Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PRAKTIKUM

PENGELOLAAN HAMA TERPADU

OLEH :

NAMA : ZOLA PUTI RAHMA


NIM : 1910252033
KELAS : PROTEKSI C
ASISTEN : RIZA WARDANI SIREGAR (1710251006)
DOSEN PENGAMPU : Dr. Ir. Arneti. MS

PROGRAM STUDI PROTEKSI TANAMAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2021
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih lagi maha
penyayang. Kami panjatkan puja dan puji syukur kami atas kehadirat-Nya yang
telah melimpahkan rahmat, hidayah dan karunianya-Nya kepada kami. Sehingga
kami dapat menyelesaikan laporan praktikum Pengelolaan Hama Terpadu ini
dengan tepat waktu. Laporan ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapat
bantuan dari berbagai pihak.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Dosen Pengampu praktikum Ibu
Dr.Ir. Arneti, MS dan kepada asisten praktikum Kak Riza Wardani Siregar yang
telah membimbing kami dalam menyelesaikan laporan praktikum ini. Tak lupa juga
kami ucapkan terima kasih kepada teman-teman seperjuangan yang telah
membantu dalam menyelesaikan laporan praktikum ini.
Terlepas dari itu semua kami menyadari masih banyak kekurangan dalam
penulisan laporan ini. Oleh karena itu kami secara terbuka menerima kritik dan
saran dari pembaca. Akhir kata kami berharap laporan ini dapat memberikan
manfaat bagi pembaca nantinya.

Padang, 28 November 2021

Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan
C. Manfaat
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. PHT
B. Tanaman Pangan
C. Tanaman Perkebunan
D. Tanaman Hortikultura
E. Teknik Pengendalian
BAB III METODE PENGAMATAN
A. Waktu dan Tempat
B. Alat dan Bahan
C. Rancangan Pengamatan
D. Pelaksanaan Pengamatan
E. Pengamatan dan Analisi Data
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
B. Pembahasan
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengelolaan Hama Terpadu merupakan pengendalian dengan melibatkan
banyak cara. Bukan hanya mengandalkan pestisida tetapi juga pengendalian
biologis, tanaman resistan, rotasi tumpang sari dan lainnya. Pengelolaan Hama
Terpadu mempertimbangkan keseimbangan ekologi. Pengelolaan Hama Terpadu
diharapkan mampu menghasilkan produk pertanian yang efektif dan efisien.
Tanaman pangan yang menjadi makanan pokok di Indonesia adalah padi.,
karena lebih dari setengah penduduk Indonesia menggantungkan hidupnya pada
beras yang dihasilkan dari tanaman padi. Sekitar 1,75 miliar dari sekitar tiga miliar
penduduk Asia, termasuk 210 juta penduduk Indonesia menggantungkan
kebutuhan kalorinya dari beras. ketersediaan beras selalu menjadi prioritas
pemerintah karena menyangkut sumber pangan bagi semua lapisan masyarakat.
Terganggunya ketersediaan beras, berdampak sangat luas terhadap hampir semua
sektor. Diperkirakan pada tahun 2020 dibutuhkan besar sebesar 35,97 juta ton
dengan asumsi konsumsi 137 kg/kapital (Irianto, 2009).
Hama yang menyerang tanaman padi diantaranya adalah hama kepik. Hama ini
menyerang pada saat tumbuhnya malai pada padi. Hama kepik menyerang tanaman
padi dengan cara menghisap cairan malai sahingga malai menjadi hampa. Gejala
yang ditimbulkan adalah malai menjadi hampa. Pada tingkat serangan yang tinggi
dapat menyebabkan petani gagal panen dan menimbulkan kerugian yang besar.
Tanaman hortikultura yang dapat dijumpai di Nagari Pandai Sikek salah satu
nya adalah komoditas Bawang Merah. Mayoritas petani di daerah ini menanam
bawang merah karena tanahnya yang subur dan berada di dataran tinggi. Hama yang
terdapat pada tanaman bawang merah adalah ulat grayak bawang Spodoptera
exigua Hubner. Hama ini menyerang tanaman bawang merah pada saat menjadi
larva. Gejala yang dapat dilihat adalah adanya titik transparan atau garis transparan
pada bagian daun bawang merah. Hal ini dikarena kan larva Spodoptera exigua
Hubner memakan bagian dalam daun bawang yang masih muda. Hama ulat grayak
juga meletakan telurnya didalam daun bawang. Pada gejala lebih lanjut dapat
ditemukan daun bawang yang berlobang-lobang dan habis dimakan oleh ulat
grayak. Hama ini dapat menyebabkan gagal panen jika tidak dikendalikan, karena
daun bawang merah dimakan habis oleh ulat grayak dan menyebabkan
pertumbuhan dan perkembangan bawang merah terganggu.
Tanaman perkebunan yang dapat tumbuh dengan baik di daerah dataran tinggi
adalah jeruk. Hama utama pada tanaman jeruk adalah kepik. Kepik menyerang
tanaman jeruk pada bagian buah sehingga menyebabkan buah menjadi rusak.
Gejala yang dapat ditemukan adalah buah jeruk menjadi keras dan terasa hambar.
Kepik yang menyerang tanaman jeruk berwarna hijau. Pada tingkat serangan yang
tinggi dapat menyebabkan tanaman jeruk gagal panen.
B. Tujuan
Tujuan praktikum Pengelolaan Hama Terpadu adalah untuk mengetahui jenis-
jenis hama pada tanaman pangan, tanaman hortikultura dan tanaman perkebunan di
daerah Pandai Sikek. Mengetahui cara pengendalian yang dilakukan oleh petani
dan mengetahui apakah pegendalian yang dilakukan sesuai dengan Pengelolaan
Hama Terpadu. Pengelolaan Hama Terpadu bertujuan untuk menghasilkan produk
pertanian yang efektif dan efisien.
C. Manfaat
Manfaat melakukan praktikum Pengelolaan Hama Terpadu adalah untuk dapat
melakukan pengendalian hama dengan konsep PHT. Dapat mengetahui kejadian
yang berada di lapangan dan mengetahui permasalahan yang dihadapi oleh petani
di lapangan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. PHT
PHT adalah suatu manipulasi agroekosistem secara komprehensif dengan
menggunakan berbagai macam Teknik secara bijaksana sehingga status serangga
hama dapat dikurangi ke tingkat yang tidak merugikan secara ekonomi dan dampak
negative dari taktik yang digunakan terhadap lingkungan dapat diperkecil (NAS,
1969). Atau dengan kata lain program PHT tidak mengandalkan kepada satu cara
saja (misalnya dnegan mneggunakan pestisida dengan spektrum luas) tapi
dilaksanakan dengan mengkombinasikan berbagai cara (missal pengendalian
biologis, tanaman resisten, rotasi tanaman, tumpeng sari danlainnya) untuk
mengendalikan hama tanpa menggangu musuh alami serangga taupun ekosistem.
Dalam program PHT, tujuannya bukan memberantas hama (dan juga
organisme yang berguna) dengan menggunakan insektisida berspektrum luas, tetapi
menjaga agar populasi hama tidak mencapai tingkat yang membahayakan secara
ekonomi tanpa menggangu keseimbangan ekosistem atau membunuh organisme
yang berguna.
PHT juga seperti usaha pertanian lainnya harus terus dilaksanakan dan
disempurnakan dengan suatu visi bahwa suatu saat petani harus bisa melepaskan
dirinya dari ketergantungan terhadap insektisida. Dengan demikian Teknik yang
digunakan harus yang berbasis biologi dan bukan lagi berbahan kimia. Hal ini harus
dilakukan karena masalah hama adalah masalah bio ekologis dan bukan masalah
kima.
Resurjensi hama dan terganggunya keseimbangan alam ditambah lagi
dengan masalah resistensi hama semuanya ini disebabkan karena penggunaan
insektisida yang tidak tepat. Supaya dapat berhasil dengan baik PHT sebaiknya
hanya memanfaatkan 3 taktik utama untuk mencapai sasarannya, yaitu:
pengendalian biologis, tanaman resisten dan manajemen penanaman (Frisbie and
Smith, 1991).
Bila suatu kelompok serangga hadir disuatu area baru tanpa adanya musuh
alami (misalnya dalam pertanian monokultur) serangga ini bisa menjadi hama.
Tetapi pengaturan populasi secara alami dapat dihidupkan kembali dengan
memasukan musuh alami serangga yang bersangkutan.
B. Hama Kepik pada tanaman Padi
Padi merupakan salah satu tanaman budidaya yang memiliki peranan penting
disepanjang peradaban manusia. Produksi padi dunia menempati urutan ketiga dari
seluruh jenis tanaman serealia setelah jagung dan gandum. Namun demikian, padi
masih merupakan sumber karbohidrat utama bagi sebagian besar penduduk dunia
(Roy et al., 2011).
Berbagai kendala ditemukan oleh petani dalam meningkatkan produksi padi,
salah satu diantaranya adalah serangan serangga hama yang dapat menyebabkan
rendahnya produktivitas padi per hektar, bahkan dapat menyebabkan gagal panen
atau puso. Rata-rata kehilangan hasil tanaman padi karena hama sekitar 20 - 25%
setiap tahun (Untung, 2010).
Diantara beberapa hama padi terdapat hama baru yang ditemukan yaitu kepik
hitam Paraeucosmetus pallicornis (Dallas.) (Hemiptera: Lygaeidae), yang biasanya
merupakan hama pada tanaman kacang-kacangan tetapi saat ini telah menyebar luas
menjadi hama baru pada tanaman padi khususnya pada padi irigasi (Risnandi,
2011). Hama ini termasuk hama baru di Sulawesi, serangan yang ditimbulkan oleh
kepik hitam P. pallicornis ialah dengan menghisap bulir padi mengakibatkan padi
menjadi hampa sehingga menyebabkan butir terasa pahit, dan tidak enak untuk
dikonsumsi manusia (Rahayu et al., 2015).
C. Hama Ulat Grayak pada tanaman Bawang Merah
Di antara delapan spesies dari genus Spodoptera yang diketahui, ulat grayak
Spodoptera exigua (Hubner) (Lepidoptera: Noctuidae) adalah yang bersifat paling
kosmopolit, yang persebarannya meliputi hampir seluruh belahan bumi kecuali
Amerika Selatan (Brown & Dewhurst 1975). Di Indonesia, S. exigua merupakan
salah satu hama klasik yang sering menyebabkan kegagalan panen pada pertanaman
bawang merah di dataran rendah di Pulau Jawa (Franssen 1930), dan pada keadaan
tertentu juga pada bawang daun di dataran tinggi. Karena kerusakan yang berat
umumnya hanya terjadi pada tanaman bawang, maka dalam penuturan selanjutnya
hama S. exigua akan disebut sebagai ulat grayak bawang (UGB). Selama lebih dari
20 tahun terakhir ini, UGB selalu menjadi sasaran utarna pengendalian kimiawi.
Petani di Brebes dan wilayah sekitarnya umumnya melakukan aplikasi pestisida
secara berjadwal dengan selang waktu 2-3 hari sekali (Koster 1990). Biaya yang
dikeluarkan untuk melakukan pengendalian kimia ini adalah Pengembangan PHT
pada pertanaman bawang merah memerlukan pemahaman tentang biologi dan
ekologi dari hama sasaran. Hingga saat ini, penelitian tentang perikehidupan UGB
yang paling lengkap adalah yang pernah dilaksanakan lebih dari 65 tahun yang lalu
oleh Franssen (1930). Dari penelitian itu diungkapkan bahwa telur UGB diletakkan
dalam bentuk kelompok dengan ukuran beragam, yang setiap kelompoknya terdiri
dari 20 hingga 100 butir. Lama stadium telur berlangsung 2 hari di dataran rendah,
sedangkan di dataran tinggi 3 hari. Setelah menetas dari telur, larva segera
menggerek 30-40% dari seluruh biaya produksi (Hidayat dkk. 1992). Penggunaan
pestisida yang berlebihan, selain secara ekonomis tidak layak, juga dapat
berdampak buruk terhadap lingkungan dan kesehatan.
Larva terdiri dari lima instar, dengan seluruh stadium larva berlangsung 9-14
hari. Hama UGB berkepompong dalam tanah, dengan stadium pupa berlangsung
rata-rata 8 hari. Pada kondisi laboratorium di Bogor, siklus hidup UGB berlangsung
ratarata 23 hari. Ngengat betina hidup selama 3-10 hari dan mampu meletakkan
telur sejumlah 300-1500 butir.
D. Hama Kepik pada tanaman Jeruk
Tanaman jeruk merupakan tanaman perkebunan yang memiliki hama yaitu
kepik. Kepik menyerang tanaman jeruk pada bagian buah dengan menghisap cairan
pada buah jeruk. Serangan hama kepik pada tanaman jeruk dapat menyebabkan
jeruk menjadi keras dan hambar. Serangan yang tinggi dapat mengakibatkan gagal
panen karena menurunkan kualitas produksi buah jeruk.
Hama kepik dapat menimbulkan gejala pada tanaman jeruk yaitu
buah jeruk menjadi keras dan berstekstur padat. Warna buah jeruk yang sudah
matang oren namun tidak secara keseluruhan. Serangan hama kepik pada buah
jeruk menurunkan kualitas buah jeruk, sehingga etani dapat mengalami kerugian
secara ekonomis karena harga jual menjadi rendah.
Kepik hijau (Nezara viridula Linnaeus) termasuk serangga dari jenis
Hemiptera : Pentatomidae. Kepik hijau dewasa mulai datang di pertanaman
menjelang fase berbunga. Kepik jantan dan betina sulit dibedakan oleh orang awam.
Telur diletakkan kepik betina secara berkelompok, sekitar 80 butir, pada permukaan
daun bagian bawah, permukaan daun bagian atas, polong dan batang tanaman.
Bentuk telur seperti cangkir berwarna kuning dan berubah menjadi merah bata
ketika akan menetas. Telur menetas dalam waktu 5-7 hari.
Kepik muda (nimfa) yang baru keluar tinggal bergerombol di atas kulit telur.
Untuk menjadi serangga dewasa, nimfa mengalami 5 instar yang berbeda warna
dan ukurannya. Panjang tubuh nimfa instar satu sampai lima berturut-turut 1,2 mm;
2 mm; 3,6 mm; 6,9 mm dan 10,2 mm. Kepik muda instar empat mulai menyebar ke
tanaman sekitarnya.
E. Teknik Pengendalian
Teknik pengendalian hama yang digunakan adalah dengan pengaplikasian
insektisida, penggunaan musuh alami dan membersihkan lahan dari gulma yang
dapat menjadi tumbuhan alternatif bagi hama untuk dijadikan tanaman inang.
BAB III METODE PENGAMATAN
A. Waktu dan Tempat
Praktikum Pengelolaan Hama Terpadu dilakukan di Nagari Pandai Sikek
Kecamatan X Koto Kabupaten Tanah Datar Provinsi Sumatera Barat. Praktikum
dilaksanakan setiap hari Senin pukul 16.00- selesai.
B. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada praktikum Pengelolaan Hama Terpadu adalah
kamera, alat tulis, perangkap feromon seks sintetik, jaring net dan label. Sedangkan
bahan yang digunakan adalah lahan sawah milik warga, lahan bawang merah milik
warga dan kebun jeruk milik warga, hama kepik pada padi, hama ulat grayak dan
hama kepik pada tanaman jeruk.
C. Rancangan Pengamatan
1. Pengamatan hama walang sangit Leptocorisa oratorius pada tanaman padi
Pengamatan dilakukan dengan pendekatan survey, pengambilan sampel
menggunakan teknik purporsive sampling (pengambilan sampel secara sengaja) di
pertanaman padi dan wawancara dengan petani. Tanaman padi yang menjadi objek
pengamatan sudah memasuki fase generativ. Penentuan petak pengamatan diambil
secara acak sistematik. Penangkapan walang sangit pada petak pengamatan
sebanyak 5 kali ulangan. Setiap sawah dilakukan penyemprotan insektisida
berdasarkan kebiasaan petani. Wawancara dilakukan dengan petani dengan
menggunakan format nama, umur, pengendalian yang dilakukan, cara pengendalian
dan permasalahan di lapangan.
2. Pengamatan hama Spodoptera exigua pada tanaman bawang merah
Pengamatan dilakukan dengan menambil sampel pada tanaman bawang 5 meter
pada satu bedengan dengan tanaman contoh sebanyak 10 rumpun. Kemudian
dihitung jumlah daun yang bergejala pada masing masing rumpun. Dan dihitung
jumlah ulat dan kelompok telur pada masing masing rumpun.
3. Pengamatan hama kepik Nezara viridula pada tanaman jeruk
Pengmatan dilakukan pada buah jeruk yang bergeja. Pengambilan sampel
secara acak yaitu dengan mengambil 10 pohon sampel. Dihitung keparahan
serangan dengan menghitung jumlah buah bergejala/ jumlah keseluruhan buah pada
pohon tersebut.
D. Pelaksanaan Pengamatan
1. Pengamatan hama walang sangit Leptocorisa oratorius pada tanaman padi
Variabel yang diamati pada pengamatan ini adalah populasi walang sangit per
ayunan, jumlah bulir padi yang rusak atau hampa pada petak-petak pengamatan
berukuran 1mx1m dengan 3 ulangan (3 petak) dan wawancara dengan petani.
Teknik ayunan dihitung 1 kali bolak balik dan dilakukan 5 kali ayunan.
Tempat pengamatan adalah petakan sawah yang berukuran 80m x 20m.
ekosistem sawah adalah padi monokultur dengan varietas lokal. Pengamatan
dilakukan 1 kali seminggu dimulai pada umur tanaman 35 hst.
2. Pengamatan hama Spodoptera exigua pada tanaman bawang merah
3. Pengamatan hama kepik Nezara viridula pada tanaman jeruk
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Hama walang sangit Leptocorisa oratorius pada tanaman padi
Fluktuasi populasi walang sangit

Fluktuasi Populasi hama walang sangit


6
Rata-rata populasi

5
individu/petak

4
3
2
1
0
pengamatan 1 pengamatan 2 pengamatan 3
Petak 1 3 3,8 3,4
Petak 2 3,4 4,8 3,8
Petak 3 2,8 3 3

Petak 1 Petak 2 Petak 3

Gambar 1. Grafik Fluktuasi populasi Walang Sangit


Gambar 1 menunjukan adanya perubahan populasi pada tiap 7 hari.
Fluktuasi populasi walang sangit tinggi pada pengamatan ke 2. Yaitu pada umur
padi 42 hst fase pembungaan dan pengisian bulir padi atau matang susu. Jumlah
populasi pada fase ini yaitu petak 1 berjumlah 3,8 individu/petak, petak 2 berjumlah
4,8 individu/petak dan petak 3 berjumlah 3 individu/petak.
Meurut Van den Berg dan Soehardi (2000), jumlah imago walang sangit
umumnya meningkat pada saat munculnya malai padi atau kepadatan populasi
tertinggi terjadi pada fase pembungaan dan fase matang susu. Menurut Dewidna,
dkk (2013), populasi walang sangit yang paling banyak ditemukan pada fase
berbunga. Tingginya populasi pada fase berbunga karena makanan yang tersedia
cukup banyak. Menurut Sidim (2009), populasi hama walang sangit meningkat
yang dikarenakan makanan yang cukup tersedia untuk perkembangannya
meningkat.
Berdasarkan pengamatan tersebut terjadi peningkatan populasi hama
walang sangit dari pengamatan pertama ke pengamatan ke dua. Hal tersebut
dikarenakan petani tidak melakukan pengendalian dan penyiangan sehingga lahan
ditumbuhi oleh gulma yang dapat menjadi habitat alternatif hama untuk
berkembang biak.
Pada pengamatan ke 3 terjadi penurunan populasi hama walang sangit.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan populasi walang sangit adalah
ketersediaan makanan, lingkungan dan teknik budidaya padi. Penurunan dapat
disebabkan karena suhu dan ketersediaan sinar matahari pada lahan.
Secara keseluruhan populasi hama walang sangit yang diamati dapat
dikategorikan rendah. Menurut Departemen Pertanian (2008) , ambang ekonomi
hama walang sangit jumlah imago/nimfa adalah 10 ekor per m2. Sehingga tidak
diperlukan pengendalian secara kimiawi.
Keparahan Serangan Hama Walang Sangit
Petak Keparahan Serangan (%)
1 13,78
2 10,89
3 10,50
Tabel 1. Keparahan Serangan Hama Walang Sangit
Ketentuan : (1) Tidak ada kerusakan 0%, (2) Kerusakan ringan 1-14%, (3)
Kerusakan cukup berat 15-29%, (4) Kerusakan berat 30-50%, (5) Kerusakan sangat
berat 50-100%. Ketiga petak yang diamati memiliki tingkat keparahan serangan
yaitu kerusakan ringan. Kerusakan yang diamati yaitu malai menjadi rapuh
berwarna putih keabu-abuan dan hampa.
Kerusakan bulir padi sering disebabkan oleh serangan hama. Dilapangan
walang sangit terlihat dominan menyerang pada fase pembungaan dan matang susu.
Populasi yang terlihat dominan akan menyebabkan kerusakan bulir padi yang
tinggi. Mernurut Hardi dan Anggraini (2004), tingkat kerusakan yang ditimbulkan
oleh serangan hama ditentukan oleh jumlah populasi. Apabila populasi relative
kecil, maka kerusakanyang ditimbulkan secara ekonomis tidak berarti, sebaliknya
jika populasi terus meningkat maka menimbulkan kerusakan yang merugikan
secara ekonomis.
Wawancara dengan petani
Berdasarkan hasil wawancara dengan petani di daerah pandai sikek yaitu
mayoritas petani berumur 40-70 tahun. Cara pengendalian yang dilakukan oleh
petani yaitu dengan menggunakan pestisida sintetis. Petani biasanya melakukan
pengendalian ketika tanaman berumur 50 hst sehingga saat pengamatan belum
dilakukan pengendalian. Penggunaan pestisida oleh petani di daerah pandai sikek
tidak sesuai dengan ketentuan. Petani mencampurkan lebih dari 5 jenis pestisida
dalam sekali pengaplikasian, dosis yang digunakan sangat tinggi dan interval
pengaplikasian 3-4 hari. Pada pengamatan banyak ditemukan sampah pestisda
sintetis yang dibuang disekitar lahan. Berdasarkan hal tersebut pengendalian hama
walang sangit yang dilakukan oleh petani didaerah pandai sikek belum menerapkan
konsep PHT karena berdasarkan pengamatan populasi dan keparahan serangan
rendah sehingga tidak dianjurkan untuk melakukan pengendalian secara kimiawi.
2. Hama ulat grayak Spodoptera exigua pada tanaman bawang merah
Hama ulat grayak Spodoptera exigua menyerang pada stadia larva. Hama ini
menyerang daun bawang merah. Gejala yang dapat dimati adalah daun menjadi
garis garis transparan karena ulat memakan lapisan bagian dalam daun dan
meninggalkan lapisan epidermis daun. Pada gejala lebih lanjut daun menjadi
berlobang dan habis dimakan oleh ulat grayak
Pengendalian yang dilakukan oleh petani yaitu dengan menggunakan feromon
seks sintetik dimana dengan menggunakan perangkap ini akan dapat memerangkap
ngengat jantan hama Spodoptra exigua sehingga ngengat tidak dapat berkopulasi
dan menghasilkan telur. Pengendalian dengan perangkap ini dapat menekan
pertumbuhan populasi hama ulat grayak. Berdasarkan data pengmatan dapat dilihat
bahwa populasi hama tinggi pada pengamatan pertama dan mengalami penurunan
pada pengamatan pengamatan selanjutnya.
Pengendalian yang dilakukan oleh petani di daerah pandai siskek yaitu dengan
menggunakan pstisida secara berlebihan. Berdasarkan wawancara yang dilakukan
dengan petani bahwa petani mengaplikasikan lebih dari 8 jenis pestisida pada sekali
pengaplikasian, dosis yang digunakan sangat tinggi dan interval pengaplikasian
sangat pendek. Hal tersebuat dapat menyebabkan terjadinya resistensi hama dan
residu pada tanaman. Akan tetapi dengan penggunaan trap feromon seks sintetik
dapat mengurangi dosis dan interval pengaplikasian pestisida karena penurunan
populasi hama.
Dari hal tersebut dapat didimpulkan bahwa petani bawang merah di daerah
pandai sikek belum menerapkan system pengelolaan dengan konsep PHT karena
kurangnya pengetahuan dan kebiasaan turun temurun yang salah dalam
pengaplikasian pestisida.
3. Hama kepik Nezara viridula pada tanaman jeruk
Hama kepik menyerang pada bagian buah jeruk. Serangan dapat menimbulkan
gejala pada buah jeruk yaitu buah menjadi keras pada bagian yang dihisap kepik
dan dilihat dari tekstur bagian dalam buah akan mengkeriput dan rasanya menjadi
hambar.
Berdasarkan hasil pengamatan buah jeruk yang bergejala serangan hama kepik
adalah 4,5 buah per pohon. Populasi dapat digolongkan rendah dilihat dari jumlah
buah yang bergejala. Pengendalian secara kimiawi tidak disarankan. Penggunan
pestisida nabati lebih tepat untuk mengendalikan hama kepik dan menjaga
keseimbangan ekosistem agar tidak menggangu populasi musuh alami.
Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan petani mengenai pengendalian
hama kepik pada tanaman jeruk yaitu petani tidak melakukan pengendalian hal ini
dikarenakan kurangnya pengetahuan petani didaerah pandai sikek mengenai
pengendalian hama kepik pada tanaman jeruk.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
PHT merupakan sistem pengendalian hama dengan menggabungkan
beberapa Teknik pengendalian dan bertujuan untuk meningkatkan produktifitas
serta kemanan lingkungan. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada beberapa
tanaman didaerah pandai sikek dan wawancara yang dilakukan dengan petani
didaerah pandai sikek maka dapat disimpulkan petani belum menggunakan konsep
PHT dalam pengendalian hama.
Pengendalian hama walang sangit pada tanaman padi dilakukan oleh petani
dengan bergantung pada pestisida. Pada pengamatan yang dilakukan data populasi
hama walang sangit berada di bawah ambang ekonomi pengendalian yang
seharusnya dapat dikendalikan tanpa menggunakan pestisida. Kesalahan
penggunaan pestisida oleh petani diantaranya pencampuran lebih dari 8 jenis
pestisida, dosis yang tinggi dan interval yang rendah. Hal tersebut dikarenakan
rendahnya pengetahuan petani dan kebiasaan yang sudah turun temurun
Pengendalian hama kepik pada tanaman jeruk tidak dilakukan oleh petani.
Hal tersebut dikarenakan populasi rendah dan petani tidak memiliki pengetahuan
mengenai pengendalian hama kepik padatanaman jeruk. Berdasarkan pengamatam
yang dilakukan populasi hama kepik rendah dilihat dari kerusakan buah jeruk yang
diserang namun apabila dibiarkan maka populasi dapat meningkat.
Pengendalian hama ulat grayak pada bawang merah salah satunya yaitu
menggunakan trap feromon seks sintetik. Dengan penggunaan trap feromon seks
sintetik dapat menekan pertumbuhan populasi hama ulat grayak karena tidak dapat
terjadi kopulasi pada ngengat hama. Berdasarkan data pengamatan terjadi
penurunan populasi tangkapan dari pengamatan pertama hingga pengamatan
selanjutnya. Pengendalian yang dilakukan petani yaitu dengan menggunakan
pestisida tidak sesuai dengan ketentuan yaitu dengan penggunaan lebih dari 8 jenis
pestisida dalam sekali pengaplikasian, dosis yang tinggi dan interval yang pendek.
B. Saran
Pada pengamatan seharusnya dilakukan lebih dari 3 kali pengamatan untuk
mendapatkan data yang cukup untuk disimpulkan. membaca dan memahami
pengamatan pada jurnal-jurnal pertanian. Banyak bertanya dan berkonsultasi
dengan asisten praktikum dan dosen pengampu praktikum.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Pertanian. 2008. Pedoman Pengamatan dan Pelaporan Perlindungan
Tanaman Pangan. Jakarta. Cetakan ke-11
Dewidna, S., Jasmi., dan Indriati, G. 2013. Kepadatan Populasi Walang Sangit
(Leptocorisa acuta Thunb) (Hemiptera: Alydidae) Pada Tanaman Padi Di
Kenagarian Koto Nan Tigo Kecamatan Batang Kapas Kabupaten Pesisir
Selatan. Jurnal Mahasiswa Pendidikan Biologi. STKIP PGRI Sumbar. 2(2).
Hardi, T.W., dan Anggraini, I. 2004. Pengendalian Hama Ulat Jengkal Pada
Sengon Dengan Ekstrak Daun Suren dan Cuka Kayu. Balai Besar Penelitian
Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan. Ciamis.
Sidim, F. 2009. Penyebaran Hama Walang Sangit Leptocorisa oratorius F.
(Hemiptera: Alydidae) Pada Tanaman Padi Di Kabupaten Minahasa. Skripsi
Fakultas Pertanian Universitas Sam Ratulangi Manado
Van Den Berg H, Soehardi. 2000. The Influence Of Rice Bug Leptocorisa oratorius
on Rice Yield. J Appl Ecol. 37:959-970
Marwoto dan Suharsono. 2008. Strategi dan Komponen Teknologi Pengendalian
Ulat Grayak (Spodoptera exigua) pada Tanaman Kedelai. Balai
Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian, Malang. Jurnal
Litbang Pertanian 27 (4): 131-136.
Samudra. 2006. Pengendalian Ulat Bawang Ramah Lingkungan. Warta Penelitian
dan Pengembangan Pertanian 28(6): 3-5
Suharsono dan M Muchlish A. 2010. Identifikasi Sumber Ketahanan Aksesi Plasma
Nutfah Kedelai untuk Ulat Grayak (Spodoptera exigua). Balai
Penelitian Kacang-kacangan dan Umbi-umbian, Malang. Buletin Plasma
Nutfah 16 (1):29-37.
Suheriyanto, D. 2001. Kajian Komunitas Fauna pada Pertanaman Bawang Merah
dengan dan tanpa Aplikasi Pestisida. Universitas Brawidjaja, Malang
Sutanto, R. 2005. Pertanian Organik. Kanisius. Jakarta.
Sumarni, N, dan Hidayat, A., 2005. Panduan Teknis Budidaya Bawang Merah.
Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Lembang.
Suyanto, A. 1994. Hama Sayur dan Buah. Jakarta:Penebar Swadaya.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai