Anda di halaman 1dari 54

MAKALA HIPERTIROIT

Di susun oleh :
Kelompok II

ELISA AWALIA RAMADANI


SITI JULFIANI NUS
TASKIA AUALIA
LENORA DIANA RAHANBINAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN GUNUNG SARI


MAKASSAR
T.A 2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat TUHAN YANG MAHA ESA yang telah
memberikan rahmat dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul “Rheumatoid Arthritis” ini dengan sebaik baiknya. Makalah ini disusun
guna memenuhi tugas mata kuliah Sistem Muskuloskeletal.
Makalah ini terselesaikan atas bantuan berbagai pihak, oleh karena itu kami
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Imelda Appulembang,S.Kep,MNS selaku Dosen Sistem Muskuloskeletal yang
memberikan motivasi, bimbingan, serta arahan.
2. Teman-teman yang telah membantu penyusunan makalah ini.
Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu saran dan kritik
yang bersifat membangun sangat kami harapkan.

MAKASSAR 7 MARET 2023

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................


DAFTAR ISI................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN............................................................................
A. Latar Belakang........................................................................
B. Rumusan Masalah...................................................................
C. Tujuan Penulisan.....................................................................
BAB II TINJAUAN TEORI........................................................................
A. KONSEP TEORITIS..............................................................
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN................................
C. PENDIDIKAN KESEHATAN
D. PENYIMPANGAN KDM......................................................
E. FUNGSI ADVOKASI............................................................
BAB III JURNAL........................................................................................
BAB IV PENUTUP.....................................................................................
A. Kesimpulan.............................................................................
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hipertiroid adalah suatu kondisi dimana kelenjar tiroid memproduksi hormon
tiroid secara berlebihan, biasanya karena kelenjar terlalu aktif. Kondisi ini
menyebabkan beberapa perubahan baik secara mental maupun fisik seseorang, yang
disebut dengan thyrotoxicosis (Bararah, 2009). Hipertiroid adalah gangguan yang
terjadi ketika kelenjar tiroid memproduksi hormon tiroid lebih dari yang dibutuhkan
tubuh. Hal ini kadang-kadang disebut tirotoksikosis, istilah untuk hormon tiroid terlalu
banyak dalam darah. Sekitar 1 persen dari penduduk AS memiliki hyperthyroidism.
Perempuan lebih mungkin mengembangkan hipertiroidisme daripada pria.
Di Amerika Serikat, penyakit Graves adalah bentuk paling umum dari
hipertiroid. Sekitar 60-80% kasus tirotoksikosis akibat penyakit Graves. Kejadian
tahunan penyakit Graves ditemukan menjadi 0,5 kasus per 1000 orang selama periode
20-tahun, dengan terjadinya puncak pada orang berusia 20-40 tahun. Gondok
multinodular (15-20% dari tirotoksikosis) lebih banyak terjadi di daerah defisiensi
yodium. Kebanyakan orang di Amerika Serikat menerima yodium cukup, dan kejadian
gondok multinodular kurang dari kejadian di wilayah dunia dengan defisiensi yodium.
Adenoma toksik merupakan penyebab 3-5% kasus tirotoksikosis (Lee, et.al., 2011).
Prevalensi hipertiroid berdasarkan umur dengan angka kejadian lebih kurang
10 per 100.000 wanita dibawah umur 40 tahun dan 19 per 100.000 wanita yang
berusia di atas 60 tahun. Prevalensi kasus hipertiroid di Amerika terdapat pada wanita
sebesar (1 ,9%) dan pria (0,9%). Di Eropa ditemukan bahwa prevalensi hipertiroid
adalah berkisar (1-2%). Di negara lnggris kasus hipertiroid terdapat pada 0.8 per 1000
wanita pertahun (Guyton, 1991 ).

B. Tujuan
1. Tujuan umum
Adalah untuk mengetahui penyakit Hipertiroid dan asuhan keperawatan pada
klien dengan Hipertiroid.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui penyakit Hipertiroid
b. Mengetahui penyebab Hipertiroid
c. Mengetahui patofisiologi pada Hipertiroid
d. Mengetahui pathway Hipertiroid
e. Mengetahui tanda dan gejala dari Hipertiroid
f. Mengetahui pemeriksaan penunjang/diagnostic pada Hipertiroid
g. Mengetahui penatalaksanaan medis pada Hipertiroid
h. Mengetahui komplikasi dari Hipertiroid
i. Mengetahui asuhan keperawatan pada klien Hipertiroid

C. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Hipertiroid ?
2. Apa penyebab Hipertiroid ?
3. Bagaimana patofisiologi dari Hipertiroid ?
4. Bagaimana pathway dari hipertiroid ?
5. Apa saja tanda dan gejala dari Hipertiroid ?
6. Apa saja pemeriksaan penunjang/diagnostic dari Hipertiroid ?
7. Apa saja penatalaksanaan medis dari Hipertiroid ?
8. Apa saja komplikasi dari Hipertiroid ?
9. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien Hipertiroid ?
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. KONSEP TEORITIS

A. Pengertian
Hipertiroidisme (hipersekresi hormon tiroid) adalah peningkatan produksi dan
sekresi hormon tiroid oleh kelenjar tiroid. (Marry:2009). Hipertiroidisme adalah
keadaan dimana terjadi peningkatan hormon tiroid lebih dari yang dibutuhkan tubuh.
Tirotoksikrosis merupakan istilah yang digunakan dalam manifestasi klinkis yang
terjadi ketika jaringan tubuh distimulasi oleh peningkatan hormone tiroid
(Tarwoto,dkk.2012). Angka kejadian pada hipertiroid lebih banyak pada wanita
dengan perbandingan 4:1 dan pada usia antara 20-40 tahun (Black,2009).
Hipertiroidisme adalah Suatu sindrom yang disebabkan oleh peninggian produsi
hormon tiroid yang disebabkan antara lain karena autoimun pada penyakit graves,
hiperplasia, genetik, neoplastik atau karena penyakit sistemik akut. Faktor
pencetusnya adalah keadaan yang menegangkan seperti operasi, infeksi, trauma,
penyakit akut kardiovaskuler ( P.K Sint Carolus:1995).

B. Etiologi
Menurut Tarwoto,dkk (2012) penyebab hipertiroid diantaranya adenoma
hipofisis, penyakit graves, modul tiroid, tiroiditis, konsumsi banyak yodium dan
pengobatan hipotiroid.
a. Adenoma hipofisis
Penyakit ini merupakan tumor jinak kelenjar hipofisis dan jarang terjadi.
b. Penyakit graves
Penyakit graves atau toksi goiter diffuse merupakan penyakit yang disebabkan
karena autoimun, yaitu dengan terbentuknya antibody yang disebut thyroid-
stimulatin immunoglobulin (TSI) yang melekati sel-sel tiroid. TSI merinu tindakan
TSH dan merangasang tiroid untuk membuat hormon tiroid terlalu banyak.
Penyakit ini dicirikan adanya hipertiroidisme, pembesaran kelenjar tiroid atau
(goiter) dan eksoftalmus (mata yang melotot).
c. Tiroditis
Tiroditis merupakan inflamasi kelenjar tiroid yang biasanya disebabkan oleh
bakteri seperti streptococcus pyogenes, staphycoccus aureus dan pnemucoccus
pneumonia. Reaksi peradangan ini menimbulkan pembesaran pada kelenjar tiroid,
kerusakan sel dan peningkatan jumlah hormon tiroid.
Tiroditis dikelompokan menjadi tiroiditis subakut, tiroiditis posetpartum, dan
tiroiditis tersembunyi. Pada tiroiditis subakut terjadi pembesaran kelenjar tiroid
dan biasanya hilang dengan sendirinya setelah beberapa bulan. Tiroiditis
pesetpartum terjadi sekitar 8% wanita setelah beberapa bulan melahirkan.
Penyebabnya diyakini karena autoimun. Seperti halnya dengan tiroiditis subakut,
tiroiditis wanita dengan posetpartum sering mengalami hipotiroidisme sebelum
kelenjar tiroid benar-benar sembuh. Tiroiditis tersembunyi juga disebabkan juga
karna autoimun dan pasien tidak mengeluh nyeri, tetapi mungkin juga terjadi
pembesaran kelenjar. Tiroiditis tersembunyi juga dapat mengakibatkan tiroiditis
permanen.
d. Konsumsi yodium yang berlebihan, yang mengakibatkan peningkatan
sistesis hormon tiroid.
e. Terapi hipertiroid, pemberian obat obatan hipotiroid untuk menstimulasi
sekresi hormon tiroid. Penggunaan yang tidak tepat menimbulkan
kelebihan jumlah hormon tiroid.

C. Patofisiologi
Pasien dengan hipertiroid menunjukan adanya sekresi hormon tiroid yang lebih
banyak, pernah berbagai faktor penyebab yang tidak dapat dikontrol melalui
mekanisme normal. Peningkatan hormon tiroid menyebabkan peningkatan
metabolisme rate, meningkatnya aktivitas saraf simpatis. Peningkatan metabolisme
rate menyebabnya peningkatan produksi panas tubuh sehingga pasien mengeluarkan
banyak keringat dan penurunan toleransi terhadap panas. Laju metabolisme yang
meningkat menimbulkan peningkatan kebutuhan metabolik, sehingga berat badan
pasien akan berkurang karena membakar cadangan energi yang tersedia. Keadaan ini
menimbulkan degradasi simpanan karbohidrat, lemak dan protein sehingga cadangan
protein otot juga berkurang.
D. Peningkatan aktivitas saraf simpatis dapat terjadi pada sistem kardiovaskuler yaitu
dengan menstimulasi peningkatan reseptor beta adrenergik, sehingga denyut nadi
lebih cepat, peningkatan kardiak output, stroke volume, aliran darah perifer serta
respon adenergik lainnya. Peningkatan hormon tiroid juga berpengaruh terhadap
sekresi dan metabolisme hipothalamus, hipofisis dalam mensekresi hormon gonad,
sehingga pada individu yang belum pubertas mengakibatkan keterlambatan dalam
fungsi seksual, sedangkan pada usia dewasa mengakibatkan penurunan libido,
infertile dan menstruasi tidak teratur. (Tarwoto,dkk.2012)
E. Gejala-Gejala Klinis
Menurut Tarwoto,dkk (2012) gejala-gejala klinis hipertiroid berikut ini:
a. Sistem kardiovaskuler
Meningkatkan heart rate, stroke volume, kardiak oputput, peningkatan kebutuhan
oksigen otot jantung, peningkatan vaskuler perifer resisten, tekanan darah sistole
dan diastole meningkat 10-15mmhg, palpitasi, disritmia, kemungkinan gagal
jantung, edema.
b. Sistem pernafasan
Pernafasan cepat, bernafas pendek, penurunan kapasitas paru.
c. Sistem perkemihan
Retensi cairan, menurunnya otot urine.
d. Sistem gastrointestinal
Meningkatnya peristaltik usus, peningkatan nafsu makan, penurunan berat badan,
diare, peningkatan penggunaan cadangan adifose dan protein, penurunan serum
lipid, peningkatan sekresi gastrointestinal, hiponatremia, muntah, dan keram
abdomen.
e. Sistem muskuloskeletal
Keseimbangan protein negatif, kelemahan otot, kelelahan,
f. Sistem integumen
Berkeringat yang berlebihan, kulit lembab, merah, hangat, tidak toleransi panas,
kedaan rambut lurus, lembut, halus dan mungkin terjadi kerontokan rambut.
g. Sistem endokrin
Sistem endokrin biasanya terjadi pembesaran kelenjar tiroid.
h. Sistem saraf
gugup, gelisah, emosi tidak stabil; seperti kecemasan, curiga, tegang dan
emosional.
i. Sistem reproduksi
Amenorahea, anovulasi, mens tidak teratur, menurunya libido, impoten.
j. Eksoftalmus
Eksoftalmus yaitu keadaan dimana bolamata menonjol kedepan seperti mau
keluar. Eksoftalmus terjadi karena adanya penimbunan karbohidrat kompleks
yang menahan air dibelakang mata. Retensi cairan ini mendorong bola mata

kedepan sehingga bola mata nampak menonjol keluar rongga orbita. Pada
keadaan ini dapat terjadi kesulitan dalam menutup mata secara sempurna sehingga
mata menjadi kering, iritasi atau kelainan kornea.

F. Pemeriksaan Diagnosis
a. Pemeriksaaan laboratorium
i. Serum T3,terjadi peningkatan (N:70-250 ng/dl atau 1,2-3,4 SI unit)
ii. Serum T4,tehrjadi peningkatan (N:4-12 mcg/dl atau 51-154 SI unit)
iii. In deks T4 bebas,meningkat (N:0,8-2,4 ng/dl atau 10-31 SI unit)
iv. T3RU meningkat (N:24-34%)
v. TRH stimulation test,menurun atau tidak ada respon TSH
vi. Tiroid antibodi antiglobulin antibodi (TSH-Rab), terjadi
peningkatan pada penyakit graves
b. Test penunjang lainnya
i. CT Scan tiroid
Mengetahui posisi,ukuran dan fungsi kelenjar tiroid. Iodine radioaktif (RAI)
diberikan secara oral kemudian diukur pengambilan iodine oleh kelenjar
tiroid.normalnya tiroid akan mengambil iodine 5-35% dari dosis yang
diberikan setelah 24 jam.pada pasien Hipertiroid akan meningkat.
ii. USG,untuk mengetahui ukuran dan komposisi dari kelenjar tiroid
apakah massa atau nodule.
iii. ECG untuk menilai kerja jantung,mengetahui adanya
takhikardia,atrial fibrilasi dan perubahan gelombang P dan T
(Tarwoto,dkk.2012)

G. Penatalaksanaan
a. Menurut Tarwoto,dkk (2012) tujuan pengobatan adalah untuk membawa tingkat hormon
tiroid keadaan normal,sehingga mencegah komplikasi jangka panjang,dan mengurangi
gejala tidak nyaman.tidak bekerja pengobatan tunggal untuk semua orang.Tiga pilihan
pemberian obat-obatan, terapi radioiod, dan pembedahan Obat-obatan antitiroid
i. Propylthiouracil (PTU),merupakan obat antihipertiroid pilihan, tetapi
mempunyai efek samping agranulocitosis sehingga sebelum di berikan
harus dicek sel darah putihnya. PTU tersedia dalam bentuk tablet 50 dan
100 mg.
ii. Methimozole (Tapazole), bekerja dengan cara memblok reaksi hormon
tiroid dalam tubuh.obat ini mempunyai efek samping agranulositosis,nyeri
kepala,mual muntah,diare,jaundisce,ultikaria.obat ini tersedia dalam bentuk
tablet 3 dan 20 mg.
iii. Adrenargik bloker,seperti propanolol dapat diberikan untuk mengkontrol
aktifitas saraf simpatetik.
iv. Pada pasien graves yang pertama kali diberikan OAT dosis tinggi PTU
300-600mg/hari atau methimazole 40-45mg/hari.

b. Radioiod Terapi
Radio aktif iodin-131, iodium radio aktif secara bertahap akan melakukan
sel-sel yang membentuk kelenjar tiroid namun tidak akan menghentikan
produksi hormon tiroid.

c. Bedah Tiroid
Pembedahan dan pengangkatan total atau parsial (tiroidektomy). Operasi
efektif dilakukan pada pasien dengan penyakit graves. Efek samping yang
mungkin terjadi pada pembedahan adalah gangguan suara dan kelumpuhan
saraf kelenjar tiroid.

d. Pemenuhan kebutuhan nutrisi dengan tinggi kalori dan tinggi protein, 3000-
4000 kalori.
H. Komplikasi
Menurut Tarwoto,dkk (2012)
a. Eksoftalmus, keadaan dimana bola mata pasien menonjol benjol keluar, hal
ini disebabkan karena penumpukkan cairan pada rongga orbita bagian
belakang bola mata. Biasanya terjadi pasien dengan penyakit graves.
b. Penyakit Jantung, terutama kardioditis dan gagal jantung.
c. Stromatiroid (tirotoksikosis), pada periode akut pasien mengalami demam
tinggi, takikardia berat, derilium, dehidrasi, dan iritabilitas ekstrim.
Keadaan ini merupakan keadaan emergency sehingga penganganan lebih
khusus. Faktor presipitasi yang berhubungan dengan tiroksikosis adalah
hipertiroidisme yang tidak terdiagnosis dan tidak tertangani, infeksi,
ablasitiroid, pembedahan, trauma, miokardiak infark, overdosis obat.
Penanganan pasien dengan stromatiroid adalah dengan menghambat
produksi hormon tiroid, menghambat konfersi T4 menjadi T3 dan
menghambat efek hormon terhadap jaringan tubuh. Obat-obatan yang
diberikan untuk menghambat kerja hormon tersebut diantaranya sodium
ioded intravena, glococorticoid, dexamethasone, dan propylthiouracil oral.
Beta-blockers diberikan untuk menurunkan efek stimulasi saraf simpatik
dan takikardia.
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Data-data yang perlu dikaji pada asuhan keperawatan dengan hipertiroid
Tarwoto,dkk. (2012) ialah sebagai berikut :
1. Data Demografi
Data demografi yang penting di kaji adalah usia dan jenis kelamin, karena
merupakan faktor yang berpengaruh terhadap hipertiroid
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat keluarga dengan faktor genetik, penyakit tiroid dan kanker
b. Riwayat kesehatan sekarang : riwayat penyakit tiroid yang dialami, riwayat
pengobatan dengan radiasi dileher, adanya tumor, adanya riwayat trauma
kepala, infeksi, riwayat penggunaaan obat-obatan seperti thionamide,
lithium, amiodarone, interferon alfa.
c. Riwayat sosial ekonomi : kemampuan memelihara kesehatan, konsumsi
dan pola makan, porsi makan.
3. Keluhan Utama
a. Kaji yang berhubungan dengan hipermetabolisme
 Penurunan berat badan
 Peningkatan suhu tubuh
 Kelelahan
 Makan dengan porsi banyak atau sering
b. Kaji yang berhubungan dengan aktivitas
 Cepat lelah
 Intoleransi aktivitas
 Tremor
 Insomnia
c. Kaji yang berhubungan dengan gangguan persarafan
 Iritabilitas
 Emosi tidak stabil seperti cemas atau mudah tersinggung
d. Kaji yang berhubungan dengan gangguan penglihatan
 Gangguan tajam penglihatan
 Pandangan ganda
e. Kaji yang berhubungan dengan gangguan seksual
 Amenorrhea, menstruasi tidak teratur
 Menurunnya infertile, resiko aborsi spontan
 Menurunnya libido
 Menurunnya perkembangan fungsi seksual
 Impoten
f. Kaji yang berhubungan dengan gangguan graves
 Eksoftalmus
 Pembesaran kelenjar tiroid
4. Pengkajian psikososial
Pasien dengan hipertiroid biasanya menampakkan suasana hati yang
tidak stabil, penurunan terhadap perhatian dan menunjukkan perilaku maniak.
Sering juga didapatka gangguan tidur.
5. Pemeriksaan fisik
a. Observasi dan pemeriksaan kelenjar tiroid
Palpasi kelenjar tiroid dan kaji adanya massa atau pembesaran. Observasi
ukuran dan kesimetrisan pada goiter pembesaran dapat terjadi empat kali
dari ukuran normal.
b. Optalmopathy (penampilan dan fungsi mata yang tidak normal)
Pada hipertiroid sering ditemukan adanya retraksi kelopak mata dan
penonjolan kelopak mata. Pada tiroksikosis kelopak mata mengalami
kegagalan untuk turun ketika klien melihat kebawah.
c. Observasi adanya bola mata yang menonjolkarena edema pada otot
ektraokuler dan peningkatan jaringan dibawah mata. Penekanan pada saraf
mata dapat mengakibatkan kerusakan pandangan seperti penglihata ganda,
tajam penglihatan. Adanya iritasi mata karena kesulitan menutup mata
secara sempurna perlu dilakukan pengkajian.
d. Pemeriksaan jantung
Komplikasi yang sering timbul pada hipertiroid adalah gangguan jantung
seperti kardioditis dan gagal jantung, oleh karenanya pemeriksaan jantung
perlu dilakukan seperti tekanan darah, takikardia, distritmia, bunyi jantung.
e. Muskuloskeletal
Biasanya ditemukan adanya kelemahan otot, hipeeraktif pada reflex tendon
dan tremor, iritabilitas.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan gangguan
metabolik
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan metabolism
3. Penurunan curah jantung berhubungan dengan hipertiroid tidak terkontrol dan
peningkatan aktifitas saraf simpatik
4. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan pembesaran kelenjar tiroid
5. Risiko ketidakseimbangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan
metabolisme
6. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolik
7. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan energy dengan
kebutuhan tubuh
8. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan produksi panas meningkat
9. Disfungsi seksual berhubungan dengan gangguan hormonal dan perubahan fungsi
tubuh
10. Ganguan pola tidur berhubungan dengan kurang control tidur dan peningkatan
metabolisme

C. Intervensi dan Rasional


1. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan gangguan
metabolisme
Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
keseimbangan nutrisi kembali normal.
Kriteria Hasil : Berat badan stabil, malnutrisi (-), kebutuhan metabolisme
terpenuhi.

Intervensi Rasional
Mandiri : Mandiri :
1.Hindari makanan yang dapat 1. Penigkatan multilitas saluran cerna
meningkatkan peristaltic usus. dapat mengakibatkan diare dan
ganguan absorpsi nutris
yang diperlukan.
Kolaborasi :
1.Konsultasi dengan ahli gizi utnutk 1.Mungkin memerlukan bantuan
memberikan diet kalori tinggi. untuk menjamin pemasukan zat-zat
makanan yang adekuat dan
mengidentifikasi makanan pengganti
yang paling sesuai.

Observasi : Observasi :
1. Auskultasi bising usus 1. Bising usu hiperaktif mencerminkan
peningkatkan motilitas lambung
yang menurnkan atau mengubah
fungsi absorpsi.
2. Pantau masukan makanan setiap 2. Penurunan berat badan terus
hari dan timbang berat badan tiap hari. menerus dalam keadaan masukan
kalori yang cukup merupakan indikasi
kegagalan terhadap terapi antitiriod.

Edukasi : Edukasi :
1.Dorong klien makan dan 1.Membantu menjaga pemasukan
meningkatkan jumlah kalori cukup tinggi untuk menambah
makan. kalori tetap tinggi.
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan metabolisme
Tujuan : setelah diberikan tindakan keperawatan 1x24 jam pola nafas
efektif
Kriteria hasil :
 nafas 16-20x/menit
 bernafas tidak menggunakan otot bantu tambahan

Intervensi Rasional
Mandiri
1. Auskultasi bunyi nafas dan catat 1. Bunyi nafas menurun / tak ada bila
adanya bunyi nafas adventisius, jalan nafas obstruksi sekunder terhadap
seperti krekels, mengi, gesekan perdarahan, bekuan atau kolaps jalan
pleural. nafas kecil ( atelektasis ). Ronki dan
mengi menyertai obstruksi jalan nafas /
kegagalan pernafasan.
2. Duduk tinggi memungkinkan
2. Tinggikan kepala dan bantu ekspansi paru dan memudahkan
mengubah posisi. Bangunkan klien pernafasan.
turun tempat tidur dan ambulasi
sesegera mungkin. 3. Dapat meningkatkan / banyaknya
3. Dorong / bantu klien dalam nafas sputum dimana gangguan ventilasi dan
dalam dan latihan batuk. ditambah ketidaknyamanan upaya
Penghisapan per oral atau nasotrakeal bernafas.
bila diindikasikan.

1.Memaksimalkan bernafas dan


Kolaborasi
menurunkan kerja nafas.
1.Berikan oksigen tambahan.

1.Kecepatan biasanya meningkat.


Observasi
Dispnea dan terjadi peningkatan kerja
1.Observasi frekuensi, kedalaman
nafas.
pernafasan dan ekspansi dada.
Catat
upaya pernafasan, termasuk
penggunaan otot bantu /
pelebaran nasal.

2.Observsi pola batuk dan 2.Kongesti alveolar mengakibatkan


karakter sekret. batuk kering / iritasi.

3. Penurunan curah jantung berhubungan dengan hipertiroid tidak terkontrol dan


peningkatan aktifitas saraf simpatik
Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan 2x24 jam curah jantung
menjadi adekuat sesuai dengan kebutuhan tubuh.
Kriteria Hasil : Tanda vital stabil, denyut nadi perifer normal, pengisian
kapiler < 3 detik, tidak ada distritnea.

Intervensi Rasional
Mandiri : Mandiri :
1. Catat atau perhatikan 1. Takirkardi mungkin merupakan
kecepatan irama jantung dan adanya cerminan langsung stimulasi otot
distrirnea. jantung oleh hormone tiroid distritnea
sering kali terjadi dan dapat
membahnyakan fungsi jantung atau
2. Auskultasi suara jantung, perhatikan curah jantug.
adanya bunyi jantung tambahan, 2. S1 dan mumur yang menonjol yang
adanya orama gallop dan mumur berhubungan dengan curah jantung
sistolik. meningakat pada keadaan metabolic.
adanya S3 sebagai tanda
kemungkinan gagal jantung
Kolaborasi :
1. Berikan cairan IV sesuai indikasi. Kolaborasi :
1. pemberian cauiran melalui IV
dengan Cepat untuk memperbaiki
2. Berikan sesuai indikasi. volum
sirkulasi
2. Mempertahankan curah jantung
yang adekuat.
Observasi : Observasi :
1. Observasi tanda dan gejala haus 1. Hidrasi yang cepat dapat terjadi
yang hebat, mukosa membran yang akan menurunkan volum
kering yang lemah. sirkulasi dan menurunkan curah
2. observasi nadi atau denyut jantung jantung.
pada pada pasien saat tidur. 2. Memberikan hasil pengkajian yang
lebih akurat untuk menentukan takikardi.

4. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan pembesaran kelenjar tiroid


Tujuan : setelah diberikan tindakan keperawatan 3x24 jam citra tubuh
klien tidak terganggu

Kriteria Hasil :

 Klien menyatakan perasaan positif terhadap dirinya sendiri.


 Klien berpartisipasi dalam berbagai aspek perawatan dan dalam
pengambilan keputusan tentang perawatan.

Intervensi Rasional
Mandiri : Mandiri :
1. Terima persepsi diri klien dan 1. untuk memvalidasi perasaannya.
berikan jaminan bahwa klien
dapat mengatasi krisis ini.

Observasi : Observasi :
1. Kaji kesiapan klien kemudian 1. keterlibatan dapat memberikan
libatkan klien dalam mengambil rasa kontrol dan meningkatkan
keputusan tentang keperawatan, harga diri.
bila memungkinkan.
Edukasi : Edukasi :
1. Dorong klien 1. untuk meningkatkan rasa
melakukan perawatan kemandirian dan
diri. kontrol.
2. Dorong klien untuk 2. Kedukaan harus
mengungkapkan kedukaan mendahului penerimaan.
tentang kehilangan.
3. Dorong klien untuk tetap 3. Catatan tertulis dapat
menuliskan perasaan, tujuan, membantu menunjukkan
keluhan, dan kemajuan yang kemajuan klien.
terjadi pada dirinya.
4. Diskusikan kemajuan klien dan
tunjukan bagaimana kondisinya 4. Untuk meningkatkan sikap positif.
telah meningkat.
5. Dorong klien untuk
berpartisipasi dalam kelompok 5. Untuk membantu mendapatkan
pendukung, bila perlu, membuat dukungan dan pemahaman
suatu perjanjian dengan profesi atau konseling tambahan.
kesehatan mental.
6. Dorong klien untuk 6. Untuk meningkatkan harga diri
menggambarkan perkembangan dan untuk mendemontrasikan
klien melalu hospitalisasi. bagaimana klien telah beradaptasi
terhadap perubahan citra tubuh.
7. Ajarkan dan dorong 7. Untuk membantu klien
strategi koping yang sehat. mengatasi perilaku yang tidak
produktif.
5. Risiko ketidakseimbangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan
metabolisme
Tujuan : Setelah diberi tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam risiko
ketidakseimbangan volume cairan tidak terjadi
Kriteria Hasil :
 Asupan dan haluaran cairan tetap pada kadar yang tepat sesuai usia dan
kondisi fisik.
 Klien mempunyai tugor kulit yang normal.
 Klien mempertahankan kadar elektrolit dalam batas normal.
Intervensi Rasional
Mandiri : Mandiri :
1. Timbang berat badan klien 1. Untuk membantu mendeteksi
setiap hari sebelum perubahan keseimbangan
sarapan. cairan.
2. Tentukan cairan apa 2. Untuk meningkatkan asupan.
yang disukai klien dan
simpan cairan tersebut
disamping tempat tidur
klien.
Kolaborasi :
Kolaborasi : 1. Untuk membantu mempertahankan
1. Berikan cairan parenteral keseimbangan cairan.
sesuai intruksi.
Observasi :
Observasi : 1. Membran mukosa kering
1. Periksa membran merupakan suatu indikasi
mukosa mulut setiap dehidrasi.
hari. 2. Perubahan niali elektrolit dapat
2. Pantau kadar elektrolit serum. menandakan ketidakseimbangan
cairan.
3. Penurunan asupan atau
3. Ukur asupan cairan peningkatan haluaran
dan haluaran urine mengakibatkan defisit
untuk cairan dan mengakibatkan kelebihan
mendapatkan status cairan.
cairan.

Edukasi : Edukasi :
1. Dorong klien untuk 1. Untuk membantu mencapai
mematuhi diet yang keseimbangan cairan dan
diinstrusikan. elektrolit.
2. Ajarkan klien dan anggota 2. Tindakan ini mendorong klien
keluarga cara dan pemberian asuhan untuk
mempertahankan asupan berpartisipasi dalam perawatan,
cairan yang tepat, termasuk sehingga meningkatkan kontrol.
mencatat berat badan setiap
hari, mengukur asupan dan
haluaran, dan mengenal
tanda- tanda
ketidakseimbangan cairan.

6. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme


Tujuan : setelah diberikan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam
suhu tubuh klien kembali normal
Kriteria hasil :
 suhu tetap normal 36,50C-370C
 keseimbangan cairan tetap stabil

INTERVENSI RASIONAL
Mandiri Mandiri:
1.Monitor suhu tubuh setiap 4 jam 1.Meyakinkan perbandingan data
yang akurat
Kolaborasi: Kolaborasi:
1.Berikan antipiretik sesuai indikasi 1.Dapat menurunkan demam

Observasi: Observasi:
1.Pantau dan catat denyut dan irama 1.Peningkatan deyut nadi, penurun
nadi, tekanan vena sentral, tekanan tekanan vena sentral dan penurunan
darah, frekuensi nafas, tingkat tekanan darah dapat mengindikasikan
responsivitas, dan suhu kulit setiap hipovollemia yang mengarah
4 jam. penurunan perfusi jaringan.
2.Observasi adanya konfusi disorientasi 2.Perubahan tingkat kesadaran dapat
merupakan akibat dari hipoksia
jaringan
Edukasi:
1.Anjurkan klien untuk minum sebayak Edukasi:
mungkin air jika tidak 1.Asupan cairan berlebih dapat
dikontraindikasikan mengakibatkan kelebihan cairan atau
dekompensasi jantung yang dapat
memperburuk kondisi pasien

7. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan energi dengan


kebutuhan tubuh
Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 3x24 jam klien
dapat beraktivitas
Kriteria hasil : Menunjukkan perbaikan kemampuan utnuk berpartipasi dalam
melakukan aktivitas.

Intervensi Rasional
Mandiri : Mandiri :
1. Pantau tanda vital dan catat 1. Nadi meningkat dan bahkan
nadi baik pada istirahat dan pada istirahat ( Takikardi ).
melakukan aktivitas.
2. Berikan sentuhan atau 2. Dapat menurunkan energy dalam
message, bedak yang sejuk. saraf yang selanjutnya meningkatkan
relaksasi.

Kolaborasi : Kolaborasi :
1.Berikan obat sesuai indikasi. 1.Untuk mengurangi kelelahan dan
Meningkatkan energi.
Observasi : Observasi :
1. Catat perkembangan 1.Kebutuhan dan konsumsi oksigen
takipneu, dispneu, pucat dan akan ditingkatkan pada keadaan
sianosis. hipemetabolik.
Edukasi :
Edukasi : 1.Membantu melawan pengaruh
1.Sarankan klien untuk mengurangi dari peningkatan metabolisme.
aktivitas dan meningkatkan istirahat
.

8. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan produksi panas meningkat


Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam
tidak ada resiko kerusakan integritas kulit
Kriteria Hasil : Mampu mengidentifikasi tindakan untuk membrikan
perlindungan pada mata dan pencegahan komplikasi.

Intervensi Rasional
Mandiri : Mandiri :
1.Bagian kepala tempat tidur 1.Menurunkan edema jaringan bila ada
ditinggikan dan batasi komplikasi seperti GJK yang mana
pemasukan garam jika ada dapat memperberat esoftalmus.
indikasi.
Kolaborasi :
Kolaborasi : 1.Untuk tindakan pengobatan medis.
1.Berikan obat sesuai indikasi
Observasi :
Observasi : 1. Oftalmolpati infiltraftif akibat dari
1. Evaluasi ketajaman mata. penigkatan jaringan retroorbits
yang menciptakan eksoftalmus.
2.Manifestasi umum dari stimulasi
2. Observasi edema aderenergik yang berlebihan
periobital,gangguan Penutupan dengan
kelopak mata. berhubungan dengan tirotoksikosis yang
memerlukan intervensi
pendukung sampe resolusi krisis
dapat
menghilangkan simtomatologis.
Edukasi :
1.Anjurkan klien menggunakan Edukasi :
kacamata gelap ketika terbangun dan 1. melindungi kerusakan kornea jika
tutup dengan penutup mata selama pasien tidak dapat menutup mata dengan
tidur sesuai dengan kebutuhan. sempurna karena edema atau fibrosis
bantalan lemak.

9. Disfungsi seksual berhubungan dengan gangguan hormonal dan perubahan fungsi


tubuh
Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan 3x24 jam fungsi
seksual kembali normal

Kriteria hasil :

 Klien mengakui adanya masalah atau kemungkinan masalah dalam fungsi


seksual.
 Klien mengungkapkan pemahaman mengenai penyebab disfungsi seksual
 Klien mengungkapkan keinginan untuk mendapatkan konseling.
 Klien menghidupkan kembali aktivitas seksual seperti sebelum sakit.

Intervensi Rasional
Mandiri: Mandiri :
1. Sediakan lingkungan yang 1. Tindakan ini mendorong klien
tidak mengancam, dan dorong untuk bertanya tentang hal
klien untuk bertanya tentang khusus yang berkaitan dengan
seksualitas pribadi. keadaan saat ini.

2. Berikan kesempatan klien untuk 2. Tindakan ini meningkatkan


mengungkapkan perasaan komunikasi dan
secara pemahaman
terbuka dalam lingkungan diantara klien dan beri asuhan.
yang tidak mengancam.

Edukasi : Edukasi :
1. Anjurkan klien untuk 1. Sediakan waktu dan lingkungan
mendiskusikan keluhannya yang kondusif untuk komunikasi
dengan suami atau istri antara klien dan suami atau istri
atau pasangan. atau pasangan untuk berbagi
2. Sarankan rujukan ke keluhan dan memperkuat
konselor seksual atau profesi hubungan
terkait lainnya dalam 2. Untuk memberikan sumber-
mendapatkan panduan sumber penunjang lanjutan
selanjutnya . terapi
bagi klien.

10. Ganguan pola tidur berhubungan dengan kurang control tidur dan peningkatan
metabolism
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam
gangguan pola tidur dapat di atasi
Kriteria hasil : klien mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat menghalangi
atau mengganggu tidur.klien tidur 5-6 jam dimalam hari

Intervensi Rasional
Mandiri : Mandiri :
1. Berikan bantuan tidur kepada klien, 1. Susu dan beberapa kudapan tinggi
seperti bantal, mandi sebelum tidur, protein, seperti keju dan kacang,
makanan atau minuman dan bahan mengandung L-trytophan, yang dapat
bacaan. mempermudah tidur. Higiene pribadi
secara rutin dapat mempermudah tidur
bagi sejumlah klien.
2. Ciptakan lingkungan tenang yang 2. Tindakan ini dapat mendorong
kondusif untuk tidur contohnya, tutup istirahat dan tidur klien.
gorden, sesuaikan pencahayaan atau
tutup pintu.
Kolaborasi : Kolaborasi :
1.Berikan pengobatan yang 1.Agenhipnotik memicu tidur: obat
diprogramkan untuk meningkatkan pola penenang menurunkan ansietas
tidur normal klien. Pantau dan catat
reaksi yang tidak diharapkan.

Observasi : Observasi :
1.Catat lamanya tidur klien 1.Mengetahui perubahan prosentase
pola tidur

Edukasi : Edukasi :
1.Berikan pendidikan kesehatan kepada 1.Upaya relaksasi yang bertujuan
klien tentang teknik relaksasi seperti biasanya dapat membantu
imajinasi terbimbing, relaksasi oto meningkatkan tidur
progresif, dan meditasi.

Discharge planing :
1. Atur pola nutrisi dengan tinggi kalori dan tinggi protein 3000-4000 kalori
2. Minum obat-obatan antitiroid secara teratur dan sesuai dosis
3. Hindari hal-hal pemicu terjadinya peningkatan hormon tiroid, contohnya:
mengkonsumsi makanan tinggi iodium

C.PENDIDIKAN KESEHATAN

Edukasi dan promosi kesehatan hipertiroid meliputi informasi menyeluruh tentang penyebab,
perjalanan klinis, manifestasi klinis, serta pilihan terapi yang tersedia. Selain itu dijelaskan juga 
potensi efek samping sesuai dengan etiologi.

Edukasi Pasien
Penderita hipertiroid harus memahami penyebab kondisi ini, disertai penjelasan pilihan terapi.
Kasus Grave’s disease dapat diterapi dengan obat antitiroid, ablasi radioaktif iodine, atau
pembedahan. Sementara, pada pasien toksik adenoma atau toksik multinodular goitre harus memilih
ablasi radioaktif iodine dan pembedahan.[1,3,5-7]
Untuk mengetahui etiologi, beberapa pemeriksaan penunjang harus dilakukan oleh pasien, di
antaranya kadar hormon tiroid, deteksi autoantibodi, dan scintigraphy tiroid. Penatalaksanaan yang
tepat dibutuhkan untuk mempertahankan kondisi eutiroid, untuk menurunkan risiko kematian.[3-6,7]
Untuk pasien hipertiroid yang merencanakan kehamilan, perlu berkonsultasi dengan dokter terlebih
dahulu. Hal ini penting mengingat potensi teratogenik pada fetus akibat konsumsi methimazole atau
pun propiltiourasil pada trimester awal kehamilan, begitu pula dengan komplikasi yang berhubungan
dengan kehamilan atau proses melahirkan, contohnya badai tiroid. Penderita hipertiroid sangat
dianjurkan untuk mencapai kondisi eutiroid sebelum memulai dan selama kehamilan.[22]
Upaya Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Genetik merupakan faktor risiko hipertiroid, yang disebabkan oleh Grave’s disease,
autoimun McCune-Albright syndrome, familial gestational hyperthyroidism atau toxic thyroid
adenoma with somatic mutation.[3,5]
Namun, faktor risiko lain yang bersifat nongenetik adalah stres psikologis dan merokok yang dapat
diupayakan untuk dihindari.[5]

D. PEYIMPANGAN KDM
E. FUNGSI ADVOKASI

Peran perawat sebagai advokasi pasien adalah perawat mampu memberikan


perlindungan terhadap pasien, keluarga pasien, dan orang – orang disekitar pasien. Hal ini
didukung dengan hasil penelitian Umasugi (2018) bahwa perawat sebagai pelindung,
perawat mampu mempertahankan lingkungan yang aman dan nyaman dan mengambil
tindakan untuk mencegah terjadinya kecelakaan yang tidak diinginkan dari hasil
pengobatan, contohnya mencegah terjadinya alergi terhadap efek pengobatan dengan
memastikan bahwa pasien tidak memiliki riwayat alergi. Salah satu untuk mencegah
terjadinya hal – hal yang merugikan pasien perawat harus saling berkoordinasi dengan
adanya standar komunikasi yang efektif dan terintegrasi dalam kegiatan timbang terima
yang dilakukan untuk mencegah terjadinya kesalahan (Alvaro et al. 2016 dalam
Triwibowo & Zainuddin 2016). Peran advokasi perawat terhadap pasien juga terlaksana
dalam pemberian penjelasan tindakan prosedur dalam informed consent berperan sebagai
pemberi informasi, pelindung, mediator, pelaku dan pendukung (Tri Sulistiyowati, 2016).
Perawat memberikan perlindungan terhadap pasien untuk mencvegah terjadinya
penyimpangan/malpraktik yang pada dasarnya setiap profesi kesehatan sudah harus
memahami tanggung jawab dan integritasnya dalam memberikan pelayanan kesehatan.
Para professional kesehatan terutama perawat harus memahami hak – hak dan kewajiban
pasien sebagai penggunan layanan kesehatan. (Kusnanto, 2004). Dalam artikelnya Nurul
(2018) pasien berhak mendapatkan pelayanan yang manusiawi dan jujur. Pasien berhak
mendapatkan pelayanan yang sama tanpa adaanya diskriminasi. Pasien berhak didampingi
oleh keluarga selama di rawat. Pasien juga berhak memilih tim medis dan rumah sakit
sesuai dengan kebutuhannya, namun pada hal ini perawat harus memberikan
informasi yang sejujurnya agar pasien tidak salah dalam memilih. Kemudian pasien berhak
mengetahui hasil pemeriksaan yang dilakukannyan dan berhak mendapatkan perlindungan
privasi. Dalam hal ini perawat sebagai pendamping pasien selama 24 jam penuh wajib
memenuhi hak pasien tersebut yang berperan sebagai advokasi bagi pasien untuk
menghindari terjadinya kesalahan asuhan keperawatan.

F. Perawat harus menghargai pasien yang dirawatnya sebagai manusia yang utuh sehingga
tidak menjadi beban selama menajalani perannya sebagai advokat pasien. Namun beberapa
penghambat yang dialami perawat dalam menjalankan perannya adalah salahnya
paradigma perawat sebagai pembantu atau asisten dokter (Suryani, dkk, 2013) yang masih
menjadi pencetus hilangnya kepercayaan diri perawat dalam melaksanakan peran sebagai
advokasi tersebut. Tingkatkan pendidikan juga harus ditingkatkan agar perawat dapat
meningkatan ilmu pengetahuan sehingga pada saat pelaksanaan asuhan keperawatan yang
dilaksanakan bisa lebih dilakukan dengan teliti. Kemudian hal yang terpenting untuk
melaksanakan peran sebagai advokasi pasien adalah bagaimana seorang perawat dapat
berkomunikasi dengan baik dengan pasien maupun dengan mitra sejawat. Komunikasi
adalah bentuk aksi untuk melakukan interaksi yang akan memberikan informasi silang
antara pasien dan mitra sejawat. Apabila komunikasi antar perawat dan pasien atau
keluarga akan memberikan feedback yang positif antara kedua pihak. Yang tentunya akan
membantu proses perawatan yang lebih mudah dan pasien akan merasa nyaman dengan
tindakan yang dilakukan. Sehingga peran perawat sebagai advokasi pasien salah satunya
mediator antara pasien dan tenaga kesehatan lainnya dapat tercapai (Irfanti, 2019).
BAB III

JURNAL

JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)


Volume 3, Nomor 3, April 2015 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

BEBERAPA FAKTOR RISIKO


KEJADIAN HIPERTIROID PADA
WANITA USIA SUBUR DI
KABUPATEN MAGELANG
“Studi Kasus di Klinik Litbang BP2GAKI
Magelang”
Erent Ersantika Sari*), Henry Setyawan**), Ari Udiyono**), Agus Suwandono**)
*)Mahasiswa Peminatan Epidemiologi dan Penyakit Tropik FKM UNDIP
**)Dosen Bagian Peminatan Epidemiologi dan Penyakit Tropik FKM UNDIP
Email : erent.ersantika@gmail.com

ABSTRACT
Hyperthyroidism is the condition that occurs due to excessive production of thyroid
hormone by thyroid gland which increased the levels of fT4, T4, fT3, and decreased TSH.
The results of RISKESDAS showed that the proportion of household iodine
suplementation increased to 5% in 2013. This can eventually leads to hyperthyroidism.
Last screening by Magelang District Health Department showed that there is 16,67 %
cases of Hyperthyroidism in 2013. The purpose of this research is to analyze some risk
factors of hyperthyroidism in fertile age women in Magelang District. This research use
analytical observation with cross sectional comparative design with 100 sample in
endemic area and 54 in non endemic area of GAKI (Iodine deficiency disorders). Logistic
Regression was used to analyze data with significance level of 5 %. The results of
multivariate analysis showed in endemic GAKI areas, the consumption of iodine capsule
(pOR=10,6 p=0,001), stress level (pOR = 8,4 p=0,001), high iodine food (pOR=5,8
p=0,007), iodine salt > 30 ppm (pOR=6,9 p=0,002) and smoke exposure (pOR=4,1
p=0,030) were risk factors of hyperthyroidism. Despite, hormonal contraception
(pOR=8,0 p=0,007) was not a risk factor of hyperthyroidism. The results of multivariate
analysis showed in non endemic GAKI areas, stress level ( pOR = 11.2 p = 0.002 ) and
high iodine food (pOR = 8.0 , p = 0.007 ) were risk factors of hyperthyroidism. Despite,
iodine salt > 30 ppm , hormonal contraception , the consumption of iodine capsule, and
smoke exposure have P value ≥ 0.05 so it was not a risk factors of hyperthyroidism in
Magelang District. The results of multivariate analysis showed in Magelang Distric,
stress level ( pOR = 41,1 p ≤ 0,0001 ), high iodine food (pOR = 11,2 p ≤ 0.0001), smoke
exposure (pOR=3,5 p=0,037) and the consumption of iodine capsule(pOR =4,97
p=0,016) were risk factors of hyperthyroidism. Despite, iodine salt > 30 ppm and
hormonal contraception have P value ≥ 0.05 so it was not a risk factors of
hyperthyroidism in Magelang District.

Keywords : Hyprthyroidism, High Iodine Suplementation, Iodine Salt > 30 ppm, Iodine
Capsule, Hormonal Contraception, Stress, Smoke Exposure.

152
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 3, Nomor 3, April 2015 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

PENDAHULUAN: perlu diwaspadai seiring dengan


Hipertiroid adalah peningkatan penanggulangan GAKI melalui konsumsi
kadar hormon tiroid bebas secara garam beriodium maupun kapsul beriodium.7
berlebihan yang beredar dalam sirkulasi Berdasarkan data Riskesdas 2013 Rumah
peredaran darah tubuh akibat hiperaktivitas tangga dengan proporsi lebih iodium
kelenjar tiroid yang ditandai dengan meningkat dari 1% pada tahun 2007 menjadi
peningkatan kadar free Thyroxine fT4, 5% pada tahun 2013. Presentase risiko
Thyroxine (T4), free Triiodothyronine (fT3) kelebihan iodium tahun 2013 cenderung
atau Triiodothyronine (T3) dan penurunan lebih tinggi dibandingkan tahun 2007.8
Thyroid Stimulating Hormone (TSH).1–3 Kategori Iodine Induced Hyperthyroidism
Hipertiroid dapat didiagnosis secara tepat dan risiko gangguan
melalui pemeriksaaan laboratorium dengan
menguji kadar hormon tiroid dan TSH di
dalam darah. Dikatakan hipertiroid jika
TSH serum<0.3mU/l dan fT4>24,5pmol/l
atau fT3>6.3pmol/l.4 Selain dari diagnosis
pasien melalui pemeriksaan laboratorium,
hipertiroid memiliki manifestasi klinis
yang terdiri dari peningkatan frekuensi
denyut jantung, gelisah, lekas marah,
tremor, iritabilitas, tidak tahan panas,
keringat berlebihan, penurunan berat
badan, peningkatan rasa lapar, gondok,
exopthalmus, dan lain-lain.5,6 Hipertiroid
berdampak pada penurunan kualitas
sumber daya manusia dan mengganggu
penampilan secara kosmetika (pembesaran
kelenjar gondok dan exophtalmus).5 Wanita
Usia Subur yang hipertiroid akan
mengalami aktivitas kerja rendah sebesar
empat kali lebih tinggi.7 Hasil pemetaan
tahun 2003 didapatkan bahwa angka TGR
ditingkat nasional naik sebesar 11,7%,
disisi lain dari hasil pemeriksaan
Urineary Iodine Excretion (UIE) banyak
yang mengalami kadar iodium dalam urine
> 300 mg/L, yang artinya memiliki
kecenderungan menderita hipertiroid.5
Kadar rata-rata iodine dalam urine pada
survei evaluasi tahun 2003 adalah 229
mg/L, dimana di tingkat provinsi kadar
tertinggi adalah 337 mg/L dan sebanyak
35% masuk kategori risiko kelebihan iodin
(yaitu >300 mg/L). Hal ini menunjukkan
bahwa munculnya penyakit hipertiroid
riwayat konsumsi kapsul, penggunaan
kesehatan naik menjadi 66,8% dari kontrasepsi hormonal, stress dan paparan
sebelumnya hanya 24,4%, hal ini berarti asap rokok. Hipertiroid berdampak pada
sebagian penduduk memiliki status penurunan aktivitas kerja pada Wanita Usia
iodium yang dapat menimbulkan Subur sebesar 4 kali lebih rendah,
gangguan kesehatan dan mempengaruhi sehingga hal ini penting diteliti untuk
aktivitas kerja sehari-hari.7 Prevalensi mengetahui beberapa faktor risiko yang
hipertiroid di Indonesia berdasarkan berpengaruh terhadap kejadian hipertiroid
jawaban pernah didiagnosis dokter pada Wanita Usia Subur.
sebesar 0,4%, sedangkan di Jawa Tengah METODE PENELITIAN
sebesar 0,5%, dimana prevalensi
hipertiroid pada perempuan cenderung
lebih tinggi daripada laki-laki.9
Berdasarkan data Register Klinik
dan data Uji Laboratorium BP2GAKI
(Balai Penelitian dan Pengembangan
Gangguan Akibat Kekurangan Iodium)
Magelang tahun 2011, bahwa sebesar
78% pasien yang datang ke Klinik
BP2GAKI berjenis kelamin wanita,
dengan distribusi pasien terbanyak diusia
20-40 tahun, dan distribusi pasien
terbanyak berasal dari Jawa Tengah
dengan kedatangan pasien dari
Kabupaten Magelang sebesar 42,43%.
Berdasarkan data yang diperoleh dari
Klinik Litbang GAKI di BP2GAKI
Magelang pada tahun 2011 pasien
dewasa yang terdiagnosis hipertiroid
sebesar 24,7% dan hanya 5,94%
hipotiroid.10 Berdasarkan laporan tahunan
BP2GAKI Tahun 2013, perbandingan
pasien hipertiroid dan hipotiroid adalah
13:2.9 Berdasarkan data diatas, maka saat
ini masalah GAKI telah bergeser menjadi
hipertiroid, hal ini menunjukkan
hipertiroid perlu mendapatkan erhatian
khusus dariada sebelumnya. Hipertiroid
adalah penyakit yang memiliki banyak
faktor dengan faktor ekologi dan faktor
genetik. Faktor genetik menyumbang
79% kejadian hipertiroid, sisanya (21%)
disumbangkan oleh faktor ekologis.
Hipertiroid lebih banyak terjadi pada
wanita, dimana kejadiannya semakin
meningkat seiring bertambahnya usia.
Beberaa faktor risiko yang akan diteliti
diantaranya adalah perilaku konsumsi
makanan kaya iodium, garam beriodium,
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 3, Nomor 3, April 2015 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

Penelitian ini dilakukan pada 100


kelompok Wanita Usia Subur di 80
Kabupaten Magelang. Jenis penelitian ini 60
adalah observasional dengan desain cross 40 Lebih
sectional comparative. Jumlah sampel 20
Rendah
0
penelitian ini adalah 154 orang yang terdiri Endemis Non Kab.
dari 100 orang dari daerah endemis dan GAKI EndemisMagelang
GAKI
54 orang dari daerah non endemis yang
dipilih dengan teknik propotional random Tabel 1 menunjukkan di endemis
sampling serta sesuai dengan kriteria GAKI dan Kabupaten Magelang sebagian
inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi besar
penelitian ini, antara lain : bertempat
tinggal di kabupaten Magelang, wanita
usia subur, bersedia menjadi responden,
dan tidak sedang menderita sakit berat.
Status tiroid didapatkan berdasarkan data
sekunder dari

Tabel 1. Karakteristik Responden

Grafik 1 Konsumsi Makanan Kaya Iodium


BP2GAKI, diagnosis dilakukan dengan
pengukuran TSH dan fT4. Kriteria ekslusi
pada penelitian ini adalah responden yang
tidak berada ditempat saat penelitian sedang
berlangsung, sedang mengandung, pernah
atau sedang menjalani terapi pengobatan
levothyroxine (suplemen iodium). Analisis
yang dilakukan adalah univariat, bivariat
dan multivariat untuk mengetahui faktor
risiko yang paling berpengaruh.

HASIL PENELITIAN
Karakteristik responden berdasarkan
penelitian adalah sebagai berikut :
responden mengkonsumsi makanan kaya
iodium kurang dan di non endemis GAKI
lebih banyak responden mengkonsumsi
makanan kaya iodium berlebih.

Grafik 2 Konsumsi Garam Beriodium


150
100
50 > 30ppm
0 <30ppm
Endemis Non Kab.
GAKI Endemis Magelang
GAKI

Grafik 2 menunjukkan hampir


seluruh responden yang mengkonsumsi
garam beriodium > 30ppm baik di daerah
endemis GAKI, non endemis GAKI dan
Kabupaten Magelang.
Grafik 3 Konsumsi Kapsul Iodium
120
100
80
60
Ya
40
20 Tidak
0
Endemis Non Kab.
GAKI EndemisMagelang
GAKI

Grafik 3 menunjukkan bahwa


mayoritas responden tidak pernah
mengkonsumsi kapsul iodium baik di ketiga
daerah.

Grafik 4 Penggunaan Kontrasepsi


Hormonal
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 3, Nomor 3, April 2015 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

150 100
80
100 60
40
B
20
50 0 e
Ya E N K r
Tidak n o a
d n b a
e .
t
m
is

0 GAKI E M
n ag
Endemis
Kab. d ela
GAKI Non
e ng
Endemis
m
i
s

G
A
K
I
GAKI Magelang
Grafik 5
menunjukka
bahwa lebi
Grafik 4 menunjukkan bahwa Grafik 6 menunjukkan bahwa
responden lebih banyak yang tidak sebagian besar responden yang terpapar
menggunakan kontrasepsi hormonal baik di asap rokok baik di ketiga wilayah.
ketiga daerah. Grafik 7 Status Penyakit
100
Grafik 5 Stres Psikis
50
Hipertiroid

Eutiroid
0
Endemis Non EndemisKab.
150 GAKIGAKIMagelang

100
Grafik 7 menunjukkan bahwa
50 Ya setengah responden hipertiroid di daerah
0 Tidak endemis GAKI dan lebih banyak responden
EndemisNon Kab. eutiroid di daerah non endemis dan
GAKIEndemis Magelang Kabupaten Magelang.
GAKI
Tabel 2 Hasil Rekapitulasi Analisis Bivariat banyak responden di daerah endemis
di Endemis GAKI GAKI yang mengalami stress ringan,
sedangkan pada daerah non endemis
GAKI dan Kabupaten Magelang lebih
banyak responden yang mengalami stress
berat.

Grafik 6 Paparan Asap Rokok

Tabel 2 menunjukkan bahwa dari


enam variabel bebas didapatkan lima
variabel yang berhubungan dan satu
variabel yang tidak berhubungan.

Tabel 3 Hasil Rekapitulasi


Analisis Bivariat di Non Endemis GAKI

Berdasarkan tabel 3, menujukkan bahwa


dari enam variabel bebas didapatkan tiga
variabel bebas yang berhubungan dan tiga
variabel bebas yang tidak berhubungan di
daerah non endemis.
Tabel 4 Hasil Rekapitulasi Analisis
Bivariat di Kabupaten Magelang
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 3, Nomor 3, April 2015 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

variabel tidak berhubungan yaitu


penggunaan garam beriodium >30 ppm.

PEMBAHASAN
Skrining terakhir yang dilakukan
Dinas Kesehatan Kabupaten Magelang pada
tahun
Berdasarkan tabel 4, menunjukkan bahwa
dari enam variabel bebas didapatkan lima
variabel yang berhubungan dan satu variabel
tidak berhubungan di Kabupaten Magelang.
Tabel 5 Analisis Multivariat Endemis
GAKI

Berdasarkan tabel 5, dari lima variabel


(p<0,025) di analisis bivariat, yang masuk
dalam analisis multivariat semuanya
berhubungan dengan kejadian hipertiroid di
daerah endemis.

Tabel 6 Analisis Multivariat Non Endemis


GAKI

Berdasarkan tabel 6, dari tiga variabel


(p<0,025) di analisis bivariat, yang masuk
dalam analisis multivariat, didapatkan dua
variabel yang berhubungan dan satu variabel
yang tidak berhubungan yaitu paparan asap
rokok.

Tabel 7 Analisis Multivariat di Kabupaten


Magelang

Berdasarkan tabel 7, dari lima variabel


(p<0,025) di analisis bivariat, didapatkan
empat variabel yang berhubungan dan satu
2013 menunjukkan bahwa terdapat makanan kaya iodium dengan kejadian
16,67% kasus hipertiroid di Kabupaten hipertiroid pada WUS di daerah endemis,
Magelang. Hipertiroid dipengaruhi juga non endemis dan Kabupaten Magelang.
oleh faktor umur dan jenis kelamin. Hasil penelitian ini sejalan dengan
Dalam penelitian ini tidak ada perbedaan penelitian di Aalborg dan Compenhagen,
jenis kelamin karena responden yang Denmark mengenai hubungan asupan
diambil adalah sebanyak 154 Wanita Usia iodium dengan kejadian hipertiroid,
Subur dengan rentang usia 17-49 tahun di dimana ditemukan adanya hubungan yang
Kabupaten Magelang. Responden signifikan antara asupan iodium dengan
penelitian terdiri dari 100 responden dari peningkatan kejadian hipertiroid.17
daerah endemis GAKI yaitu salaman,
borobudur, ngluwar, salam, dukun,
sawangan, mertoyudan, kajoran,
kaliangkrik, bandongan, pakis, ngablak,
secang dan windusari, sedangkan 54
responden dari daerah non endemis GAKI
yaitu Srumbung, Muntilan, Mungkid,
Tempuran, Candimulyo, Grabag,
Tegalrejo.
Prevalensi hipertiroid di Inggris
menyerang 2% wanita (10 kali lipat
dibanding pria), di Amerika ditemukan
pada 1,9% wanita dan 0,9% laki-laki.11–
13
Data dari beberapa rumah sakit di
Indonesia menunjukkan perbandingan
yang serupa dimana wanita lebih banyak
yang terserang hipertiroid dengan rentang
usia 21-30 tahun (41,73%).11,12
Berdasarkan penelitian lain menyebutkan
bawa risiko tertinggi menyerang pada
kelompok umur muda (usia rata-rata 30-50
tahun), dimana umur diatas 40 tahun yang
paling berisiko.14–16 Hipertiroid lebih
banyak ditemukan di Eropa dan negara-
negara lain di seluruh dunia, rentan pada
daerah defisiensi iodium.6
Analisis penelitian mengenai
hubungan tingkat konsumsi makanan kaya
iodium ini menggunakan analisis
multivariat dengan regresi logistik,
menunjukkan ada hubungan yang
signifikan tingkat konsumsi makanan
kaya iodium dengan hipertiroid di ketiga
kategori daera, dimana pada daerah
endemis GAKI didapat p=0,007, di daerah
non endemis GAKI didapat p=0,007 dan
di Kabupaten Magelang didapat
p=<0,0001 yang menunjukkan ada
hubungan signifikan tingkat konsumsi
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 3, Nomor 3, April 2015 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

Asupan iodium yang berlebihan antara penggunaan garam beriodium dengan


dalam tubuh mengebabkan fungsi otonom kejadian hipertiroid. Hal ini serupa dengan
dari tiroid mensintesis dan melepaskan hasil penelitian di Phansan, Cina mengenai
hormon tiroid dalam jumlah yang hubungan intake iodium dengan prevalensi
berlebihan. Hal ini dapat terjadi dikarenakan hipertiroid, dimana diperoleh hasil bahwa
jumlah iodium yang berlebihan dapat kejadian hipertiroid tidak signifikan
meblokir fungsi tiroid dalam memproduksi meningkat setelah adanya program
hormon. Peristiwa ini ditandai dengan Universal Salt Iodization (USI). 4

peningkatan kadar hormon tiroid dalam


darah terutama kadar FT4. Selain itu kondisi
kelebihan iodium juga dapat berakibat buruk
terhadap kesehatan yaitu terjadinya
tirotoksikosis dan meningkatkan risiko
Iodine Induced Hyperthyroidsm (IIH).18,19
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan
penelitian di Cina yang menyebutkan asupan
iodium berlebih tidak meningkatkan risiko
hipertiroid.20
Beberapa responden dengan kasus
hipertiroid mengaku konsumsi makanan
kaya iodiumnya tinggi ketika sedang
bekerja merantau ke kota yang merupakan
daerah pesisir. Penelitian menemukan bahwa
kejadian hipertiroidisme meningkat pada
orang-orang dengan kekurangan iodium
berat kronis yang tiba-tiba meningkatkan
asupan iodium mereka.4
Upaya dalam mencegah dan
menanggulangi masalah GAKI di
masyarakat, dilakukan dengan upaya tidak
langsung, yaitu melalui fortifikasi garam
konsumsi dengan iodium, yang dikenal
dengan garam beriodium.21,22 Hasil yang
signifikan hanya ditemukan di daerah
endemis GAKI dimana didapat nilai
p=0,002, hal ini sejalan dengan penelitian di
Denmark mengenai peningkatan kejadian
hipertiroid setelah adanya program
fortifikasi garam, dimana dalam penelitian
tersebut menunjukkan bahwa terdapat
hubungan yang bermakna antara asupan
garam beriodium dengan peningkatan
prevalensi hipertiroid.17 Hal berbeda
ditunnjukkan pada daerah non endemis dan
Kabupaten Magelang yang menunjukkan
hasil bahwa tidak hubungan yang signifikan
Upaya jangka pendek yang peningkatan kejadian hipertiroid. Hal ini
dilakukan pemerintah dalam rangka dikarenakan sintesis hormon tiroid yang
pengendalian GAKI adalah dengan tidak terkendali dalam jaringan otonom
distribusi kapsul iodium, dengan dosis 200 berkembang selama periode asupan
mg untuk ibu hamil dan ibu menyusui, iodium rendah. Peningkatan ini terkait
sedangkan bayi mendapatkan kapsul dengan kenaikan berlebihan asupan
iodium dengan dosis 100 mg.23,24 Setiap iodium yang
tahunnya dibutuhkan 50 mg iodium dalam
bentuk iodida ntuk daat membuat tiroksin
dalam jumlah normal. Selanjutnya iodide
akan diabsorbsi dari saluran pencernaan ke
dalam darah. Seperlima dari iodida yang
beredar di dalam darah akan digunakan
oeh kelenjar tiroid sebagai bahan baku
pembuatan hormon tiroid. Hormon tiroid
disintesis dan disimpan dalam keadaan
terikat dengan protein di dalam sel-sel
kelenjar tiroid. Hormon tiroid di simpan
dalam folikel dalam jumlah yang cukup
untuk kebutuhan dua hingga tiga bulan ke
depan. Ketika diperlukan hormon tiroid
akan dilepaskan ke dalam aliran darah.25
Berdasarkan analisis multivariat
diperoleh nilai p=0,001 di daerah
endemis GAKI, nilai p=0,016 di
Kabupaten Magelang yang menunjukkan
bahwa ada hubungan yang signifikan
antara riwayat konsumsi kapsul iodium
dengan kejadian hipertiroid. Hal ini
sejalan dengan penelitian tentang analisis
implementasi kebijakan pemerintah
dengan pengentian suplementasi kapsul
iodium di Kabupaten Magelang yang
menyatakan bahwa kasus hipertiroid
merupakan salah satu faktor yang
menyebabkan dikeluarkannya kebijakan
penghentian suplementasi kapsul iodium.26
Penghentian program penanggulangan
GAKI dengan kapsul iodium dilaksanakan
tahun 2009, sedangkan pada tahun 2004
Kabupaten Magelang sudah dinyatakan
daerah endemis GAKI ringan.24,27.
Penelitian lain juga menyebutkan bahwa
peningkatan hipertiroid juga telah terbukti
meningkat kembali ketika suplementasi
lanjutan iodium 3-5 tahun kemudian.4
Suplementasi iodium untuk
populasi di daerah defisiensi iodium yang
kurang tepat sasaran dapat disertai dengan
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 3, Nomor 3, April 2015 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

cepat (2 tahun) dan durasi serta keparahan Analisis penelitian mengenai


kekurangan iodium sebelumnya.4 hubungan tingkat stress dengan kejadian
Hasil penelitian lain ditunjukkan di hiertiroid menggunakan analisis multivariat
daerah non endemis GAKI, dimana hasil menunjukkan hubungan yang signifikan
penelitian menunjukkan bahwa tidak ada baik di daerah endemis GAKI, non
hubungan yang signifikan antara riwayat endemis GAKI dan Kabupaten Magelang.
konsumsi kapsul iodium dengan kejadian Dari peritungan statistik dieroleh nilai
hipertiroid. Hal ini sejalan dengan penelitian p=0,001 di daerah endemis GAKI, nilai
di Cina yang menemukan bahwa p=0,002 dan nilai p=<0,0001 di Kabupaten
suplementasi iodium tidak berhubungan
signifikan terhada kejadian hipertiroid pada
daerah kekurangan iodium tingkat sedang.
Kelebihan iodium secara terus menerus atau
berlangsung lama tidak meningkatkan risiko
hipertiroid.20
Analisis penelitian mengenai
hubungan penggunaan kontrasepsi hormonal
dengan kejadian hipertiroid menunjukkan
hasil bahwa tidak ada hubungan signifikan
penggunaan kontrasepsi hormonal dengan
kejadian hipertiroid pada WUS baik di
daerah endemis GAKI, non endemis GAKI
dan Kabupaten Magelang. Hasil penelitian
ini sejalan dengan penelitian di Magelang
yang menemukan bahwa tidak ada hubungan
kontrasepsi hormonal dengan kadar TSH.
Selain itu penelitian yang hampir sama di
daerah endemis GAKI menyebutkan hal
yang sama, dimana tidak ditemukan
perbedaan kadar TSH antara pengguna
kontrasepsi hormonal (pil dan suntik)
dengan pengguna kontrasepsi non
hormonal, akan tetapi ditemukan perbedaan
kadar T4 bermakna antara pengguna
kontrasepsi hormonal dengan pengguna
kontrasepsi non hormonal.28,29 Hampir
semua responden mengaku tidak
menggunakan kontrasepsi hormonal, hal itu
karena sebagian besar responden yang
mengalami pembesaran kelenjar gondok
telah mendapatkan penyuluhan dari bidan
desa setempat terkait kontrasepsi hormonal
dapat memicu pembesaran kelenjar gondok
serta anjuran untuk menggunakan kontrasesi
non hormonal.
Magelang. Hasil penelitian ini sesuai pula33 Dalam sebuah penelitian
dengan penelitian di Magelang ada tahun menemukan risiko penurunan hipertiroid
2013, dimana menunjukkan hasil bahwa berhubungan dengan waktu sejak
ada hubungan tingkat stress dengan berhenti merokok. Benzpyrene yaitu
kejadian hipertiroid.14. Stress berkorelasi komponen lain di dalam asap rokok dapat
dengan peningkatan sekresi kortisol yang menstimulasi sekresi hormon tiroid
dapat menghambat sekresi TSH. Dalam dengan cara menstimulasi sistem saraf
hal ini stress tidak berhubungan langsung simpatis.34 Selain itu kandungan nikotin
dengan kejadian hipertiroid, akan tetapi dalam asap rokok yang masuk ke dalam
stress dapat menjadi faktor risiko pemicu darah perokok dapat merusak
tingkat keparahan hipertiroid. Hal serupa
sesuai dengan penelitian lain yang
menemukan bahwa paparan stress secara
keseluruhan tidak berhubungan dengan
keparahan biokimiawi hipertiroid, namun
berhubungan langsung dengan keparahan
klinis (skor HSS) hipertiroid.30
Peristiwa hidup yang negatif dan
penyakit tiroid secara signifikan
berhubungan dengan kejadian hipertiroid.
Selama 2 tahun, pasien yang memenuhi
kriteria penyakit hipertiroid dianalisis
untuk menjawab kuesioner mengenai
status perkawinan, pekerjaan, kebiasaan
minum, merokok, kegiatan fisik, peristiwa
hidup, dukungan sosial dan kepribadian
keluarga dengan kejadian penyakit tiroid.
Dibandingkan dengan kontrol, pasien
hipertiroid mengaku memiliki kejadian-
kejadian di dalam kehidupan yang lebih
negatif dalam 12 bulan sebelum
diagnosis.31
Analisis multivariat mengenai
hubungan paparan asap rokok dengan
kejadian hipertiroid menunjukkan hasil
yang signifikan di daerah endemis GAKI
(p=0,030) dan Kabupaten Magelang
(p=0,037). Hal ini sejalan dengan
penelitian di Norwegia yang menunjukkan
terdapat hubungan yang signifikan antara
merokok dengan hipertiroid.32 Hasil
penelitian menunjukkan hubungan yang
positif antara hubungan merokok dengan
pembesaran tiroid. Pada penelitian
berbasis populasi dilaporkan bahwa pada
perokok terdapat peningkatan tiroksin
bebas (fT4) yang tinggi diikuti dengan
kadar triiodotironin (fT3) yang tinggi
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 3, Nomor 3, April 2015 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

proses apoptosis dan menyebabkan garam beriodium bukan merupakan faktor


kerusakan DNA dalam fibroblas gingiva risiko kejadian hipertiroid di daerah
(HGFs) dan menyebabkan aktivasi simpatik endemis GAKI Kabupaten Magelang.
yang dapat meningkatkan sekresi tiroid.35
Hasil penelitian di Maryland, USA yang SARAN
menunjukkan hasil bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara paparan
asap rokok dengan penurunan TSH yang
menjadi ciri hipertiroid.14,36
Hasil penelitian berbeda ditunjukkan
pada daerah non endemis GAKI yang
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan
antara paparan asap rokok dengan kejadian
hipertiroid pada WUS, hal ini sejalan dengan
penelitian di Boston.37 Hasil penelitian di
daerah endemis GAKI dan Kabupaten
Magelang menunjukkan hubungan yang
signifikan antara paparan asap rokok dengan
kejadian hipertiroid, dimana hal ini sejalan
dengan penelitian di Maryland, Denmark
dan penelitian lain di Kabupaten Magelang,
yang menunjukkan bahwa paparan asap
rokok berhubungan dengan kejadian
hipertiroid, pembesaran kelenjar gpndok,
meningkatkan risiko keparahan manifestasi
klinis, serta peningkatan FT4 diikuti
FT3.14,32–
34,36

KETERBATASAN PENELITIAN:
1. Faktor risiko keturunan tidak diteliti dalam
penelitian ini
2. Variabel penggunaan garam beriodium diuji
secara kualititatif dengan iodium test.
3. Pengambilan sampel hanya dilakukan di
Klinik BP2GAKI Magelang, sehingga tidak
dapat digeneralisasikan ke masyarakat
Kabupaten Magelang secara keseluruhan.
4. Instrumen penelitian kebiasaan asupan iodium
dan stress sikis ditanyakan dalam satu waktu
tanpa melakukan observasi.

KESIMPULAN
Faktor risiko kejadian hipertiroid di
daerah endemis GAKI Kabupaten Magelang
adalah sering mengonsumsi makanan kaya
iodium, konsumsi kapsul iodium dan stres
berat. Paparan asap rokok dan konsumsi
1. Perlu dilakukan penyuluhan mengenai
frekuensi dan jumlah konsumsi makanan
kaya iodium (seperti udang, cumi, ikan-ikan
laut baik basah maupun yang sudah kering,
tongkol, ikan asin) sesuai Angka Kecukupan
Gizi di wilayah endemis gangguan akibat
kekurangan iodium serta mengurangi
paparan stres psikis.
2. Perlu dilakukan monitoring pada wilayah
endemis GAKI secara rutin, untuk
mengetahui status endemis wilayah tersebut
sehingga program penanggulangan tepat dan
sesuai sasaran.

DAFTAR PUSTAKA
1. Vadiveloo T, Donnan PT, Cochrane L, Leese
GP. The Thyroid Epidemiology, Audit, and
Research Study (TEARS): the natural history
of endogenous subclinical hyperthyroidism. J
Clin Endocrinol Metab. 2011;96(1):E1-E8.
doi:10.1210/jc.2010-0854.
2. Price SA . WM. Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit. In: Huriawati
Hartono Brahm, Pita Wulansari DA, ed.
Edisi ke-6. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2006:1225-1230.
3. Djokomoeljanto R. Dampak Iodine excess
bagi kesehatan. J GAKI Indones. 2009;1 &
2(1 & 2):4-14.
4. Yang F, Teng W, Shan Z, et al.
Epidemiological survey on the relationship
between different iodine intakes and the
prevalence of hyperthyroidism. Eur J
Endocrinol. 2002:613-618.
5. Kusrini, Ina SK. Nilai diagnostik indeks
wayne dan indeks newcastle untuk penapisan
kasus hipertiroid. Bul Penelit Kesehat
Suplemen. 2010:38-43.
6. Camacho, P.M., Gharib H& S. Evidence-
base Endocrinology. In: 2nd ed. Philadelphia:
Lippincot Williams & Wilkins; 2007.
7. Supadmi S, Emilia O, Kusnanto H, et al.
Hubungan Hipertiroid Dengan Aktivitas
Kerja. Ber Kedokt Masy. 2007;23(3):124-
130.
8. Kemenkes RI. RISET KESEHATAN DASAR.;
2013.
9. BP2GAKI. LAPORAN TAHUNAN TAHUN
2013. Magelang; 2013.
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 3, Nomor 3, April 2015 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

10.Taufik Hidayat,. Alfin Subianto . R Siregar. Anak Usia 1-3 Tahun. Bogor: Puslitbang Gizi
Evaluasi Tata Laksana Penderita Hipertiroid Bogor; 1998.
Di Kinik BP2GAKI Magelang. Magelang; 22.WHO, UNiCEF I. Indicator Fo Assessing
2012:1-3. Iodine Deficiency Disorders and Their
11.Aga Pratama ., Eti Yerizel ., Rudy Afriant. Contml Program. Report of Join
Hubungan Kadar FT4 dan TSH Serum dengan WHO/UNICEF ICCIDD. Geneva; 1993.
Profil Lipid Darah pada Pasien Hipertiroid 23.Depkes R. Peningkatan Konsumsi Garam
yang Dirawat Inap di RSUP Dr Beryodium. Jakarta; 2004.
.M Djamil Padang Tahun 2009-2013. J Kesehat 24.Depkes, RI. Petunjuk Pelaksanaan
Andalas. 2014;3(1):21-26. Pemberian Kapsul Minyak Iodium. Jakarta;
12.Ruswana Anwar. Fungsi dan kelainan kelenjar 1992.
tiroid. In: Bandung: Subbagian Fertilitas dan 25.Guyton AC ., Hall JE. Texbook of Medical
Endokrinologi Reproduksi Bagian Obstetri dan Physiology. 12th ed. Philadelpia: Saunders
Ginekologi Fakultas Kedokteran UNPAD; Elsevier; 2011.
2005. 26.Setyawan H. Implementasi Kebijakan
13.Léger J, Carel JC. When and How to Treat. Pemerintah Dalam Penghentian
2013;5(Suppl 1):50-56. Suplementasi Kapsul Iodium Di Kabupaten
14.Munifa. Pola Makan dan Merokok Sebagai Magelang. JKM FKM UNDIP. 2013.
Faktor Risiko Kejadian Hipertiroid. 2011. http://ejournal-
15.Faizi M, Ep N, Endokrinologii D, Ilmu B, Anak s1.undip.ac.id/index.php/jkm/article/downlo
K. Penatalaksanaan Hipertiroid Pada Anak. In: a d/1541/1540. Accessed March 3, 2015.
Surabaya: Divisi Endokrinologi Bagian Ilmu 27.Dinkes Kab Magelang. Laporan
Kesehatan Anak FK Unair RSU Dr. Soetomo; Pelaksanaan Riskesdas Kabuaten Magelang
2006. Provinsi Jawa Tengah. Magelang; 2008.
16.Vos X, Smit N, Endert E. Age and stress as 28.Mirdatillah D. Hubungan Kontrasepsi
determinants of the severity of hyperthyroidism Hormonal, Pola Konsumsi Iodin dan
caused by Graves’ disease in newly diagnosed goitrogenik dengan nilai Thyroid
patients. Eur J …. 2009:193-199. Stimulating Hormone (TSH) (Studi Pada
doi:10.1530/EJE-08-0573. Wanita Usia Subur Di Klinik Bpp Gaki
17.Pedersen, IB., Laurberg, P., Knudsen, N., Kabupaten Magelang). J Kesehat Masy.
Jorgensen T. Increase in incidence of 2012;1(2):554- 571.
Hyperthyroidism Predominantly Occurs in 29.Suryati Kumorowulan.
Young People After Iodine Fortification of Salt Hubungan Penggunaan
in Denmark. J Clin Endocrinol Metab. Kontrasepsi Hormonal dengan Nilai TSH
2006:3830-3834. dan T4 pada Pasangan Usia Subur (PUS) di
18.Ganong WF. Fisiologi Kedokteran. 20th ed. Daerah Endemis GAKI. Media GIzi Mikro
(Djauhari Widjajakusumah, Dewi Irawati, Indones. 2004;27(2):17-24.
Minarma Siagian, Dangsina Moeloek., ed.). 30.Ganong WF. Review of Medical Physiology.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2003. 23rd ed. (Barret, K.E., Boitano, S.,
19.Winarno F. Kimia Pangan Dan Gizi. Jakarta: Barman
Gramedia Pustaka Utama; 2004. S.M ., Brooks, H.L., ed.). Singapore:
20.Guan H, Ph D, Li Y, et al. Effect of Iodine
Intake on Thyroid Diseases in China.
Mc Graw Hill Medical; 2010.
31.M. BR dan S. Graves’ Disease. Central and
2006:2783-2793.
South America; 2000.
21.Supriadi. Dampak Intervensi Gizi Sejak
32. Xander G. Vos., Natalie Smit. EE. Age and
Prakonsepsi Pada Ibu-Ibu Golongan
Stress as Determinants of the severity of
Masyarakat Miskin Di Daerah Endemik
Huperthyroidsm Caused by Graves
Gondok Terhadap Pola Tumbuh Kembang
Disease in Newly Diagnosed Patients. Eur J
Endocrinol. 2009;161(1):113-118.
33. Knudsen, N., Bulow, I., Laurberg, P.,
Ovesen, L., Perrild, H and Jogersen T.
Association of tobacco smoking with
goiter
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-
Journal)
Volume 3, Nomor 3, April 2015 (ISSN: 2356-
3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

in a lowiodine- intake area. Arch Intern


Med. 2002;(162):439-443.
34. Holm, I.A., Manson, J.E., Michels, K.B.,
Alexander, E.K. WW. and, R.D U.
Smoking and other lifestyle factors and
the risk of graves hyperthyroidism. Arch
Intern Med. 2005;165(14)::1606-1611.
35.R Argentin G and Ciccheti.
Evidence for The Role of Nitric
Oxide in Antiapoptotic and
Genotoxic Effect of Nicotine on
Human Gingival
Fibroblasts.
PubMed.
2006;11(11):1887-1897.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubme
d/16927 020/.
36. Belin, R.M., Astor, B.C., Powe, N.R and
Ladenson PW. Smoke exposure is
associated with a lower prevalence of
serum thyroid autoantibodies and
thyrotropin concertration elevation and a
higher prevalence of mild thyrotropin
concertration suppression in the third
national health and nutrition examination
surve. J Clin Endocrinol Metab.
2004;89(12):6077-6086.
37. Merle D. Benedicta, Stacey A.
Missmerb,c,d, Kelly K. Fergusone AFV d.
Secondhand tobacco smoke exposure is
associated with prolactin but not thyroid
stimulating hormone among nonsmoking
women seeking in vitro fertilization. Bost
Environ. 2012;34:761-767.
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Hipertiroidisme (hipersekresi hormon tiroid) adalah peningkatan produksi dan
sekresi hormon tiroid oleh kelenjar tiroid. (Marry:2009). Hipertiroidisme adalah
keadaan dimana terjadi peningkatan hormon tiroid lebih dari yang dibutuhkan tubuh.
Tirotoksikrosis merupakan istilah yang digunakan dalam manifestasi klinkis yang
terjadi ketika jaringan tubuh distimulasi oleh peningkatan hormone tiroid
(Tarwoto,dkk.2012). Angka kejadian pada hipertiroid lebih banyak pada wanita
dengan perbandingan 4:1 dan pada usia antara 20-40 tahun (Black,2009).
Menurut Tarwoto,dkk.2012 penyebab hipertiroid diantaranya adenoma
hipofisis, penyakit graves, modul tiroid, tiroiditis, konsumsi banyak yodium dan
pengobatan hipotiroid. Pasien dengan hipertiroid menunjukan adanya sekresi hormon
tiroid yang lebih banyak, pernah berbagai faktor penyebab yang tidak dapat dikontrol
melalui mekanisme normal. Peningkatan hormon tiroid menyebabkan peningkatan
metabolisme rate, meningkatnya aktivitas saraf simpatis. Komplikasi Hipertiroid
adalah Eksoftalmus, Penyakit Jantung, terutama kardioditis dan gagal jantung,
Stromatiroid (tirotoksikosis)
DAFTAR PUSTAKA

Baradero, Mary,dkk.2009.Klien Gangguan Endokrin:Seri Asuahan Keperawatan.


Jakarta:EGC.
Carolus, P.K.Sint.1995.Standar Asuhan Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta: Panitia S.A.K
Komisi Keperawatan.
Cynthia,M. Taylor.2010.Diagnosa keperawatan : Dengan rencana penulisan.Jakarta:EGC
Rumorbo, Hotman.2012.Asuahan Keperawatan dengan Gangguan Sistem
Endokrin.Jakarta:EGC.
Heater,Herdman,T.2012.Diagnosa keperawatan definisi dan klasifikasi 2012-2014 Jakarta:
EGC
Marilym,E.Doengoes.1999.Rencana asuhan keperawatan.edisi 3 Jakarta:EGC
Tarwoto,dkk.2012.Keperawatan Medikal Bedah gangguan system endokrin.Jakarta:
CV Trans Info Media.
Wartunah,Tarwoto.2006.kebutuhan dasar manusia proses keperawatan.Jakarta:Salemba
Medika.
Wilkson,Judith,W,dkk.2011.Buku Saku Diagnosis Keperawatan.Jakarta:EGC

http://id.images.search.yahoo.com/search/images?p=hipertiroid&fr=chr-
greentree_gc&fr2=piv-web&ri=4&tab=organic&ri=4 di akses tanggal 26 maret 2014

Bararah, V.F., 2009. Waspadai Gejala Hipertiroid Pada Wanita. www.healthdetik.com


(Diakses tanggal 26 Maret 2014)
Lee, S.L., Ananthankrisnan, S., Ziel, S.H., Talavera, S., Griffing, G.T., 2011.
Hyperthyroidism. http://emedicine.medscape.com (Diakses tanggal 26 maret 2014)
Guyton, 1991. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. Edisi revisi. Department of
Physiologi and Bi

Anda mungkin juga menyukai