Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

TIROID KRISIS

Disusun untuk memenuhi mata kuliah keperawatan kegawatdaruratan

Dosen Pembimbing : Ns. Yulia Candra Lestari., M.Kep

Disusun oleh :

1. Nurul Dwi Anggraini 1801100491

2. Ricky Kristian Pradana 1801100496

Program Studi S1 Keperawatan

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendedes Malang

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadiran Allah SWT. karena atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik,
dan Hidayah-Nya makalah ini dapat tersusun. Shalawat dan salam semoga senantiasa
terlimpahkan kepada sang uswatun hasanah Nabi Muhammad SAW. Penyusunan makalah ini
dibuat guna memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan gawat darurat yang dimbing oleh Ns.
Yulia Candra Lestari., M.Kep. Harapan kami semoga makalah ini dapat menambah wawasan,
pengetahuan, dan pengalaman bagi para pembaca, khususnya dapat dijadikan sebagai acuan dan
petunjuk bagi kami para mahasiswa STIKes Kendedes Malang.

Akhir kata kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah terlibat dalam
penyusunan makalah ini baik secara materi maupun non-materi. Makalah ini masih banyak
kekurangan karena pengalaman yang kami miliki sangat kurang. Oleh karena itu kami
memerlukan masukan yang bersifat membangun dari para dosen, teman mahasiswa yang lain,
dan seluruh pembaca makalah ini guna penyempurnaan.

Malang, Mei 2021

Penulis
DAFTAR ISI

Kata pengantar ........................................................................................................i

Daftar isi ...................................................................................................................ii

BAB I : PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang .........................................................................................1

1.2 Rumusan masalah ....................................................................................1

1.3 Tujuan masalah .......................................................................................2

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Fisiologi ...................................................................................3

2.2 Definisi ...................................................................................................3

2.3 Etiologi ..................................................................................................3

2.4 Patofisiologi ...........................................................................................4

2.5 Manifestasi Klinis ..................................................................................5

2.6 Penatalaksanaan .....................................................................................6

2.7 Pemeriksaan Penunjang ..........................................................................7

2.8 Komplikasi .............................................................................................7

BAB III : ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian ................................................................................................10

3.2 Diagnosa Keperawatan .............................................................................11

3.3 Intervensi Keperawatan ............................................................................

BAB IV : PENUTUP

4.1 Kesimpulan .............................................................................................15

4.2 Saran ........................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Krisis tiroid merupakan komplikasi hypertiroidisme yang jarang terjadi tetapi berpotensi
fatal.Krisis tiroid harus dikenali dan ditangani berdasarkan manifestasi klinis karena
konfirmasi laboratoris sering kali tidak dapat dilakukan dalam rentang waktu yang cukup
cepat. Pasien biasanya memperlihatkan keadaan hypermetabolik  yang ditandai oleh demam
tinggi, tachycardi, mual, muntah, agitasi, dan psikosis. Pada fase lanjut, pasien dapat jatuh
dalam keadaan stupor atau komatus yang disertai dengan hypotensi.
Krisis tiroid  adalah penyakit yang jarang terjadi, yaitu hanya terjadi sekitar 1-2% pasien
hypertiroidisme. Sedangkan insidensi keseluruhan hipertiroidisme sendiri hanya berkisar
antara 0,05-1,3% dimana kebanyakannya bersifat subklinis. Namun, krisis tiroid yang tidak
dikenali dan tidak ditangani dapat berakibat sangat fatal.Angka kematian orang dewasa pada
krisis tiroid mencapai 10-20%.Bahkan beberapa laporan penelitian menyebutkan hingga
setinggi 75% dari populasi pasien yang dirawat inap.Dengan tirotoksikosis yang terkendali
dan penanganan dini krisis tiroid, angka kematian dapat diturunkan hingga kurang dari 20%.
Karena penyakit Graves merupakan penyebab hipertiroidisme terbanyak dan merupakan
penyakit autoimun yang juga mempengaruhi sistem organ lain, melakukan anamnesis yang
tepat sangat penting untuk menegakkan diagnosis. Hal ini penting karena diagnosis krisis
tiroid didasarkan pada gambaran klinis bukan pada gambaran laboratoris. Hal lain yang
penting diketahui adalah bahwa krisis tiroid merupakan krisis fulminan yang memerlukan
perawatan intensif dan pengawasan terus-menerus. Dengan diagnosis yang dini dan
penanganan yang adekuat, prognosis biasanya akan baik. Oleh karena itu, diperlukan
pemahaman yang tepat tentang krisis tiroid, terutama mengenai diagnosis dan
penatalaksaannya.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian krisis tiroid?
2. Apa saja penyebab krisis tiroid?
3. Apa saja tanda dan gejala yang timbul pada pasien krisis tiroid?
4. Apa saja komplikasi dari krisis tiroid?
5. Apa saja penatalaksanaan medis dari krisis tiroid?
6. Apa saja pemeriksaan penunjang dari krisis tiroid?
7. Bagaimana proses perjalanan penyakit krisis tiroid?
1.3 Tujuan
1. Mahasiswa mengetahui pengertian dari krisis tiroid
2. Mahasiswa mengetahui penyebab dari krisis tiroid
3. Mahasiswa mengetahui tanda dan gejala dari krisis tiroid
4. Mahasiswa mengetahui komplikasi dari krisis tiroid
5. Mahasiswa mengetahui pemeriksaan penunjang dari krisis tiroid
6. Mahasiswa mengetahui penatalaksanaan medis dari krisis tiroid

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Anatomi Dan Fisiologi Kelenjar Tiroid

a. Anatomi
Kelenjar tiroid terdiri dari lobus kanan dan kiri dimana kedua lobus tersebut
dihubungkan oleh istmus.Kelenjar ini terdapat pada bagian inferior trakea dan beratnya
diperkirakan 15-20 gram.Lobus kanan biasanya lebih besar dan lebih
vasculardibandingkan lobus kiri. Kelenjar ini kaya akan pembuluh darah dengan aliran
darah 4-6 ml/menit/gram. Pada keadaaan hipertiroid, aliran darah dapat meningkat
sampai 1 liter/menit/gram sehingga dapat didengar menggunakan stetoskop yang disebut
bruit.Kelenjar tiroid mendapatkan persarafan adrenergik dan kolinergik yang berasal dari
ganglia servikal dan saraf vagus. Kedua system saraf ini mempengaruhi aliran darah pada
kelenjar tiroid yang akan mempengaruhi fungsi kelenjar tiroid seperti TSH dan iodid.
Selain itu, serabut saraf adrenergik mencapai daerah folikel sehingga persarafan
adrenergik diduga mempengaruhi fungsi kelenjar tiroid secara langsung.Folikel atau acini
yang berisi koloid merupakan unit fungsional kelenjar tiroid.Dinding folikel dilapisi oleh
sel kuboid yang merupakan sel tiroid dengan ukuran bervariasi tergantung dari tingkat
stimulasi pada kelenjar. Sel akan berbentuk kolumner bila dalam keadaaan aktif, dan
berbentuk kuboid bila dalam keadaan tidak aktif. Setiap 20-40 folikel dibatasi oleh
jaringan ikat yang disebut septa yang akan membentuk lobulus. Di sekitar folikel terdapat
sel parafolikuler atau sel C yang menghasilkan hormon kalsitonin. Di dalam lumen
folikel, terdapat koloid dimana tiroglobulin yang merupakan suatu glikoprotein yang
dihasilkan oleh sel tiroid yang akan disimpan.
Kelenjar tiroid memelihara tingkat metabolisme dari sebagian besar sel dalam
tubuh dengan menghasilkan dua hormon tiroid di dalam sel folikelnya, yaitu
triiodothyronin (T3) dan tetraiodohyronin (T4) atau tirosin.Iodin (I2) memilki berat atom
sebesar 127 dan berat molekulnya 254.T4 memilki berat molekul sebesar 777 Dalton
yang 508 didalamya merupakan iodida.Hormon tiroid sangat penting dalam
perkembangan saraf normal, pertumbuhan tulang, dan pematangan seksual.Sel
parafolikel yang disebut sel C berada di dekat sel folikuler yang menghasilkan suatu
hormon polipeptida, kalsitonin.
b. fisiologi
Hormon tiroid adalah hormon amina yang disintesis dan dilepaskan dari kelenjar
tiroid.Hormon ini dibentuk ketika satu atau dua molekul iodin disatukan dengan
glikoprotein besar yang disebut tiroglobulin, yang disintesis di kelenjar tiroid dan
mengandung asam amino tirosin.Kompleks yang mengandung iodin ini disebut
iodotirosin.Dua iodotirosin kemudian menyatu untuk membentuk dua jenis TH yang
bersirkulasi, disebut T3 dan T4. T3 dan T4 berbeda dalam jumlah total molekul iodin
yang dikandungnya (3 untuk T3 dan 4 untuk T4). Sebagian besar (90%) HT yang
dilepaskan dalam aliran darah adalah T4, tetapi T3 secara fisiologis lebih poten.Melalui
hati dan ginjal, kebanyakan T4 diubah menjadi T3.T3 dan T4 dibawa kesel targetnya
dalam darah yang berikatan dengan protein plasma, namun masuk kesel sebagai hormon
bebas.T3 dan T4 secara kolektif disebut sebagai TH.
Sel target untuk TH adalah hampir semua sel tubuh. Efek primer TH adalah
menstimulasi laju metabolisme semua sel target dengan meningkatkan metabolisme
protein, lemak dan karbohidrat. TH juga tampak menstimulasi kecepatan pompa natrium-
kalium disel targetnya.Kedua fungsi bertujuan meningkatkan penggunaan energi oleh sel
sehingga meningkatkan laju metabolisme basal (BMR), membakar kalori, meningkatkan
panas oleh setiap sel.
Hormon tiroid juga meningkatkan sensitivitas sel target terhadap katekolamin
sehingga meningkatkan frekuensi jantung dan meningkatkan keresponsifan emosi. TH
meningkatkan kecepatan depolarisasi otot rangka, yang meningkatkan kecepatan
kontaraksi otot rangka sehingga sering menyebabkan tremor halus.TH sangat penting
untuk pertumbuhan dan perkembangan normal semua sel tubuh dan dibutuhkan untuk
fungsi hormon pertumbuhan.
Ada 4 macam kontrol faal kelenjar tiroid :
 TRH (Thyrotrophin relasing hormon) : Hormon ini disintesa dan dibuat di
hipotalamus. TRH ini dikeluarkan lewat sistem hipotalamohipofiseal ke
sel tirotrop hipofisis.
 TSH (Thyroid Stimulating Hormone): Suatu glikoprotein yang terbentuk
oleh sub unit (alfa dan beta). Sub unit alfa sama seperti hormon
glikoprotein (TSH, LH, FSH, dan human chronic gonadotropin/hCG) dan
penting untuk kerja hormon secara aktif. Tetapi sub unit beta adalah
khusus untuk setiap hormon. TSH yang masuk dalam sirkulasi akan
mengikat reseptor dipermukaan sel tiroid TSH-receptor (TSH-r) dan
terjadilah efek hormonal sebagai kenaikan trapping, peningkatan yodinasi,
coupling, proteolisis sehingga hasilnya adalah produksi hormon
meningkat.
 Umpan balik sekresi hormon. Kedua ini merupakan efek umpan balik
ditingkat hipofisis. Khususnya hormon bebaslah yang berperan dan
bukannya hormon yang terikat. T3 disamping berefek pada hipofisis juga
pada tingkat hipotalamus. Sedangkan T4 akan mengurangi kepekaan
hipofisis terhadap rangsangan TRH.
 Pengaturan di tingkat kelenjar tiroid sendiri. Gangguan yodinasi tirosin
dengan pemberian yodium banyak disebut fenomena Wolf-Chaikoff
escape, yang terjadi karena mengurangnya afinitas trap yodium sehingga
kadar intratiroid akanmengurang. Escape ini terganggu pada penyakit
tiroid autoimun.

Efek metabolik hormon tiroid adalah:

1) Kalorigenik.
2) Termoregulasi.
3) Metabolisme protein: Dalam dosis fisiologis kerjanya bersifat
anabolik.
4) Metabolisme karbohidrat: Bersifat diabetogenik, karena resorpsi
intestinal meningkat, cadangan glikogen hati menipis, demikian pula
glikogen otot menipis pada dosis farmakologis tinggi, dan degradasi
insulin meningkat.
5) Metabolisme lipid: T4 mempercepat sintesis kolesterol,tetapi proses
degradasi kolesterol dan eksresinya lewat empedu ternyata jauh lebih
cepat, sehingga pada hiperfungsi tiroid, kadar kolesterol rendah.
Sebaliknya pada hipotiroidisme kolesterol total, kolesterol ester dan
fosfolipid meningkat.
6) Vitamin A: Konversi provitamin A menjadi vitamin A di hati
memerlukan hormon tiroid.
7) Hormon ini penting untuk pertumbuhan saraf otak dan perifer,
khususnya 3 tahun pertama kehidupan.
8) Lain-lain : Pengaruh hormon tiroid yang meninggi menyebabkan tonus
traktus gastrointestinal meninggi, hiperperistaltik, sehingga sering
terjadi diare.
9) Efek pada perkembangan janin: Sistem TSH dan hipofisis anterior
mulai berfungsi pada janin manusia di dalam 11 minggu.Sebagian T3
dan T4 maternal diinaktivasi pada plasenta. Dan sangat sedikit hormon
bebas mencapai sirkulasi janin. Dengan demikian, janin sebagian besar
tergantung pada sekresi tiroidnya sendiri.
10) Efek pada konsumsi oksigen dan produksi panas, T3 meningkatkan
konsumsi O2 dan produksi panas sebagian melalui stimulasi Na+ K+
ATPase dalam semua jaringan kecuali otak, lien dan testis. Hal ini
berperan pada peningkatan percepatan metabolisme basal dan
peningkatan kepekaan terhadap panas pada hipertiroidisme
11) Efek Skeletal: Hormon tiroid merangsang peningkatan penggantian
tulang, meningkatkan resorbsi tulang dan hingga tingkat yang lebih
kecil pembentukan tulang.

2.2 Definisi

Krisis tiroid merupakan suatu keadaan klinis hipertiroidisme yang paling berat
mengancam jiwa, umumnya ini timbul pada pasien dengan dasar penyakit Graves atau Struma
multinodular toksik, dan berhubungan dengan faktor pencetus : infeksi, operasi, trauma, zat
kontras beriodium, hipoglikemia, partus, stress emosi, penghentian obat anti tiroid, ketoasidosis,
tromboemboli paru, penyakit serebrovaskuler/strok, palpas tiroid terlalu kuat.

Krisis tiroid adalah bentuk lanjut dari hipertiroidisme yang sering berhubungan dengan
stres fisiologi atau psikologi. Krisis tiroid adalah keadaan krisis terburuk dari status tirotoksik.
Penurunan kondisi yang sangat cepat dan kematian dapat terjadi jika tidak segera tertangan
i(Hudak& Gallo,1996).

Krisistiroid merupakan eksaserbasi keadaan hipertiroidisme yang mengancam jiwa yang


diakibatkan oleh dekompensasi dari satu atau lebih system organ (Bakta&Suastika,1999).

2.3 Etiologi

Krisis tiroid dapat terjadi akibat disfungsi kelenjar tiroid, hipofisis, atau hipotalamus,
peningkatan TSH akibat malfungsi kelenjar tiroid akan disertai penurunan TSH dan TRF karena
umpan balik negatif HT terhadap pelepasan keduanya.
Krisis tiroid akibat malfungsi hipofisi memberikan gambaran kadar HT dan TSH yang
tinggi. TRF akan rendah karena umpan balik negatif dari HT dan TSH. Krisis tiroid akibat
malfungsi hipotalamus akan memperlihatkan HT yang tinggi disertai TSH dan TRH yang
berlebihan.

1. Penyebab utama
a. Penyakit Grave
b. Toxic multinodular
c. “Solitary toxic adenoma”
2. Penyebab lain
a. Tiroiditis
b. Penyakit troboblastis
c. Ambilan hormon tiroid secara berlebihan
d. Pemakaian yodium yang berlebihan
e. Kanker pituitari
f. Obat-obatan seperti Amiodaron
Ada tiga mekanisme fisiologis yang diketahui dapat menyebabkan krisistiroid:

1. Pelepasan seketika hormontiroid dalam jumlah besar

2. Hiperaktivitas adrenergik

3. Lipolisis dan pembentukan asam lemak yang berlebihan (Hudak &Gallo, 1996).

Factor pencetus krisis hingga kini belum jelas namun diduga dapat berupa free-
hormone meningkat, naiknya free-hormon mendadak, efek T3 paska transkripsi, meningkatnya
kepekaan sel sasaran dan sebagainya. Dan factor resikonya dapat berupa surgicalcrisis (persiapan
operasi yang kurang baik, belum eutiroid), medical crisis (stress apapun, fisik maupun
psikologis, infeksi dan sebagainya) (Sudoyo,dkk,2007).

2.4 Pathway
2.5 Patofisiologi

Patogenesis krisis tiroid belum sepenuhnya diketahui. Yang jelas bahwa kadar
hormon tiroid di sirkulasi lebih tinggi daripada yang terlihat pada tirotoksikosis tanpa
komplikasi, yang memperburuk keadaan tirotoksik. Tampaknya kecepatan peningkatan hormon
tiroid di sirkulasi lebih penting daripada kadar absolut. Perubahan yang mendadak dan kadar
hormon tiroid akan diikuti perubahan kadar protein pengikat.

Hal ini terlihat pada pascabedah atau penyakit nontiroid sistemik. Pada penyakit
nontiroid sistemik juga ditemukan produksi penghambat ikatan hormon bebas akan meningkat.
Kemungkinan lain adalah pelepasan hormon tiroid yang cepat ke dalam aliran darah, seperti
halnya setelah pemberian yodium radioaktif, pembedahan tiroid, atau dosis berlebih hormon
tiroid.

Meningkatnya hormon bebas menyebabkan peningkatan ambilan selular hormon


tiroid. Di pihak lain, kemungkinan juga terjadi intoleransi jaringan terhadap T3 dan T4 sehingga
berkembang menjadi krisis tiroid. Aktivasi sistem saraf adrenergik tampaknya berperan juga,
mengingat pemberian penghambat adrenergik memberikan respons yang dramatik pada
krisistiroid.

Faktor pencetus krisis tiroid yang sering ditemukan adalah: infeksi, pembedahan
(tiroid atau nontiroid), terapi radioaktif, pewarna kontras yang mengandung yodium, penghentian
obat antitiroid, amiodaron, minum hormon tiroid, ketoasidosis diabetik, gagal jantung kongestif,
hipoglikemia, toksemia gravidarum, partus, stres emosi berat, emboli paru, cerebral vascular
accident, infark usus, trauma, ekstraksi gigi, palpasi kelenjar tiroid yang berlebihan.

2.6 Manifestasi Klinis


1. Peningkatan frekuensi denyut jantung
2. Peningkatan tonus otot, tremor, iritabilitas, peningkatan kepekaan terhadap katekolamin
3. Peningkatan laju metabolisme basal, peningkatan pembentukan panas, intoleran terhadap
panas, keringat berlebihan
4. Penurunan berat, peningkatan rasa lapar (nafsu makan baik)
5. Peningkatan frekuensi buang air besar
6. Gondok (biasanya), yaitu peningkatan ukuran kelenjar tiroid
7. Gangguan reproduksi
8. Tidak tahan panas
9. Cepat letih
10. Tanda bruit
11. Haid sedikit dan tidak tetap
12. Pembesaran kelenjar tiroid
13. Mata melotot (exoptalmus)

Menurut Smeltzer dan Bare (2002), tanda-tanda pada orang dengan krisis tiroid berupa:

1. Takikardia (lebih dari 130x/menit)


2. Suhu tubuh lebih dari 37,70C
3. Gejala hipertiroidisme yang berlebihan (Diaphoresis, Kelemahan, Eksoftalmus,
Amenore)
4. Penurunan berat badan, diare, nyeri abdomen (systemgastrointestinal)
5. Psikosis, somnolen, koma (neurologi)
6. Edema,nyeri dada, dispnea, palpitasi (kardiovaskular).

Menurut Hudak dan Gallo (1996), manifestasi klinis hipertiroidisme adalah


berkeringat banyak, intoleransi terhadap panas, gugup, tremor, palpitasi, hiperkinesis,
dan peningkatan bising usus. Kondisi umum dari tanda gejala ini trutama disertai
demam lebih dari 100 F, takikardi yang tidak sesuai dengan keadaan demam, dan
disfungsi Sistem Saraf Pusat (SSP), merupakan tanda dari tiroid storm. Abnormalitas
sistem saraf pusat termasuk agitasi, kejang, atau koma

2.7 Penatalaksanaan
 Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan medis pada krisis tiroid mempunyai 4 tujuan yaitu menangani
faktor pencetus, mengontrol pelepasan hormon tiroid yang berlebihan,
menghambat pelepasan hormon tiroid, dan melawan efek perifer hormon tiroid
(Hudak & Gallo, 1996).
Penatalaksanaan medis krisis tiroid meliputi:
a. Koreksi hipertiroidisme
1) Menghambat sintesis hormon tiroid
Obat yang dipilih adalah propiltiourasil (PTU)atau metimazol. PTU
lebih banyak dipilih karena dapat menghambat konversi T4 menjadi
T3 di perifer. PTU diberikan lewat selang NGT dengan dosis awal 600
-1000 mg kemudian diikuti 200-250 mg tiap 4 jam. Metimazol diberikan
dengan dosis 20 mg tiap 4 jam, bisa diberikan dengan atau tanpa dosis
awal 60-100mg.
2) Menghambat sekresi hormon yang telah terbentuk
Obat pilihan adalah larutan kalium iodida pekat (SSKI) dengan
dosis 5 tetes tiap 6 jam atau larutan lugol 30 tetes perhari dengan dosis
terbagi 4.
3) Menghambat konversi T4 menjadi T3 di perifer.
Obat yang digunakan adalah PTU, ipodate, propanolol, dan
kortikosteroid.
4) Menurunkan kadar hormon secara langsung.
Dengan plasmafaresis, tukar plasma, dialisis peritoneal, transfusi tukar, dan charcoal
plasma perfusion.
Hal ini dilakukan bila dengan pengobatan konvensional tidak berhasil.
a. Terapi definitive
- Yodium radioaktif dan pembedahan (tiroidektomi subtotal atau total).
- Menormalkan dekompensasi homeostasis
b. Terapi suportif
- Dehidrasi dan keseimbangan elektrolit segera diobati dengan cairan
intravena
- Glukosa untuk kalori dan cadangan glikogen
- Multivitamin, terutama vitamin B
- Obat aritmia, gagal jantung kongstif
- Lakukan pemantauan invasif bila diperlukan
- Obat hipertermia (asetaminofen, aspirin tidak dianjurkan karena dapat
meningkatkan kadar T3 dan T4)
- Glukokortikoid
- Sedasi jika perlu
c. Obat antiadrenergic
Yang tergolong obat ini adalah beta bloker, reserpin, dan guatidin.
Reserpin dan guatidin kini praktis tidak dipakai lagi, diganti dengan Beta
bloker. Beta bloker yang paling banyak digunakan adalah propanolol.
Penggunaan propanolol ini tidak ditujukan untuk mengobati hipertiroid, tetapi
mengatasi gejala yang terjadi dengan tujuan memulihkan fungsi jantung
dengan cara menurunkan gejala yang dimediasi katekolamin.
Tujuan dari terapi adalah untuk menurunkan konsumsi oksigen
miokardium, penurunan frekuensi jantung, dan meningkatkan curah
jantung.
d. Pengobatan faktor pencetus
Obati secara agresif faktor pencetus yang diketahui, terutama mencari fokus
infeksi, misalnya dilakukan kultur darah, urine, dan sputum, juga foto dada
(Bakta & Suastika, 1999).
 Penatalaksanaan keperawatan
Tujuan penatalaksanaan keperawatan mencakup, mengenali efek dari krisis
yang timbul, memantau hasil klinis secara tepat, dan memberikan perawatan
suportif untuk pasien dan keluarga. Intervensi keperawatan berfokus pada
hipermetabolisme yang dapat menyebabkan dekompensasi sistem organ,
keseimbangan cairan dan elektrolit, dan memburuknya status neurologis. Ini
termasuk penurunan stimulasi eksternal yang tidak perlu, penurunan konsumsi
oksigen secara keseluruhan dengan memberikan tingkat aktivitas yang sesuai,
pemantauan kriteria hasil. Setelah periode krisis, intervensi diarahkan pada
penyuluhan pasien dan keluarga dan pencegahan proses memburuknya penyakit
(Hudak &Gallo, 1996)
2.8 Pemeriksaan Penunjang
Menurut Smeltzer dan Bare (2002) terdapat beberapa jenis pemeriksaan penunjang yang
dapat dilakukan untuk memastikan diagnosis keadaan dan lokalisasi masalah pada
kelenjar tiroid.
1. Test T4 serum
Test yang paling sering dilakukan adalah penentuan T4 serum dengan tekhnik
radioimunoassay atau pengikatan kompetitif nilai normal berada diantara 4,5 dan 11,5
μg/dl ( 58,5 hingga 150 nmol/L) dan terjadi peningkatan pada krisis tiroid.
2. Test T3 serum
Adalah test yang mengukur kandungan T3 bebas dan terikat, atau T3 total dalam
serum dengan batas normal adalah 70 hingga 220 μg/dl ( 1,15 hingga 3,10 nmol/L) dan
meningkat pada krisis tiroid.
3. Test T3 Ambilan Resin
Merupakan pemeriksan untuk mengukur secara tidak langsung kadar TBG tidak
jenuh. Tujuannnya adalah untuk menentukan jumlah hormon tiroid yang terikat
dengan TBG dan jumlah tempat pengikatan yang ada. Nilai Ambilan Resin T3
normal adal 25% hingga 35% ( fraksi ambilan relatif : 0,25 hingga 0,35 ) yang
menunjukan bahwa kurang lebih sepertiga dari tempat yang ada pada TBG sudah
ditempati oleh hormone tiroid. Pada krisis tiroid biasanya terjadi peningkatan.
4. Test TSH ( Thyroid –Stimulating Hormone )
Pengukuran konsetrasi TSH serum sangat penting artinya dalam menegakkan
diagnosis serta penatalaksanaan kelainan tiroid dan untuk membedakan kelainan
yang disebabkan oleh penyakit pada kelenjar tiroid sendiri dengan kelainan yang
disebabkan oleh penyakit pada hipofisis atau hipothalamus.
5. Test Thyrotropin_Releasing Hormone
Merupakan cara langsung untuk memeriksa cadangan TSH dihipofisis dan akan
sangat berguna apabila hasil test T3 serta T4 tidak dapat dianalisa. Test ini sudah jarang
dikerjakan lagi pada saat ini, karena spesifisitas dan sensitifitasnya meningkat.
6. Tiroglobulin
Tiroglobulin merupakan prekursor untuk T3 dan T4 dapat diukur kadarnya dalam
serum dngan hasil yang bisa diandalkan melalui pemeriksaan radioimunnoassay.
Pemeriksaan ini diperlukan untuk tindak lanjut dan penanganan penderita
karsinoma tiroid, serta penyakit tiroid metastatik.
Melihat kondisi krisis tiroid merupakan suatu keadaan gawat medis maka diagnosis krisis
tiroid didasarkan pada gambaran klinis bukan pada gambaran laboratoris. Jika gambaran
klinis konsisten dengan krisis tiroid, terapi tidak boleh ditunda karena menunggu
konfirmasi hasil pemeriksaan laboratorium atas tirotoksikosis. Kecurigaan akan terjadinya
krisis tiroid harus diketahui dengan jelas oleh perawat. Kecurigaan akan terjadinya krisis tiroid
terdapat dalam triad
1. Menghebatnya tanda tirotoksikosis
2. Kesadaran menurun
3. Hipertermi. Apabila terdapat tiroid maka dapat meneruskan
dengan menggunakan skor indeks klinis kritis tiroid dari Burch –
Wartofsky. Skor menekankan 3 gejala pokok hipertermia, takikardi dan
disfungsi susunan saraf.

2.10 Komplikasi
Komplikasi Krisis tiroid yang dapat mengancam nyawa adalah krisis tirotoksik (thyroid
storm).Hal ini dapat berkernbang secara spontan pada pasien hipertiroid yang menjalani terapi,
selama pembedahan kelenjar tiroid, atau terjadi pada pasien hipertiroid yang tidak
terdiagnosis.Akibatnya adalah pelepasan HT dalam jumlah yang sangat besar yang menyebabkan
takikardia, agitasi, tremor, hipertermia (sampai 106°F), dan, apabila tidak diobati, kematian.
Penyakit jantung Hipertiroid, oftalmopati Graves, dermopati Graves, infeksi karena
agranulositosis pada pengobatan dengan obat antitiroid. Krisis tiroid : mortalitas
BAB III

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
a. Identitas
Data klien, mencakup ; nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, agama, pekerjaan, suku
bangsa, status perkawinan, alamat, diagnose medis, No RM/CM, tanggal masuk,
tanggal kaji, dan ruangan tempat klien dirawat. Data penanggung jawab, mencakup
nama, umur, jenis kelamin, agama, pekerjaan, suku bangsa, hubungan dengan klien dan
alamat.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
1) Alasan Masuk Perawatan
Kronologis yang menggambarkan perilaku klien dalam mencari pertolongan.
2) Keluhan Utama
Pada umumnya klien mengeluh berat badan turun, tidak tahan terhadap panas, lemah,
berkeringat banyak, palpitasi dan nyeri dada.

a. Riwayat Penyakit Dahulu


Biasanya pasien pernah mengalami hipertiroid
b. Riwayat Kesehatan Keluarga
Tanyakan apakah keluarga pasien pernah mengalami penyakit yang sama atau penyakit
lainnya seperti DM, HT
c. Riwayat Psikososial
Pasien biasanya gelisah, emosi labil dan nervous/gugup
d. Pemeriksaan fisik
1. Aktivitas atau istirahat
a. Gejala : Imsomnia, sensitivitas meningkat, Otot lemah, gangguan koordinasi,
Kelelahan berat
b. Tanda : Atrofi otot
2. Sirkulasi
a. Gejala : Palpitasi, nyeri dada (angina)
b. Tanda : Distritmia (vibrilasi atrium), irama gallop, murmur, Peningkatan tekanan
darah dengan tekanan nada yang berat. Takikardia saat istirahat. Sirkulasi kolaps,
syok (krisis tirotoksikosis)
3. Eliminasi
Gejala : Perubahan pola berkemih ( poliuria, nocturia), Rasa nyeri / terbakar, kesulitan
berkemih (infeksi), Infeksi saluran kemih berulang, nyeri tekan abdomen, Diare, Urine
encer, pucat, kuning, poliuria (dapat berkembang menjadi oliguria atau anuria jika terjadi
hipovolemia berat), urine berkabut, bau busuk (infeksi), Bising usus lemah dan menurun,
hiperaktif (diare).
4. Integritas / Ego
a. Gejala : Stress, tergantung pada orang lain, Masalah finansial yang berhubungan
dengan kondisi.
b. Tanda : Ansietas peka rangsang
5. Makanan / Cairan
a. Gejala : Hilang nafsu makan, Mual atau muntah. Tidak mengikuti diet : peningkatan
masukan glukosa atau karbohidrat, penurunan berat badan lebih dari periode beberapa
hari/minggu, haus, penggunaan diuretik (tiazid).
b. Tanda : Kulit kering atau bersisik, muntah, Pembesaran thyroid (peningkatan
kebutuhan metabolisme dengan pengingkatan gula darah), bau halitosis atau manis,
bau buah (napas aseton).
6. Neurosensori
a. Gejala : Pusing atau pening, sakit kepala, kesemutan, kebas, kelemahan pada otot
parasetia, gangguan penglihatan
b. Tanda : Disorientasi, megantuk, lethargi, stupor atau koma ( tahap lanjut), gangguan
memori ( baru masa lalu ) kacau mental. Refleks tendon dalam (RTD menurun;
koma). Aktivitas kejang ( tahap lanjut dari DKA)
7. Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Abdomen yang tegang atau nyeri (sedang / berat), Wajah meringis dengan
palpitasi, tampak sangat berhati-hati.
8. Pernapasan
a. Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan / tanpa sputum purulen
(tergantung adanya infeksi atau tidak)
b. Tanda : sesak napas, batuk dengan atau tanpa sputum purulen (infeksi), frekuensi
pernapasan meningkat

3.2 diagnosa keperawatan

3.2 intervensi keperawatan

No Diagnose keperawatan Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi keperawatan

Penurunan curah jantung Perfusi perifer(L.02011) Manajemen elektrolit


1.
1. warna kulit pucat : 4 (1.03102)
(cukup menurun) Observasi :
2. turgor kulit : 4 1. identifikasi penyebab
(cukup membaik) ketidakseimbangan
3. tekanan darah elektrolit
diastolik dan 2. identifikasi kehilangan
sistolik : 4 (cukup elektrolit melalui cairan
membaik) 3. monitor kadar elektrolit
terapeutik :
1. berikan cairan jika
perlu
2. berikan diet yang tepat
3. pasang akses intravena,
jika perlu
edukasi :
- jelaskan jenis,
penyebab dan
penanganan
ketidakseimbangan
elektrolit
kolaborasi :
- kolaborasi pemberian
suplemen elektrolit,
sesuai indikasi

pemantauan cairan (1.03121)


observasi :
1. monitor tekanan darah
2. monitor waktu
pengisian kapiler
3. monitor elastisitas atau
turgor kulit
4. monitor intake dan
output cairan
terapeutik :
1. atur interval waktu
pemantauan sesuai
dengan kondisi pasien
2. dokumentasi hasil
pemantauan
edukasi :
1. jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan

informasikan hasil
pemantauan, jika perlu

Termoregulasi (L.14134) Manajemen hipertermia


2. Hipertermi
1. Kulit merah : (1.15506)
5(menurun) Observasi :
2. Suhu tubuh : 5 1. Monitor suhu tubuh
(membaik) 2. Monitor kadar elektralit
3. Pengisian kapiler :4 Terapeutik :
(cukup membaik) 1. Sediakan lingkungan
yang dingin
2. Longgarkan atau
lepaskan pakaian
3. Berikan cairan oral
Edukasi :
- Anjurkan tirah baring
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian
cairan dan elektrolit
intravena, jika perlu
Keseimbangan cairan Pemantauan elektrolit
3. Risiko ketidakseimbangan
(L.03020) (1.03122)
elektrolit
1. Asupan cairan : 4 Observasi :
(cukup meningkat) 1. identifikasi kemungkinan
2. Kelembaban penyebab ketidakseimbangan
membran mukosa :4 elektrolit
(cukup meningkat) 2. monitor tanda dan gejala
3. Asupan makanan : 3 hipokalemia
(sedang) 3. monitorn tanda dan gejala
4. Dehidrasi : 4(cukup hiperkalemia
menurun) Terapeutik :
1. Atur interval waktu
pemantauan sesuai
edngan konidisi pasien
2. Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi :
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
Manajemen cairan (1.03098)
Observasi :
1. Monitor status hidrasi
2. Monitor hasil
pemeriksaan
laboratorium
Terapeutik :
1. Berikan asupan cairan
sesuai kebutuhan
2. Berikan cairan
intravena jika perlu
Kolaborasi :

Kolaborasi pemberian deuretik


jika perlu
BAB IV

PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Krisis tiroid adalah kondisi hipermetabolik yang mengancam jiwa dan ditandai oleh
demam tinggi dan disfungsi sistem kardiovaskular, sistem saraf, dan sistem saluran
cerna. Etiologi yang paling banyak menyebabkan krisis tiroid adalah penyakit
Graves (goiter difus toksik). Krisis tiroid timbul saat terjadi dekompensasi sel-sel
tubuh dalam merespon hormon tiroid yang menyebabkan hipermetabolisme berat.
Diagnosis krisis tiroid didasarkan pada gambaran klinis bukan pada gambaran
laboratoris. Jika gambaran klinis konsisten dengan krisis tiroid, terapi tidak boleh
ditunda karena menunggu konfirmasi hasil pemeriksaan laboratorium atas
tirotoksikosis. Penatalaksanaan krisis tiroid harus menghambat sintesis, sekresi, dan
aksi perifer hormon tiroid. Penanganan suportif yang agresif dilakukan kemudian
untuk menstabilkan homeostasis dan membalikkan dekompensasi multi organ.
Angka kematian keseluruhan akibat krisis tiroid diperkirakan berkisar antara 10-
75%. Namun, dengan diagnosis yang dini dan penanganan yang adekuat,
prognosis biasanya akan baik.
4.2 Saran
Adapun yang dapat disarankan adalah agar mahasiswa dapat lebih meningkatkan
ilmu pengetahuan dan keterapilan dalam memberikan Asuhan Keperawatan pada
Krisis Tiroid, asuhan keperawatan yang diberikan dapat menyeluruh (komprehensif).
DAFTAR PUSTAKA

Bakta, I.M. dan Suastika, I.K. 1999. Gawat Darurat di Bidang Penyakit Dalam. Jakarta:
EGC.

Chang, E.dkk.2010. Patofisiologi Aplikasi pada Praktik Keperawatan. Jakarta: EGC

Dongoes Marilynn,E.1993. Rencana Asuhan Keperawatan.Edisi3. Jakarta:EGC.

Guyton, Arthur C. & John E. Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Editor:
Irawati Setiawan. Jakarta:EGC.

Hudak dan Gallo. 1996. Keperawatan Kritis. Jakarta:EGC.

PriceSylvia,A.1994. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jilid 2.Edisi4.


Jakarta:EGC.

Nanda International.2007.Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC.

Rumahorbo,H. 1999.Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Endokrin.


Jakarta:EGC.

Smeltzerdan Bare.2002.BukuAjarMedikalBedah,Brunner&Suddart. Edisi 8.Volume3.

Jakarta:EGC.

Sudoyo.2007.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.EdisiIV. Jakarta: ECG

Anda mungkin juga menyukai