Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN

TUTORIAL LBM 2 “TANGANKU GEMETARAN”


BLOK ENDOKRIN & METABOLISME

Nama : Ni Ketut Ayu Rachma Nanda Sapitri


NIM : 020.06.0058
Kelompok : 11
Kelas :B
Tutor : dr. Nisia Putri Rinayu, S.Ked

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR
MATARAM
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat
dan karunia-Nya kepada penulis sehingga Laporan Tutorial LBM 2 “Tanganku
Gemetaran” Blok Endokrin & Metabolisme ini dapat selesai disusun.
Dalam penyusunan Laporan Tutorial LBM 2 ini, penulis menyadari sepenuhnya
masih terdapat kekurangan. Hal ini disebabkan karena terbatasnya kemampuan dan
pengetahuan yang penulis miliki, penulis menyadari bahwa tanpa adanya bimbingan
dan petunjuk dari semua pihak tidaklah mungkin hasil Laporan Tutorial LBM 2 ini
dapat diselesaikan sebagaimana mestinya. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat
menyelesaikan laporan dengan baik.
2. dr. Nisia Putri Rinayu, S.Ked selaku fasilitator dalam SGD kelompok 11, atas
segala masukan, bimbingan dan kesabaran dalam menghadapi keterbatasan
penulis.
3. Bapak/Ibu Dosen Universitas Islam Al-Azhar yang telah memberikan masukan
terkait makalah yang penulis buat.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna dan perlu
pendalaman lebih lanjut. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca yang sifatnya konstruktif demi kesempurnaan laporan ini. Akhir kata, penulis
berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak.

Mataram, 13 Oktober 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................... i


DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1 Skenario LBM ......................................................................................... 1
1.2 Deskripsi Masalah ................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................... 3
2.1 Anatomi dan Histologi Kelenjar Tiroid .................................................. 3
2.2 Fisiologi Kelenjar Tiroid ......................................................................... 5
2.3 Anatomi dan Histologi Kelenjar Paratiroid............................................. 7
2.4 Fisiologi Kelenjar Paratiroid ................................................................... 9
2.5 Metabolisme Kalsium ............................................................................. 12
2.6 Pembahasan Identifikasi Masalah ........................................................... 13
2.7 Pembahasan DD ...................................................................................... 15
2.8 Penentuan DX ......................................................................................... 26
2.9 Pembahasan DX ...................................................................................... 27
BAB III PENUTUP .............................................................................................. 32
3.1 Kesimpulan ............................................................................................. 32
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 33

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Skenario LBM


LBM 1
TANGANKU GEMETARAN
Sesi 1
Ny. Tina berusia 45 th datang ke poliklinik RS dengan keluhan tangan
gemetaran, kram otot pada tungkai bawah, kesemutan dan rasa terbakar pada jari,
cepat lelah. Dia mempunyai riwayat benjolan pada leher sekitar 3 tahun, dan telah
dilakukan operasi sejak lima bulan lalu.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan, keadaan umum tampak lemah, TD 120/82
mmHg, N 84 x/menit, RR 24 x/menit, suhu 36,8 °C. Jantung paru normal, kulit
kering dan kasar, kuku rapuh dan kelemahan pada otot tungkai.
Apakah yang dialami nyonya Tina setelah menjalani operasi pada leher?
Kenapa hal tersebut bisa terjadi? Pemeriksaan apa yang perlu dilakukan?

Sesi 2
Pemeriksaan Laboratorium: TSHs 0,8 mIU/L FT 4 174 m IU/L ( normal), PTH
1,2 pg/mL (sangat rendah), Kalsium 5,8 mg/dL, Kalium 2,9 mmol/L. EKG: Sinus
normal, terdapat gelombang U+, USG tyroid: Tak tampak kelenjar tyoroid.
Tatalaksana apa yang perlu dilakukan?

1.2 Deskripsi Masalah


Berdasarkan skenario LBM 2 yang berjudul “Tanganku Gemetaran” dijelaskan
bahwa pasien perempuan Bernama Ny. Tina dengan usia 45 tahun datang ke
poliklinik RS dengan keluhan tangan gemetaran, kram otot pada tungkai bawah,
kesemutan dan rasa terbakar pada jari, serta cepat lelah.

1
Penyebab keluhan utama yang dirasakan Ny. Tina tersebut dapat disebabkan
oleh kurangnya kadar kalsium di dalam tubuh. Kekurangan kalsium bisa
disebabkan oleh kurangnya asupan vitamin D, pola makan vegetarian, efek
samping obat-obatan tertentu, dan gangguan penyerapan nutrisi. Gangguan ini
dapat menyebabkan kondisi medis tertentu seperti gangguan hormon. Orang yang
kekurangan kalsium tidak selalu menunjukkan gejala, terlebih jika kekurangan
kalsium dalam waktu singkat. Namun pada sebagian orang, terutama yang sudah
kekurangan kalsium dalam jangka panjang dapat menyebabkan beberapa gejala
seperti yang dikeluhkan Ny. Tina yaitu kesemutan, kram dan nyeri otot, kuku dan
rambut kering dan rapuh, serta mudah lelah. Keluhan tersebut juga disertai dengan
pasien memiliki riwayat benjolan pada leher sekitar 3 tahun, dan telah dilakukan
operasi sejak 5 bulan lalu. Ditambah dengan hasil USG tidak tampak kelenjar
tiroid, yang artinya pasien melakukan operasi pengangkatan kelenjar tiroid total
atau keseluruhan hingga kelenjar paratiroid pun akan terangkat pada saat Tindakan
operasi. Sehingga kelompok kami menentukan diagnosis diferensial (DD) dari
keluhan pasien dan juga riwayat medisnya yaitu hipotiroidisme dan
hipoparatiroidisme untuk mengetahui lebih lanjut penyebab utama dari keluhan
yang diderita Ny. Tina.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Anatomi dan Histologi Kelenjar Tiroid


Hormon tiroid dihasilkan oleh kelenjar tiroid yang tergolong sebagai
kelenjar endokrin, dan terletak dibawah laring dibagian anterior leher. Normalnya
kelenjar tiroid dari dua lobus, kanan dan kiri, dan dihubungkan oleh bagian yang
bernama isthmus. Setiap lobus tebalnya sekitar 2-2,5 cm dan panjangnya 4 cm,
berat totalnya sekitar 25-40 gram. Pada kelenjar tiroid dapat saja terjadi
pembesaran oleih karena suatu penyakit. Pembesaran kelenjar tiroid ini
dinamakan goiter (Larsen et al, 2003).

Kelenjar tiroid diperdarahi oleh dua arteri yaitu (1) arteri tiroidea superior,
berasal dari arteri carotis externa, dan (2) arteri tiroidea inferior, berasal dari arteri
subclavia. Aliran darah kelenjar tiroid berkisar antara 4- 6 ml/menit per gram,
melebihi aliran darah ke ginjal yaitu 3 ml/menit (Larsen et al, 2003).

3
Pada kebanyakan kelenjar endokrin, sejumlah terbatas hormon disimpan
dalam granul sekresi intrasel. Tiroid ini unik karena memiliki susunan histologik
yang mengadakan penyimpanan ekstrasel bagi produknya dalam lumen folikel
mirip kista. Pada manusia diperkirakan folikel-folikel ini berjumlah (2-3) x 10
dan mengandung hormon cukup untuk beberapa minggu. Pada sediaan, hampir
bulat dan berdiameter antara 0,2 sampai 0,9 mm. Folikel dibatasi epitel selapis
kuboid. Sel-selnya terpolarisasi terhadap lumen, yang terisi substansi mirip
gelatin atau semi cair yang disebut koloid. Hormon tiroid (tiroksin dan
triiodotironin) disimpan dalam koloid sebagai unsur pembentuk sebuah glikopro
5 sekresi besar disebut tiroglobulin (BM 660.000). Setiap folikel dibungkus
lamina basal tipis, yaitu jalinan serat retikular halus, dan sebuah pleksus kapiler
(Fawcett, 2002).
Epiteal folikel mamalia terdiri atas dua jenis sel: sel principal yang
terbanyak pada epitel itu dan sel parafolikel (sel C) yang terdapat satu-satu atau
dalam kelompok kecil diantara basis sel principal. Sel principal memiliki inti
bulat atau lonjong, sedikit heterokromatin dan mengandung satu atau dua
nukleoli. Sitoplasma selnya basofilik, sedangkan koloidnya terpulas dengan cosin
dan memberi reaksi kuat terhadap kabohidrat dengan asam periodat Schiff. Pada
sediaan mikrograf elektron, permukaan lumen dari sel-sel principal memiliki
banyak mikrovilin pendek. Membran pada dasar selnya licin dan duduk diatas
lamina basal tipis yang mengelilingi folikel secara lengkap. Reticulum
endoplasma kasar berkembang sedang dan sistemanya cenderung melebar olch
isinya yang hilang dalam pembuatan sediaan. Kompleks golgi jukstanuklear
terdiri atas tumpukan sisterna gepeng atau sedikit melembung dan banyak vesikel
kecil terkait (Fawcett, 2002).
Sel parafolikel (sel C) menghasilkan suatu hormon yang disebut kalsitonin
yang mana hormon ini berperan dalam metabolisme kalsium. Sel parafolikel
besar yang pucat terletak di dalam epitel namun tidak mencapai permukaan
bebasnya, terpisah darinya oleh bagian melengkung sel-se! principal

4
disebelahnya. Sel-sel parafolikel dua sampai tiga kali lebih besar daripada sel
principal, namun pada manusia hanya merupakan 0,1% dari massa epithelial
kelenjar. Sel-sel itu cenderung lebih banyak dibagian pusat lobus tiroid (Fawcett,
2002).

2.2 Fisiologi Kelenjar Tiroid


Sintetis & Sekresi Kelenjar Tiroid
Hormon tiroid amat istimewa karena mengandung 59-65% elemen
yodium. Hormon tiroksin (T4) dan triiodothyronine (T3) berasal dari iodinasi
cincin fenol residu tirosin yang ada di tiroglobulin. Awalnya terbentuk mono- dan
diiodotirosin, yang kemudian mengalami proses penggandengan (coupling)
menjadi T3 dan T4. Proses biosintesis hormon tiroid secara skematis dapat dilihat
dalam beberapa tahap, sebagian besar distimulis TSH (Thyroid Stimulating
Hormone), yaitu tahap-tahap (Djokomoeljanto, 2006) : tahap trapping, tahap
oksidasi, tahap coupling, tahap penimbunan, tahap deiodinase, tahap proteolysis,
dan tahap pengeluaran tiroid.

Efek metabolik hormon tiroid antara lain seperti (Djokomoeljanto, 2006) :


• Termoregulasi dan kalorigenik.
• Metabolisme protein. Dalam dosis fisiologis kerjanya bersifat anabolik,
tetapi dalam dosis besar bersifat katabolik.
• Metabolisme karbohidrat Bersifat diabetogenik, karena resorpsi
intestinal meningkat, cadangan glikogen hati menipis demikian pula
glikogen otot menipis dan degradasi insulin meningkat.
• Metabolisme lipid. Meski T4 mermpercepat sintesis kolesterol, tetapi
proses degradasi kolesterol dan ekskresinya lewat empedu ternyata jauh
lebih cepat, sehingga pada hiperfungsi tiroid kolesterol rendah.
Sebaliknya pada hipotiroidime kolesterol total, kolesterol ester dan
fosfolipid meningkat.

5
• Vitamin A. Konversi provitamin A menjadi vitamin A di hati
memerlukan hormon tiroid. Sehingga pada hipotiroidisme. dapat
dijurmpai karotenemia, kulit kekuningan.
• Lain-lain. Ganggunan metabolisme keratin fosfat menyebabkan
miopati, tonus traktus gastrointestinal meninggi, hiperperistaltik,
schingga sering terjadi diare, gangguan fatal hati, anemia defisiensi Fe
dan hipertiroidisme.

Ada tiga dasar pengaturan faal kelenjar tiroid yaitu (Djokomoeljanto, 2006) :
1) Autoregulasi.
Produksi hormon tiroid diatur oleh kadar yodium intra tiroid. Pada
pemberian yodium yang banyak dan akut akan mengurangi afinitas trap
yodium, sehingga kadar yodium intra tiroid terganggu. Ini dikenal sebagai
efek wolf-chaikoff escape. Efek ini bersifat selflimiting.
2) TSH (Tyroid Stimulating Hormone).
TSH disintesis oleh sel tirotrop hipofisis anterior. Banyak homologi
dengan LH dan FSH. Ketiganya terdiri dari alfa yang sama, namun subunit
berbeda B. Efek pada tiroid akan terjadi dengan TSH dengan reseptor TSH
di membrap folikel. Sinyal selanjutnya terjadi lewat protein G. dari sini
terjadi perangsangan protein kinase A oleh CAMP untuk ekspresi gen yang
penting untuk fungsi tiroid seperti pompa yodium, Tg pertumbuhan sel
tiroid dan TPO, serta faktor traskripsi TTF1, TTF2 dan PAXS. Efek
klinisnya terlihat sebagi perubahaan morfologi sel, naiknya produksi
hormon folikel dan vaskularitasnya meningkat oleh pembentukan gondok,
dan peningkatan metabolisme. T3 intratirotop mengendalikan sintesis dan
keluanya (mekanisme umpan balik) sedang TRH mengontrol glikosilasi,
aktivasi dan keluarmya TSH.

6
3) TRH (Thyroid Releasing Hormone)
Hormon ini satu tripeptida, dapat disintesis neuron yang korpusnya
berada di nukleus para ventrikularis hipotalamus (PVH). TRH ini melewati
median eminence, tempat ia disimpan dan dikeluarkan melalui sistem
hipotalamohipofiseal ke sel tirotrop hipofisis. Hasil TSH meningkat.
Meskipun tidak ikut merangsang keluanya growth hormone dan ACTH,
tetapi TRH merangsang keluarnya prolaktin, kadang FSH dan LH. Sekresi
hormone hipotalamus di hambat oleh hormone tiroid (mekanisme umpan
balik), TSH, dopamine, hormone korteks adrenal dan somatostatin, serta
stress dan sakit berat (non thyroidal illness).

2.3 Anatomi dan Histologi Kelenjar Paratiroid


Umumnya, manusia mempunyai 4 buah
kelenjar paratiroid yang terletak di daerah
leher, 2 buah di bagian superior dan 2 lagi di
bagian inferior, dorsal dari kelenjar tiroid.
Bentuk kelenjar paratiroid normal adalah kecil,
ovoid, flat dan berwarna kecoklatan sampai
agak kuning. Ukurannya bervariasi antara 5-7
mm (panjang) x 3-4 mm (lebar) x 0,5-2 mm
(tebal) dengan berat masingmasing kelenjar
berkisar antara 30 – 50 mg. Kelenjar paratiroid yang terletak di dorsal kelenjar
tiroid, 2 buah di bagian superior dan 2 buah di bagian inferior (Tortora, 2020).
Suplai arteri untuk kelenjar paratiroid superior dan inferior berasal arteri
tiroidea inferior dan anastomosis antara arteri tiroidea superior dan arteri tiroidea
inferior. Kadang suplai arteri juga bisa berasal dari arteri tiroidea superior, arteri
tiroidea ima dan anastomosis pembuluh arteri yang menyuplai laring, trakea dan
esofagus. Pembuluh darah vena yang mengaliri kelenjar paratiroid adalah

7
pembuluh vena tiroidea superior, medius dan inferior, menyatu dengan vena
jugularis interna, vena inominata dan vena brakiosefalik (Tortora, 2020).
Persarafan kelenjar paratiroid terutama berasal dari sistem saraf otonom.
Saraf parasimpatis berasal dari cabang nervus vagus (nervus laringeus rekuren)
sedangkan saraf simpatis dari percabangan trunkus simpatik pars servikalis yang
membentuk ganglion simpatis superior, medial dan inferior. Cara kerja saraf
otonom dalam hubungannya dengan sekresi kelenjar paratiroid belum diketahui
secara pasti namun diperkirakan bahwa sebagian besar pengaruh adalah pada
pembuluh darah dan tingkat perfusi kelenjar (Tortora, 2020).
Pada anak-anak, kelenjar paratiroid terdiri dari gugusan sel parenkim,
dinamakan ‘chief cells’, yang dibatasi septa jaringan penunjang dan terbentang
dari tepi kapsula sampai kedalam kelenjar. Sekitar usia 6 tahun, terbentuk sel
oksifil (oxyphil cells) yang kemungkinan berasal dari chief cells. Pada awal
pubertas, muncul jaringan adipose, yang semakin meningkat proporsinya dalam
kelenjar seiring dengan pertambahan usia. Pada manusia dewasa, kelenjar
paratiroid tersusun dari jaringan parenkim dan stroma, termasuk sel lemak.
Stroma terdiri dari jaringan kapiler sinusoidal dengan pulau-pulau sel sekretori
tersebar diantara jaringan lemak (diFiore, 2017).
Sel kelenjar paratiroid dewasa terdiri dari 2 tipe yaitu ‘chief cell’ atau
‘principal cell’ (predominan dalam kelenjar paratiroid) dan sel oksifil (oxyphil
cell). Chief cell berukuran kecil dengan nukleus vesikular dan sitoplasma yang
‘poorly staining’ dan terdiri dari granula sekretoris, kompleks Golgi berukuran
besar serta sejumlah mitokondria. Chief cell berfungsi mensekresi hormon
paratiroid (PTH) dari sitoplasma kedalam kapiler secara eksostosis. Oxyphil cell,
berukuran lebih besar dari chief cell (merupakan turunan dari chief cell) namun
berjumlah lebih sedikit, mempunyai nukleus yang ‘deeply staining’ dan
sitoplasma granular eosinofilik. Hingga saat ini, fungsi oxyphil cell belum
diketahui secara pasti (diFiore, 2017).

8
2.4 Fisiologi Kelenjar Paratiroid
Sintetis & Sekresi Kelenjar Paratiroid
Chief cell kelenjar paratiroid memproduksi hormon paratiroid
(Parathormon/ Parathyrin / PTH). PTH kemudian masuk ke aliran darah menuju
sel target tertentu, diikat oleh reseptor khusus yang terdapat baik di dalam
maupun di permukaan sel target. PTH merupakan suatu peptida rantai lurus
(straight-chain peptide) dengan berat molekul ± 9500 Dalton, terdiri dari 84 asam
amino dan waktu paruh 2-5 menit. Aktivitas biologik PTH terdapat pada rantai
terminal NH2 dari 34 asam amino pertama, juga dikenal sebagai ‘the amino (N)
terminal’ dengan waktu paruh 2 menit dan berguna dalam pemeriksaan
radioimmunoassay untuk PTH. Terminal C dari PTH (rantai 35-84) atau disebut
‘carboxyl (C) terminal’ mempunyai waktu paruh 30 menit namun inaktif secara
biologik. Sintesis PTH terjadi di ribosom chief cell sebagai preproPTH yang
terdiri dari 115 asam amino, selanjutnya 25 asam amino dipecah dari preproPTH
membentuk proPTH dengan 90 asam amino. ProPTH selanjutnya menuju
aparatus golgi, kemudian 6 asam amino dipecah dan membentuk PTH dengan 84
asam amino yang disimpan dalam vesikel sekretoris untuk disekresikan
kemudian (Guyton, 2011).
Setelah sekresi, maka PTH secara cepat dimetabolisme di hati dan ginjal
menjadi beberapa fragmen kecil, salah satunya adalah rantai amino 1-34 yang
mempunyai aktivitas biologik. Fragmen lainnya yaitu terminal-C PTH yang tidak
berinteraksi dengan reseptor PTH selanjutnya diekskresikan tubuh melalui ginjal.
Degradasi PTH intraselular diatur oleh level kalsium ekstraselular dimana pada
serum kalsium yang rendah akan menghambat degradasi PTH, agar dapat dicapai
kadar PTH yang cukup sebelum biosintesis terpenuhi, demikian juga sebaliknya
(Guyton, 2011).

9
Mekanisme Kerja PTH Pada Ginjal
Ginjal merupakan organ sentral bagi pengaturan keseimbangan kalsium
dan PTH memegang peranan penting dalam pengaturan ini.19 Kerja PTH pada
ginjal melalui 2 cara yaitu menghambat reabsorpsi fosfat dan menstimulasi
reabsorpsi kalsium. Ikatan PTH pada reseptor mengaktifkan adenilsiklase, terjadi
konversi ATP ke cAMP yang mengaktivasi sejumlah protein kinase dan protein
intrasel terfosforilasi dan mengakibatkan penghambatan transport Na+ -Fosfat
pada membran lumen tubulus. Akibatnya sejumlah fosfat diekskresi, terjadi
fosfaturia. Sebagai tambahan, cAMP yang diproduksi juga berdifusi kedalam
urin untuk meningkatkan ekskresi fosfat (Guyton, 2011).
Kerja PTH yang kedua adalah meningkatkan reabsorpsi kalsium pada
tubulus proksimal, Loop of Henle asenden, tubulus distal dan tubulus kolektivus,
juga melalui mekanisme adenilsiklase. Tujuannya adalah untuk meningkatkan
kadar kalsium plasma dan melengkapi kerja PTH pada tulang. Reabsorpsi
kalsium pada tubulus proksimal serta Loop of Henle berkaitan dengan transpor
Na+ sedangkan reabsorpsi pada tubulus distal tidak terikat oleh Na+ dan
langsung dipengaruhi oleh PTH (Guyton, 2011).

Mekanisme Kerja PTH Pada Tulang


Kerja PTH pada tulang mencakup ketiga tipe sel tulang yaitu osteosit,
osteoblas yang bertanggung jawab bagi formasi tulang dan osteoklas yang
bertanggung jawab terhadap resorpsi tulang. Awalnya, PTH menstimulasi
osteolisis osteosit yang mengakibatkan disolusi permukaan tulang dan kalsium
bergerak dari cairan kanalikular tulang menuju osteosit kemudian ke cairan
ekstraseluler. Fase ini disebut juga fase cepat (rapid phase), karena terjadi dalam
beberapa menit. Pada fase selanjutnya, terjadi lebih lambat (dalam beberapa hari)
dan terbagi menjadi 2 komponen (Guyton, 2011).
Pertama, PTH (secara sinergis dengan vitamin D) menstimulasi osteoklas
untuk meningkatkan resorpsi tulang serta melepaskan kalsium dan fosfat kedalam

10
cairan ekstraseluler. Bagian organik dari matriks tulang (terutama kolagen tipe I)
juga diresorbsi dan komponen kolagen utama yaitu hidroksiprolin
(hydroxyproline) turut dilepaskan kemudian diekskresikan lewat urin. Kedua,
terjadi proliferasi osteoklas (reseptor PTH pada membran osteoklas matur sangat
sedikit didapatkan). Aktivasi dan proliferasi distimulasi oleh pelepasan sitokin
oleh osteoblas – osteosit teraktivasi atau oleh diferensiasi prekursor osteoklas
prematur yang memiliki reseptor PTH dan reseptor vitamin D pada permukaan
membrannya (Guyton, 2011).
Secara keseluruhan, efek PTH pada tulang adalah untuk meningkatkan
resorpsi tulang, melepaskan kalsium – fosfat kedalam cairan ekstraseluler dimana
fosfat akan membentuk kompleks dengan kalsium sehingga membatasi
peningkatan kadar kalsium terionisasi dalam plasma, serta dalam pembentukan
tulang kembali (bone remodelling). Sebagai koordinasi lanjutan, ada mekanisme
untuk mengeliminasi kelebihan fosfat dalam tubuh yang diperankan oleh ginjal
(Guyton, 2011).

Mekanisme Kerja PTH Pada Usus


Kerja PTH pada absorpsi kalsium usus terjadi secara tidak langsung yaitu
PTH menstimulasi enzim 1α-hidroksilase pada ginjal yang bertanggung jawab
dalam pembentukan vitamin D3 aktif. Kalsium diabsorpsi secara aktif oleh sel
epitel usus halus dan sintesis protein transpor pada sel usus membutuhkan
vitamin D3 aktif. Vitamin D3 aktif meningkatkan absorpsi kalsium usus halus
dengan cara menstimulasi pembentukan calcium-binding protein (calbindin-D3)
pada sel epitel usus (Guyton, 2011).

Pengaturan Sekresi
Pada individu normal, kelenjar paratiroid dapat mendeteksi hipokalsemia
kemudian memberikan respon berupa sintesis dan sekresi PTH. PTH kemudian
menuju target organ dan juga menstimulasi produksi vitamin D3 agar dapat
memobilisasi kalsium untuk mencapai konsentrasi kalsium serum yang normal.

11
Bila serum kalsium kembali normal maka terjadi feedback negatif ke kelenjar
paratiroid untuk menekan pelepasan PTH (Guyton, 2011).

2.5 Metabolisme Kalsium


Kalsium tersimpan di dalam tubuh 99% berada ditulang sedangkan 1%
berada pada darah dan jaringan lunak (Hendri, P. 2010). Di dalam tulang terdapat
proses homeostatis kalsium yaitu menjaga agar kadar kalsium dalam tubuh tetap
seimbang. Homeostatis memiliki dua proses yaitu resorpsi tulang dan deposisi
tulang. Resorpsi tulang adalah proses pelepasan kalsium dan komponen organik
lain dari tulang ke sirkulasi yang melibatkan sel osteoklas yang dibutuhkan pada
saat kadar kalsium rendah. Deposisi tulang adalah proses pengendapan kalsium
dan komponen organik dari sirkulasi ke tulang yang melibatkan sel osteoblast dan
terjadi saat kadar kalsium melebihi nilai normal (Permana, H. 2012).
Regulasi kalsium melibatkan dua hormon yaitu hormon paratiroid dan
hormon kalsitonin. Hormon paratiroid di sekresikan oleh kelenjar paratiroid yang
di stimulasi dari penurunan kadar kalsium saat sirkulasi. Hormon tersebut
meningkatkan jumlah aktivitas sel osteoklas. Hormon paratiroid di ginjal
berfungsi meningkatkan reabsorpsi kalsium di tubuus distal. Hormon lain yang
berperan yaitu hormon kalsitonin. Hormon kalsitonin disekresikan oleh kelenjar
tiroid dan di stimulasi oleh kadar kalsium yang meningkat. Hormon ini bekerja
menghambat aktivitas sel osteoklas dan meningkatkan deposisi kalsium dari
sirkulasi ke tulang serta menurunkan reabsorpsi kalsium di ginjal (Permana, H.
2012).

12
2.6 Pembahasan Identifikasi Masalah
1) Apa penyebab keluhan Ny. Tina seperti tangan gemetaran, krom otot pada
tungkai bawah, kesemutan dan rasa terbakar pada jari serta muda lelah?
Jawab :
Kram dan nyeri otot, gemetaran, kesemutan dan mudah lelah dapat
terjadi ketika kadar kalsium di dalam tubuh rendah. Karena kalsium memiliki
peran penting dalam pertumbuhan tulang, gigi dan juga mendukung kerja
sistem saraf, pembekuan darah dan kontraksi otot. Sehingga ketika seseorang
memiliki kadar kalsium rendah mampu mengalami beberapa gejala seperti
yang dialami Ny. Tina yaitu kram dan nyeri otot, gemetaran, kesemutan dan
mudah lelah dapat terjadi ketika kadar kalsium di dalam tubuh rendah.

2) Apa hubungan riwayat operasi Ny. Tina dengan keluhan yang dialami?
Jawab :
Benjolan pada leher Ny. Tina adalah kemungkinan adanya pembesaran
pada kelenjar leher yaitu kelenjar tiroid atau kelenjar paratiroid. Sehingga Ny.
Tina yang melakukan operasi berupa pengangkatan dari kelenjar leher
tersebut, yang memungkinkan menjadi penyebab keluhan yang dialaminya
saat ini. Kelenjar tiroid adalah kelenjar yang berada di leher yang tepatnya
berada dan menempel pada trakea, ketika kelenjar tiroid membesar dan
dilakukan operasi berupa pengangkatan baik secara total maupun Sebagian
akan dapat menyebabkan kelenjar paratiroid yang menempel di bagian
posterior kelenjar tiroid akan ikut terangkat.
Sehingga dengan kondisi tersebut yang memungkinkan menyebabkan
keluhan-keluhan yang dialami Ny. Tina. Karena dengan dilakukannya operasi
total maupun sebagian dari kelenjar tiroid dan paratiorid akan menyebabkan
kondisi berupa hipotiroidisme atau hipoparatiroidisme. Hal ini terjadi karen
ketika kelenjar tiroid tidak ada, maka hormon T3 dan T4 pun tidak diproduksi
dan akan menyebabkan gangguan pada metabolisme tubuh. Begitu juga

13
dengan ketika kelenjar paratiroid tidak ada, maka hormon yang dihasilkan
kelenjar paratiroid tidak akan mampu menghasilkan kalsium yang akan
mempengaruhi beberapa kerja tubuh. Oleh karena itu ketika tubuh mengalami
penurunan kadar kalsium akan dapat menyebabkan keluhan seperti Ny. Tina.

3) Apa yang menyebabkan hasil pemeriksaan Ny. Tina berupa kulit kering dan
kasar, kuku rapuh dan kelemahan pada otot tungkai?
Jawab :
Dengan diagnosis diferensial (diagnosis sementara) berdasarkan
keluhan dan riwayat operasi Ny. Tina kemungkina Ny. Tina mengalami
hipoparatiroidisme. Karena ketika seseorang mengalami hipoparatiroidisme
memiliki ciri atau gejala seperti hasil pemeriksaan Ny. Tina yaitu berupa kulit
kering dan kasar, kuku rapuh dan kelemahan pada otot tungkai.

4) Apa yang menyebabkan hasil pemeriksaan Ny. Tina berupa kulit kering dan
kasar, kuku rapuh dan kelemahan pada otot tungkai?
Jawab :
Dengan keluhan, riwayat dan hasil pemeriksaan fisik yang ada, dapat
dilakukan beberapa pemeriksaan lainnya sebagai penunjang untuk
memastikan kondisi yang sedang dialami Ny. Tina seperti pemeriksaan kadar
hormon T3 dan T4, pemeriksaan kadar TSH, tes urin untuk menilai apakah
ada atau tidak kandungan kalsium berlebih pada urin, foto rontgen untuk
menilai ada/tidak kelenjar tiorid dan paratiorid, bentuk, dan ukurannya, tes
darah untuk menilai kadar hormon tiroid, dan pemeriksaan TPO (thyroid
peroxidase) untuk menilai metabolsime kerja hormon tiorid dan paratiroid.

14
2.7 Pembahasan Diagnosis Diferensial (DD)
Hipotiroid
Definisi
Hipotiroidisme merupakan suatu keadaan dimana tubuh kekurangan
hormon tiroid. Hormon tiroid sangat diperlukan untuk kegiatan metabolisme,
sehingga kekurangan hormon ini akan menimbulkan tanda dan gejala sebagai
akibat menurunnya kegiatan metabolisme dalam tubuh. Hipotiroidisme
(miksedema) adalah sindroma klinik yang terjadi akibat kadar T3 dan T4 dalam
sirkulasi tidak adekuat. Hipotiroid merupakan suatu keadaan yang ditandai
dengan adanya sintesis hormon yang rendah di dalam tubuh (McCance, 2017).
Berbagai keadaan dapat menimbulkan hipotiroid baik yang melibatkan
kelenjar tiroid secara langsung maupun tidak langsung. Mengingat bahwa
hormon ini sangat berperan pada setiap proses dalam sel termasuk dalam otak,
menurunnya kadar hormon ini dalam tubuh akan menimbulkan akibat yang luas
pada seluruh tubuh. Hipotiroidisme adalah kumpulan sindroma yang disebabkan
oleh konsentrasi hormon tiroid yang rendah sehingga mengakibatkan penurunan
laju metabolisme tubuh secara umum (McCance, 2017).

Etiologi
Penyebab terjadinya hipotiroid dapat dikelompokkan menjadi beberapa
golongan. Meskipun berbagai faktor dapat merusak kelenjar tiroid sehingga tidak
mampu memproduksi hormon tiroid yang mencukupi, penyebab yang paling
sering dijumpai antara lain:
1) Penyakit Otoimun
Pada beberapa orang, sistem imun yang seharusnya menjaga atau
mencegah timbulnya penyakit justru mengenali secara salah sel kelenjar
tiroid dan berbagai yang disintesis di kelenjartiroid, sehingga merusak sel
atau enzimtersebut.Sebagaiakibatnyahanyatersisasedikitsel atau enzim
yang sehat dan tidak cukup untuk mensitesis hormon tiroid dalamjumlah

15
yang cukup untuk kebutuhan tubuh.Hal ini lebih banyak timbul pada
wanita dibanding pria. Tiroiditis otoimun dapat timbul mendadak atau
timbul secara perlahan. Bentuk yag paling sering dijumpai adalah tiroiditis
Hashimoto dan tiroiditis atrofik (McCance, 2017).
2) Tindakan Bedah
Pasien dengan nodul tiroid, kanker tiroid atau morbus Basedow, yang
menjalani tindakan bedah mempunyai risiko untuk terjadinya hipotiroid.
Apabila keseluruhan atau terlalu banyakjaringan kelenjar yang diangkat
maka produksi hormon yang diperlukan oleh tubuh tidak lagi mencukupi.
Bahkan apabila keseluruhan kelenjar diangkat maka akan terjadi hipotiroid
yang permanen (McCance, 2017).
3) Hipotiroid Kongenital
Beberapa bayi lahir dengan kelenjar tiroid yang tidak terbentuk atau
hanya memiliki kelenjar tiroid yang terbentuk sebagian. Beberapa yang
lain kelenjar tiroid terbentuk ditempat yang tidak seharusnya (ektopik) atau
sel-sel kelenjar tiroidnya tidak berfungsi. Terdapat juga enzim yang
berperan pada sintesis hormon bekerja dengan tidak baik. Pada keadaan
demikian ini akan terjadi gangguan produksi sehingga kebutuhan hormon
tiroid tidak tercukupi dan timbul hipotiroid (McCance, 2017).
4) Tiroiditis
lnfeksi tiroid oleh virus sering diikuti terjadinya proses keradangan
kelenjar tiroid. Pada awalnya akan terjadi peningkatan sintesis hormon,
akan tetapi sebagai akibat proses yang berlanjut akan terjadi kerusakan sel
kelenjar yang kemudian diikuti dengan penurunan sintesis hormon dan
mengakibatkan terjadinya hipotiroid.
5) Obat-obatan
Amidodarone, litium, interferon alfa dan interlekin-2 dapat
menghambat sintesis hormon tiroid. Obat-obatan ini pada umumnya

16
menimbulkan hipotiroid pada pasien yang memiliki bakat genetik penyakit
tiroid otoimun.
6) Kekurangan Asupan lodium
lodium merupakan bahan dasar sintesis hormon tiroid. Kekurangan
asupan iodium akan berpengaruh terhadap sintesis hormon.
7) Kerusakan Kelenjar Hipofise
Tumor radiasi, atau tindakan bedah dapat menimbulkan kerusakan pada
hipofisis. Bila hal ini terjadi maka sintesis hormon TSH (thyroid
stimulating hormone) yang memicu kelenjar tiroid memproduksi hormon
tiroid akan berkurang. Sebagai akibatnya akan terjadi penurunan sintesis
hormon tiroid.
Meskipun sangat jarang, beberapa penyakit dapat menyebabkan
terjadinya hipotiroid. Pada penyakit sarkoidosis dapat terjadi penumpukan
granuloma pada kelenjar tiroid, sedangkan pada amiloidosis dapat terjadi
penumpukan protein amilod pada kelenjar. Demikianjuga pada
hemokromatosis dapat terjadi penumpukan besi pada jaringan kelenjar.
Kesemuanya akan menimbulkan gangguan pada fungsi kelenjar tiroid
dalam mensitesis hormon.

Manifestasi Klinis
Gejala hipotirodisme bervariasi, tergantung seberapa rendah kadar hormon yang
dihasilkan oleh kelenjar tiroid. Gejala tersebut meliputi:
• Mudah lelah, pusing, lupa dan sulit berkosentrasi
• Sembelit atau susah buang air besar.
• Otot-otot terasa lemah, nyeri, dan kaku.
• Lebih sensitif pada cuaca dingin.
• Kulit kering, kasar, mudah mengelupas, dan keriput.
• Berat badan naik tanpa penyebab yang jelas.
• Wajah bengkak dan suara menjadi parau.

17
• Rambut rontok dan tipis.
• Kuku rapuh.
• Denyut jantung lambat (bradikardia)
Pada kulit, hipotiroid menyebabkan terjadinya penumpukan asam-
hialuronik yang akan merubah komposisi jaringan dasar kulit ataupun jaringan
lain. Oleh karena asam-hialuronik merupakan bahan yang higroskopis,
penumpukan materi ini akan menimbulkan peningkatan kandungan cairan
sehingga terjadi edema, penebalan kulit dan sembab pada wajah (myxedema).
Pada penyakit tiroiditis Hashimoto, dapat disertai adanya pigmentasi kulit yang
menghilang (vitiligo) dan merupakan ciri dari kelainan kulit akibat proses
otoirnun (Yanti & Hasian, 2019).
Dampak hipotiroid pada jantung akan mengakibatkan penurunan output-
kardiak sebagai akibat penurunan volume curahjantung dan bradikardi. Hal ini
mencerminkan adanya pengaruh inotropik rnaupun kronotropik dari hormon
tiroid pada otot jantung. Pada hipotiroid yang berat, terjadi pembesaran jantung
dan suara jantung melemah yang mungkin disebabkan adanya penumpukan
cairan di dalam perikard yang banyak mengandung protein dan
glikosaminoglikan. Rekam EKG dapat menunjukkan adanya bradikardi,
perpanjangan waktu interval PR, gelombang P dan komplek QRS yang rendah,
kelainan pada segmen ST dan gelombang T yang lebih mendatar. Hasil
pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya peningkatan kadar homosistein,
kreatin kinase, aspartat-amionotranferase serta dehidrogenase-laktat. Gabungan
kelainan ukuran jantung, perubahan EKG dan kelainan enzim disebut sebagai
mixedemajantung (cardiac myxedema) (Yanti & Hasian, 2019).
Pada system pernapasan, hipotiroid dapat menimbulkan penurunan
kapasitas pernapasan maksimal (maximal breathing capacity) dan kapasitas
difusi, meskipun mungkin volume paru tidak mengalami ganguan. Hipotiroid
juga dapat menirnbulkan terjadinya efusi pleura. Pada hipotiroid yang berat,

18
kinerja otot pernapasan mengalami penurunan dan mengakibatkan terjadinya
hipoksia. Kelainan yang terjadi pada organ pernapasan tersebut ikut berperan
pada timbulnya koma pada mixedema (Yanti & Hasian, 2019).
Pengaruh pada organ pencernaan antara lain terjadinya gangguan
penyerapan. Meskipun diketahui adanya penurunanpenyerapaan berbagai bahan
makanan, tidak semua bahan makanan mengalami hal yang sama. Hal ini
dimungkinkan oleh adanya penurunan motilitas usus, sehingga masa penyerapan
berlangsung lebih lama untuk bahan-bahantertentu. Meskipun terjadi penurunan
nafsu makan, sering berat badan justru rneningkat, oleh karena adanya edema
yang terjadi sebagai akibat adanya retensi cairan di dalam tubuh. Hasil
pemeriksaan laboratorium fungsi hati pada umumnya normal, hanya mungkin
terjadi penigkatan transaminasi sebagai akibat terjadinya gangguan klirens (Yanti
& Hasian, 2019).
Gejala yang dapat timbul pada otot antara lain timbulnya rasa nyeri dan
kekakuan otot yang semakin memberat bila suhu udara menjadi dingin.
Perlambatan kor~traksidan relaksasi otot berpengaruh pada gerak ekstremitas dan
refleks tendon. Masa otot mungkin akan berkurang, namun dapat terjadi
pembesaran otot akibat adanya edema jaringan (Yanti & Hasian, 2019).
Aliran darah ke ginjal, filtrasi glomerulus, reabsorbsi pada tubulus akan
mengalami penurunan. Pemeriksaan asam urat menunjukkan adanya
peningkatan, meskipun urea nitrogen rnaupun keratin mungkin masih normal.
Penurunanfiltrasi cairan akan menimbulkan penumpukan cairan dalam tubuh,
meskipun volume plasma turun (Yanti & Hasian, 2019).
Hormon tiroid berpengaruh pada pertumbuhan dan fungsi sistem
reproduksi wanita maupun pria. Hipotiroid yang timbul pada masa anak dan tidak
diobati dengan benar akan menghambat proses pendewasaan sistem reproduksi
dan masa pubertas akan timbul terlambat. Pada wanita dewasa hipotiroid yang
berat menimbulkan penurunar, libido dan gagalnya ovulasi. Sekresi progresteror
menurunsedangkan proliferasi endometrium tetap berlangsung dan sering

19
menimbulkan menstruasi yanc tidak teratur. Sekresi LH terganggu, terjadi atrofi
ovarium dan gangguan menstruasi sampai amenoroe. Kesuburuar] menurun, dan
bila terjadi kehamilan sering mengalam abortus spontan atau kelahiran premature
(Yanti & Hasian, 2019).

Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dilakukan pemeriksaan pada tanda vital akan
ditemukan takikardia, pulsus defisit, dan hipertensi sistolik. Temuan pemeriksaan
fisik lain meliputi kulit teraba hangat dan lembap, rambut tipis dan halus, tremor,
kelemahan otot proksimal, dan hiperrefleks. Tanda eksolftalmus, edema
konjungtiva dan periorbita, pergerakan kelopak mata yang terbatas atau
terhambat (lid lag), serta miksedema pretibia hanya dijumpai pada Grave’s
disease. Pada pemeriksaan fisik tiroid, kelenjar tiroid akan teraba dan terlihat
membesar tanpa nyeri pada palpasi. Ukurannya difus pada Grave’s disease,
sedangkan pada kasus adenoma toksis atau toksik multinodular goitre akan teraba
nodul disertai pembesaran yang tidak simetris (McCance, 2017).

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada hipertiroid adalah (Yanti & Hasian,
2019) :
1) Kadar Hormon Tiroid.
Pemeriksaan awal yang dilakukan adalah pemeriksaan kadar thyroid
stimulating hormone (TSH), free thyroxine (fT4) dengan free
triiodothyronine (fT3). Kadar serum TSH sebaiknya diperiksa lebih dulu,
karena sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi dalam mendiagnosis gangguan
tiroid. Jika kadar TSH rendah, sebaiknya dilanjutkan dengan pengukuran
kadar serum fT4, fT3, dan T3 total untuk membedakan hipertiroid subklinis
dengan overt hyperthyroidism. Pemeriksaan kadar hormon tiroid juga dapat
membantu membedakan kondisi yang menyebabkan peningkatan T3 dan T4
tetapi TSH normal, seperti pada TSH-secreting pituitary adenoma.

20
2) Deteksi Antibodi
Deteksi antibodi bisa dilakukan jika ada kecurigaan ke arah Grave’s
disease. Antibodi yang diperiksa adalah TRAb dan TSI. TRAb merupakan
antibodi yang berikatan dengan reseptor TSH dan mampu memberi efek
stimulasi dan juga inhibisi pada TSH. Antibodi TSI merupakan antibodi yang
berikatan dengan thyroid stimulating immunoglobulin (TSI).
3) Pemeriksaan Scintigraphy
Pemeriksaan scintigraphy tiroid disebut juga thyroid scan atau
radioiodine uptake. Sesuai namanya, pemeriksaan ini menilai iodine uptake
pada kelenjar tiroid melalui sodium-iodide symporter (NIS). Pemeriksaan ini
menggunakan agen radioaktif yang memiliki waktu paruh singkat sehingga
ideal buat kepentingan diagnostik. Pada kasus hipertiroid, tes ini akan
menunjukkan hasil high uptake. Untuk Grave’s disease, TSH-producing
pituitary adenoma, penyakit trofoblastik, germ cell tumor hasil pemeriksaan
akan menunjukkan high uptake yang merata. Pada kasus toksik adenoma dan
toksik multinodular goitre akan didapatkan high uptake pada
hyperfunctioning nodule, sedangkan area sekitar yang normal akan tampak
sebagai low uptake (asimetris).
4) Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksan radiologi seperti USG leher atau USG tiroid akan
menampilkan pembesaran difus pada kasus Grave’s disease, dan nodul pada
kasus toksik adenoma dan toksik multinodular goitre. Pemeriksaan seperti CT
scan atau MRI dilakukan sesuai indikasi untuk menyingkirkan diagnosis
diferensial, misalnya pada dugaan TSH-secreting pituitary adenoma, struma
ovarium, penyakit trofoblastik, dan germ cell tumor.

21
Hipoparatiroid
Definisi
Hipoparatiroid adalah gabungan gejala dari produksi hormon paratiroid
yang tidak adekuat. Keadaan ini jarang sekali ditemukan dan umumnya sering
sering disebabkan oleh kerusakan atau pengangkatan kelenjar paratiroid pada saat
operasi paratiroid atau tiroid, dan yang lebih jarang lagi ialah tidak adanya
kelenjar paratiroid (secara congenital). Hipoparatiroidisme adalah suatu keadaan
dimana sekresi hormon PTH terlalu sedikit. Akibatnya, jumlah kalsium dalam
darah berkurang. Keadaan ini menyebabkan tetani, dimana terjadi kejang otot dan
sensasi nyeri pada ekstremitas. Gejala ini dapat diringankan dengan pemberian
kalsium (McCance, 2017).

Klasifikasi
Hipoparatiroid dapat berupa hipoparatiroid neonatal, simpel idiopatik
hipoparatiroid, dan hipoparatiroid pascabedah (McCance, 2017).
1) Hipoparatiroid Neonatal
Hipoparatiroid neonatal dapat terjadi pada bayi yang dilahirkan oleh ibu
yang sedang menderita hiperparatiroid. Aktivitas paratiroid fetus sewaktu
dalam uterus ditekan oleh maternal hiperkalsemia.
2) Simpel Idiopatik Hipoparatiroid
Gangguan ini dapat ditemukan pada anak-anak atau orang dewasa.
Terjadinya sebagai akibat pengaruh autoimun yang ada hubungannya dengan
antibodi terhadap paratiroid, ovarium, jaringan lambung dan adrenal.
Timbulnya gangguan ini dapat disebabkan karena menderita
hipoadrenalisme, hipotiroidisme, diabetes mellitus, anemia pernisiosa,
kegagalan ovarium primer, hepatitis, alopesia dan kandidiasis.
3) Hipoparatiroid Pascabedah
Kelainan ini terjadi sebagai akibat operasi kelenjar tiroid, atau paratiroid
atau sesudah operasi radikal karsinoma faring atau esofagus. Kerusakan yang

22
terjadi sewaktu operasi tiroid, biasanya sebagai akibat putusnya aliran darah
untuk kelenjar paratiroidisme karena pengikatan arteri tiroid inferior.
Hipoparatiroid yang terjadi bersifat sementara atau permanen. Karena itu
kadar kalsium serum harus diperiksa sesudah melakukan operasi-operasi
tersebut, tiga bulan kemudian dan sewaktu-waktu bila ada kelainan klinis
walaupun tak khas yang menjurus pada diagnosis hipoparatiroid.

Etiologi
Penyebab hipoparatirodisme yang paling sering di temukan oleh sekresi
hormon paratiroid yang kurang adekuat akibat suplai darah terganggu atau setelah
jaringan kelenjar paratiroid di angkat pada saat di lakukan tiroidektomi,
paratiroidektomi atau di seksi radikal leher. Penyebab spesifik dari penyakit
hipoparatiroid belum dapat diketahui secara pasti. Adapun etiologi yang dapat
ditemukan pada penyakit hipoparatiroid, antara lain (McCance, 2017):
1) Defisiensi sekresi hormon paratiroid, ada dua penyebab utama:
a. Post operasi pengangkatan kelenjar paratiroid dan total tiroidektomi
b. Idiopatik, penyakit ini jarang dan dapat congenital atau didapat (acquired)
2) Hipomagnesemia
3) Sekresi hormone paratiroid yang tidak aktif
4) Resistensi terhadap hormone paratiroid (pseudohipoparatiroidisme)
Penyebab yang paling umum dari hipoparatiroidisme adalah luka pada
kelenjar-kelenjar paratiroid, seperti selama operasi kepala dan leher. Pada kasus-
kasus lain, hipoparatiroidisme hadir waktu kelahiran atau mungkin berhubungan
dengan penyakit autoimun yang mempengaruhi kelenjar-kelenjar paratiroid
bersama dengan kelenjar-kelenjar lain dalam tubuh, seperti kelenjarkelenjar
tiroid, ovari, atau adrenal. Hipoparatiroidisme adalah sangat jarang. Ini berbeda
dari hiperparatiroidisme, kondisi yang jauh lebih umum dimana tubuh membuat
terlalu banyak PTH (McCance, 2017).

23
Manifestasi Klinis
Gejala-gejala utama adalah reaksi-reaksi neuromuscular yang berlebihan
yang disebabkan oleh kalsium serum yang sangat rendah. Keluhan-keluhan dari
penderita (70%) adalah tetani atau tetanic aequivalent. Tetani menjadi
manifestasi sebagai spasmus corpopedal dimana tangan berada dalam keadaan
fleksi sedangkan ibu jari dalam adduksi dan jari-jari lain dalam keadaan ekstensi.
Juga sering didapatkan articulatio cubitti dalam keadaan fleksi dan tungkai bawah
dan kaki dalam keadaan ekstensi.
Dalam tetanic aequivalent :
• Disfagia dan disartria
• Kelumpuhan otot-otot
• Aritmia jantung
• Gangguan pernapasan
• Epilepsi
• Gangguan emosi seperti mudah tersinggung, emosi tidak stabil
• Gangguan ingatan dan perasaan kacau
• Perubahan kulit rambut, kuku gigi, dan lensa mata
• Kulit kering dan bersisik
• Rambut alis dan bulu mata yang bercak-bercak atau hilang
• Kuku tipis dan rapuh
• Erupsi gigi terlambat dan tampak hipoplastik
Kadang-kadang terdapat pula perubahan-perubahan trofik pada ectoderm :
• Rambut tumbuhnya bisa jarang dan lekas putih.
• Kulit kering dan permukaan kasar, mungkin terdapat pula vesikula dan
bulla.
• Kuku tipis dan kadang-kadang ada deformitas.

24
• Pada anak-anak badan tumbuh kurang sempurna, tumbuhnya gigi-gigi
tidak baik dan keadaan mental bisa tidak sempurna. Juga agak sering
terdapat katarak pada hipoparatiroidisme

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang umum dilakukan pada pasien hipoparatiroid adalah
penilaian tanda Chvostek dan Trousseau yaitu (Bradero dkk & 2019):
1) Tanda Chvostek
Pemeriksaan tanda Chvostek dilakukan dengan mengetuk nervus
fasialis di depan telinga. Chvostek positif ditandai dengan kedutan otot-
otot wajah ipsilateral yang mengakibatkan kontraksi bibir atas dan hidung
hingga separuh wajah pada hipokalsemia berat. Perlu diingat bahwa tanda
Chvostek dapat positif pada 15% individu dengan kalsium serum normal.
2) Tanda Trousseau
Pemeriksaan tanda Trousseau dilakukan dengan melilitkan cuff
tensimeter pada lengan. Cuff dikembangkan hingga 10-20 mmHg di atas
tekanan sistolik dan didiamkan selama 3 menit, sehingga menghambat jalur
arteri brakialis. Pada pasien hipokalsemia, kombinasi hyperexcitability
pada otot dan kurangnya suplai darah mengakibatkan nyeri dan fleksi
pergelangan tangan dan sendi metakarpofalangeal, ekstensi sendi
interfalangeal distal dan proksimal, serta abduksi jari-jari.
3) Pemeriksaan Fisik Lain
Pemeriksaan fisik mata dan neurologi juga penting untuk dilakukan
karena hipoparatiroid meningkatkan risiko pasien mengalami katarak dan
kalsifikasi otak, terutama di ganglia basalis.

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan tes darah untuk melihat
kadar kalsium, fosfor, serta hormon paratiroid dalam tubuh. Berikut ini adalah
acuan yang dipakai yaitu (Bradero dkk & 2019):

25
• Kadar normal kalsium darah : 8,5-10,5 mg/dL
• Kadar normal fosfor darah : 2,5-4,5 mg/dL
• Kadar normal hormon paratiroid (PTH) : 10-65 ng/L
Seseorang dianggap menderita hipoparatiroid jika memiliki kadar kalsium
yang rendah, kadar fosfor yang tinggi, dan kadar hormon paratiroid yang rendah
dibandingkan dengan acuan di atas. Selain tes darah, dokter juga dapat
menjalankan beberapa pemeriksaan di bawah ini guna mendapatkan hasil
diagnosis yang lebih akurat:
• Tes urine, untuk melihat ada tidaknya kelebihan kalsium yang dikeluarkan
melalui urine
• Pemindaian dengan CT scan atau MRI, untuk mengidentifikasi tumor atau
kelainan struktural lainnya di dekat kelenjar paratiroid
• Foto rontgen dan tes kepadatan tulang, untuk melihat efek kalsium yang
rendah pada tulang
• Elektrokardiogram (EKG), untuk melihat kondisi jantung yang dapat
terganggu akibat rendahnya kadar kalsium

2.8 Penentuan DX
Dari hasil pembahasaan diagnosis banding serta di lihat dari keluhan,
riwayat serta hasil pemeriksaan fisik Ny. Tina, langkah-langkah penegakan
diagnosis di atas kelompok kami menduga diagnosis kerja skenario LBM 2 yaitu
pasien mengalami “Hipoparatiroidisme”. Hal ini dapat dijelaskan dari hasil
anamnesis, pemeriksaan fisikpemeriksaan penunjang yang mengarahkan ke
penyakit hipoparatiroidisme seperti tabel berikut:
KELUHAN HIPOTIROIDISME HIPOPARATIROIDISME
Fungsi kelenjar Metabolisme Mengatur kadar kalsium
Gemetaran - +
Kram otot - +

26
Kesemutan - +
Cepat lelah + +
Kulit kering & kasar + +
Kuku rapuh + +
Kelemahan otot + +
Kadar PTH Tidak ada data 1,2 pg/mL (sangat rendah)
Kadar kalsium Tidak ada data 5,8 mg/dL (dibawah normal)
Hasil USG Tak tampak kelenjar Otomatis kelenjar paratiorid
tiroid tak nampak

2.9 Pembahasan DX
Epidemiologi
Data epidemiologi global menunjukkan hipoparatiroid lebih banyak
mengenai wanita dan kelompok usia > 45 tahun. Prevalensi hipoparatiroid di
Amerika Serikat berkisar 24-37 kasus per 100.000 penduduk tiap tahunnya,
dengan perkiraan jumlah 60.000-80.000 pasien dan 75% di antaranya wanita.
75% pasien berusia 45 tahun ke atas. Di Denmark, prevalensi hipoparatiroid
diperkirakan 22 kasus per 100.000 penduduk per tahun.
Belum ada data mengenai epidemiologi hipoparatiroid di Indonesia.
Terdapat studi yang menyatakan bahwa pasien hipoparatiroid lebih berisiko
menderita katarak dan epilepsi. Hipoparatiroid non-surgical (tidak disebabkan
pembedahan) dihubungkan dengan peningkatan mortalitas. Mortalitas juga
meningkat pada pasien yang mengalami hipoparatiroid permanen pasca
tiroidektomi total.

Patofisiologi
Hipoparatiroidisme di sebabkan oleh defisiensi parathormon yang
mengakibatkan kenaikan kadar fosfat darah (hiperfosfatemia) dan penurunan
konsentrasi kalsium darah (hipokalsemia). Tanpa adanya parathormon akan

27
terjadi penurunan absorbsi intestinal kalsium dan makanan dan penurunan
resorbsi kalsium dari tulang dan di sepanjang tubulus renalis. Penurunan eksresi
fosfat melalui ginjal menyebabkan hipofosfaturia, dan kadar kalsium serum yang
rendah mengakibatkan hipokalsiuria. Pada hipoparatiroidisme terdapat gangguan
dari metabolisme kalsium dan fosfat, yakni kalsium serum menurun (bisa sampai
5 mgr%) dan fosfat serum meninggi (bisa sampai 9,5-12,5 mgr%) (McCance,
2017).
Pada yang post operasi disebabkan tidak adekuat produksi hormon
paratiroid karena pengangkatan kelenjar paratiroid pada saat operasi. Operasi
yang pertama adalah untuk mengatasi keadaan hiperparatiroid dengan
mengangkat kelenjar paratiroid. Tujuannya adalah untuk mengatasi sekresi
hormon paratiroid yang berlebihan, tetapi biasanya terlalu banyak jaringan yang
diangkat. Operasi kedua berhubungan dengan operasi total tiroidektomi. Hal ini
disebabkan karena letak anatomi kelenjar tiroid dan paratiroid yang dekat
(diperdarahi oleh pembuluh darah yang sama) sehingga kelenjar paratiroid dapat
terkena sayatan atau terangkat. Hal ini sangat jarang dan biasanya kurang dari 1%
pada operasi tiroid. Pada banyak pasien tidak adekuatnya produksi sekresi
hormon paratiroid bersifat sementara sesudah operasi kelenjar tiroid atau kelenjar
paratiroid, jadi diagnosis tidak dapat dibuat segera sesudah operasi (McCance,
2017).
Pada pseudohipoparatiroidisme timbul gejala dan tanda hipoparatiroidisme
tetapi kadar PTH dalam darah normal atau meningkat. Karena jaringan tidak
berespons terhadap hormon, maka penyakit ini adalah penyakit reseptor.
Terdapat dua bentuk: (1) pada bentuk yang lebih sering, terjadi pengurangan
congenital aktivitas Gs sebesar 50 %, dan PTH tidak dapat meningkatkan secara
normal konsentrasi AMP siklik, (2) pada bentuk yang lebih jarang, respons AMP
siklik normal tetapi efek fosfaturik hormon terganggu (McCance, 2017).

28
Komplikasi
1) Hipokalsemia
Keadaan klinis yang disebabkan oleh kadar kalsium serum kurang dari
9 mg/100ml. Kedaan ini mungkin disebabkan oleh terangkatnya kelenjar
paratiroid waktu pembedahan atau sebagai akibat destruksi autoimun dari
kelenjar-kelenjar tersebut.
2) Insufisiensi Ginjal Kronik
Pada keadaan ini kalsium serum rendah, fosfor serum sangat tinggi,
karena retensi dari fosfor dan ureum kreatinin darah meninggi. Hal ini
disebabkan tidak adanya kerja hormon paratiroid yang diakibatkan oleh
keadaan seperti diatas (etiologi).

Tatalaksana Farmakologi & Non Farmakologi


Tujuan adalah untuk menaikkan kadar kalsium serum sampai 9-10 mg/dl
(2,2-2,5 mmol/L) dan menghilangkan gejala hipoparatiroidisme serta
hipokalsemia. Apabila terjadi hipokalsemia dan tetanus pascatiroidektomi, terapi
yang harus segera dilakukan adalah pemberian kalsium glukonas intravena. Jika
terapi ini tidak segera menurunkan iritabilitas neuromuskular dan serangan
kejang, preparat sedatif seperti pentobarbital dapat dapat diberikan (IPD jilid II).
Pemberian peparat parathormon parenteral dapat dilakukan untuk
mengatasi hipoparatiroidisme akut disertai tetanus. Namun demikian, akibat
tingginya insidens reaksi alergi pada penyuntikan parathormon, maka
penggunaan preparat ini dibatasi hanya pada hipokalsemia akut. Pasien yang
mendapatkan parathormon memerlukan pemantauan akan adanya perubahan
kadar kalsium serum dan reaksi alergi (IPD jilid II).
Akibat adanya iritabilitas neuromuskuler, penderita hipokalsemia dan
tetanus memerlukan lingkungan yang bebas dari suara bising, hembusan angin
yang tiba-tiba, cahaya yang terang atau gerakan yang mendadak. Trakeostomi

29
atau ventilasi mekanis mungkin dibutuhkan bersama dengan obat-obat
bronkodilator jika pasien mengalami gangguan pernafasan (IPD jilid II).
Terapi bagi penderita hipoparatiroidisme kronis ditentukan sesudah kadar
kalsium serum diketahui. Diet tinggi kalsium rendah fosfor diresepkan. Meskipun
susu, produk susu dan kuning telur merupakan makanan tinggi kalsium, jenis
makanan ini harus dibatasi karena kandungan fosfor yang tinggi. Bayam juga
perlu dihindari karena mengandung oksalat yang akan membentuk garam
kalsium yang tidak laut. Tablet oral garam kalsium seperti kalsium glukonat,
dapat diberikan sebagai suplemen dalam diet. Gel alumunium karbonat (Gelusil,
Amphojel) diberikan sesudah makan untuk mengikat fosfat dan meningkatkan
eksresinya lewat traktus gastrointestinal (IPD jilid II).
Preparat vitamin D dengan dosis yang bervariasi dihidrotakisterol (AT 10
atau Hytakerol), atau ergokalsiferol (vitamin D2) atau koolekalsiferpol (vitamin
D3) biasanya diperlukan dan akan meningkatkan absorpsi kalsium dari traktus
gastrointestinal (IPD jilid II).
Hipoparatiroidisme dapat bersifat akut atau kronis dan bisa diklasifikasikan
sebagai kelainan idiopatik atau didapat (akuisitas) (McCance, 2017).
1) Hipoparatiroid Akut
Serangan tetani akut paling baik pengobatannya adalah dengan
pemberian intravena 10-20 ml larutan kalsium glukonat 10% (atau
chloretem calcium) atau dalam infus. Di samping kalsium intravena,
disuntikkan pula parathormon (100-200 U) dan vitamin D 100.000 U per
oral.
2) Hipoparatiroid Menahun
Tujuan pengobatan yang dilakukan untuk hipoparatiroid menahun ialah
untuk meninggikan kadar kalsium dan menurunkan fosfat dengan cara diet
dan medikamentosa. Diet harus banyak mengandung kalsium dan sedikit
fosfor. Medikamentosa terdiri atas pemberian alumunium hidroksida
dengan maksud untuk menghambat absorbsi fosfor di usus. Di samping itu

30
diberikan pula ergokalsiferol (vitamin D2), dan yang lebih baik bila
ditambahkan dihidrotakisterol. Selama pengobatan hipoparatiroid, harus
waspada terhadap kemungkinan terjadi hiperkalsemia. Bila ini terjadi,
maka kortisol diperlukan untuk menurunkan kadar kalsium serum.

Prognosis
Prognosis hipoparatiroid secara fungsional dapat dikatakan baik. Dengan
pengobatan, umumnya pasien dapat menjalani aktivitas harian secara normal.
Meski demikian, kondisi ini sering kali bertahan seumur hidup dan memerlukan
pemantauan terus menerus.

KIE
Pasien perlu diedukasi mengenai penyakitnya dan tujuan terapi, yakni
pastikan untuk selalu menjaga kadar kalsium dalam darah, bisa dengan konsumsi
suplemen atau dengan makanan yang kaya kalsium. Lalu, pastikan pula asupan
cairan dalam tubuh terpenuhi, karena ini memudahkan tubuh dalam mencerna
vitamin dan mineral. Jangan lupa, kunjungi dokter gigi dan periksakan kesehatan
gigi secara rutin, karena kurangnya kalsium dalam tubuh juga bisa berdampak
negatif pada gigi. Penting bagi pasien untuk rajin mengonsumsi suplemen
kalsium dan vitamin D, serta menjalani pemeriksaan kalsium, fosfor, dan fungsi
ginjal secara berkala (Yanti & Hasian, 2019).

31
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kelenjar paratiroid
merupakan salah satu organ yang terletak di leher, terdiri dari 4 buah kelenjar, 2 di
bagian superior dan 2 di bagian inferior, dorsal dari kelenjar tiroid. Fungsi kelenjar
paratiroid terutama untuk produksi hormon paratiroid yang berkaitan erat dengan
pengaturan kalsium tubuh. Target organ hormon paratiroid adalah tulang, ginjal
dan usus dengan tujuan akhir yaitu meningkatkan kadar kalsium plasma
(ekstraseluler). Ketika kadar kalsium rendah akan mampu menyebabkan kondisi
hipoparatiroid. Hipoparatiroid adalah kondisi yang jarang terjadi ketika kelenjar
paratiroid dalam tubuh hanya menghasilkan hormon paratiroid yang sedikit.
Kelenjar paratiroid berada di leher, berjumlah empat kelenjar, dan berfungsi
menghasilkan hormon paratiroid (PTH). Kondisi ini menyebabkan gangguan
elektrolit berupa rendahnya kadar kalsium (hipokalsemia) dan tingginya kadar
fosfat (hiperfosfatemia). Penyakit ini harus ditangani dengan tepat untuk
menghidari dampak negatif yang dapat terjadi.

32
DAFTAR PUSTAKA

Baradero, Mary, dkk. 2019. Klien Gangguan Endokrin, Seri Asuahan


Keperawatan. Jakarta: EGC
Eroschenko, V. P. 2017, Atlas Histologi diFiore dengan Kolerasi Fungsional,
Edisi 13, Philadelphia: Wolters Kluwer.
Guyton, A.C. & Hall, J.E., 2011, Textbook of Medical Physiology, Edisi 12,
Phladelphia: Saunders Elsevier.
Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Stiyohadi B, Syam AF. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam, Jilid II. VI. Jakarta: Interna Publishing.
Selvianti, Widodo Ario Kentjono, 2016. Anatomi dan Fisiologi Kelenjar
Tiroid. Jurnal Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.
Sue E. Huether & Kathryan L. McCance, 2017. Buku Ajar Patofisiologi, Edisi
6, Volume 1, Singapore: Saunders Elsevier.
Tortora, Gerard J 2020, Dasar Anatomi & Fisiologi, Edisi 13, Volume 2,
Jakarta: EGC.
Yanti Anggraeni, Hasian Leniwita, 2019. Modul Keperawatan Medikal Bedah
II. Jakarta: Universitas Kristen Indonesia.

33

Anda mungkin juga menyukai