanaman padi
Variabel yang diamati pada pengamatan ini adalah populasi walang sangit per
ayunan, jumlah bulir padi yang rusak atau hampa pada petak-petak pengamatan
berukuran 1mx1m dengan 3 ulangan (3 petak) dan wawancara dengan petani.
Teknik ayunan dihitung 1 kali bolak balik dan dilakukan 5 kali ayunan.
Tempat pengamatan adalah petakan sawah yang berukuran 80m x 20m.
ekosistem sawah adalah padi monokultur dengan varietas lokal. Pengamatan
dilakukan 1 kali seminggu dimulai pada umur tanaman 35 hst.
2. Pengamatan hama Spodoptera exigua pada tanaman bawang merah
3. Pengamatan hama kepik Nezara viridula pada tanaman jeruk
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Hama walang sangit Leptocorisa oratorius pada tanaman padi
Fluktuasi populasi walang sangit
5
individu/petak
4
3
2
1
0
pengamatan 1 pengamatan 2 pengamatan 3
Petak 1 3 3,8 3,4
Petak 2 3,4 4,8 3,8
Petak 3 2,8 3 3