Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH 

 HIPOTIROID

DiSUSUN OLEH:

RISKI ARYADI PUTRA

AKADEMI PERAWATAN KESDAM II SRIWIJAYA


TA.2019/2010
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas terselesainya makalah Hipotiroid ini.

Makalah ini disusun berupaya meningkatkan kemampuan dalam pemahaman mengenai


Hipotiroid  . Materi dalam makalah ini bersumber dari buku atau media cetak , dan
informasi dunia maya ( Internet ) .

Dalam penyusunan makalah ini , Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini
masih terdapat banyak kesalahan dan kekurangan karena faktor batasan pengetahuan
penyusun , oleh sebab itu kritik dan saran sangat diperlukan  untuk penyempurnaan
makalah ini dan demi kualitas penyusunan makalah selanjutnya . 

Palembang, 29 Agustus 2019

Penyusun

    

2
DAFTAR ISI

Halaman Judul                                                

Kata Pengantar ....................................................................... 2

Daftar isi ....................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN    

1.1 Sejarah Berdirinya Akper Kesdam II/ Sriwijaya ................................       4

1.2 Latar Belakang               ................................................................     4

1.3 Tujuan                             ................................................................     5

BAB II PEMBAHASAN   

2.1 Definisi                            ................................................................               6

2.2 Etiologi                            .................................................................               6

2.3 Jenis - jenis                      .................................................................                6

2.4 Gejala – gejala                 .................................................................                 7

2.5 Fatofisiologi                     .................................................................                 8

2.6 Gambaran Klinis           .................................................................                  8

2.7 Pemeriksaan Diagnostik .................................................................                   9

2.8  Penatalaksanaan Medis dan Komplikasi ........................................                     9

2.9 Asuhan keperawatan     ....................................................................                   10

BAB III PENUTUP             

3.1 Kesimpulan                     ...................................................................                15

3.2 Saran                               ....................................................................               15

DAFTAR PUSTAKA          ....................................................................                16

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Sejarah Berdirinya Akper Kesdam II/ Sriwijaya

 Berdirinya Akper Kesdam II/ Swj Pelembang didasari oleh keinginan luhur, disertai
dengan tekat yang suci untuk ikut serta dalam memajukan dan mengembangkan
pendidikan tinggi berdasarkan falsafah Pancasi dan Undang – Undang Dasar 1945 yang
merupakan landasan utama dalam penyelenggaraan pendidikan setingkat perguruan tinggi
dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa.

            Awal berdirinya Akper Kesdam II/ Swj bermula dari Sekolah Juru Kesehatan pada
tahun 1956, kemudian pada tahun 1958 dibuka Sekolah Pengamat Kesehatan Kesehatan
program 2 tahun. Selanjutnya pada tahun 1990 dirubah menjadi Sekolah Pengatur Rawat
(SPR) Program 3 tahun dan bersamaan dengan Program Sekolah Siswa Bidan Program 4
tahun (SBD). Selanjutnya program tersebut diubah menjadi Program Pendidikan Sekolah
Perawat Khusus Organik 3 tahun dengan program DI Bidan.

            Pada tanggal 30 Mei 1992 Sekolah Perawat Kesehatan Kesdam II/ Swj dikonversi
menjadi Program Pendidikan Diploma III Bidang Keperawatan Berdasarkan Surat
Keputusan menjadi Kesehatan RI No. HK. 00.06.1.12095.

1.2 Latar Belakang

Kelenjar tiroid terletak di leher, antara fasia koli media dan fasia prevertebralis. Di
dalam ruang yang sama terletak trakea, esofagus, pembuluh darah besar, dan saraf.
Kelenjar tiroid melekat pada trakea sambil melingkarinya dua pertiga sampai tiga
perempat lingkaran. Arteri karotis komunis, arteri jugularis interna, dan nervus vagus
terletak bersama di dalam sarung tertutup do laterodorsal tiroid. Nervus rekurens terletak
di dorsal tiroid sebelum masuk laring. Nervus frenikus dan trunkus simpatikus tidak
masuk ke dalam ruang antara fasia media dan prevertebralis.

Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroid utama yaitu tiroksin. Bentuk aktif
hormon ini adalah triiodotironin yang sebagian besar berasal dari konversi hormon
tiroksin di perifer, dan sebagian kecil langsung dibentuk oleh kelenjar tiroid. Sekresi
hormon tiroid dikendalikan oleh kadar hormon perangsang tiroid (Thyroid Stimulating
Hormon) yang dihasilkan oleh lobus anterior kelenjar hipofisis. Kelenjar ini secara
langsung dipengaruhi dan diatur aktivitasnya oleh kadar hormon tiroid dalam sirkulasi,
yang bertindak sebagai umpan balik negatif terhadap lobus anterior hipofisis dan terhadap
sekresi hormon pelepas tirotropin dari hipothalamus. Hormon tiroid mempunyai pangaruh
yang bermacam-macam terhadap jaringan tubuh yang berhubungan dengan metabolisme
sel.
4
Kelenjar tiroid juga mengeluarkan kalsitonin dari sel parafolikuler. Kalsitonin
adalah polipeptida yang menurunkan kadar kalsium serum, mungkin melalui pengaruhnya
terhadap tulang. Hormon tiroid memang suatu hormon yang dibutuhkan oleh hampir
semua proses tubuh termasuk proses metabolisme, sehingga perubahan hiper atau
hipotiroidisme berpengaruh atas berbagai peristiwa. Efek metaboliknya antara lain adalah
termoregulasi, metabolisme protein, metabolisme karbohidrat, metabolisme lemak, dan
vitamin A.

Status tiroid seseorang ditentukan oleh kecukupan sel atas hormon tiroid dan
bukan kadar normal hormon tiroid dalam darah. Ada beberapa prinsip faal dasar yang
perlu diingat kembali. Pertama bahwa hormon yang aktif adalah free-hormon. Kedua
bahwa metabolisme sel didasarkan adanya free T3 bukan free T4. ketiga bahwa distribusi
enzim deyodinasi I, II, dan III (DI, DII, DIII) di berbagai organ tubuh berbeda, dimana DI
banyak ditemukan di hepar, ginjal, dan tiroid. DII utamanya di otak, hipofisis dan DIII
hampir seluruhnya di jaringan fetal (otak, plasenta). Hanya DI yang direm oleh PTU.

1.3 Tujuan

Tujuan makalah ini adalah mengetahui tinjauan mengenaihipotiroid Diantaranya adalah:

 Mengetahui Definisi Hipotiroid


 Menyebutkan Penyebab Hipotiroid
 Mengetahui dan Mengenal jenis serta gejalanya
 Menyebutkan dan menjelaskan Ganbaran klinis
 Mengetahui dan Mengenal pemeriksaan Diagnnostik
 Menyelesaikan kasus-kasus yang berkaitan dengan hipotiroid
 Mengenal dan  menyebutkan Komplikasi dan penatalaksanaan
 Mampu merumuskan Diagnosa keperawatan

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Hipotiroid

Hipotiroid adalah suatu kondisi yang dikarakteristikan oleh produksi hormon


tiroid yang rendah. Ada banyak kekacauan-kekacauan yang berakibat pada hipotiroid.
Kekacauan-kekacauan ini mungkin langsung atau tidak langsung melibatkan kelenjar
tiroid. Karena hormon tiroid mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan, dan banyak
proses-proses sel, hormon tiroid yang tidak memadai mempunyai konsekuensi-
konsekuensi yang meluas untuk tubuh.

2.2 Etiologi

Hipotiroid adalah suatu kondisi yang sangat umum. Diperkirakan bahwa 3%


sampai 5% dari populasi mempunyai beberapa bentuk hipotiroid. Kondisi yang lebih
umum terjadi pada wanita dari pada pria dan kejadian-kejadiannya meningkat sesuai
dengan umur.

Dibawah adalah suatu daftar dari beberapa penyebab-penyebab umum hipotiroid pada
orang-orang dewasa diikuti oleh suatu diskusi dari kondisi-kondisi ini.

a. Hashimoto's thyroiditis
b. Lymphocytic thyroiditis (yang mungkin terjadi setelah hipertiroid)
c. Penghancuran tiroid (dari yodium ber-radioaktif atau operasi)
d. Penyakit pituitari atau hipotalamus
e. Obat-obatan
f. Kekurangan yodium yang berat

2.3 Jenis-jenis Hipotiroid

Lebih dari 95% penderita hipotiroid mengalami hipotiroid primer atau tiroidal
yang mengacu kepada disfungsi kelenjar tiroid itu sendiri. Apabila disfungsi tiroid
disebabkan oleh kegagalan kelenjar hipofisis, hipotalamus atau keduanya hipotiroid
sentral (hipotiroid sekunder) atau pituitaria. Jika sepenuhnya disebabkan oleh hipofisis
hipotiroid tersier.

a. Primer
1. Goiter : Tiroiditis Hashimoto, fase penyembuhan setelah tiroiditis, defisiensi
yodium
2. Non-goiter : destruksi pembedahan, kondisi setelah pemberian yodium
radioaktif atau radiasi eksternal, agenesis, amiodaron
6
b. Sekunder :

 kegagalan hipotalamus (↓ TRH, TSH yang berubah-ubah, ↓ T4 bebas) atau


kegagalan pituitari (↓ TSH, ↓ T4 bebas)

2.4   Gejala- Gejala Hipotiroid

Gejala-gejala hipotiroid adalah seringkali tidak kelihatan. Mereka tidak spesifik


(yang berarti mereka dapat meniru gejala-gejala dari banyak kondisi-kondisi lain) dan
adalah seringkali dihubungkan pada penuaan. Pasien-pasien dengan hipotiroid ringan
mungkin tidak mempunyai tanda-tanda atau gejala-gejala. Gejala-gejala umumnya
menjadi lebih nyata ketika kondisinya memburuk dan mayoritas dari keluhan-keluhan ini
berhubungan dengan suatu perlambatan metabolisme tubuh.

Gejala-gejala umum sebagai berikut:

 Kelelahan
 Depresi
 Kenaikkan berat badan
 Ketidaktoleranan dingin
 Ngantuk yang berlebihan
 Rambut yang kering dan kasar
 Sembelit
 Kulit kering
 Kejang-kejang otot
 Tingkat-tingkat kolesterol yag meningkat
 Konsentrasi menurun
 Sakit-sakit dan nyeri-nyeri yang samar-samar
 Kaki-kaki yang bengkak

Ketika penyakit menjadi lebih berat, mungkin ada bengkak-bengak disekeliling mata,
suatu denyut jantung yang melambat, suatu penurunan temperatur tubuh, dan gagal
jantung. Dalam bentuknya yang amat besar, hipotiroid yang berat mungkin menjurus pada
suatu koma yang mengancam nyawa (miksedema koma). Pada seorang yang mempunyai
hipotiroid yang berat, suatu miksedema koma cenderung dipicu oleh penyakit-penyakit
berat, operasi, stres, atau luka trauma.

Kondisi ini memerlukan opname (masuk rumah sakit) dan perawatan segera dengan
hormon-hormon tiroid yang diberikan melalui suntikan di diagnosis secara benar,
hipotiroid dapat dengan mudah dan sepenuhnya dirawat dengan penggantian hormon
tiroid. Pada sisi lain, hipotiroid yang tidak dirawat dapat menjurus pada suatu pembesaran
jantung (cardiomyopathy), gagal jantung yang memburuk, dan suatu akumulasi cairan
sekitar paru-paru (pleural effusion).
7
2.5  Patofisiologi

Hipotiroid dapat disebabkan oleh gangguan sintesis hormon tiroid atau gangguan
pada respon jaringan terhadap hormon tiroid. Sintesis hormon tiroid diatur sebagai berikut
:

1. Hipotalamus membuat Thyrotropin Releasing Hormone (TRH) yang merangsang


hipofisis anterior.

2. Hipofisis anterior mensintesis thyrotropin (Thyroid Stimulating Hormone = TSH)


yang merangsang kelenjar tiroid.

3. Kelenjar tiroid mensintesis hormon tiroid (Triiodothyronin = T3


danTetraiodothyronin = T4 = Thyroxin) yang merangsang metabolisme jaringan yang
meliputi: konsumsi oksigen, produksi panas tubuh, fungsi syaraf, metabolisme
protrein, karbohidrat, lemak, dan vitamin-vitamin, serta kerja daripada hormon-
hormon lain.

Hipotiroid dapat terjadi akibat malfungsi kelenjar tiroid, hipofisis, atau


hipotalamus. Apabila disebabkan oleh malfungsi kelenjar tiroid, maka kadar HT yang
rendah akan disertai oleh peningkatan kadar TSH dan TRH karena tidak adanya umpan
balik negatif oleh HT pada hipofisis anterior dan hipotalamus.

Apabila hipotiroid terjadi akibat malfungsi hipofisis, maka kadar HT yang rendah
disebabkan oleh rendahnya kadar TSH. TRH dari hipotalamus tinggi karena. tidak adanya
umpan balik negatif baik dari TSH maupun HT. Hipotiroid yang disebabkan oleh
malfungsi hipotalamus akan menyebabkan rendahnya kadar HT, TSH, dan TRH.

2.6  Gambaran Klinis

a. Kelambanan, perlambatan daya pikir, dan gerakan yang canggung lambat

b. Penurunan frekuensi denyut jantung, pembesaran jantung (jantung miksedema),


dan penurunan curah jantung.

c. Pembengkakkan dan edema kulit, terutama di bawah mata dan di pergelangan kaki

d. Penurunan kecepatan metabolisme, penurunan kebutuhan kalori, penurunan nafsu


makan dan penyerapan zat gizi dari saluran cema

e. Konstipasi

f.  Perubahan-perubahan dalam fungsi reproduksi

g.  Kulit kering dan bersisik serta rambut kepala dan tubuh yang tipis dan rapuh

8
2.7  Pemeriksaan Diagnostik

a.  Untuk mendiagnosis hipotiroidisme primer, kebanyakan dokter hanya mengukur


jumlah TSH (Thyroid-stimulating hormone) yang dihasilkan oleh kel. hipofisis.

b.  Level TSH yang tinggi menunjukkan kelenjar tiroid tidak menghasilkan hormon
tiroid yg adekuat (terutama tiroksin(T4) dan sedikit triiodotironin(fT3).

c.  Tetapi untuk mendiagnosis hipotiroidisme sekunder dan tertier tidak dapat dgn
hanya mengukur level TSH.

d.  Oleh itu, uji darah yang perlu dilakukan (jika TSH normal dan hipotiroidisme
masih disuspek), sbb:

1. Free triiodothyronine (fT3)

2. Free levothyroxine (fT4)

3. Total T3

4. Total T4

5. 24 hour urine free T3

2.8  Penatalaksanaan Medis dan Komplikasi

Koma miksedema adalah situasi yang mengancam nyawa yang ditandai oleh
eksaserbasi (perburukan) semua gejala hipotiroidisme termasuk hipotermi tanpa
menggigil, hipotensi, hipoglikemia, hipoventilasi, dan penurunan kesadaran hingga
koma. Kematian dapat terjadi apabila tidak diberikan HT dan stabilisasi semua gejala.
Dalam keadaan darurat (misalnya koma miksedem), hormon tiroid bisa diberikan secara
intravena.

Hipotiroidisme diobati dengan menggantikan kekurangan hormon tiroid, yaitu


dengan memberikan sediaan per-oral (lewat mulut). Yang banyak disukai adalah hormon
tiroid buatan T4. Bentuk yanglain adalah tiroid yang dikeringkan (diperoleh dari kelenjar
tiroid hewan).

Pengobatan pada penderita usia lanjut dimulai dengan hormon tiroid dosis rendah,
karena dosis yang terlalu tinggi bisa menyebabkan efek samping yang serius. Dosisnya
diturunkan secara bertahap sampai kadar TSH kembali normal. Obat ini biasanya terus
diminum sepanjang hidup penderita.

Pengobatan selalu mencakup pemberian tiroksin sintetik sebagai pengganti


hormon tiroid. Apabila penyebab hipotiroidism berkaitan dengan tumor susunan saraf
pusat, maka dapat diberikan kemoterapi, radiasi, atau pembedahan.

9
2.9 Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Dampak penurunan kadar hormon dalam tubuh sangat bervariasi, oleh karena itu
lakukanlah pengkajian terhadap ha1-ha1 penting yang dapat menggali sebanyak
mungkin informasi antara lain:

a. Identitas pasien :

- Nama  -Umur - Jenis kelamin -Pekerjaan -Berat badan -Tinggi badan.

b. Keluhan utama :

c. Riwayat kesehatan  :

d. Kebiasaan hidup sehari-hari seperti:

1. Pola makan

2. Pola tidur

3. Pola aktivitas

e.  Pemeriksaan fisik mencakup :

1)  Sistem intergument, seperti : kulit dingin, pucat , kering, bersisik dan
menebal,pertumbuhan kuku buruk, kuku menebal, rambut kering, kasar, rambut
rontok dan pertumbuhannya rontok.

2) Sistem pulmonary, seperti : hipoventilasi, pleural efusi, dispenia

3) Sistem kardiovaskular, seperti : bradikardi, disritmia, pembesaran jantung,


toleransi terhadap aktifitas menurun, hipotensi.

4) Metabolik, seperti : penurunan metabolisme basal, penurunan suhu tubuh,


intoleransi terhadap dingin.

5) Sistem musculoskeletal, seperti : nyeri otot, kontraksi dan relaksasi otot yang
melambat.

6) Sistem neurologi, seperti : fungsi intelektual yang lambat, berbicara lambat


dan terbata-bata, gangguan memori, perhatian kurang, bingung, hilang
pendengaran, penurunan refleks tendom.

7) Gastrointestinal, seperti : anoreksia, peningkatan berat badan, obstipasi,


distensi abdomen.

8) Psikologis dan emosional ; apatis, igitasi, depresi, paranoid, menarik


diri/kurang percaya diri, dan bahkan maniak.

10
f.  Pemeriksaan Penunjang :

1) Pemeriksaan kadar T3 dan T4 pada pasien yaitu : Kadar T3 15pg/dl, dan


kadar T4 20µg/dl.

2) Pemeriksaan TSH (pada klien dengan hipotiroidisme primer akanterjadi


peningkatan TSH serum, sedangkan pada yang sekunder kadar TSH dapat
menurun atau normal) : Kadar TSH pada pasien tersebut yaitu <0,005µIU/ml,

g. Pemeriksaan USG : Pemeriksaan ini bertujuan untuk memberikan informasi


yang tepat tentang ukuran dan bentuk kelenjar tiroid dan nodul h.

h. Analisis Data :

1)  Gangguan persepsi sensorik (penglihatan) berdasarkan gangguan transmisi


impuls sensorik sebagai akibat oftalmopati .

2)  Penurunan curah jantung berdasarkan penurunan volume sekuncup sebagai


akibat bradikardi, hipotensi.

3)  Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berdasarkan  penurunan


kebutuhan metabolisme, dan napsu makan yang  menurun.

4)  Pola nafas tidak efektif berdasarkan  penurunan tenaga/ kelelahan, ekspansi
paru yang menurun, dispnea.

3.1  Diagnosa Keperawatan

a. Gangguan persepsi sensorik (penglihatan) berdasarkan gangguan transmisi impuls


sensorik sebagai akibat oftalmopati.

b. Penurunan curah jantung berdasarkan penurunan volume sekuncup sebagai akibat


bradikardi, dan hipoventilasi.

c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berdasarkan penurunan kebutuhan


metabolisme: napsu makan menurun.

d. Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelelahan dan penurunan proses kognitif.

e. Perubahan suhu tubuh.

f.  Konstipasi berhubungan dengan penurunan gastrointestinal

g.  Pola napas tidak efektif berhubungan dengan depresi ventilasi

h.  Perubahan pola berpikir berhubungan dengan gangguan metabolisme dan


perubahan status kardiovaskuler serta pernapasan.

11
3.2  Intervensi

1. Gangguan persepsi sensorik (penglihatan) berdasarkan gangguan transmisi impuls


sensorik sebagai akibat oftalmopati.

Tujuan : agar pasien tidak mengalami penurunan visus yang lebih buruk dan tidak
terjadi trauma/cedera pada mata.

Intervensi :

1. Anjurkan pada pasian bila tidur dengan posisi elevasi kepala.

2. Basahi mata dengan borwater steril.

3. Jika ada photophobia, anjurkan pasien menggunakan kacamata rayben

4. Jika pasien tidak dapat menutup mata rapat pada saat tidur, gunakan plester non
alergi.

5. Berikan obat-obatan steroid sesuai program. Pada kasus-kasus yang berat,


biasanya dokter memberikan obat-obat untuk mengurangi edema seperti steroid
dan diuretik.

2. Penurunan curah jantung berdasarkan penurunan volume sekuncup sebagai akibat


bradikardi, hipoventilasi.

Tujuan : agar fungsi kardiovaskuler tetap optimal yang ditandai dengan tekanan
darah, dan irama jantung dalam batas normal.

Intervensi :

1. Pantau tekanan darah, denyut dan irama jantung setiap 2 jam untuk
mengindikasi kemungkinan terjadinya gangguan hemodinamik jantung seperti
hipotensi, penurunan pengeluaran urine dan perubahan status mental.

2. Anjurkan pasien untuk memberitahu perawat segera bila pasien mengalami


nyeri dada, karena pada pasien dengan hipotiroid kronik dapat berkembang
arteiosklerosis arteri koronaria.

3. Kolaborasi pemberian obat-obatan untuk mengurangi gejalah-gejalah.


Obat yang sering digunakan adalah levotyroxine sodium.
Observasi dengan ketat adanya nyeri dada dan dispenia. Pada dosis awal
pemberian obat biasanya dokter memberikan dosis minimal, yang kemudian
ditingkatkan secara bertahap setiap 2 – 3 minggu sampai ditemukan dosis yang
tepat untuk pemeliharaan.

4. Ajarkan kepada pasien dan keluarga cara penggunaan obat serta tanda-tanda
yang harus diwaspadai bila terjadi hipertiroid akibat penggunaan obat yang
berlebihan.

12
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berdasarkan penurunan kebutuhan
metabolisme dan napsu makan menurun.

Tujuan : agar nutrisi pasien dapat terpenuhi dengan kriteria : berat badan
bertambah,tekstur kulit baik.

Intervensi :

1.      Dorong peningkatan asupan cairan

2.      Berikan makanan yang kaya akan serat

3.      Ajarkan kepada klien, tentang jenis -jenis makanan yang banyak mengandung air.

4.      Pantau fungsi usus

5.      Dorong klien untuk meningkatkan mobilisasi dalam batas-batas toleransi latihan.

6.      Kolaborasi : untuk pemberian obat pecahar dan enema bila diperlukan

4. Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelelahan dan penurunan proses kognitif.

Tujuan : agar pasien dapat beristirahat.

Intervensi :

1.      Atur interval waktu antar aktivitas untuk meningkatkan istirahat dan latihan yang
dapat ditolerir.

2.      Bantu aktivitas perawatan mandiri ketika pasien berada dalam keadaan lelah.

3.      Berikan stimulasi melalui percakapan dan aktifitas yang tidak menimbulkan


stress.

4.      Pantau respon pasien terhadap peningkatan aktivitas.

5. Penurunan Suhu Tubuh.

Tujuan : Pemeliharaan suhu tubuh normal.

Intervensi :

1.      Berikan tambahan lapisan pakaian atau tambahan selimut.

2.      Hindari dan cegah penggunaan sumber panas dari luar (misalnya, bantal
pemanas, selimut listrik atau penghangat).

3.      Pantau suhu tubuh pasien dan melaporkan penurunannya dari nilai dasar suhu
normal pasien.

4.      Lindungi terhadap hawa dingin dan hembusan angin.

13
6. Konstipasi berhubungan dengan penurunan gastrointestinal.

Tujuan : Pemulihan fungsi usus yang normal.

Intervensi :

1.      Dorong peningkatan asupan cairan.

2.      Berikan makanan yang kaya akan serat.

3.      Ajarkan kepada pasien, tentang jenis -jenis makanan yang banyak mengandung
air.

4.      Pantau fungsi usus

5.      Dorong pasien untuk meningkatkan mobilisasi dalam batas-batas toleransi


latihan.

6.      Kolaborasi : untuk pemberian obat pencahar dan enema bila diperlukan.

7. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan depresi ventilasi.

Tujuan : Perbaikan status respirasi dan pemeliharaan pola napas yang normal.

Intervensi :

1.      Pantau frekuensi; kedalaman, pola pernapasan; oksimetri denyut nadi dan gas
darah arterial.

2.      Dorong pasien untuk napas dalam dan batuk.

3.      Berikan obat (hipnotik dan sedatip) dengan hati-hati.

4.      Pelihara saluran napas pasien dengan melakukan pengisapan dan dukungan


ventilasi jika diperlukan.

8. Perubahan pola berpikir berhubungan dengan gangguan metabolisme dan perubahan


status kardiovaskuler serta pernapasan.

Tujuan : Perbaikan proses berpikir

Intervensi :

1.      Orientasikan pasien terhadap waktu, tempat, tanggal dan kejadian disekitar


dirinya.

2.      Berikan stimulasi lewat percakapan dan aktifitas

3.      Jelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa perubahan pada fungsi kognitif dan
mental merupakan akibat dan proses penyakit .

14
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan Buku Patologi, disebutkan defisiensi ataupun resistensi perifer


terhadap hormon tiroid menimbulkan keadaan hipermetabolik terhadap hipotiroidisme.
Apabila kekurangan hormon timbul pada anak-anak dapat menimbulkan kretinisme. Pada
anak yang sudah agak besar atau pada umur dewasa dapat menimbulkan miksedema,
disebut demikian karena adanya edematus, penebalan merata dari kulit yang timbul akibat
penimbunan mukopolisakarida hidrofilik pada jaringan ikat di seluruh tubuh.

Pada Buku Ilmu Kesehatan Anak, kretinisme atau hipotiroidisme kongenital


dipakai kalau kelainan kelenjar tiroidea sudah ada pada waktu lahir atau sebelumnya.
Kalau kelainan tersebut timbul pada anak yang sebelumnya normal, maka lebih baik
dipakai istilah hipotiroidisme juvenilis atau didapat.

3.2 Saran

Peran perawat dalam penanganan hipotiroidisme dan mencegah terjadinya hipotiroidisme


adalah dengan memberikan asuhan keperawatan yang tepat. Asuhan keperawatan yang
tepat untuk klien harus dilakukan untuk meminimalisir terjadinya komplikasi serius yang
dapat terjadi seiring dengan kejadian hipotiroidisme.

15
DAFTAR PUSTAKA

Flynn RW, McDonald TM, Jung RT, et al. Mortality and vascular outcomes in patients
treated for thyroid dysfunction,http://www.aafp.org/afp/20071001/bmj.html last log in :
December 1,2007

McDermott MT, Woodmansee WW, Haugen BR, Smart A,Ridgway EC. The
Management of subclinical hyperthyroidism by thyroid specialists. Thyroid 2004,90-110

Van Sande J, Parma J, Tonacchera M, Swillens S, Dumont J,Vassart G. Somatic and


clinical in thyroid diseases.2003, 201-220

16

Anda mungkin juga menyukai