Hipertiroidisme
Puji syukur kepada Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya,
akhirnya penyusun dapat menyelesaikan LAPORAN DAN ASKEP
hipertiroidisme ini dengan tepat waktu dan tanpa halangan yang berarti.
Pembuatan makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah KMB
1 serta sebagai penambah pengetahuan dan wawasan bagi penyusun dan para
pembaca khususnya mengenai hipertiroidisme. Semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat kepada semua pihak yaitu bagi penyusun maupun pembaca.
Penyusun menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu,
penyusun mengharapkan adanya kritik maupun saran sebagai perbaikan dalam
penyusunan selanjutnya.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................
KATA PENGANTAR......................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................1
A. Latar Belakang....................................................................................1
B. Tujuan Penulisan................................................................................1
B. Konsep medis.....................................................................................6
1. Definisi........................................................................................6
2. Eiologi.........................................................................................7
3. Epidemologi ..............................................................................7
4. Patofisiologi ................................................................................8
5. Pathway ......................................................................................10
6. Manefestasi Klinis ......................................................................11
7. Klasifikasi ...................................................................................11
8. Pencegahan .................................................................................12
9. Penatalaksanaan ..........................................................................13
10. Komplikasi .................................................................................14
C. Proses Keperawatan............................................................................15
1. Pengkajian...................................................................................15
2. Diagnosa Keperawatan................................................................17
3. Intervensi Dan Rasional..............................................................17
D. Discharge Planning.............................................................................23
E. Evidence Based-Pratice Terkait..........................................................23
F. Terapi Komplementer.........................................................................24
BAB III PENUTUP..........................................................................................26
A. Kesimpulan......................................................................................26
B. Saran.................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................27
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
Penyakit hipertiroidisme merupakan bentuk tiroktoksikosis yang paling
sering dijumpai dalam praktek sehari-hari. Dapat terjadi pada semua umur,
sering ditemukan pada perempuan dari pada laki-laki.1 Tanda dan gejala
penyakit hipertiroid yang paling mudah dikenali ialah adanya struma
(hipertrofi dan hiperplasia difus), tirotoksikosis (hipersekresi kelenjar tiroid/
hipertiroidisme) dan sering disertai oftalmopati, dan disertai dermopati
meskipun jarang. Patogenesis penyakit hipertiroid sampai sejauh ini belum
diketahui secara pasti. Diduga faktor genetik dan lingkungan ikut berperan
dalam mekanisme tersebut.
Berdasarkan ciri-ciri penyakitnya, penyakit Graves, dikelompokkan ke
dalam penyakit autoimun, antara lain dengan ditemukannya antibodi terhadap
reseptor TSH (Thyrotropin Stimulating Hormone - Receptor Antibody
/TSHR-Ab) dengan kadar bervariasi. Pada penyakit Graves’, limfosit T
mengalami perangsangan terhadap antigen yang berada didalam kelenjar
tiroid yang selanjutnya akan merangsang limfosit B untuk mensintesis
antibodi terhadap antigen tersebut. Antibodi yang disintesis akan bereaksi
dengan reseptor TSH didalam membran sel tiroid sehingga akan merangsang
pertumbuhan dan fungsi sel tiroid, dikenal dengan TSH-R antibodi. Adanya
antibodi didalam sirkulasi darah mempunyai korelasi yang erat dengan
aktivitas dan kekambuhan penyakit. Mekanisme autoimunitas merupakan
faktor penting dalam patogenesis terjadinya hipertiroidisme, oftalmopati, dan
dermopati pada penyakit Graves’. Sampai saat ini dikenal ada 3 autoantigen
utama terhadap kelenjar tiroid yaitu tiroglobulin (Tg), thyroidal peroxidase
(TPO) dan TSH reseptor (TSH-R). Disamping itu terdapat pula suatu protein
dengan BM 64 kiloDalton pada permukaan membran sel tiroid dan sel-sel
orbita yang diduga berperan dalam proses terjadinya perubahan kandungan
orbita dan kelenjar tiroid penderita penyakit Graves’.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
1
Mahasiswa diharapkan mampu memahami dan memperoleh gambaran
tentang hipertiroidisme.
2. Tujuan khusus
a. Mahasiswa diharapkan mampu mengenali ciri-ciri hipertiroidisme.
b. Mahasiswa diharapkan mampu mengetahui penyakit yang di
timbulkan oleh hipertiroidisme.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Anatomi Dan Fisiologi.
3
Kelenjar ini tersusun dari bentukan bentukan bulat dengan
ukuran yang bervariasi yang disebut thyroid follicle. Setiap thyroid
follicle terdiri dari sel-sel selapis kubis pada tepinya yang
disebut SEL FOLIKEL dan mengelilingi koloid di dalamnya.
Folikel ini dikelilingi jaringan ikat tipis yang kaya dengan
pembuluh darah. Sel folikel yang mengelilingi thyroid folikel ini
dapat berubah sesuai dengan aktivitas kelenjar thyroid
tersebut. Ada kelenjar thyroid yang hipoaktif, sel foikel menjadi
kubis rendah, bahkan dapat menjadi pipih. Tetapi bila aktivitas
kelenjar ini tinggi, sel folikel dapat berubah menjadi silindris,
dengan warna koloid yang dapat berbeda pada setiap thyroid
folikel dan sering kali terdapat Vacuola Resorbsi pada koloid
tersebut.
2. Fisiologi.
Hormon tiroid dihasilkan oleh kelenjar tiroid. Kelenjar tiroid
memiliki dua buah lobus, dihubungkan oleh isthmus, terletak di
kartilago krokoidea di leher pada cincin trakea ke dua dan tiga.
Kelenjar tiroid berfungsi untuk pertumbuhan dan mempercepat
metabolisme. Kelenjar tiroid menghasilkan dua hormon yang
penting yaitu tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3).
Karakteristik triioditironin adalah berjumlah lebih sedikit
dalam serum karena reseptornya lebih sedikit dalam protein
pengikat plasma di serum tetapi ia lebih kuat karena memiliki
banyak resptor pada jaringan. Tiroksin memiliki banyak reseptor
pada protein pengikat plasma di serum yang mengakibatkan
banyaknya jumlah hormon ini di serum, tetapi ia kurang kuat
berikatan pada jaringan karena jumlah reseptornya sedikit.
Proses pembentukan hormon tiroid adalah:
a. Proses penjeratan ion iodida dengan mekanisme pompa
iodida. Pompa ini dapat memekatkan iodida kira-kira 30
kali konsentrasinya di dalam darah;
4
b. Proses pembentukan tiroglobulin. Tiroglobulin adalah
glikoprotein besar yang nantinya akan mensekresi hormon
tiroid;
c. Proses pengoksidasian ion iodida menjadi iodium. Proses
ini dibantu oleh enzim peroksidase dan hidrogen
peroksidase.
d. Proses iodinasi asam amino tirosin. Pada proses ini iodium
(I) akan menggantikan hidrogen (H) pada cincin benzena
tirosin. Hal ini dapat terjadi karena afinitas iodium terhadap
oksigen (O) pada cincin benzena lebih besar daripada
hidrogen. Proses ini dibantu oleh enzim iodinase agar lebih
cepat.
e. Proses organifikasi tiroid. Pada proses ini tirosin yang
sudah teriodinasi (jika teriodinasi oleh satu unsur I
dinamakan monoiodotirosin dan jika dua unsur I menjadi
diiodotirosin)
f. Proses coupling (penggandengan tirosin yang sudah
teriodinasi). Jika monoiodotirosin bergabung dengan
diiodotirosin maka akan menjadi triiodotironin. Jika dua
diiodotirosin bergabung akan menjadi tetraiodotironin atau
yang lebih sering disebut tiroksin. Hormon tiroid tidak larut
dalam air jadi untuk diedarkan dalam darah harus
dibungkus oleh senyawa lain, dalam hal ini tiroglobulin.
Tiroglobulin ini juga sering disebut protein pengikat
plasma. Ikatan protein pengikat plasma dengan hormon
tiroid terutama tiroksin sangat kuat jadi tiroksin lama keluar
dari protein ini. Sedangkan triiodotironin lebih mudah
dilepas karena ikatannya lebih lemah. (Guyton. 1997)
5
B. Konsep medis.
1. Pengertian hipertiroidisme.
6
obat anti tiroid, ketoasidosis diabetikum, tromboemboli paru, penyakit
serebrovaskular/strok, palpasi tiroid terlalu kuat.
Penyakit hipertiroidism merupakan bentuk tiroktoksikosis yang
paling sering dijumpai dalam praktek sehari-hari. Dapat terjadi pada
semua umur, sering ditemukan pada perempuan dari pada laki-laki. 1
Tanda dan gejala penyakit hipertiroid yang paling mudah dikenali
ialah adanya struma (hipertrofi dan hiperplasia difus), tirotoksikosis
(hipersekresi kelenjar tiroid/ hipertiroidisme) dan sering disertai
oftalmopati, dan disertai dermopati meskipun jarang.
2. Etiologi.
Hipertiroidisme dapat terjadi akibat disfungsi kelenjar tiroid,
hipofisis, atau hipotalamus. Peningkatan TSH akibat malfungsi
kelenjar tiroid akan disertai penurunan TSH dan TRF karena umpan
balik negatif HT terhadap pelepasan keduanya.
Hipertiroidisme akibat rnalfungsi hipofisis memberikan gambamn
kadar HT dan TSH yang finggi. TRF akan Tendah karena uinpan balik
negatif dari HT dan TSH. Hipertiroidisme akibat malfungsi
hipotalamus akan memperlihatkan HT yang finggi disertai TSH dan
TRH yang berlebihan.
a. Penyebab Utama
1) Penyakit Grave
2) Toxic multinodular goitre
3) Solitary toxic adenoma
b. Penyebab Lain
1) Tiroiditis
2) Penyakit troboblastis
3) Ambilan hormone tiroid secara berlebihan
4) Pemakaian yodium yang berlebihan
5) Kanker pituitari
6) Obat-obatan seperti Amiodarone
3. Epidemologi.
Sampai saat ini belum ada didapatkan angka yang pasti insidensi
dan prevalensi penyakit Graves’ di Indonesia. Sementara di Amerika
Serikat Sebuah studi yang dilakukan di Olmstead Country Minnesota
diperkirakan kejadian kira-kira 30 kasus per 100.000 orang per tahun .
7
Prevalensi tirotoksikosis pada ibu adalah sekitar 1 kasus per 500 orang.
Di antara penyebab tirotoksikosis spontan, penyakit Graves’ adalah
yang paling umum 3 . Penyakit Graves’ merupakan 60-90% dari
semua penyebab tirotoksikosis di berbagai daerah di dunia. Dalam
Studi Wickham di Britania Raya, dilaporkan 100-200 kasus per
100.000 penduduk per tahun. Insidensi pada wanita di Inggris telah
dilaporkan 80 kasus per 100.000 orang per tahun. Pada populasi umum
prevalensi gangguan fungsi hormon tiroid diperkirakan 6% 3 Wengjun
Li dkk (2010) dari Fakultas Kedokteran Universitas Shanghai- Cina,
meneliti tentang hubungan penyakit Graves’ dan Resistensi insulin
(RI), pada 27 subjek penyakit Graves’ terjadi gangguan metabolisme
glukosa sebesar 63,0 % dengan RI 44,4 %. . 21 Chih H C dkk (2011)
dari Divisi endokrin dan metabolik, bagian Penyakit Dalam,
Kaohsiung Veterans General Hospital, Kaohsiung-Taiwan meneliti
tentang RI pada pasien hipertiroidism sebelum dan sesudah
pengobatan hipertiroid dan dijumpai adanya perbaikan RI pada pasien
yang mendapat pengobatan selama 3-7 bulan (Journal of Thyroid
Research 2011).
4. Patofisiologi.
Penyebab hipertiroidisme biasanya adalah penyakit graves, goiter
toksika. Pada kebanyakan penderita hipertiroidisme, kelenjar tiroid
membesar dua sampai tiga kali dari ukuran normalnya, disertai dengan
banyak hiperplasia dan lipatan-lipatan sel-sel folikel ke dalam folikel,
sehingga jumlah sel-sel ini lebih meningkat beberapa kali
dibandingkan dengan pembesaran kelenjar. Juga, setiap sel
meningkatkan kecepatan sekresinya beberapa kali lipat dengan
kecepatan 5-15 kali lebih besar daripada normal.
Pada hipertiroidisme, kosentrasi TSH plasma menurun, karena ada
sesuatu yang “menyerupai” TSH, Biasanya bahan – bahan ini adalah
antibodi immunoglobulin yang disebut TSI (Thyroid Stimulating
Immunoglobulin), yang berikatan dengan reseptor membran yang
sama dengan reseptor yang mengikat TSH. Bahan – bahan tersebut
8
merangsang aktivasi cAMP dalam sel, dengan hasil akhirnya adalah
hipertiroidisme. Karena itu pada pasien hipertiroidisme kosentrasi TSH
menurun, sedangkan konsentrasi TSI meningkat. Bahan ini
mempunyai efek perangsangan yang panjang pada kelenjar tiroid,
yakni selama 12 jam, berbeda dengan efek TSH yang hanya
berlangsung satu jam. Tingginya sekresi hormon tiroid yang
disebabkan oleh TSI selanjutnya juga menekan pembentukan TSH
oleh kelenjar hipofisis anterior.
Pada hipertiroidisme, kelenjar tiroid “dipaksa” mensekresikan
hormon hingga diluar batas, sehingga untuk memenuhi pesanan
tersebut, sel-sel sekretori kelenjar tiroid membesar. Gejala klinis
pasien yang sering berkeringat dan suka hawa dingin termasuk akibat
dari sifat hormon tiroid yang kalorigenik, akibat peningkatan laju
metabolisme tubuh yang diatas normal. Bahkan akibat proses
metabolisme yang menyimpang ini, terkadang penderita
hipertiroidisme mengalami kesulitan tidur. Efek pada kepekaan sinaps
saraf yang mengandung tonus otot sebagai akibat dari hipertiroidisme
ini menyebabkan terjadinya tremor otot yang halus dengan frekuensi
10-15 kali perdetik, sehingga penderita mengalami gemetar tangan
yang abnormal. Nadi yang takikardi atau diatas normal juga
merupakan salah satu efek hormon tiroid pada sistem kardiovaskuler.
Eksopthalmus yang terjadi merupakan reaksi inflamasi autoimun yang
mengenai daerah jaringan periorbital dan otot-otot ekstraokuler,
akibatnya bola mata terdesak keluar.
9
5. Pathway.
Hipertiroidisme
Eksoftalmus
Perubahan Beben kerja
nutrisi jantung
Kurang kurang dari berlebihan
kelelahan
pengetahuan kebutuhan Resiko kerusakan
tubuh integritas jaringan
Anemia dan
takikardia
Resiko
penurunan
curah jantung
10
6. Manifestasi Klinis.
Gejala-gejala hipertiroidisme yaitu:
a. Peningkatan frekuensi denyut jantung
b. Peningkatan tonus otot, tremor, iritabilitas, peningkatan
kepekaan terhadap Katekolamin
c. Peningkatan laju metabolisme basal, peningkatan pembentukan
panas, intoleran terhadap panas, keringat berlebihan
d. Penurunan berat, peningkatan rasa lapar (nafsu makan baik)
e. Peningkatan frekuensi buang air besar
f. Gondok (biasanya), yaitu peningkatan ukuran kelenjar tiroid
g. Gangguan reproduksi
h. Tidak tahan panas
i. Cepat letih
j. Tanda bruit
k. Haid sedikit dan tidak tetap
l. Pembesaran kelenjar tiroid
m. Mata melotot (exoptalmus)
7. Klasifikasi.
Hipertiroidisme (Tiroktosikosis) di bagi dalam 2 kategori:
a. Kelainan yang berhubungan dengan Hipertiroidisme
b. Kelainan yang tidak berhubungan dengan Hipertiroidisme
Klasifikasi lain:
11
pasti belum diketahui. Tetapi umumnya timbul seiring dengan
bertambahnya usia.
c. Subacute Thyroiditis.
Ditandai dengan rasa nyeri, pembesaran kelenjar tiroid dan
inflamasi, dan mengakibatkan produksi hormon tiroid dalam
jumlah besar ke dalam darah. Umumnya gejala
menghilang setelah beberapa bulan, tetapi bisa timbul lagi pada
beberapa orang.
d. Postpartum Thyroiditis.
Timbul pada 5 – 10% wanita pada 3 – 6 bulan pertama
setelah melahirkan dan terjadi selama 1 -2 bulan. Umumnya
kelenjar akan kembali normal secara perlahan-lahan
8. Pencegahan
1) Pencgahan primer
1) Hindari merokok
2) Makan makanan yang beryodium dengan seimbang.
3) Cek rutin kesehatan tiroid.
4) Jangan mengkonsumsi alcohol.
5) Konsumsi makanan yang baik untuk tiroid.
6) Lakukan pola hidup bersih dan sehat seperti makan bergizi,
istirahat cukup,cuci tangan dan lain-lain
2) Pencegahan sekunder
1) Kenali gejala atau keluhan yang timbul sebagai dampak
kesehatan akibat asap kebakaran hutan, kendaraan dan asap
industri
2) Persiapkan obat obatan untuk pertolongan awal
3) Segera ke dokter/pelayanan kesehatan terdekat apabila terjadi
masalah kesehatan yang mengganggu
3) Pencegahan tersier
1) Berenti merokok
2) Lakukan pengobatan maksimal dan teratur
3) Konsumsi obat yang di berikan secara teratur.
12
9. Penatalaksanaan.
a. Konservatif.
Tata laksana penyakit Graves.
1) Obat Anti-Tiroid. Obat ini menghambat produksi hormon
tiroid. Jika dosis berlebih, pasien mengalami gejala
hipotiroidisme.Contoh obat adalah sebagai berikut :
a) Thioamide
b) Methimazole dosis awal 20 -30 mg/hari
c) Propylthiouracil (PTU) dosis awal 300 – 600 mg/hari,
dosis maksimal 2.000 mg/hari
d) Potassium Iodide
e) Sodium Ipodate
f) Anion Inhibitor
2) Beta-adrenergic reseptor antagonist. Obat ini adalah untuk
mengurangi gejalagejala hipotiroidisme. Contoh: Propanolol.
Indikasi :
a) Mendapat remisi yang menetap atau memperpanjang remisi
pada pasien muda dengan struma ringan –sedang dan
tiroktosikosis
b) Untuk mengendalikan tiroktosikosis pada fase sebelum
pengobatan atau sesudah pengobatan yodium radioaktif
c) Persiapan tiroidektomi
d) Pasien hamil, usia lanjut
e) Krisis tiroid
13
b. Surgical.
1) Radioaktif iodine.
Tindakan ini adalah untuk memusnahkan kelenjar tiroid yang
hiperaktif
2) Tiroidektomi.
Tindakan Pembedahan ini untuk mengangkat kelenjar tiroid yang
membesar
10. Komplikasi.
Komplikasi hipertiroidisme yang dapat mengancam nyawa adalah krisis
tirotoksik (thyroid storm). Hal ini dapat berkernbang secara spontan pada pasien
hipertiroid yang menjalani terapi, selama pembedahan kelenjar tiroid, atau
terjadi pada pasien hipertiroid yang tidak terdiagnosis. Akibatnya adalah
pelepasan HT dalam jumlah yang sangat besar yang menyebabkan takikardia,
agitasi, tremor, hipertermia (sampai 106 oF), dan, apabila tidak diobati,
kematian.
Penyakit jantung Hipertiroid, oftalmopati Graves, dermopati Graves,
infeksi karena agranulositosis pada pengobatan dengan obat antitiroid. Krisis
tiroid: mortalitas.
14
C. Proses Keperawatan.
1. Pengkajian.
a. Data dasar
Pengumpulan data pada pasien dan keluarga dilakukan
dengan cara anamnesa, pemeriksaan fisik dan melalui pemeriksaan
penunjang
b. Data pasien :
1) Nama : tulis nama panggilan paien atau inisial
2) Umur : Resiko hipertiroidisme meningkat pada orang berumur
>20 tahun ,
3) Jenis kelamin : hipertiroidisme merupakan penyakit yang
sering menyerang pada laki-laki di indonesia dan terbayak
kelima untuk perempuan.
4) Agama : tidak ada agama tertentu yang paa penganutna
memiliki resiko terserang hipertiroidisme.
5) Pendidikan : orang dengan berpendidikan tinggi mungkin
akan lebih berhati-hati akan penyebabnya.
6) Alamat : jumlah kejadian hipertiroidisme dua kali lebih anyak
di daerah perkotan dibandingkan dengan daerah pedesaan.
7) No. RM : dapat dicatat sesuat dengan urutan psien masuk.
8) Pekerjaan : pekerjaan sangat berhubungan erat.
9) Status perkawinan : tidak berhubungan antara status
perkawinan dengan angka kejadian hipertiroidisme.
10) Tanggal MRS : dilihat sehak klien masuk IGD
11) Tanggal pengkajian : ditulis dengan tanggal ketika perawat
melakukan pengkajian pertama kali.
12) Sumber informasi : sumber informasi bsa didapat dari pasien,
keluarga, atau paien dengan keluarga. Dai pasien biasanya jia
15
pasien tidak ada keluarga, dari keluarga biasanya jika
pasiennya kooperatif, dan dari pasien dan keluarga apabila
keduannya kooperatif dalam dalam memberikan informasi.
c. Data khusus
1) Riwayat Sakit dan Kesehatan
a) Keluhan utama
Pasien merasa perutnya tidak enak dan sering buang air
besar dengan konsistensi cair.
b) Riwayat penyakit saat ini
c) Riwayat penyakit dahulu
d) Riwayat penyakit keluarga
Dalam keluarga klien tidak ada yang memiliki riwayat
penyakit hipertiroid.
16
3) T4 dan T3 bebas serum : meningkat
4) TSH : tertekan dan tidak bereson pd TRH
5) Tiroglobulin : meningkat
6) Stimulasi TRH : dikatakan tiroid jika TRH tidak ada sampai
meningkat setelah pemberian TRH
7) ikatan protei iodiun : meningkat
8) gula darah : meningkat (sehubungan dengan kerusakan andrenal)
9) kortisol plasma : turun (menurunnya pengeluaran pada andrenal)
10) pemeriksaan fungsi heper : abnormal
11) elektrolit : hiponatrenia mungkin sebagai akibat dari respon
andrenal atau efek dilusi dalam tera cairan pengganti. Hipoklemia
terjadi dengan sendiranya pada kehilangan melalui gastrointestinal
dan diuresis
12) katekolamin serum : menurun
13) kreatinin urine : meningkat
14) EKG : fibrilasi atrium, waktu sistolik memendek, kardiomegali
2. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko tinggi teradap penurunan curah jantung berhubungan dengan
hipertiroid tidak terkontrol, keadaan hipermetabolisme, peningkatan
beban kerja jantung.
b. Kelelahan berhubungan dengan hipermetabolik dengan peningkatan
kebutuhan energy.
c. Risiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan peningkatan metabolism (eningkatan nafsu makan
atau pemasukan dengan penurunan berat badan ).
d. Ansietas berhubungan dengan faktor fisiologis; status hipermetabolik.
e. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, prognosis dan
kebutuhanpengobatan berhubungan dengan tidak mengenal sumber
informasi.
3. Intervensi dan rasional.
17
beban kerja v Monitor abdomen sebagai
jantung indicator penurunan perfusi
v Monitor balance cairan
v Monitor adanya perubahan
tekanan darah
v Monitor respon pasien terhadap
efek pengobatan antiaritmia
v Atur periode latihan dan
istirahat untuk menghindari
kelelahan
v Monitor toleransi aktivitas
pasien
v Monitor adanya dyspneu,
fatigue, tekipneu dan ortopneu
v Anjurkan untuk menurunkan
stress
Fluid Management
· Timbang popok/pembalut
jika diperlukan
· Pertahankan catatan intake
dan output yang akurat
· Pasang urin kateter jika
diperlukan
· Monitor status hidrasi
( kelembaban membran
mukosa, nadi adekuat, tekanan
darah ortostatik ), jika
diperlukan
· Monitor hasil lAb yang
sesuai dengan retensi cairan
(BUN , Hmt , osmolalitas urin )
· Monitor status
hemodinamik termasuk CVP,
MAP, PAP, dan PCWP
· Monitor vital sign sesuai
indikasi penyakit
· Monitor indikasi retensi /
kelebihan cairan (cracles, CVP
, edema, distensi vena leher,
asites)
· Monitor berat pasien
sebelum dan setelah dialisis
· Kaji lokasi dan luas edema
· Monitor masukan makanan
/ cairan dan hitung intake kalori
harian
· Kolaborasi dengan dokter
untuk pemberian terapi cairan
sesuai program
18
· Monitor status nutrisi
· Berikan cairan
· Kolaborasi pemberian
diuretik sesuai program
· Berikan cairan IV pada
suhu ruangan
· Dorong masukan oral
· Berikan penggantian
nesogatrik sesuai output
· Dorong keluarga untuk
membantu pasien makan
· Tawarkan snack ( jus buah,
buah segar )
· Batasi masukan cairan
pada keadaan hiponatrermi
dilusi dengan serum Na < 130
mEq/l
· Monitor respon pasien
terhadap terapi elektrolit
· Kolaborasi dokter jika
tanda cairan berlebih muncul
meburuk
· Atur kemungkinan tranfusi
· Persiapan untuk tranfusi
Fluid Monitoring
· Tentukan riwayat jumlah
dan tipe intake cairan dan
eliminaSi
· Tentukan kemungkinan
faktor resiko dari ketidak
seimbangan cairan
(Hipertermia, terapi diuretik,
kelainan renal, gagal jantung,
diaporesis, disfungsi hati, dll )
· Monitor berat badan
· Monitor serum dan elektrolit
urine
· Monitor serum dan
osmilalitas urine
· Monitor BP<HR, dan RR
· Monitor tekanan darah
orthostatik dan perubahan
irama jantung
· Monitor parameter
hemodinamik infasif
· Catat secara akutar intake
dan output
· Monitor membran mukosa
dan turgor kulit, serta rasa
19
haus
· Catat monitor warna,
jumlah dan
· Monitor adanya distensi
leher, rinchi, eodem perifer dan
penambahan BB
· Monitor tanda dan gejala
dari odema
· Beri cairan sesuai
keperluan
· Kolaborasi pemberian obat
yang dapat meningkatkan
output urin
· Lakukan hemodialisis bila
perlu dan catat respons pasien
20
dengan v Concentration v Observasi adanya pembatasan
hipermetabolik v Energy klien dalam melakukan
dengan conservation aktivitas
peningkatan v Nutritional status v Dorong
: anal untuk
kebutuhan energy energy mengungkapkan perasaan
Kriteria Hasil : terhadap keterbatasan
v Memverbalisasikav Kaji adanya factor yang
n peningkatan menyebabkan kelelahan
energi danv Monitor nutrisi dan sumber
merasa lebih energi tangadekuat
baik v Monitor pasien akan adanya
v Menjelaskan kelelahan fisik dan emosi
penggunaan secara berlebihan
energi untukv Monitor respon kardivaskuler
mengatasi terhadap aktivitas
kelelahan v Monitor pola tidur dan lamanya
tidur/istirahat pasien
Nutrition Monitoring
§ BB pasien dalam batas normal
21
§ Monitor adanya penurunan
berat badan
§ Monitor tipe dan jumlah
aktivitas yang biasa dilakukan
§ Monitor interaksi anak atau
orangtua selama makan
§ Monitor lingkungan selama
makan
§ Jadwalkan pengobatan dan
tindakan tidak selama jam
makan
§ Monitor kulit kering dan
perubahan pigmentasi
§ Monitor turgor kulit
§ Monitor kekeringan, rambut
kusam, dan mudah patah
§ Monitor mual dan muntah
§ Monitor kadar albumin, total
protein, Hb, dan kadar Ht
§ Monitor makanan kesukaan
§ Monitor pertumbuhan dan
perkembangan
§ Monitor pucat, kemerahan, dan
kekeringan jaringan
konjungtiva
§ Monitor kalori dan intake
nuntrisi
§ Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik papila
lidah dan cavitas oral.
§ Catat jika lidah berwarna
magenta, scarlet
22
batas normal · Dorong keluarga untuk
v Postur tubuh, menemani anak
ekspresi wajah,· Lakukan back / neck rub
bahasa tubuh· Dengarkan dengan penuh
dan tingkat perhatian
aktivitas · Identifikasi tingkat
menunjukkan kecemasan
berkurangnya · Bantu pasien mengenal
kecemasan situasi yang menimbulkan
kecemasan
· Dorong pasien untuk
mengungkapkan perasaan,
ketakutan, persepsi
· Instruksikan pasien
menggunakan teknik relaksasi
· Barikan obat untuk
mengurangi kecemasan
23
penyakit
10. Diskusikan pilihan terapi atau
penanganan
11. Dukung pasien untuk
mengeksplorasi atau
mendapatkan second opinion
dengan cara yang tepat atau
diindikasikan
12. Eksplorasi kemungkinan
sumber atau dukungan,
dengan cara yang tepat
13. Rujuk pasien pada grup atau
agensi di komunitas lokal,
dengan cara yang tepat
14. Instruksikan pasien mengenai
tanda dan gejala untuk
melaporkan pada pemberi
perawatan kesehatan, dengan
cara yang tepat
D. Discharge plnning.
Discharge planning merupakan serangkaian keputusan dan
aktivitas-aktivitas yang terlibat dalam dalam pemberian asuhan
keperawatan yang berlanjut dan terkoordinasi ketika pasien akan pulang
dari pelayan kesehatan. Discharge planning pada pasien hipertiroidisme
disusun berdasarkan tindakan keperawatan yang meliputi observasi,
mandiri, edukasi, dan kolaborasi yang disusun sebagai berikut:
1. olahraga secara teratur.
2. Berhenti merokok.
3. Jika mengalami penurunan berat badan, berikan tambahan atau
ekstra kalori atau protein kedalam diet untuk meningkatkan
kembali berat badan.
4. Jaga agar kalsium tetap tercukupi.
24
Dalam julnal ini lebih menjelaskan adanya keuntungan dalam
latihan pereganggan leher pada pasien pasca bedah tiroidektomi.
3. Kerugian.
Dalam jurnal ini belum dijelaskan secara detail pasien dengan
diagnosa hipertiroidisme dalam pelayanan gawat darurat.
F. Terapi Komplementer.
Penyakit hipertiroid dapat menimbulkan gejala secara klinis dan
fisiologis, perubahan fungsi tiroid, dan dapat menimbulkan gangguan
pada fungsi kognitif, masalah perilaku, dan perubahan perasaan (mood)
serta kecemasan. Kecemasan merupakan bentuk dari emosi yang tidak
menyenangkan, yang ditandai dengan kekhawatiran, keprihatinan, dan
rasa takut yang kadang-kadang dialami dalam tingkat yang berbeda.
Salah satu cara untuk mengatasi kecemasan adalah dengan melakukan
konseling. Konseling merupakan sebuah proses pemberian informasi
melalui komunikasi interpersonal yang dilakukan secara sistematik.
Tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konseling
psikologi dan hubungan usia, pendidikan, dan pekerjaan dengan tingkat
kecemasan penderita hipertiroid di klinik Litbang GAKI Magelang.
Penelitian yang membandingkan masalah kecemasan dan
gangguan mood pada wanita penderita hipertiroid dan penyakit
ginekologi menemukan bahwa penderita hipertiroid memiliki tingkat
kecemasan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan kelompok
penderita gangguan ginekologi.9 Penelitian lain juga menyatakan
bahwa penderita hipertiroid yang sudah lama dan kambuh kembali
merasa lebih stres dibandingkan dengan penderita yang baru
terdiagnosis hipertiroid.10 Pendapat lain menyatakan bah- wa tidak ada
hubungan antara fungsi tiroid dengan kecemasan dan depresi pada
penderita hipertiroid serta hipertiroid bukan sebagai faktor risiko
timbulnya gangguan depresi dan kecemasan.11,12 Ada beberapa faktor
yang mempengaruhi kecemasan, yaitu faktor intrinsik dan ekstrinsik.
Faktor intrinsik antara lain usia, pengalaman selama menjalani
pengobatan, konsep diri dan peran. Sedangkan faktor ekstrinsik yang
mempengaruhi kecemasan antara lain kondisi medis, tingkat
pendidikan, akses informasi, dan tingkat sosial ekonomi.
HASIL
Penelitian ini dilakukan pada wanita usia subur yang berkunjung di
Klinik Litbang GAKI Magelang dan telah memenuhi kriteria yang
ditentukan. Hasil penelitian menemukan data responden sebagai
berikut:
25
Karakteristik Responden Karakteristik Responden Frekuensi (%)
(Usia ≤ 19 tahun 2 (4.4) 20-35 tahun 25 (55.6) ≥ 36 tahun 18
(40) ), ( Pendidikan Tidak sekolah 1 (2.2) SD – SMP 28 (62,2)
SLTA ke atas 16 (35.6) ), (Pekerjaan Tidak bekerja 21 (46.7)
Formal 8 (17.8) Non formal 16 (35.5) ).
Sebagian besar responden berusia lebih dari 19 tahun dan memiliki
tingkat pendidikan antara SD dan SMP. Responden juga tidak
seluruhnya menyelesaikan tingkat pendidikannya. Ibu rumah tangga
menjadi pekerjaan utama sebagian
besar responden. Kondisi sosial ekonomi inilah yang menjadi salah
satu faktor alasan pemilihan terapi konseling. Hasil analisis terhadap
skor kecemasan yang telah dikategorisasikan dapat dilihat dalam
gambar 1 berikut ini.
26
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan.
Penyakit hipertiroidisme merupakan bentuk tiroktoksikosis yang paling
sering dijumpai dalam praktek sehari-hari. Dapat terjadi pada semua umur,
sering ditemukan pada perempuan dari pada laki-laki.
Tanda dan gejala penyakit hipertiroid yang paling mudah dikenali ialah
adanya struma (hipertrofi dan hiperplasia difus), tirotoksikosis (hipersekresi
kelenjar tiroid/ hipertiroidisme) dan sering disertai oftalmopati, dan disertai
dermopati meskipun jarang. Patogenesis penyakit hipertiroid sampai sejauh
ini belum diketahui secara pasti. Diduga faktor genetik dan lingkungan ikut
berperan dalam mekanisme tersebut.
B. Saran.
1. Meningkatkan kembali pengetahuan terkait konsep dasar pada pasien
dengan hipertiroidisme;
2. Meningkatkan pengetahuan perawat dalam pemberian layanan asuhan
keperawatan dengan hipertiroidisme.
3. Memperluas kembali pengetahuan demi perkembanga keperawatan
terutama pada klien dengan gangguan sistem endokrin.
27
DAFAR PUSTAKA
Davis, A. B., Orlander, P. R., & Kermani, A. (2008). Goiter, toxic nodular.
Emedicine, webMD. Retriefed from
http://www.emedicine.com/MED/topic 920.htm.
28