Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH IMUNOLOGI & VIRULOGI

”HASHIMOTO’S DISEASE”

Disusun oleh kelompok 3 :


Jaysica V.S Somba (20617030)
Angel Leon Macpal (20617011)
Elvina Tansil (20617006)
Pricillia Mantiri (20617003)
Jeniffer Natari (20617025)
Gracella Lumempouw (20617004)
Wildrivinda Tololiu (20617017)

Program Studi Farmasi


Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas PRISMA
Manado
2019
MAKALAH IMUNOLOGI & VIRULOGI

“ HASHIMOTO’S DISEASE”

Disusun oleh kelompok 3 :


Jaysica V.S Somba (20617030)
Angel Leon Macpal (20617011)
Elvina Tansil (20617006)
Pricillia Mantiri (20617003)
Jeniffer Natari (20617025)
Gracella Lumempouw (20617004)
Wildrivinda Tololiu (20617017)

Program Studi Farmasi


Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas PRISMA
Manado
2019
Kata Pengantar

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadiran Tuhan Yang Maha Esa atas kasih
dan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah imunologi dan virulogi
yang berjudul “Hashimoto’s Disease”. Tidak lupa kami mengucapkan banyak terima
kasih kepada pihak – pihak yang telah membantu kami dalam menyusun makalah ini
baik itu materi maupun pemikirannya sendiri.

Harapan kami semoga makalah ini dapat menambah wawasan atau


pengetahuan tentang pengertian dari pembaca Karena keterbatasan kemampuan dan
pengetahuan kami, maka dari itu kami menyadari bahwa masih sangat banyak
kekurangan dari makalah kami. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan
kritik yang bisa membangun makalah ini.
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ......................................................................................................................... 2

PENDAHULUAN ................................................................................................................... 4

1.1 Latar Belakang.................................................................................................................... 4

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................................. 5

1.3 Tujuan Penulisan ............................................................................................................... 5

BAB II ........................................................................................................................................ 6

TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................................... 6

2.2 Patofisiologi Tiroiditis Hashimoto .................................................................................. 6

2.3 Gejala Klinis Tiroiditis Hashimoto .................................................................................. 8

2.4 Diagnosis Tiroiditis Hashimoto....................................................................................... 9

2.5 Penanganan Tiroiditis Hashimoto .................................................................................. 9

2.6 Kelainan Lain yang Berhubungan dengan Tiroiditis Hashimoto ............................ 10

BAB III ..................................................................................................................................... 11

PENUTUP ............................................................................................................................... 11

3.1. Kesimpulan ...................................................................................................................... 11

3.2. Saran ................................................................................................................................. 11

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 12


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tiroiditis merupakan istilah yang mencakup segolongan kelainan yang ditandai


dengan adanya inflamasi tiroid. Termasuk di dalamnya keadaan yang timbul
mendadak dengan disertai rasa sakit yang hebat pada tiroid. Tiroiditis dapat dibagi
berdasar atas etiologi, patologi, atau penampilan klinisnya. Penampilan klinis dilihat
dari perjalanan penyakit dan ada tidaknya rasa sakit pada tiroid (Anonim,2006).

Berdasarkan penampilan klinis tersebut, maka tiroidis dibagi atas tiroiditis akut,
subakut, dan kronis. Tiroiditis akut contohnya tiroiditis infeksiosa akut, tiroiditis
karena radiasi, dan tiroiditis traumatika. Tiroiditis subakut dibagi menjadi yang
disertai rasa sakit seperti tiroiditis de Quervain, sedangkan yang tidak disertai rasa
sakit seperti tiroiditis limfositik subakut, post partum, dan oleh karena obat-obatan.
Tiroiditis kronis meliputi tiroiditis Hashimoto, Riedel, dan infeksiosa kronis
(Anonim,2006).

Tiroiditis Hashimoto merupakan salah satu penyakit tiroid autoimun yang paling
umum dan bersifat organ-specific. Ditemukan oleh Hakaru Hashimoto pada tahun
1912, dengan istilah lain struma limfomatosa. Disebut pula sebagai tiroiditis autoimun
kronis dan merupakan penyebab utama hipotiroid di daerah yang iodiumnya cukup.
Penyakit ini sering mengenai wanita berumur antara 30-50 tahun. Hampir semua
pasien mempunyai titer antibodi tiroid yang tinggi, infiltrasi limfositik termasuk sel B
dan T, dan apoptosis sel folikel tiroid. Penyebabnya sendiri diduga kombinasi dari
faktor genetik dan lingkungan (Tomer, 1994)

Tiroiditis Hashimoto ini ditandai oleh munculnya antibodi terhadap tiroglobulin


dalam darah. Pada tahun 1956, Roitt dkk untuk pertama kalinya menemukan antibodi
terhadap tirogobulin, yang bertindak sebagai autoantigen, dalam serum penderita
penyakit Hashimoto sehingga terjadi inflamasi akibat autoimun. Perjalanan
penyakitnya sendiri pada awalnya mungkin dapat terjadi hipertiroid oleh adanya
proses inflamasi, tetapi kemudian kerusakan dan penurunan fungsi tiroid yang luas
dapat menyebabkan hipotiroidisme. Kelenjar tiroidnya bisa membesar membentuk
nodul goiter. Sekali mulai timbul hipotiroid maka gejala ini akan menetap sehingga
diperlukan terapi hormon tiroid yang bertujuan mengatasi defisiensi tiroid serta
memperkecil ukuran goiter (Chen,2006)

Mengingat pentingnya pengetahuan tentang penyakit Tiroiditis Hashimoto ini, maka


penulis mencoba memaparkan mengenai aspek patofisiologi, gejala klinis, diagnosis,
dan pengobatan dari Tiroiditis Hashimoto ini.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Hashimoto’s disease ?

2. Bagaimana patofisiologi dari Hashimoto’s disease ?

3. Apa saja gejala-gejala dari penyakit ini ?

4. Bagaimana diagnosis dari penyakit ini ?

5. Bagaimana penanganan klinis dari penyakit ini ?

6. Apa saja kelainan-kelainan yang terjadi pada penyakit ini ?

1.3 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk mengetahui pengertian,
aspek patofisiologi, gejala klinis, diagnosis, dan pengobatan beserta kelainan dari
penyakit Tiroiditis Hashimoto.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Tiroiditis Hashimoto

Tiroiditis berasal dari kata tiroid yaitu kelenjar tiroid sedangkan –itis
menandakan adanya proses peradangan (inflamasi) dengan beragam penyebab. Bila
dilihat dari aspek waktu kejadian maka tiroiditis dibagi menjadi tiroiditis akut
(muncul mendadak atau durasi penyakit singkat), tiroiditis subakut (antara akut dan
kronik) dan tiroiditis kronik (durasi penyakit lama) .

Tiroiditis Hashimoto adalah tiroiditis yang disebabkan oleh proses autoimun


dan berdasarkan waktu kejadian termasuk tiroiditis kronik. Jika jaringan tiroid yang
mengalami tiroiditis diperiksa dibawah mikroskop maka akan tampak gambaran
peradangan berupa infiltrasi sel-sel limfosit (Lazarus,2000).

Tiroiditis autoimun yang terserang terutama wanita berusia antara 30 – 50


tahun dan dicirikan dengan adanya kelenjar tiroid yang keras, membesar difus, tak
nyeri. Pasien biasanya eutiroid atau hipotiroid dan jarang hipertiroid. Hipotiroid
terjadi jika hormon tiroid yang diproduksi tidak mencukupi kebutuhan tubuh.
Kelenjar tiroid juga bisa membesar membentuk goiter.

2.2 Patofisiologi Tiroiditis Hashimoto

Penyakit tiroid autoimun (PTAI) adalah penyakit yang kompleks, dengan


faktor penyebab multifaktorial berupa interaksi antara gen yang suseptibel dengan
faktor pemicu lingkungan, yang mengawali respon autoimun terhadap antigen tiroid.

Walaupun etiologi pasti respon imun tersebut masih belum diketahui,


berdasarkan data epidemiologik diketahui bahwa faktor genetik sangat berperan
dalam patogenesis PTAI. Selanjutnya diketahui pula pada PTAI terjadi kerusakan
seluler dan perubahan fungsi tiroid melalui mekanisme imun humoral dan seluler
yang bekerja secara bersamaan. Kerusakan seluler terjadi karena limfosit T
tersensitisasi (sensitized T-lymphocyte) dan/atau antibodi antitiroid berikatan
dengan membran sel tiroid, mengakibatkan lisis sel dan reaksi inflamasi. Sedangkan
gangguan fungsi terjadi karena interaksi antara antibodi antitiroid yang bersifat
stimulator atau blocking dengan reseptor di membran sel tiroid yang bertindak
sebagai autoantigen .

secara skematik mekanisme terjadinya PTAI, diawali paparan faktor pemicu


lingkungan pada individu yang memiliki gen suseptibel. Interaksi antara sel-sel imun
dengan autoantigen tiroid menimbulkan tiroiditis Hashimoto atau penyakit Graves
atau pembentukan antibodi antitiroid tanpa gejala klinik (asymptomatic autoimmune
thyroid disease).

Berikut dijelaskan mengenai patofisiologi tiroiditis Hashimoto ini dilihat dari


faktor genetik dan lingkungan, yang kemudian melibatkan proses autoantigen dan
autoantibodi tiroid, ditambah adanya peran sitokin serta mekanisme apoptosis yang
diperkirakan terjadi pada proses penyakit ini.

a. Faktor genetik

Gen yg terlibat dalam patogenesis PTAI adalah gen yang mengatur respon
imun seperti major histocompatibility complex (MHC), reseptor sel T, serta antibodi,
dan gen yang mengkode (encoding) autoantigen sasaran seperti tiroglobulin, TPO
(thyroid peroxidase), transporter iodium, TSHR (TSH Receptor).

b. Faktor Lingkungan

Beberapa faktor lingkungan telah dapat diidentifikasi berperan sebagai


penyebab penyakit tiroid autoimun, diantaranya berat badan lahir rendah, kelebihan
dan kekurangan iodium, defisiensi selenium, paritas, penggunaan obat kontrasepsi
oral, jarak waktu reproduksi, mikrochimerisme fetal, stres, variasi musim, alergi,
rokok, kerusakan kelenjar tiroid akibat radiasi, serta infeksi virus dan bakteri . Di
samping itu penggunaan obat-obat seperti lithium, interferon-α, amiodarone dan
Campath-1H, juga meningkatkan risiko autoimunitas tiroid.

Faktor infeksi baik virus maupun bakteri juga berperan dalam patogenesis PTAI.
Tiga kemungkinan mekanisme agen infeksi sebagai pencetus PTAI.

a. Mimikri molekuler antara epitop antigenik dengan reseptor TSH;


b. Induksi molekul MHC kelas II untuk mempresentasikan autoantigen oleh
tirosit pada sel T;
c. Molekul superantigen yang dibentuk oleh agen infeksi menginduksi sel T
autoreaktif.

Rokok, selain merupakan faktor risiko penyakit jantung dan kanker paru, juga
mempengaruhi sistem imun. Merokok akan menginduksi aktivasi poliklonal sel B dan
T, meningkatkan produksi Interleukin-2 (IL-2), dan juga menstimulasi sumbu HPA.
Merokok akan meningkatkan risiko kekambuhan penyakit Graves serta eksaserbasi
oftalmopatia setelah pengobatan dengan iodium radioaktif .

2.3 Gejala Klinis Tiroiditis Hashimoto

Penyakit Hashimoto tidak memiliki tanda-tanda dan gejala selama bertahun-tahun


dan tidak terdiagnosis sampai ditemukannya pembesaran kelanjar tiriod atau hasil
pemeriksaan darah yang abnormal pada pemeriksaan kesehatan rutin. Gejala yang
berkembang berhubungan dengan efek tekanan lokal pada leher yang disebabkan
pembesaran kelenjar tiroid tersebut, atau akibat penurunan kadar hormon tiroid
dalam darah. Tanda pertama penyakit ini mungkin berupa bengkak tidak nyeri pada
leher depan bagian bawah. Efek tekanan lokal akibat pembesaran kelenjar tiroid dapat
menambah gejala seperti kesulitan menelan .

Tanda-tanda dan gejala hipotiroidisme sangat bervariasi, tergantung pada tingkat


keparahan kekurangan hormon. Gambaran klinis awalnya didahului dengan gejala-
gejala hipertiroid (kadar hormon tiroid meningkat) lalu normal (eutoroid) dan
akhirnya berubah menjadi hipotiroid (kadar hormon menurun) berkepanjangan. Pada
awalnya, mungkin gejala jarang terlihat, seperti kelelahan dan kelesuan, atau tanda-
tanda menua. Tetapi semakin lama penyakit berlangsung, gejala dan tanda makin jelas
.

Pasien tiroiditis Hashimoto yang berkembang mengalami hipotiroid biasanya


menunjukkan tanda dan gejala meliputi kelelahan dan kelesuan, sering mengantuk,
jadi pelupa, kesulitan belajar, kulit kering dan gatal, rambut dan kuku yang rapuh,
wajah bengkak, konstipasi, nyeri otot, penambahan berat badan, peningkatan
sensitivitas terhadap banyak pengobatan, menstruasi yang banyak, peningkatan
frekuensi keguguran pada wanita yang hamil .

2.4 Diagnosis Tiroiditis Hashimoto

Pada tiroiditis Hashimoto, pemeriksaan goiter yang terbentuk dapat


diidentifikasi melalui pemeriksaan fisik, dan keadaan hipotiroid diketahui dengan
identifikasi gejala dan tanda fisik yang khas, serta melalui hasil pemeriksaan
laboratorium.

Peningkatan antibodi antitiroid merupakan bukti laboratorik paling spesifik


pada tiroiditis Hashimoto, namun tidak semuanya dijumpai pada kasus. Pemeriksaan
hormon tiroid biasanya diperiksa kadar TSH dan FT4. Dikatakan hipotiroid apabila
peningkatan kadar TSH disertai penurunan FT4 .

Diagnosis pasti hanya dapat ditegakkan secara histopatologis melalui biopsi.


Kelainan histopatologisnya dapat bermacam – macam yaitu antara lain infiltrasi
limfosit yang difus, obliterasi folikel tiroid, dan fibrosis. Aspirasi jarum halus biasanya
tidak dibutuhkan pada penderita tiroiditis ini, namun dapat dijadikan langkah terbaik
untuk diagnosis pada kasus yang sulit dan merupakan prosedur yang dibutuhkan jika
nodul tiroid terbentuk .

2.5 Penanganan Tiroiditis Hashimoto

Jika penyakit Hashimoto dengan goiter tiroid, atau menyebabkan kekurangan


hormon tiroid, penderita memerlukan terapi penggantian hormon tiroid yang
bertujuan mengatasi defisiensi tiroid serta mengecilkan ukuran nodul goiter.
Pengobatan dengan penggunaan sehari-hari dari hormon tiroid sintetis seperti
levotiroksin (levothroid, Levoxyl, Synthroid). Levotiroksin sintetis identik dengan
tiroksin, versi alami hormon ini dibuat oleh kelenjar tiroid .

Kadang tidak diperlukan pengobatan karena strumanya kecil dan asimtomatik.


Bila kelenjar tiroid sangat besar mungkin diperlukan tindakan pengangkatan,
sebaiknya operasi ini ditunda karena kelenjar tiroid tersebut dapat mengecil sejalan
dengan waktu. Pemberian tiroksin dapat mempercepat hal tersebut. Disamping itu
tiroksin juga dapat diberikan pada keadaan hipotiroidisme .
Pada pasien usia tua, dosis dimulai dengan yang rendah dan ditingkatkan
secara bertahap. Pada pasien usia muda, dapat langsung dimulai dengan dosis besar.
Aksi hormon tiroid sangat lambat pada tubuh, sehingga pengobatan memerlukan
waktu beberapa bulan sambil melihat perkembangan gejala atau ukuran goiter.
Karena secara umum gejala hipotiroid pada penyakit ini bersifat menetap, maka
kadang dibutuhkan pengobatan seumur hidup dengan dosis yang disesuaikan dari
waktu ke waktu sesuai keadaan individual pasien .

Bila terjadi hipertiroidisme dapat diberikan obat antitiroid. Pemberian


glukokortikoid dapat menyebabkan regresi struma dan mengurangi titer antibodi.
Tetapi mengingat efek samping dan kenyataan bahwa aktivitas penyakit dapat
kambuh kembali sesudah pengobatan dihentikan, maka pemakaian obat golongan ini
tidak dianjurkan pada keadaan biasa .

2.6 Kelainan Lain yang Berhubungan dengan Tiroiditis Hashimoto

Beberapa penyakit tertentu dilaporkan terkait dengan penyakit tiroid autoimun


(PTAI), walaupun beberapa diantaranya masih kontroversial seperti :

• Penyakit celiac SLE Kanker Payudara Sarcoidosis


• Artritis reumatoid
• Leukemia Helicobacter pylori
• Vitiligo Sklerosis sistemik Kanker Gastric IBD
• Sindrom Sjogren
• Hepatitis C
• Premature ovarian failure
• Urtikaria kronik
• Sklerosis multiple
• Myasthenia gravis
• Hepatitis kronik aktif
• DM tipe 1
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Tiroiditis Hashimoto merupakan penyakit autoimun kronik organ specific, dengan


penyebab multifaktorial, terjadi pada individu yang mempunyai predisposisi genetik
dengan pemicu faktor lingkungan. Pada tiroiditis Hashimoto antibody anti-TPO
merupakan petanda utama. Manifestasi klinis awalnya mungkin saja hipertiroid
akibat proses inflamasi hingga akhirnya terjadi kerusakan yang luas pada kelenjar
tiroid menyebabkan hipotiroid yang menetap. Pengobatan Hashimoto dengan obat
antitiroid dan pemberian l-tiroksin bukan bersifat kuratif, artinya tidak mengubah
patogenesis penyakitnya. Diharapkan di masa datang dengan perkembangan dalam
bidang biomolekuler dan pemahaman yang lebih mendalam tentang respons imun
dari antigen spesifik, penanganan penyakit tiroiditis autoimun akan lebih mendasar
dan bersifat kausal.

3.2. Saran

Berdasarkan apa yang telah dipaparkan diatas maka diharapkan dapat memahami
memahami penyebab terjadinya, patofisiologi, serta bagaimana mendiagnosis
Tiroiditis Hashimoto dan bagaimana penanganannya sehingga diharapkan nantinya
bila kita menemukan kasus ini kita dapat memberikan penanganan yang tepat kepada
penderita.
DAFTAR PUSTAKA

Tim Penyusun. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Jakarta : FKUI.

Campbell PN, Doniach D, Hudson RV, Roitt IM. Autoantibodies in Hashimoto’ s


disease (lymphadenoid goiter). Lancet 1956;271(6947):820-821.

Tomer Y, Davies TF. Searching for the autoimmune disease susceptibility genes : from
gene mapping to gene function. Endocrine Rev.2003;24(5):694-717.

Chen HI, Akpolat I, et al. Restricted κ/λ ight chain ratio by flow cytometry in germinal
center b cells in hashimoto thyroiditis. Am J Clin Pathol. 2006;125:42-48

Hashimoto’s Thyroiditis. http://www.thyroidawareness.com

http://elisa.ugm.ac.id/files/ariana/KFNunveC/35.%20Kelenjar%20Tiroid.pdf

Barrett, E.J. The thyroid gland. In Boron WF, Boulpaep EL. Medical physiology.A
cellular and molecular approach. Ist Edition. Saunders. Philadelphia. 2003 : 1035- 1048.

Magner JA : Thyroid stimulating hormone: biosynthesis, cell biology and bioactivity.


Endocr Rev 1990; 11:354

Glinoer D. Regulation of maternal thyroid during pregnancy. J Clin Endocrinol Metab


1990;71: 276

Wall JR. Autoimmune thyroid disease. Endocrinol Metab Clin North Am 1987;229:1

Prummel MF, Strieder T, Wiersinga WM. The environment and autoimmune thyroid
diseases.Eur J Endocrinol 2004;150:605-618.

Jacobson EM, Tomer Y. The CD40, CTLA-4, thyroglobulin, TSH receptor, and PTPN22
gene quintet and its contribution to thyroid autoimmunity : back to the future. J
Autoimmun 2007;28:85-98.

Ridgway EC, Tomer Y, McLachlan SM. Update in Thyroidology. J Clin Endocrinol


Metab 2007;92:3755-3761.

Tomer Y, Davies TF. Infection, Thyroid Disease, and Autoimmunity. Endocrine Rev.
1993;14(1):107-120.
Rapoport B, McLachlan SM. Thyroid autoimmunity. J Clin Invest 2001;108:1253-1259.

The National Academy of Clinical Biochemistry. Laboratory Medicine Practice


Guidelines; Laboratory Support for the Diagnosis and Monitoring of Thyroid Disease.
Thyroid 2003;13(1):45-56.

Ludgate M, Emerson CH. Metamorphic thyroid autoimmunity. Thyroid


2008;18(10):1035- 1037.

Van Ouwerkerk BM, Krening EP, Docter R, Benner R, Hennemann G. Autoimmunity


of thyroid disease. With emphasis on Graves’ disease. Neth J Med 1985;28:

Amino N. Autoimmunity and hypothyroidism. Clin Endocrinol Metab 1988;2(3):591-


617.

Wang SH, Baker JR. The role of apoptosis in thyroid autoimmunity.Thyroid


2007;17(10):975-9.

Anda mungkin juga menyukai