Anda di halaman 1dari 19

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut Brunner dan Sudart (2001) ketidaksadaran adalah kondisi dimana
fungsi serebral terdepresi, direntang dari stupor sampai koma. Pada stupor,
pasien menunjukkan gejala mengabaikan stimulasi sesuatu yang tidak
mengenakkan, seperti cubitan atau tepukan tangan yang keras, dan dapat
menarik atau membuat kerutan wajah atau bunyi yang tidak dapat dimengerti.
Koma adalah keadaan klinnis ketidaksadaran dimana pasien tidak tanggap
terhadap dirinya sendiri dan lingkungan. Mutisme akinetik adalah keadaan tidak
responsive pada lingkungan dimana pasien tidak membuat gerakan atau bunyi
tetapi kadang membuka mata mereka. Keadaan vegetatif persisten adalah salah
satu dimana pasien digambarkan sebagai terjaga tetapi tidak adanya isi
kesadaran tanpa fungsi mental atau kognitif yang efektif.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa diharapkan mampu memahami dan mengaplikasikan pembuatan
asuhan keperawatan pada pasien dengan koma.
2. Tujuan Khusus
a. Agar mahasiswa mengerti dan memahami definisi, etiologi, patofisiologi,
dan penatalaksanaan dari koma.
b. Agar mahasiswa mengetahui data-data dasar pengkajian yang diperlukan
dalam proses keperawatan.
c. Agar mahasiswa mampu menyusun langkah-langkah dalam proses
keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosis, perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi.
2

C. Sistematika Penulisan
Makalah ini berjudul Asuhan Keperawatan Gawat Darurat pada Klien dengan
Koma yang terdiri dari empat bab, yaitu :

BAB I : Pendahuluan
Berisi latar belakang masalah, tujuan dan sistematika
penulisan.
BAB II : Konsep Dasar
Berisi pengertian, etiologi, tanda dan gejala, patofisiologi,
klasifikasi, komplikasi, pemeriksaan penunjang,
penatalaksanaan umum, dan prognosis.
BAB III : Konsep Keperawatan
Berisi pengkajian, diagnosa keperawatan dan intervensi.
BAB IV : Penutup
Berisi kesimpulan dan saran.

BAB II
3

KONSEP DASAR

A. Pengertian

Koma adalah keadaan penurunan kesadaran dan respons dalam bentuk yang
berat, kondisinya seperti tidur yang dalam dimana pasien tidak dapat bangun dari
tidurnya (Aru W. Sudoyo dkk, 2007).
Koma adalah keadaan turunnya kesadaran yang terberat, dimana penderita
tidak beraksi lagi terhadap rangsang nyeri. Koma terjadi bila terdapat
gangguan/kerusakan pada pusat kesadaran di midbrain dan/atau talamus (Agus
Purwadianto dkk, 2000).
Dari dua pernyataan di atas dapat disimpulkan koma adalah keadaan
penurunan kesadaran yang terberat, dimana penderita tidak dapat bangun dari
tidurnya dan tidak bereaksi terhadap rangsang nyeri, karena terdapat gangguan
di midbrain dan/atau talamus.

B. Etiologi
Menurut  Aru W. Sudoyo, dkk (2007) penyebab koma adalah :
1. Lesi besar pada serebral dan herniasi.
Lubang kranial dipisahkan menjadi kompartemen oleh lipatan dura. Herniasi
adalah pergeseran jaringan otak ke kompartemen yang secara normal.
a. Herniasi transtentorial uncal.
Merupakan impaksi girus temporal media anterior (uncus) ke bagian
anterior bukan tentorial. Jaringan yang bergeser menekan saraf ketiga
ketika ia melalui ruang subarachnoid dan mengakibatkan pembesaran
pupil ipsilateral (kemungkinan karena serat para simpatetik fungsi pupil
terletak pada daerah peroperal saraf). Koma yang terjadi merupakan
akibat dari tekanan lateral dari otak tengah yang berbenturan dengan
sudut tentorial yang berseberangan karena pergesseran gyrus
parahipokampus.

b. Herniasi transtentorial sentral.


4

Merupakan gerakan simetik kebawah dari bagian thalamus atau melalui


bukan tentorial, tanda utama adalah pupil miotik dan drowsiness.
Herniasi temporal dan sentral dianggap sebagai penyebab tekanan
progresif batang otak dari atas : pertama otak tengah, kemudian pons dan
terakhir medula. Sehingga terjadi tanda neurologis yang berhubungan
dengan tingkat yang terpapar.
2. Gangguan metabolik
Gangguan metabolik mengakibatkan koma dan mengganggu pengiriman
substrat energi (hipoksia, iskemia, hipoglikemia) atau dengan mengganti
eksitabilitas neuron.
3. Epileptik
Pengeluaran listrik menyeluruh dan berkelanjutan dari korteks berhubungan
dengan koma, walaupun tidak ada aktivitas motor epileptik. Koma yang
terjadi setelah kejang, merupakan tahap postical, yang disebabkan oleh
kekurangan persediaan energi atau efek molekul toksik lokal yang
merupakan hasil dari kejang.
4. Farmakologis
Ensefalopati jenis ini sangat reversibel dan tidak menimbulkan kerusakan
residual yang menyebabkan hipoksia. Overdosis beberapa obat dan toksin
dapat menekan fungsi sistem saraf. Ada pula yang menyebabkan koma
dengan mengganggu nukleus batang otak termasuk RAS dan korteks
serebral.

C. Tanda dan Gejala


Menurut Corwin Elizabeth (2009), manifestasi klinisnya adalah :
1. Perubahan respons pupil
Perubahan pupil penting yang dijumpai pada kerusakan otak adalah pupil
pinpoint yang tampak pada overdosis opiat ( heroin ) serta dilatasi dan fiksasi
pupil bilateral yang biasanya dijumpai pada overdosis barbiturat. Cedera
batang otak memperlihatkan fiksasi pupil bilateral dengan posisi di tengah.
2. Perubahan gerakan mata
5

Pada cidera batang otak, terjadi gangguan gerakan mata, dan mata terfiksasi
dalam posisi ke depan langsung. Deviasi yang miring dengan satu mata
memandang ke atas dan satu ke bawah, menunjukkan cedera kompresif pada
batang otak. Gerakan siklik unvolunter normal pada bola mata ( respons
nigtagmus ) sebagai respons terhadap pemberian air es ke telinga menghilang
pada disfungsi korteks dan batang otak.
3. Perubahan pola nafas
a. Kerusakan pada batang otak
Pusat pernafasan di batang otak bagian bawah mengontrol pernafasan
berdasarkan konsentrasi ion hidrogen dalam CSS yang mengelilinginya.
Kerusakan batang otak menyebabkan pola nafas yang tidak teratur dan
tidak dapat diperkirakan. Overdosis opiat merusak pusat pernafasan dan
menyebabkan penurunan frekwensi pernafasan secara bertahap sampai
pernafasan terhenti.
b. Kerusakan serebral
Pernafasan cheynes-stokes juga merupakan pernafasan yang didasarkan
pada kadar karbondioksida. Pada kasus ini pusat pernafasan berespons
berelebihan terhadap karbondioksida yang menyebabkan pola nafas
tenang meningkat frekwensi dan kedalaman pernafasan kemudian turun
dengan mudah sampai terjadi apnea (decrescendo breathing). Pernafasan
chynes-stokes mirip dengan apnea pasca ventilasi, yang dijumpai pada
kerusakan hemisfer serebri, dan sering berkaitan dengan koma metabolik.
4. Perubahan respons motorik dan gerakan
Respons motorik abnormal meliputi tidak sesuainya atau  tidak adanya
gerakan sebagai respons terhadap stimulus nyeri, refleks batang otak seperti
respons mengisap dan menggengam terjadi apabila pusat otak yang lebih
tinggi rusak.
5. Disfasia
Disfasia adalah gangguan pemahamaan atau pembentukan bahasa. Afasia
adalah kehilangan total pemahaman atau pembenyukaan bahasa. Disfasia
biasanya disebabkan oleh hipoksia serebral yang sering berkaitan dengan
6

stroke, tetapi dapat juga disebabkan oleh trauma atau infeksi. Kerusakan otak
yang menyebabkan disfasia biasanya mengenai hemisfer serebri kiri.
6. Disfasia broca
Disfasia broca terjadi akibat kerusakan area broca di lobus frontalis. Individu
yang mengalami disfasia broca memahami bahasa, tetapi kemampuanya
untuk mengekspresikan kata secara bermakna dalam bentuk tulisan atau lisan
terganggu. Hal ini disebut disfasia ekspresif.
7. Disfasia wernicke
Disfasia wernicke terjadi akibat kerusakan area wernicke di lobus temporalis
kiri. Pada disfasia wernicke, ekspresi bahasa secara verbal utuh, tetapi
pemahaman bermakna terhadap kata yang diucapkan atau tertulis terganggu.
Hal ini disebut disfasia reseptif.
8. Agnosia
Agnosia adalah kegagalan mengenali obyek karena ketidaknyamanan
memahami stimulus sensorik yang datang. Agnosia dapat berupa visual,
pendengaran, taktil, atau berkaitan dengan pengucapan atau penciuman.
Agnosia terjadi akibat kerusakan pada area sensorik primer atau asosiatif
tertentu di korteks serebri.

D. Patofisiologi
Menurut Corwin Elizabeth ( 2009 ) kesadaran adalah pengetahuan penuh
atas diri, lokasi dan waktu di setiap lingkungan. Agar sadar penuh diperlukan
sistem aktivasi retikular yang utuh, dalam keadaan berfungsinya pusat otak yang
lebih tinggi di korteks serebri. Hubungan melalui talamus juga harus utuh.
Perubahan kesadaran biasanya dimulai dengan gangguan fungsi
diensefalon yang ditandai dengan kebuntuan, kebingungan, letargi dan akhirnya
stupor ketika individu menjadi sulit terganggu. Penurunan kesadaran yang
berkelanjutan terjadi pada disfungsi otak tengah dan ditandai dengan semakin
dalamnya keadaan stupor. Akhirnya dapat terjadi disfungsi medula dan pons
yang menyebabkan koma. Penurunan progresif kesadaran ini digambarkan
sebagai perkembangan rostal-kaudal.
7

E. Klasifikasi
1. Koma epileptik
Pengeluaran listrik menyeluruh dan berkelanjutan dari korteks (seizure/
kejang) berhubungan dengan koma, walaupun tidak ada aktivitas motor
epileptik (convlsion). Koma yang terjadi setelah kejang, merupakan tahap
postictal, yang disebabkan oleh kekurangan persediaan energi ata efek
molekul toksik lokal yang merupakaan hasil dari kejang.
2. Koma farmakologis
Pada keadaan seperti ini sangat reversibel dan tidak menimbulkan kerusakan
residual yang menyebabkan hipoksia. Overdosis beberapa obat dengan
toksik dapat menekan fungsi sistem saraf.

F. Komplikasi
Menurut Brunner dan Suddart ( 2001 ) komplikasi yang mungkin terjadi pada
pasien tidak sadar meliputi gangguan pernafasan, pneumonia, dekubitus, dan
aspirasi.
1. Gagal pernafasan dapat terjadi dengan cepat setelah pasien tidak sadar.jika
pasien tidak dapat bernafas sendiri, beri dukungan perawatan dengan
memulai pemberian ventilasi adekuat.
2. Pneumonia umumnya terlihat pada pasien yang menggunakan ventilator atau
mereka yang tidak dapat untuk mempertahankan jalan nafas.
3. Pasien tidak sadar tidak mampu untuk bergerak atau membalikkan tubuh, hal
ini menyebabkan dalam tetap pada posisi yang terbatas. Keadaan ini
menyebabkan pasien mengalami dekubitus, yang akan mengalami infeksi
dan merupakan sumber sepsis.
4. Aspirasi isi lambung atau makanan dapat terjadi yang mencetuskan
terjadinya pneumonia atau sumbatan jalan nafas.

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Uji laboratorium
8

Digunakan untuk mengidentifikasi penyebab ketidaksadaran yang mencakup


tes glukosa darah, elektrolit, amonia serum, nitrogen urea darah (BUN),
osmolalitas, kalsium, masa pembekuan, kandungan keton serum, alkohol,
obat-obatan dan analisa gas darah arteri.
2. Pemeriksaan tambahan lainnya adalah CT-Scan atau MRI kepala, untuk
menyingkirkan kemungkinan adanya cedera otak atau perdarahan.

H. Penatalaksanaan Umum
1. Mempertahankan fungsi vital dan mencukupi kebutuhan tubuh akan oksigen,
cairan dan kalori.
a. Pelihara jalan nafas:
1) Kepala dimiringkan dan ekstensi
2) Bersihkan rongga mulut dan farings; isap lendir secara teratur, bila
perlu oksigen, trakeostomi, respirator.
b. Pemberian cairan dan kalori
1) Jumlah maintenance kira-kira 2000 ml/hari.
2) Dapat ditambah bila ada dehidrasi atau syok.
3) Usahakan pemberian cairan yang mengandung cukup elektrolit dan
kalori.
4) Bila koma lebih dari 2-3 hari, berikan makanan per sonde agar intake
dapat lebih banyak.
2. Memelihara kebersihan tubuh (miksi, defekasi)
a. Pasang dauercathether
b. Klisma dengan larutan gliserin 2-3 hari sekali
c. Mata ditetesi dengan borwater atau larutan garam faal beberapa kali
sehari, lalu ditutup dengan kasa lembab; dapat juga digunakan salep mata
antibiotic agar tidak terlalu sering harus membasahi mata.
d. Mulut dibersihkan dengan boraks-gliserin dan alcohol tiap pagi.
e. Penderita dimandikan dengan air dan sabun sedikitnya sekali sehari.
3. Mencegah infeksi sekunder dan dekubitus
9

a. Posisi berbaring penderita harus diubah-ubah beberapa kali setiap hari


untuk mengurangi kemungkinan pneumonia dan dekubitus.
b. Untuk mengalirkan secret dari paru, penderita berbaring miring dan
daerah dada dan punggung ditepuk-tepuk beberapa menit tiap pagi.
4. Pengobatan simtomatik
a. Bila perlu berikan kompres panas atau dingin.
b. Bila kejang atau gelisah, berikan sedative yang efek depresinya minimal
misalnya diazepam.
c. Untuk menurunkan tekanan intracranial gunakan kortikosteroid dan
larutan hipertonik.

I. Prognosis
Semua penderita koma dianggap berat, bergantung pada :
1. Latar belakang penyakitnya
2. Cepat dan tepatnya diagnosis dan terapi
3. Dalam dan lamanya koma
10

BAB III

PROSES KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Pengkajian Primer
a. Airway
1) Apakah pasien bernafas secara bebas.
2) Kejang.
3) Retensi lendir / sputum di tenggorokan.
b. Breathing
1) Adakah suara nafas abnormal, strider, wheezing, mengi.
2) Sianosis.
3) Takipneu.
4) Dispneu.
5) Hipoksia.
6) Panjang pendeknya inspirasi-ekspirasi.
7) Penggunaan otot-otot bantu pernafasan.
c. Circulation
1) Hipotensi / hipertensi.
2) Hipotermi.
3) Ekstermitas dingin.
4) Penurunan capillary refill.
5) Nyeri.
6) Pembesaran kelenjar getah bening.

2. Pengkajian Sekunder
a. Riwayat penyakit sebelumnya.
Apakah klien pernah menderita :
1) Penyakit stroke.
2) Infeksi otak.
3) Diabetes mellitus.
11

4) Diare dan muntah yang berlebihan.


5) Tumor otak.
6) Intoksiasi insektisida.
7) Trauma kepala.
8) Epilepsy.
b. Pemeriksaan fisik
1) Tanda vital : hipertensi yang berat dapat disebabkan oleh lesi
intrakranial dengan peningkatan TIK atau ensefalopati karena
hipertensi.
2) Kulit : tanda eksternal dari trauma, neddle track, rash, cherry redness
(keracunan CO), atau kuning
3) Nafas : alkohol, aseton, atau fetor hepaticus dapat menjadi petunjuk
4) Kepala : tanda fraktur, hematoma, dan laserasi
5) THT : otorea atau rhinorea CSF, hemotimpanum terjadi karena
robeknya duramater pada fraktur tengkorak, tanda gigitan pada lidah
menandakan serangan kejang.
6) Leher (jangan manipulasi bila ada kecurigaan fraktur dari cervival
spine) : kekakuan disebabkan oleh meningitis atau perdarahan
subarakhnoid.
7) Pemeriksaan neurologis : untuk menentukan dalamnya koma dan
lokalisasi dari penyebab koma.

3. Menilai GCS
Menurut Brunner dan Suddart (2001), ada 3 hal yang dinilai dalam penilaian
kuantitatif kesadaran yang menggunakan Skala Koma Glasgow yaitu
membuka mata, respons motorik dan respons verbal.
a. Membuka mata ( E )
Spontan :4
Dengan perintah :3
Dengan nyeri :2
Tidak berespon :1
12

b. Respons motorik ( M )
Dengan perintah :6
Melokalisasi nyeri :5
Menarik area yang nyeri :4
Fleksi abnormal :3
Ekstensi abnormal :2
Tidak berespon :1
c. Respons verbal ( V )
Berorientasi :5
Bicara membingungkan :4
Kata-kata tidak tepat :3
Suara tidak dapat dimengerti :2
Tidak ada respons :1

B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan hipoksia  jaringan
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya depresan pusat
pernafasan
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual,
muntah
4. Perubahan persepsi sensori visual berhubungan dengan penurunan ketajaman
penglihatan

C. Intervensi

Diagnosa Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi


Keperawata
n

Gangguan NOC : NIC :


perfusi Peripheral Sensation
jaringan b.d 1. Circulation status Management (Manajemen
hipoksia 2. Tissue Prefusion : sensasi perifer)
jaringan cerebral 1. Monitor adanya daerah tertentu
13

Kriteria Hasil : yang hanya peka terhadap


panas/dingin/tajam/tumpul
1. Mendemonstrasikan 2. Monitor adanya paretese
status sirkulasi yang 3. Instruksikan keluarga untuk
ditandai dengan : mengobservasi kulit jika ada
a. Tekanan systole lsi atau laserasi
dandiastole dalam 4. Gunakan sarun tangan untuk
rentang yang proteksi
diharapkan 5. Batasi gerakan pada kepala,
b. Tidak ada leher dan punggung
ortostatikhipertensi 6. Monitor kemampuan BAB
c. Tidak ada tanda 7. Kolaborasi pemberian
tanda peningkatan analgetik
tekanan intrakranial 8. Monitor adanya tromboplebitis
(tidak lebih dari 15 9. Diskusikan mengenai
mmHg) penyebab perubahan sensasi
2. Mendemonstrasikan
kemampuan kognitif
yang ditandai dengan:
a. Berkomunikasi
dengan jelas dan
sesuai dengan
kemampuan
b. Menunjukkan
perhatian,
konsentrasi dan
orientasi
c. Memproses
informasi
d. Membuat keputusan
dengan benar
e. Menunjukkan
fungsi sensori
motori cranial yang
utuh : tingkat
kesadaran mambaik,
tidak ada gerakan
gerakan involunter

NOC : NIC :
Pola Nafas
tidak efektif 1. Respiratory status : Airway Management
14

Ventilation 1. Buka jalan nafas, guanakan


b.d adanya
2. Respiratory status : teknik chin lift atau jaw thrust
depresan
Airway patency bila perlu
pusat
3. Vital sign Status 2. Posisikan pasien untuk
pernafasan
memaksimalkan ventilasi
Kriteria Hasil : 3. Identifikasi pasien perlunya
pemasangan alat jalan nafas
1. Mendemonstrasikan buatan
batuk efektif dan suara 4. Pasang mayo bila perlu
nafas yang bersih, 5. Lakukan fisioterapi dada jika
tidak ada sianosis dan perlu
dyspneu (mampu 6. Keluarkan sekret dengan batuk
mengeluarkan sputum, atau suction
mampu bernafas 7. Auskultasi suara nafas, catat
dengan mudah, tidak adanya suara tambahan
ada pursed lips) 8. Lakukan suction pada mayo
2. Menunjukkan jalan 9. Berikan bronkodilator bila
nafas yang paten (klien perlu
tidak merasa tercekik, 10. Berikan pelembab udara Kassa
irama nafas, frekuensi basah NaCl Lembab
pernafasan dalam 11. Atur intake untuk cairan
rentang normal, tidak mengoptimalkan
ada suara nafas keseimbangan.
abnormal) 12. Monitor respirasi dan status O2
3. Tanda Tanda vital
dalam rentang normal
(tekanan darah, nadi, Terapi Oksigen
pernafasan)
1. Bersihkan mulut, hidung dan
secret trakea
2. Pertahankan jalan nafas yang
paten
3. Atur peralatan oksigenasi
4. Monitor aliran oksigen
5. Pertahankan posisi pasien
6. Onservasi adanya tanda tanda
hipoventilasi
7. Monitor adanya kecemasan
pasien terhadap oksigenasi
15

Vital sign Monitoring

1. Monitor TD, nadi, suhu, dan


RR
2. Catat adanya fluktuasi tekanan
darah
3. Monitor VS saat pasien
berbaring, duduk, atau berdiri
4. Auskultasi TD pada kedua
lengan dan bandingkan
5. Monitor TD, nadi, RR,
sebelum, selama, dan setelah
aktivitas
6. Monitor kualitas dari nadi
7. Monitor frekuensi dan irama
pernapasan
8. Monitor suara paru
9. Monitor pola pernapasan
abnormal
10. Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
11. Monitor sianosis perifer
12. Monitor adanya cushing triad
(tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan
sistolik)
13. Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign

NOC : NIC :
Perubahan
nutrisi kurang 1. Nutritional Nutrition Management
dari Status : food and
kebutuhan Fluid Intake 1. Kaji adanya alergi makanan
tubuh 2. Nutritional 2. Kolaborasi dengan ahli gizi
berhubungan Status : nutrient untuk menentukan jumlah
dengan mual, Intake kalori dan nutrisi yang
muntah 3. Weight dibutuhkan pasien.
control 3. Anjurkan pasien untuk
meningkatkan intake Fe
4. Anjurkan pasien untuk
16

Kriteria Hasil : meningkatkan protein dan


vitamin C
1. Adanya peningkatan 5. Berikan substansi gula
berat badan sesuai 6. Yakinkan diet yang dimakan
dengan tujuan mengandung tinggi serat untuk
2. Berat badan ideal mencegah konstipasi
sesuai dengan tinggi 7. Berikan makanan yang terpilih
badan (sudah dikonsultasikan dengan
3. Mampu ahli gizi)
mengidentifikasi 8. Ajarkan pasien bagaimana
kebutuhan nutrisi membuat catatan makanan
4. Tidak ada tanda tanda harian.
malnutrisi 9. Monitor jumlah nutrisi dan
5. Menunjukkan kandungan kalori
peningkatan fungsi 10. Berikan informasi tentang
pengecapan dari kebutuhan nutrisi
menelan 11. Kaji kemampuan pasien untuk
6. Tidak terjadi mendapatkan nutrisi yang
penurunan berat dibutuhkan
badan yang berarti

Nutrition Monitoring

1. BB pasien dalam batas normal


2. Monitor adanya penurunan
berat badan
3. Monitor tipe dan jumlah
aktivitas yang biasa dilakukan
4. Monitor interaksi anak atau
orangtua selama makan
5. Monitor lingkungan selama
makan
6. Jadwalkan pengobatan dan
tindakan tidak selama jam
makan
7. Monitor kulit kering dan
perubahan pigmentasi
8. Monitor turgor kulit
9. Monitor kekeringan, rambut
kusam, dan mudah patah
10. Monitor mual dan muntah
11. Monitor kadar albumin, total
17

protein, Hb, dan kadar Ht


12. Monitor makanan kesukaan
13. Monitor pertumbuhan dan
perkembangan
14. Monitor pucat, kemerahan, dan
kekeringan jaringan
konjungtiva
15. Monitor kalori dan intake
nuntrisi
16. Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik papila
lidah dan cavitas oral.
17. Catat jika lidah berwarna
magenta, scarlet
18

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Kesadaran adalah pengetahuan penuh atas diri, lokasi dan waktu.
Penurunan kesadaran merupakan keadaan dimana penderita tidak sadar atau
tidak terbangun secara utuh sehingga tidak mampu memberikan respons yang
normal terhadap stimulus. Penyebab penurunan kesadaran antara lain : gangguan
sirkulasi, ensefalitis, metabolic, elektrolit, neoplasma, intoksikasi, trauma, dan
epilepsy. Adapun gejala klilnik yang terkait dengan penurunan kesadaran : sakit
kepala hebat, muntah proyektil, papil edema, reaksi pupil terhadap cahaya
melambat atau negative, demam, gelisah, kejang, dll. Komplikasi yang sering
muncul dapat meliputi : aspirasi / pneumonia, hipostatik, dekubitus, dan infeksi
saluran kencing.

B. Saran
Setelah mahasiswa memahami dan mengerti tentang asuhan keperawatan
penurunan kesadaran dan koma, maka mahasiswa harus bisa  mengaplikasikan
dalam bidang keperawatan.
19

DAFTAR PUSTAKA

Purwadianto, Agus. dkk. 2000. “Kedaruratan Medik edisi Revisi Pedoman


Penatalaksanaan Praktis”. Jakarta : Bina Rupa Aksara

Mubin, Halim. 2010. “Panduan Praktis Kedaruratan Penyakit Dalam


Prognosis dan Terapi”. Jakarta : EGC

http://duwiifa.blogspot.com/2011/06/askep-koma.html diakses tanggal 20


Februari 2012

Anda mungkin juga menyukai