Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN

EKSKRESI

Oleh:
Nama : Fawaz Altop Zulfikar
NIM : 1157020026
Kelas/Kelompok : 4A/6 (Enam)
Dosen Pengampu : Risda Arba Ulfa, M.Si.
Asisten Dosen : Yuni Maryeti
Tanggal praktikum : Senin, 6 Maret 2017
Tanggal pengumpulan : Senin, 13 Maret 2017

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2017 M/1438 H
I. PENDAHULUAN
1.1.Tujuan Praktikum
1. Pemeriksaan kandungan glukosa, albumin, dan klorida dalam urin.
2. Pengenalan bau amonia dari hasil penguraian urea dalam urin.
3. Pembuktian kandungan urea dalam urin.
1.2. Dasar Teori
Terlepas apakah hewan hidup di darat, di perairan asin, atau di perairan tawar,
keseimbangan air bergantung pada regulasi pergerakan zat terlarut antara cairan internal
dan lingkungan eksternal. Sebagian besar pergerakan ini ditangani oleh sistem ekskresi.
Sistem-sistem ini penting untuk homeostatis karena membuang zat-zat buangan metabolik
dan mengontrol komposisi cairan tubuh. Pada langkah pertama, cairan tubuh (darah, cairan
selom, atau hemolimfe) bersentuhan dengan membran permeabel selektif dari epitelum
transpor. Pada sebagian besar kasus, tekanan hidrostatik (tekanan darah pada banyak
hewan) mendorong suatu proses filtrasi. Sel-sel seperti sel protein dan molekul-molekul
besar yang lain, tidak dapat melintasi membran epitel dan tetap berada di dalam cairan
tubuh. Sebaliknya, air dan zat-zat terlarut yang kecil, seperti garam, gula, asam amino, dan
zat-zat buangan bernitrogen, melintasi membran tersebut, membentuk suatu cairan yang
disebut filtrat (Campbell, et al., 2010).
Salah satu organ dalam sistem ekskresi adalah ginjal. Ginjal membantu
mempertahankan kompoisi cairan ekstraselular tubuh, dan meregulasi ion, status asam-
basa, dan cairan tubuh. Ginjal juga memiliki fungsi endoktrin. Plasma difiltrasi oleh
kapiler di glomerulus dan komposisi filtrat akan dimodifikasi melalui reabsorpsi dan
sekresi di nefron. Rata-rata keluaran urin adalah ~1,5 liter per hari, walaupun bisa
berkurang hingga <1 liter perharinya dan meningkat hingga mendekati 20 liter perhari.
Ginjal terletak pada kedua sisi kolumna vertebralis, di belakang peritenoum. Arteri dan
vena renalis, limfatik, dan saraf memasuki ginjal melalui hilus, tempat munculnya pelvis
renalis yang akan menjadi ureter. Ginjal dikelilingi oleh jaringan fibrosa kapsul ginjal. Di
bagian dalam, ginjal memiliki korteks bagian luar berwarna gelap yang mengelilingi
medula berwarna lebih terang, yang berisi lobul-lobus triangular atau piramid. Korteks
berisi glomerulus dan tubulus proksimal serta tubulus distal dari nefron, sedangkan ansa
henle dan duktus kolektivus turun ke dalam medula. Setiap ginjal mengandung ~800.000
nefron. Duktus kolektivus menjadi satu di papila pada apeks setiap paramid, dan
mengosongkan isinya ke dalam kaliks dan kemudian ke pelvis renalis. Urin akan di dorong
oleh ureter ke kandung kemih oleh peristalsis (Ward, et al., 2009).
Filtrat dikonversi menjadi cairan buangan melalui transpor spesifik material ke
dalam atau ke luar filtrat. Proses reabsorpsi selektif memulihkan molekul-molekul yang
berguna dan air dari filtrat dan mengembalikannya ke cairan tubuh. Zat terlarut yang
berharga-termasuk glukosa, garam-garam tertentu, vitamin, hormon, dan asam amino-
direabsorpsi melalui transpor aktif. Zat terlarut non esensial dan zat buangan ditinggalkan
di dalam filtrat atau ditambahkan ke cairan tersebut melalui sekresi selektif, yang juga
terjadi melalui transpor aktif. Pemompaan berbagai zat terlarut tersebut menyesuaikan
pergerakan osmotik air ke dalam atau ke luar filtrat. Pada langkah terakhir-ekskresi-, filtrat
yang telah diproses akan dilepaskan dari tubuh sebagai urin. (Campbell, et al., 2010).
Pada vertebrata atau beberapa jenis kordata, organ yang terspesialisasi biasa disebut
ginjal (dalam bahasan ekskresi), yang berfungsi dalam osmoregulasi ataupun eksresi.
Seperti organ-organ ekskresi sebagian besar filum hewan, ginjal terdiri atas tubulus-
tubulus (Vivarelli, et.al., 2012).
Sistem-sistem yang menjalankan fungsi-fungsi ekskresi dasar sangat bervariasi di
antara kelompok-kelompok hewan. Akan tetapi, pada umumnya terbuat dari jejaring
tubulus kompleks yang memberikan area permukaan yang luas untuk pertukaran air dan
zat terlarut, termasuk zat-zat buangan bernitrogen (Campbell, et al., 2010).
Ginjal vertebrata biasanya tidak memiliki segmen (atau tidak bersegmen). Namun
hagfish, yang merupakan kordata invertebrata, memiliki ginjal dengan tubulus eksresi
yang tersusun bersegmen-segmen; jadi, struktur ekskresi nenek moyang vertebrata
mungkin bersegmen-segmen (Saran, et.al., 2015).
Cacing pipih (filum Playthesminthes), yang tidak memiliki selom atau rongga tubuh,
memiliki sistem ekskresi yang disebut protonefidia yang membentuk jejaring tubulus
buntu yang terhubung ke bukaan eksternal. Tubulus tersebut bercabang-cabang ke seluruh
tubuh. Unit-unit selular yang disebut sel api menudungi cabang setiap protonefridia.
Terbentuk dari satu sel tubulus dan satu sel tudung, setiap sel api memiliki sejumput silia
yang menjulus ke dalam tubulus. Selama filtrasi, denyutan silia menarik air dan zat-zat
terlarut dari cairan intestisial melalui sel api, sehingga melepaskan filtrat ke dalam jejaring
tubulus. Filtrat yang telah diproses kemudian bergerak keluar melalui tubulus dan dibuang
sebagai urin ke lingkungan eksternal. Urin yang dieksresikan oleh cacing pipih air tawar
memiliki konsentrasi zat terlarut yang rendah, sehingga membantu menyeimbangkan
pengambilan osmotik air dari lingkungan. Protonefridia juga ditemukan pada rotifera,
beberapa anelida, larva moluska, dan lanselet (Campbell, et al., 2010).
Ginjal menjadi tempat bagi kompleks kadnium-metalothionien melalui glomerulus
dan diserap oleh tubulus proxima. Di dalam sel ginjal, kadnium dilepas dari protein
metalothionien dan dapat terakumulasi sampai pada tingkat toksis. Penyerapan kadnium
ditemukan di ginjal. Dari beberapa beban tubuh dan konsentrasi tertinggi ditemukan di
bagian korteks (Ningsih, 2014).
Sebagian besar anelida, misalnya cacing tanah, memiliki metanefridia atau organ-
organ ekskresi yang membuka secara internal ke selom. Setiap segmen cacing memiliki
sepasang metanefridia, yang terendam dalam cairan selom dan terbungkus oleh jejaring
kapiler. Corong bersilia mengelilingi bukaan internal. Saat silia berdenyut, cairan tertarik
ke dalam tubulus pengumpul, yang mencakup kandung kemih penyimpanan urin yang
membuka ke luar. Metanefridia cacing tanah memiliki fungsi ekskresi sekaligus fungsi
osmoregulasi (Campbell, et al., 2010).
Batu di saluran kemih merupkan gangguan ketiga terbesar pada sistem urania.
Sekitar 80% dari batu terdiri dari kalsium oksalat dan kalsium fosfat. Batu pada sistem
urania dapat menyebabkan obstruksi, hidronefrosis, infeksi, dan perdarahan di sistem
urania. Prosedur umum yang sering digunakan di negara-negara maju adalah
menggunakan high power-laser untuk menghilangkan batu. Prosedur ini cukup mahal dan
tingkat keterulangan terjadinya batu pada sistem urania sangat tinggi sehingga upaya
pencegahan perlu dilakukan (Wientarsih, et.al., 2012).
Pemberian ekstrak yang mengandung antosianin dari tumbuh-tumbuhan dapat
mencegah stres oksidatif dan mengatasi komplikasi mikrovaskular serta mengatasi
kerusakan jaringan ginjal. Antosianin adalah suatu pigmen tumbuh-tumbuhan, yang
merupakan antioksidan alami yang terdapat pada berbagai tanaman, seperti misalnya pada
ubi jalar ungu yang terdapat di bali (Jawi, et.al., 2014).
II. METODE
3.1. Alat dan Bahan
NO ALAT JUMLAH BAHAN JUMLAH
1 Tabung Reaksi 4 Buah Sampel Urin 130 Tetes (6,5 mL)
2 Bunsen 1 Set Asam Nitrit Pekat 3 mL
3 Pipet Tetes 5 Buah Larutan Benedict 5 mL
4 Gelas Kimia 1 Buah Larutan AgNO3 100% 2 Tetes
3.2.Cara Kerja
3.2.1. Glukosa Dalam Urin
5 mL Larutan Benedict
Dididihkan dalam tabung reaksi, ditambahkan 8 tetes urin
Dipanaskan 1-2 menit, diamati perubahan yang terjadi
Endapan
3.2.2. Albumin Dalam Urin
3 mL Asam Nitrit Pekat
Dimasukkan dalam tabung reaksi, lalu dimiringkan
Diteteskan 2 tetes urin secara perlahan, lalu diamati perubahan yang terjadi
Cincin Putih
3.2.3. Klorida Dalam Urin
5 mL Urin
Dimasukkan ke tabung reaksi, ditambahkan 2 tetes larutan AgNO3
Diamati perubahan yang terjadi
Endapan Putih
3.2.4. Amonia Dalam Urin
1 mL Urin
Dimasukkan ke tabung reaksi, dipanaskan dengan bunsen
Dicium aroma (bau)nya
Aroma Urin
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Hasil Pengamatan
Uji
No. Hasil
Glukosa Albumin Klorida Ammonia
1. Intan
Lupida

(Dokumen (Dokumen (Dokumen (Dokumen


Pribadi, 2017) Pribadi, 2017) Pribadi, 2017) Pribadi, 2017)
Hijau (1%) Tidak ada cincin Endapan putih Berbau
2. Anna
Milati

(Dokumen (Dokumen (Dokumen (Dokumen


Pribadi, 2017) Pribadi, 2017) Pribadi, 2017) Pribadi, 2017)
Hijau (1%) Tidak ada cincin Endapan putih Berbau
3. Fawaz
Altop

(Dokumen (Dokumen (Dokumen (Dokumen


Pribadi, 2017) Pribadi, 2017) Pribadi, 2017) Pribadi, 2017)
Hijau (1%) Tidak ada cincin Endapan putih Berbau
4. Dwi
Cahyani

(Dokumen (Dokumen (Dokumen (Dokumen


Pribadi, 2017) Pribadi, 2017) Pribadi, 2017) Pribadi, 2017)
Hijau (1%) Tidak ada cincin Endapan putih Berbau
5. Ernawati

(Dokumen (Dokumen (Dokumen (Dokumen


Pribadi, 2017) Pribadi, 2017) Pribadi, 2017) Pribadi, 2017)
Hijau (1%) Tidak ada cincin Endapan hitam Berbau
6. Intan
Lupida

(Dokumen (Dokumen (Dokumen (Dokumen


Pribadi, 2017) Pribadi, 2017) Pribadi, 2017) Pribadi, 2017)
Hijau (1%) Tidak ada cincin Endapan putih Berbau
3.2. Pembahasan
Pada praktikum kali ini yaitu tentang eksresi, dimana akan diamati kandungan
glukosa, albumin, klorida dan ammonia di dalam sampel urin. Kandungan di dalam urin
dipengaruhi oleh penyakit yang diderita oleh orang yang diambil sampelnya apabila
seseorang mengalami kandungan glukosa yang berlebih pada tubuhnya maka urin akan
berwarna kuning, apabila ginjal seseorang rusak maka pada saat uji albumin urin orang
tersebut terdapat cincin, sedangkan apabila ada endapan pada saat uji klorida maka dalam
tubuh orang tersebut mngandung garam yang tinggi.
Dari semua sampel urin yang digunakan, diketahui bahwa semuanya memiliki
kandungan glukosa yang kecil yaitu hanya 1%, yang menandakan konsumsi makanan
mengandung gula cukup sesuai kadarnya. Begitupun pada uji albumin (tidak terdapat
kandungan albumin), uji klorida (terdapat klorida), dan uji ammonia (yang menyebabkan
aroma has cairan urin). Semuanya menandakan bahwa keenam sampel urin yang
digunakan termasuk golongan urin yang sehat. Adapun uji kandungan urea dalam urin
tidak dilakukan dikarenakan satu dan lain hal. Adapun, salah satu sampel yang digunakan
adalah dari sampel urin saya sendiri, hasil uji dipengaruhi juga oleh asupan makanan
setidaknya 2 hari sebelum pengujian (Sabtu-Ahad, 4-5 Maret 2017), di mana pada dua hari
tersebut saya mengkonsumsi oreg tempe, peda (Sabtu pagi dan sore serta Ahad sore), dan
kupat tahu (Ahad pagi).
Siklus glukosa berasal dari pemecahan amilum dan maltosa. Glukosa masuk siklus
glikolisis menghasilkan asam piruvat, kemudian masuk daur krebs dan transpor elektron
untuk menghasilkan energi berupa ATP (Brookes, 2008).
Glukosa merupakan kelompok senyawa karbohidrat sederhana atau monosakarida.
Di alam, glukosa terdapat dalam buah-buahan dan madu lebah. Glukos berfungsi sebagai
sumber energi untuk sel-sel otak, sel saraf, dan sel darah merah. Darah manusia normal
mengandung glukosa dalam jumlah atau konsentrasi yang tetap, yaitu antara 70-100 mg
tiap 100 ml darah. Glukosa darah ini dapat bertambah setelah kita makan makanan sumber
karbohidrat, namun setelah kira-kira 2 jam setelah makan, jumlah darah akan kembali
seperti semula. Pada orang yang menderita diabetes melitus, jumlah glukosa darah lebih
besar dari 130 mg/100 ml darah (Poedjiadi, 1994).
Agar dapat berfungsi secara ptimal, tubuh hendaknya dapat mempertahankan
konsentrasi darah gula (dalam bentuk glukosa) dalam batas-batas tertentu, yaitu 70-120
mg/ml dalam keadaan puasa. Bila gula darah naik di atas 170 mg/100ml, gula akan
dikeluarkan melalui urine. Sebaliknya bila gula darah turun hingga 40-50 mg/ml, kita
akan merasa gugup, pusing, lemas dan lapar. Gula darah terlalu tinggi disebut
hiperglikemia dan bila terlalu rendah disebut hipoglikemia. Hiperglikemia dalam jangka
panjang dapat menyebabkan masalah-masalah kesehatan yang berkepanjangan pula yang
berkaitan dengan diabetes, termasuk kerusakan pada mata, ginjal, dan saraf. Beberapa
macam hormon terlibat dalam pengaturan darah ini, salah satunya hormon insulin. Tingkat
gula darah dalam tubuh diatur oleh pankreas dengan cara memproduksi hormon insulin.
Insulin bertanggung jawab untuk mengontrol kadar gula dalam darah dan juga untuk
memproses karbohidrat, lemak, dan protein menjadi energi yang diperlukan tubuh
manusia. Diabetes terjadi jika tubuh tidak menghasilkan insulin yang cukup untuk
mempertahankan kadar gula darah yang normal atau jika sel tidak memberikan respon
yang tepat terhadap insulin (Tamridho, 2012).
Hubungan kadar albumin dalam tubuh dan kondisi kesehatan yang bersangkutan
sangat brpngaruh, hal itu disebabkan karena albumin seperti agen pengikat yang
memastikan konstituen darah tetap terikat bersama. Penurunan tingkat albumin
menyebabkan cairan dalam darah terpisah sehingga menumpuk di berbagai bagian tubuh
dan menyebabkan edema.Karena albumin ikut bersirkulasi dalam darah, tes darah
sederhana bisa menentukan tingkat albumin seseorang. Jika albumin hadir dalam kisaran
normal, hal ini menandakan hati berfungsi dengan baik. Kadar albumin akan dianggap
normal bila tes laboratorium menunjukkan pembacaan lebih dari 4,0 g/dL. Secara umum,
nilai normal albumin bervariasi antara 4,0 hingga 5,4 g/dL. Versi lain menyatakan tingkat
albumin normal berkisar antara 3,4-5,4 (g/dL). Sampel tes darah yang menunjukkan kadar
albumin 4,0 g/dL berarti bahwa dalam 1 liter darah terdapat 40 gram albumin. Ginjal
menyaring darah dari kotoran yang kemudian dikeluarkan dalam bentuk urin.Urin tidak
boleh mengandung albumin. Molekul albumim berukuran besar sehingga tidak akan
melewati filter ginjal dan akan kembali dalam aliran darah. Namun, albumin umumnya
tetap ditemukan dalam jumlah kecil, bahkan pada ginjal yang sehat.Hanya saja, adanya
albumin dalam jumlah signifikan dalam urin dianggap sebagai tanda awal disfungsi
ginjal.Secara keseluruhan, kisaran normal albumin urin adalah sekitar 0–8 mg/dL (Budiati,
2004).
Ammonia dalam urin merupakan senyawa yang berada dalam urin, yang bersifat
basa dan bila terkena sinar atau panas akan menimbulkan bau menyengat. Bau ammonia
tersebut berasal dari peruraian urea sebagai komponen bahan organic terbanyak dalam urin
oleh jasad renik menjadi energy dan gas NH3. Adanya kandungan klorida dalam urin
berasal dari garam-garam yang masuk ke dalam tubuh melalui makanan misalnya NaCl
yang kemudian dalam cairan tubuh akan terurai menjadi ion-ion. Klorida akan selalu ada
di dalam urin seseorang, hal ini karena pada filtrasi molekul-molekul kecil seperti glukosa
dan garam mineral direabsorpsi melalui transport aktif. Kelebihan NaCl yang dihasilkan
dari proses augmentasi dikeluarkan lewat urine dalam bentuk ion Cl (Amiruddin, 1989).

IV. KESIMPULAN
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum ini adalah:
1. Dari semua sampel urin yang digunakan, diketahui bahwa semuanya memiliki
kandungan glukosa yang kecil yaitu hanya 1%, yang menandakan konsumsi makanan
mengandung gula cukup sesuai kadarnya. Begitupun pada uji albumin (tidak terdapat
kandungan albumin), uji klorida (terdapat klorida).
2. Uji ammonia terbukti positif, yang menyebabkan aroma has cairan urin). Semuanya
menandakan bahwa keenam sampel urin yang digunakan termasuk golongan urin
yang sehat.
3. Adapun uji kandungan urea dalam urin tidak dilakukan dikarenakan satu dan lain hal.

DAFTAR PUSTAKA
Amiruddin.1989.Biologi.Jakarta: Erlangga.
Brookes, Martin.2008.Bengkel Ilmu Biologi.Jakarta: Erlangga.
Budiati, Herni.2004.Biologi Fisiologi.Bandung: Gema Ilmu.
Campbell, Neil. A, Jane B. Reece, Lisa A. Urry, Michael L. Cain, Steven A. Wasserman, Peter V.
Minorsky, and Robert B. Jackson.2010.Biologi.Jakarta: Erlangga.
Jawi, I Made, I Wayan Sumardika, Ni Made Linawati.2014.Pencegahan Gangguan Fungsi Ginjal
Karena Stres Oksidatif Pada Tikus Diabetes Dengan Ubi Jalar Ungu.Jurnal Veteriner.Vol. 15
(2): 274-280.ISSN: 1411.8237.
Ningsih, Anna Ratna.2014.Pengaruh Kadnium Pada Gangguan Patologik Pada Ginjal Tikus
Percobaan.Jurnal Matematika, Sains, dan Teknologi.Vol. 5 (1): 53-63.
Poedjiadi, Anna.1994.Dasar-dasar Biokimia.Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Saran, Rajiu, Yi Li, B. Robinson, John A., Rojesh B., and Elizabeth Cope.2015.Epidemiology Of
Kidney Diasease In The United State In 2014.American Journal Of Kidney Diases.Vol. 68
(1): 1-7.DOI: 10.1053/j.ajkd.2015.05.001.
Tamridho, Riza.2012.Rancang Bangun Alat Pengukur Kadar Gula Darah.Jurnal Universitas
Indonesia.Vol.5 (6):1-7.
Vivarelli, Marina, Andrea Pasini, and Francesco Emma.2012.Eculizumah And Refractory
Membranopoliferative Glomerulanephritis.The New England Journal Of Medicine.Vol. 36
(12): 1163-1166.
Ward, Jeremy, Robert Clarke, dan Ruger Linden.2009.Af A glance: Fisiologi.Jakarta: Erlangga
Medical Series.
Wientarsih, Ietje, Rini M., Bayu Febran, dan Dian Firnanda.2012.Gambaran Serum Ureum, Dan
Kreatinin Pada Tikus Putih Yang Diberi Fraksi Etil Asetat Daun Alpukat.Jurnal
Veteriner.Vol.13 (1): 57-62.ISSN: 1411-8327.

Anda mungkin juga menyukai