Anda di halaman 1dari 35

MAKALAH

KONSEP DASAR PENYAKIT DAN KONSEP DASAR ASUHAN


KEPERAWATAN PADA KASUS HIPOTIROID

Disusun Oleh:

Kelompok 4

1. Ribaen 6. Siti Sartika


2. Tri Rama Karma Wira Yuda 7. Sirril Islami
3. Yoza Seftahadi 8. Tiara Silmayani
4. Sabila Hanifa Yulianti 9. Tiara Silmayani
5. Sisca Muliya Wulandari 10. Zelina Aprilia
Sonita

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS TAHAP AKADEMIK

MATARAM

2023
KATA PENGANTAR

Puja puji syukur hanyalah milik Allah SWT Rabb semesta alam, yang
senantiasa memberikan rahmat, taufik, hidayah, serta inayah-Nya kepada umat-
Nya. Serta shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi kita
Muhammad SAW, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
Makalah tentang Hipotiroid ini penulis harapkan dapat menambah
pengetahuan bagi para pembaca agar dapat mengetahui lebih banyak lagi tentang
penyakit hipotiroid . Penulis juga menyampaikan terima kasih atas bantuan
kepada pihak yang telah membantu penulis sehingga makalah ini dapat selesai.
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna. Untuk itu penulis
mengharapkan masukan berupa saran yang membangun demi kesempurnaan
makalh ini.
Semoga makalah ini dapat berguna bagi kita semua.
DAFTAR ISI

Kata Pengantar......................................................................................2

Daftar Isi................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN......................................................................4

A. Latar Belakang..........................................................................4
B. Rumusan Masalah.....................................................................4
C. Tujuan .......................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN.......................................................................6

A. Definisi........................................................................................6
B. Tipe ............................................................................................6
C. Penyebab ...................................................................................6
D. Manifestasi Klinis .....................................................................7
E. Klasifiasi ....................................................................................8
F. Patofisiologi ...............................................................................9
G. Pathway .....................................................................................10
H. Pemeriksaan penunjang...........................................................11
I. Penatalaksanaan .......................................................................12
J. Terapi diet..................................................................................14

BAB III ANALISA JURNAL...............................................................18

BAB IV KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN................22

BAB V PENUTUP.................................................................................33

A. KESEIMPULAN.......................................................................33

DAFTAR PUSTAKA............................................................................34
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hipotiroidisme merupakan kondisi kadar hormon tiroid dalam tubuh lebih
rendah dari biasanya karena produksi yang abnormal (Health Care, 2013).
Hormon tiroid yang terdiri dari T4 dan T3 dikatakan normal apabila T4
plasma normal berkisar 8 μg /dl (103 nmol/L), dan T3 berkisar 0,15 mg/dl
(2,3 nmol/L). Sementara apabila kadar T4 berada di bawah 8 μg / dL dan T3
berada di bawah 0,15 mg/dL, maka kedua hormon tiroid tersebut akan
dikatakan abnormal (Setiadji dan Gland, 2016).
Menurunnya kadar hormon tiroid pada penderita hipotiroid akan
mengakibatkan peningkatan kadar TSH dalam darah. Kadar TSH normal
berkisar antara 0.5-4.5 mU/L. Namun pada penderita tiroid, kadar TSH akan
melambung tinggi lebih dari 5 mU/L (Shivaraj dkk., 2009). Hingga kini, data
epidemiologi hipotiroid pada orang dewasa di Indonesia masih belum
tersedia. Menurut riset kesehatan dasar tahun 2013, sebanyak 0,4% penduduk
Indonesia usia 15 tahun atau lebih yang mengakui terdiagnosis hipotiroid.
Meski secara presentil kecil, namun secara kuantitas cukup besar karena jika
pada tahun 2013 penduduk Indonesia berjumlah 176.689.336 jiwa, maka
didaptkan lebih dari 700.000 orang yang terdiagnosis mengalami hipotiroid
(Kementrian Kesehatan RI, 2015). Hal ini menunjukkan kasus hipotiroidisme
di indonesia cukup besar.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana definisi dari hipotiroid?
2. Bagaimana tipe dari hipotiroid?
3. Bagaimana penyebab dari hipotiroid?
4. Bagaimana manifestasi klinis dari hipotiroid?
5. Bagaimana klasifikasi dari hipotiroid
6. Bagimana patofisiologi dari hipotiroid?
7. Bagaimana pathway dari hipotiroid?
8. Bagaimana pemeriksaan penunjang dari hipotiroid?
9. Bagaimana penatalaksanaan dari hipotiroid?
10. Bagimana terapi diet dari hipotiroid?
11. Bagaimana analisa jurnal dari hipotiroid?
12. Bagaimana Asuhan Keperawatan dari hipotiroid?

C. Tujuan
Agar mahasiswa mengetahui bagaimana teori dari hipotiroid tersebut,
sehingga mahasiswa bisa memahami bagaimana hipotiroid itu sendiri. Dan
mahasiswa bisa lebih mengetahui bagaimana Asuhan Keperawatan dari
hipotiroid tersebut.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi
Hipotiroidisme merupakan keadaan yang ditandai dengan terjadinya
hipofungsi tiroid yang berjalan lambat dan diikuti oleh gejala gejala
kegagalan tiroid. Keadaan ini terjadi akibat kadar hormon tiroid berada
dibawah nilai optimal
B. Tipe
Lebih dari 95% penderita hipotiroidisme mengalami hipotiroidisme primer
atau tiroidal yang mengacu kepada disfungsi kelenjar tiroid itu sendiri.
Apabila disfungsi tiroid disebabkan oleh kegagalan kelenjar hipofisis,
hipotalamus atau keduanya, keadaan ini dikenal dengan istilah hipotiroidisme
sentral. Hipotiroidisme sentral dapat disebut sebagai hipotiroidisme sekunder
atau pituitaria jika sepenuhnya disebabkan oleh kelainan hipofisis, dan
hipotiroidisme tertier atau hipotalamus jika ditimbulkan oleh kelainan
hipotalamus yang mengakibatkan sekresi TSH tidak adekuat akibat
penurunan stimulasi oleh TRH. Apabila defisiensi tiroid terjadi sejak lahir,
keadaan ini dinamakan kretnisme. Pada keadaan semacam itu, ibu mungkin
menderita defisiensi tiroid.
Istilah miksedemi mengacu kepada penumpukan mukopolisakarida dalam
jaringan sukutan dan interstisial lainnya: meskipun miksedema terjadi pada
hipotiroidisme yang sudah berlangsung lama dan berat, istilah tersebut hanya
tepat digunakan untuk mengatakan gejala ekstrim pada hipotiroidisme yang
berat.
C. Penyebab
Penyebab hipotiroidisme yang paling sering ditemukan pada orang dewasa
adalah tiroiditis otoimun (tiroiditis hashimoto), di mana sistem imun
menyerang kelenjar tiroid (Tonner & Schlechte, 1993). Gejala
hipertiroidisme (lihat hlm. 1307) kemudian dapat diikuti oleh gejala
hipotiroidisme dan miksedema.
Hipotiroidisme juga sering terjadi pada pasien dengan riwayat
hipertiroidisme yang menjalani terapi radioiodium, pembedahan, atau
preparat antitiroid. Kejadian ini paling sering dijumpai pada wanita lanjut-
usia. Terapi radiasi untuk penanganan kanker kepala dan leher ini semakin
sering menjadi penyebab hipotiroidisme pada lansia laki-laki: karena itu,
pemeriksaan fungsi tiroid dianjurkan bagi semua pasien yang menjalani
terapi tersebut. Penyebab hipotiroidisme yang lain disampaikan dalam bagan
40-1.
D. Manifestasi Klinis
Gejala dini hipotiroidisme tidak spesifik, namun kelelahan yang ekstrim
menyulitkan penderitanya untuk melaksannakan pekerjaan sehari-hari secara
penuh atau ikut serta dalam aktivitas yang lazim dilakukannya. Laporan
tentang adanya kerontokan rambut, kuku yang rapuh serta kulit yang kering
sering ditemukan, dan keluhan rasa baal serta parestesia pada jari-jari tangan
dapat terjadi. Kadang-kadang suara menjadi kasar, dan pasien mungkin
mengeluhkan suara yang parau. Gangguan haid seperti monorhagia atau
amenore akan terjadi disamping hilangnya libido. Hipotiroidisme menyerang
wanita lima kali lebih sering dibandingkan laki-laki dan paling sering terjadi
pada usia diantara 30 hingga 60 tahun.
Hipotiroidisme berat mengakibatkan suhu tubuh dan frekuensi nadi
subnormal. Pasien biasanya mulai mengalami kenaikan berat badan yang
bahkan terjadi tanpa peningkatan asupan makanan, meskipun penderita
hipotiroid yang berat dapat terlihat kakeksia. Kulit menjadi tebal karena
penumpukan mukopolisakarida dalam jaringan subkutan (asal mula istilah
miksedema). Rambut menipis dan rontok; wajah tampak tanpa ekspresi dan
mirip topeng. Pasien sering mengeluhkan rasa dingin meskipun dalam
lingkungan yang hangat.
Pada mulanya, pasien mungkin mudah tersinggung dan mengeluh merasa
lemah; namun dengan berlanjutnya kondisi tersebut, respons emosional diatas
akan berkurang. Proses mental menjadi tumpul, dan pasien tampak apatis.
Bicara menjadi lambat, lidah membesar, dan ukuran tangan serta kaki
bertambah. Pasien sering mengeluh konstipasi. Ketulian dapat pula terjadi.
E. Klasifikasi
a) Tidak Adanya Kelenjar Tiroid ( Athyrosis)
Pada kelompok ini, kelenjar tiroid gagal terbentuk sebelum kelahiran.
Kelenjar tersebut absen dan tidak akan pernah dapat berkembang, sehingga
sebagai konsekuensinya tidak ada hormon tiroksin yang diproduksi. Kondisi
ini disebut Agenesis Tiroid atau Athyrosis. Kondisi ini lebih sering
ditemukan pada perempuan dibandingkan laki-laki, sekitar 2:1. Kondisi ini
ditemukan pada 1 dari 10.000 bayi lahir, dan merupakan 35% kasus yang
ditemukan pada Newborn Screening. Alasan mengapa hormon tiroid gagal
berkembang belum diketahui. Namun, beberapa penelitian menunjukkan
bahwa salah satu kaskade pada gen yang berperan dalam pembentukan
kelenjar tiroid tidak teraktivasi tepat pada

waktunya.

b) Kelenjar Tiroid Ektopik

Pada bayi dengan kondisi ini, kelenjar tiroid berukuran kecil dan tidak
terletak secara normal pada posisinya di depan trakea. Seringkali kelenjar
tiroid ditemukan di bawah lidah di dekat lokasi di mana kelenjar pertama
kali terbentuk pada embrio. Tiroid ektopik memiliki derajat fungsi yang
berbeda-beda. Terkadang ukurannya sangat kecil dan tidak aktif, namun
pada kondisi tertentu masih dapat menghasilkan hormon tiroid yang
jumlahnya hampir mencapai normal, oleh karena itu ada derajat keparahan
pada kondisi ini. Setelah kelahiran, kelenjar tiroid ektopik tidak akan
bertambah besar dan turun pada posisi normalnya. Fungsinya pun akan
semakin menurun seiring perjalanan waktu. Kelenjar tiroid ektopik juga dua
kali lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pria. Kondisi tersebut
merupakan 50% dari yang terdeteksi pada Newborn Screening dan sedikit
lebih sering terjadi dibandingkan atirosis. Penyebab pastinya juga tidak
diketahui, namun penyebab yang sama seperti pada atirosis dapat
menimbulkan kondisi ini.

c) Malformasi Kelenjar Tiroid pada Posisi Normal (Hypoplasia)

Kondisi ini terkadang disebut sebagai Hipoplasia Thyroid dan hanya


terjadi dengan persentase yang sangat kecil pada total seluruh kasus. Pada
hipoplasia tiroid, kelenjar berukuran kecil, tidak terbentuk secara optimal
dan terkadang hanya memiliki satu lobus.17
d) Kelenjar Tiroid Tumbuh dengan Normal Namun Tidak Dapat
Berfungsi

Optimal (Dysmorphogenesis)

Kondisi ini merupakan 15% dari kasus yang ditemukan pada Neonatal
Screening. Dismorfogenesis seringkali terjadi akibat defek enzim tertentu,
yang dapat bersifat transien maupun permanen. Pada bayi dengan
dysmorphogenesis, ukuran kelenjar tiroid mengalami pembesaran dan dapat
dilihat atau diraba pada

bagian depan.

e) Patofisiologi
Hipotiroid dapat disebabkan oleh gangguan sintesis hormon tiroid atau
gangguan pada respon jaringan terhadap hormon tiroid. Sintesis hormon
tiroid diatur sebagai berikut :
a. Hipotalamus membuat Thyrotropin Releasing
Hormone (TRH) yang merangsang hipofisis anterior.
b. Hipofisis anterior mensintesis thyrotropin (Thyroid
Stimulating Hormone = TSH) yang merangsang kelenjar
tiroid.
c. Kelenjar tiroid mensintesis hormon tiroid (Triiodothyronin =
T3 dan Tetraiodothyronin = T4 = Thyroxin) yang
merangsang metabolisme jaringan yang meliputi: konsumsi
oksigen, produksi panas tubuh, fungsi syaraf, metabolisme
protrein, karbohidrat, lemak, dan vitamin-vitamin, serta kerja
daripada hormon-hormon lain.

Hipotiroid dapat terjadi akibat malfungsi kelenjar tiroid, hipofisis,


atau hipotalamus. Apabila disebabkan oleh malfungsi kelenjar tiroid,
maka kadar HT yang rendah akan disertai oleh peningkatan kadar TSH
dan TRH karena tidak adanya umpan balik negatif oleh HT pada
hipofisis anterior dan hipotalamus.
Apabila hipotiroid terjadi akibat malfungsi hipofisis, maka kadar
HT yang rendah disebabkan oleh rendahnya kadar TSH. TRH dari
hipotalamus tinggi karena tidak adanya umpan balik negatif baik dari
TSH maupun HT. Hipotiroid yang disebabkan oleh malfungsi
hipotalamus akan menyebabkan rendahnya kadar HT, TSH, dan TRH.
f) Pathway

g) Pemeriksaan Penunjang
a. Untuk mendiagnosis hipotiroidisme primer, kebanyakan dokter hanya
mengukur jumlah TSH (Thyroid-stimulating hormone) yang
dihasilkan oleh kel. hipofisis.
b. Level TSH yang tinggi menunjukkan kelenjar tiroid tidak
menghasilkan hormon tiroid yg adekuat (terutama tiroksin(T4) dan
sedikit triiodotironin(fT3).
c. Tetapi untuk mendiagnosis hipotiroidisme sekunder dan tertier tidak
dapat dgn hanya mengukur level TSH.
d. Oleh itu, uji darah yang perlu dilakukan (jika TSH normal dan
hipotiroidisme masih disuspek), sbb:
1. free triiodothyronine (fT3)
2. free levothyroxine (fT4)
3. total T3
4. total T4
5. 24 hour urine free T3

h) Penatakasanaan
1. Penatalaksanaan primer
hipotiroidisme adalah memulihkan metabolisme pasien kembali
kepada keadaan metabolik normal dengan cara mengganti hormon yang
hilang. Levotiroksin sintetik (Synthroid atau Levothroid) merupakan
preparat terpilih untuk pengobatan hipo- tiroidisme dan supresi penyakit
goiter nontoksik. Dosis terapi penggantian hormonal didasarkan pada
konsentrasi TSH dalam serum pasien. Preparat tiroid yang dike- ringkan
jarang digunakan karena sering menyebabkan kenaikan sementara
konsentrasi T, dan kadang-kadang disertai dengan gejala hipertiroidisme.
Jika terapi peng- gantian sudah memadai, gejala miksedema akan menghi-
lang dan aktivitas metabolik yang normal dapat timbul kembali.
Pada hipotiroidisme yang berat dan koma miksedema,
penatalaksanaannya mencakup pemeliharaan berbagai fungsi vital. Gas
darah arteri dapat diukur untuk menen- tukan retensi karbon dioksida dan
memandu pelaksanaan bantuan ventilasi untuk mengatasi hipoventilasi.
Peng- gunaan alat pulse oximetry dapat pula membantu kita untuk
memantau tingkat saturasi oksigen. Pemberian cairan dilakukan dengan
hati-hati karena bahaya intoksi- kasi air. Penggunaan panas eksternal
(bantal pemanas) harus dihindari karena tindakan ini akan meningkatkan
kebutuhan oksigen dan dapat menimbulkan kolaps vasku-ler. Jika terdapat
hipoglikemia yang nyata, infus larutan glukosa pekat dapat dilakukan untuk
memberikan glukosa tanpa menimbulkan kelebihan muatan cairan. Jika
kondisi miksedema berlanjut menjadi koma miksedema, maka hormon
tiroid (biasanya Synthroid) diberikan secara intravena sampai kesadaran
pasien pulih kembali. Kemu dian pasien melanjutkan pengobatan dengan
terapi hor- mon tiroid per oral. Karena disertai insufisiensi adreno- kortikal,
terapi kortikosteroid mungkin diperlukan Kardiak. Setiap pasien yang sudah
menderita hipoti roidisme untuk waktu yang lama hampir dapat dipastikan
akan mengalami kenaikan kadar kolesterol, aterosklerosis dan penyakit
arteri koroner.
Setelah sekian lama metabo- lisme berlangsung subnormal dan
berbagai jaringan ter- masuk miokardium, memerlukan oksigen yang relatif
sedikit, maka penurunan suplai darah dapat ditolerir tanpa terjadi gejala
penyakit arteri koroner yang nyata. Namun demikian, bila hormon tiroid
diberikan, maka kebutuhan oksigen akan meningkat tetapi pengangkutan
oksigen tidak dapat ditingkatkan kecuali atau sampai keadaan aterosklerosis
diperbaiki. Keadaan ini akan berlangsung sangat lambat. Timbulnya angina
merupakan tanda yang menunjukkan bahwa kebutuhan miokardium akan
oksigen melampaui suplai darahnya. Serangan angina atau aritmia dapat
terjadi ketika terapi penggantian tiroid dimulai. karena hormon tiroid akan
meningkatkan efek kateko- lamin pada sistem kardiovaskuler.
2. Penatalaksanaan sekunder
Sementara itu, pada hipotiroid sekunder, kelenjar tiroid normal
namun produksi hormon tiroid berkurang akibat rendahnya sekresi thyroid
stimulating hormone (TSH atau tirotropin) oleh kelenjar pituitari.
Hipotiroid tersier terjadi akibat kurangnya sekresi thyrotropin releasing
hormone (TRH) oleh hipotalamus.

3. Terapi Diet
1. Ikan Kaya Omega-3
Kondisi hipotiroid yang tidak terkontrol dapat meningkatkan
risiko penyakit jantung karena tingginya kadar kolesterol jahat
atau LDL.
Konsumsi omega-3 diketahui mampu mengurangi peradangan,
meningkatkan daya tahan tubuh, dan menurunkan risiko
penyakit jantung. Ikan yang kaya lemak sehat merupakan
sumber protein yang baik untuk pengidap hipotiroid, karena
kandungan omega-3 di dalamnya. Salmon, trout, tuna, dan
sarden adalah makanan untuk hipotiroid yang menyehatkan.
Ikan juga merupakan sumber selenium. Kandungan selenium
paling banyak terdapat pada organ tiroid, yang mampu
mengurangi peradangan.
2. Kacang Kaya akan Selenium
Kacang brasil, macadamia, dan hazelnut kaya akan selenium,
yaitu mineral yang membantu mengaktifkan hormon tiroid agar
dapat digunakan tubuh. Untuk kacang brasil, Anda hanya perlu
mengonsumsi 1 atau 2 butir. Kacang lain dapat dikonsumsi
sebanyak segenggam untuk memenuhi nutrisi yang diperlukan
dalam sehari. Pastikan tidak lebih dari segenggam, karena
kacang juga kaya lemak. Konsultasikan terlebih dahulu kepada
dokter penyakit dalam Anda, sebelum mengonsumsi kacang-
kacangan agar tidak berdampak pada konsumsi obat hipotiroid.
3. Gandum Utuh
Sembelit merupakan gejala umum hipotiroid. Keluhan ini dapat
diatasi dengan serat. Ada berbagai makanan kaya serat yang
mengandung gandum utuh seperti sereal, roti, dan pasta, serta
nasi. Makanan tersebut dapat membantu membuat jadwal
buang air besar menjadi rutin. Meski demikian, serat dapat
mengganggu kerja hormon tiroid sintetis. Disarankan untuk
mengonsumsi obat tiroid beberapa jam sebelum atau sesudah
memakan makanan kaya serat.
4. Buah dan Sayuran Segar
Gejala awal hipotiroidisme adalah penambahan berat badan.
Makanan yang rendah kalori dan kaya nutrisi adalah kunci dari
setiap program penurunan berat badan. Tiap kali makan,
usahakan menyertakan buah atau sayuran segar bila
memungkinkan.
5. Susu dan Produk Olahannya
Selanjutnya, makanan yang boleh dimakan penderita hipotiroid
adalah makanan mengandung vitamin D. Vitamin ini dapat
membantu memperbaiki kadar hormon tiroid di dalam darah.

Susu dan produk olahannya yang diperkaya tidak hanya


mengandung vitamin D, namun juga kalsium, protein, dan
iodin. Makanan untuk penderita hipotiroid ini perlu
ditambahkan dalam pola makan sehari-hari.
6. Makanan Kaya Zink
Suplementasi zink maupun yang dikombinasikan dengan
selenium diteliti bisa memperbaiki fungsi tiroid pada
perempuan dengan hipotiroidisme. Beberapa makanan untuk
hipotiroid yang kaya akan zink di antaranya daging, kepiting,
ayam, yoghurt, dan sereal yang sudah diperkaya (difortifikasi).
Apabila Anda mengidap hipotiroidisme, konsumsilah obat
pengganti hormon tiroid sesuai anjuran dokter. Pada umumnya
obat ini dianjurkan untuk diminum dalam keadaan perut
kosong. Jangan lupa berkonsultasi terlebih dahulu sebelum
memulai konsumsi makanan baru, agar kondisi hipotiroid tetap
terkontrol dengan baik.
7. Telur
Telur merupakan salah satu makanan yang baik untuk penderita
hipotiroid. Telur mengandung yodium dan selenium, sementara
bagian putihnya memiliki kandungan protein dalam jumlah
tinggi. Agar kondisi hipotiroid tetap terkendali, jangan
lewatkan konsumsi telur. Rasanya yang lezat dan cara
memasaknya yang mudah membuat telur cocok disantap
sehari-hari.
8. Daging Merah
Kecukupan zat besi juga harus diperhatikan bila Anda memiliki
hipotiroid. Karena itu, jangan lupakan makanan tinggi asupan
besi seperti daging merah. Namun, Anda harus memerhatikan
cara mengolah daging merah. Hindari menambahkan lemak
jenuh berlebihan ketika memasak daging.

9. Sumber Karbohidrat Baik


Beras merah, gandum, dan biji-bijian seperti biji chia dan
quinoa adalah sumber karbohidrat yang baik untuk kesehatan.
Selain merupakan jenis karbohidrat sehat, makanan tersebut
mengandung serat tinggi dan memiliki indeks glikemik rendah.
Itu dia sederet makanan yang boleh dimakan penderita
hipotiroid. Tetap konsumsi dalam batas wajar sesuai
rekomendasi dokter.
BAB III

ANALISIS JURNAL

JUDUL Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Cakupan Pelaksanaan


Skrining HipotiroidKongenital di RSUProf. Dr. H. Aloe Saboe
Kota Gorontalo
Volume dan Volume 5. Nomor 4
Halaman
Tahun 2022
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk Mengetahui Faktor-faktor yang
mempengaruhi cakupan pelaksanaan skrining hipotiroid
kongenital(SHK).
Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian analitik yang ditujukan
untuk menguji hipotesis-hipotesis dan adanyahubungan antar
variabel.
Hasil Hasil uji statistik Faktor Pengetahuanmenunjukan tidak
signifikan dengan nilai pValue (0,622>0,05) ini berarti tidak
terdapathubunganan Faktor pengetahuan dengan cakupan
pelaksanaan skrining hipotiroid kongenital (SHK) sedangkan
faktor Logistik, dan Faktorpersetujuan keluarga menunjukan
signifikan p Value (0,002<0,05), dan (0,000<0,05) ini berarti
terdapat hubungan faktor logistik dan faktor persetujuan
keluarga dengan cakupan pelaksanaan Skrining Hipotiroid
Kongenital(SHK).

Kelebihan Memiliki penjelasan yang mudah dipahami.


Kekurangan Dalam jurnal tidak dijelaskan secara detail bagaimana proses
penelitian dilakukan.
Judul Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang Hipotiroid
Kongenital Dengan Tingkat Kecemasan Ibu Nifas
Menghadapi Skrining Hipotiroid Kongenital Pada Bayi
Baru Lahir

Volume dan Halaman Volume 1, Nomor 1

Tahun 2020

Penulis Rury Damayanti, dan Martina Ekacahyaningtyas

Tujuan Penelitian Untuk menganalisis hubungan antara variable independent


(tingkat pengetahuan) dengan variable dependent (tingkat
kecemasan).

Metode Penelitian Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain


deskriptif korelatif dan menggunakan pendekatan cross
sectional, melibatkan 36 responden, variable yang diteliti
adalah tingkat pengetahuan dan tingkat kecemasan. Analisa
data dengan korelasi Pearson dan Rank Spearman.
Hasil Usia responden <20 tahun 2,8%, 20-35 tahun 86,1%, >35 tahun
11,1%, pendidikan SD 8,3%, SMP 27,3%, SMA 55,56%,
perguruan tinggi 8,3%, responden bekerja (38,9%) tidak
bekerja 61,1%, multipara 66,7%, primipara 33,3%.
Pengetahuan tentang Hipotiroid Kongenital baik 83,33%,
Cukup 16,7%, Tidak ada kecemasan 88,89%, kecemasan
ringan 11,1%. Terdapat hubungan antara pengetahuan ibu nifas
tentang hipotiroid kongenital dengan tingkat kecemasan ibu
nifas menghadapi Skrining Hipotiroid Kongenital pada bayi
baru lahir dengan nilai korelasi -0,566, bentuk hubungan
negative, semakin baik dan meningkat pengetahuan ibu nifas
tentang Hipotiroid Kongenital maka semakin menurun tingkat
kecemasan ibu nifas menghadapi Skrining Hipotiroid
Kongenital pada bayi baru lahir tersebut. Tingkat korelasi antar
variable adalah korelasi sedang.

Kelebihan Memiliki penjelasan yang mudah dipahami. Dengan metode


penelitian kuantitatif dengan desain deskriptif korelatif dan
menggunakan pendekatan cross sectional,
Kekurangan Dalam jurnal tidak dijelaskan secara detail bagaimana proses
penelitian dilakukan.
Judul Hipotiroid kongenital

Volume dan Halaman Volume 8, no. 2

Tahun 2015

Penulis Prasetyowati dan M. Ridwan

Tujuan Penelitian Upaya penurunan angka kematian anak dalam mencapai target
MDGs harus diiringi dengan peningkatan kualitas hidup anak
melalui pelayanan kesehatan anak yang komperhensif meliputi
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Salah satu upaya
tersebut adalah deteksi sedini mungkin sejak bayi baru lahir
atau uji saring (neonatal screening) yang dilakukan pada bayi
usia 48-72 jam.

Metode Penelitian Selama kehamilan plasenta berperan dalam transportasi


elemen-elemen penting untuk perkembangan janin.
Pembentukan hormon tiroid janin dibantu oleh Tyroid
Releasing Hormon (TRH) dan Iodium bersama- sama dengan
TSH dapat bebas melewati plasenta. Selain itu, elemen yang
merugikan janin seperti TSH resptor antibodi dan obat anti
tiroid yang dimakan ibu juga dapat melewati plasenta.
Sementara itu, TSH yang mempunyai peranan penting dalam
pembentukan hormon tiroid tidak bisa melewati plasenta.
Sehingga, keadaan hormon tiroid dan obat-obatan yang sedang
dikonsumsi ibu sangat berpengaruh terhadap kondisi hormon
tiroid janin (Kemenkes RI, 2014)3.

Hasil Hipotiroidisme kongenital merupakan salah satu penyebab


terjadinya retardasi mental. Hipotiroid kongenital sangat jarang
memperlihatkan gejala klinis pada awal kehidupan, sehingga
pengobatan sering terlambat, sehingga skrining bayi baru lahir
untuk membedakan antara bayi yang menderita hipotiroid
kongenital dengan yang sehat perlu dilakukan. Keterlambatan
pengobatan akan menyebabkan anak akan mengalami
keterbelakangan mental dengan intelligence quotient (IQ)
dibawah 70 (Kemenkes RI, 2014)3. Hasil meta analisis tahun
1996 menunjukkan rata-rata IQ dari sejumlah 651 anak
hipotiroid kongenital adalah 76. Apabila Prasetyowati;
M.Ridwan, Hipotiroidisme Kongenital.....

Kelebihan Memiliki penjelasan yang mudah dipahami.

Kekurangan Perlu melakukan skrining hipotiroid kongenital pada semua


bayi baru lahir dan dilanjutkan dengan pengobatan untuk
mencegah terjadinya dampak yang lebih buruk pada bayi.
Pentingnya pemeriksaan secara teratur sesuai

BAB IV
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Anamnesis
a. Identitas Klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis
kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa,
tanggal dan jam MRS, nomor register, dan diagnosis medis.
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama klien
Mencakup gangguan pada berbagai sistem tubuh :
- Sistem pulmonary : Hipovenilasi, efusi pleura, dipsnea
- Sistem pencernaan : anoreksia, opstipasi, distensi
abdomen
- Sistem kardiovaslkuler : Bradikardi, distrimia,
cardiomegali
- Sistem musculoskeletal : nyeri otot, kontraksi dan
relaksasi otot lambat
- Sistem neurologik dan Emosi/psikologis : fungsi
intelektual lambat, berbicara lambat dan terbata – bata,
gangguan memori
- Sistem reproduksi : perubahan ovulasi, anovulasi, dan
penurunan libido
- Metabolik : penurunan metabolism basal,
penurunan suhu tubuh, intoleransi terhadap dingin
2) Riwayat penyakit saat ini
Riwayat penyakit sangat penting diketahui untuk mengetahui
jenis kelenjar teroid yang mengalami atrofi.Perawat harus
menanyakan dengan jelas tentang gejala yang timbul seperti
kapan mulai serangan, sembuh, atau bertambah buruk.
3) Riwayat penyakit dahulu
Kaji riwayat penyakit yang pernah dialami klien yang
memungkinkan adanya hubungan atau menjadi predisposisi.
4) Riwayat kesehatan klien dan keluarga
Sejak kapan klien menderita penyakit tersebut dan
apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang
sama.
5) Kebiasaan hidup sehari-hari seperti :
- Pola makan
- Pola tidur (klien menghabiskan banyak waktu untuk tidur).
- Pola aktivitas.
6) Riwayat Psikososial
Klien sangat sulit membina hubungan sosial dengan
lingkungannya, mengurung diri.Keluarga mengeluh klien
sangat malas beraktivitas, dan ingin tidur sepanjang
hari.Kajilah bagaimana konsep diri klien mencakup kelima
komponen konsep diri.
2. Pemeriksaan Fisik
Penampilan secara umum; amati wajah klien terhadap adanya edema
sekitar mata, wajah bulan dan ekspresi wajah kosong serta roman
wajah kasar. Lidah tampak menebal dan gerak-gerik klien sangat
lamban.Postur tubuh pendek.Kulit kasar, tebal dan berisik, dingin
dan pucat.Nadi lambat dan suhu tubuh menurun. Perbesaran
jantung. Disritmia dan hipotensi. Parastesia dan reflek tendon
menurun.
3. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan kadar T3 dan T4 serum


b. Pemeriksaan TSH (pada klien dengan hipotiroidisme primer
akan terjadi
peningkatan TSH serum, sedangkan pada yang sekunder kadar
TSH dapat menurun atau normal.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Analisis Data

No Symthom Etiologi Problem


1 Gejala dan Tanda Mayor Penurunan fungsi Konstipasi
DS : gastrointestinal
- Defekasi kurang dari 2x ↓
seminggu Peristaltic usus
- Pengeluaran feses lama dan menurun
sulit

DO :
Absorbsi cairan di
- Feses Keras
usus meningkat
- Peristaltik usus menurun

Konstipasi
Gejala dan Tanda Minor
DS :

- Mengenjan saat defekasi


DO :

- Distensi abdomen
- Kelemahan umum
- Teraba masa pada rektal
2 Gejala dan Tanda Mayor G3 metabolisme Hipotermia

DS : ↓

- Tidak tersedia Produksi kalor

DO :
menurun

- Kulit teraba dingin
- Menggigil Penurunan suhu tubuh

- Suhu tubuh dibawah nilai ↓


Kulit terasa dingin
normal ↓
Hipotermia

Gejala dan Tanda Minor

DS :

- Tidak tersedia

DO :

- Akrosianosis
- Bradikardi
- Dasar kuku sianotik
- Hipoglikemia
- Hipoksia
- Pengisian kapiler > 3 detik
- Konsumsi oksigen
meningkat
- Ventilasi menurun
- Piloereksi
- Takikardia
- Fase konstriksi perifer
- Kutis memoratal (pada
neoatus)
3 Gejala dan Tanda Mayor Produksi ATP dan Intoleransi

DS : ADP menurun Aktivitas

- Mengeluh lelah ↓

DO :
Energy tubuh
berkurang
- Frekuensi jantung meningkat
>20% dari kondisi istirhat ↓
Merasa lemah, capek,
lemah
Gejala dan Tanda Minor ↓
Fatigue
DS :

- Despenia saat/setelah
Tidak bisa beraktivitas
beraktivitas
secara normal
- Merasa tidak nyaman setelah

beraktivitas
- Merasa lemah Intoleransi aktivitas

DO :

- Tekanan darah berubah


>20% dari kondisi istirahat
- Gambaran EKG
menunjukkan aritmia
saat/setelah beraktivitas
- Gambaran EKG
menunjukkan iskemia
- Sianosis
2. Rumusan Diagnosa
a. Konstipasi berhubungan dengan penurunan motilitas gastrointensinal
ditandai dengan feses kering dan BAB tidak tuntas
b. Hipotermia berhubungan dengan penurunan sekresi tubuh ditandai
dengan suhu tubuh dibawah batas normal dan menggigil
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakcukupan energy untuk
melakukan aktivitas sehari-hari ditandai dengan energi tubuh berkuran,
merasa lemah, capek, letih
C. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi


Keperawatan Hasil
1 Konstipasi Setelah dilakukan I.04151
tindakan keperawatan …x Manajemen Eliminasi Fekal
24 jam diharapkan
masalah keperawatan Tindakan :
konstipasi membaik,
dengan kriteria hasil : Observasi
1. Kontrol pengeluaran - Identifikasi masalah usus
feses meningkat dan penggunaan obat
2. Keluhah defeksi pencahar
lama dan sulit - Identifikasi penobatan yang
menurun berefek pada kondisi
3. Mengejan saat gastrointensinal
defeksi menurun - Monitor buang air besar
4. Distensi abdomen (mis, warna, frekuensi,
menurun konsistensi, voume)
5. Teraba masa pada - Monitor tanda dan gejala
rectal menurun diare,konstipasi atau impaksi
6. Urgency menurun
7. Nyeri abdomen Trapeutik
menurun - Berikan air hangat setelah
8. Kram bdomemen makan
menurun - Jadwalkan waktu defekasi
9. Konsistensi feses bersama pasien
membaik - Sediakan makanan tinggi
10. Frekuensi defekasi serat
membaik
11. Peristaltik usus Edukasi
membaiik - Jelaskan jenis makanan yang
membantu meningkatkan
keteraturn peristaltic usus
- Anjurkan mencatat warna,
frekuensi, konsistensi,
volume feses
- Anjurkan meningkatkan
aktivitas fisik
- Anjurkan mengkonsumsi
makann yang tinggi serat
- Anjurkan meningkatkan
asupan cairan
-
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian obat
supositorial anal, jika perlu

2 Hipotermia Setelah dilakukan I.15056


tindakan keperawatan …x Manajemen Hipertermia
24 jam diharapkan
masalah keperawatan Tindakan :
termoregulasi membaik,
dengan kriteria hasil : Observasi
1. Menggigil menurun
2. Kulit merah - Identifikasi penyebab

menurun Hipertermia (mis, dehidrasi,

3. Kejang menurun terpapar lingkungan panas,

4. Akrosianosis penggunaan inkubator)

menurun - Monitor suhu tubuh

5. Takikardi menurun - Monitor kadar elektrolit

6. Takipnea menurun - Monitor haluaran urine

7. Suhu tubuh - Monitor komplikasi akibat

membaik Hipertermia

8. Suhu kulit membaik


9. Kadar glukosa darah Terapeutik
membaik
- Sediakan lingkungan yang
10. Pengisian kaviler
dingin
membaik
- Longgarkan atau lepaskan
11. Ventilasi membaik
pakaian
12. Tekanan darah
- Basahi dan kipasi permukaan
membaik
tubuh
- Ganti linen setiap hari atau
lebih sering jika mengalami
hiperhidrosis (keringat
berlebih
- Lakukan pendinginan
eksternal
- Hindari pemberian
antipiretik atau aspirin
- Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi

- Anjurkan tirah baring

Kolaborasi

- Kolaborasi pemberian cairan


dan elektrolit intravena, jika
perlu
3 Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan I.05178
tindakan keperawatan …x Manajemen Energi
24 jam diharapkan
masalah keperawatan Tindakan :
toleransi aktivitas
meningkat, dengan Observasi
kriteria hasil :
1. Kemudahan dalam - Identifikasi gangguna fungsi

melakukan aktivitas tubuh yang mengakibatkan

sehari-hari kelelahan

meningkat - Monitor kelelahan fisik

2. Kecepatan berjalan - Monitor pola dan jam tidur

meningkat - Monitor lokasi dan

3. Jarak berjalan ketidknyamanan selama

meningkat melakukan aktivitas

4. Keluhan lelah
menurun Trapeutik

5. Perasaan lemah
- Sediakan lingkungan nymn
menurun
dan rendah stimulus
6. Aritmia saat
- Lakukanlatihan rentang
beraktivitas dan
gerak pasif atau aktif
setelah beraktivitas
mnurun
7. Frekuensi nafas Edukasi
membaik
- Anjurkan tirah baring
- Anjurkan melakukan
aktivitas secara bertahap
- Ajarkan strategi koping
untuk mmengurangi
kelelahan

Kolaborasi

- Kolaborasi dengan ahli gizi


tentang cara meningkatkan
asupan makanan

D. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai
tujuan yang spesifik, Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan
disusun dan berguna untuk memenuhi kebutuhan klien mencapai tujuan
yangdiharapkan secara optimal.
Pelaksanaan tindakan keperawatan harus diikuti oleh pencatatan yang
lengkap dan akurat terhadap suatu kejadian dalam proses keperawatan.
Dokumentasi tindakan keperawatan ini berguna untuk komunikasi antar tim
kesehatan sehingga memungkinkan pemberian tindakan keperawatan yang
berkesinambungan

E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan
cara melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan
tercapai atau tidak dan apakah intervensi dihentikan atau akan dilanjutkan.
BAB V
PENUTUP
Kesimpulan
Hipotiroidisme merupakan keadaan yang ditandai dengan terjadinya
hipofungsi tiroid yang berjalan lambat dan diikuti oleh gejala gejala kegagalan
tiroid. Keadaan ini terjadi akibat kadar hormon tiroid berada dibawah nilai
optimal. Hipotiroidisme juga sering terjadi pada pasien dengan riwayat
hipertiroidisme yang menjalani terapi radioiodium, pembedahan, atau preparat
antitiroid. Kejadian ini paling sering dijumpai pada wanita lanjut-usia. Terapi
radiasi untuk penanganan kanker kepala dan leher ini semakin sering menjadi
penyebab hipotiroidisme pada lansia laki-laki: karena itu, pemeriksaan fungsi
tiroid dianjurkan bagi semua pasien yang menjalani terapi tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Tim Prokja SLKI DPP PPNI. Definisi dan Krteria Hasil Keperawatan : Cetakan II :
Edisi I.
Tim Prokja SIKI DPP PPNI. Definisi dan Tindakan Keperawatan : Cetakan II : Edisi I.
Tim Prokja SDKI DPP PPNI. Definisi dan Indikator Diagnostik : Cetakan III (Revisi) :
Edisi I.
Corwin J. Elisabet.2004.patofisiologi untuk perawat.EGC,Jakarta. NANDA. 2012-2014.
EGC.
Sukandar, P. B., Susbiantonny, A., & Supadmi, S. (2014). Pengaruh Iodium Dan
Selenium Terhadap Jumlah Sel Spermatogonium Dan Struktur Histologis Tubulus
Seminiferus Testis Tikus Wistar Hipotiroid. Indonesian Journal of Micronutrition, 6(1),
150069.
Wija, I. B. E. U. (2021). HIPOTIROID KONGENITAL.
Hiola, F. A. A., Hilamuhu, F., & Katili, D. N. O. (2022). Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Cakupan Pelaksanaan Skrining Hipotiroid Kongenital di Rsu Prof. Dr.
H. Aloe Saboe Kota Gorontalo. Media Publikasi Promosi Kesehatan Indonesia
(MPPKI), 5(4), 435-440.
Rury Damayanti, R. (2022). HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG
HIPOTIROID KONGENITAL DENGAN TINGKAT KECEMASAN IBU NIFAS
MENGHADAPI SKRINING HIPOTIROID KONGENITAL PADA BAYI BARU
LAHIR (Doctoral dissertation, Universitas Kusuma Husada Surakarta).

Anda mungkin juga menyukai