Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN KLINIK TANAMAN

Diagnosis Penyebab Penyakit Burik Cladosporium musae Pada


Daun Pisang Dan Rekomendasi Pengendaliannya
Diagnosis of Infectious Speckle Cladosporium musae On Banana
Leaf And Recommendations Control Them

Oleh :
MUHAMMAD SUKRON
05071181419179

JURUSAN HAMA PENYAKIT TUMBUHAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
INDERALAYA
2016

Bagian. I
A. Gejala
Stover (1972) melaporkan bahwa di Amerika Tengah gejala penyakit speckle
daun pertama berupa bintik-bintik berwarna abu-abu kecoklatan pada permukaan
bagian atas daun yang tua. Selanjutnya bintik-bintik ini berubah warnanya
menjadi kuning keunguan dan akhirnya terjadi nekrosis berwarna coklat pada
daun. Sementara Holderness et al. (1998) melaporkan bahwa di Afrika, gejala
penyakit speckle daun berupa bercak-bercak kecil menyerupai gejala mosaik
berwarna kuning keunguan. Serangan penyakit speckle daun akan menjadi berat
jika daun-daun muda terserang (Tushemereirwe dan Bagabe, 1998).
Haryono Semangun (1991) menyatakan, pada daun terdapat bercak-bercak
kecil, berwarna coklat tua sampai hitam, yang mengumpul dengan jarak yang
hampir sama. Masing-masing bercak adalah sebesar kepala jarum. Pada daun tua
bercak-bercak dapat bersatu membentuk bercak yang besar.
Sebagaimana telah dilaporkan sebelumnya bahwa gejala penyakit speckle
daun pisang di lapang sangat bervariasi tergantung pada kultivar tanaman yang
terserang. Gejala serangan penyakit speckle daun pertama kali muncul adalah
adanya bintik-bintik kecil menyerupai garis-garis pensil berwarna coklat
berukuran 0.3 mm x 1.5 mm. Pada daun yang berumur sekitar 3-4 minggu setelah
membuka, bintik-bintik ini sangat mudah untuk dilihat dan dibedakan dengan cara
melihatnya di bawah cahaya matahari. Bintik-bintik ini selanjutnya akan
memanjang dan membentuk garis-garis yang makin lama makin membesar
dengan ukuran 15 mm x 30 mm. Pada akhirnya bintik-bintik ini bergabung
menjadi bercak-bercak berwarna pucat yang selanjutnya berubah menjadi kuning
dan akhirnya berwarna ungu kehitaman.

Gambar 2: Kronologis perkembangan gejala penyakit speckle daun pada pisang Barangan.
A: Munculnya bintik-bintik nekrosis pada permukaan daun. B: Bintik-bintik nekrosis bergabung
membentuk becak-becak bergaris ber-warna ungu kehitaman; C: Mulai terjadinya kematian
jaringan daun yang terinfeksi. D: Jaringan daun yang mati makin melebar di sekitar pusat infeksi.

B. Sebaran Penyakit
Jones (2000) melaporkan bahwa ada kemiripan gejala pada tanaman pisang
yang terserang speckle daun yang ditemukan di Uganda, Malaysia, mapun di
Thailand. Sahlan dan Ahmad (2003) menemukan bahwa gejala awal penyakit
speckle daun ialah terdiri atas bintik-bintik kecil yang makin lama makin
memanjang berwarna abu-abu dan akhirnya berubah menjadi garis-garis berwarna
coklat. Gejala pada tahap ini akan menyerupai gejala awal serangan penyakit
Black leaf streak. Jika kepadatan infeksinya tinggi, lama-kelamaan garis-garis
infeksi yang berwarna abu-abu ini akan bergabung sehingga permukaan daun
yang terserang akan berubah warna menjadi kuning, sementara jaringan di sekitar
daun yang terinfeksi tersebut berwarna kekuningan.
Akhirnya sebelum jaringan daun yang terinfeksi mati, beberapa jaringan daun
yang terinfeksi bergabung dan warnanya berubah menjadi coklat kehitaman atau
ungu kecoklatan. Jika infeksi ini terus berlanjut, maka akan terjadi nekrosis di
seluruh permukaan daun. Infeksi dapat pula terjadi pada bagian midrib daun.
Jones (2000) juga melaporkan bahwa penyakit speckle daun dapat juga

menyerang tanaman pisang liar (enset). Jika becak-becak ini makin banyak,
kematian jaringan daun yang luas akan terjadi di sepanjang tepi daun.
Di Malaysia, penyakit speckle daun pisang ini terutama ditemukan
menyerang kultivar pisang Mas (diploid AA) dan Barangan (triploid AAA)
(Sahlan dan Ahmad 2003). Jones (1993a) melaporkan bahwa gejala serangan
penyakit ini dijumpai juga pada kultivar Pisang Nangka (triploid AAB). Hasil
pengamatan di beberapa propinsi di Sumatera menunjukkan bahwa beberapa
kultivar/vairetas tanaman pisang seperti pisang Batu, Raja, Siem, Tanduk dan
Ambon tidak ditemukan terserang penyakit speckle ini.
Penyakit speckle daun pertama kali dilaporkan menyerang tanaman pisang di
negara Jamaika dan Afrika Barat. Selanjutnya penyakit ini dilaporkan menyerang
pertanaman pisang di Asia (Bangladesh, Hong Kong, Indonesia, Malaysia, Nepal,
Sri Lanka, Thailand dan Vietnam), Australia-Oseania (Papua New Guinea,
Kepulauan Solomon dan Samoa Barat), Afrika (Burundi, Kamerun, Ivory Coast,
Republik Demokratik Congo, Mesir, Ethiopia, Ghana, Guinea, Rwanda, Sierra
Leone, Afrika Selatan, Sudan, Togo, Uganda dan Zimbabwe), Amerika Latin dan
Caribbia (Cuba, Ekuador, Honduras dan Jamaica).
Di Afrika dilaporkan bahwa penyakit speckle daun merupakan penyakit
utama di beberapa negara dan tersebar luas hampir di semua daerah/negara mulai
dari dataran rendah sampai dataran tinggi. Laporan terbaru menyebutkan bahwa
penyakit speckle daun ini merupakan penyakit utama yang menyerang pertanaman
pisang di Uganda dan Malaysia. Di Uganda penyakit speckle daun telah
menyebabkan kerusakan daun/ nekrosis tanaman yang terserang mencapai lebih
dari 95%, sementara di Malaysia kerusakan daun yang parah terjadi pada
beberapa kultivar pisang (Barangan dan Mas).
C. Faktor Yang Mempengaruh Speckle
Burik dibantu oleh keadaan yang teduh, penanaman yang rapat, cuaca yang
sejuk, dan curah hujan yang tinggi (Graham, 1971). Burik terdapat pada daundaun tua. Cladosporium musae terdapat pada varietas Kepok, Raja, Saba Landa,
Klutuk (Arifin, 1987).

Bagian. II
A. Kerugian Pertumbuhan
Pertumbuhan tanaman pisang selalu diganggu oleh serangan organisme
pengganggu tanaman, baik di pembibitan maupun di lapangan. Adanya penyakit
pada daun dapat mengurangi fotosintesis, sehingga mengganggu pertumbuhan dan
perkembangan tanaman (Kistler, 1997; Smith, 2007). Tanaman pisang rakyat
seperti kultivar ambon, barangan, dan kepok banyak yang rusak oleh penyakit
tanaman (Hermanto & Setyawati, 2002).
B. Hasil Akibat Penyakit
Laporan menyatakan bahwa penyakit speckle daun akan memperpendek
umur daun tanaman yang terserang serta menyebabkan daun cepat tua dan
mengering. Pada tanaman pisang yang tidak di semprot fungisida, serangan
penyakit speckle daun ini akan mempercepat munculnya daun-daun baru sehingga
siklus hidupnya semakin pendek. Hal ini terjadi karena baik waktu berbunga
maupun proses penuaan buah dipercepat meskipun jumlah buah yang
dihasilkannya sama. Akan tetapi akibat terjadinya proses tersebut jumlah buah
yang dihasilkan berkurang serta berat buahnya menurun sekitar 37% serta mutu
buahnya menjadi jelek.
Selama ini perhatian terhadap penyakit speckle daun pisang masih sangat
kurang. Hal ini disebabkan karena penyakit ini dianggap hanya sebagai penyakit
yang kurang penting karena menyerang daun pisang yang tua yang tumbuh di
daerah tropis yang beriklim lembab dan basah. Namun pada kenyataannya,
penyakit speckle daun pisang mempunyai potensi besar untuk menyebabkan
terjadinya kerugian. Sebagai contoh, di Malaysia usaha perkebunan pisang
Barangan (AAA) dan Mas (AA) rusak parah akibat serangan penyakit speckle
daun sehingga produksinya menurun drastis.

Bagian. III
A. Identifikasi Penyakit
Morfologi Cladosporium musae.
Jamur patogen : Cladosporium musae, ukuran konidium : (8-19)(3-5) m.
Bentuk konidium : Berwarna coklat kehijauan, konidium berbentuk jorong, coklat
pucat, bersel 1, jarang bersel 2.
Konidiofor lurus, coklat pucat, berukuran (70-185) x (4-7) m, cabang lurus,
tanpa warna, dan berukuran (18-50) x (3-4) m. Konidium jorong, coklat pucat,
bersel 1, jarang bersel 2, dan berukuran (8-19) x (3-5) m. Hal ini sesuai dengan
pendapat Crous et al. (2005), yang menyatakan bahwa Cladosporium musae
dinyatakan

dalam

Cladosporium

karena konidium dan konidiofor yang

berpigmen dan dibentuk di dalam rangkaian. Lebih lanjut dikatakan oleh Crous et
al. (2005), berdasarkan ciri morfologi dan data molekul, khususnya

ur utan

DNA, genus Cladosporium ditaksonomi ulang menjadi Metulocladosporium


musae (E.W. Mason) Crous, Schroers, Groenewald, U. Braun & K. Schubert,
comb. nov., dengan sinonim Periconiella sapientumicola Siboe.
Cladosporium musae Mason membentuk konidiofor mengelompok sampai 3
pada sisi bawah daun. Konidiofor lurus, coklat pucat, 70-1854-7m, cabangcabang lurus, hialin, 18-503-4m. Konidium jorong, coklat pucat, bersel 1,
jarang bersel 2, 8-193-5m.
Daur Penyakit
Seluk-beluk penyakit tersebut baru sedikit diketahui. Konidium dibentuk
pada sisi bawah daun, dipencarkan oleh angin dan air hujan ke daun yang sehat.
Jamur mengadakan penetrasi melalui mulut kulit dan sel-sel tiang di sekitarnya,
sehingga hanya membentuk bintik coklat atau hitam sebesar kepala jarum. Oleh
karena itu gejala burik lebih jelas terlihat pada sisi atas daun.
Identifikasi penyakit berdasarkan atas gejala yang ada serta bentuk
konidiophore sebagaimana telah dipublikasikan sebelumnya (Sahlan dan Ahmad
2003).

Gambar. B

Gambar. A

Gambar. A.1: Gejala awal yang di timbulkan oleh penyakit speckle; B.1: Gejala lanjut penyakit
speckle.

Data skala kategori serangan:


No.
1.
2.

Nama Tanaman
Tanaman Pisang Kepok
Tanaman Pisang Barangan

Sehat
4 pelepah daun
6 pelepah daun

Sakit
5 pelepah daun
7 pelepah daun

Jumlah
9
13

Dari hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa faktor kultivar sangat


menentukan keberadaan penyakit speckle. Di lahan-lahan perkarangan maupun
perkebunan yang ada tanaman pisang Kepok atau Barangan ataupun keduaduanya dapat dipastikan akan ditemukan penyakit speckle daun. Kenyataan ini
didukung dengan fakta bahwa penyakit speckle ditemukan di propinsi Sumatera
Barat dan Sumatera Utara karena ke dua kultivar pisang tersebut banyak
diusahakan di propinsi tersebut. Hal yang sama juga ditemukan di wilayah Teluk
Intan di Malaysia yang mengusahakan kultivar Emas (Sahlan dan Ahmad, 2003).
Sebagai penyakit yang dianggap tidak penting sehingga belum banyak yang
diketahui secara tepat gejala penyakit speckle ini. Pada pisang Barangan, gejala
penyakit speckle sangat khas yaitu munculnya warna keungu-unguan yang akan
tampak jelas terlihat meskipun dari jauh. Hal ini sangat kontras dengan gejala
pada tanaman pisang Kepok yang tidak muncul warna ungu.

Gambar. Data pengukuran konidia jamur Cladosporium musae

Data pengukuran konidia jamur Cladosporium musae :


No

Area

Mean

Min

Max

Angle

Lenght

18
9
24
9
35
10
53
12

188,948
183,889
158,334
193,630
179,760
167,253
180,072
180,218

154,550
155,667
144
131,333
163,476
154,745
141,667
142,766

226,276
233
199
225,667
202
193,667
228,667
221,333

45
-90
59,036
-90
35,538
-26,565
22,620
-45

16,971
8
23,324
8
34,409
0,944
52
11,314

.
1
2
3
4
5
6
7
8

Dalam data diatas diketahui bahwa panjang dan lebar setiap konidia pada
jamur Cladosporium musae yang didapat yaitu berbeda, akan tetapi konidia jamur
tersebutb membentuk kelompok dan ada juga yang menyebar. Berikut ini data
panjang konidia yang di hitung dalam beberapa sampel konidia jamur
Cladosporium musae adalah sebagai berikut : konidia (1) : panjang 16 m dan
konidia (2) : lebar 8 m; konidia (3) : panjang 23,324 m dan konidia (4) : lebar 8
m; konidia (5) : panjang 34,409 m dan konidia (6) : lebar 0,944 m; dan
konidia (7) : panjang 52 m dan konidia (8) : lebar 11,314 m.

Bagian. IV
A. Rekomendasi Pengendalian

Pada umumnya penyakit burik tidak perlu dikendalikan. Namun jika nanti
terasa merugikan, perlu diusahakan untuk mengurangi peneduhan (karena pohonpohon) dan penanaman jangan terlalu rapat.
Di pasaran banyak tersedia berbagai jenis fungisida yang dapat digunakan
untuk mengendalikan penyakit becak daun pisang. Fungisida yang digunakan
untuk mengendalikan penyakit becak daun Sigatoka kuning dan Sigatoka hitam
dipercaya dapat digunakan juga untuk mengendalikan penyakit speckle daun
pisang. Di Thailand, penyakit speckle daun pisang ini dikendalikan dengan cara
menyemprot fungisida benomyl (0.5 g/l) setiap 2 minggu selama musim
penghujan.
Di Indonesia dimana kondisi pertanaman pisangnya masih belum dikelola
secara intensif yang biasanya ditanam secara polyculture baik dari segi jenis
maupun varietasnya sehingga sedikit banyak dapat menekan tingkat serangan
suatu penyakit. Selain itu, hanya beberapa varietas pisang saja terutama Barangan
dan Mas yang sangat peka terhadap penyakit speckle daun pisang ini sehingga jika
dikebunkan dalam skala luas akan menghadapi resiko kegagalan akibat serangan
penyakit ini. Karena dianggap sebagai penyakit kurang penting (minor diseases)
maka informasi/ilmu perngetahuan tentang penyakit baik tentang biologi, etiologi,
epidemiologi maupun cara pengendaliannya masih sangat terbatas tidak saja di
Indonesia namun juga di Negara-negara penghasil pisang dunia.
Namun demikian harus diingat bahwa penyemprotan fungisida untuk
mengendalikan penyakit becak daun secara ekonomis tidak menguntungkan
dilakukan pada pertanaman pisang skala petani yang pada umumnya diusahakan
pada luasan yang sempit. Lebih dari itu bahwa penggunaan fungisida dapat
menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan serta dapat menyebabkan terjadinya
gangguan ekosistem lingkungan. Oleh karena itu, penggunaan kultivar pisang
yang tahan akan dapat mengurangi resiko di atas serta dapat menekan terjadinya
serangan penyakit becak daun pada tanaman pisang.

Daftar Pustaka

Arifin, M. (1987), Invebtaris Penyakit-Penyakit Jmaur di Lapang dan Lepas


Panen pada Pisang di Beberapa Kabupaten Jawa Timur. Tesis, Fak.
Pertanian, Univ. Brawijaya, Malang, 113 p
Crous PW, Schroers H-J, Groenewald JZ, Braun U & Schubert

K.

2005.

Metulocladosporiella gen. nov. for the causal organism of Cladosporium


speckle disease of banana. Mycological Research 110:264-275. DOI:
10.1016/j.mycres.2005.10.003.
Crous PW. 2009. Taxonomy and phylogeny of the genus Mycosphaerella and its
anamorpoh. Fungal Diversity 38:1-24
Graham, K.M. (1971), Plant Diseases of Fiji. Min. Overseas Dev., Overseas Res.
Pub1. 17, London, 250 p
http://balitbu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/filepdf/2.pdf
http://balitbu.litbang.pertanian.go.id/ind/index.php/hasil-penelitian-mainmenu46/114-inovasi-teknologi/631-penyakit-speckle-daun-tanaman-pisang
Sahlan dan Ahmad, Z. A. M. 2003. Isolasi dan identifikasi penyebab penyakit
speckle daun pada tanaman pisang. Jurnal Hortikultura.13(3): 190-196.
Semangun, Haryono. 2007. Penyakit-Penyakit Tanaman Hortikultura Di
Indonesia. Ugm Press. Yogyakarta
Stover, R. H. 1972. Banana, Plantain and Abaca disease. Commonwealth Mycol.
Institute, Kew, Surrey, England. 316 pp.
Stover, R. H. 1980. Sigatoka leaf spots of bananas and plantains. Plant disease
64(8):750-755.
Stover, R. H. and Buddenhagen, I. W. 1986. Banana breeding: polyploidy, disease
resistance and productivity. Fruits 41: 175-191.

Anda mungkin juga menyukai