Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN TETAP PRAKTIKUM PATOGEN

TUMBUHAN
ISOLASI VIRUS GEMINI PADA TANAMAN CABAI
ISOLATION GEMINI VIRUS OF PAPPER

GESTA KURNIAWAN SAPUTRA


05121407024

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2014
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Cabe (Capsicum annum L.) merupakan salah satu komoditas hortikultura
yang memiliki nilai ekonomi penting di Indonesia. Cabe merupakan tanaman
perdu dari famili terongterongan yang memiliki nama ilmiah Capsicum sp. Cabe
berasal dari benua Amerika tepatnya daerah Peru dan menyebar ke negara negara
benua Amerika, Eropa dan Asia termasuk Negara Indonesia. Cabe yang
ditemukan oleh Colombus memang merupakan tanaman asli Amerika Selatan.
Dari sinilah tanaman ini menyebar luas ke berbagai penjuru dunia (Setiadi, 2008).
Tanaman cabe banyak ragam tipe pertumbuhan dan bentuk buahnya,
diperkirakan terdapat 20 spesies yang sebagian besar hidup di Negara asalnya.
Masyarakat pada umumnya hanya mengenal beberapa jenis saja, yakni Cabe
Besar (C. annum), Cabe Rawit (C. frustescens), Cabe Hijau (C. annuum var.
annuum) dan Paprika (Setiadi, 2008).
Cabe cukup banyak ditanam oleh petani di Indonesia dari dataran rendah
hingga dataran tinggi (0 - 1.200 m dpl). Tanaman cabe dapat ditanam diberbagai
tipe lahan yaitu lahan sawah dan tegalan (kering). Produktivitas yang dapat
dicapai dengan menggunakan teknologi budidaya yang sempurna adalah 10,8
ton/ha. Cabe digunakan untuk keperluan rumah tangga dan bahan baku industri
obat-obatan. Kandungan vitamin C pada buah cabe cukup tinggi. Hal ini
merupakan suatu indikator bahwa cabe dapat dikategorikan sebagai komoditas
komersial dan potensial untuk dikembangkan (Hendrawanto,2007).
Produksi cabai di Indonesia belum dapat memenuhi kebutuhan cabai
nasional sehingga pemerintah harus mengimpor cabai yang mencapai lebih dari
16.000 ton per tahun (DBPH, 2009). Rataan produksi cabai nasional baru
mencapai 4,35 ton/ha, sementara potensi produksi cabai dapat mencapai 10
ton/ha. Kendala biologis yang diakibatkan oleh serangan patogen virus pada cabai
masih merupakan penyebab utama kegagalan panen, maka usaha untuk mengatasi

penyakit cabai akibat virus sangat perlu mendapat perhatian (Suryaningsih dkk.,
1996).
Cabai diproduksi secara luas di sumatera selatan untuk memenuhi
kebutuhan lokal dan nasional. Kultivar cabai yang banyak ditanam di Sumatera
selatan adalah cabai besar (Capsicum annum L) dan cabai rawit (Capsicum
frutescens L). Sebagian besarcabai di produksi pada lahan tanpa irigasi sehingga
menyebabkan penurunan produksi selama musim kemarau mencapai 50%, selain
akibat penanaman tanpa irigasi penurunan produksi lebih besar disebabkan oleh
serangan penyakit, terutama penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus.
Tanaman cabai yang terinfeksi virus menunjukkan gejala mosaik dan kuning.
Penyakit kuning pada cabai berasosiasi dengan Pepper leaf curl geminivirus
(PepLCV), sedangkan penyakit mosaik dapat terjadi karena asosiasi lebih dari
satu jenis virus. DiIndonesia jenis virus penting yang menyerang tanaman cabai
meliputi Cucumber mosaic virus (CMV), Chili veinal mottle virus (ChiVMV),
Tobacco mosaic virus (TMV), dan Gemini virus (Duriat,1996)
Menurut Duriat dan Gunaini (2003), para pakar virologi seperti Neinhaus
(1981) dan Kalloo (1994) telah mencatat antara 13 35 jenis virus yang
menyerang tanaman cabai di daerah tropis dan sub tropis. Prevalensi penyakit
virus dari waktu-kewaktu terjadi perubahan seperti hasil deteksi virus cabai yang
dilakukan Balai Penelitian Tanaman Sayuran (Balitsa) Lembang antara 19861995. Hasil survei tahun 1986 dan 1990 dilaporkan urutan tiga virus utama yaitu
CMV (Cucumber Mosaic Virus), PVY (Potato Virus Y) dan TEV (Tobacco Etch
Virus). Pada tahun 1992 dan 1995 urutan berubah menjadi CMV, ChiVMV (Chili
Veinal Mottle Virus) dan PVY. Pada tahun 2002 dan 2003 geminivirus
(virusvkuning) telah menjadi epidemi di sebagian daerah sentra produksi cabai di
Indonesia. Sedangkan menurut Duriat et al., (1995) dan Suryaningsih dkk., (1996)
beberapa macam virus telah dilaporkan dapat menyerang kultivar cabai di
Indonesia, empat virus penting diantaranya yaitu Cucumber Mosaic Virus (CMV),
Chilli Veinal Mottle Virus (ChiVMV), Potato Virus Y (PVY) dan Tobaco Mosaic
Virus (TMV) dapat menginduksi gejala mosaik. CMV merupakan virus yang
sangat penting pada tanaman cabai, karena selalu terdapat di antara virus yang
lainnya, dan mengakibatkan kerugian yang cukup besar. Penurunan produksi
akibat virus mosaik ini dapat dengan cepat tersebar ke pertanaman di sekitar

sumber virus sesuai dengan aktivitas kutu daun (aphids) yang berfungsi sebagai
vektornya. Sampai saat ini beberapa usaha yang dilakukan untuk pengendalian
CMV pada tanaman cabai belum memberikan hasil seperti yang diharapkan
(Suryaningsih dkk., 1996).
Selama penyebaran virus mosaik ini di lapangan, paling tidak muncul dua
fenotipe penyakit yaitu; tipe I disebabkan oleh CMV bersama-sama dengan satelit
RNA, dan tipe II disebabkan oleh CMV saja. Keadaan ini menyebabkan adanya
perhatian para ilmuwan untuk mencari informasi baru tentang ekoepidemiologi
CMV dan satelit RNA nya (Gallitelli, 1998). Satelit RNA mampu mengatur
ekspresi penyakit yang disebabkan oleh CMV yang terjadi pada spesies tanaman
pertanian penting. Perhatian tentang masalah ini terus meningkat untuk
mendapatkan informasi tentang satelit RNA yang lain yang dapat memodifikasi
penyakit dan selanjutnya dipakai untuk menentukan dasar-dasar pengendalian
CMV, sehingga tingkat keberhasilannya dapat lebih mendekati yang diharapkan
(Kaper et al., 1998).
1.2. Tujuan
Tujuan dari praktikum ini yaitu untuk mengetahui teknik isolasi virus
penyebab penyakit menguning pada daun cabai ke tanaman cabai yang sehat.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Cabai Rawit
2.1.1. Sistematika
Tanaman cabai rawit diklasifikasikan sebagai berikut (Cahyono,2003)
Kingdom

: Plantae

Divisi

: Spermatophyta

Sub divisio

: Angiospermae

Kelas

: Dicotyledoneae

Ordo

: Corolliforea

Famili

: Solanaceae

Genus

: Capsicum

Spesies

: Capsicum frutescens L.

2.1.2. Morfologi
Cabe rawit mempunyai struktur yang hampir sama dengan cabai besar.
Satu buku biasanya keluar lebih dari satu buah. Daunnya bulat telur, dasarnya
lebih lebar, ujung menyempit dan merucing, warna daun hijau muda, permukaan
bawah berbulu, lebar 0,5-5 cm, panjang 1-10 cm, panjang tangkai 0,5-3,5 cm.
Bunganya kecil, terletak pada ujung ranting, jumlahnya satu atau dua kadang
kadang lebih. Tangkai bunga tegak, panjangnya 1,5-2,5 cm, warnanya hijau muda.
Kelopak bunga kecil, berbentuk bintang segi 5, warnanya hijau kekuningan.
Mahkota bunga warna kuning-kehijauan, garis tengah 0,5-1 cm, bentuk bintang
bersudut 5. Benang sari 5 buah, tegak, warna kepala benangsari ungu. Buahnya
kecil, berbentuk kerucut, ujung runcing, tegak, dan tangkainya panjang, panjang
buah 1-3 cm, garis tengah 0,3-1 cm, apabila sudah masak warnanya merah cerah,
orange atau putih-kekuningan mengkilat. Dalam 1 gram terdapat kurang lebih
250-300 biji dan rasanya pedas sekali. Perakaran cabai merupakan akar tunggang
yang terdiri atas akar utama (primer) dan akar lateral (sekunder). Dari akar lateral
keluar serabut-serabut akar (akar tersier). Panjang akar primer berkisar 35-50 cm.
Akar lateral menyebar sekitar 35-45 cm (Hendrawanto,2007).
Beberapa varietas cabai rawit, yaitu cengek leutik yang buahnya kecil,
berwarna hijau, dan berdiri tegak pada tangkainya; cengek domba (cengek bodas)
yang buahnya lebih besar dari cengek leutik, buah muda berwarna putih, setelah
tua menjadi jingga; dan ceplik yang buahnya besar, saat muda berwarna hijau dan
setelah tua menjadi merah, digunakan sebagai sayuran, bumbu masak dan acar
(Pitojo,2003).
Cabai rawit juga memiliki banyak varietas, diantaranya adalah cabai mini,
cabai cengek/ceplik (rawit putih), cabai cengis (rawit hijau) dan lombok japlak.

Tinggi tanaman cabai rawit umumnya dapat mencapai 150 cm. Daunnya lebih pendek
dan menyempit. Posisi bunga tegak dengan mahkota bunga berwarna kuning
kehijauan. Panjang buahnya dari tangkai hingga ujung buah hanya mencapai 3,7 5,3
cm. Bentuk buahnya kecil dengan warna biji umumnya kuning kecoklatan
(Setiadi,1997). Pemanenan pertama cabai rawit dapat dilakukan setelah tanaman
berumur 4 bulan dengan selang waktu satu sampai dua minggu sekali. Tanaman cabai
rawit dapat hidup sampai 2 3 tahun, berbeda dengan cabai merah yang lebih genjah
(Nawangsih dkk., 1999; Cahyono,2003).

Tanaman cabai merupakan self-pollinated crop yaitu tanaman yang


menyerbuk sendiri. Persilangan antar varietas secara alami masih mungkin terjadi
di lapangan yang dapat menghasilkan ras-ras cabai baru dengan sendirinya
(Cahyono, 2003). Umur tanaman dan umur panen cabai ditentukan oleh jenis
cabai yang ditanam dan kondisi lingkungan pada tanaman cabai. Tanaman cabai
besar dan keriting yang ditanam di dataran rendah sudah dapat dipanen pertama
kali umur 70-75 hari setelah tanam. Waktu panen di dataran tinggi lebih lambat
yaitu sekitar 4-5 bulan setelah tanam. Panen dapat terus-menerus dilakukan
sampai tanaman berumur 6-7 bulan. Pemanenan dapat dilakukan dalam 3-4 hari
sekali atau paling lama satu minggu sekali (Sarpian, 2000).
2.1.3. Syarat Tumbuh
Daerah dataran rendah yang tanahnya gembur dan kaya bahan organik
tanaman cabai akan dapat tumbuh dengan baik. Umur tanaman cabai dapat
mencapai 2-3 tahun. Tanaman cabai memerlukan pH tanah berkisar antara 5,5-6,8
dengan drainase baik dan cukup tersedia unsur hara bagi pertumbuhannya.
Kisaran suhu optimum bagi pertumbuhannya adalah 18-30 C (Cahyono, 2003).
Tanaman cabai secara geografis dapat tumbuh pada ketinggian 0-1200 m di atas
permukaan laut. Daerah dataran tinggi yang berkabut dan kelembabannya tinggi,
tanaman cabai mudah terinfeksi penyakit. Cabai akan tumbuh baik pada daerah
yang rata-rata curah hujan tahunannya antara 600-1250 mm dengan bulan kering
3-8,5 bulan dan tingkat penyinaran matahari lebih dari 45% (Suwandi et al.,
1997).

2.2. Penyakit daun kuning pada tanaman cabai


Terjadinya infeksi virus pada tanaman cabai dapat menurunkan pertumbuhan
dan produksi tanaman, baik secara kuantitatif maupun kualitatif (Tanaman cabai
yang terinfeksi virus menunjukkan gejala mosaik, klorosis, keriting, nekrotik, dan
kerdil. Gejala mosaik yang terjadi, dapat disebabkan oleh beberapa virus yang
menyerang tanaman cabai secara bersama sama (sinergi). Penyakit virus mosaik
pada tanaman cabai umumnya disebabkan oleh gabungan beberapa patogen virus,
yaitu CMV (Cucumber Mosaic Virus), PVY (Potato Virus Y), TMV (Tobacco
Mosaic Virus). Beberapa virus yang umum menyerang tanaman cabai yaitu : virus
CMV (Cucumber mosaic virus), TMV (Tobacco mosaic virus ), TEV (Tobacco
etch virus), PVY (Potato virus Y), ChiVMV (Chilli Veinal Mottle Virus) dan
TYLCV (Tomato yellow leaf curl virus)(Semangun, 2000).
Virus yang menginfeksi tanaman cabai juga menginfeksi tanaman spesies
lain. Lebih dari 1800 spesies tanaman dilaporkan dapat terserang virus yang sama
dengan virus yang menyerang tanaman cabai. Untuk pengendalikan virus yang
menyerang tanaman, hal yang sangat penting dilakukan adalah mendiagnosis
virus yang menyerang tanaman tersebut. Dengan hasil diagnosis tersebut, dapat
digunakan sebagai panduan untuk pemberantasan (eradikasi) beberapa sumber
virus yang potensial, sehingga tanamn cabai maupun tanaman dari spesies lain
terhindar dari infeksi virus yang menyerang tanaman cabai (Edwarson dan
Christie, 1997).
Tanaman cabai seringkali terserang virus dengan menunjukkan gejala
mosaik, sehingga dapat menurunkan produksi buah cabai. Penyakit virus tersebut
pada umumnya tersebar karena adanya vektor misalnya, Myzus persicae (aphids),
Bemisia tabaci (lalat putih), Thrips tabaci. TMV merupakan virus yang diketahui
dapat ditularkan melalui benih (seed transmission).
2.2.1 CMV (Cucumber Mosaic Virus)

CMV termasuk dalam kelompok Cucumovirus, bersama-sama dengan


Peanut stunt virus (PStV) dan Cabaio aspermy virus (CAV) (Palukaitis et al.,
1997). CMV mempunyai tiga RNA genom beruntai tunggal (RNA 1, 2, 3), satu

RNA subgenom (RNA 4). Masing-masing RNA ini mempunyai fungsi genomic
yang berbeda (Kaper dan Waterwoth 2001). Berdasarkan beberapa kriteria, isolate
CMV dibagi menjadi subgroup I dan II. Wang et al., (1998) membaginya
berdasarkan bobot RNA 1 dan RNA 2, Edward dan Gonsalves (1999) berdasarkan
peptide mapping dari protein mantel (coat protein), dan Piazolla et al. (2000)
dengan menggunakan hibridisasi RNA. cDNA probe yang dikembangkan oleh
Owen dan Palukaitis (1998), Wahyuni dan Francki, (1996) juga berhasil
membedakan isolat CMV subgroup I dari isolat subgroup II. CMV membutuhkan
3 buah RNA untai tunggal fungsional (RNA 1,2, dan 3) untuk dapat menginfeksi.
Subgenom RNA ke-4 (RNA4) adalah kurir lapisan protein subgenomik,
komponen RNA ke-5 (CARNA 5) merupakan molekul RNA berukuran kecil yang
sepenuhnya bergantung pada virus penolong untuk replikasinya tetapi tidak
mendukung virus penolong dengan fungsi esensial apapun (Gallitelli, 1998).
Serangan CMV pada cabai dapat menyebabkan berbagai perubahan pada
daun seperti perubahan warna (mosaik/mosaic atau belang/mottle); perubahan
bentuk (menggulung, deformasi, menyempit, mengkerut atau berubah seperti tali
sepatu/shoestring, berukuran lebih kecil); dan mengalami nekrosis (membentuk
cincin-cincin nekrotik). Gejala pada batang adalah batang mengalami stunt
(kerdil). Sedangkan pada buah adalah buah akan mengalami distorsi, diskolorasi,
deformasi, sunken areas, black spot, bercak dan cincin-cincin nekrotik, serta buah
bengkok. Pada tanaman cabai, CMV dapat menyebabkan gejala mosaik yang
parah pada daun. Pada daun yang lebih tua akan tampak gejala nekrotik cincin,
buah akan mengalami malformasi bentuk, serta terdapat bercak atau cincin
berwarna kuning di tengah, pada buah dari tanaman yang terserang CMV (Clark
dan Adams, 1977; Gallitelli, 1998). Adanya variasi gejala yang ditimbulkan CMV
akan sangat sulit untuk mengidentifikasinya hanya berdasarkan gejalanya saja.
Selain itu, juga sulit untuk membedakan isolat CMV dari Cucumovirus lainnya
(seperti; Alfalfa mosaic virus, Tomato aspermy virus, dan Peanut stunt virus).
CMV melakukan infeksi secara sistemik pada banyak tanaman. Organ atau
jaringan tanaman lebih tua yang berkembang sebelum terinfeksi virus biasanya
tidak dipengaruhi oleh keberadaan virus, namun jaringan atau sel-sel muda yang
berkembang setelah terinfeksi virus sangat dipengaruhi dan umumnya

memperlihatkan gejala akut. Gejala virus akan meningkat beberapa hari setelah
terjadinya infeksi, kemudian menurun sampai pada taraf tertentu atau sampai
tanaman mati. CMV relatif kurang stabil dalam ekstrak tanaman (sap). Pada suhu
ruang infektivitasnya cepat menurun dan akan hilang setelah beberapa jam.
Dengan perlakuan suhu 70oC atau lebih infektivitasnya akan hilang sama sekali
setelah pemanasan selama 10 menit (Agrios, 2005).
CMV terdapat hampir di semua negara dengan strain dan sifat biologinya
yang berbeda-beda. Dengan kisaran inang yang luas maka gejala yang
ditimbulkannya pun beragam (Siregar, 1993). CMV mempunyai kisaran inang
yang sangat luas, terdapat pada tanaman sayuran, hias dan buah-buahan. Selain
menyerang ketimun, CMV juga menyerang tanaman melon, labu, cabai, bayam,
tomat, seledri, bit, polong-polongan, pisang, tanaman famili crucifereae,
delphinium, gladiol, lili, petunia, tulip, zinia, dan beberapa jenis gulma Virus ini
dilaporkan dapat menginfeksi lebih dari 800 spesies tumbuhan, dapat
menyebabkan kerugian besar pada berbagai jenis tanaman. Lebih dari 60 isolat
CMV sudah diketahui sifat-sifatnya (Agrios, 2005).
Penyebaran CMV dapat dilakukan oleh lebih dari 60 spesies aphid,
khususnya oleh Aphis gossypii dan Myzus persicae secara non-persisten. Virus ini
bisa ditularkan hanya dalam waktu 5-10 detik dan ditranslokasikan dalam waktu
kurang dari satu menit. Kemampuan CMV untuk ditranslokasikan menurun
kirakira setelah 2 menit dan biasanya hilang dalam 2 jam. Selain itu, beberapa
isolate dapat kehilangan kemampuannya untuk ditularkan oleh spesies kutudaun
tertentu tapi tetap dapat ditularkan oleh spesies kutudaun yang lain. Berbagai
spesies gulma dapat menjadi inang CMV, oleh karenanya dapat menjadi sumber
virus bagi tanaman budidaya lain (Khetarpal et al., 1998). Pada daerah subtropis
CMV dapat melewati musim dingin dan bertahan pada gulma-gulma tahunan
(Agrios,2005).
Pengendalian penyakit pada virus tanaman tidak jauh berbeda dengan
yang dilakukan terhadap penyakit lain. Misalnya dengan seleksi bahan tanaman
yang sehat dan diambil dari daerah yang bebas penyakit. Perlindungan tanaman
terhadap serangga vektor dan eradikasi tanaman sumber inokulum penyakit.

Penggunaan jenis tanaman yang resisten sangat dianjurkan. Imunisasi atau


vaksinasi pada tanaman juga dapat dilakukan (Khetarpal et al., 1998).
2.2.2 ChiVMV (Chilli Veinal Mottle Virus)

ChiVMV (Chilli veinal mottle potyvirus ) merupakan salah satu virus yang
menginduksi gejala mosaik, yang dapat menginfeksi tanaman cabai, sehingga
menjadi kendala dalam produksi cabai Indonesia. Survei yang dilakukan
sebelumnya pada tahun 2005 melaporkan kejadian penyakit ChiVMV di lapangan
mencapai 100% (Opriana, 2009). Pengendalian secara konvensional terhadap
ChiVMV seringkali tidak efisien. Karakteristik gejala dari virus ChiVMV ini
adalah daun belang dan berwarna hijau gelap. Gejala yang paling keras akan
tampak pada daun yang paling muda, tanaman yang terinfeksi pertumbuhannya
akan terhambat dan memiliki garis-garis hijau gelap pada batang dan cabang.
Sebagaian besar terjadi pada bunga sebelum pembentukan buah cabai. Beberapa
buah yang dihasilkan akan nampak belang-belang, dan hal ini akan berdampak
pada kehilangan hasil secara signifikan (Opriana, 2009).
ChiVMV ditularkan oleh beberapa jenis kutudaun seperti: Myzus persicae,
Aphis gossypii, A craccivora, A spiraecola, dan Hysteroneura setariae. Penularan
virus ini melalui kutudaun dilakukan secara non persisten, dimana aphids
mendapat virus dengan mengisap tanaman yang terinfeksi hanya dengan waktu
beberapa detik, kemudian aphids akan menularkan virus dengan cepat pada
tanaman sehat, setelah itu dia akan kehilangan virus dan tidak mampu lagi
menularkan virus pada tanaman yang lain (Millah, 2007).
2.2.3 TMV (Tobacco Mosaic Virus)

TMV merupakan virus yang menyerang tanaman dan pertama kali


ditemukan pada tanaman pada tahun 1880. TMV dapat menginfeksi lebih dari 350
spesies tanaman dan menyebabkan kerugian yang besar pada tembakau. TMV
dapat memperbanyak diri jika berada pada sel hidup, tapi virus ini dapat tetap
bertahan hidup pada fase dorman dan jaringan tanaman yang mati selama
bertahun-tahun maupun di luar tanaman baik itu di dalam tanah, di permukaan
tanah maupun pada peralatan yang telah terkontaminasi virus ini. TMV menyebar

secara mekanis mechanical transmission dan serangga seperti aphids tidak


dapat menjadi vektor bagi virus ini (Garry, 2002).
Tanaman yang terserang TMV menunjukkan gejala, yaitu daun-daun muda
berubah menjadi warna belang kuning hijau, keriting serta berkerut, tanaman
kerdil, buah belang dan berwarna kuning. Gejala lain yang terlihat adalah
munculnya garis nekrosis pada daun cabai yang menyebabkan terjadinya gugur
daun. Virus ini dapat ditularkan secara mekanis melalui cairan perasan tanaman
sakit, gesekan antar daun yang sakit dan daun sehat, melalui biji dan melalui
tanah. Usaha pengendalian yang dapat dilakukan terhadap TMV adalah dengan
menghindari bekas tanah yang telah terinfeksi sebelumnya untuk areal pembibitan
cabai. Selain itu, tangan pekerja harus dicuci dahulu dengan alkohol pada waktu
perempelan daun, bunga dan pemindahan bibit ke kebun produksi. Teknologi dry
heat treatment dengan suhu 70 selama 48 jam mampu untuk menghilangkan
kontiminasi TMV pada benih cabai, tanpa merusak daya kecambahnya (Nyana
et.al., 2008).

BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu
Praktikum isolasi virus penyebab penyakit menguning tanaman cabai rawit
dilaksanakan pada hari Rabu , 20 November 2014 pukul 12.30-13.30 WIB.
Praktikum ini dilaksanakan di Laboratorium Nematologi Jurusan Hama
Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya.
3.2. Alat dan Bahan
Adapun alat yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu: 1. Amplas 2.
Alat tulis.
Adapun bahan yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu : 1. Tanaman
Cabai Sehat. , 2.Cabai terinfeksi Virus.
3.2.1. Metode
1. Siapkan Tanaman cabai yang terinfeksi virus.

2. Tanaman cabai yang terinfeksi virus kemudian di lukai menggunakan amplas.


3. Amplas untuk melukai tanaman cabai yang terinfeksi virus lalu oleskan ke
daun tanaman cabai yang sehat.
4. Amati tanaman cabai yang sehat setiap hari selama 5 hari

BAB 4
PEMBAHASAN
4.1.

Hasil

Tanaman cabe Pada hari ke tiga

Tanaman cabai pada hari ke lima

4.1. Pembahasan
Praktikum Isolasi virus pada tanaman cabai di laksanakan pada hari rabu,
19 november 2014. Praktikum ini menggunakan tanaman cabai yang terserang
virus menguning dan tanaman cabai yang sehat. Tanaman cabai yang sakit/yang
terkena virus, tanaman cabai yang terserang virus ini di cirikan dengan ada nya
tanda tanda pada daunnya yaitu seluruh daun pada tanamanan cabai mosaik,
klorosis/ menguning, keriting, nekrotik dan kerdil. Tanaman sakit ini dilukai
menggunakan amplas kemudian amplas yang sudah terdapat virus di oleskan ke
daun cabai yang sehat setelah dilakukan isolasi maka tanaman cabe akan diamati
selama 5 hari ,apakah virus yang di inokulasikan tersebut menyebabkan gejala
yang sama seperti pada tanaman yang sakit.
Pada pengamatan pertama tidak ada tanda atau gejala gejala tanaman cabai
terserang virus seperti pada tanaman yang sakit daun tanaman cabai tersebut
masih nampak sehat ini dapat dilihat dari warna daunnya yang tetap berwarna
hijau. Pengamatan kedua di lakukan pada hari kedua setelah penginokulasian
virus dan dari hasil pengamatan pada daun cabai terdapat bercak bercak hitam,
tetapi tanda tanda itu bukan merupakan gejala bahwa tanaman cabai tersebut
terserang virus penyebab penyakit menguning pada cabai kemungkinan itu
merupakan jamur ini ditandai dengan adanya spora pada bercak hitam itu . Pada
pengamatan ketiga daun tanaman cabai mengalami perubahan dari warnanya,
pada daun cabai bercak bercak hitam tersebut semakin melebar tetapi untuk gejala

gejala bahwa tanaman cabai itu terserang virus belum ada. Seperti pada hari
sebelumnya pada pengamatan ke empat masih belum ada gejala atau tanda tanda
bahwa tanaman tersebut tetinfeksi virus sedangkan daun yang terserang jamur itu
semakin menyebar. Pengamatan terakhir pada hari kelima tidak ada tanda tanda
bahwa tanaman cabai terserang virus. Dari kelima pengamatan ini ternyata
tanaman cabai tidak terserang penyakit yang disebabkan virus dari tanaman cabai
yang sakit ini dikarenakan mungkin pada saat melukai bagian tanaman virus yang
sakit ini tidak terlalu dalam jadi virus tidak terbawa.
Virus merupakan organisme subselular yang berukuran sangat kecil, lebih
kecil dari bakteri sehingga hanya dapat dilihat menggunakan mikroskop elektron
dan hanya dapat membiak di dalam sel yang hidup. Kebanyakan penyakit virus
tanaman bersifat sistematik dan virus yang menjadi penyebab terdapat diseluruh
bagian tanaman. Virus hanya dapat menginveksi inang apabila ia kontak langsung
dengan membran plasma sel, sehingga virus memerlukan benda atau organisme
lain yang dapat menginjeksikannya kedalam sel inang atau biasa disebut vektor.
Virus dapat menginfeksi inangnya melalui luka kecil pada tanaman.
Setelah virus ini bereplikasi dan memperbanyak diri, tampaklah gejala-gejala
penyakit pada tanaman seperti daun menguning, pertumbuhan terganggu, timbul
bercak-bercak pada daun dan lainnya. Dalam proses penularan virus terhadap
tanaman inangnya, terdapat aktivitas virus yang sangat berpengaruh penting yaitu
adanya siklus hidup virus yang meliputi siklus hidup patogen dan siklus hidup
penyakit. Pada siklus hidup patogen virus berlangsung dari awal pertumbuhan
hingga reproduksi virus, sedangkan siklus hidup penyakit meliputi perubahanperubahan patogen pada tubuh tanaman inang dan rangkaian perubahan tanaman
inang.
Penyakit virus mosaik pada tanaman cabai umumnya disebabkan oleh
gabungan beberapa patogen virus tanaman cabai cabai umumnya disebabkan oleh
gabungan beberapa patogen virus, yaitu CMV (Cucumber Mosaic Virus), PVY
(Potato Virus Y), TMV (Tobacco Mosaic Virus). yaitu : virus CMV (Cucumber
mosaic virus), TMV (Tobacco mosaic virus ), TEV (Tobacco etch virus), PVY
(Potato virus Y), ChiVMV (Chilli Veinal Mottle Virus) dan TYLCV (Tomato
yellow leaf curl virus). Tanaman cabai yang terserang virus menunjukkan gejala,

yaitu daun-daun muda berubah menjadi warna belang kuning hijau, keriting serta
berkerut, tanaman kerdil, buah belang dan berwarna kuning. Gejala lain yang
terlihat adalah munculnya garis nekrosis pada daun cabai yang menyebabkan
terjadinya gugur daun.
Tanaman cabai seringkali terserang virus dengan menunjukkan gejala
mosaik, sehingga dapat menurunkan produksi buah cabai. Penyakit virus tersebut
pada umumnya tersebar karena adanya vektor misalnya, Myzus persicae (aphids),
Bemisia tabaci (lalat putih), Thrips tabaci. TMV merupakan virus yang diketahui
dapat ditularkan melalui benih (seed transmission).

BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari praktikum ini yaitu sebagai berikut :
1. Virus merupakan organisme subselular yang berukuran sangat kecil, lebih
kecil dari bakteri sehingga hanya dapat dilihat menggunakan mikroskop
elektron dan hanya dapat membiak di dalam sel yang hidup.
2. Virus dapat menginfeksi inangnya melalui luka kecil pada tanaman atau
melalui vektor seperti serangga, manusia, benih, hewan.
Penyakit daun kuning dalam cabai disebabkan oleh virus CMV (Cucumber

3.

mosaic virus), TMV (Tobacco mosaic virus ), TEV (Tobacco etch virus), PVY
(Potato virus Y), ChiVMV (Chilli Veinal Mottle Virus) dan TYLCV (Tomato
yellow leaf curl virus). Virus ditularkan oleh kutu kebul (Whitefly, Bemisia
tabaci Genn.).
4. Serangan virus dapat menyebabkan daun tanaman menggulung, mengeras,
bertekstur kasar dan lebih tebal dibanding tanaman normal. Daun tanaman
yang

terserang

juga

akan

mengalami

klorosis

(yellowing)

dan

mengkerut/keriting.
5. Tanaman cabai sehat yang telah di aplikasikan dengan virus dari tanaman yang
sakit tidak menimbulkan gejala bahwa tanaman cabai itu terserang virus
5.2.

Saran

Dalam praktikum ini seharusnya alat yang digunakan sebai vektor virus
harus steril supaya tanaman tidak terserang penyakit lain dan dalam melakukan
pengamatan harus lebih teliti.

DAFTAR PUSTAKA
Agrios, G.N. 2005. Plant Pathology. 5th Ed. Academic Press, New York.
Duriat, AS 2008, Pengaruh ekstrak bahan nabati dalam menginduksi ketahanan
tanaman cabai terhadap vektor dan penyakit kuning keriting, J. Hort., vol.
18, no. 8, hlm. 446-456.
Edwards, M. C., D. Gonsalves. 1999. Grouping seven biologically defined
isolates of Cucumber mosaic virus (CMV) by peptide mapping.
Phytopathology 73: 1117-1120.42
Gallitelli. D. 1998. Present status of controlling Cucumber mosaic virus (CMV).
in: Hadidi A, Khetarpal RK, Koganezawa H (eds.) Plant Virus Disease
Control. APS Press. pp: 507-523.
Gunaeni, N., Duriat, A.S. Sulastrini, I. Wulandari, A., dan Purwati, E. 2002.
Pengaruh Perbedaan Struktur Jaringan Tanaman Tomat terhadap Infeksi
CMV dan TYLCV, Laporan Hasil Penelitian T.A. 2001, Balitsa, Lembang.
Garry. 2002. Tobacco Mosaic Virus. In: Plant disease Facts. Departemen of Plant
Phatologhy. University of Pennsyvania State University.
Haryono, S. 2007. Penyakit-Penyakit Tanaman Holtikultura di Indonesia (Edisi
Kedua). Gadjah Mada University Press, Yogyakarta
Hendrawanto, A. A. 2007. Hubungan Dinamika Populasi Kutu Kebul (Bemisia
tabaci) dan Curah Hujan Terhadap Penyakit Kuning pada Per tanaman
Cabai (Capsicum annum L.) di Lampung Barat. Skripsi. Universitas
Lampung. Bandar Lampung. 38 hlm.
Kaper, J. M., H. E. Waterworth. 2001. Cucumoviruses. in: E. Kurstak (ed.)
Handbook of Plant Virus Infections: Comparative Diagnosis.
Elsevier/North Holland Biomedical Press. pp: 257-332.

Khetarpal, R. K., B. Maisonneuve, Y. Maury, B. Chalhouh, Dinant, H. Lecoq,


A.Varma. 1998. Breeding for resistance to plant viruses. In: Hadidi A,
Khetarpal RK, Koganezawa H (eds.) Plant Virus Disease Control. APS
Press. pp: 14-32.
Lapidot, Moshe, M. Friedmann, M. Pilowsky, R. Ben-Joseph, and S. Cohen. 2001.
Effect of host resistance to Tomato yellow leaf curl virus (TYLCV) on
virus acquisition and transmission by its whitefly vector. Phytopathologi
91:1209-1213.
Millah, Z. 2007. Pewarisan Karakter Ketahanan Tanaman Cabai Terhadap Infeksi
Chilli Veinal Mottle

Nurharyati. 2012. Virus Penyebab Penyakit Tanaman. Palembang : Unsri Press.

Nyana, D.N., G.Suastika, K.T.Natsuaki and H.Sayama. 2005. Control of


Cucumber Mosaic Virus on Tobacco by Attenuated-CMV. ISSAAS Journal
11 (3) : 97-102.
Opriana, E. 2009. Metode Deteksi Untuk Pengujian Respon Ketahanan Beberapa
Genotipe Cabai Terhadap Infeksi ChiVMV). Tesis. Departemen Proteksi
Tanaman IPB.
Owen, J., P. Palukaitis. 1998. Characterization of Cucumber mosaic virus. I.
Molecular heterogeneity mapping of RNA 3 in eight CMV strains.
Virology 166: 495-502.
Pitojo, S. 2003. Benih Cabai. Yogyakarta: Kanisius.p.23-24.
Sarpian, R.H 2000. Usaha Tani Cabai Rawit. Yogyakarta: Kanisius.p.31-33.

Sastrahihayat, I. R. 1990. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Penerbit Usaha Nasional.


Surabaya. Cahyono, B. 2003. Cabai Rawit. Yogyakarta: Kanisius.p.28-32
Setiadi. 1997. Bertanam Cabai. PT Penebar Swadaya. Jakarta. Suryaningsih,
Sutarya, R., A.S. Duriat .1996. Penyakit tanaman cabai merah dan
pengendaliannya. Teknologi Produksi Cabai Merah. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Hortikultura, Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian. p: 64-84.
Semangun, H. 2000. Penyakit-Penyakit Tanaman Hortikultura di Indonesia. Gajah
Mada University Press. Yogyakarta. p 850.

Anda mungkin juga menyukai