TUGAS KASUS
KAJIAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TUGAS FUNGSI POKOK
APOTEKER DALAM PELAKSANAAN PEKERJAAN KEFARMASIAN DI UNIT
PRODUKSI KOSMETIK (KELOMPOK A DAN B), DARI PERENCANAAN SUATU
INDUSTRI HINGGA BERJALANNYA PRODUKSI
OLEH
KELOMPOK 16
Sumber:
http://www.jejaknews.com/nusantara/pabrik-kosmetik-palsu-dibongkar-polres-bandung
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA TENTANG TUPOKSI APOTEKER DI UNIT PRODUKSI
KOSMETIK DARI PERENCANAAN SUATU INDUSTRI HINGGA BERJALANNYA
PRODUKSI
2.1 Tanggung Jawab Apoteker di Unit Produksi Industri Kosmetik dari Perencanaan
Suatu Industri Hingga Berjalannya Produksi
Apoteker dalam produksi Kosmetik khususnya pada bagian perencanaan industri hingga
berjalannya produksi berperan sebagai penanggung jawab. Hal ini tercantum pada beberapa
peraturan yaitu:
1. PP No. 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian Pasal 7 ayat (1) yang
menyatakan bahwa Pekerjaan Kefarmasian dalam Produksi Sediaan Farmasi harus
memiliki Apoteker penanggung jawab.
2. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1175/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Izin
Produksi Kosmetika Pasal 8 Ayat (1) a, (2) a menyatakan bahwa industri kosmetik
golongan A memiliki apoteker sebagai penanggungjawab dan untuk industri kosmetik
golongan B memiliki sekurang-kurangnya tenaga teknis kefarmasian sebagai
penanggung jawab
2.2 Tugas Pokok dan Fungsi Apoteker di Unit Produksi Industri Kosmetik dari
Perencanaan Suatu Industri Hingga Berjalannya Produksi
2.2.1 Tupoksi Apoteker dalam Perencanaan dan Perijinan Bangunan Pabrik Kosmetika
Apoteker yang bekerja di bagian perencanaan dan perijinan tentang bangunan
pabrik kosmetik memiliki tugas pokok dan fungsi sesuai tempatnya bekerja. Dalam
bidang tersebut apoteker memiliki tupoksi seperti berikut:
1.Melakukan pemilihan lahan dan kawasan tempat dibangunnya pabrik kosmetika yang
sesuai dengan peraturan perundang-undangan tentang kawasan industri.
2.Menyiapkan dan mengajukan segala perijinan terkait pembangunan pabrik kosmetika
hingga siap dilakukan proses produksi.
3.Menyiapkan dan mengajukan permohonan perizinan prinsip dari suatu bentuk usaha
yang akan dibuat.
4.Menyiapkan dan mengajukan akte badan usaha dan badan hukum usaha yang
merupakan persyaratan bagi penanaman modal dan dapat melanjutkan proses
pengurusan izin penanaman modal dan pengoperasian usaha pada tahap berikutnya
untuk dapat melakukan kegiatan ekonomi/usaha di wilayah hukum Indonesia
5.Menyiapkan dan mengajukan Izin Usaha Industri (IUI) dengan melengkapi berkas-
berkas yang telah dipersyaratkan.
6.Membuat rancangan bangunan dan situasi bangunan pabrik kosmetika.
7.Menyiapkan dan mengajukan Izin Mendirikan Bangunan untuk bangunan pabrik
kosmetika dengan melengkapi berkas-berkas yang telah dipersyaratkan.
8.Melakukan pengawasan sekaligus menjadi penyelia dalam proses pembangunan
pabrik kosmetika
9.Memastikan seluruh bangunan dan aspek-aspeknya sudah sesuai dengan peraturan
yang berlaku pada CPKB (Cara Produksi Kosmetika yang Baik)
10. Menyiapkan fasilitas pendukung di dalam pabrik kosmetika sesuai dengan produksi
yang akan dilakukan.
3.1.2 Apoteker hendaknya mengetahui tugas pokok dan fungsinya ketika bekerja atau berada
di bagian perencanaan suatu industri kosmetik, di bagian perencanaan dan penyiapan
izin produksi dan pada bagian penyipan izin edar produk kosmetika.
Apoteker yang bekerja di bagian perencanaan dan perijinan tentang bangunan pabrik
kosmetik memiliki tugas pokok dan fungsi sesuai tempatnya bekerja. Dalam bidang tersebut
apoteker memiliki tupoksi seperti berikut:
1. Melakukan pemilihan lahan dan kawasan tempat dibangunnya pabrik kosmetika
yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan tentang kawasan industri.
2. Menyiapkan dan mengajukan segala perijinan terkait pembangunan pabrik kosmetika
hingga siap dilakukan proses produksi.
3. Menyiapkan dan mengajukan permohonan perizinan prinsip dari suatu bentuk usaha
yang akan dibuat.
4. Menyiapkan dan mengajukan akte badan usaha dan badan hukum usaha yang
merupakan persyaratan bagi penanaman modal dan dapat melanjutkan proses
pengurusan izin penanaman modal dan pengoperasian usaha pada tahap berikutnya
untuk dapat melakukan kegiatan ekonomi/usaha di wilayah hukum Indonesia
5. Menyiapkan dan mengajukan Izin Usaha Industri (IUI) dengan melengkapi berkas-
berkas yang telah dipersyaratkan.
6. Membuat rancangan bangunan dan situasi bangunan pabrik kosmetika.
7. Menyiapkan dan mengajukan Izin Mendirikan Bangunan untuk bangunan pabrik
kosmetika dengan melengkapi berkas-berkas yang telah dipersyaratkan.
8. Melakukan pengawasan sekaligus menjadi penyelia dalam proses pembangunan
pabrik kosmetika
9. Memastikan seluruh bangunan dan aspek-aspeknya sudah sesuai dengan peraturan
yang berlaku pada CPKB (Cara Produksi Kosmetika yang Baik)
10. Menyiapkan fasilitas pendukung di dalam pabrik kosmetika sesuai dengan produksi
yang akan dilakukan.
3.1.3 Apoteker hendaknya memastikan persyaratan proses produksi berjalan sesuai peraturan
agar proses produksi dapat diberi ijin produksi
Berdasarkan Permenkes No. 1175 Tahun 2010 tentang Ijin Produksi Kosmetika
mengatakan bahwa indsutri kosmetika yang akan memproduksi kosmetika harus memiliki
ijin produksi. Ijin produksi dapat dikeluarkan apabila pabrik kosmetika telah memenuhi
segala persyaratan yang diundangkan. Persyaratan tersebut antara lain:
1. Persyaratan ijin produksi kosmetika golongan A:
a. memiliki apoteker sebagai penanggungjawab;
b. memiliki fasilitas produksi sesuai dengan produk yang akan dibuat;
c. memiliki fasilitas laboratorium; dan
d. wajib menerapkan CPKB.
2. Persyaratan ijin produksi kosmetika golongan B:
a. memiliki sekurang-kurangnya tenaga teknis kefarmasian sebagai penanggung
jawab;
b. memiliki fasilitas produksi dengan teknologi sederhana sesuai produk yang akan
dibuat; dan
c. mampu menerapkan higiene sanitasi dan dokumentasi sesuai CPKB.
Telah dipaparkan diatas, bahwa pabrik kosmetika dalam proses produksinya harus
menerapkan CPKB (untuk golongan A) atau menerapkan higiene sanitasi dan dokumentasi
sesuai CPKB. Selain itu, pabrik juga harus memenuhi persyaratan fasilitas produksi sesuai
golongan. Untuk golongan A diharuskan memiliki fasilitas produksi sesuai dengan produk
yang akan dibuat dan laboratorium, dna untuk golongan B diharuskan memiliki fasilitas
produksi dengan teknologi sederhana sesuai produk yang akan dibuat
3.1.4 Apoteker hendaknya memastikan produk telah diproduksi memenuhi syarat yang
berlaku agar memperoleh ijin edar berupa notifikasi.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1176/Menkes/PER/VIII/2010 tentang Notifikasi Kosmetika menyebutkan bahwa setiap
kosmetika yang beredar wajib memenuhi standar dan/atau persyaratan mutu, keamanan, dan
kemanfaatan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Maka dari itu apoteker yang
bekerja di industri kosmetika tersebut wajib memenuhi peraturan tersebut agar nanti ijin edar
dapat diperoleh. Syarat produk kosmetika yang dinotifikasi dibuat dengan menerapkan CPKB
dan memenuhi persyaratan teknis. Pada industri kosmetik golongan B produk yang diproduksi
harus mampu menerapkan higine sanitasi sesuai dengan CPKB. Persyaratan teknis yang
dimaksud antara lain :
a. keamanan yang dinilai dari bahan kosmetika yang digunakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan dan kosmetika yang dihasilkan tidak mengganggu atau
membahayakan kesehatan manusia, baik digunakan secara normal maupun pada
kondisi penggunaan yang telah diperkirakan;
b. kemanfaatan yang dinilai dari kesesuaian dengan tujuan penggunaan dan klaim yang
dicantumkan;
c. mutu yang dinilai dari pemenuhan persyaratan sesuai CPKB dan bahan kosmetika yang
digunakan sesuai dengan Kodeks Kosmetika Indonesia, standar lain yang diakui, dan
ketentuan peraturan perundangundangan; dan
d. penandaan yang berisi informasi lengkap, obyektif, dan tidak menyesatkan. Penandaan
kosmetika harus memuat beberapa informasi agar masyarakat dapat mengetahui
kejelasan tentang kosmetika tersebut. Informasi yang harus terdapat dalam kosmetik
adalah:
i. keterangan kegunaan;
ii. cara penggunaan; dan
iii. peringatan dan keterangan lain yang dipersyaratkan.
3.1.5 Apoteker Hendaknya Mengurus Segala Perijinan Produksi Dan Ijin Edar Sesuai Alur
Perijinan Yang Berlaku.
Agar suatu produk kosmetika yang diproduksi dapat beredar dan dapat digunakan oleh
masyarakat, suatu industri kosmetika wajib mematuhi dan memunuhi persyaratan yang
berlaku dimulai dari persyaratan perencenaan industri kemudian persyaratan izin produksi
hingga persyaratan izin edar kosmetika.
Sebelum apoteker mengajukan permohonan izin produksi kosmetika, apoteker terlebih
dahulu melakukan perencanaan dan penyiapan suatu pabrik kosmetika. Secara garis besar,
perencanaan dan penyiapan suatu pabrik kosmetika tipe B dapat dilihat pada gambar 1.
Permohonan izin Lahan Permohonan izin Pembangunan dan tata
di Kawasan Industri untuk mendapatkan letak Pabrik
kepada Pemerintah Izin Mendirikan Kosmetika tipe B
Daerah Kabupaten Bangunan
Permohonan Izin
Permohonan Izin Rancangan tata letak Produksi Kosmetika
Prinsip Usaha kepada bangunan pabrik tipe B
Pemerintah Daerah kosmetika
Kabupaten/Kota. berkonsultasi dengan
Apoteker terlebih dahulu melakukan pemilihan lahan yang akan dibangun pabrik
kosmetika. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009
Tentang Kawasan Industri, lahan tersebut hendaknya tidak berada dalam lingkungan hijau
atau pendidikan dan harus berada pada kawasan industri. Kawasan peruntukan industri adalah
bentangan lahan yang diperuntukkan bagi kegiatan industri berdasarkan rencana tata ruang
wilayah yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Beberapa
daerah mewajibkan penanam modal memiliki dokumen atau izin yang terkait dengan
kelayakan untuk melakukan kegiatan investasi disuatu lokasi sesuai dengan tata ruang dan
atau rencana kota di daerah tersebut. Dokumen ini dikeluarkan oleh pemerintah daerah.
Salah satu persyaratan untuk memperoleh izin produksi adalah memiliki Nomor
Pokok Wajib Pajak (NPWP). Selain merupakan persyaratan untuk memperoleh izin produksi,
NPWP juga digunakan untuk persyaratan dalam pembuatan akte badan usaha dan badan
hukum usaha. NPWP diajukan dan diurus di Kantor Pelayanan Pajak di setiap daerah. Setelah
mendapatkan NPWP, diwajibkan bagi industri/usaha untuk mendapatkan status badan usaha
(berbentuk PT, CV, FA, perorangan, Koperasi, Yayasan) yang sah sebelum mendapatkan izin
penanaman modal dan perizinan lain dalam rangka operasional usaha. Akte Badan Usaha
dikeluarkan oleh notaris dan harus mendapatkan pengesahan dari Kementerian Hukum dan
HAM. Status badan hukum yang sah menjadi persyaratan untuk dapat melanjutkan proses
pengurusan izin penanaman modal dan pengoperasian usaha pada tahap berikutnya.
Setelah perusahaan berbentuk badan hukum, kemudian apoteker menyiapkan izin
prinsip pendirian usaha. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal, Undang-Undang No. 32 Tahun 2000 tentang Pemerintahan Daerah,
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara
Pemerintah, Pemerintah Daerah dan Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, izin
prinsip dibutuhkan dalam rangka mendirikan perusahaan baru atau dalam rangka memulai
usaha baik sebagai penanaman modal asing (PMA) atau penanaman modal dalam negeri
(PMDN) atau dalam rangka perpindahan lokasi proyek PMA atau PMDN. Formulir perizinan
prinsip dapat dilihat pada lampiran 1.
Setelah memiliki perizinan usaha yang dibutuhkan, kemudian apoteker penanggung
jawab melakukan rancangan bangunan untuk pabrik kosmetika yang akan dibangun.
Konsultasi dan pengesahan rancang bangun dilakukan oleh bagian sertifikasi dan layanan
informasi Balai POM setempat. Pada industri kosmetika B bangunan dan fasilitas mampu
menerapkan CPKB dan sanitasi higine. Namun berbeda dengan bangunan kosmetika
golongan A, pada bangunan kosmetika golongan B tidak diwajibkan memiliki laboratorium.
Setelah mendapatkan persetujuan denah ruangan pabrik kosmetika, apoteker penanggung
jawab melakukan permohonan izin untuk mendapatkan Izin Mendirikan Bangunan.
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 tahun 1992 tentang Prosedur
Pemberian Izin IMB, pengusaha kawasan industri mengajukan permohonan tertulis kepada
Kepala Daerah tingkat II, dengan melengkapi persyaratan-persyaratan seperti berikut:
1. Akta Pendirian perusahaan
2. Fotocopy sertifikat tanah
3. Surat perjanjian/ pernyataan tidak keberatan dari pemilik tanah apabila bangunan
didirikan diatas tanah orang lain
4 . Peta situasi
5. Gambar rencana bangunan dan situasi bangunan dengan skala 1:50; 1:100; 1:200
6. Perhitungan konstruksi dan instalasi yang ditetapkan untuk bangunan tertentu.
7. Surat pernyataan persetujuan tetangga (bermaterai cukup).
Izin untuk mendirikan bangunan akan dikeluarkan setelah 14 hari dilakukan
peninjauan.
Setelah mendapatkan IMB, apoteker penanggung jawab kemudian melengkapi izin
usaha industri. Kemudian dilakukan permohonan pengajuan Izin Usaha Industri (IUI).
Permohonan IUI Besar diajukan kepada pejabat penerbit izin yaitu Kepala Daerah Tingkat I
dengan melampirkan formulir pada lampiran 2 dan paling sedikit:
1. fotokopi identitas diri pemohon;
2. fotokopi NPWP;
3. fotokopi Akta Pendirian Perusahaan dan/atau perubahannya yang telah
disahkan/ditetapkan oleh pejabat yang berwenang;
4. fotokopi Izin Prinsip Industri;
5. fotokopi Izin Lingkungan.
Apabila telah memenuhi persyaratan administratif, apoteker penanggung jawab
melakukan pendaftaran izin produksi kosmetika. Berdasarkan Permenkes No. 1175 Tahun
2010, Permohonan izin produksi industri kosmetika golongan B diajukan dengan
kelengkapan sebagai berikut:
a. Surat permohonan;
b. Fotokopi izin usaha industri atau tanda daftar industri yang telah dilegalisir;
c. Nama direktur/pengurus;
d. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) direksi perusahaan/pengurus;
e. Susunan direksi/pengurus ;
f. Surat pernyataan direksi/pengurus tidak terlibat dalam pelanggaran peraturan
perundang-undangan di bidang farmasi;
g. Fotokopi akta notaris pendirian perusahaan yang telah disahkan sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan sepanjang pemohon berbentuk badan usaha;
h. Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
i. Denah bangunan yang disahkah oleh Kepala Badan;
j. Bentuk dan jenis sediaan kosmetika yang dibuat;
k. Daftar peralatan yang tersedia;
l. Surat pernyataan kesediaan bekerja penanggung jawab; dan
m. Fotokopi ijazah dan Surat Tanda Registrasi penanggung jawab yang telah dilegalisir.
Secara garis besar pengajuan persyaratan diatas dapat dilihat pada gambar 2.
Gambar 2. Alur Tata Cara Memperoleh Izin Produksi Kosmetika (Dirjen Binfar dan Alkes,
2011)
Paling lama 14 (empat belas) hari setelah melakukan evaluasi terhadap pemenuhan
persyaratan administratif dan persyaratan tersebut dinyatakan lengkap, Kepala Dinas setempat
wajib menyampaikan rekomendasi kepada Direktur Jenderal dengan tembusan Kepala Badan
POM dengan menggunakan formulir 2(Lampiran 4). Apabila Kepala Balai telah selesai
melakukan pemeriksaan terhadap kesiapan/pemenuhan CPKB, Kepala Balai setempat wajib
menyampaikan analisis hasil pemeriksaan kepada Kepala Badan dengan tembusan kepada
Kepala Dinas dan Direktur Jenderal dengan menggunakan formulir 3 (Lampiran 5).
Setelah izin produksi diperoleh (Lampiran 8), tugas apoteker selanjutnya adalah
melakukan pengajuan pendaftaran pemohon notifikasi agar terdaftar sebagai produsen atau
penyedia kosmetika. Pemohon yang akan mengajukan permohonan notifikasi harus
mendaftarkan diri kepada Kepala Badan. Dalam hal ini, yang dikatakan pemohon notifikasi
kosmetika adalah:
a. industri kosmetika yang berada di wilayah Indonesia yang telah memiliki izin produksi;
b. importir yang bergerak dibidang kosmetika sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan; atau
c. usaha perorangan/badan usaha yang melakukan kontrak produksi dengan industri
kosmetika yang telah memiliki izin produksi.
Tata cara pendaftaran pemohon notifikasi adalah dengan cara mengisi template
melalui sistem elektronik yang disampaikan ke website Badan Pengawas Obat dan Makanan
dengan alamat http://www.pom.go.id. Setelah dilakukan verifikasi data, pemohon notifikasi
akan mendapatkan User ID dan Password. Contoh template pendaftaran pemohon notifikasi
yang dilakukan secara online dapat dilihat pada lampiran 9
Pendaftaran sebagai pemohon hanya dilakukan 1 kali, sepanjang tidak terjadi
perubahan data oleh pemohon. Apabila hal tersebut dilakukan, pemohon harus
menyampaikan pemberitahuan perubahan data pemohon notifikasi atau mengajukan
pendaftaran kembali jika terjadi perubahan data pemohon. Pemberitahuan perubahan data
pemohon notifikasi harus disertai dengan data pendukung dan disampaikan kepada Kepala
Badan melalui email ke alamat penilaian_kosmetik@pom.go.id.
Setelah pemohon notifikasi terdaftar dalam sistem notifikasi BPOM maka apoteker
dapat mengajukan permohonan izin edar terhadap kosmetika yang diproduksi.. Izin edar
kosmetika ini berupa notifikasi. Kosmetika tersebut harus mendapatkan izin edar dari BPOM
agar kosmetika yang diedarkan dapat terjamin dan memenuhi persyaratan. Persyaratan yang
dimaksud antara lain:
a. keamanan yang dinilai dari bahan kosmetika yang digunakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan dan kosmetika yang dihasilkan tidak mengganggu atau
membahayakan kesehatan manusia, baik digunakan secara normal maupun pada
kondisi penggunaan yang telah diperkirakan;
b. kemanfaatan yang dinilai dari kesesuaian dengan tujuan penggunaan dan klaim yang
dicantumkan;
c. mutu yang dinilai dari pemenuhan persyaratan sesuai CPKB dan bahan kosmetika yang
digunakan sesuai dengan Kodeks Kosmetika Indonesia, standar lain yang diakui, dan
ketentuan peraturan perundangundangan; dan
d. penandaan yang berisi informasi lengkap, obyektif, dan tidak menyesatkan. Penandaan
kosmetika harus memuat beberapa informasi agar masyarakat dapat mengetahui
kejelasan tentang kosmetika tersebut. Informasi yang harus terdapat dalam kosmetik
adalah:
i. keterangan kegunaan;
ii. cara penggunaan; dan
iii. peringatan dan keterangan lain yang dipersyaratkan.
Tata cara permohonan notifikasi dilakukan dengan cara yang sama seperti saat
melakukan permohonan pemohon notifikasi.
1. Permohonan notifikasi diajukan dengan mengisi Template Notifikasi secara elektronik
yang dapat diunduh dari website Badan Pengawas Obat dan Makanan dengan alamat
http://www.pom.go.id.
2. Template Notifikasi yang sudah diisi lengkap dapat disimpan (save) dan/atau dikirim
(submit) secara elektronik.
3. Pemohon yang telah berhasil mengirim (submit) Template Notifikasi akan menerima Surat
Perintah Bayar secara elektronik melalui email pemohon.
4. Pemohon mencetak Surat Perintah Bayar dan melakukan pembayaran melalui Bank yang
ditunjuk.
5. Paling lama 10 (sepuluh) hari setelah tanggal Surat Perintah Bayar, pemohon harus
menyerahkan asli bukti pembayaran melalui Bank kepada Badan Pengawas Obat dan
Makanan atau Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan/Balai Pengawas Obat dan
Makanan.
6. Penyerahan asli bukti pembayaran disampaikan ke loket notifikasi kosmetika.
7. Apabila dalam waktu 10 (sepuluh) hari setelah tanggal perintah bayar Badan Pengawas
Obat dan Makanan atau Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan/Balai Pengawas Obat
dan Makanan belum menerima asli bukti pembayaran, permohonan notifikasi kosmetika
dianggap ditolak.
8. Asli bukti pembayaran yang diterima Badan Pengawas Obat dan Makanan atau Balai Besar
Pengawas Obat dan Makanan/Balai Pengawas Obat dan Makanan akan diverifikasi
kebenarannya.
9. Jika asli bukti pembayaran yang diterima benar, pemohon menerima tanda pengenal
produk (ID produk) sebagai tanda terima pengajuan permohonan notifikasi.
10. Apabila dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak diperoleh tanda terima
pengajuan permohonan notifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3), Kepala
Badan tidak mengeluarkan surat penolakan, terhadap kosmetika yang dinotifikasi
dianggap disetujui dan dapat beredar di wilayah Indonesia.
Berdasarkan alur tata cara pengajuan notifikasi, maka akan diperoleh ID produk untuk setiap
produk yang didaftarkan. ID produk tersebut akan menjadi identitas dan sebagai bukti bahwa
produk telah terdaftar secara resmi.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim c. 2007. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Jakarta:
Pemerintah Republik Indonesia.
BPOM RI a. 2003. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia Nomor HK. HK.00.05.4.1745 Tahun 2003, tentang Kosmetik. Jakarta: Badan
Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia.
BPOM RI b. 2003. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia Nomor HK. HK.00.05.4.3870 Tahun 2003, tentang Pedoman Cara Pembuatan
Kosmetik yang Baik. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia.
BPOM RI a. 2010. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia Nomor HK.03.1.23.12.10.11983 tahun 2010, tentang Kriteria Dan Tata Cara
Pengajuan Notifikasi Kosmetika. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia.
BPOM RI b. 2010. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia Nomor HK.03.42.06.10.4556 Tahun 2010, tentang Petunjuk Operasional
Pedoman Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia.
Dirjen Binfar dan Alkes. 2011. Pedoman Pelaksanaan Pelayanan Izin Produksi Kosmetika
Nomor HK.03.05/V/443.1/2011. Jakarta: Direktorat Bina Produksi dan Distribusi
Kefarmasian Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
Menkumham RI. 2009. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009,
tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta: Pemerintah Republik Indonesia.
Mensesneg RI. 1999. UndangUndang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen. Jakarta: Pemerintah Republik Indonesia.
Lampiran 1.
I. KETERANGAN PEMOHON
Jumlah
2. Nama Perusahaan : ………………………………………
a. Alamat kedudukan perusahaan :
………………………………………
………………………………………
………………………………………
………………………………………
b. Telepon : ………………………………………
c. Faksimile : ………………………………………
d. E-mail : ………………………………………
3. Akta Pendirian : ………………………………………
dan Perubahannya (diisi dengan nama Notaris, Nomor dan Tanggal Akta)
4. Pengesahan (dan Pemberitahuan Perubahan)
dari Menteri Hukum dan HAM : ………………………………………
(diisi dengan Nomor dan Tanggal)
5. NPWP Perusahaan : ………………………………………
6. Data Perizinan / Persetujuan Penanaman Modal yang telah dimiliki
- Diisi khusus untuk perusahaan yang telah melakukan kegiatan usaha
sesuai Surat Persetujuan Penanaman Modal/ Izin Prinsip/ Izin Usaha
- Dapat dibuat dalam lembaran terpisah
II. KETERANGAN RENCANA PENANAMAN MODAL
1. Bidang Usaha : ………………………………………
(diisi dengan bidang usaha sesuai KBLI – 5 digit)
2. Lokasi Proyek
a. Alamat : ………………………………………
b. Kabupaten/Kota : ………………………………………
c. Provinsi : ………………………………………
3. Produksi dan Pemasaran Per Tahun :
Ekspor
Jenis Barang/ KBLI Satuan Kapasitas Keterangan
(%)
Jasa
…………………………..,……….20……..
Pemohon,
……………….………………
Nama dan Jabatan Penandatangan
Lampiran 2 : Formulir Permintaan Izin Industri
Lampiran 3: Formulir Pemohonan Izin Produksi Kosmetika
Lampiran 4
Lampiran 5
Lampiran 6
Lampiran 7: Surat pernyataan Siap Produksi
Lampiran 8: Surat Keputusan Pemberian Izin Produksi Kosmetika
Lampiran 10: Contoh template pendaftaran pemohon notifikasi yang dilakukan secara online